Anda di halaman 1dari 12

PENUGASAN

PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

MATERI TABIAT

Dosen Pengampu:

Pdt Natanael Kriswanto, S.Th., M.Th

Disusun Oleh:

Kelompok 2

Krisnina Putri Cahayani 22030120140043

Nathania Avanti 22030120140063

Savira Saraswati 22030120130103

Paulin Natalin Sifra Situmorang 22030120140074

PROGRAM STUDI S1 GIZI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

2021
I. Tabiat sebagai sumber perbuatan-perbuatan lahiriah

Tabiat yang baik akan menghasilkan perbuatan-perbuatan yang baik.


Namun, hal ini tidak berarti bahwa tabiat kita secara otomatis mengakibatkan
perbuatan-perbuatan tertentu, melainkan tabiat masih memiliki tempat untuk
pilihan kita dengan pertimbangan mengenai norma, cita-ciat, dan situasi.
Tabiat dapat digambarkan seperti tukang kayu. Tukang kayu yang baik
menghasilkan meja yang baik, tetapi hasil itu tidak otomatis. Begitu juga
dengan tabiat yang baik menghasilkan perbuatan yang baik tetapi tidak secara
otomatis. Tabiat yang baik menyebabkan kecenderungan berbuat baik tetapi
tidak menjamin perbuatan yang baik. Tabiat memberi arah kepada kelakuan
tetapi tidak memaksa kelakuan.

Arti Tabiat

Tabiat adalah susunan batin seseorang yang memberi arah dan ketertiban
kepada keinginan, kesukaan dan perbuatan orang itu. Tabiat dibentuk oleh
interaksi antara diri sendiri dengan lingkungan sosialnya dan Allah. Tabiat
mengandung suara hati, yaitu pengetahuan antara apa yang baik dan apa yang
buruk, kesukaan, kemauan, dan keinginan.

Tabiat tidak sama dengan watak. Watak merupakan bentuk diri alamiah
waktu kita lahir dan bersifat tetap, sedangkan tabiat memberi keselarasan
kepada perbuatan kita tetapi juga dapat dibina dan diubah. Tabiat yang dapat
kita ubah lebih penting daripada watak yang bersifat tetap. Tabiat berbeda
dengan kepribadian. Tabiat hanya mengandung sifat-sifat moral dalam diri
kita, tetapi kepribadian mengandung sifat-sifat emosional, mental selain dari
pada sifat-sifat moral. Sementara itu, arti tabiat sama dengan karakter.

II. Pentingnya tabiat dalam etika Kristen

Pentingnya tabiat yang mantap nyata dalam istilah ''hidup baru'' dalam
perjanjian baru. Kristus tidak hanya memberikan kepada pengikut-
pengikutNya hukum baru yang menuntut perbuatan-perbuatan lahiriah,
namun juga memberikan hidup baru seperti yang terdapat dalam 2 Korintus
5:17 “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru”.
Kehidupan diubah dari batin ke lahir. Karena iman menjadi baru, maka tabiat
kita diperbaharui. Karena tabiat kita diperbaharui, maka perbuatan-perbuatan
kita menjadi lebih baik.

Seringkali orang menganggap bahwa perbuatan dosa hanyalah


tindakan lahiriah, namun menurut Alkitab dosa merupakan penyakit dalam
hati dan kehendak. Kita terlalu lemah untuk menguasai dosa dalam kita, maka
dari itu kita perlu pekerjaan Allah untuk melawan dosa dan memperbaharui
tabiat kita.

III. Hubungan tabiat dengan hukum dalam ajaran Yesus

Yesus lebih menekankan pembaharuan hati manusia daripada


penyesuaian lahir dengan hukum-hukum. Allah tidak hanya memandang
pelaksanaan hukum Taurat yang lahiriah, melainkan lebih memperhatikan
motif yang mendasari perbuatan menusia. Menurut Yesus, pertobatan berarti
perubahan hati dan penyerahan kehendak kepada Tuhan, bukan patuh kepada
peraturan-peratuan saja. Yesus juga membandingkan etika yang berakar
dalam hati yang murni dengan etika yang legalis yang berdasar atas macam-
macam hukum tentang hal-hal yang remeh.

