Anda di halaman 1dari 181

Rangkaian Elektrik

BUKU

RANGKAIAN ELEKTRIK
(Analisis Keadaan Mantab)

Oleh :

Ir. HERY PURNOMO, MT

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017

1
KATA PENGANTAR

Buku ini disusun untuk menunjang matakuliah Rangkaian Elektrik jurusan


Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang .Berdasarkan
pengalaman penulis sebagai Dosen makuliah Rangkaian Elektrik, buku ini
digunakan sebagai buku ajar makuliah penunjang dasar bidang keahlian, baik
Bidang Teknik Energi Elektrik, Teknik Elektronika, Teknik Telekomunikasi,
Bidang Teknik Kontrol maupunTeknik Rekayasa Komputer.
Rangkaian Elektrik disusun dalam lima bab, yang memberikan pengertian dasar
dan analisis rangkaian dalam keadaan tunak (Steady state), khusus nya untuk
rangkaian dengan sumber tegangan arus searah (Direct current) dan sumber
tegangan arus bolak-balik (Alternating current).
Dalam bab I diuraikan mengenai besaran elektrik, satuan system internasional
dan unsur-unsur rangkaian.Berikutnya pada bab II dibahas mengenai hokum
dasar rangkaian elektrik, rangkaian seri dan paralel, pembagian tegangan dan
pembagian arus serta transformasi sumber tegangan dan sumber arus.
Pada Bab III dibahas mengenai metode analisis rangkaian yang meliputi
metode arus mesh, metode tegangan node, superposisi , theorem Thevenindan
Theorema Norton.
Bab IV dibahas rangkaian arus bolak-balik dengan sumber tegangan berbentuk
gelombang sinusoida meliputi dasar- dasar sumber tegangan sinusoida,
pengaruh gelombang sinusoida pada unsure rangkaian, metode fasor, daya
nyata, daya reaktif dan daya semu.
Bab V merupakan bab terakhir dibahas mengenai rangkaian tiga fasa, yang
meliputi sumber tegangan tiga fasa hubungan bintang (Y), sumber tegangan
tiga fasa hubungan delta (Δ), beban elektrik tiga fasa hubungan bintang (Y) dan
beban elektrik tiga fasa hubungan delta (Δ), serta daya rangkaian tiga fasa
Pada buku ini penulis menekankan dasa rteori dan contoh persoalan serta soal-
soal, sehingga buku ini dapat digunakan belajar di ruang kuliah maupun
digunakan mahasiswa belajar secara mandiri untuk mempertajam analisis
rangkaian elektrik.
Akhirnya penulis menyadari keterbatasannya sebagai manusia, dan penulis
mohon saran dan kritik demi perbaikan buku ini.
Malang, Oktober 2017
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar isi
BAB I. BESARAN ELEKTRIK DAN UNSUR RANGKAIAN
1.1. SatuanSistem Internasional
1.2. Besaran Elektrik
1.3. SumberTegangan Dan SumberArus
1.4. Unsur Rangkaian

BAB II. HUKUM DASAR RANGKAIAN ELEKTRIK


2.1.Hukum Dasar Rangkaian
2.2. Hubungan Seri Dan Hubungan Paralel
2.3. Penjumlahan Resistansi
2.4. Penjumlahan Induktansi
2.5. Penjumlahan Kapasitansi
2.6. PembagianTegangan Dan PembagianArus
2.7. Transformasi SumberTegangan Dan SumberArus

BAB III. METODE ANALISIS RANGKAIAN

3.1. Metode Analisis Arus Mesh


3.2. Metode AnalisisTegangan Node
3.3. Prinsip Superposisi
3.4. Theorema Thevenin
3.5. Theorema Norton

BAB IV. RANGKAIAN ARUS BOLAK-BALIK

4.1. Gelombang Sinusoida


4.2. Pengaruh Gelombang sinusoida pada Unsur Rangkaian
4.3. Metode Fasor
4.3. Daya Rangkaian Arus Bolak-Balik

BAB V. RANGKAIAN TIGA FASA

5.1. SumberTeganganTigaFasa
5.2. Beban ElektrikTiga Fasa
5.3. Daya RangkaianTiga Fasa
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Simbol SumberTegangan Sempurna


Gambar 1.2. Simbol Sumber Arus Sempurna
Gambar 1.3. Simbol SumberTeganganTergantung
Gambar 1.4. Simbol Sumber ArusTergantung
Gambar1.5. Simbol Resistansi
Gambar1.6. Simbol Konduktansi
Gambar1.7.Bahan Batangan
Gambar 1.8. Simbol Induktansi
Gambar 1.9. Induktor
Gambar1.10. Simbol Kapasitor
Gambar 1.11. Kapasitor
Gambar 2.1. Rangkaian Resistansi
Gambar 2.2. Titik Sambung Rangkaian
Gambar 2.3. Tegangan pada RangkaianTertutup
Gambar 2.4. Hubungan Seri Unsur Rangkaian
Gambar2.5. Hubungan Paralel Unsur Rangkaian
Gambar 2.6. Resistansi Seri dan Rangkaian Ekuivalen
Gambar 2.7. Resistansi Paraleldan Rangkaian
Ekuivalen Gambar 2.8. Dua Resistansi Paralel
Gambar 2.9. Induktansi Seri dan Rangkaian Ekuivalen
Gambar 2.10 .Induktansi Paralel dan Rangkaian Ekuivalen
Gambar 2.11. Kapasitansi Seri dan Rangkaian Ekuivalen
Gambar 2.12. Kapasitansi Paralel dan Rangkaian Ekuvalen
Gambar 2.13. PembagianTegangan
Gambar 2.14. Pembagian Arus
Gambar 2.15. Transformasi Sumber Tegangan
Gambar 2.16. Transformasi Sumber Arus
Gambar 3.1. Rangkaian Elektrik Satu Mesh
Gambar 3.2. Rangkaian Elektrik Dua Mesh
Gambar 3.3. Rangkaian Elektrik Dua Node
Gambar 3.4. Rangkaian Elektrik Tiga Node
Gambar 3.5. Blok Diagram denganTiga Sumber
Gambar 3.6. Rangkaian Ekuivalen Sumber tegangn dan Sumber Arus
Dimatikan
Gambar 3.7. RangkaianTeoremaThevenin
Gambar 3.8. Rangkaian PerhitunganTegangandanTahananThevenin
Gambar 3.9. RangkaianTeorema Norton
Gambar 3.10. Rangkaian perhitungan Arus danTahanan Norton
Gambar 4.1. GelombangTegangan Sinusoida
Gambar 4.2. Nilai Efeftif Gelombang Sinusoida
Gambar 4.3. Rangkaian Resistansi dengan SumberTegangan Sinusoida
Gambar 4.4. GelombagTegangan dan Arus pada Resistansi
Gambar 4.5. Rangkaian Induktansi dengan SumberTegangan Sinusoida
Gambar 4.6. GelombangTegangan dan Arus pada Induktansi
Gambar 4.7. Rangkaian Kapasitansi dengan SumberTegangan Sinusoida
Gambar 4.8. GambarTegangan dan Arus pada Kapasitansi
Gambar 4.9. Rangkaian Impedansi
Gambar 4.10. Rangkaian RLC
Gambar 4.11. FasorTegangan pada Bidang Komplek
Gambar 4.12. Rangakaian dengan Impedansi Bersifat Induktif
Gambar 4.13. Gelombang Daya Sesaat
Gambar 4.14. Rangkaian dengan Impedansi Induktif Murni
Gambar 4.15. Gelombang Daya Sesaat pada Induktansi
Gambar 4.16. Rangkaian dengan Impedansi Kapasitif Murni
Gambar4.17 Gelombang Daya Sesaat pada Kapasitansi
Gambar 4.18. Rangkaian dengan Impedansi
Gambar 4.19. Tegangan dan Arus pada Bidang Komplek
Gambar 4.20. Segitiga Impedansi dan Segitiga Daya
Gambar 4.21. Sifat Rangkaian dengan Impedansi
Gambar 5.1.Konsep Generator SinkronTiga Fasa
Gambar 5.2. GelombangTeganganTiga Fasa
Gambar 5.3. SumberTeganganTiga Fasa Hubungan Bintang
Gambar 5.4. Diagram VektorTegangan Hubungan Bintang
Gambar 5.5. Hubungan Arus pada SumberTegangan Hubungan Bintang
Gambar 5.6. SumberTegangan Hubungan Delta
Gambar 5.7. Hubungan Arus pada SumberTegangan Hubungan Delta
Gambar 5.8. Beban ListrikTiga Fasa Hubungan Bintang
Gambar 5.9. Tegangan dan Arus pada Hubungan Bintang
Gambar 5.10. Beban ListrikTiga Fasa Hubungan Delta
Gambar 5.11. Tegangan dan Arus Hubungan Delta
Gambar 5.12. SumberTegangan dng Beban ListrikTiga Fasa Hubungan
Bintang
Gambar 5.13. SumberTegangan dengan Beban ListrikTiga Fasa Hubungan
Delta
BAB I
BESARAN ELEKTRIK DAN UNSUR RANGKAIAN
1.1 Satuan Sistem Internasional

Dalam teknologi setiap gejala fisis harus dapat diuraikan secara kuantitatif
dengan satuan yang sama, karena itu diperlukan suatu himpunan satuan baku yang
seragam dan dapat dipakai dimanapun. Sistem satuan yang digunakan dalam hal ini
adalah Satuan Sistem Internasional (SI).
Konferensi Internasional yang kesepuluh mengenai berat dan ukuran pada
tahun 1954 telah menetapkan enam satuan dasar, antara lain :
 Satuan panjang dalam meter (m)
 Satuan massa dalam kilogram (kg)
 Satuan waktu dalam second (s)
 Satuan arus listrik dalam ampere (A)
 Satuan suhu dalam kelvin (K)
 Satuan kuat cahaya dalam candela (cd)
Untuk mempermudah pemakaian, digunakan awalan satuan yang menunjukkan
kelipatan satuan, karena pada umumnya daerah yang dicakup oleh suatu satuan
tersebut sangat luas. Awalan satuan dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut.
Tabel. 1.1 Awalan Satuan

Awalan satuan Kelipatan Simbol


Exa 1018 E
Petra 1015 P
Tera 1012 T
Giga 109 G
Mega 106 M
Kilo 103 k
hekto 102 h
deca 10 da
deci 10-1 d
centi 10-2 c
milli 10-3 m
mikro 10-6 µ
nano 10-9 n
pico 10-12 p
femto 10-15 f
atto 10-18 a
Contoh :
4000 g = 4.103 g = 4 kg
3000 A = 3.103 g = 3 kA
2 A = 2000.10-3 A = 2000 mA
750 kV = 750.103 V = 750000 V

1.2. Besaran Elektrik


1. Arus Elektrik
Arus elektrik (arus listrik) adalah banyaknya muatan yang melewati luas
penampang tertentu per satuan waktu, apabila ditulis dalam bentuk rumus persamaan :

i
dq i
i  dt
i : Arus elektrik dalam ampere (A)
q : Muatan elektrik dalam coulomb (c)
t : Waktu dalam detik (s)

Arus listrik dalam rangkaian harus digambarkan dengan arah anak panah, simbol
untuk arus elektrik ditulis i (huruf kecil) digunakan untuk arus yang merupakan fungsi
waktu, yang disebut arus sesaat (intantaneous current), sebagai contoh.
i = 100t A
i(t) = 100t A
i = 20 sin 80t A
Ditulis I (huruf besar) digunakan untuk arus yang besarnya konstan, bukan merupakan
fungsi waktu, sebagai contoh.
I = 10 A
I = 0,75 A

2. Tegangan Elektrik
Tegangan elektrik (tegangan listrik) disebut juga beda potensial adalah tenaga
yang diperlukan oleh satu satuan muatan elektrik untuk berpindah dari suatu titik ke
titik yang lain karena pengaruh gaya elektrik. Atau dengan kata lain beda potensial
adalah tenaga per satuan muatan, dan ditulis dalam bentuk rumus persamaan :

+
dw
v  dq Vs

v : Tegangan elektrik dalam volt (V)


w : Tenaga elektrik dalam joule (J)
-
q : Muatan elektrik dalam coulomb (C)
Tegangan dalam rangkaian harus digambarkan dengan polaritas positif (+) dan negatif
(-), simbol untuk tegangan elektrik ditulis v (huruf kecil) digunakan untuk tegangan
yang merupakan fungsi waktu atau tegangan sesaat (intantaneuos voltage), sebagai
contoh:
v = 10 t volt
v(t) = 10t volt
v = 100 cos (10t +300)
V(huruf besar) digunakan untuk tegangan yang besarnya konstan, sebagai contoh :
V = 220 volt
V = 12 volt

3. Daya Elektrik
Daya elektrik (daya listrik) adalah besarnya tenaga elektrik setiap satuan waktu,
apabila ditulis dalam bentuk rumus persamaan .

dw
p  dt

p : Daya elektrik dalam Watt (W)


w : Tenaga elektrik dalam joule (J)
t : Waktu dalam detik (s)

Simbol untuk daya elektrik ditulis p (huruf kecil) digunakan untuk daya yang merupakan
fungsi waktu, atau disebut daya sesaat, sebagai contoh :
p = 10 sin 50t watt
p(t) = 10 cos 30t watt.

Ditulis P (huruf besar) digunakan untuk daya yang besarnya konstan, sebagai contoh :
P = 25 watt
P = 500 watt
dw dw dq
p  . vi
dt dq dt

Daya yang diserap


resistor
p  vi

1.3. Sumber Tegangan dan Sumber Arus


Sumber tegangan/sumber arus dibedakan menjadi dua , yaitu sumber tegangan
ideal (sempurna) dan sumber tegangan tergantung serta sumber arus ideal dan
sumber arus tergantung
1. Sumber tegangan sempurna
Sumber tegangan sempurna adalah sumber tegangan yang akan memberikan
tegangan yang tetap besarnya, lambang dari sumber tegangan sempurna seperti
terlihat pada gambar no. 1.1.

+
V V +
-
-

Gambar 1.1. Simbol Sumber Tegangan Sempurna

2. Sumber Arus Sempurna


Sumber arus sempurna adalah sumber arus yang akan memberikan arus yang
tetap besarnya, simbol dari sumber arus sempurna terlihat pada gambar no. 1.2
berikut ini.

i i

Gambar 1.2. Simbol Sumber Arus Sempurna

3. Sumber Tegangan Tergantung.


Sumber tegangan tergantung adalah sumber tegangan yang besarnya tergantung
dari tegangan atau arus yang lain, simbol dari sumber tegangan tergantung
seperti terlihat pada gambar no. 1.3.

+
+
V = kV1 V = ki1 -
-

Gambar 1.3 Simbol Sumber Tegangan Tergantung


(a). Sumber tegangan tergantung, yang tergantung pada tegangan yang lain.
(b). Sumber tegangan tergantung yang tergantung pada arus yang lain.
Rangkaian Elektrik

4. Sumber Arus Tergantung.


Sumber arus tergantung adalah sumber arus yang besarnya tergantung pada
tegangan atau arus yang lain, simbol dari sumber arus tergantung diperlihatkan
pada gambar no. 1.4.

i = kV1 i = ki1

Gambar 1.4 Simbol Sumber Arus Tergantung


(a). Sumber arus tergantung, yang tergantung pada tegangan yang lain.
(b). Sumber arus tergantung, yang tergantung pada arus yang lain.

1.4. Unsur Rangkaian


Rangkaian elektrik adalah suatu rangkaian yang merupakan hubungan antara
sumber tegangan/sumber arus dengan konstanta rangkaian.
Unsur rangkaian merupakan bagian pembentuk rangkaian elektrik, yang terdiri dari
sumber-sumber dan konstanta rangkaian.
Konstanta rangkaian (parameter rangkaian) terdiri dari Resistansi, Induktansi dan
Kapasitansi.

1. Resistansi (R).
Resistansi (tahanan) adalah konstanta rangkaian yang memerlukan tegangan
sebanding dengan arus yang mengalir didalamnya, apabila ditulis dalam bentuk
rumus persamaan (Hukum Ohm), sebagai berikut :

v
R
i
R : Resitansi dalam Ohm (Ω)
v : Tegangan dalam volt (V)
i : Arus dalam ampere (A)

Simbol untuk resistansi terlihat pada gambar no. 1.5 berikut ini

R
i

+ -
V

Gambar 1.5 Simbol Resistansi

11
Kebalikan dari resistansi adalah konduktansi (daya hantar elektrik), simbol dari
konduktansi (G)
1
G
R
i  G.v

G : Konduktansi dalam mho atau siement


v : Tegangan dalam volt (V)
i : Arus dalam ampere (A)

G
i
+ -
V

Gambar 1.6 Simbol Konduktansi

Benda fisis yang mempunyai resistansi besar (resistif) disebut Resistor,


sedangkan benda fisis yang mempunyai konduktansi besar (konduktif) disebut
konduktor.
Besarnya resistansi (tahanan) dipengaruhi oleh adanya perubahan suhu, suhu
semakin naik maka tahanannya akan bertambah besar, persamaan resistansi yang
dipengaruhi oleh suhu sebagai berikut:

Rt2
 Rt1 1 (t2  t1 )

Rt2 : Resistansi pada suhu t2


Rt1 : Resistansi pada suhu t1
t1 : Suhu awal (0C)
t2 : Suhu akhir (0C)
α : Koefisien suhu tahanan

Besarnya resistansi suatu bahan dengan panjang (L) dan luas penampang (A) yang
diperlihatkan pada gambar 1.7, dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut ;

L
R
A

ρ : Tahanan jenis (resistivitas) satuan (Ω.m)


L : Panjang bahan batangan (m)
A : Luas penampang bahan batangan (m2)
Gambar 1.7. Bahan Batangan
Bahan logam yang yang mempunyai tahanan jenis rendah disebut konduktor, misalnya
aluminium, tembaga, perak dan sebagainya, logam ini baik sekali untuk mengalirkan
arus elektrik.
Bahan yang mempunyai tahanan jenis yang sangat tinggi disebut isolator, misalkan
glas, porselin, mika dan sebagainya, bahan ini digunakan untuk membatasi
(mengisolasi) agar arus elektrik tidak dapat mengalir.

