Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH NUTRASETIKA

NUTRASETIKA UNTUK ANTIDIABETES

Disusun oleh :
Kelompok 4

Aimee Detria 1806239894


Alfrina Irene 1606924202
Athalia Aghani 1806135994
Audrew Johnson B 1806193855
Azzahra Nisya 1806194265
Dheasandra N. A. 1806185576
Ghina Salma F. 1806194271
Jasmine Regita P. 1706078503
M. Fahrul Rizal 1806194334
Shafira Nurrahmi 1706974580
Sopiyatul Marwa 1606824660
Yoga Amarta 1706034691

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karuniaNya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar. Makalah ini kami susun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Nutrasetika yang berjudul “Nutrasetika untuk Diabetes”.

Makalah ini dapat diselesaikan, tak luput oleh adanya dorongan serta bantuan baik secara
materiil maupun moril kepada penulis. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang membantu dalam proses pembuatan makalah ini, terutama Dr. Dr.
Raditya Iswandana, S.Farm., M.Farm., Apt. sebagai dosen pembimbing mata kuliah Teknologi
Nutrasetika.

Dengan dibuatnya makalah ini, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Namun, penulis menyadari makalah ini jauh dari sempurna karena itu penulis memohon maaf
apabila terdapat kesalahan yang kurang berkenan. Selain itu, penulis juga mengharapkan kritik
dan saran yang membangun. Terima kasih.

Rabu, 18 November 2020

Tim Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................................. 2


DAFTAR ISI................................................................................................................................................ 3
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................................ 4
1.3 Tujuan ................................................................................................................................................ 5
1.4 Manfaat .............................................................................................................................................. 5
BAB II ISI .................................................................................................................................................... 6
2.1 Patofisiologi ....................................................................................................................................... 6
2.1.1 Diabetes Mellitus Tipe 1 ............................................................................................................ 7
2.1.2 Diabetes Mellitus Tipe 2 .......................................................................................................... 10
2.2 Terapi Nutrasetika Sebagai Antidiabetes ..................................................................................... 14
2.2.1 Olive Oil .................................................................................................................................... 14
2.2.2 Kefir ......................................................................................................................................... 20
2.2.3 Omega-3 Polyunsaturated Fatty Acid (n-3 PUFAs)..................................................................22
2.2.4 Silk Fibroin Hydrolysate ......................................................................................................... 25
2.2.5 Biotin ......................................................................................................................................... 26
BAB III PENUTUP ................................................................................................................................... 29
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................................................... 29
3.2 Saran ................................................................................................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................ 30

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolisme yang ditandai
oleh hiperglikemia dan kelainan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Hal ini
disebabkan oleh hasil dari kegagalan dalam sekresi insulin, sensitivitas insulin, atau
keduanya. Komplikasi yang dihasilkan berupa mikrovaskular kronis, mikrovaskuler, dan
neuropati.
Terdapat dua tipe diabetes, yaitu diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2. Diabetes
melitus tipe I merupakan penyakit poligenik yang artinya terdapat banyak gen yang
berbeda yang saling berkontribusi. Diabetes tipe 2 juga merupakan penyakit kronis yang
disebabkan karena resistensi insulin.
Pada saat ini, pengobatan sudah mulai berkembang ke arah nutrasetika dan
suplementasi, dimana obat-obatan yang digunakan merupakan senyawa yang berasal dari
sumber-sumber pangan namun tidak termasuk ke dalam komponen nutrisi utama
(karbohidrat, protein dan lemak). Nutrasetika, khususnya suplemen makanan banyak
digunakan untuk langkah awal pencegahan terjadinya penyakit diabetes melitus sejak
usia dini dan diharapkan dapat memperlambat perkembangan penyakit tersebut.
Makalah ini akan dibahas mengenai komponen nutrasetika yang bermanfaat bagi
pasien diabetes melitus beserta beberapa contoh sediaan nutrasetika untuk diabetes
melitus yang beredar di pasaran. Hal yang akan dibahas mengenai contoh sediaan
nutrasetika meliputi kandungan zat aktif yang bermanfaat serta dosis dari sediaan
tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana patofisiologi diabetes mellitus?
2. Apa saja terapi nutrasetika untuk antidiabetes yang didapat dari tanaman, hewan, dan
mikrobiota?

4
3. Apa saja efek terapi nutrasetika untuk antidiabetes yang didapat dari tanaman, hewan,
dan mikrobiota?
4. Bagaimana mekanisme aksi dari efek terapi nutrasetika untuk antidiabetes t?
5. Apa sajakah contoh sediaan nutrasetika untuk antidiabetes yang beredar di pasaran?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui patofisiologi diabetes mellitus
2. Mengetahui terapi nutrasetika yang dapat digunakan untuk antidiabetes yang didapat dari
tanaman, hewan, dan mikrobiota
3. Mengetahui efek terapi nutrasetika untuk antidiabetes yang didapat dari tanaman, hewan,
dan mikrobiota
4. Mengetahui mekanisme aksi dari efek terapi nutrasetika untuk antidiabetes

1.4 Manfaat
1. Pembaca dapat mengetahui penyebab serta patofisiologi penyakit diabetes melitus
2. Pembaca dapat mengetahui jenis-jenis sediaan nutrasetika yang dapat dimanfaatkan
sebagai antidiabetes, efek terapi, mekanisme aksi, serta contoh sediaannya