Tiga hal perlu diperhatikan untuk mengerti ajaran-ajaran Yesus.


Pertama, tekanan Yesus kepada hati manusia tidak menghasilkan moralitas
yang lebih lemah daripada moralitas yang berdasarkan penyesuaian lahiriah
dengan hukum-hukum. Melainkan, Yesus menekankan bahwa hidup
keagamaan harus lebih benar dan kuat daripada hidup keagamaan yang
berdasarkan hukum taurat. Kedua, meskipun yesus menekankan tabiat dan
hati yang murni, Dia tidak meniadakan kepatuhan lahiriah kepada hukum-
hukum Allah. Tabiat kita belum sempurna, maka kita masih perlu bimbingan
dari luar maupun batin kita. Ketiga, perlu diperhatikan bahwa perkataan-
perkataan Yesus tentang hati dan tabiat sering diucapkan dalam bentuk
perintah atau hukum. Berbeda dengan perintah undang-undang negeri yang
hanya mengenai perbuatan lahiriah, perintah Yesus juga mengenai sikap
batin. Contohnya adalah kita wajib untuk mengasihi.

IV. Apakah perhatian pada tabiat diri sendiri patut?

Terdapat kemungkinan bahwa adanya perhatian yang berlebihan


kepada tabiat. Orang dapat menjadikan tabiatnya sebagai fokus utama dalam
pertimbangannya tentang kehidupan etis dan sikap tersebut berbahaya.

Bahaya yang pertama adalah lebih memperhatikan tabiat diri sendiri


daripada Allah. Orang yang menekankan perkembangan tabiat dapat
melupakan ketergantungannya kepada Allah sehingga ia hanya berpikir
tentang prestasi diri sendiri dan menjadi orang yang angkuh. Mereka yang
seperti itu akan merasa cemas dan kurang percaya akan kekuatan dan
perlindungan yang diberikan oleh Kristus.
Tabiat orang Kristen tidak bisa dibiarkan terlepas dari Kristus karena
tabiat yang baik bukan merupakan hasil usaha kita, melainkan pemberian
Tuhan kepada kita dan tugas kita untuk mengembangkannya. Maka dari itu,
kita harus membuka diri kepada pembaharuan yang dikerjakan Tuhan di
dalam diri kita. Pembaharuan hidup dalam diri kita ialah pekerjaan Allah
yang memanggil dan membangkitkan usaha kita sebagai tanggapan.

Bahaya yang kedua yaitu lebih memperhatikan tabiat diri sendiri


daripada penderitaan sesama serta kebutuhan dunia. Hal ini akan menghambat
kasih dan pelayanan kita kepada orang lain karena akan kurang
memperhatikan kemiskinan, hak-hak asasi manusia, serta ketidak-adilan.
Sedangkan, orang yang terlalu khawatir dengan kehilangan kemurnian-nya
kurang sanggup bekerja sama dengan orang lain sehingga menolak
kesempatan-kesempatan untuk melayani sesamanya dan memperbaharui
struktur-struktur masyarakat serta bertentangan dengan panggilan Tuhan
dengan cara mencari keuntungan. Berikut beberapa point penting yang harus
kita pahami terlebih dahulu.

● Tabiat yang baik adalah alat yang memampukan kita untuk mengerjakan
perbuatan-perbuatan yang baik sehingga tujuannya bukan lagi tentang
tabiat yang baik tetapi perbuatan yang baik.
● Tabiat yang baik sebagai hasil tambahan dari usaha kita mengerjakan
perbuatan-perbuatan yang baik bukan akibat usaha untuk menjauhkan
diri dari segala godaan. Namun, tabiat juga bisa mempengaruhi
perbuatan-perbuatan kita. Oleh karena itu, kita yang harus menguasai
tabiat bukan tabiat yang menguasai kita.
● Tabiat merupakan pokok yang penting dalam kehidupan etis semua orang
yang perlu kita sadari dengan cara mewarnai penglihatan kita tentang
dunia dan keputusan yang kita ambil sehari-hari.