Besarnya daya dalam resistansi dapat dihitung dengan rumus :

p  v.i(Ri).i i2R watt

Tenaga pada resistansi

dw  p.dt

w  p
dt joule
w  i2Rt

Tenaga pada resistansi akan dikeluarkan dalam bentuk panas

2. Induktansi (L)

Induktansi adalah konstanta rangkaian yang memerlukan tegangan sebanding


dengan kecepatan perubahan arus yang melaluinya, apabila ditulis dalam bentuk
rumus persamaan sebagai berikut :

di
vL
dt
v
L
di
dt

L : Induktansi dalam Henry (H)


v : Tegangan dalam volt (V)
i : Arus dalam ampere (A)
t : Waktu dalam detik (s)

Simbol dari induktansi terlihat pada gambar 1.8 berikut ini :

L
i
+ V -

L
+ -
v

Gambar 1.8 Simbol Induktansi


di
vL
dt
1
di  v dt
L
t
1

0
di L  vdt

1
i(t)  i(0)  vdt
L
1
i(t)  vdt i(0)
L

Apabila i(0) = 0, maka :

1
i(t) 
L
vdt

Dari persamaan menunjukkan bahwa arus dalam induktansi tidak tergantung pada nilai
sesaat tegangan, melainkan pada nilai sejak awal sampai pada saat tegangan tersebut
diamati. Yaitu integral atau jumlah hasil kali volt .detik untuk seluruh waktu sampai
waktu pada saat diamati.

Daya pada induktansi dapat dihitung sebagai berikut :


di
p  v i L .i  L i
di watt

dt dt

Tenaga pada induktansi dapat dihitung :

di
w  p dt  Li .dt
 dt
w   L i.di

1
w Li2
2 joule

Tenaga pada induktansi akan disimpan dalam bentuk medan maknet, benda fisis yang
mempunyai induktansi besar (induktif) disebut induktor, Gambar 1.9 memperlihatkan
induktor yang terdiri dari kumparan tembaga dan inti besi laminasi.
Inti besi

N
d

Kumparan
tembaga A

Gambar 1.9 Induktor

Besarnya induktansi dari induktor dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

N2 A
L
d

L : Induktansi (H)
N :Jumlah lilitan kumparan tembaga
A : Luas penampang inti besi (m2)
µ : Permeabilitas maknit inti besi
d : Panjang jalur maknetik (m)

3. Kapasitansi

Kapasitansi adalah kontanta rangkaian yang memerlukan arus sebanding


dengan perubahan tegangan terhadap waktu, apabila dituliskan dalam bentuk rumus
persamaan sebagai berikut :
dv
iC
dt
i
C
d
v
dt
C : Kapasitansi (F)
i : Arus (A)
v : Tegangan (V)
t : Waktu (s)

Lambang untuk rangkaian kapasitansi terlihat pada gambar 1.10 berikut ini.

C C
i
i
+ - + -
V v

Gambar 1.10 Simbol Kapasitansi


dv
iC
dt
1
dv  i dt
C
t
1

0
dv C idt
1
v(t)  v(0)  idt
C
1
v(t)  idt  v(0)
C

Apabila tegangan awal v(0) = 0, maka :


1
v(t)  idt
C 
Daya pada kapasitansi dapat dihitung sebagai berikut :

p  v iC v
dv watt

dt
Tenaga pada kapasitansi adalah :

dv
w  p dt  C v .dt
 dt
w   C v dv

1
w C
joule
v2
2

Dalam kapasitansi tenaga tersebut akan disimpan dalam bentuk Medan listrik, tenaga
ini akan dikeluarkan kembali pada rangkaian pada saat tegangan menjadi nol.
Benda fisis yang mempunyai kapasitansi besar (kapasitif) disebut Kapasitor,
gambar 1.11 memperlihatkan kapasitor.

Bahan dielektrik

d
Plat/keping
kapasitor
-

Gambar 1.11 Kapasitor


Besar kapasitansi dari kapasitor dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
A
C
d

C : Kapasitansi (F)
A : Luas penampang keping kapasitor (m2)
d : Jarak antara keping kapasitor (m)
ε : Permitivitas bahan (konstanta dielektrik)

1.5. Soal-Soal

1. Pemanas listrik dengan data : daya 1 kW, tegangan 220 V, apabila


pemanas dihubungkan dengan sumber tegangan 180 V, hitung daya dan
tenaga yang diserap selama 6 jam.

2. Kapasitor 25 pF dialiri arus listrik i = 10 cos (5t + 300) A


Hitung tegangan pada kapasitor tersebut.

3. Dalam rangkaian elektrik berikut, diketahui sumber tegangan v(t) = 100 V,


hitung arus yang mengalir (i)

40

i
10 F
+
v(t) 1H
- 10

4. Rangkaian elektrik praktis berikut, gambarkan dalam unsur rangkaian


BAB II
HUKUM DASAR DAN RANGKAIAN SEDERHANA

Dalam Bab ini akan dibahas bagaimana hukum dasar rangkaian mendasari
gabungan dan interkoneksi beberapa unsur rangkaian dalam suatu rangkaian elektrik,
akan dijumpai hukum dasar utama, yaitu Hukum Ohm yang merupakan hubungan
antara arus dan tegangan pada konstanta rangkaian, Kukum Kirchhoff yang akan
menguraiakan bagaimana hubungan arus apabila beberapa unsur rangkaian bertemu
dalam suatu titik sambung (node), serta bagaimana beberapa tegangan bergabung
apabila unsur rangkaian dihubungkan secara berurutan.
Dibahas pula pengembangan dari hukum-hukum dasar untuk menyelidiki
hubungan seri dan paralel beberapa unsur rangkaian, pembagian tegangan dan
pembagian arus serta transformasi sumber tegangan dan sumber arus.

2.1. Hukum Dasar Rangkaian


1. Hukum Ohm.
Hukum Ohm menyatakan bahwa tegangan pada ujung-ujung resistansi
berbanding langsung dengan besarnya arus yang mengalir dan besar resistansi yang
dilaluinya, secara matematik dituliskan dengan rumus persamaan sebagai berikut.

v Ri
v : Tegangan dalam volt (V)
i : Arus dalam ampere (A)
R: Resistansi dalam ohm (Ω)

vRi v   Ri

Gambar 2.1. Rangkaian Resistansi

Apabila arus mengalir masuk resistansi menjumpai polaritas positif (+), maka tegangan
pada resistansi adalah positif.
Apabila arus mengalir masuk resistansi menjumpai polaritas negatif (-), maka tegangan
pada resistansi adalah negative
2. Hukum Kirchhoff I
Hukum Kirchhoff I menyatakan jumlah arus yang menuju ketitik sambung (titik
simpul/node) adalah sama dengan nol, atau jumlah arus yang menuju titik sambung
sama dengan jumlah arus yang meninggalkan titik sambung.

i
k 1
k 0

i1  i2  i3  i4 .........  in  0

Gambar 2.2. Titik Sambung Rangkaian

i1  i2  (i3 )  i4 (i5 )  0
i1  i2  i4  i3  i5  0

Atau :
i1  i2  i4  i3 i5
(Jumlah arus yang menuju node sama dengan jumlah arus yang meninggalkan node)

Contoh : Hitung arus ia


1

ia

18 A 3A

2A
4A

Solusi :

Pada rangkaian terdapat 2 titik sambung, titik sambung (1) dan titik sambung (2).
Ditinjau pada titik sambung (1) :

i  0 , maka 18 – 2 – 3 – 4 – ia = 0
ia = 9 A

Ditinjau pada titik sambung (2) :


-18 +2 +3 + 4 + ia = 0

ia = 9 A

3. Hukum Kirchhoff II
Hukum Kirchhoff II menyatakan bahwa dalam rangkaian tertutup jumlah
tegangan sama dengan nol.
n

v
k 1
k 0

v1  v 2  v 3 v n  0

Gambar 2.3. Tegangan pada Rangkaian Tertutup

Cara menentukan penjumlahan tegangan, terdapat 2 cara yang dapat


dilakukan, yaitu :

1). Menjumlahkan tegangan dengan cara melihat arah polaritas tegangan.


Arah polaritas tegangan dibaca dari polaritas negatif (-) ke polaritas positif (+),
dengan ketentuan :
Tegangan yang arah polaritas kekanan dalam rangkaian tertutup diberi tanda positif,
sedangkan, tegangan yang arah polaritas kekiri dalam rangkaian tertutup diberi tanda
negatif. Dari rangkaian elektrik gambar 2.3 diperoleh persamaan :

v1  (va )  (vb )  (v 2 )  (v c )  0


v1  va  vb  v2  vc  0

2). Menjumlahkan tegangan dengan cara melihat arah arus.


Apabila arah arus masuk ke unsur rangkaian menjumpai polaritas positif (+),
maka tegangan pada unsur rangkaian diberi tanda positif, sedangkan apabila arah
arus masuk ke unsur rangkaian menjumpai polaritas negatif (-), maka tegangan pada
unsur rangkaian diberi tanda negatif

 v1  (v a )  (v b )  (v 2 )  (v c )  0


 v 1  va  vb  v2  v c  0

Contoh :

1. Pada rangkaian elektrik berikut, hitung tegangan (va)

R1
30 V
-
Solusi :
+

+
30 V
- v  0
+ +
R2
150 – 30 – 30 – Va = 0
150 V Va
- -
Va = 90 V

2. Pada rangkaian elektrik berikut, hitung arus Ix dan tegangan Vx

+ -
Vx

10 A 2 4 1A

Ix 2A

Solusi :
Pada titik sambung (3), berlaku
i  0 1 2 2

+ -
-10 + Ix + 2 + 1 = 0 Vx

-7 + Ix = 0 + +
10 A 2V1 V 24 1A
Ix = 7 A - -

V1 = 2x7 = 14 V, dan V2 = 4x2 = 8 V Ix 2A

Pada rangkaian tertutup berlaku v  0 3

V1 – Vx – V2 = 0
Vx = V1 – V2
Vx = 14 – 8 = 6 V
2.2. Hubungan Seri dan Hubungan Paralel

1. Hubungan Seri
Dalam hubungan seri unsur rangkaian yang diperlihatkan pada gambar 2.4,
besarnya arus yang mengalir adalah sama.

i1 i2 i3 i4 i5


R L1

i1 i2

i3
+
Vs C
-
i5
i4

L2

Gambar 2.4 Hubungan Seri Unsur Rangkaian

Apabila beberapa sumber arus dihubungkan seri, maka besarnya arus harus sama.

2. Hubungan Paralel
Dalam hubungan paralel unsur rangkaian yang ditunjukkan pada gambar 2.5,
besarnya tegangan paralel sama.

v s  v1  v 2  v 3

+ + + + V3
Vs V1 V2 - L
C R
- -
-

Gambar 2.5 Hubungan Paralel Unsur Rangkaian

Apabila beberapa sumber tegangan dihubungkan paralel, maka besarnya tegangan


harus sama

2.3. Penjumlahan Resistansi.


1. Resistansi Seri
Rangkaian yang terdiri dari 3 resistansi yang dihubungkan seri, serta
rangkaian ekuivalenya terlihat pada gambar 2.6
R1

i + - i
V1

+ + +
Vs R2 Vs Rs
V2
-
- -

- V3 +

R3

Gambar 2.6 Resistansi Seri dan Rangkaian Ekuivalen

Besarnya tegangan pada masing-masing resistansi adalah :


v1 R1 i
v 2 R 2 i
v 3 R 3 i
Dalam rangkaian tertutup, maka berlaku: v  0
vs  v1  v2  v3  0
vs  v1  v2  v3
 R1 i  R 2 i  R 3 i
(R1  R2  R3 )i
vs  R s i

Dari hasil perhitungan diperoleh resistansi ekuivalen (resistansi seri):

Rs R1  R2  R3
Sehingga secara umum dapat dituliskan rumus persamaan sebagai berikut :

Rs  R

1. Resistansi Paralel
Rangkaian yang terdiri dari 3 resistansi yang dihubungkan paralel, serta
rangkaian ekuivalenya terlihat pada gambar 2.7

i i
i1 i2 i3
+
+
R1 R2 R3 Vs Rp
Vs
-
-

Gambar 2.7 Resistansi Paralel dan Rangkaian Ekuivalen


Besarnya arus pada masing-masing resistansi adalah :
v
i1 
R1
v
i2 
R2
v
i3 
R3
Menurut Hukum Kirchhoff I, maka
berlaku :
i  0
i i1 i2 i3  0 i
 i1 i2 i3
v v v
i  
R11 1R2 1 R 3
i R  R R v
 11  2 3 
i v
 
Rp 

Dari hasil perhitungan diperoleh resistansi ekuivalen (resistansi paralel):

1 1 1 1
Rp  R1 R2 R3

Sehingga secara umum dapat dituliskan rumus persamaan sebagai berikut :

1
Rp   1
R

Gp   G

Apabila terdapat dua resistansi yang paralel, untuk mempermudah dalam perhitungan,
maka digunakan rumus sebagai berikut :

R1 R2

Gambar. 2.8 Dua Resistansi Paralel


1 1 1
 
Rp R1 R2
1 R 2  R1
R p  R1 x R 2

Jadi rumus khusus dua resistansi paralel :

R2 x R1
Rp 
R1  R 2

2.4. Penjumlahan Induktansi


1. Induktansi Seri
Rangkaian yang terdiri dari 3 induktansi dihubungkan seri, serta rangkaian
ekuivalenya terlihat pada gambar 2.9
L1

i + V1 - i
+ V2
- +
+
Vs L2 Vs Ls
- -

- V3
+

L3

Gambar 2.9 Induktansi Seri dan Rangkaian Ekuivalen

Besarnya tegangan pada masing-masing induktansi adalah :

v1 L di
1

dt
v2 L di
2
dt
v3 L di
3
dt
Dalam rangkaian tertutup, maka berlaku :
v  0
v s  v 1  v 2  v3  0
v s  v1  v2  v 3
vs  L di di
di
1
dt L 2 dt L 3 dt
vs  v
L2 L3
L1
di
d t
i d
 s s
dt
Dari hasil perhitungan diperoleh induktansi ekuivalen (induktansi seri):
Ls L1  L2  L3
Sehingga secara umum dapat dituliskan rumus persamaan sebagai berikut :

L s  L

2. Induktansi Paralel
Rangkaian yang terdiri dari 3 induktansi dihubungkan paralel, serta rangkaian
ekuivalenya terlihat pada gambar 2.10

i i
i1 i2 i3

+ +
Vs Vs Lp
L1 L2 L3
- -

Gambar 2.10 Induktansi Paralel dan Rangkaian Ekuivalen

Besarnya arus pada masing-masing induktansi adalah :

i1  1
i L
11  v dt
v dt
2
L2 
i3  1
 v dt L
3

Menurut Hukum Kirchhoff I, maka berlaku : i  0

i i1 i2 i3  0
i i1 i2 i3
1 1
i 1 v dt   v dt   v dt
L11 L2 L3
i  1 1  v dt

 
L 2 L3 

 L1
1
i v dt

Lp

Dari hasil perhitungan diperoleh induktansi ekuivalen (induktansi paralel):


1 1 1 1
Lp  L1  L 2 L3

Sehingga secara umum dapat dituliskan rumus persamaan sebagai berikut :

1
Lp 
 L1

2.5. Penjumlahan Kapasitansi


1. Kapasitansi Seri
Rangkaian yang terdiri dari 3 kapasitansi dihubungkan seri, serta rangkaian
ekuivalenya terlihat pada gambar 2.11
C1 C2

i i
+ -
V1 - + V2 +
+ +
V3 C3 Vs Cs
Vs
- -
-

Gambar 2.11 Kapasitansi Seri dan Rangkaian Ekuivalen

Besarnya tegangan pada masing-masing kapasitansi adalah :

v1  1
v C 
1 1 i dt

i dt
2
C2 
v3  1
C i dt
3

Dalam rangkaian tertutup, maka berlaku:


v  0
vs  v1  v2  v3  0
vs  v1  v2  v3
vs  1
 i dt 
1
 i dt  1
C11
C2 C2  i dt
v   1 1
  i dt
C 
s
CC  

 1
1
v 
i dt


2 3
s
Cs
Rangkaian Elektrik

Dari hasil perhitungan diperoleh kapasitansi ekuivalen (kapasitansi seri):

1 1 1 1
 
Cs C1 C2 C3

Sehingga secara umum dapat dituliskan rumus persamaan sebagai berikut :

1
Cs 
 C1

2. Kapasitansi Paralel
Rangkaian yang terdiri dari 3 kapasitansi dihubungkan paralel, serta rangkaian
ekuivalenya terlihat pada gambar 2.12

i i
i1 i2 i3

+ +

Vs C1 C2 C3 Vs Cp
-
-

Gambar 2.12 Kapasitansi Paralel dan Rangkaian Ekuivalen

Besarnya arus pada masing-masing kapasitansi adalah :


dv
i C
1 1
dt
dv
i2  C 2
dt
dv
i3  C 3
dt
Menurut Hukum Kirchhoff I, maka
berlaku : i  0
i i1 i2 i3  0 i
i1 i2 i3

i  C1
dv dv dv
dt  C2 dt  C3 dt
i i dv dt
 C2
 C1

28
Rangkaian Elektrik
 C3
d
v
d
t

28
Rangkaian Elektrik

Dari hasil perhitungan diperoleh kapasitansi ekuivalen (kapasitansi paralel):

Cp C 1  C2  C3

Sehingga secara umum dapat dituliskan rumus persamaan sebagai berikut :

Cp   C

Contoh Soal :

1). Hitung resistansi ekuivalen (Rab)


10 14
a

15 x10
15 10 R p  15 10  6 
Rab 10 14  6  30
b

2). Hitung induktansi total (Lab)

10 H 4H
a

6H 2H

10 H
c
a Ls  4  2  6 H
6x6
Lcd  3H
6H
66
Ls Lab  10  3 13 H

b
d

3). Hitung kapasitansi total (Cab)

5F 3F

3F 6F

29
5F
c 6x3
Cs   2F
a

63
Ccd  3  2  5 F
3F Cs
5x5
Cab   2,5 F
b
55
d

4). Diketahui rangkaian elektrik berikut ini.