5
BAB II

ISI

2.1 Patofisiologi
Diabetes mellitus bukanlah penyakit tunggal melainkan sekelompok gangguan
metabolisme yang memiliki ciri umum yaitu hiperglikemia. Hiperglikemia pada diabetes terjadi
akibat defek sekresi insulin, kerja insulin, atau, paling umum, keduanya. Hiperglikemia kronis
dan deregulasi metabolik diabetes mellitus dapat dikaitkan dengan kerusakan sekunder berbagai
sistem organ, terutama ginjal, mata, saraf, dan pembuluh darah.
Meskipun semua bentuk diabetes mellitus memiliki gejala hiperglikemia yang sama,
penyebab hiperglikemia sangat bervariasi sehingga diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi
dua, yaitu :
1. Diabetes tipe 1 (T1D), ditandai dengan defisiensi absolut sekresi insulin yang disebabkan
oleh kerusakan sel beta pankreas, biasanya akibat serangan autoimun. Diabetes tipe 1
menyumbang sekitar 10% dari semua kasus.
2. Diabetes tipe 2 (T2D), disebabkan oleh kombinasi resistensi perifer terhadap kerja insulin
dan respon kompensasi yang tidak adekuat dari sekresi insulin oleh sel beta pankreas
(defisiensi insulin relatif). Sekitar 80%-90% pasien menderita diabetes tipe 2.
Perbedaan antara diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 1 lebih jelasnya tercantum pada tabel berikut.
Tabel 1. Perbedaan Diabetes Melitus Tipe 1 dan Tipe 2

6
2.1.1 Diabetes Mellitus Tipe 1

Gambar 1. Patogenesis Autoimun

7
Diabetes Mellitus Tipe 1 ditandai oleh defisiensi sekresi insulin yang disebabkan
oleh kerusakan sel beta pankreas yang biasanya akibat suatu serangan autoimun. Seperti
kebanyakan penyakit autoimun lain, patofisiologi T1D melibatkan interaksi kerentanan
genetik dan faktor lingkungan.
2.1.1.1 Faktor Kerentanan Genetik
Faktor genetik biasanya haplotipe risiko tertinggi terkena DM1 adalah mereka
yang memiliki HLA Kelas II DR4-DQA1 * 03: 01-DQB1 * 03: 02 (juga disebut
haplotipe “DR4-DQ8”), terutama haplotipe yang membawa alel DRB1 * 04: 05, * 04: 01
dan * 04: 02. Lokus HLA yang menyandikan enam antigen kelas I (A, B, dan C) dan II
(DR, DQ, dan DP) merupakan protein permukaan sel yang homolog secara struktural
yang mengikat peptida antigenik dan menyajikannya ke sel T. Hampir semua
polimorfisme dalam gen HLA ditemukan di daerah yang menyandikan residu asam
amino yang membentuk alur pengikatan peptida. Dengan demikian, residu polimorfik
mempengaruhi bentuk alur dan, oleh karena itu berdampak pada afinitas pengikatan dan
menunjukkan peptida yang dapat disajikan ke sel-T.
Molekul HLA memiliki kemampuannya untuk memberikan toleransi
(histokompatibilitas) setelah cangkok jaringan. Penelitian mengungkapkan bahwa fungsi
utamanya adalah memberikan perlindungan terhadap patogen. Molekul HLA kelas 1
menghadirkan antigen endogen, dan molekul kelas 2 menghadirkan antigen eksogen ke
sel T, menciptakan kompleks tri molekuler (HLA peptida TCR) yang memulai respons
imun.
Selain wilayah HLA, terdapat protein tirosin fosfatase, non-reseptor tipe 22
(PTPN22) dan CLTA 4 (Cytotoxic T Lymphocyte Antigen 4) sebagai penekan aktivasi sel
T. CTLA4 dan PTPN22 adalah inhibitor dari reaksi sel T, polimorfisme kedua protein ini
mengakibatkan reaksi sel T yang berlebihan. Polimorfisme dari gen insulin
mengakibatkan CTLA4 dan PTPN22 ini ekspresinya berkurang dari thymus, dimana
yang seharusnya CTLA4 dan PTPN22 protein ini fungsinya untuk menahan reaksi
berlebihan dari sel malah akan mengurangi penekanan aktivitas sel T. Sehingga akan
menyebabkan hipersensitivitas oleh sel T (biasanya karena destruksi jaringan karena
bakteri, virus, trauma).
2.1.1.2 Faktor Lingkungan

8
Faktor lingkungan, pemicu lingkungan (seperti infeksi virus, cedera jaringan, dan
inflamasi) dapat menyebabkan diabetes 1. Virus tertentu (khususnya virus gondong,
rubella, dan coxsackie B) dapat menjadi pemicu disebabkan karena antigen virus secara
antigen mirip dengan antigen sel beta (molecular mimicry). Selain itu, faktor lingkungan
seperti rokok yang mengandung ROS juga dapat memicu terjadinya diabetes tipe 1.

Gambar 2. Mekanisme ROS pada Kerusakan Sel Beta


Radikal bebas yang dihasilkan di dalam mitokondria juga berperan dalam proses
penghancuran sel beta yang dimediasi oleh kekebalan. Sel beta sangat sensitif terhadap
kerusakan ROS / oksidan karena ekspresi enzim antioksidan yang lebih rendah. Studi in
vitro telah menunjukkan perbaikan dalam pertahanan antioksidan mitokondria dari jalur
sel beta dengan ekspresi berlebih dari enzim antioksidan yang melindungi sel-sel ini dari
sitokin inflamasi atau stres oksidatif. ROS yang dihasilkan melalui NADPH oksidase 2
berperan dalam peralihan fenotipe makrofag dari pengaturan M2 ke makrofag M1
inflamasi yang penting untuk patogenesis T1D. Makrofag M1 mengeluarkan kemokin
dan merekrut sel CD4 + T. Makrofag juga menghadirkan antigen sel beta ke sel CD4 + T
untuk menstimulasi ulang sel-sel ini dalam lingkungan mikro pulau. Kombinasi sitokin
inflamasi dari CD4 +Sel T dan makrofag M1 (IFNγ, TNFα, dan IL-1β), selain ROS dan
NO yang dihasilkan makrofag ini dapat menghancurkan atau secara fungsional merusak
sel beta.
2.1.1.3 Representasi skematis serangan autoimun ke sel beta pada diabetes tipe 1.