V. Pengaruh-pengaruh yang membentuk tabiat

Sebagian diri kita ditentukan oleh pembawaan biologis, lingkungan


sosial, dan faktor-faktor lain yang tidak kita pilih sendiri. Unsur-unsur
tersebut dapat dibentuk dan dikendalikan tetapi tidak bisa dihilangkan
ataupun tertinggal. Tabiat merupakan hal yang harus dibentuk sedikit demi
sedikit sampai berkembang. Akibat dari tabiat adalah perbuatan yang berasal
dari hasil usaha kita.

Dalam tabiat golongan dijadikan 2 antara diri kita yang pertama


bersifat pemberian kepada kita daripada pilihan kita sendiri. Sedangkan yang
kedua dapat dipilih serta ditolak daripada ditentukan di luar keputusan dan
tanggung jawab kita. Berikut faktor-faktor yang membentuk tabiat kita.

1. Pembawaan kita

Pada umumnya, sifat ini diwariskan dari orang tua serta nenek moyang
kita serta berhubungan juga dengan warisan jasmani. Hal tersebut bisa
kita lihat dari jenis kelamin, kekuatan, dan kelemahan tubuh yang
mempengaruhi tabiat. Kita tidak dapat memilih dan mengubah
pembawaan kita karena pembawaan kita bersifat berkembang dan
tergantung bagaimana kita menggunakannya. Namun, kita juga memiliki
kebebasan untuk membentuk tabiat kita sehingga pembawaan hanya
sebagai pembatasan yang dimana kita harus bertanggung jawab.

2. Lingkungan sosial

Faktor ini berasal dari keluarga dan kebudayaan. Sebagian besar yang
mempengaruhi yang terjadi dalam proses mempelajari pandangan-
pandangan. Misalnya, dalam keluarga seperti pandangan bagaimana
berperan sebagai anak, orang tua, suami dan istri, dll. Dalam kebudayaan
seperti tabiat orang amerika berbeda dengan tabiat orang batak karena
keduanya memiliki nilai, norma, dan tafsiran masing-masing sehingga
dari sudut pandang pun berbeda.

3. Pengalaman dan hubungan dengan orang lain

Hal ini sangat berkaitan dengan lingkungan sosial yang dimana


mengutamakan pandangan moral yang diterima dari keluarga dan
kebudayaan kita. Faktor ini berkaitan dengan peristiwa dan pengalaman
yang terjadi didalam hidup kita seperti pengalaman dalam keluarga saat
kita kecil sangat berpengaruh dengan tabiat kita saat dewasa. Misalnya,
sewaktu masih kecil kita selalu mengalami kasih dan setia dari orang tua
sehingga saat dewasa memiliki tabiat yang dikuatkan. Walaupun
pengalaman dan hubungan dapat berpengaruh, tetapi tidak menentukan
tabiat kita.

4. Keputusan dan perbuatan diri sendiri

Faktor ini adanya hubungan timbal-balik antara tabiat dan perbuatan atau
bisa dibilang tabiat mempengaruhi perbuatan dan perbuatan
mempengaruhi tabiat. Misalnya, orang dengan tabiat jujur cenderung
tidak akan berdusta. Sedangkan orang yang berdusta memperlemah sifat
kejujuran dalam tabiatnya dan cenderung untuk berdusta lagi. Hal ini
juga dibutuhkan proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi
tabiat seperti menggumuli suatu masalah yang membuat kita menjadi
pribadi yang lebih peka terhadap hal-hal yang kurang diperhatikan.
Misalnya, orang kaya harus mengambil keputusan mempengaruhi
kehidupan orang-orang miskin dengan berkenalan dengan beberapa
orang miskin secara pribadi.