Hitung tahanan ekuivalen
Hitung arus yang diberikan oleh sumber tegangan
Hitung tegangan pada resistansi (10 Ω)

0,5 1
x

+
12 V
4 10
8
-

0,5 1
y

Solusi :
0,5
x

Rs 1 8 110 
4 10 Rs

0,5
y

0,5
x

4 10 x10
Rp Rp 10 10  5 

0,5
y

Rs  0.5  5  0,5  6 
6x4
4 Rs1
Rxy   2,4 
64

Jadi resistansi ekuivalen Rxy = 2,4 Ω


I 12 12
I 
5A
Ia
+
+ Rxy 2,4
Va 12 12
12 V
- I  2A
- a
Rs 6
Va Rp Ia  5 x 2  10 V

Arus yang diberikan sumber tegangan : I = 5 A


Tegangan pada resistansi (10 Ω) : Va = 10 V (rangkaian paralel tegangannya sama)

2.6. Pembagian Tegangan dan Pembagian Arus.


` Dengan mengkombinasikan resistansi dan sumber-sumber maka dapat
diperoleh suatu metode yang dapat memperpendek kerja untuk menganalisis suatu
rangkaian elektrik, yaitu dengan konsep pembagian tegangan dan pembagian arus

1. Pembagian Tegangan
Pembagian tegangan digunakan untuk menyatakan tegangan pada salah satu
diantara beberapa resistansi yang terhubung seri, dapat dilihat pada gambar 2.13

Rs R1  R2 R3 i
+
v Rs i
V1
v R1
i -
Rs +
+
v R1
v1 R1 i R1 V R2
R s  Rs v
2
- V
-
v  R2 v +
v 2 R2 i R2
R s Rs R3 V3

v3 R3 v  R3 v -
i R3
R s Rs

Gambar 2.13 Pembagian Tegangan

Dari ketiga persamaan mempunyai bentuk kesamaan, dan apabila dituliskan dalam
bentuk persamaan secara umum, diperoleh :
Rx
v  v

R
x

x : 1 s/d n
Vx : Tegangan pada resistansi ke x
Rangkaian Elektrik

Contoh :
Hitung tegangan v1 dan v4
5

+ V1 -

10
5
+ v1  x150 15 V
150 V 5  10  15 
- 20
15
v 4  20
x150   60 v
+ V4 5  10  15 
-
20

20

2. Pembagian Arus
Pembagian arus digunakan untuk menyatakan arus yang mengalir melalui
salah satu diantara beberapa resistansi yang terhubung paralel, hal ini dapat dilihat
pada gambar 2.14

1 1 1 1 i
   i1 i2 i3
R p R1 R 2 R 3
Gp G1  G  G +
2 3
V R2 R3
R1
v Rp i -
i
v 
Gp

Gambar 2.14 Pembagian Arus


v i G1
i GvG  i
1 1 1
R1 Gp Gp
v i  G2
i2  G 2 v G2 i
R2 Gp Gp
v i  G3 i
i G v G
Gp Gp
3 3 3
R3

Dari ketiga persamaan mempunyai bentuk kesamaan, dan apabila dituliskan dalam
bentuk persamaan secara umum, diperoleh :
Gx
i  i

G
x

x : 1 s/d n
32
Rangkaian Elektrik

Contoh :
ix : Arus pada resistansi ke x

33
Hitung arus i2 dan i3

1
15
60 A i  x 60   12 A
i2 i3 2
1 1 1
15  15  5
+
V 15 15 5 1
- 5
i  x 60  36 A
3
1 1 1
15  15  5

Apabila dua resistansi paralel, maka pembagian arusnya dapat disederhanakan


dengan rumus sebagai berikut
.
R2 x R1
Rp 
R1  R 2

v
R R2 x R1 i
p i i
R1  R2 i1 i2
+
v
i  1 R x R1 V R1 R2
x 2 i
1
R1 R1 R1  R2 -
R2
i 
1
i
R1 R2
v 1
i  R2 x R1
2 x i
R2 R2
 R2
R1

i2  R1 i2
R1R

2.7. Transformasi Sumber Tegangan dan Sumber Arus


Konsep sumber tegangan dan sumber arus telah dibahas pada bagian
sebelumnya, sumber nyata mungkin dapat mendekati keadaan sempurna tetapi tidak
akan pernah mencapainya.
Suatu sumber tegangan dapat ditransformasikan (setara) dalam bentuk sumber
arus, atau sebaliknya sumber arus mempunyai setara dalam bentuk sumber tegangan,
sumber tegangan dan sumber arus yang mempunyai setara, harus memenuhi syarat
yaitu :
 Sumber tegangan harus mempunyai resistansi seri
 Sumber arus harus mempunyai resistansi paralel
Rangkaian Elektrik

1. Sumber tegangan dengan setaranya sumber arus.

Rs

+
Vs Is Rs

Gambar 2.15 Transformasi Sumber Tegangan

Sumber tegangan dapat ditransformasikan ke sumber arus, besarnya arus dari sumber
arus adalah :
vs
i 
s
Rs

2. Sumber arus dengan setaranya sumber tegangan

Rp

+
Is Rp
Vs

Gambar 2.16 Transformasi Sumber Arus

Sumber arus dapat ditransformasikan ke sumber tegangan, besarnya tegangan dari


sumber tegangan adalah :

vs  Rp is

Contoh :

1). Hitung dan gambarkan rangkaian setaranya

+
3A 4
12 V

34
5

-
10 A 5
50 V
+

2). Pada rangkaian elektrik berikut ini, hitung tegangan Vx dengan


menyederhanakan rangkaian

+ -
Vx

10 A 2 4 1A

Solusi :

Disederhanakan dengan transformasi sember arus ke sumber tegangan.

2 2 4
Ia
+ - + - + -
Vx

+ -

20 V 4V
-
+

v  0
20  2Ia  2Ia  4Ia  4  0
8Ia  24
Ia  3 A

Vx  2 2x36V
Ia
3). Pada rangkaian elektrik berikut, hitung arus Ix dengan menyederhanakan
rangkaian.

60 V
10 - +
a b
Ix-

-
5 2A
10 V 5
+

Solusi :

Diselesaikan dengan transformasi sumber tegangan dan transformasi sumber arus

60 V
a - + b 5
Ix -

10 5 10
1A V
-

10 x 5
R  3,33 
p
10  5
60 V
3,33 - + 5
a b

- Ix - +
+
-
+
-
10 V
3.33 V
-
+

Dalam rangkaian elektrik berlaku Hukum


Kirchhoff : v  0
 3,33  3,33Ix  60  5Ix 10  0
 8,33Ix  46,66  0
Ix  5,6 A

2.8. Transformasi Hubungan Delta ke Hubungan Bintang


Dalam rangkaian elektrik ada hubungan yang bukan hubungan seri maupun
hubungan paralel, sehingga sukar untuk diselesaikan, maka hubungan ini dapat
dibawa ke transformasi hubungan delta (Δ) ke hubungan bintang (Y).
Terlihat pada rangkaian gambar 2.17, hubungan resistor tidak dapat dilihat mana yang
sri dan yang paralel.

Gambar 2.17 Rangkaian elektrik hubungan delta

Untuk menghitung resistansi total maka harus dilakukan transformasi hubungan delta
ke hubungan bintang, hal ini ditunjukan pada gambar 2.18, hubungan (Δ) dengan
resistansi (R1, R2, R3) ditransformasi ke hubungan (Y) dengan resistansi (Ra, Rb, Rc)

Gambar 2.18 Transformasi Hubungan Delta ke Bintang

Hubungan resistansi pada hubungan (Y) dan hubungan (Δ ) sebagai berikut :

Apabila persamaan tersebut dijabarkan :


R +R = R1 R2 R 2 R3 ............... (1)
+
a b R +R +R3 R1 + + R3
1 2
R2

R R 
R1 R3  R 2 R3 .................. (2)
b c
R1 R 2 R3 R1  R2  R3

R R 
R1  R
R13 ................. (3)
R2
c a R1 R3 R1  R2  R3
R 2

Dari ketiga persamaan (1), (2), (3) apabila diselesaikan akan diperoleh besarnya Ra,
Rb, Rc sebagai berikut.

Dengan cara yang sama akan dapat diperoleh R1, R2, R3, sebagai berikut :

Contoh :
Hitung resistansi ekivalen rangkaian elektik pada gambar berikut.
Ra = 12x18
= 6 k
12 +18 +
6
Rb =
18x6 = 3 k
12 +18 +
Rc = 6
= 2k
12x6
12 +18 +
6

Rs1 = 2 + 4 = 6 k

Rs2 = 3 + 9 =12k

Rt = 6 6x12
+ = 10 k
6+
12

SOAL - SOAL

1. Hitung resistansi/tahanan ekuivalen rangkaian elektrik berikut ini.


2. Dalam rangkaian elektrik berikut :
1). Hitung tegangan Vab dan Vcd
2). Hitung daya yg diberikan oleh masing-masing sumber

3. Pada rangkaian elektrik berikut ini


:
Diketahui Va = 20 V
1). Hitung tegangan Vab
2). Hitung tegangan Vs

4. Pada rangkaian elektrik berikut ini :


1). Hitung arus Ix
2). Hitung tegangan Vs, dan daya yang diberikan sumber tegangan
20 Ω

8Ω 5Ω
a

+
38 V 6Ω 20 Ω


-


b
5. Diketahui rangkaian elektrik, seperti berikut ini :
1). Hitung tegangan Va (Gunakan hukum dasar)
2). Hitung daya yang diserap masing-masing resistor
3). Hitung daya yang diberikan masing-masing sumber

20 Ω

8Ω 5Ω
a

+
38 V 6Ω 20 Ω
1 Ω

-


b

6. Pada rangkaian elektrik berikut ini :

1). Hitung besar tegangan Vx


2). Hitung besar arus Ia

20 Ω

8Ω 5Ω
a

+
38 V 6Ω 20 Ω


-


b

7. Pada rangkaian elektrik berikut ini, diketahui tegangan VAB = 57 V


1). Hitung tegangan Vx
2). Hitung arus Ia dan Ib
8. Pada rangkaian elektrik berikut ini :
1). Hitung arus Ia dan Ib
2). Hitung tegangan Va
3). Hitung daya yang diberikan oleh sumber tegangan

20 Ω

8Ω 5Ω
a

+
38 V 6Ω 20 Ω


-


b

9. Pada rangkaian elektrik berikut ini:


(1). Hitung tahanan Ekivalen Rab
(2). Hitung arus yang mengalir pada masing-masing tahanan
20 Ω

8Ω 5Ω
a

+
38 V 6Ω 20 Ω


-


b

10. Pada rangkaian elektrik berikut, hitung arus Ix


Ix


12 V

12 Ω


11. Pada rangkaian elektrik berikut, terminal (a - b) dihubungkan dengan sumber
tegangan 24 V. polaritas positif berada pada terminal (a), hitung arus dan
daya yang diberikan oleh sumber tegangan.

12. Pada rangkaian elektrik berikut :


1). Hitung arus Ix
2). Hitung tegangan Vab

I1 R1

Va
I Vb

I1

R2 R3
BAB III
METODE ANALISIS RANGKAIAN

Dalam bab sebelumnya telah dibahas analisis rangkaian elektrik sederhana,


analisis rangkaian yang lebih umum akan memerlukan lebih banyak persamaan
apabila diselesaikan dengan konsep rangkaian elektrik sederhana.
Dalam bab ini akan dibahas cara sistematis untuk merumuskan dan menyelesaikan
model persamaan yang diperoleh dalam analisis rangkaian yang lebih komplek. Akan
ditinjau metode analisis yang lebih umum yaitu metode analisis arus mesh dan metode
analisis tegangan node.
Dibahas pula prinsip atau teorema Superposisi, teorema Thevenin dan
Teorema Norton, metode analisis akan efektif digunakan pada rangkaian yang rumit
dan komplek, sehingga apabila menggunakan hukum-hukum dasar akan diperoleh
banyak persamaan.
Pada awal untuk mempermudah memahami teori hanya digunakan untuk rangkaian
dengan sumber berbentuk gelombang arus searah, yaitu gelombang DC murni, namun
demikian nantinya metode analisis ini juga akan digunakan untuk sumber tegangan
berbentuk gelombang arus bolak-balik (gelombang sinusoida murni).

3.1. Metode Analisis Arus Mesh.


Metode arus mesh merupakan cara lain untuk menyelesaikan persoalan
rangkaian elektrik dengan persamaan hukum arus Kirchhoff terlukis secara implisit
pada rangkaiannya dan persamaan untuk tegangan ditulis secara eksplisit serta harus
diselesaikan untuk arus yang tidak diketahui. Dalam metode arus mesh mempunyai
konsep, yaitu :

 Menentukan arus mesh


 Didasarkan pada Hukum Kirchhoff tegangan.
 Rangkaian dengan (N) mesh akan memberikan (N) persamaan

Dalam pembahasan analisis arus mesh akan dimulai dari rangkaian elektrik yang
mempunyai 1 mesh, 2 mesh, 3 mesh, dan 4 mesh yang berikutnya dapat
dikembangkan untuk (N) mesh.

1. Rangkaian Elektrik 1 Mesh.


Dalam menganalisis rangkaian elektrik 1 mesh, pada gambar 3.1 diperlihatkan
rangkaiannya dengan dua sumber tegangan dan tiga resistansi.
I1 R1

Va
I Vb

I1

R2 R3

Gambar 3.1 Rangkaian Elektrik 1 Mesh

Pada rangkaian tertutup berlaku hukum Kirchhoff II : V  0

Va  R1I1 Vb  R2I1  R3I1  0


R1I1  R2I1  R3I1  Va  (Vb
)
R1  R 2  R 3  I1  Va ( Vb )
R11 I1  V1
Persamaan arus mesh :

Mesh (1) :
R11 I1  V1
R11 : Jumlah resistan si pada mesh no.1
I1 : arus mesh pada mesh no.1
V1 : Jumlah tegangan dari sumber tegangan pada mesh no.1

2. Rangkaian Elektrik 2 Mesh.


Dalam menganalisis rangkaian elektrik 2 mesh, pada gambar 3.2 diperlihatkan
rangkaiannya dengan dua sumber tegangan dan tiga resistansi
.

I1 R1 R2 I2

I3

Va I R3 II Vb

I1 I2

Gambar 3.2 Rangkaian Elektrik 2 Mesh


Pada mesh I dan mesh II berlaku Hukum Kirchhoff II : V  0
Pada Mesh (I) :
Va R1 I1 R3 I3  0 dan I3  I1  I2
Va R1 I1 R3 (I1  I2 )  0
(R1  R3 )I1 R3 I2  Va

Pada Mesh (II) :


 Vb  R2 I2 R3 I3  0
R2 I2  R3 (I1 I2 )   Vb
R 3 I1  R 2 R 3 I2  
Vb
Apabila dituliskan kedua persamaan arus mesh tersebut, akan diperoleh :

 R1 R3  I1  R3 I2 
....... (1)
Va
R 3 I1   R 2 R3  I2   .......... .(2)
Vb

Dari persamaan (1) dan (2) terdapat kesamaan, yaitu adanya arus I 1 dan arus I2, dan
ruas kanan adalah tegangan, apabila kita susun notasinya akan menjadi persamaan
arus mesh :
Mesh(1) : R11 I1  R12 I2  V1
Mesh(2) : R21 I1 R22 I2  V2

Dalam bentuk matrik dituliskan


:
 R12  I1   V1 
 R11 
R    
R I V
 21 22   2   2 

R11 :Jumlah resistan si pada mesh no.1, ( R1  R3 )


R12 :Jumlah resistan si antaramesh no.I dan mesh no.2 (R3
) R21 :Jumlah resistan si antaramesh no.2 dan mesh no.1
(R3 ) R22 :Jumlah resistan sipada mesh no.2, (R2 R 3 )
I1 : Arus mesh pada mesh no.1
I2 : Arus mesh pada mesh no.2
V1 :Jumlah tegangan dari sumber tegangan pada mesh no.1
V2 :Jumlah tegangan dari sumber tegangan pada mesh no.2

3. Rangkaian Elektrik 3 Mesh.


Pada rangkaian elektrik 3 mesh apabila dibuat persamaan arus mesh tinggal
mengembangkan dari persamaan 2 mesh, sehingga persamaannya menjadi :
Mesh(1) : R I 
11 1 R12 I2  R13 I3  V1
Mesh(2) : R21 I1  R22 I2  R23 I3  V2
Mesh(3) : R31 I1  R32 I2  R33 I3  V3
Dalam bentuk matrik dituliskan :

 R11
 R12  R13  V1 
  
I1
R R     
R I  V
 21 22 23   2  2

 R 31  R 33    V3  
R 32 I3 

4. Rangkaian Elektrik 4 Mesh

Pada rangkaian elektrik 4 mesh apabila dibuat persamaan arus mesh tinggal
mengembangkan dari persamaan 3 mesh, sehingga persamaannya menjadi :

Mesh(1) : R11 I1  R12 I2  R13 I3  R14I4  V1


Mesh(2) : R 21 I1  R22 I2  R23 I3   V2
R24I4  V3
Mesh(3) : R 31 I1  R32 I2  R33 I3 
R34I4
Mesh(4) : R41I1  R42 I2  R43 I3 R44 I4  V4

5. Rangkaian Elektrik (N) Mesh


Secara umum persamaan arus mesh untuk (N) mesh dapat dituliskan :

Mesh(1) R11 I1  R12 I2  R13 I3  R14I4................... R1N  V1


:
IN
Mesh(2) : R21 I1  R22 I2  R23 I3  R24I4.................. R2N IN  V2
Mesh(3) : R31 I1  R32 I2  R33 I3  R34I4.................. R3N IN  V3
Mesh(4) : R41 I1  R42 I2  R43 I3  R44 I4................... R 4N  V4
IN
* *
* *
* *
Mesh(N) :RN1I1  RN2 I2  RN3I3  RN4 I4......................RNN IN  VN

Dalam membuat persamaan arus mesh, maka langkah-langkah yang harus


diperhatikan adalah :
1. Sumber harus merupakan sumber tegangan.
2. Dipilih arus mesh yang arahnya searah jarum jam (arah kekanan)
3. Arah polaritas sumber tegangan, apabila arahnya kekanan, teganganya
positif (+) dan apabila arahnya kekiri tegangannya negatif (-).
Contoh :

1. Pada rangkaian elektrik, tentukan persamaan arus mesh, hitung arus i1 dan arus i2

Solusi :

Mesh 1 : Mesh 2 :
R11 I1  R12 I2  R21 I1  R22 I2  V2
V1
6  3i1  3i2   3i1  3  4 i2 10
42
9i1  3i2  42  3i1  7i2 10
3i1  i2 14

Persamaan arus mesh :


3i1  i2 14 ........ .1
 3i1  7i2 10 ..........2

Dengan subtitusi persamaan (1) dan persamaan (2), atau diselesaikan dengan
determinan, akan diperoleh :
i1  6 A
i2  4 A

2. Pada rangkaian elektrik berikut, hitung arus Ia, dengan metode arus mesh.

1 2

7V
3
Ia
- +

6V
-

2 1
Solusi :

Tentukan nomor mesh, arus dan arah arus mesh

II
1 2

+ I2

7V
3
Ia
- I +

6V
-
III

2 1
I1 I3

Ia  I3  I2
Mesh(1):
R11 I1  R12 I2  R13 I3  V1
(1 2)I1 1.I2  2.I3  7 
6
Mesh(2):
R21 I1  R22 I2  R23 I3  V2
1.I1 (1 2  3)I2 3.I3  0
Mesh(3)
:
R31 I1  R32 I2  R33 I3  V3
 2.I1 3.I2 (2  3  1)I3  6

Persamaan arus mesh :

3I1 I2  2I3 1


 I1  6I2  3I3  0
 2I1  3I2  6I3  6

Bentuk persamaan matrik :

 3 
1  2 I1 1
  
1 6   3  0
I 
   2  
 2  3 6  I3  6
3 1 2
1 0 3 2 3 1
 (1)  (3)
2 6 6 1 6 2 6
I2  
3 1 2 6 3 6 1 3 1 6
3  (1)  (2)
1 6 3 3 6 2 6 2 3
2 3 6

I2  78 78
18  60  2A
3x(27)  12 2x(15)  81 12  30 39

3 1 1
1 6 0 1 6 3 1
1 6
2 3 6  3 1 6
I3   2
3 1 2 6 3 1 3 1 6
3  (1)  (2)
1 6 3 3 6 2 6 2 3
2 3 6
I3  117 117
15 102  3A
3x(27)  12 2x(15)  81 12  30 39

Ia  3  2  1 A

6. Rangkaian dengan mesh palsu (Dummy Mesh)

Apabila dalam rangkaian elektrik terdapat mesh yang sudah diketahui


besarnya arus mesh, karena terdapat sumber arus maka mesh tersebut dinamakan
sebagai mesh palsu (dummy mesh), sehingga dalam mesh tersebut tidak boleh dibuat
persamaan arus meshnya, pada mesh palsu hanya diambil pengaruhnya saja.