9
Gambar 3. Mekanisme Serangan Autoimun pada Diabetes Tipe 1

Autoantigen dilepaskan dari sel b dan diproses dengan antigen-presenting sel


(APC) dan dipresentasikan ke sel T helper (sel Th) dalam asosiasi dengan molekul MHC
kelas II. IL-12 dihasilkan dari APC untuk mengaktifkan TH1- tipe CD4 + sel T yang
menyebabkan keseimbangan imun antar efektor dan sel regulasi rusak. Sel TH1
menghasilkan IL-2, yang mengaktifkan presitotoksik spesifik sel b Sel T (Pra CTL)
menjadi sitotoksik (CTL), dan IFN-gamma, yang mungkin menyebabkan makrofag
menjadi sitotoksik. Makrofag sitotoksik ini melepaskan sitokin sitotoksik-sel b termasuk
IL-1b, TNF-a, IFN-gamma, dan radikal bebas. Sel TH1 juga mengeluarkan sitokin yang
secara langsung bersifat sitotoksik ke sel b. Sel antigen spesifik sel CD8 + sitotoksik T
(CTL) mengenali antigen yang diekspresikan pada sel b dalam hubungannya dengan
molekul MHC kelas I. CTL melepaskan granzim dan perforin (sitolisin), yang merupakan
racun bagi sel B. Selain itu, apoptosis yang dimediasi Fas dan TNFR juga terjadi terlibat
dalam kerusakan sel b. Dengan cara ini, makrofag, sel T, dan sitokin secara sinergis
bertindak untuk menghancurkan sel b, sehingga dapat menyebabkan diabetes tipe 1
autoimun.

2.1.2 Diabetes Mellitus Tipe 2


Diabetes tipe 2 merupakan diabetes yang disebabkan oleh beberapa faktor, seperti
interaksi genetik, risiko lingkungan, dan inflamasi kronis. Berbeda halnya dengan

10
diabetes tipe 1, diabetes tipe 2 tidak disebabkan oleh autoimun. Berdasarkan literatur,
diabetes tipe 2 tidak mempengaruhi gen yang terlibat dalam toleransi dan regulasi sistem
imun, seperti HLA dan CTLA4.

Gambar 4. Perkembangan diabetes tipe 2


Faktor genetik pada diabetes melitus tipe 2 meliputi 80 - 90 % orang pada
kalangan kembar monozigotik, lebih banyak daripada diabetes melitus tipe 1 yang
meliputi 50 % pada kalangan yang sama. Berdasarkan studi asosiasi genom, ditemukan
adanya gen diabetogenik berupa beberapa lusin lokus yang berbahaya. Sedangkan, faktor
lingkungan pada diabetes melitus tipe 2 terdiri atas gaya hidup menetap (jarang
berolahraga) dan pola makan yang berhubungan dengan obesitas. Secara patofisiologis,
diabetes melitus tipe 2 meliputi resistensi insulin, obesitas, dan disfungsi sel beta (Kumar,
2018).
2.1.2.1 Resistensi insulin
Resistensi insulin merupakan penurunan kemampuan jaringan perifer
dalam merespon insulin secara normal. Resistensi insulin ditandai dengan
peningkatan insulin yang disekresikan saat sel beta mengalami kompensasi.
Keadaan tersebut menyebabkan hiperglikemia dan hiperinsulinemia karena

11
hiperfungsi dari sel beta pankreas dapat mengganggu toleransi glukosa sehingga
penurunan sekresi insulin secara drastis dapat terjadi (Kumar, 2018). Jaringan
yang dapat mengalami resistensi insulin antara lain :
● Hati
Resistensi insulin menyebabkan penghambatan glukoneogenesis atau
produksi glukosa endogen gagal. Keadaan tersebut berkontribusi dalam
tingginya kadar glukosa darah puasa.
● Otot rangka
Resistensi insulin dapat menyebabkan penyerapan rendah glukosa dan
sintesis glikogen tidak normal. Keadaan tersebut berkontribusi dalam
tingginya kadar glukosa darah setelah makan.
● Jaringan adiposa.
Resistensi insulin dapat menyebabkan penghambatan lipase sensitif
hormon gagal. Keadaan tersebut berkontribusi dalam berlebihnya asam
lemak bebas yang menuju sirkulasi. Faktor lingkungan yang memicu
obesitas dapat meningkatkan sel adipokin dan kejadian inflamasi
bersamaan dengan asam lemak bebas sehingga memperburuk resistensi
insulin (Kumar, 2018).
2.1.2.2 Resistensi Insulin pada Pasien Obesitas
Obesitas selalu dikaitkan dengan menumpuknya jumlah jaringan lemak
atau adiposa. Jaringan adiposa memiliki dua kemampuan, yaitu kemampuan
untuk membesar dan elastis. Kemampuan untuk membesar, memungkinkan
jaringan adiposa untuk menyimpan lipid dengan cara hipertrofi maupun
hiperplasia. Jika proses hipertrofi dan hiperplasia sudah melampaui batas, maka
lipid akan memenuhi jaringan non-adiposa (hati, otot, pankreas, ginjal, dan
tulang). Adiposit yang hipertrofi mengalami disfungsi dan bersifat sangat lipolitik
yang akan menghasilkan asam lemak bebas (FFA) berlebihan serta menurunkan
sekresi adipokin pada sirkulasi. Sekresi adipokin yang menurun akan
meningkatkan leptin dan resistin, namun menurunkan sekresi adiponektin.
Akumulasi jaringan lemak pada sentral tubuh yang menghasilkan asam
lemak bebas (FFA) secara berlebihan akan mengakibatkan peningkatan jumlah