5. Iman

Faktor yang terakhir, tabiat kita berhubungan dengan Allah dan hal ini
jauh lebih penting daripada pembawaan diri sendiri. Misalnya, orang
yang menerima anugerah Allah yang ditawarkan akan mengalami
perubahan fundamental yang mewarnai eksistensinya. Cara pembawaan
jika dikembangkan dan tujuan untuk penggunaan pembawaan sangat
dipengaruhi oleh hubungan kita dengan Tuhan. Misalnya, Rasul Paulus
bertekun dalam kerjanya sebelum ia bertobat dan terus bertekun setelah
ia bertobat sehingga tujuan ketekunannya diubah menjadi lebih dalam
dan lebih kuat. Pengaruh dalam faktor ini berbicara bagaimana hidup
diterangkan dalam ajaran Kristen melalui pembenaran dan pengudusan.
Karena kita dibenarkan dan diterima oleh Allah meskipun kita orang-
orang yang berdosa. Oleh karena keselamatan yang kekal dari-Nya,
hidup kita juga tertanam kemauan untuk membalas kasih karunia Allah
dengan hidup seturut kehendak-Nya seperti memiliki tabiat yang baik
sehingga melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dengan lingkungan
sekitar.

Dalam Perjanjian Baru diterangkan dua segi anugerah Allah :

1. Pembenaran

Anugerah yang digambarkan sebagai kuasa Allah atas manusia sehingga Allah
mampu mengampuni dosa-dosa manusia. Misalnya, hubungan kita dengan Allah
dipulihkan.

2. Pengudusan

Anugerah digambarkan sebagai kuasa Allah yang ada di dalam manusia sehingga
Allah meningkatkan kasih dan kekuatan manusia. Misalnya, manusia ditebus dari
dosa-dosanya supaya dapat berjuang melawan dosa. Pengudusan merupakan
perubahan dalam diri dan tabiat kita yang berasal dari anugerah Allah dan juga
tugas kita.

Ada dua hal yang harus kita pahami yaitu kita harus menyerah dan berjuang.
Pertama, menyerah dengan membuka diri kita kepada Roh Kudus yang bisa
membangun dan menguduskan tabiat kita. Kedua, berjuang dengan pertolongan Roh
Kudus kita harus mengambil keputusan dan melakukan perbuatan-perbuatan yang
sepadan dengan status kita sebagai orang-orang yang dijadikan kudus oleh Allah.
Dalam perkembangan tabiat kita senantiasa harus bergantung pada Tuhan karena
tabiat yang baik tidak menjamin menghasilkan perbuatan yang baik. Karena itu,
diperlukan kuasa dari Tuhan untuk memilih yang benar dan menolak yang salah.

VI. Perkembangan Tabiat Kristen


Di dalam perkembangan tabiat harus ada diskontinuitas(pemutusan) dan
kontinuitas (kelangsungan). Diskontinuitas atau pemutusan berarti jika ada bagian
hidup kita yang kita tidak sesuai dengan kehendak Tuhan harus disesali dan dijauhi.
Kontinuitas berarti jika ada bagian hidup kita yang berakar dalam Allah dan berpusat
pada-NYA harus dihidupkan dan dikembangkan. Dua unsur perkembangan ini
dikandung dalam pengertian tentang tobat yaitu memalingkan diri. Jika manusia
berjalan ke arah yang salah berbalik ke arah yang benar dan sesuai dengan arah Allah.
Tobat berarti suatu perbuatan yang mengubah kehidupan secara fundamental dan
tobat juga berarti tindakan mengasihi dan menerima Tuhan dan tobat juga berarti
mengenai agama dan iman kita bukan hanya moralitas dan kesusilaan. Dengan
bertobat berarti kita percaya kepada Tuhan yang sejati.

