Anda di halaman 1dari 6

No.

Bahan Gambar Hasil Pengamatan


Pengamatan
1 Jamur (Fungi) Struktur sel jamur terdapat
conidiophore, septate hypha,
vesicle, conidia, dichotomous
branching.
2 Kapas Kapas memiliki lumen, torsi dan
(Gossypium dinding sel.
Sp)

3 Bawang Merah Terdapat inti sel, cairan, dan


(Allium cepa dinding sel pada struktur lapisan
L) epidermis umbi bawang merah.

4 Tepung Pada pati kentang ada butiran


kentang amilum yang tidak beraturan
(Amylum
Solani)

5 Jamur Pada mucor terdapat


Tempe/Mucor sporangium, spora, sporangiofor
(Rhizopus dan hifa.
Oligosporus)

6 Paramecium Memiliki mikronukleus


aurelia (reproduksi), makronukleus
(konjugasi), cilia, sitoplasma,
dll.
LAPORAN SEMENTARA

Oleh:

Mahdi Mahda Fiqria/20024010134/U2

A. Tabel Pengamatan
B. Pembahasan
1. Jamur/Aspergillus Sp (Fungi)
Jamur atau Fungi adalah sel eukariotik yang tidak memiliki
klorofil, tumbuh sebagai hifa, memiliki dinding sel yang mengandung
kitin, bersifat heterotrof, menyerap nutrien melalui dinding selnya, dan
mengekskresikan enzim ekstraselular ke lingkungan melalui spora,
melakukan reproduksi seksual dan aseksual (Gandjar dkk : 2006). Benang-
benang halus yang tersusun di tubuh jamur disebut dengan hifa. Hifa pada
jamur juga mempunyai pembatas atau sekat antar sel yang disebut dengan
septa. Septa pada jamur mempunyai pori yang cukup besar sehingga
organel sel bisa mengalir dari sel ke sel lainnya.
2. Kapas (Gossypium Sp)
Sel kapas berbentuk memanjang seperti pita. Sel tersebut
memiliki puntiran (torsi) di beberapa bagian, dan tidak memiliki organel-
organel di dalam selnya, sehingga sel kapas merupakan sel mati. Sel
tersebut termasuk jenis sel sklerenkim, yang berfungsi sebagai jaringan
penguat pada tumbuhan. Serat kapas tumbuh menutupi seluruh
permukaan biji kapas. Dalam tiap-tiap buah terdapat 20 biji kapas atau
lebih.
Serat mulai tumbuh pada saat tanaman berbunga dan
merupakan pemanjangan sebuah sel tunggal dari epidermis atau selaput
luar biji. Sel membesar sampai diameter maksimum dan kemudian sel
yang berbentuk silinder tersebut tumbuh mencapai panjang maksimum.
Pada saat itu serat merupakan sel yang sangat panjang dengan dinding
tipis yang menutup protoplasma dan inti. Pada saat yang sama dengan
tumbuhnya serat, tumbuh juga saat serat-serat yang sangat pendek dan
kasar yang disebut linter.
Berat serat kapas sekitar 1/3 berat kapas berbiji. Panjang
serat bervariasi tegantung pada jenis kapas dan varietas kapas. Panjang
serat yang dikembangkan di Indonesia sekitar 26-29mm (Dijenbun : 1997)
3. Bawang Merah (Allium cepa L)
Bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) menurut
sejarah awalnya tanaman ini memiliki hubungan erat dengan bawang
bombay (Allium cepa L.), yaitu merupakan salah satu bentuk tanaman
hasil seleksi yang terjadi secara alami terhadap varian-varian dalam
populasi bawang bombay (Permadi, 1995).
Sel epidermis bawang merah berbentuk seperti kotak-kotak
yang tersusun rapi, walau tidak kotak sempurna. Hal ini dapat terjadi
karena sel tumbuhan memiliki dinding sel di luar membrannya, sehingga
dapat terlihat rapi ketika diamati menggunakan mikroskop. Dapat dilihat
bahwa warna dari sel epidermis bawang merah berwarna keungu-unguan
karena mengandung kloroplas walau tidak selalu mengandung klorofil.
Pada sel bawang merah terdapat organel sel seperti
sitoplasma, dinding sel, dan nukleus. Sitoplasma berfungsi sebagai tempat
berlangsungnya beberapa reaksi kimia sel. Dinding sel berfungsi sebagai
pelindung sel dan memberi bentuk pada sel. Nukleus merupakan bagian
sel yang paling mencolok di antara organel- organel di dalam sel,
berbentuk oval dan merupakan organel terbesar dalam sel. Plastidanya
berupa butir-butir yang mengandung zat warna (ungu).
4. Tepung kentang (Amylum Solani)
Pati merupakan senyawa organik tunggal yang dijumpai
pada tanaman berklorofil, sebagai hasil fotosintesis dimana dapat dijumpai
sebagai simpanan karbohidrat atau bahan cadangan makanan bagi
tumbuhan.
Pada beberapa tempat, kloroplas dapat membentuk butir
pati yang besar sebagai cadangan makanan. Cadangan makanan ini paling
banyak ditemukan pada leukoplast umbi akar, umbi batang, rizoma dan
biji. Amilum dapat diamati dengan mudah karena memiliki warna biru
kehitaman bila diberi pewarna iodium. Butir yang besar menunjukan
lapisan yng mengelilingi sebuah titik ditengah yaitu hilum. Hilum ini bisa
berada ditengah butir pati atau agak ke tepi. Retakan yng sering terlihat
memiliki arah radial dari hilum terjadi akibat dehidrasi butir pati yang
dianggap sebagai stratifikasi kadar air yang ada pada butir pati tersebut.
Posisi, bentuk dan ukuran butir pati ditentukan oleh jenis tumbuhan yang
bersangkutan (Hidayat: 1995).
Amilum terdiri atas bagian lamella (garis pertumbuhan)
yang pertumbuhannya berakhir pada suatu titik pertumbuhan yang disebut
dengan hillum/ hillus. Berdasarkan letak hillusnya, maka amilum
dibedakan atas amilum konsentris (hillus di tengah) dan amilum eksentris
(hillus di tepi).
5. Mucor atau Jamur Tempe (Rhizopus oligosporus)
Mucor hidup secara koloni yang tmbuh cepat dan dicirikan
oleh sporangiofor tinggi, sederhana, tidak bercabang serta tidak memiliki
rizoid basal, sporangia non-apofisat, dan dinding zygosporangial
berpigmen. Koloni biasanya memiliki penampilan yang halus dengan
ketinggian hingga beberapa sentimeter, menyerupai permen kapas, dan
hifa tidak bersepta atau jarang septate. Ciri mikroskopis dari mucor sp
hanya terlihat miselium dan khlamidospora yang berwarna hialin ke abu-
abuan. Fungsi ini bersifat kosmopolit dalam tanah dan sering kali
ditemukan pada kacang-kacangan, biji-bijian, gandum, beras, dan tomat
(Gandjar dkk : 1999)
Ciri-ciri Rhizopus oligosporus yaitu R. oligosporus koloni
berwarna putih abu-abu, dan mencapai tinggi sekitar 1 mm. Sporangiofor
dapat tunggal atau berkelompok hingga 4 (6), berwarna subhialin hingga
kecoklatan, muncul berlawanan arah dengan rhizoid yang sangat pendek,
berdinding halus atau agak kasar, panjang hingga 1000 µm dan
berdiameter 10-18 µm. sporangia berbentuk bulat, berwarna hitam
kecoklatan pada saat matang, dan berdiameter (50) 100-180 µm. kolumela
berbentuk bulat hingga semi bulat dengan bentuk apofise menyerupai
corong. Sporangiaspora berbentuk bulat, elips, atau tidak teratur, memiliki
panjang7-10 (24) mm, membentuk massa berwarna kecoklatan, bila
tunggal berwarna subhialin, dan berdinding halus. Khlamidiospora
banyak, dapat tunggal atau membentuk rantai pendek, tidak berwarna,
mengandung butir-butir granular, terdapat pada daerah hifa dan
sporangiofor, berbentuk bulat elips atau silindris dan berukuran 7-30 µm
atau (2-45) x (7-35) µm. spesies ini memiliki suhu pertumbuhan optimum
30°- 35°C, minimum 12°C, dan maksimum 42°C (Gandjar dkk :2006)