12
perpindahan asam lemak bebas menuju ke hati melalui drainase vena porta.
Karena banyaknya asam lemak bebas pada hati, sitokin inflamasi (TNF alfa) akan
dikeluarkan oleh lemak viseral melalui vena porta. Hal tersebut yang dapat
menyebabkan resistensi insulin pada hati, sehingga produksi glukosa yang
meningkat menjadi tidak terkendali. TNF-a mengganggu kerja insulin dengan
menghambat pemberian sinyal untuk reseptor insulin atau mengganggu aktivitas
reseptor tirosin kinase sehingga IRS (Insulin Receptor Substrate) tidak
terfosforilasi. Fosforilasi IRS yang berkurang menyebabkan IRS tidak akan dapat
bereaksi dengan PI 3-kinase. Aktivasi PI 3-kinase yang menurun menyebabkan
vesikel pada GLUT4 tidak dapat berfusi dengan permukaan sel dan pembentukan
NO berkurang. Fusi vesikel dengan permukaan sel tidak terjadi sehingga glukosa
tidak dapat masuk ke dalam sel.
Selain TNF-a, leptin yang dikeluarkan oleh sel lemak viseral dapat
menghambat kerja insulin di hati dengan mengganggu pemberian sinyal untuk
reseptor insulin. Hal ini dapat menurunkan down-regulation enzim
phosphoenolpyruvate carboxykinase yang diperlukan pada glukoneogenesis,
sehingga terjadi peningkatan glukoneogenesis di hati.
Mekanisme lain, hubungan antara obesitas dengan resistensi insulin dan
disfungsi endotel adalah peningkatan produksi radikal bebas. Kelebihan asupan
makanan dan penurunan aktivitas fisik pada obesitas mengakibatkan beban
glukosa dan asam lemak bebas dalam sel meningkat. Transformasi energi yang
terjadi, ternyata disertai dengan peningkatan pembentukan radikal bebas yang
melebihi antioxidant defence capacity yang dapat menyebabkan kerusakan
jaringan. Sel otot dan lemak mampu melindungi dirinya dari keadaan ini dengan
menjadi resisten terhadap kerja insulin. Resistensi ini bertujuan untuk mengurangi
masuknya glukosa dan asam lemak bebas ke dalam sel. Sel beta pankreas dan
endotel adalah jaringan yang tidak tergantung pada insulin. Kelebihan glukosa
dan asam lemak bebas dalam sel ini menyebabkan stres oksidatif yang akan
merangsang terjadinya disfungsi pada sel beta maupun endotel.
2.1.2.3 Disfungsi Sel Beta

13
Pada pasien diabetes tipe 2, sensitivitas sel β terhadap glukosa terganggu,
dan ada juga yang hilang responsivitas terhadap rangsangan lain seperti hormon
insulinotropic GI dan pensinyalan saraf. Hal ini mengakibatkan sekresi insulin
dalam jumlah yang tidak mencukupi tertunda, sehingga glukosa darah meningkat
secara dramatis setelah makan, dan kegagalan untuk menahan pelepasan glukosa
hati selama puasa. Di luar kerusakan sifat fungsional sel β, massa absolut sel β
berkurang pada pasien diabetes tipe 2. Diperkirakan bahwa pasien diabetes tipe 2
dini memiliki ~ 50% dari komplemen normal sel β. Defisit ini diperparah dengan
hilangnya massa sel β secara bertahap dari waktu ke waktu, berpotensi terkait
dengan efek toksik dari hiperglikemia. Pengurangan massa dan fungsi sel β secara
progresif menjelaskan riwayat alamiah diabetes tipe 2 pada kebanyakan pasien
yang membutuhkan terapi yang terus meningkat untuk mempertahankan kendali
glukosa.
Pasien diabetes tipe 2 sering mengalami peningkatan kadar insulin puasa.
Hal ini bukan cerminan dari fungsi sel β yang tertekan tetapi hasil dari kadar
glukosa puasa dan resistensi insulin yang lebih tinggi. Faktor lain yang
berkontribusi terhadap tingkat insulin yang tampaknya tinggi di awal perjalanan
penyakit adalah adanya peningkatan jumlah proinsulin. Proinsulin, pendahulu
insulin, diproses secara tidak efisien di islet diabetes. Subjek sehat hanya
memiliki 2-4% dari total insulin yang bersirkulasi sebagai proinsulin, sedangkan
pasien diabetes tipe 2 dapat memiliki 10-20% insulin plasma. Proinsulin memiliki
efek yang lebih lemah untuk menurunkan glukosa darah dibandingkan dengan
insulin.

2.2 Terapi Nutrasetika Sebagai Antidiabetes

2.2.1 Olive Oil


Terdapat lebih dari 30 senyawa polifenol hidrofilik telah diidentifikasi dalam
minyak zaitun. Sebagian besar bertanggung jawab atas sifat organoleptik, rasa dan aroma
yang pahit dan tajam, serta stabilitas oksidatif minyak. Minyak zaitun berasal dari buah
zaitun dari tanaman Olea europaea L. Kadar polifenol dalam minyak zaitun sangat

14
bervariasi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain varietas varietas, tingkat
pematangan buah, tahap pematangan, kondisi penyimpanan, dan cara pengolahan.