1. Kematian Keadaan Lama

Kita harus mengubah diri kita yang berpusat pada diri sendiri serta
membuang unsur-unsur yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Pertumbuhan
tabiat tidak terjadi tanpa perjuangan melawan unsur jahat dalam diri kita. Tabiat
kita dapat diubah, kecenderungan jahat di dalam diri kita dapat dilawan dan
diatasi. Tabiat memang tidak mudah untuk diubah namun jika kita berjuang
bersama kuasa Roh Kudus kita dapat menang. Perjuangan kita baru selesai nanti
waktu tabiat kita disempurnakan oleh Tuhan.

2. Kebangkitan dan Pertumbuhan Keadaan Baru

Istilah “ Kebangkitan dan Pertumbuhan Keadaan Baru” dipakai untuk


menekankan proses terus-menerus dalam perubahan ini. Perubahan yang
dimaksud bukan perbaikan beberapa hal saja, bukan hanya peningkatan kebaikan,
kepandaian,dan pendidikan saja, melainkan dasar dari diri dan tabiat kita diubah
atau diperbaharui. Proses pengudusan berarti perkembangan kepercayaan bahwa
kehendak Allah adalah jalan yang terbaik untuk kita. Kita harus makin
menyerahkan kehidupan kita ke dalam tangan Tuhan. Serta Roh Kudus memenuhi
dan mengubah setiap bagian hidup kita dan kekudusan Kristus makin mewarnai
hidup kita. Pembaharuan kehidupan berarti pertumbuhan diri yang sejati.
Kehidupan Kristen adalah kehidupan yang terus menerus bertumbuh dan
berkembang.

VII. Ciri-Ciri Tabiat Kristen

1. Integritas

Kita memerlukan arah yang tunggal dalam kehidupan agar tidak


disesatkan oleh pengaruh-pengaruh lain. Integritas tidak hanya berarti
kejujuran kepada orang lain, tetapi juga berarti kesungguhan dan kebulatan di
dalam diri sendiri. Terdapat dua macam pengaruh yang dapat menyesatkan
kita jika kita tidak mempunyai integritas. Yang pertama adalah hasrat-hasrat
dan ketakutan-ketakutan pada batin kita. Orang yang tidak disiplin mudah
menyerah kepada perangsang dan hawa nafsu. Karena tidak ada tabiat yang
kuat orang cenderung untuk bereaksi kepada perangsang dan mencari jalan
yang paling gampang. Kita memerlukan ketertiban batin yang mengatur
hasrat-hasrat kita agar sesuai dengan tujuan utama hidup kita. Integritas
berarti kemampuan untuk menolak jalan tergampang agar bisa memilih jalan
yang terbaik.

Pengaruh kedua adalah lingkungan sosial. Dewasa ini banyak orang


hidup di banyak lingkungan sehingga mereka harus menyesuaikan diri
dengan berbagai macam lingkungannya. Contoh pemuda memakai satu
patokan di gereja, patokan lain dalam memilih film yang ditontonnya, pekerja
yang bersikap lemah lembut terhadap majikannya tetapi keras terhadap
istrinya.

Dalam Markus 5:9 saat Kristus menjumpai orang Gerasa yang


kerasukan roh jahat Ia bertanya “Siapa namamu?”, jawabnya “ Namaku
Legion (pasukan) karena kami banyak.” Mereka memiliki bermacam-macam
lingkungan sosial dan menyesuaikan diri dengan macam-macam pengertian
etis sehingga tak heran bahwa banyak orang kehilangan identitasnya.
Integritas bertentangan dengan sikap munafik, yaitu ketidaksesuaian antara
sikap lahiriah yang kelihatan dan sikap batin yang tidak kelihatan. Yesus
mencela orang yang berpura-pura suci, tetapi mulutnya najis ( Mat 6: 1-8,
Mrk 7:1-9).