Contoh :

Pada rangkaian elektrik berikut, hitung arus i1 da arus i2

I II
Solusi :

Mesh
1:
R11 I1 R12 I2  V1

6  3i1  3i2 
42 9i1  3i2  42
……… (1)

Mesh 2 : (hanya diambil pengaruhnya saja)

I2  10 .......... ....(2)

9i1  3(10) 
42
9I1  42  30
12 1
I 1 A
1
9 3

7. Rangkaian dengan mesh super (Super Mesh)

Apabila dalam rangkaian elektrik terdapat sumber arus yang memisahkan dua
mesh maka dua mesh tersebut dinamakan sebagai mesh super (super mesh),
sehingga dua mesh tersebut dianggap/diperlakukan sebagai satu mesh

Contoh :
Tentukan persamaan arus mesh dan hitung besar tegangan Vx

1 2

+ Vx
+ -
7V
- 3

7A

2 1

Solusi :
Tentukan nomor mesh, arus dan arah arus mesh
II
1 2

I2
+ Vx
+ -
7V I
- 3

7A
III

2 I3 1
I1

Mesh I dan Mesh III, merupakan super mesh, sehingga diperlakukan sebagai satu
mesh
(satu mesh diperlihatkan pada garis putus-putus)

VX 3.(I3 I2 )

Mesh 2 :

 1.I1 (1 2  3)I2  3.I3  0


I1  6.I2  3.I3  0.......(1)

Mesh 1 dan mesh 3 : (super mesh)

1.I1  (3  1)I3  1.I2  3.I2 7


I1  4I2  4I3  7................(2)

I1 I3  7.................( 3)

Persamaan arus mesh :

I1  6I2  3I3  0


I1  4I2  4I3 
7
I1  0I2  I3  7

Apabila dihitung dengan subtitusi atau determinan, akan diperoleh :

I2  2,50 A
I3  2 A

VX  3.(I3 I2 )
VX  3.(2  2,5)  1,50 V
3.2. Metode Tegangan Node
Metode tegangan node merupakan cara lain untuk menyelesaikan persoalan
rangkaian elektrik dengan persamaan hukum tegangan Kirchhoff terlukis secara
implisit pada rangkaiannya dan persamaan untuk arus ditulis secara eksplisit serta
harus diselesaikan untuk tegangan yang tidak diketahui. Dalam metode tegangan node
mempunyai konsep, yaitu :
 Menentukan tegangan node
 Didasarkan pada Hukum Kirchhoff arus
 Rangkaian dengan (N) node akan memberikan (N-1) persamaan,
karena satu node digunakan sebagai node acuan (referensi)
Dalam pembahasan analisis tegangan node akan dimulai dari rangkaian elektrik yang
mempunyai 2 node, 3 node, 4 node, 5 node yang berikutnya dapat dikembangkan
untuk (N+1) node.
.
1. Rangkaian Elektrik 2 node
Dalam menganalisis rangkaian elektrik 2 node , pada gambar 3.3 diperlihatkan
rangkaiannya dengan dua sumber arus dan tiga resistansi.
1 +

IR1 IR2 IR3

Ia R1 Ib R2 R3
V1

- 2
Gambar 3.3. Rangkaian Elektrik 2 Node

Pada node 1, berlaku Hukum Kirchhoff arus : i  0

Ia IR1 Ib  IR2  IR3  0


IR1  IR2  IR3  Ia  Ib
 1 1 1 
 R   V 1  Ia  Ib
 1 2 3 

G1  G2  G3  V1  Ia Ib
Persamaan tegangan node : Node (1)
G11 V1  I1
:
G11 : Jumlah konduktansi yg terhubung pada node no. 1
V1 : tegangan pada node no. 1
I1 : Jumlah arus dari sumber arus yg terhubung pada node no. 1
1. Rangkaian Elektrik 3 Node
Dalam menganalisis rangkaian elektrik 3 node, pada gambar 3.4 diperlihatkan
rangkaiannya dengan dua sumber arus dan tiga resistansi
V12

1+ +2

IR2 R2

Ia R1 R3 Ib

IR1 V2 IR3
V1

- 3

Gambar 3.4. Rangkaian Elektrik 3 Node

Pada node (1) dan node (2) berlaku Hukum Kirchhoff arus : i 0

Pada Node 1 :

IR1 IR2  Ia
V1 V12
 I , (V  V  V )
a 12 1 2
R1 R 2
V1 V1 V2
  I
R1 R 2 R2 a
 1 1  1 
   V1   V2  Ia
 R1 R 2  R
 2

G1  G2  V1  G2 V2  Ia

Pada node 2 :

IR2 IR3  I
b

V12 V

2   , (V12   V2 )
R2 R3 I V1
b
 V1 V2  V2
    Ib
 R2 R2  R3
1  1 1 
 V1    V2  Ib
R2 R
 2 R 3

 G2 V1  G2  G3  V2   Ib
Apabila dituliskan kedua persamaan tegangan node tersebut, akan diperoleh :

 G1  G 2  V 1  G 2
 Ia.......................(1)
V2

 G 2 V1 
 G3 V2  Ib...................(2)
 G2
Dari persamaan (1) dan (2) terdapat kesamaan, yaitu adanya tegangan V1 dan
tegangan V2, dan ruas kanan adalah arus, apabila disusun notasinya akan menjadi
persamaan tegangan node.

Node (1) : G11 V1  G12 V2  I1


Node (2) : G21 V1  G22 V2  I2

Dalam bentuk matrik dituliskan :

 G11
  G12   V1  I1 
G     
G V I
 21 22   2   2 

G11 : Jumlah konduktansi yg terhubung pada node no. 1


G12 : Jumlah konduktansi antara node no. 1 dan node no. 2
V1 : tegangan node no. 1
V2 : tegangan node no. 2
I1 : Jumlah arus dari sumber arus yg terhubung pada node no. 1
G22 : Jumlah konduktansi yg terhubung pada node no. 2
G21 : Jumlah konduktansi antara node no. 2 dan node no. 1
V1 : tegangan node no. 1
V2 : tegangan node no. 2
I2 : Jumlah arus dari sumber arus yg terhubung pada node no. 2

2. Rangkaian Elektrik 4 Node


Pada rangkaian elektrik 4 node apabila dibuat persamaan tegangan node tinggal
mengembangkan dari persamaan 3 node, sehingga persamaannya menjadi :

G11 V1  G12 V2  G13 V3  I1


G21 V1  G22 V2  G23 V3  I2
G31 V1  G32 V2  G33 V3  I3

Dalam bentuk matrik dituliskan :

 G11
  G13   I1 
 G12 V1 
G G    
 G23 V 2  I 2 
 21 22  
 G31  G33  I 3 
G32  V 3 

Terdapat 3 persamaan tegangan node, salah satu node digunakan sebagai node
acuan.
3. Rangkaian Elektrik 5 Node
Pada rangkaian elektrik 5 node apabila dibuat persamaan tegangan node
tinggal mengembangkan dari persamaan 4 node, sehingga persamaannya menjadi :

Node(1) : G V  G V  G V  G V  I1
11 1 12 2 13 3 14 4

Node(2) : G 21 V1  G22 V2  G23 V3  G24 V4  I2


Node(3) : G 31 V1  G32 V2  G33 V3  G34 V 4  I3
Node(4) : G41 V1  G42 V2 G 43 V 3  G44 V4  I4

4. Rangkaian elektrik (N+1) node

Secara umum persamaan tegangan node untuk rangkaian elektrik yang terdiri
dari (N+1) node adalah sebagai berikut :

Node(1) : G11 V1  G12 V2  G13 V3  G14 V4 .......... .  G1N  I1


VN
Node(2) : G 21 V1  G22 V2  G23 V3  G24 V4 ..........  G2N VN  I2
.  G3N VN  I3
Node(3) : G 31 V1  G32 V2  G33 V3  G34 V 4 ..........
.
Node(4) : G41 V1  G42 V2 G43 V 3 G44 V4 .......... ..  G4N VN  I4
*
*
*
*
Node(N) :  GN1 V1  GN2 V2  GN3 V3  GN4 V4............................ GNN VN  IN

Dalam membuat persamaan tegangan node, maka langkah-langkah yang


harus diperhatikan adalah :

1. Sumber harus merupakan sumber arus.


2. Dipilih satu node sebagai node referensi (acuan)
3. Arah arus dari sumber arus, apabila arahnya menuju node yang
dianalisis arus bertanda positif (+) dan apabila arah arusnya
meninggalkan node yang dianalisis arus bertanda negatif (-)
Contoh :

1. Pada rangkaian elektrik berikut, tentukan persamaan tegangan node, serta hitung
tegangan pada resistansi 5Ω

3,1 A 2 - 1,4 A
1

Solusi :
Tentukan nomor node dan node referensi.
1 + Vx - 2

3,1 A 2 - 1,4 A
1

Node 1 :

G11 V1  G12 V2  I1
1 1 1
(  )V   3,1
V
5 2 1 5 2
(0,2  0,5) V1  0,2 V2  3,1
0,7 V1  0,2 V2  3,1
7 V1  2 V2  31

Node 2 :
 G21 V1  G22 V2  I
1 1 2
1
 V (    (1,4)

5 1 ) V2
1
5
 0,2 V1 (0,2 1) V2 1,4
 0,2 V1 (1,2) V2 1,4
 2V1  12 V2 14
 V1  6 V 2  7

Persamaan tegangan node :


7 V1  2 V2  31..........(1)
 V1  6V2  7 .......... (2)
Dari persamaan (1) dan persamaan (2), dapat dihitung besarnya tegangan :

31  2
76 186 14 200
V1  7 2 
42  2  40 
5V
 16

731
 17 49  31 80
V2    2V
7 2 42  2 40
 16

VX  V12  V1  V2
VX  5  2  3 V

2. Pada rangkaian elektrik, tentukan persamaan tegangan node, dan hitung tegangan
dan arus pada tahanan (4Ω), (2Ω) dan (5Ω)

-3A

3 2

-8A 1 5 - 25 A

Solusi :
Tentukan nomor node, serta node referensi.
4

Ia
-3A

3 2 3
1 2

Ib
Ic

- 8A
1 5 - 25 A

Node 1 :
1 1 1 1
(  ) V  V  V   8  (3)
4 3 1 3 2 4 3
7 V1  4 V2  3 V3   132
Node 2 :
1 1 1
 V (   1) 1
   (3)
V
V
1
3 3 2
2
3

2
 2 V1  11V2  3 V3 18
Node 3 :
1 1
 V V 1 1
(     (25)
1
)V
4
1
2
2 4 2 5 3
 5 V1 10 V2  19 V3  500

Persamaan tegangan node :


7 V1  4 V2  3 V3   .......... (1)
132
 2V1  11V2  3  .......... .(2)
V3 18
 5 V1 10 V2 19 V3  500..........(3)
 132  4 
3
1 18 11 
V  808
3   0,99 V
1
 500  10 19 809
7 4 
3
 2 11 
7  132 
3
2  2 18 
V  8677
3  10,72 V
2
  5 500 19 809

7 4 
3
2 11 

7 4 
132
3  2 11 18 26220
V   5  10 500   32,41 V
3 809
 7 4 3
 2 11  3
 5 10 19

Tegangan dan arus pada resistansi (4Ω) :


Va  V13  V1  V3
Va  0,99  32,41   31,42 V
V  31,42
a    7,85 A
Ia 
4 4
Tegangan dan arus pada resistansi (2Ω) :
Vb  V23  V2  V3
Vb  10,72  32,41   21,69 V
V  21,69
b    10,85 A
Ib 
2 2
Tegangan dan arus pada resistansi (5Ω) :
Vc  V34  V3
Vc  32,41 V
V 32,41
c   6,48 A
Ic  5
5

5. Rangkaian dengan node palsu (Dummy Node)


Apabila dalam rangkaian elektrik terdapat node yang sudah diketahui besarnya
tegangan node, karena terdapat sumber tegangan maka node tersebut dinamakan
sebagai node palsu (dummy node), sehingga dalam node tersebut tidak boleh dibuat
persamaan tegangan node, pada node palsu hanya diambil pengaruhnya saja.
Contoh :
Pada rangkaian berikut tentukan persamaan matrik tegangan node, serta hitung
tegangan pada tahanan (5Ω)

+ Vx -

+
3V 2 1 2A
-

Solusi :

Tentukan nomor node, serta node referensi.

1 + Vx - 2

+
3V 2 1 2A
-

Node 1 : (node palsu)


V1  3
Node 2 :
G21 V1  G22 V2  I
2
1 1 1
 V (  2
) V2
5 1 1
5
 0,2 V1 1,2 V2  2
V1  6 V2 10
Persamaan tegangan node :
V1  0. V2 
....... (1)
3
V1  6 V2 10.......(2)
Persamaan matrik tegangan node :

 1 0V1   3 
 1 V   
6 10
  2   

V1  6 V2 10
 3  6 V2 10
13 1
V 2
2
6 6
VX  V12  V1  V2
1 5
V32  V
X
6 6

6. Rangkaian dengan Node super (Super Node)

Apabila dalam rangkaian elektrik terdapat sumber tegangan yang memisahkan


dua node maka dua node tersebut dinamakan sebagai node super (super node),
sehingga dua node tersebut dianggap/diperlakukan sebagai satu node

Contoh ;
Pada rangkaian elektrik berikut, tentukan persamaan tegangan node, serta hitung
tegangan node.
4

-3A

1V
3 + -

- 8A - 25 A
1 5

Solusi :
Tentukan nomor node, serta node referensi
4

-3A

1V
3 + -
1 2 3

- 8A 5 - 25 A
1

Node 1 :
1 1 1  1
 V   8 (3)
V V
  1 2 3
4 3 3 4
7 V1  4 V2  3 V3  132 .......(1)
Node (2) dan node (3) : (super node, node 2 dan 3 diperlakukan sebagai satu node)
1 1 1 1
 V V  V
 1 1   (3 ) (  25)
 
V
   3
1 
2
3
1
4   4 5 
3 1
 35 V1  80 V2  27 V3  1680....( 2)
V2  V3
 1.......( 3)
Persamaan tegangan node :
7 V1 4 V2 3V3   132
 
 35V1  80 V2  27 V3 1680
V2  V3 1
Apabila dihitung akan diperoleh tegangan node :
V1   4,95 V
V2  14,33 V
V3  13,33 V
3.3. Prinsip Superposisi
Pada setiap rangkaian elektrik, maka tegangan dan arus dalam suatu unsur
rangkaian adalah akibat yang ditimbulkan oleh adanya sumber yang dikenakan pada
rangkaian elektrik tersebut. Jika suatu rangkaian elektrik mempunyai beberapa
sumber, maka setiap tegangan atau arus pada unsur-unsur rangkaian merupakan
penjumlahan dari masing-masing sumber yang dikenakan pada rangkaian tersebut.
Prinsip superposisi jika diterapkan pada suatu rangkaian elektrik dengan resistansi
konstan, menyatakan bahwa tegangan atau arus disetiap cabang rangkaian yang
dihasilkan oleh beberapa sumber yang dikenakan secara serentak adalah jumlah
aljabar tegangan atau arus yang dihasilkan pada cabang itu oleh masing-masing
sumber tersebut secara tersendiri. Sehingga dikenal dalam prinsip superposisi,
terdapat superposisi tegangan dan superposisi arus.
Superposisi tegangan : Dalam suatu rangkaian elektrik yang komplek dan banyak
sumber, maka besarnya tegangan pada unsur rangkaian sama dengan penjumlahan
tegangan akibat masing – masing sumber secara tersendiri.
Superposisi arus : Dalam suatu rangkaian elektrik yang komplek dan banyak sumber,
maka besarnya arus pada unsur rangkaian sama dengan penjumlahan arus akibat
masing – masing sumber secara tersendiri.
Konsep superposisi secara umum dapat dituliskan dengan model matematik sebagai
berikut :

f  X1 , X2 , X 3  f  X1   f  X2   f  X3 
  
X2  0 X1  0 X1  0
X3  0 X3  0 X2  0
Apabila digambarkan dengan blok diagram sebagai tertera pada gambar 3.5.