Gambar 5. Tanaman Olea europaea L


Asupan nutrisi dari minyak zaitun khususnya dalam bentuk ekstra-virgin telah
dikaitkan dengan pencegahan dan pengelolaan banyak penyakit kronis termasuk diabetes
mellitus tipe 2. Beberapa senyawa bioaktif minyak zaitun, seperti asam lemak tak jenuh
tunggal, dan polifenol (hidroksitirosol dan oleuropein) telah dikaitkan dengan
pencegahan peradangan dan kerusakan oksidatif yang diinduksi oleh sitokin, penurunan
glukosa, pengurangan penyerapan karbohidrat, dan peningkatan sensitivitas insulin dan
ekspresi gen terkait.
2.2.1.1 Nama Senyawa dan Struktur Kimia
Hidroksitirosol dan oleuropein adalah contoh polifenol pada minyak
zaitun yang memiliki efek signifikan pada beberapa mekanisme molekuler,
genetik, dan biologis, yang dapat berkontribusi pada pencegahan penyakit kronis
seperti diabetes mellitus tipe 2. Polifenol adalah kelompok senyawa yang
beragam dan heterogen yang dicirikan oleh cincin benzena aromatik yang terikat
pada satu atau lebih gugus hidroksil dalam strukturnya.

15
Monounsaturated Fatty Acids (MUFA)

Asam Oleat
(55-80%)

Hidroksitirosol

Hidroksitirosol termasuk golongan katekol


yaitu benzena-1,2-diol tersubstitusi oleh
gugus 2-hidroksietil pada posisi 4.

Oleuropein

Oleuropein adalah bentuk ester


hydroxytyrosol dan memiliki kerangka
oleosidik yang umum pada glukosida
secoiridoid dari Oleaceae
Tabel 2. Komponen Bioaktif dalam Minyak Zaitun

16
2.2.1.2 Sifat Fisikokimia
1. Asam Oleat
a. Asam oleat adalah cairan tidak berwarna hingga kuning pucat dengan bau
ringan
b. Apabila terpapar udara, akan teroksidasi dari warna kuning pucat menjadi
coklat dan berbau tengik
c. Praktis tidak larut dalam air; larut dalam metanol, etanol, kloroform, eter,
minyak mudah menguap, alkohol, benzena
d. Berat molekul 282.5 g/mol
e. Titik didih 286 °C pada 100 mmHg dan titik leleh 16.3 °C
2. Hidroksitirosol
a. Cairan bening tak berwarna
b. Menunjukkan kelarutan dalam air 5 g 100 m-1 (25°C)
c. Berat molekul 154.16 g/mol
d. Koefisien partisi antara fase minyak dan ari adalah 0,010
3. Oleuropein
a. Bertanggung jawab terhadap rasa pahit dan aroma tajam
b. Berat molekul 540.5 g/mol
c. Titik leleh 89-90°C
2.2.1.3 Efek Terapi
● MUFA dari sumber nabati bertanggung jawab untuk mengurangi faktor risiko
metabolik diabetes tipe 2 dan mengurangi semua penyebab kematian, stroke,
dan kejadian CVD
● Polifenol dapat mempengaruhi metabolisme glukosa melalui beberapa
mekanisme; penghambatan pencernaan karbohidrat dan penyerapan glukosa
di usus, aktivasi reseptor insulin dan pengambilan glukosa di jaringan, sifat
antioksidan, dan efek imunomodulator.
2.2.1.4 Mekanisme Aksi

17
Mekanisme aksi dari komponen olive oil sebagai anti diabetes ada 3 yaitu
sebagai antioksidan, anti inflamasi, dan efek anabolik.
1. Anti Oksidan
Olive oil dapat bekerja sebagai antioksidan dengan meningkatkan Nrf2-
ARE (Antioxidant Response Element), meningkatkan thiroedoxin reductase,
meningkatkan katalis, meningkatkan glutation peroksidase, meningkatkan
superoksidan dismutase, mengurangi malonaldehyde, mengurangi 8-
oksoguanin, mengurangi AGE (advanced glycosylated end product). Hal ini
dapat mengurangi stress oksidatif, meningkatkan aktivitas sel endotel
vaskular, dan meningkatkan profil lipid.
2. Anti Inflamasi
Komponen-komponen dalam olive oil contohnya adalah oleupurin dapat
menurunkan mediator inflamasi seperi NF-kB, IL-1B, IL-6, LPS
(Lipopolisakarida), adipokin, TNFR60, TNFR 80, dan CRP (C-Reactive
Protein). Hal ini mengurangi inflamasi, meningkatkan aktivitas mitokondria,
meningkatkan fungsi imun.
3. Efek Anabolik
Defisiensi testosteron dapat meningkatkan risiko resisten insulin dan
meningkatkan risiko diabetes tipe 2. Komponen bifenol dalam olive oil dapat
meningkatkan LH (lutenizing hormone), testosterone, hipertrofi otot, dan
menurunkan kortikosteron. Hal ini dapat mengaugmentasi metabolisme lemak
dan efek anti inflamasi dan hipertrofi dapat mengurangi risiko diabetes tipe 2.

18
2.2.1.5 Bentuk Sediaan

Contoh sediaan nutrasetika dari olive oil adalah Seagate Extra Virgin Olive Oil.
Kandungan dari sediaan tersebut adalah extra virgin olive oil dan bentuk sediaannya
berupa kapsul soft gel. Dosis satu kapsul adalah 1000 mg dan diminum 1-2 kapsul per
hari.

Bentuk sediaan yang mengandung olive oil tersedia dalam bentuk kapsul dengan
kekuatan 500 mcg. Dosis yang dianjurkan, yaitu sehari 2 x 1 kapsul 500 mcg.