Kita membutuhkan pusat yang memberi keselarasan kepada


kehidupan kita. Diperlukan keselarasan antara hidup batin dengan perbuatan
lahiriah. Semua kemunafikan harus dihilangkan agar kita dapat mencurahkan
seluruh tenaga pada perbuatan kita dengan sepenuh hati. Dalam Matius 6:24
dikatakan tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Kita harus
berfokus tunggal sehingga segala sesuatu menerima tempat tepat dalam
pandangannya. Kita membutuhkan ketunggalan untuk integrasi dan
kebinekaan dan pengambilan risiko untuk pertumbuhan.

Ketunggalan tabiat tidak menyempitkan kehidupan kita melainkan


memberi pusat dan arah kehidupan. Arah dan pusat kehidupan memberi
kestabilan dalam kehidupan yang sering berubah dan bervariasi agar kita
tetap hidup sesuai dengan kehendak Allah.
2. Pengertian tentang kehendak Allah dan kepekaan kepada apa yang baik

Doa Paulus pada Filipi 1: 9-10 patut menjadi doa bagi pengertian etis
banyak orang: “Dan inilah doaku, semoga kasihmu makin melimpah dalam
pengetahuan yang benar dan dalam segala macam pengertian, sehingga kamu
dapat memilih apa yang baik...”. Dalam doanya Paulus menggunakan dua
kata penting yaitu aisthesis dan dokimazein.

Kata aisthesis dalam etika Yunani berarti apa yang baik dan apa yang
buruk dalam kasus-kasus tertentu. Dalam etika kata aisthesis berarti
kemampuan untuk mengambil keputusan yang tepat dan tidak berat sebelah.
Kata dokimazein memiliki arti memuji, memiliki, menilai, atau mengerti
karena menyelidiki. Kedua kata tersebut menunjukkan suatu penglihatan atau
kepekaan, tentang apa yang baik.

Kepekaan etis hampir mirip dengan kepekaan estetis. Kepekaan estetis


memiliki patokan tetapi tidak terbatas pada penerapan patokan-patokan.
Demikian juga dengan pengertian etis yaitu apa yang baik dalam kasus
tertentu dipengaruhi oleh norma-norma. Penilaian kita tidak terlepas dari
“pengetahuan yang benar” tetapi juga dipengaruhi oleh perspektif kita sebagai
orang yang diselamatkan Kristus.

3. Kebajikan-kebajikan

Dalam theologia Kristen sifat-sifat baik orang Kristen sering diberi


nama “kebajikan”. Dalam Perjanjian Baru ada beberapa daftar kebajikan-
kebajikan orang Kristen. Dalam ucapan Bahagia (Mat 5:1-12) Yesus
menyebutkan tujuh kebajikan yaitu kerendahan hati, kepekaan kepada
kejahatan, kelemahlembutan, kelaparan dan kehausan akan kebenaran,
kemurahan hati, kemurnian hati, dan kedamaian. Rasul Paulus menulis
beberapa daftar kebajikan Kristen misalnya iman, pengharapan, kasih,
kebenaran, keadilan, kerelaan untuk memberitakan Injil, damai sejahtera,
iman, kemurnian hati, pengetahuan, kesabaran, kemurahan hati, pengetahuan,
kesabaran, kemurahan hati, kasih, kejujuran, dan keadilan.

Kebajikan-kebajikan Kristen bukan kumpulan sifat yang berbeda


melainkan merupakan suatu kesatuan. Semuanya berakar dalam kehidupan
yang dipusatkan Tuhan. Semuanya timbul dari persekutuan kita dengan
Tuhan. Semuanya mewarnai hubungan kita dengan Tuhan dan sesama.