i=?
X1 v=? X3

X2
Gambar 3.5. Blok Diagram dengan Tiga Sumber
Untuk superposisi arus :

i  iX1  iX2  iX3


iX1 - Arus akibat sumber X1, dengan sumber X2 dan X3 dimatikan
iX2 - Arus akibat sumber X2, dengan sumber X1 dan X3 dimatikan
iX3 - Arus akibat sumber X3, dengan sumber X1 dan X2 dimatikan

Untuk superposisi tegangan :

v  v X1  v  v X3
X2

v - Tegangan akibat sumber X1 , dengan sumber X2 dan X3 dimatikan

X1 v - Tegangan akibat sumber X2, dengan sumber X1 dan X3 dimatikan

X2 v -Tegangan akibat sumber X3, dengan sumber X1 dan X2 dimatikan


X3

Suatu sumber tegangan yang dimatikan (V = 0), rangkaian dari sumber


tegangan diganti dengan rangkaian hubung singkat (short circuits), sedangkan sumber
arus yang dimatikan (I = 0), rangkaian dari sumber arus diganti dengan rangkaian
hubung buka (open circuits), hal ini dapat dilihat pada gambar 3.6

Gambar 3.6 Ekuivalen Sumber Tegangan dan Sumber Arus Dimatikan

Contoh :

1. Pada rangkaian elektrik berikut, hitung arus ix dengan superposisi


Solusi :
ix  i`x i``x
i'  1 6 12 4
3  A '' x2  A
3  i 
x
6  9 15 X
6 15 5
5 9
1 4 5
i    1 A
X
5 5 5

2. Pada rangkaian elektrik berikut, Hitung arus Io

4 mA 12 V
2k
- +

2 mA 1k 2k

Io

Solusi :
Superposisi I0 I01  I02  I03
arus :

4 mA
2k 2k

2 mA 1k 2k 1k 2k

Io1 Io2

2.103 4
I01   3 .103 A I02  0 A
(1 2).10 x2.10  3
3
- 12 V +
2k

1k 2k
I0 12   4.103 A
3
  (2 
Io3 1).103

I0 I01  I02  I
03

4
I .103  0  (4.103 )  1
5 .10 3 A
 3
0
3
1
I   5 mA
0
3

3.4. Teorema Thevenin

Teorema Thevenin menyatakan bahwa dalam suatu rangkaian elektrik yang


komplek dan banyak sumber, maka dapat disederhanakan menjadi rangkaian
dengan satu sumber tegangan dan satu resistansi seri dengan sumber tegangan
tersebut. Hal ini dapat dijelaskan dengan menggunakan gambar 3.7. yaitu
penyederhanaan rangkaian elektrik menurut Thevenin

x
Rth x

A B +

Voc
-

y
y
(a) (b)

Gambar 3.7 Rangkaian Teorema Thevenin

A : Rangkaian komplek dengan banyak sumber


B : unsur rangkaian

Untuk menyederhanakan rangkaian yang komplek dan banyak sumber (A),


maka unsur rangkaian (B) sementara dilepas pada terminal (x-y), sehingga rangkaian
Thevenin terlihat pada gambar 3.7 (b).
Rangkaian Elektrik

Besar tegangan thevenin (Voc), dihitung dari rangkaian yang komplek terminalnya
dibuka (open circuits), rangkaiannya dapat dilihat pada gambar 3.8 (a) .Besarnya
tahanan
thevenin sama dengan tahanan yang diukur pada terminal terbuka rangkaian tersebut
dengan seluruh sumber dimatikan, hal ini dapat dilihat pada gambar 3.8 (b)

x x

+
A
A Voc Rth = Rxy

- y
y
Sumber-sumber
dimatikan
(a) (b)

Gambar 3.8 Rangkaian Perhitungan Tegangan dan Tahanan Thevenin

Contoh :
1. Sederhanakan dengan Thevenin pada terminal (a-b) , hitung arus IR.
apabila R = 10 ohm, dan R = 5 ohm

5
IR
a

100 V R 50 V

b
5

Solusi :

Resistansi ( R) sementara dilepas, kemudian dihitung tegangan thevenin Voc

I1 5
+ a

100 V Voc(terbuka) 50 V
Mesh I : (5  100  50
- 5)I1
b
50
5 I 5A
I1 1
10

VOC  Vab 100  5I1


Rangkaian Elektrik
68
VO 100 5x5  75 V
C
Rangkaian Elektrik

5
a
5
a

Rab (terbuka)

Rab (terbuka)

b
5
b
5

Rangkaian Thevenin :

75
2,5 a IR 
2,5 R
IR
R 10 
+ 75
75 V R
IR 6A
2,5 10
- 
R5

IR
b 75  10 A
 2,5 
5

2. Sederhanakan dengan Thevenin, dan hitung arus I0

4 mA 12 V
2k - +

2 mA 1k 2k

Io

Solusi :

Untuk menghitung tegangan thevenin, tahanan (1 kΩ), sementara dilepas terlebih


dahulu, seperti terlihat pada rangkaian berikut, kemudian dihitung tegangan Thevenin
dan tahanan Thevenin
69
4 mA 12 V
2k - +

VOC  12  2.10 3 x2.10 3


+ VOC   12  4   16 V
2 mA Voc 2k
-

2k
RTh R ab  2.103 

Rth 2k
b

Rangkaian Thevenin :

2k

a  16
I0 
Io (2  1)103
+ 16
-16 V 1k I0  .103
3
-  1
I0   5 mA
3

b
3.5. Teorema Norton

Teorema Norton menyatakan bahwa dalam suatu rangkaian elektrik yang


komplek dan banyak sumber, maka dapat disederhanakan menjadi rangkaian
dengan satu sumber arus dan satu resistansi paralel dengan sumber arus. Hal
ini dapat dijelaskan dengan menggunakan gambar 3.9. yaitu penyederhanaan
rangkaian elektrik menurut Norton tersebut.

x x

A B Isc Rn

y y
(a) (b)

Gambar 3.9 Rangkaian Teorema Norton

A : Rangkaian komplek dengan banyak sumber


B : unsur rangkaian

Untuk menyederhanakan rangkaian yang komplek dan banyak sumber (A),


maka unsur rangkaian (B) sementara dilepas pada terminal (x-y), sehingga rangkaian
Norton terlihat pada gambar 3.9(b).
Besar arus Norton (Isc), dihitung dari rangkaian yang komplek terminalnya dihubung
singkat (short circuits), rangkaiannya dapat dilihat pada gambar 3.10 (a) .Besarnya
tahanan norton sama dengan tahanan yang diukur pada terminal terbuka rangkaian
tersebut dengan seluruh sumber dimatikan, hal ini dapat dilihat pada gambar 3.10 (b)

x x

A Isc
A Rn = Rxy

y
y
(a) (b)
Sumber-sumber
dimatikan
Gambar 3.10 Rangkaian Perhitungan Arus dan Tahanan Norton
Contoh :

Sederhanakan dengan teorema Norton pada terminal (a-b), serta hitung arus IR,
apabila R = 10 Ω dan R = 5 Ω

5
IR
a

100 V
R 50 V

b
5

Solusi :

I1 5
a

100 V ISC (tertutup) 50 V

b
5
I2

MeshI : 5I1 100


Mesh II : 5I2   50
100  50
I1 I2 
5 5
I1  20 A I2  10 A

ISC
 I1  I2
ISC  20  (10)
ISC  30 A

5
a

Rab (terbuka)
Rn Rab 5x5  2,5 
5 
b
5
5
Rangkaian Norton :

a
IR  2,5 x 30
IR 2,5
R
2,5 R 10 
30 A R 2,5
IR  x 30  6 A
2,5 
10
R5

IR
2,5
 2,5  x30  10 A
b

5
SOAL-SOAL

1. Hitung arus (I), selesaikan dengan : Metode arus mesh, Metode tegangan
node, Superposisi, Teorema Thevenin

1Ω 2Ω
3

1 volt DC 7 volt DC

2Ω 1Ω

2. Hitung tegangan Vx dengan arus mesh dan teorema Thevenin.

8A

1Ω 4Ω

DC
5 volt

2Ω 9 volt

- +
Vx DC

3. Pada rangkaian elektrik, hitung tegangan Va, dengan metode arus mesh,
superposisi dan Teorema Thevenin

5V

20 Ω 30 Ω 10 Ω
40 Ω -
Va
30 V + 50 Ω
20 V
10 V
4. Pada rangkaian elektrik, hitung arus Ix dengan metode arus mesh dan
superposisi.

4 mA 12 V
2k

Ix

6V
1k 2k

5. Hitung tegangan Vx, arus Io dengan metode tegangan node, metode arus mesh
dan superposisi

6k

2 Vx
12 k
+-

12 k 6k Vx 6V
-

Io

6. Hitung tegangan Vx, arus Io dengan metode tegangan node, metode arus mesh
dan superposisi

2k 2k

1k 5V

Vx +
Io
-
+
10 V
Vx
1k
-
7. Hitung tegangan Va, dengan metode tegangan node dan teorema Norton

20 Ω 5
10 Ω
V

30 Ω
40 Ω
+

Va50 Ω
30 V 10 V 20 V
-

8. Pada rangkaian elektrik, hitung arus Ix dengan metode arus mesh , tegangan
node dan superposisi.

30 Ω 10 Ω

40 Ω
Ix

30 V 50 Ω 20 V
10 V

9. Pada rangkaian elektrik, hitung arus Ix dengan metode tegangan node dan
teorema Norton


Ix

12 V 6Ω
20 Ω

12 V 12 Ω


10. Pada rangkaian elektrik, hitung arus Ia dengan metode tegangan node dan
teorema Thevenin

1 2

7V Ia
3

6V

11. Pada rangkaian elektrik, hitung tegangan Vx dengan metode tegangan node
dan superposisi.

1 2

+ Vx
+ -
7V
- 3

7A

2 1

12. Pada rangkaian elektrik, hitung arus Ix dengan metode arus mesh dan
superposisi.
30 V 6Ω

5Ω 5Ω

10 Ω

20 V 10 A

Ix
50 V
15 Ω

13. Pada rangkaian elektrik, sederhanakan dengan teorema thevenin, serta hitung
tegangan VR

30 V 5Ω

5Ω 5Ω

+ VR
10 Ω
- R 10 A

50 V

14. Pada rangkaian elektrik, hitung tegangan V0 dengan superposisi dan


penyederhanaan Thevenin

4k

+
3k 8k
4 mA

12 V 6k 2k 4k Vo

-
BAB IV
RANGKAIAN ARUS BOLAK-BALIK

Pada bagian sebelumnya telah dipelajari suatu rangkaian dengan sumber


tegangan atau sumber arus yang konstan (DC murni), rangkaian yang mendapat
sumber tegangan konstan disebut rangkaian arus searah (rangkaian DC).
Rangkaian arus bolak-balik (rangkaian AC) adalah rangkaian dengan sumber
tegangan / sumber arus berbentuk gelombang arus bolak-balik, salah satu gelombang
arus bolak-balik adalah gelombang sinusoida. Sumber tegangan dengan gelombang
sinusoida banyak digunakan secara praktis dilapangan, sebagai sumber tenaga listrik
terbesar, misalnya : pada industri, perkantoran, perumahan laboratoriun, peralatan
transportasi, peralatan elektronik, dsb.

4.1. Gelombang Sinusoida


4.1.1 Persamaan Gelombang Sinusoida
Tegangan atau arus berbentuk gelombang arus bolak-balik (Alternating
Current/AC) yang banyak digunakan adalah gelombang sinusoida, persamaan umum
gelombang sinusoida untuk tegangan atau arus sebagai berikut :

v(t)  Vm sin(t  )
i(t)  Im sin(t  )

v(t)  Vm cos(t  1 )
i(t)  Im cos(t  1 )

v(t) : tegangan sesaat


i(t) : arus sesaat
Vm : tegangan maksimum (V)
Im : arus maksimum (A)
ω : kecepatan sudut (rad/sec)
α, α1 dan β, β1: sudut fasa (derajat)

Gambar 4.1 menggambarkan gelombang tegangan sinusoida, dengan sumbu


mendatar merupakan sudut (radian) atau waktu (detik)
Gambar 4.1 Gelombang Tegangan Sinusoida

Persamaan gelombang tegangan :

v(t)  Vm sin (t )


v(t) Vmsin (t  00 )

Kecepatan sudut :
1
2 dan frekuensi f 
T T
2
T : periode (det) f
f : frekuensi (Hz)

Satu putaran penuh (cycle) adalah bentuk gelombang yang terdapat dalam satu
periode, frekuensi adalah banyaknya putaran setiap detik, dengan satuan cycle/detik
atau Hertz (Hz)

4.1.2 Sifat Gelombang Sinusoida

Gelombang sinusoida mempunyai beberapa sifat antara lain :


1). Merupakan fungsi matematika yang sederhana

v(t)  Vm sin(t  )
v(t)  Vm cos(t  )
2). Merupakan fungsi yang berulang (periodik)
Gelombang sinusoida setiap satu periode akan sama dengan gelombang
semula, fungsi berulang harus memenuhi syarat :

f(t) = f(t + T)

3). Gelombang sinusoida mudah untuk dibangkitkan.


Tegangan sinusoida dibangkitkan oleh Generator arus bolak-balik (Generator
Sinkron) pada pusat pembangkit tenaga listrik.
Contoh : pada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga
Diesel (PLTD), Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pembangkit Listrik Tenaga
Gas (PLTG), dsb.

4.1.3 Nilai Rata-rata Gelombang Sinusoida

Misalkan gelombang tegangan sinusoida : v(t)  Vm sin(t)


Nilai rata-rata Tegangan:
T
1
Vrt  T v(t) dt
0

 T
Vrt  T1 Vm sin(t) dt
V
0
T
2 2 T
Vrt  
m
sin t d( t) x
T 0 T T 2
V T 2 2
Vrt 2 m  sin d( T t)
T

t
0

V  2  T
Vrt   cos t
m
 
2 T 0
V

  m cos 2  cos 00 
2
Vm
 (1 1)
2
Vrt  0

Dari hasil perhitungan maka tegangan rata-rata gelombang sinusoida adalah nol,
dengan cara yang sama untuk arus rata-rata gelombang sinusoida, apabila dihitung
akan diperoleh hasil :
Misalkan gelombang arus sinusoida :
i(t) Im sin(t)
Nilai rata-rata Arus :

T
1
Irt  T i(t) dt

0

T
1
Irt  T Im sin(t) dt
I
0
T
2 2 T
Irt 

m
sin t d( t) x
T 0 T T 2
I T
2 2
Irt  m
t2  0
sin d(
T
t)
T

I  2  T
I  m
 cos t
rt 
2 T 0
I
 m
2
cos2 cos00 
I
  2m (1 1)

Irt
0

4.1.4 Nilai Efektif Gelombang Sinusoida

Misalkan gelombang tegangan sinusoida : v(t)  Vm sin(t)


Nilai efektif gelombang sinusoida :

1T 2
T  v (t) dt
ef
V 
0
T
1
Ve2  T v 2 (t) dt
f 0
1 T
 Vm2 sin2 t
T
dt
 0 1 cos 2
2T
V m
 sin t dt
2
: karena sin2  
T 0 2
V 2 T  1 cos 2t 
V2 m   dt

ef
T 0 2 
2 
V 
2 T T
 m  dt   cos 2. t dt
2T  0 0
T 
V 
2 T
T T
 4 
 4
 m
 dt  t d t 
4 0
2T 0 cos  T 
T
V 
2  T   T 
4
V 2
T
sin t 
 t 0
m

e
2T  4 T  0 
V   T
 2     
m
T
sin
4 sin0
0

0 4 
V2T 
 2 
m
T
2T
2
2 V
V  m
ef
2
V
Vef  m  0,707 Vm
2

Dari hasil perhitungan diperoleh besarnya tegangan efektif sebesar 0,707 kali
tegangan maksimumnya, nilai tegangan efektif gelombang sinusoida merupakan nilai
searahnya gelombang sinusoida, hal ini diperlihatkan pada gambar 4.2 berikut ini :

Nilai efektif
Vef

Gambar 4.2 Nilai efektif Gelombang Sinusoida


Untuk arus sinusoida apabila dihitung nilai efektifnya akan diperoleh :

i(t) Im sin(t)


I
Ief  m  0,707 Im
2
Nilai efektif disebut juga nilai rms (Root Mean Square), artinya akar dari nilai rata-rata
kuadrat, sehingga dalam pemakaiannya tegangan efektif atau arus efektif ditulis :

Vef  Vrms  V
Ief  Irms  I

4.2. Pengaruh Gelombang Sinusoida pada Unsur Rangkaian

1). Rangkaian Resistansi

Pada rangkaian resistansi (tahanan), apabila dihubungkan dengan sumber


tegangan gelombang sinusoida, diperlihatkan pada gambar 4.3 misalkan arus yang
mengalir :

i(t) Im sin(t)

i(t) Im
+ +
v(t) R Vm R
- -

(a) (b)

Gambar 4.3 Rangkaian Resistansi dengan sumber Tegangan Sinusoida

Pada Gambar 4.3. (a) adalah rangkaian resistansi pada daerah waktu, sehingga besar
tegangan pada resistansi :

v(t) Ri(t)
v(t) RIm sint
v(t)  Vm sint

Dimana
:
V m  R Im
Vm Im
R
2 2
Vef  R Ief
Gambar 4.3. (b) merupakan rangkaian daerah frekuensi, dengan sumber tegangan
yang tegangannya dapat berupa nilai maksimum atau nilai efektifnya, begitu juga arus
yang mengalir dapat berupa nilai maksimum atau nilai efektifnya.
Gambar gelombang tegangan sinusoida dan gelombang arus sinusoida pada
resistansi diperlihatkan pada gambar 4.4.

Vm
v
Im
i

Im Vm
ωt
0 0

Gambar 4.4 Gelombang Tegangan dan Arus pada Resistansi

Pada rangkaian resistansi, tegangan (v) dan arus (i) adalah sefasa, tidak ada beda
fasa (beda fasanya = 0), frekuensi sudut gelombang tetap, hanya amplitudonya yang
berubah.

