Anda di halaman 1dari 1

Tradisi Tetaken di Gunung Limo Pacitan

Noviyandanu Saputra
Email : noviyandanu81@gmail.com

Tetaken adalah salah satu upacara adat di Pacitan tepatnya di lereng Gunung Limo. Upacara
adat ini di laksanakan saat memperingati pergantian tahun baru islam. Tradisi yang unik ini
belum cukup di kenal. Bahkan masih banyak warga pacitan yang belum mengetahuinya
khususnya anak-anak di luar kecamatan Kebonagung.
Seorang pemerhati sejarah di Pacitan Ki Ageng (KA) Jolothundo mengatakan, Tetaken
berasal dari kata tetekian. Teteki yang berimbuhan “an” (tetekian) yang memiliki arti
pertapa-an. Yang berarti tempat pertapaan.
“Tradisi ini diadakan untuk memperingati datangnya Eyang Tunggul Wulung dan Mbah
Brayut ke Gunung Limo dan menetap di lereng Gunung Limo,” ujarnya
Digambarkan dalam ritual ini sang juru kunci Gunung Limo turun gunung bersama para
cantriknya yang sekaligus murud-muridnya. Dengan turunya petapa dari puncak gunung,
iring-iringan warga muncul menyambut para petapa dan memasuki area upacara.
Masyarakan mengenakan pakaian adat Jawa. Barisan paling depan adalah pembawa panji dan
pusaka Tunggul Wulung (Panji Tunggul Wulung, Keris Hanacaraka, Tombak Kyai Slamet,
dan Kotang Ontokusumo/Jubah Hitam Pertapa)
Gunung Limo merupakan lokasi pusat pendadaran (pelatihan kanuragan dan kebatinan) di
Pacitan. Pendadaran prajurit atau di sebut juga wisudan Tunggul Wulung (wisuda yang di
lakukan oleh Tunggul wulung). Prajurit Mataram melakukan pendadaran kepada pemuda-
pemuda di desa ini untuk berjaga-jaga jika suatu saat ada peperangan pemuda-pemuda
tersebut sudah siap. Pelatihan yang di lakukan bukan hanya latihan fisik pada pemuda. Tapi
juga mengajarkan ilmu kesepuhan pada masyarakat dan memantabkan ajaran islam yang di
kombinasikan dengan penanaman prinsip pengabdian pada negara.

Anda mungkin juga menyukai