19
2.2.2 Kefir
2.2.2.1 Senyawa Probiotik Kefir
Kefir berasal dari hasil fermentasi bakteri dan ragi secara alami yang terdapat
pada butiran kefir (kefir grains) dan berpotensi untuk dijadikan sebagai produk nutrasetika
(Setyowati, dkk., 2016). Kefir merupakan campuran kompleks dari bakteri asam laktat
atau LAB (lactobacilli, lactococci, leuconostoc, streptococci), ragi (Candida sp.,
Kluyveromyces sp., Saccharomyces sp., Torulopsis sp., Zygosaccharomyces sp.), vitamin,
mineral, asam amino, dan enzim (Arslan, 2015 ; El-Bashiti, dkk., 2019). Komponen
senyawa bioaktif dari kefir antara lain EPS (exopolysaccharide), peptida, antioksidan, dan
immunomodulator.

Gambar 6. Struktur Kimia Kefir


2.2.2.2 Sumber Kefir
Kefir dapat diperoleh dengan fermentasi, yaitu dengan mencampurkan butiran
kefir dengan susu dalam wadah tertentu pada suhu ruang selama 24 jam. Butiran kefir
akan teraktivasi dan mengalami peningkatan volume atau massa biologis. Kefir juga
dapat diperoleh dengan mencampurkannya dalam air, buah ara kering, sukrosa, dan
lemon. Kefir atau kefiran memiliki banyak manfaat untuk kesehatan dan salah satunya
adalah antidiabetes (Setyowati, dkk., 2016).

2.2.2.3 Efek terapi dan Mekanisme Aksi


Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh El-Balshiti, dkk. (2019) pada pasien
laki-laki berumur 37-65 tahun yang diberikan obat metmorfin dan 250ml kefir/hari,
diperoleh hasil sebagai berikut.

20
- Penurunan konsentrasi HbA1c dan FBS (fasting blood sugar)
Mekanisme yang mungkin terjadi adalah probiotik mempengaruhi bakteri pada usus
untuk menghasilkan insulinotropic polypeptide dan glucagon-like peptide sehingga
terjadi peningkatan penyerapan glukosa oleh otot. Glikogen yang terbentuk
menginduksi hati untuk menyerap glukosa dalam darah lebih banyak. Selain itu, kefir
bening juga meningkatkan regenerasi sel pankreas dan memperbaiki sel beta pankreas
yang normal.
- Penurunan kondisi stress oksidatif dan hiperglikemia
Kefir membantu menurunkan kadar lemak peroksidasi dalam darah
- Penurunan polidipsia, poliuria, dan poliphagia
- Peningkatan asam urea
- Peningkatan kalsium
Kefir mengandung protein atau bioaktif peptida yang dapat meningkatkan absorbsi
kalsium serta densitas mineral tulang.
2.2.2.4 Bentuk sediaan

Bentuk sediaan yang mengandung kefir tersedia dalam bentuk kapsul dengan
kekuatan 20 mg. Dosis yang dianjurkan, yaitu sehari 2 x 1 kapsul 20 mg.

21
Contoh sediaan nutrasetika dari kefir adalah Mattisson Absolute Kefir. Kandungan
dari sediaan tersebut adalah freeze-dried kefir powder (bakteri asam laktat, maltodextrin,
microcrystalline cellulose) dan bentuk sediaannya berupa kapsul. Dosis satu kapsul
adalah 130 mg dan diminum 1 kapsul per hari.
2.2.3 Omega-3 Polyunsaturated Fatty Acid (n-3 PUFAs)
Asam lemak adalah asam organik dengan rantai alifatik dan kelompok karboksil.
Rantai alifatik dengan satu ikatan ganda adalah monounsaturated fatty acid, apabila
ikatan rangkap lebih dari satu maka disebut sebagai polyunsaturated fatty acid (PUFAs).
PUFA terdiri atas 2 kategori yaitu keluarga n-6 (n-6 PUFA) yang berasal dari asam
linoleat dan keluarga n-3 (n-3 PUFA) yang berasal dari alfa-asam linoleat. Berdasarkan
penelitian, n-3 PUFAs terdiri atas α-linolenic acid DHA (docosahexaenoic acid) dan EPA
(eicosapentaenoic acid) yang dapat menurunkan sakit jantung koroner, hipertensi, stroke,
dan diabetes militrus.
2.2.3.1 Sumber Omega-3 PUFA
Sumber utama asam alfa linolenat adalah minyak nabati dan ikan. Minyak nabati
adalah sumber utama. Secara khusus, LNA ditemukan di kloroplas sayuran berdaun
hijau, seperti bayam, serta dalam flaxseed, linseed, serta kenari dan ikan merupakan
sumber utama asam eicosapentaenoic (EPA) dan asam docosahexaenoic (DHA).
2.2.3.2 Efek Terapi dan Mekanisme
a. Insulin Sensitizing dan Penurunan Resistensi Insulin

22
Efek sensitif insulin akan dipengaruhi berdasarkan beberapa proses. Proses
pertama dipengaruhi dengan sekresi GLP-1 yang akan dimediasi oleh GPR120.
GLP-1 merupakan hormon inkretin yang paling poten, dengan disekresikannya ini
maka sekresi insulin akan meningkat serta akan terjadi supresi resistensi insulin.
Proses ke dua dipengaruhi oleh SREBP dan PPAR, dimana n-3 PUFAs dapat
menekan sintesis hepatik lipid melalui supresi ekspresi SREBP-1 hepatik dengan
mengakselerasi kerusakan transkripsi. Berdasarkan penelitian pada tikus yang
diberikan makanan tinggi lemak dan glukosa diberikan EPA 1% menghasilkan
berat badan dan level serum TNF alfa dan IL-6 normal serta sinetsis asam lemak
m-RNA hepatik, karboksilasi asetil CoA, dan PPAR gama menurun hingga level
yang dapat dikontrol
b. Resistensi Insulin