2). Rangkaian Induktansi

Pada rangkaian induktansi, apabila dihubungkan dengan sumber tegangan


gelombang sinusoida, diperlihatkan pada gambar 4.5 misalkan arus yang mengalir :

i(t) Im sin(t)

i(t) Im
+ +
v(t) L XL
Vm
- -

(a) (b)

Gambar 4.5 Rangkaian Induktansi

Pada Gambar 4.5. (a) adalah rangkaian induktansi pada daerah waktu, sehingga besar
tegangan pada induktansi :
di(t)
v(t) L
dt
dIm sin t
v(t)  L dt
v(t) L Im cost
v(t) LImsin(t  90o )
v(t)  sin(t  90o )
Dimana Vm
:
Vm  L Im
Vm  XL Im
V I XL Reak tansi Induktif
Lm XL  L  2  f L ()
2 X 2
m

Vef  XL I
ef

Gambar 4.5. (b) merupakan rangkaian daerah frekuensi, dengan sumber tegangan
yang tegangannya dapat berupa nilai maksimum atau nilai efektifnya, begitu juga arus
yang mengalir dapat berupa nilai maksimum atau nilai efektifnya.
Gambar gelombang tegangan sinusoida dan gelombang arus sinusoida pada
induktansi diperlihatkan pada gambar 4.6.
v
Vm
Vm
v

Im
i
90
ωt Im
0
0

Gambar 4.6 Gelombang Tegangan dan Arus pada Induktansi

Pada rangkaian Induktansi, tegangan (v) mendahului 900 terhadap arus (i) atau arus
tertinggal 900 terhadap tegangan, frekuensi sudut tetap, amplitudonya yang berubah.

3). Rangkaian Kapasitansi

Pada rangkaian kapasitansi apabila dihubungkan dengan sumber tegangan


gelombang sinusoida, diperlihatkan pada gambar 4.7 misalkan arus yang mengalir :
i(t) Im sin(t)

i(t) Im
+ +
v(t)
C Vm Xc
- -

(a) (b)

Gambar 4.7 Rangkaian Kapasitansi denga Sumber Tegangan Sinusoida

Pada Gambar 4.7. (a) adalah rangkaian kapasitansi pada daerah waktu, sehingga
besar tegangan pada kapasitansi :

1
v(t) 
C1
i(t) dt
 I sin t dt

C
 m

Im
 C
 sin t d(t)
Im
 C
 cost
Im
 C
sin( t  900 )
v(t)  V msin(t  900 )

Dimana :

Vm  1 I
m
C X C Reak tansi kapasitif
Vm  XC Im
11
Vm Im XC  C  2f C ()
 XC
2 2
Vef  XC I
ef

Gambar 4.7. (b) merupakan rangkaian daerah frekuensi, dengan sumber tegangan
yang tegangannya dapat berupa nilai maksimum atau nilai efektifnya, begitu juga arus
yang mengalir dapat berupa nilai maksimum atau nilai efektifnya.
Gambar gelombang tegangan sinusoida dan gelombang arus sinusoida pada
kapasitansi diperlihatkan pada gambar 4.8.
v

Vm
v

Im
i

Im
ωt
0 0
- 90

Vm

Gambar 4.8 Gelombang Tegangan dan Arus pada Kapasitansi

Pada rangkaian kapasitansi, tegangan (v) tertinggal (900) terhadap arus (i) atau arus
mendahului (900) terhadap tegangan, frekuensi sudut tetap, amplitudo berubah.

4.3 Metode Fasor

Suatu tegangan/arus berbentuk gelombang sinusoida dapat dinyatakan dalam


bentuk fasor, yaitu bilangan komplek yang merepresentasikan besaran dan fasa
gelombang sinusoida, atau disebut juga sebagai vektor dengan arah sudut fasa
dengan panjabaran sebagai berikut. Persamaan tegangan gelombang sinusoida :
v(t)  Vm cos(t  )

v(t) Re Vm ej(t )

Dimana Re adalah bagian riel dari ej(t  ) dan selalu diingat bahwa gelombang

tegangan tersebut adalah bagian nyata, yang selanjutnya notasi (Re) tidak perlu ditulis
dalam persamaan gelombang tegangan. Sehingga persamaan tegangan menjadi :

v(t)  V ej(t  )
m
v(t)  Vm
ejt ej
v(t) 
Vm e j ejt

v(t)  Vm j jt
e e 
v(t)
ejt
 V m

Dari persamaan dapat diketahui bahwa tegangan sesaat dapat dinyatakan dengan
bentuk vektor dengan arah sudut fasanya
v(t) 
ej
Vm
v(t)  Vm  
4.3.1. Impedansi (Z) dan Admitansi (Y)

Dalam penyelesaian dengan menggunakan metode fasor, harus dipahami


terlebih dahulu pengertian impedansi dan admitansi, impedansi adalah perbandingan
antara tegangan (fasor) dan arus (fasor) diantara dua terminal. Apabila dinyatakan
dalam bentuk matematik sebagai berikut yang diperlihatkan pada gambar 4.9

I Z V
+ I ()
V Z
VZI
-

Gambar 4.9 Rangkaian Impedansi

Impedansi (Z) mempunyai satuan ohm, admitansi (Y) adalah kebalikan dari impedansi,
satuan dari admitansi adalah mho, yang dinyatakan dalam persamaan :

1
Y I
Y (Ʊ)
Z V
IYV

Pada rangkaian R,L,C yang dihubungkan seri, seperti diperlihatkan pada gambar 4.10 ,
maka fasor tegangan pada masing-masing unsur rangkaian dapat dihitung sebagai
berikut :

R XL

I+ -+ VL -
VR
I  I00
+
+ VR R I00
V XC
VC VL  XL I 90 0
- -

VC  XC I  900

Gambat 4.10 Rangkaian RLC


Fasor tegangan pada masing-masing unsur rangkaian apabila digambarkan
pada bidang komplek, sebagai berikut

Gambar 4.11 Fasor Tegangan pada Bidang Komplek

Dari gambar 4.10 Rangkaian RLC dapat dilihat, apabila arus yang mengalir dalam
rangkaian mempunyai sudut fasa 00 maka tegangan pada resistansi akan sefasa
dengan arus, sedangkan pada induktansi tegangan akan mendahului
900 terhadap
arus dan tegangan pada kapasitansi akan tertinggal
900 terhadap arus. Apabila
digambarkan pada bidang komplek dapat diperlihatkan pada gambar 4.11.
Dari bidang komplek, diperoleh :

1). Pada Resistansi.


VR
R
VR  R I I
maka diperoleh
impedansi : ZR  R
2). Pada Induktansi
VL j XL
VL  j XL I maka diperoleh impedansi I 
:
ZL  j XL

3). Pada Kapasitansi


VC  jX
 C
VC   j X C maka diperoleh impedansi : I
I ZC   j X C
4.3.2 Syarat Penyelesaian dengan Metode Fasor
Hukum-hukum dasar, rangkaian sederhana dan metode analisis rangkaian
pada rangkaian arus searah yang pernah dibahas, berlaku untuk rangkaian arus bolak-
balik dengan sumber tegangan berbentuk gelombang sinusoida, dengan syarat-syarat
sebagai berikut :

1. Unsur rangkaian (R,L,C) harus dinyatakan dalam bentuk impedansi (Z) atau
admitansi (Y).
Impedansi dan admitansi seperti diperlihatkan pada table berikut ini :

R L C

Z(Ω) R j XL  j XC

1 1 1
Y(Ʊ)
R j XL  jXC

XL  L  2 f L

XC  1  1
C
2 f
C
2. Tegangan dan Arus harus dalam bentuk fasor

Tegangan v(t)  Vm sin(t   o )


sesaat :
1
Vm  Vm 1
Bentuk tegangan
fasor : Ve  Vef 1
f

Arus sesaat : i(t) Im sin(t  2 )


Im  Im    2
Bentuk arus fasor
: Ief  Ief   2
Contoh :

1. Rangkaian R L seri, dicatu sumber tegangan sinusoida :

v(t)  20 cos(10t ) volt


10

i(t)

+
V(t) 1H
-

1). Hitung tegangan efektif dan frekuensi tegangan


2). Hitung arus efektif dan arus sesaat yang mengalir dalam rangkaian

Solusi :

v(t)  20 cos(10t ) volt , maka : Vm  20   10


,
20
2
Tegangan Vef    14,14 V
efektif : Vm
2

maka frekuensi f  
10  1,59 Hz.
: 2 6,28

Rangkaian kawasan frekuensi :

ZR

I Z  ZR  ZL
+  R  jL
V  10  j10x1
ZL
-  10  j10
Z  14,14 450 

Ief Vef 14,1400


   1  450
Z 14,1445
0

Jadi arus efektif Ief = 1 A

2
Im  2 xI  x 1 1,41

Arus sesaat :
i(t) 1,41cos(10t  450 ) A
2. Dalam rangkaian elektrik, diketahui sumber tegangan :

v(t) 5 sin (3t ) volt


1

i(t)
iC(t)

3
+
V(t) 1/9 F

- 1H

1). Hitung ars efektif (I) dan arus sesaat (i)


2). Hitung arus efektif Ic dan arus sesaat (ic)

Solusi :

 Menghitung arus efektif dan arus sesaat i(t).


v(t) 5 sin (3t volt , maka Vm  5 ,   3
) :
Z3 a
I
Ic Z1   j   j 1
XC C
+ 1
Z2 j
3x1/ 9
V - Z1
  j3 
Z2  3  jL  3  j3x1
 3  j3
b Z3  1

Z1 x Z 2  j3x(3  j3)
Z ab  Z   j3  3  j3
1 Z2

9  j9
 3  3  j3
Z  Zab  Z3
 3  j3  1  4  j3
Z  5  36,9

V
I
Z 5  00
 5   36,9
I  1 0 
(36,9) I  1
36,900

Arus efektif Ie  0,707 Im  0,707 x1  0,707 A


: f
i(t)  1.sin( 3t  36,90 0 )
Arus
sesaat : i(t)  sin(3t  36,90 0 ) A

 Menghitung arus efektif Ic dan arus sesaat (ic)

Vab  I  (3  j3)x 1 36,900


Zab
 4,25  450 x 136,900
 4,25   8,100

Vab
I  4,25  8,100
C
Z1  j3
4,25   8,i00
 3  900
 1,4181,900

Jadi arus iC(t)  1,41 sin(3t  81,900 ) A


sesaat :

3. Pada rangkaian elektrik, diketahui sumber tegangan dengan tegangan efektif :

V1  50 00 volt
V2  500 0 volt
8
2 3
a

3
+ +
V1 Zab V2

- -
5

1). Hitung tegangan pada impedansi Zab dengan metode arus mesh
2). Hitung tegangan pada impedansi Zab dengan metode tegangan node
3). Hitung tegangan pada impedansi Zab dengan teorema thevenin

Solusi :
1). Metode arus mesh
-j8
2 3
a
I1 Ib I2

3
+ +
50 0
50 0
I II
- -
I1 j5 I2

Tegangan pada impedansi Zab :

Vab  Zab Ib
Ib  I  I
1 2
Dengan metode Arus mesh.

Mesh I :
Z11 I1  Z12 i2  V1

(2  3  j5)I1
 (3  j5)I2  5000
(5  j5)I1 (3  j5)I  50 .......... .(1)
2
00

Mesh II :
 Z21 I1  Z22 i2  V2
 (3   (3 3  j5  j8  5000
j5)I1 )I2
 (3   (6    50 00 .......... .(2)
j5)I1 j3)I2

Persamaan arus mesh :

(5  j5)I1 (3   5000


j5)I2   5000
 (3  j5)I  (6  j3)I
1 2

Persamaan (1) dan (2), dihitung dengan determinan

5000 (3  j5)
 5000(6  j3) 5  j5 (3  j5)
I1   (3  j5)(6  j3)

50(6  j3)  50(3  j5) j5)


 (5  j5)( 6  j3)  (3  j5)(3 
150  j 400 61 j15

I1  427,20  69,440
62,82  13,800
I  6,80   55,640
1
5  j5 5000
 (3  j5)  5000
I2 
5  j5  (3  j5)
 (3  j5) (6  j3)
 50(5  j5)  50(3  j5)  100

 61 j15
(5  j5)( 6  j3)  (3  j5)(3  j5)
 10000
 62,82  13,800
I   1,59 13,800
2

Ib  I1  I2
 6,80  55,640 (1,5913,800 )
 6,80  55,640 1,5913,800
 3,83  j5,60  1,54  j0,38
 5,57  j5,22
Ib 7,49   44,180

Vab  Zab Ib
 (3  j5) x 7,49  44,180
 5,8359,030 x 7,49  44,180
Vab  43,66 volt
14,85

2). Metode tegangan node

Sumber tegangan V1 dan V2 ditransformasikan ke sumber arus Ia da Ib sebagai


berikut :

Ia  500
0  25 00
2

Ib  500 5000 0
0   5,85 69,43
8,54  69,43 0

3  j8

Sehingga rangkaian menjadi :


1

3
3
2
Ia Ib

j5 - j8

Node 1 : Y11 V1  I1
1 
 1 1 V  2500  5,8569,430
  1
 2 (3  j5) (3  j8)
1 
 (3  (3  j8)  25  2,05  j5,47
j5) 
 
 2 (3  j5)(3  j5) (3  j8)(3  j8)
 1 (3  j5) (3  j8)
   25  2,05  j5,47
V
 2  1
2 3  5 3  8 
2 2 2

 1 (3  j5) (3  j8)
   27,05  j5,47
V
 2 73 
1
 34

0,50  0,088  j0,147  0,041 j0,109V 1  27,05  j5,47


0,629 j0,038V  27,05  j5,470 1
27,05  j5,47 27,6011,42
V1  
0,629  j0,038 0,63  3,460
V1 43,80 14,890
V  V  43,8014,890
ab 1

3). Theorema Thevenin


Sementara impedansi Zab dibuka dari rangkaian, untuk menghitung tegangan
thevenin, sehingga rangkaian menjadi :
-j8
2 3 I1
I1 + -
VR + -
Vc
+ a
+ +
V ab = Voc
50 0 I1 50 0

- -
- b
Tegangan thevenin Vab = Voc
(2  3  j8)I1  5000  5000
(5  j8)I1  0

I1  0
0
(5  j8)
Vab  V   V  5000
OC
VR C

 3I1 (j8)I1  5000


Vab  5000
-j8
2 3
Impedansi Thevenin :

a Zab = Zth Zab  2x(3  j8)


b  2  3  j8
Zth
6  j16
 5  j8

17,08  69,45
 9,43  57,99
Zab  1,81  11,45

Rangkaian Thevenin :

Zth = 1,81 -11,45


a
+ Zab
Vab  x Voc
Zth  Zab
3
+
Voc = 50 0 V
Vab 3  j5
Vab  x 5000
-
1,81  11,45  3 
j5 j5
5,8359,030
 x 5000
- 1,78  j0,36  3  j5

b  x 5000
5,8359,0
3 4,78 
0

j4,64
0
 5,8359,03 x500
0
Vab 6,6644,15 volt
0

 43,76
14,88
4.4. Daya Dalam Rangkaian Arus Bolak-Balik

Dalam rangkaian arus bolak–balik (gelombang sinusoida) terdapat 3 macam


daya, yaitu :

1. Daya nyata/daya aktif (Daya rata-rata) .


Daya nyata dengan notasi P dengan satuan watt (W), dalam rangkaian
merupakan daya yang diserap oleh resistansi

2. Daya Reaktif (Daya buta)


Daya reaktif dengan notasi Q dengan satuan Volt Ampere Reaktif (VAR),
merupakan daya yang diserap oleh reaktansi induktif atau reaktansi kapasitif

3. Daya Nampak (Daya komplek)


Daya Nampak dengan notasi S dengan satuan Volt Ampere (VA), merupakan
gabungan antara daya nyata dan daya reaktif

Dalam menghitung daya nyata dan daya reaktif dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu, dengan menghitung daya sesaat dari nilai tegangan dan arus sesaat atau
dengan daya riel dan daya imajiner pada bidang komplek.

4.4.1 Perhitungan Daya Sesaat

1). Daya Nyata


Dalam rangkaian elektrik yang diperlihatkan pada Gaambar 4.12, tegangan dan
arus adalah tegangan efektif dan arus efektif.

I Z  R j X
+
+ i(t)  2 I sin(t)
Vs V Z v(t)
2
V sin(t  )

- -
I : Arus efektif
V : Tegangan efektif

Gambar 4.12 Rangkaian dengan impedansi Z = R + jX

Gambar 4.13 memperlihatkan gelombang tegangan sesaat, arus sesaat dan daya
sesaat
v,i,p
p(t)

v(t) i(t)

ϕ 0 π 2π
t

Gambar 4.13 Gambar Gelombang Daya Sesaat

Daya sesaat :

p(t)  v(t).i(t)
p(t)  2 V sin(t  ). 2 I sin(t)
 2 VIsin(t  ).sin(t)
1 
 2 VI
 2
cos (t  t) cos(t   t)

 
 VI cos cos(2t  )

Daya rata-rata (daya nyata):

T
P T1 p(t)dt
10
 T  
VIcos  VIcos(2t  ) dt
P T 
0
T
1
T
1
  VIcos dt   VIcos(2t  ) dt
T0 T0
1
 VIcos.t   0
T

o
T
1
 VIcos(T 
0) T
P  VIcos
2). Daya Reaktif

1. Daya yang diserap oleh Reaktansi Induktif (XL)

I ZL  j X
L
+ i(t)
2 I sin(t)
+ 
Vs V di
Z v(t) L
- L
dt
- I : Arus efektif
V : Tegangan efektif

Gambar 4.14 Rangkaian dengan impedansi Z = j XL

Gambar 4.15 memperlihatkan gelombang tegangan sesaat, arus sesaat dan daya
sesaat pada rangkaian induktif murni
v,i,p

p(t)

v(t)
i(t)

0 π 2π t

Gambar 4.15 Gambar Gelombang Daya Sesaat pada induktansi


Daya sesaat :
p(t)  v(t).i(t)
di(t)
p(t)  v(t).i(t) i(t).L
dt
p(t)  2 I 2 Icos(t)
sin(t)xL
p(t) I2 L 2sin(t)xcos(t)
p(t) I2 L sin(2t)
p(t) I2 XL sin(2t)
Daya reaktif adalah daya maksimum
dari daya sesaat pada induktor.
QL  I2 XL
2. Daya yang diserap oleh Reaktansi Kapasitif (XC)

I ZC  j XC
+
+ i(t)  2 I sin(t)
Vs V 1
C
v(t)  i.dt
ZC - I : Arus efektif
- V : Tegangan efektif

Gambar 4.16 Rangkaian dengan Impedansi Z = -j Xc

Gambar 4.17 memperlihatkan gelombang tegangan sesaat, arus sesaat dan daya
sesaat pada rangkaian kapasitif murni
v,i,p
p(t)

v(t)
i(t)

0 π 2π
t

Gambar 4.17 Gambar Gelombang Daya Sesaat pada Kapasitansi

Daya sesaat :
p(t)  v(t).i(t)
1
p(t)  v(t).i(t) i(t). i(t).dt
C
p(t)  2 I sin( t)x 1
2 I{cos(t)}
C
p(t) I2 1 .  2 sin( t)x cos(t)
C
1
p(t)  I2 sin(2t)
C
p(t)  I2 XCsin(2t)

Daya reaktif adalah daya maksimum


dari daya sesaat pada kapasitor
QC I2 XC
4.4.2 Perhitungan Daya Pada Bidang Komplek

Menghitung daya nyata (Riel) dan daya buta (imajiner) pada bidang komplek.