6. Paramecium aurelia
Paramecium berbentuk seperti sandal dengan sedikit
cekungan di salah satu sisinya. Bagian luar tubuh diselimuti oleh cilia
yang berfungsi untuk pergerakan. Dibagian dalamnya terlihat beberapa
organel yaitu nucklus yang berfungsi untuk mengatur kegiatan sel,
vakuola makanan ini berfungsi sebgai proses pencernaan makanan.
Paramecium adalah berukuran sekitar 50-350 ɰm. yang
telah memiliki selubung inti (Eukariot). Paramecium bergerak dengan
menggetarkan silianya, yang bergerak melayang-layang di dalam air. Cara
menangkap makanannya adalah dengan cara menggetarkan rambut
(silianya), maka terjadi aliran air keluar dan masuk mulut sel. Saat itulah
bersamaan dengan air masuk bakteri bahan organik atau hewan uniseluler
lainnya, memiliki vakuola makanan yang berfungsi untuk mencerna dan
mengedarkan makanan, serta vakuola berdenyut yang berguna untuk
mengeluarkan sisa makanan (George, 2006).
Paramecium memiliki bentuk oval, seperti sandal, bulat di
bagian depan atau atas dan menunjuk di belakang atau bawah. Kulitnya
tipis dan elastis. Adapun yang menutupi kulit tipis adalah rambut-rambut
kecil banyak, yang disebut silia. Lubang bagian belakang disebut pori
anal. Pada bagian luar Paramecium ditemukan vakuola kontraktil dan
kanal. Dan bagian dalam Paramecium terdapat sitoplasma, trichocysts,
kerongkongan, vakuola makanan, makronukleus dan mikronukleus itu
sendiri (Rohmimohtarto: 2007)
C. Daftar Pustaka
1. Gandjar, Indrawati dan Sjamsuridzal, Wellyzar. 2006. Mikologi : dasar dan
terapan. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia
2. Campbell, N.A., J.B. Reece. 2008. Biologi, Edisi ke-8. Jakarta. Penerbit
Erlangga.
3. Basuki RS. 2014. Identifikasi permasalahan dan analisis usahatani bawang
merah di Dataran Tinggi Pada Musim Hujan di Kabupaten Majalengka. J Hort
24(3).
4. Marlitasari E, Sulistyowati L, Kusuma RR. 2016. Hubungan ketebalan lapisan
epidermis daun terhadap infeksi jamur Alternaria porri penyebab penyakit bercak
ungu pada empat varietas bawang merah. J HPT 4(1).
5. Hidayat, E.B., 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Bandung : Penerbit ITB
6. Romimohtarto, K & Sri Juwana. (2007). Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan
tentang Biota Laut. Jakarta: Djambata

Anda mungkin juga menyukai