Salah satu penyebab terjadinya insulin resisten karena kenaikan kejadian


inflamasi. Terdapat beberapa proses yang memicu terjadinya inflamasi, yaitu :

23
● Saturated fatty acid yang teraktivasi akan menstimulasi TLR sehingga
jalur NF-kB aktif dan menyebabkan produksi sitokin inflamasi.
Penambahan n-3 PUFA dapat menginhibisi TLR-2 dan TLR-4 sehingga
proses inflamasi tidak terjadi.
● Beberapa hormon yang bersirkulasi (adiponektin, leptin, resistin, dan
visfatin) dan adipositokin yang diproduksi oleh jaringan adiposa juga
berkontribusi dalam perkembangan insulin resisten, Leptin dan
adinopektin dapat meningkatkan efek insulin sensitizing. Berdasarkan
penelitian, DHA dan EPA dapat meningkatkan ekspresi dan sekresi leptin
dan adenopektin, namun EPA lebih efektif.
● EPA dapat mereduksi produksi eikosanoid inflamasi dari asam arakidonat
dengan terjadinya persaingan antara enzim lipooksigenase dan
siklooksigenase. EPA dan DHA dapat menurunkan pengeluaran asam
arakidonat dengan menginhibisi fosfolipase 2.
2.2.3.3 Bentuk Sediaan

Contoh sediaan nutrasetika dari Omega-3 PUFA (minyak ikan) adalah


Blackmores colourless Fish Oil 1000. Kandungan dari sediaan tersebut adalah minyak
ikan 1 gram dengan kandungan DHA 120 gram dan EHA 180 gram. Bentuk sediaannya
berupa kapsul soft gel. Dosis satu kapsul adalah 1000 mg dan diminum 2 kapsul per hari
setelah makan.

24
Bentuk sediaan yang mengandung Omega-3 PUFA tersedia dalam bentuk drops
yang mengandung 400mg DHA, 70 mg EPA. Dosis untuk anak > 6 bulan 1 mL/hari.

2.2.4 Silk Fibroin Hydrolysate


Silk Fibroin Hydrolysate merupakan protein yang ditemukan dalam sutra yang
dihasilkan ulat sutra. Selain memiliki fungsi sebagai antilipidemic dan antidiabetic,
berdasarkan penelitian Kang, et al. Silk fibroin hydrolysate juga terbukti dapat
meningkatkan kemampuan mengingat pada lansia.
Sifat fisikokimia: Berbentuk larutan berwarna kuning; Berat molekul 300-420
kDa; Stabil pada suhu tinggi; Larut dalam air pada pH 2-10.

2.2.4.1 Sumber
Silk fibroin hydrolysate didapatkan dari sutra yang dihasilkan oleh ulat sutra
(Bombyx mori L.).
2.2.4.2 Bentuk Sediaan

25
NeuroSilk memiliki fungsi untuk meningkatkan daya ingat dan serta
meningkatkan fungsi kognitif khususnya pada lansia, dibuat dengan asam amino glisin
dan alanin. Bentuk sediaan tersedia dalam bentuk kapsul dengan kekuataan 200 mg.
Dosis yang dianjurkan, yaitu satu kapsul per hari.

Cognium memiliki bentuk sediaan tablet. Aturan pakai dikonsumsi sebanyak 2x1
tablet cognium 100 mg tiap hari saat makan.
Cognium dapat meningkatkan daya ingat serta meningkatkan fungsi kognitif
dengan cara meningkatkan aliran darah ke otak. Selain itu, cognium juga memiliki efek
antioksidan pada otak sehingga melindungi otak dari radikal bebas dan stress oksidatif.
Hal ini dapat mencegah pengurangan fungsi otak akibat usia.

2.2.5 Biotin
2.2.5.1 Senyawa Probiotik Biotin
Biotin merupakan vitamin B complex yang larut air dan terdiri dari ring
ureido dengan tetrahydrothiophene yang berikatan dengan valeric acid pada salah

26
satu atom pada cincinnya. Biotin digunakan dalam pertumbuhan sel, produksi
asam lemak, metabolisme lemak dan asam amino. Biotin tidak hanya membantu
dalam proses metabolisme berbagai zat, tetapi juga memiliki peran dalam transfer
karbon dioksida. Biotin sering direkomendasikan untuk memperkuat rambut dan
kuku. Kekurangan Biotin dapat menyebabkan kulit kering, dermatitis, infeksi
jamur, rambut rontok, dan rash. Walau Biotin deficiency sangatlah langka, jika
terjadi pada orang dewasa dalam menyebabkan anemia, depresi, rambut rontok,
mual, pembengkakan membran mukosa, dan peningkatan kadar gula dalam darah.