I
+ V  V00
+
I  I 
Vs V Z
- I : Arus efektif
- V : Tegangan efektif

Gambar 4.18 Rangkaian dengan impedansi Z = R + jX

Apabila fasor tegangan dan fasor arus digambarkan dalam bidang komplek, terlihat
pada gambar 4.19.

Gambar 4.19 Tegangan dan Arus pada Bidang Komplek

cos
Ia maka : Ia  I cos
I
Ib maka : Ib  I sin 
sin 
I
1. Daya Nyata (Riel)
Daya nyata dapat dihitung dari daya pada sumbu riel, yang besarnya sebagai
berikut :

P V Ia
P VI cos (W)

V : Tegangan efektif
I : Arus efektif
Cos ϕ : faktor daya ( power factor)
ϕ : beda fasa antara tegangan V dan arus I

2. Daya Reaktif (imajiner)


Daya reaktif dapat dihitung dari daya pada sumbu imajiner, yang besarnya sebagai
berikut :
P V Ib
P VI sin (VAR)

V : Tegangan efektif
I : Arus efektif
ϕ : beda fasa antara tegangan V dan arus I

Q (+) : Rangkaian bersifat induktif


Q (-) : Rangkaian bersifat kapasitif

3. Daya Semu (Daya Komplek)


Daya semu merupakan gabungan antara daya nyata dan daya reaktif

Daya Komplek :

S  P  jQ
S  VI cos  VI sin

Besarnya daya komplek :

S 2  VIcos  VIsin
2 2


 VI x cos2   sin2 
2

S 2  V I
2

S  V I (VA)

Besarnya daya komplek disebut daya semu , jadi daya semu dapat dituliskan :

S  V I (VA)
Dalam menghitung daya dalam rangkaian arus bolak-balik dapat diturunkan dari
segitiga impedansi ke segitiga daya, seperti tertera pada gambar 4.20

Z
X S
Q
ϕ
R ϕ
Segitiga Impedansi
P
Z  R j X
Segitiga Daya
S  P jQ
Gambar 4.20 Segitiga Impedansi dan Segitiga Daya

S  I2 Z
 I2 R  jX 

 I2 R  jI2 X
SPjQ
Daya nyata : P  I2 R

Daya reaktif
: Q  I2 X

Daya reaktif positif Q (+), apabila X = XL (reaktansi induktif), artinya menyerap daya
reaktif

Daya reaktif negatif Q (-), apabila X = Xc (reaktansi kapasitif), artinya memberikan


daya reaktif.

4.4.3 Sifat Rangkaian Arus Bolak-Balik

Rangkaian arus bolak-balik, gelombang sinusoida dapat bersifat resistif,


bersifat induktif dan bersifat kapasitif. Hal ini sangat tergantung dari besar unsur-unsur
rangkaian, suatu contoh yang diperlihatkan pada Gambar 4.21, suatu rangkaian yang
dapat diwakili oleh impedansi Z

I
Z  R j X
+
+
Vs V Z
-
-
Gambar 4.21 Rangkaian dengan impedansi
1. Rangkaian bersifat Resistif.
Apabila impedansi (Z) mengakibatkan arus (I) sefasa dengan tegangan (V),
maka rangkaian tersebut bersifat resistif ( Z = R )

 00

2. Rangkaian bersifat Induktif


Apabila impedansi (Z) mengakibatkan tegangan (V) mendahului (Leading)
terhadap arus (I), maka rangkaian tersebut bersifat induktif ( Z = R + j X )

00   900

3. Rangkaian bersifat Kapasitif

Apabila impedansi (Z) mengakibatkan tegangan (V) terbelakang (Lagging)


terhadap arus (I), maka rangkaian tersebut bersifat kapasitif ( Z = R – j X )

00   900

Pada rangkaian yang bersifat induktif, maka daya reaktif bernilai positif Q(+),berarti
rangkaian yang bersifat induktif selalu menyerap daya reaktif. Sedangkan pada
rangkaian yang bersifat kapasitif, bernilai negatif Q(-), berarti rangkaian yang bersifat
kapasitif selalu memberi daya reaktif
Contoh :

1. Rangkaian elektrik, dengan sumber tegangan sinusoida :

v(t)  20cos(100t  300 )

0,02 H

V(t)
1 2
-

0,01 F

Hitung daya nyata, daya reaktif dan daya semu yang diserap oleh unsur rangkaian.

Solusi :

v(t)  20cos(100t  300 ) , maka fasor Vm  20  volt


tegangan : 300
  100
ZL  jL  j100x 0,02  j.2 

ZC   j 1 1
   j.1 
j 100x
C 0,01

Rangkaian daerah frekuensi :

I
Z1  j.2  2 (j.1)  2  j1
I2 j2
Z 1 2,23  26,560
+ Z2  1
V 1 2
Z2 Z1 Fasor tegangan efektif :
-
Vm  20  300
I1 V  0,707 x 20  300
- j1 V  14,14  300 V

Besar arus yang mengalir :

V
I1  14,14 30 0
Z 1  2,2326,56  6,34 3,44
0
V 0
14,14  300
I2   14,14  30
Z2 1
Daya nyata :
(Daya yang diserap oleh unsur resistansi)
P  P(2 )  P(1)
 (I1)2 x2  (I2)2 x1
 (6,34)2 x2  (14,14)2 x1
 80,40  200
P  280,40 watt
Daya
reaktif :
(daya yang diserap oleh unsur
reaktansi)
Daya semu :
Q  Q(XL )  Q(XC )

 (I )2 X   (I )2 X 
1 L 1 C
S  P2  Q 2
 (6,34) x 2 (14,14) x1
2 2

 80,40  40,20  280,40  40,20 2


2

Q  40,20 VAR S  282,80 VA

cara lain : Impedansi total (Z)

Z1 x Z2 (2  j1) x1
Z 
Z1  Z 2 2  J11
2  j1 2,23 26,560
 3  j1`
3,16 18,400
 0,707  8,130

Besar arus yang diberikan oleh sumber tegangan : V


V
I
Z 14,14  300
 0,707  8,130 ϕ I
I  20  21,87 0 21,87

P  VIcos  14,14 x 20 x cos8,130


P  280 watt
30
Q  VIsin  14,14 x 20 x sin8,130
Q  40 VAR
S  VI  14,14 x 20  282,80 VA
  300  21,870  8,130
2. Lampu TL (neon), dengan data sebagai
berikut : Daya = 20 W
Tegangan = 220 V
Frekuensi = 50 Hz.
Cos ϕ = 0,35

Tentukan beban lampu TL dalam bentuk impedansi, serta gambar rangkaiannya.

Solusi :
Pada lampu TL terdapat induktor, sehingga merupakan rangkaian yang bersifat
induktif, jadi impedansinya :
Z = R + j XL

P  VIcos , maka :
P
I 20
  0,259 A
 220 x
V cos 0,35

V  220  00
I  0,259  cos 1
0,35 I  0,259  
69,500

V
Z 220 00
I 
0,259   69,500
Z  849,42  69,500
Z  297,40  j795,60 

Dihitung dengan cara lain :

Daya nyata : Daya reaktif :


P  I R ,maka
2
Q  V isin 220x 0,259 x sin69,500
:
P
R 20 Q  53,37 VAR
2
 (0,259)
2
I
L
R  298,10 Q  I2 X ,maka :
Q
X   53,37
L
I
2 (0,259)2
XL  795,60

Z  298,10  j795,60

298,1

j.795,6
Soal-Soal

1. Sumber tegangan : v(t) V , Dikenakan pada rangkaian R L


180sin(314t)

seri, arus yang mengalir pada i(t) 18 sin(314t  550 ) A


rangkaian :
Hitung impedansi, resistansi dan induktansinya

2. Pada rangkaian elektrik berikut, diketahui sumber tegangan v(t) 15cos20t V ,


hitung arus sesaat i(t)
4

i(t)

+
0,25 F
V(t)
-

1H

3. Dalam rangkaian berikut diketahui sumber tegangan :

v(t)  50cos(10t  300 ) V

0,50 H 2H

i(t)
ic(t)

1F +
+
Vc(t) 1F
V(t)
- -

2H

1). Hitung arus efektif dan arus sesaat (i dan i c)


2). Hitung tegangan sesaat vc(t)
4. Pada rangkaian elektrik, diketahui tegangan efektif dari sumber tegangan :
V  220 00 V , Hitung arus efektif : I, I1 , dan I2
10 10

I
I1 I2

+
V j.10
10
-

5. Pada rangkaian elektrik berikut, hitung impedansi (Z1) apabila arus maksimum :
I 30  250 ampere
V 110  00 volt

4
+
V Z1 10
-
j.5

6. Dalam rangkaian elektrik, diketahui tegangan efektif dari sumber tegangan :

5 4
V  60 00 V
1
V  60900 V
Ix 2

+ +
V1 j.2
- j.2 V2
- -

Hitung arus Ix , dengan metode :


1). Metode arus mesh
2). Metode tegangan node
3). Metode superposisi
4). Teorema Thevenin
7. Dalam rangkaian elektrik berikut, hitung arus (Ia) dan tegangan (Va) dan daya
yang diberikan oleh sumber arus.

+
Ia

5 2
IS10 900 A

Va

j5
- j2 Is

8. Tiga buah beban listrik dihubungkan secara paralel, dengan sumber tegangan
diketahui tegangan efektif :
V  300  300 V
Masing-masing beban mempunyai impedansi :
Z 1 25 150 
Z 15   600 
2
Z 315  900 

+
V Z1 Z2 Z3
-

1). Hitung daya yang diserap oleh masing-masing beban listrik


2). Hitung daya yang diserap oleh rangkaian
3). Hitung faktor daya (cos ϕ) dari rangkaian
9. Pada rangkaian diketahui sumber tegangan dengan tegangan maksimum :

V 100 00 V

10

3
+
j15
V
-
j4

Hitung daya nyata, daya reaktif dan daya komplek yang diberikan oleh sumber
tegangan.

10. Suatu beban listrik (Beban A), merupakan beban yang bersifat induktif dengan
data sebagai berikut :
Daya = 1500 watt
Tegangan = 120 volt
Cos ϕ = 0,85

Diketahui Zs = 0,20 + j 7,50 Ω

Zs

+
Vs A
-

Apabila tegangan pada beban listrik diinginkan 120 V, hitung besar


tegangan sumber (Vs)
11. Pada rangkaian elektrik berikut, diketahui besar tegangan maksimum dan arus
maksimum dari sumber tegangan dan sumber arus, sebagai berikut :
Vs 10300 volt
Is 5  400 amper

Hitung arus I1 dan I2 (arus maksimum dan arus efektif)

12. Pada rangkaian elektrik, hitung tegangan pada resistor (VR) dengan
menggunakan :

1). Metode arus mesh


2). Metode tegangan node
3). Superposisi
4). Teorema Thevenin /
Norton
Tegangan efektif :
V1  40300 volt
+ V2  500 0 volt

V1 VR
V2 Unsur rangkaian
- besarnya tentukan sendiri

13. Hitung tegangan pada kapasitor (Vc), apabila diketahui besar tegangan
maksimum sumber tegangan sebagai berikut :
+
Vc
-

+
Vc
-
14. Hitung tegangan pada sumber arus v(t), pada rangkaian elektrik berikut.

V(t)

15. Pada rangkaian elektrik berikut, hitung tegangan maksimum dan tegangan
efektif pada induktor, diketahui sumber arus :

is1  50sin(10t ) A
is2  100cos(10t) A
BAB V
RANGKAIAN TIGA FASA

Rangkaian 3 fasa (Sistem 3 fasa) dalam praktisnya banyak digunakan pada


Pusat pembangkit tenaga listrik (Generator sinkron 3 fasa) di PLTA, PLTU, PLTD,
PLTG, dsb. Digunakan untuk transformator 3 fasa, motor listrik 3 fasa, serta peralatan
control atau pengatur putaran motor dalam bentuk 3 fasa (Elektronika daya).
Rangkaian 3 fasa secara garis besar terdiri dari dua, yaitu :
1. Sumber tegangan 3 fasa
2. Beban listrik 3 fasa

5.1. Sumber Tegangan 3 Fasa


Sumber tegangan 3 fasa (gelombang sinusoida) merupakan sumber tegangan
yang terdiri dari tiga buah sumber tegangan satu fasa yang besarnya sama dan
masing-masing tegangan mempunyai beda fasa 120 derajat.
Contoh sumber tegangan 3 fasa adalah generator sinkron 3 fasa, seperti
diperlihatkan pada gambar 5.1 konsep generator sinkron 3 fasa.

Gambar 5.1. Konsep Generator Sinkron 3 Fasa

Generator sinkron 3 fasa terdiri dari 3 buah belitan yang berbeda fasa 120 derajat,
yaitu :
1. Belitan (P1- N)
2. Belitan (P2- N)
3. Belitan (P3 –N)

P1, P2, P3 adalah ujung belitan, dan N adalah pangkal belitan.


Apabila rotor kutub N – S (Kutub magnet utara-selatan) diputar, maka pada masing-
masing belitan akan timbul tegangan terinduksi, sebagai sumber tegangan 3 fasa.

Belitan ( P1 – N), menghasilkan tegangan : v a (t)  Vm sin(t)

Belitan ( P2 – N ) menghasilkan tegangan : vb sin(t 1200 )


(t)Vm sin(t  2400 )
Belitan ( P3 – N ) menghasilkan tegangan
v C (t)Vm

Dari persamaan tegangan, terlihat bahwa ketiga tegangan mempunyai amplitudo yang
sama dan masing-masing tegangan berbeda fasa 120 derajat.
Bentuk gelombang sumber tegangan 3 fasa terlihat pada gambar 5.2.

Va Vb Vc
Vm Va

-120

ωt

-120

Vc Vb
-Vm

Gambar 5.2. Gambar Gelombang tegangan 3 Fasa.

Apabila ketiga tegangan ditulis dalam bentuk fasor adalah sebagai berikut :

Va V 00
Vb V  1200
VC V 2400

Dalam pemakaiannya sumber tegangan 3 fasa harus dihubungkan dalam


hubungan bintang (Y) atau hubungan delta (Δ)
4.1.1 Sumber Tegangan Hubungan (Y)
Sumber tegangan 3 fasa hubungan Y diperlihatkan pada Gambar 5.3. yang
terdiri dari tiga buah sumber tegangan 1 fasa.
VAn A
- +
A
+
VBn VAn
- +
-
B
-
VCn n VBn
- + - +
n C
VCn
+
C B

(a) (b)
Gambar 5.3 Sumber Tegangan 3 Fasa Hubungan Y

Pada Gambar 5.3.(a) Gambar diagram pengawatan sumber tegangan 3 fasa,


sedangkan Gambar 5.3.(b) adalah gambar diagram skematik sumber tegangan
hubungan Y.

1). Tegangan pada Sumber Tegangan hubungan (Y)

VAn  V  V  V
Bn Cn p

VAB  VBC  VCA  VL


Vp :
fasa
Tegangan VL
antar saluran
: Tegangan
VAn
 00
VBn Vp
 1200
 Vp
VC  2400
n 
Vp
Besarnya tegangan antar saluran dapat dihitung sebagai berikut :

VAB VAn  VnB


dan VnB  VBn
VAB
 VAn  VBn
 Vp 00  V  1200
p
 Vp
cos0 0
 jsin0 0  V cos(120
0
)  jsin(120 0 ) 
 p
 Vp  Vp cos120 0 jsin120 
0
1 3
V  V  V j V
AB p p p
2 2
 1 
3 
 Vp  1  j
 2 2 

VAB
 Vp  3  30  0

VAB  3 Vp 300 ...... (1)

Dengan cara yang sama, maka akan diperoleh :


VBC  VBn  VnC
 VBn  VCn

 
VBC
 Vp 3  900
VBC  3 Vp 900 .. ..... 2

VCA  VCn  VnA


 VCn  VAn

VBC  Vp
3  2100 

VBC  3 V  2100
p ..... (3)

Dari persamaan (1), (2) dan (3) diperoleh kesamaan :


VL 3 Vp
Apabila digambarkan dalam diagram tegangan, diperlihatkan pada Gambar 5.4
sebagai berikut ini.

VAB

VAn  00
V
VBn p  1200
Van 0   2400
V V
p
-Vcn
Cn  Vp
-Vbn
-120

VBC VAB  VAn (  VBn )


-120
VBC  VBn (VCn )

Vcn -240 VC  VCn (VAn )


Vbn -120
A
-Van
VCA

Gambar 5.4. Diagram vektor tegangan hubungan Y


2). Arus pada Sumber Tegangan hubungan (Y)
Hubungan arus fasa dan arus saluran pada sumber tegangan hubunga Y,
diperlihatkan pada gambar 5.5, terlihat bahwa arus fasa besarnya sama dengan arus
saluran.
A IAA1
A1

InA
+
VAn
- IBB1
B1
-
n VBn
- +
InC
+ VCn
InB
C B ICC1
C1

Gambar 5.5. Hubungan Arus Pada Sumber Tegangan Hubungan Y

Sumber tegangan hubungan Y, besarnya arus fasa sama denga arus saluran, yaitu :

InA  InB  InC  Ip


IAA  I 1  I 1  I
1 BB CC L

IL  Ip

Ip : Arus fasa
IL : Arus saluran

4.1.2 Sumber Tegangan Hubungan (Δ)


Sumber tegangan 3 fasa hubungan Δ diperlihatkan pada Gambar 5.6. yang
terdiri dari tiga buah sumber tegangan 1 fasa.
VAB
+ -
A
VAB B
- +
A

VBC - +
- + VCA VBC
B
+-

VCA
- +
C
C
(a) (b)

Gambar 5.6 Sumber Tegangan Hubungan Δ


Pada Gambar 5.6.(a) Gambar diagram pengawatan sumber tegangan 3 fasa,
sedangkan Gambar 5.6.(b) adalah gambar diagram skematik sumber tegangan
hubungan Δ.