Untuk menjelaskan hubungan antara beberapa kebajikan Kristen bisa


dipakai diagram berikut:
I. Kesetiaan Allah menimbulkan Iman dengan unsur-unsur:
A. Kesetiaan
1. Ketaatan kepada Allah
2. Kemurnian hati
3. Kejujuran kepada Allah dan sesama
B. Kepercayaan
1. Kerendahan hati: kelembutan hati, kerelaan untuk
mengampuni, dan kesabaran
2. Kebebasan
3. Kedamaian batin
II. Kebaikan Allah dan perjanjianNya menimbulkan pengharapan dengan
unsur-unsur:
A. Ketabahan: kesabaran dan penguasaan diri
B. Keberanian
C. Sukacita
III. Kasih Allah menimbulkan Kasih dengan unsur-unsur:
A. Kebaikan hati
B. Kemurahan hati
C. Keadilan
D. Sukacita
E. Kedamaian dengan sesama

4. Serupa dengan Kristus

Perjanjian Baru sering berkata bahwa pengikut Yesus harus mengikuti


pola kehidupan Yesus dan hidup serupa dengan Yesus. Menjadi serupa dengan
Yesus tidak berarti meniru setiap perbuatanNya. Meniru setiap perbuatan
Yesus tidak mungkin juga tidak patut. Tidak mungkin karena Yesus memiliki
kuasa yang tidak kita miliki. Tidak patut karena Yesus memiliki pekerjaan atau
misi khusus dan hidup dalam zaman yang berbeda dengan zaman ini.

Arti istilah “mengikut Yesus”:

1. MenaatiNya sebagai Tuhan


Pengikut Yesus harus menyerahkan kehidupan-Nya kepada Yesus
dan menggantungkan diri secara menyeluruh kepadaNya. Pengikut Yesus
mempunyai pusat kehidupan yang berada di luar dunia ini, tidak terikat
oleh dunia melainkan mengikut Kristus saja.

2. Berjalan dalam jalan yang dirintis-Nya


Kita tidak berjalan seorang diri. Yesus berjalan di muka kita dan
bersama-sama dengan kita. Yesus sudah merintis jalan untuk kita dengan
hidup sebagai manusia sejati, disalibkan, dan dibangkitkan. Dia selalu
membimbing kita dan Dia memberikan kita kekuatan untuk mengikutiNya.

3. Menjadi serupa dengan pola kehidupanNya


Yesus sebagai teladan yang menyatakan gaya kehidupan bagi
setiap orang yang percaya kepadaNya. Mengikuti Yesus sebagai teladan
tidak berarti bahwa kita memulai pekerjaan baru yang mirip dengan
pekerjaan Yesus melainkan bahwa kita ikut serta dalam pekerjaanNya.
Mengikut Yesus berarti menjadi senasib denganNya.

Kunci dari pengertian mengikuti Yesus sebagai teladan terletak


dalam istilah penyangkalan diri dan pengosongan diri. Penyangkalan diri
berarti kepatuhan kepada Allah Bapa dan kasih kepada sesama manusia.

Penyangkalan diri berarti kepatuhan kepada Allah Bapa.


Maksudnya menyerahkan kepentingan diri sendiri dan mengutamakan
kepentingan Allah. Kita dimiliki Tuhan maka kita harus hidup untuk Dia,
mati untuk Dia, dan segala tindakan kita harus dikuasai oleh
kebijaksanaanNya dan kehendakNya. Penyangkalan diri berarti kasih dan
pelayanan kepada sesama manusia. Kristus menyatakan dalam
kehidupanNya bahwa kita tidak dapat mengasihi orang lain dengan
sungguh tanpa menyangkal diri. Kasih yang sejati berarti mengutamakan
kepentingan orang lain lebih daripada kepentingan diri sendiri. Kasih sejati
mengandung kerelaan menyerahkan nyawa untuk orang lain seperti
Kristus menyerahkan nyawaNya untuk kita.

Menyangkal diri berhubungan erat dengan memikul salib. Yesus


menyatakan bahwa iman dan kasih mengandung penderitaan. Salib setiap
orang Kristen tidak sama, tetapi setiap orang Kristen dipanggil untuk
mengalami penderitaan dan mengambil resiko. Penyangkalan diri menuju
kepada penggenapan diri kepada hidup yang sejati.

Anda mungkin juga menyukai