Gambar 7. Struktur Kimia Biotin


2.2.5.2 Sumber Biotin
Biotin sebagai vitamin merupakan nutrisi yang tidak dapat manusia buat
sendiri dan diperlukan melalui asupan makanan sehari-hari yang disintesis oleh
bakteri yang ada di dalam usus manusia. Selain bakteri dalam usus, biotin juga
dapat ditemukan dalam makanan sehari-hari.
2.2.5.3 Efek Terapi dan Mekanisme Aksi Biotin
Biotin memiliki beberapa khasiat yang cukup relevan, seperti
menstimulasi sekresi insulin yang dapat menginduksi glukosa, meningkatkan
sensitivitas insulin, dan mempercepat proses glikolisis di dalam hati dan pankreas
dengan meningkatkan enzim glukokinase. Biotin dikenal sebagai koenzim yang
terikat secara kovalen untuk karboksilase seperti acetyl-CoA karboksilase 1 dan 2,
karboksilase piruvat, karboksilase propionyl-CoA, dan 3-methylcrotonyl-CoA
carboxylase. Biotinilasi dari karboksilase memerlukan ATP yang terjadi dengan
proses sebagai berikut:
1. ATP + biotin + HCS → Biotin-AMP-HCS + pyrophosphate

27
2. Biotin-AMP-HCS + apocarboxylase → holocarboxylase + AMP +
HCS
(Net) ATP + biotin + apocarboxylase → holocarboxylase + &
AMP + pyrophosphate
Biotin-dependent carboxylase dapat memediasi pengikatan kovalen dari
bikarbonat pada asam organik.
2.2.5.4 Bentuk Sediaan

Bentuk sediaan yang mengandung biotin tersedia dalam bentuk kapsul.


Satu kapsul mengandung 5000 mcg biotin. Dosis yang dianjurkan, yaitu sehari
satu kapsul dikonsumsi sebelum makan.

Contoh sediaan nutrasetika dari biotin adalah Bulk Supplements Pure


Biotin. Kandungan dari sediaan tersebut adalah vitamin B7 (biotin) dan bentuk
sediaannya berupa serbuk. Dosis nya adalah 1 mg per hari.

28
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyakit diabetes terbagi menjadi dua macam, yaitu diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2.
Diabetes tipe 1 (T1D), ditandai dengan defisiensi absolut sekresi insulin yang disebabkan oleh
kerusakan sel beta pankreas, biasanya akibat serangan autoimun. Diabetes tipe 2 (T2D),
disebabkan oleh kombinasi resistensi perifer terhadap kerja insulin dan respon kompensasi yang
tidak adekuat dari sekresi insulin oleh sel beta pankreas (defisiensi insulin relatif). Untuk
pengobatan diabetes tipe 2 dapat dilakukan dengan mengonsumsi produk nutrasetika secara
rutin. Produk nutrasetika tersebut diperoleh dari senyawa hasil isolasi tumbuhan, hewan, seperti :
a. Monounsaturated Fatty Acids (MUFA) yang terkandung pada minyak zaitun, berasal dari
buah zaitun dari tanaman Olea europaea L.
b. Kefir yang diperoleh dari hasil fermentasi campuran butiran kefir dengan susu. Kefir juga
dapat diperoleh dengan mencampurkannya dalam air, buah ara kering, sukrosa, dan
lemon.
c. Omega-3 PUFA yang diperoleh dari minyak nabati dan ikan.
d. Silk Fibroin Hydrolysateyang ditemukan dalam sutra yang dihasilkan ulat sutra.
e. Biotin yang terkandung pada makanan sehari hari, seperti kuning telur, kacang-kacangan,
pisang dan brokoli.

3.2 Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan adalah diperlukan penelitian dan studi literatur
lebih lanjut mengenai sumber penghasil bioaktif yang memiliki efek antidiabetes untuk
mengoptimalisasi berbagai sediaan nutrasetika serta mekanisme dari efek terapi tersebut
sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih untuk pembaca

29
DAFTAR PUSTAKA

Albarracin, C. A., Fuqua, B. C., Evans, J. L., & Goldfine, I. D. (2008). Chromium picolinate and
biotin combination improves glucose metabolism in treated, uncontrolled overweight to
obese patients with type 2 diabetes. Diabetes/metabolism research and reviews, 24(1),
41-51.
Alkhatib, A., Tsang, C. and Tuomilehto, J., 2018. Olive Oil Nutraceuticals in the Prevention and
Management of Diabetes: From Molecules to Lifestyle. International Journal of
Molecular Sciences, 19(7), p.2024.
Arslan, Seher. 2015. “A Review: Chemical, Microbiological and Nutritional Characteristics of
Kefir.” CYTA - Journal of Food 13(3): 340–45.
http://dx.doi.org/10.1080/19476337.2014.981588.
El-Bashiti, Tarek A., Baker M. Zabut, and Fedaa F.Abu Safia. 2019. “Effect of Probiotic
Fermented Milk (Kefir) on Some Blood Biochemical Parameters among Newly
Diagnosed Type 2 Diabetic Adult Males in Gaza Governorate.” Current Research in
Nutrition and Food Science 7(2): 568–75.
Kumar, et al. 2013. Robbins and Cotran’s Pathologic Basis and Disease 9th ed. Philadelphia :
Elsevier
Kumar, V., Abbas, A. K., Aster, J. C. (2018). Robbins Basic Pathology. Philadelphia : Elsevier
Setyowati, Hanny, and Wahyuning Setyani. 2016. “Kefir: A New Role as Nutraceuticals.”
Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia 7(14).
Sliwinska-Mosson M, Milnerowicz H. The impact of smoking on the development of diabetes
and its complications. Diabetes Vasc Dis Res. 2017;14(4):265–76.
Syamsudin MB. 2013. Nutrasetikal. Jakarta: Graha Ilmu.
Yoon, J. W., & Jun, H. S. (2005). Autoimmune destruction of pancreatic β cells. American
Journal of Therapeutics, 12(6), 580–591.
https://doi.org/10.1097/01.mjt.0000178767.67857.63
Zempleni, J., Wijeratne, S. S., & Hassan, Y. I. (2009). Biotin. BioFactors (Oxford,
England), 35(1), 36–46. https://doi.org/10.1002/biof.8

30

Anda mungkin juga menyukai