1). Tegangan pada Sumber Tegangan Hubungan (Δ)


Hubungan tegangan antar saluran dan tegangan fasa dapat dilihat pada
Gambar 5.7.
Sumber tegangan hubungan Δ, besarnya tegangan fasa dan tegangan antar saluran
adalah sama, yaitu :

VAB VBC VCA Vp


V V V
1 1
A B
1 1 11
CA VL
B C

VL  Vp

Vp : fasa
Tegangan VL : antar saluran
Tegangan

2). Arus pada Sumber Tegangan Hubungan (Δ)


Hubungan arus fasa dan arus saluran pada sumber tegangan hubunga Δ,
diperlihatkan pada gambar 5.7, terlihat bahwa arus fasa besarnya :

A1
VABIAA1
+-
A B1
IA B IBB1
IB
IA  Ip  00
- + IB  Ip   1200
VCA VBC
- IC    2400
+
IC Ip
ICC1
C1
C
Gambar 5.7 Hubungan Arus Pada Sumber Tegangan Hubungan Δ

Besarnya arus fasa :

IA  IB  IC  Ip
Besarnya arus
saluran :
1
IAA
1
 IBB  ICC  IL
1

Pada titik hubung (A), berlaku hukum Kirchhoff untuk arus : I  0


 IAA  IC  IA  0
1

IAA  IA IC
1

 Ip  00  I   2400

 p
 Ip  Ip cos(2400 )  j sin(240 0) 
 Ip Ip cos 240  j sin 240 
0 0
 1
 3 
Ip Ip   j 

2 
 2 
1 3
I I  I  j I
AA1 p p p
2 2
3 
  j 3 
 Ip 
 2 
2
3
2
3  I  tan1 2
  3  
2

 2    2  p
3
2
 3  1
1
tan 3
Ip

I AA1 
3 I  30 0 .......... 1
p
Dengan cara yang sama diperoleh :

IBB
1
 IB  IA
IBB
1
 3 Ip  .......... ..(2)
1500
ICC   I
B
IC
ICC 1
Ip 2700 .......... ....3
 3
1

Dari persamaan (1), (2) dan (3), diperoleh :

IL 3 Ip

Jadi besarnya arus saluran sama dengan akar tiga kali arus fasa
5.2. Beban Listrik 3 Fasa

Beban listrik 3 fasa, terdiri dari konstanta rangkaian (R,L,C) dan digambarkan dalam
bentuk impedansi (Z), untuk beban listrik 3 fasa yang seimbang besarnya impedansi
sama Z1 = Z2 = Z3.
Beban listrik 3 fasa dapat dihubungkan dalam hubungan bintang (Y) atau hubungan
delta (Δ).

5.2.1 Beban Listrik 3 Fasa Hubungan (Y)

Beban listrik 3 fasa hubungan Y, diperlihatkan pada Gambar 5.8 (a) diagram
pengawatan dan Gambar 5.12 (b) diagram skematik.
Z1 A
A

Z2 Z1
B

Z3 Z3
C Z2

C B
(a) (b)

Gambar 5.8 Beban listrik 3 fasa Hubungan (Y)

1. Tegangan pada Beban Listrik Hubungan (Y)

Hubungan tegangan dan arus pada beban listrik 3 fasa hubungan (Y) diperlihatkan
pada Gambar 5.9.
ILA A
A1
+IpA

Z1 VAB  VAn (  VBn )


ILC -n VBC  V (V )
C1 - Bn Cn

-Z 2 VCA  VCn (VAn )


+ Z3 IpB
IpC +
B
C ILB

B1

Gambar 5.9 Tegangan dan Arus pada Hubungan (Y)


Tegangan tiap fasa :

VAn  00
VBn Vp
 1200
V   2400
Vp
Cn  Vp

VAn  VBn  VCn  Vp


VAB  VBC  VCA  VL

Vp : fasa
Tegangan VL : antar saluran
Tegangan

Tegangan antar saluran :

VAB  VAn (  VBn )


 Vp 0  V  1200
0
p
3 p
VAB  V 300 .......... ... (1)

VBC
 VBn (VCn )
 Vp   V   2400
0
120 p
3
VBC  Vp 900 .......... ..(2)
VCA  VCn (VAn )
 Vp   2400  V 00
p
3 p
VCA  V  2100 .......... (3)

Dari persamaan (1), (2) dan (3) diperoleh kesamaan :


VL 3 Vp

2. Arus pada Beban listrik 3 Fasa hubungan (Y)


Besarnya arus fasa dan arus saluran dapat dihitung sebagai berikut :

IpA IpB I I
pC p

ILA ILB I I
LC L

Ip : Arus fasa
IL : Arus saluran
Dalam hubungan (Y) besarnya arus saluran sama dengan arus fasa

IL  Ip
5.2.2 Beban Listrik 3 Fasa Hubungan (Δ)

Beban listrik 3 fasa hubungan Δ, diperlihatkan pada Gambr 5.10 (a) diagram
pengawatan dan Gambar 5.10 (b) diagram skematik.
A

Z1
A
Z3 Z1
Z2
B

Z3
B
C C
Z2

(a) (b)

Gambar 5.10 Beban listrik 3 fasa Hubungan (Δ)

1. Tegangan pada Beban Listrik Hubungan (Δ)

Hubungan tegangan dan arus pada beban listrik 3 fasa hubungan (Δ) diperlihatkan
pada Gambar 5.11.
A
A1
IAA1 IA
- +
Z3 Z1
C1 + -
ICC1 IC

IB
B
IBB1 C - Z2 +
B1

Gambar 5.11 Tegangan dan Arus pada Hubungan (Δ)

Beban listrik hubungan Δ, besarnya tegangan phasa dan tegangan antar saluran
adalah sama, yaitu :

VAB VBC VCA Vp


VA B
VB C VC A VL
1 1 1 1 11

VL  Vp

Vp : fasa
Tegangan VL antar saluran
: Tegangan
2. Arus pada Beban Listrik Hubungan (Δ)

Hubungan arus phasa dan arus saluran pada beban listrik hubungan Δ, diperlihatkan
pada gambar 5.11, terlihat bahwa arus phasa besarnya :

IA  I 00
p
IB  Ip  1200

I  I  2400
C p

Besarnya arus fasa :

IA  IB  IC  Ip
Besarnya arus saluran :

IAA
1
 1 ICC1  IL
IBB
Pada titik hubung (A), berlaku hukum Kirchooff untuk arus : I  0
IAA 1 IC  IA  0
IAA 1 IA IC
 Ip 00  I   2400
..............
 3 Ip   300 (1)
Dengan cara yang sama diperoleh :

IBB  IB  IA
1

IBB  3 Ip   .......... ..(2)


1
1500
ICC  IC  IB
1

ICC  3 Ip 270


1
0
.......... ....3

Dari persamaan (1), (2) dan (3), diperoleh :

IL 3 Ip
Jadi besarnya arus saluran sama dengan akar tiga kali arus fasa

5.3. Daya Dalam Rangkaian 3 Fasa

5.3.1 Sumber tegangan 3 fasa dan beban listrik 3 fasa Hubungan (Y)

Sumber tegangan 3 fasa dan beban listrik 3 fasa hubungan Y, diperlihatkan pada
Gambar 5.12.
A IL A

+ Ip
+ Vp Z1
VAn
IL -
-
Z2 Z3
n
- VBn
- +
Ip Ip C
VCn
C + B
B IL

Gambar 5.12 Sumber Teganagn dengan Beban Listrik 3 Fsa Hubungan (Y)

Besarnya daya 3 fasa dapat dihitung dari daya 1 fasanya sebagai berikut :

Daya nyata 3 fasa :


P(3 fasa)  3 x
P(1fasa) P(3 fasa)  3 watt
Vp Ip cos

Atau dapat ditulis dengan tegangan antar saluran dan arus saluran :
Beban hubungan (Y) :
VL  3 Vp
IL  Ip
P(3 fasa)  3 Vp Ip cos
VL
3 IL cos
3
P(3fasa)  3 V I cos watt
L L

5.3.2. Sumber tegangan 3 Fasa dan Beban Listrik 3 Fasa Hubungan (Δ)

Sumber tegangan 3 fasa dan beban listrik 3 fasa hubungan Δ, diperlihatkan pada
Gambar 5.13

A IL A

+ + Ip
VAn Vp
IL Z3
-
Z1
-
n
- VBn
Ip
- + Ip Z2
C +
VCn
C
B IL B
Gambar 5.13 Sumber Tegangan dengan Beban Listrik 3 Fasa Hubungan (Δ)

Besarnya daya 3 fasa dapat dihitung dari daya 1 fasanya sebagai berikut :
Daya nyata 3 fasa :
P(3 fasa)  3 x
P(1fasa) P(3 fasa)  3 watt
Vp Ip cos

Atau dapat ditulis dengan tegangan antar saluran dan arus saluran :

Beban hubungan (Δ) :


VL  Vp
IL  3 Ip
P(3 fasa)  3 Vp Ip cos
I
 3 VL L cos
3

P(3fasa)  3 V I cos watt


L L

Dengan cara yang sama untuk beban listrik hubungan (Y), maupun hubungan (Δ),
maka dapat dihitung besarnya daya reaktif dan daya semu.
Daya Reaktif :

Q(3 fasa)  3 x Q(1fasa)


Q(3 fasa)  3 Vp Ip VAR
sin
3
Q(3fasa) 
VL IL sin VAR

Daya Semu :

S(3 fasa)  3 x S(1fasa)


S(3 fasa)  3 Vp Ip VA
S(3fasa)  3 VL IL VA
Contoh :

1. Suatu beban listrik 3 fasa yang seimbang, dihubungkan secara bintang (Y)
0
mempunyai impedansi tiap fasa Z  4  60 . Beban listriktersebut dicatu dari
sumber tegangan 3 fasa, diketahui tegangan pada beban tiap fasa sebesar :
0
V  2030 volt
1). Hitung tegangan tiap fasa (bentuk mfasor)
2). Hitung arus fasa (A) dan arus fasa (B)
3). Hitung tegangan antara fasa A dan fasa B

Solusi :

Impedansi beban listrik : Z  Z  Z  4 600 


1 2 3

IpA

+ Z1
VAn
- n
Z2 Z3
n
- VBn
- +
IpB IpC C
VCn
+ B

1). Tegangan tiap fasa:


VAn  20  volt
300
VBn
 20  30 0 120 0
 20   900 volt
V Cn  20   90 0 120 0
 20   volt
2100
atau
VC  volt
0
2). Arus fasa : n 20150

VAn 20 
IpA   300  5   300 A
Z1
4  600

IpB VBn 20  
   5   1500 A
Z2 900
4  600

3). Tegangan antar saluran :


VAC  VAn (VCn )
 VAn  VCn
VAC
 20 300  20 1500
 17,32  j10   17,32  j10
 34,64
VAC
 34,64  volt
00

2. Tiga impedansi yang sama dihubungkan delta (Δ) dan dicatu oleh sumber tegangan
3 fasa, salah satu tegangan antar saluran adalah VAB  240600 volt , dan arus
fasanya IpA  6 2000 ampere

1). Hitung ntegangan dan arus fasa yang lainnya


2). Hitung impedansi tiap fasanya

Solusi :

IL(A) A

+ + -
IpA
- VAn VAB VCA
IL(B)
- Z1 Z3 +
- VBn
n IpC
- + IpB Z2
VCn
+ C
IL(C) B +VBC-

1). Tegangan antar saluran.

VAB  240600 volt


VBC  240  600  1200
 240   600 volt
VCA  240   60  1200 0

 240   volt
VCA 1800
volt
 240 1800

Arus fasa :

Ip  6 2000 A
IpB  6  2000  1200
 6  80 A
IpC  6  800  1200
 6   400 A
Arus saluran :
IL( A) IpA IpC
 6  6  400  ?
2000
IL(B)  I I
pB pA

 6  6  2000  ?
800
IL(C)  I i
pC pB

 6  400  6  800  ?
2). Impedansi tiap fasa :

Z1  ZAB V 240
 I AB   40  1400 
pA 600
6
2000

Z2  ZBC V 240 
 I BC   40 1400 
pB
600
6 800

Z3  ZCA V 240 1800


 I CA   40  1400 
pC 6  400

3. Tiga buah impedansi yang sama, masing-masing 0


Z  2030  dihubungkan

secara bintang (Y), dan dicatu dengan sumber tegangan 3 fasa, tegangan antar
saluran 400 V.
1). Gambarkan impedansi dalam bentuk kontanta rangkaian
2). Hitng arus fasa dan arus saluran.
3). Hitung daya nyata, daya reaktif yang diserap oleh impedansi.

Solusi :

1) Hubungan impedansi 3 fasa dalam konstanta rangkaian

IL(A) A

IpA

17,32
Z1  Z2  Z 3 20 300
Z1
 17,32  j10 
j 10
IL(C)
Sumber tegangan 3 fasa
n
j 10
j 10
Z3 Z2

17,3217,32

IpC B
IL(B)

2). Tegangan antar saluran : VL  400 volt


Tegangan fasa : Vp  400
 231 volt
3
VAn  231 00 volt
VBn
 231  1200 volt
VCn  231  volt
2400

Arus fasa :

VAn 2310
Ip   0  11,55  300 A
A Z1
2030
0

VBn 231
IpB    11,55  1500 A
Z2 1200
20300

VCn
231 2400
IpC    11,55  2700 A
Z3 20300
Arus saluran (Hubungan Y, arus saluran sama dengan arus fasa)

IL( A)  ipA  11,55  300 A

IL(B)
  11,55 1500 A
ipB

IL(C)  ipC  11,55  2700 A

3). Daya nyata 3 fasa :

P(3fasa)  3 Vp Ip cos
 3.231.11,55 . cos300
 6922,80 watt
- 30 VAn
ϕ

Daya Reaktif 3 fasa : IpA


Q(3fasa)  3 Vp Ip sin
 3.231.11,55 . sin300
 3996,88 VAR
Soal-Soal

1. Diketahui beban listrik 3 fasa, hubungan Δ dengan impedansi tiap fasa :


Z  20  300 
dihubungkan dengan sumber tegangan 3 fasa hubungan Y, tegangan efektif fasa a:
Va  20 000 volt
1). Hitung arus fasa, arus saluran pada beban listrik 3 fasa
2). Hitung daya nyata, daya reaktif dan daya semu yang diserap beban listrik 3 fasa

2. Tiga buah impedansi, masing-masing terdiri dari kombinasi seri resistor 30 ohm,
kapasitor 1 mF, dan induktor 0,50 H diketahui frekuensi sudut 100 rad/s,
impedansi dihubungkan bintang (Y). Disuplai dari sumber tegangan 3 fasa
terhubung Y, dengan tegangan efektif tiap fasa :
VAn  120   300 volt
VBn  120   volt
1500
VCn  231 volt
900

1). Hitung arus fasa dan arus saluran (Fasor) pada impedansi
2). Hitung daya nyata, daya reaktif dan daya semu yang diserap oleh impedansi

3. Sumber tegangan 3 fasa dengan tegangan antar saluran 100 V (tegangan


maksimum), mensuplai daya ke beban 3 fasa hubungan Y, dengan impedansi tiap
fasa : Z = ( 8 +j 6) Ω
1). Hitung arus fasa dan arus saluran.
2). Hitung daya nyata dan daya reaktif yang diserap oleh beban.

4. Suatu beban 3 fasa seimbang yang dihubungkan Y, mempunyai impedansi


Z  40 600 , dengan tegangan tiap fasa dari sumber tegangan 3 fasa adalah :

Tegangan efektif Vp 220150 V


1). Hitung arus yang mengalir dalam masing-masing impedansi
2). Hitung tegangan antar saluran
3). Hitung daya yang diserap oleh beban 3 fasa

5. Tiga buah resistor masing-masing 100 Ω, dihubungkan secara Δ, disuplai oleh


sumber tegangan 3 fasa, tegangan efektif antar saluran pada resistor 220 V.
1). Hitung arus fasa dan arus saluran
2). Hitung daya yang diserap oleh resistor tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

1. Mismail, Budiono, Rangkaian Listrik , Jilid Pertama, Bandung, Penerbit


ITB, 1995

2. Irwin, J.D., Basic Engineering Circuit Analysis, Upper Saddle River,


Prentice Hall Internatinal Inc., 1996

3. Hayt, W.H, Kemmerly, J.E., Engineering Circuit Analysis, Terjemahan :


Rangkaian Listrik, 1990

4. Boylestad, Robert. Essential Of Circuit Analysis, Upper Saddle River,


New Jersey, Pearson Education Inc.,2004

5. Gisson , Tildon. Introduction to Circuit Analysisand Design, Amsterdam,


SpringerScience, 2011

6. Johnson D E. Electric Circuit Analysis . Upper Saddle River, Prentice Hall


International Inc.,1997

7. Naeem, Wasef. Concept in Electric Circuit. Wasef Naeem and Ventus


Publishing Aps., 2009
Penulis dilahirkan dikota Pacitan, kota kabupaten yang
berada di pantai selatan pulau Jawa, yang merupakan
perbatasan antara Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Dilahirkan Tanggal 8 Juli 1955.
Pendidikan dasar sampai pendidikan menengah
diselesaikan di Kota Pacitan, SD Negeri , SMP Negeri
dan SMA Negeri Pacitan.
Penulis menempuh sarjana (S1) Jurusan Teknik.
Elektro ITS Surabaya.
(Tahun 1975 s/d 1980)

Pendidikan Magister Teknik Elektro di Fakultas Pasca Sarjana Universitas


Brawijaya dibidang Teknik Elektro Terapan.
Penulis bekerja sebagai dosen di Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya sejak tahun 1982, pernah menjabat sebagai Kepala
Laboratorium Mesin Listrik, Kepala Laboratorium Dasar Elektro dan
Pengukuran, serta sebagai Sekretaris Jurusan Teknik Elektro.
Matakuliah yang diajarkan adalah Transmisi Daya Elektrik, Mesin Elektrik,
Penggunaan Mesin Elektrik, Sistem Pentanahan dan Proteksi Tenaga Elektrik,
Rangkaian Elektrik.

Anda mungkin juga menyukai