Analisis Novel Siti Nurbaya
Analisis Novel Siti Nurbaya
“Sitti Nurbaya”
Karya : Marah Rusli
sekolahnya ke Jakarta bersama Zainularifin dan Bahtiar. Di sekolah itu, Samsulbahri satu
Untuk itu ia mempunyai banyak kaki tangan, antara lain ialah pendekar
semua pohon kelapanya sudah tidak berbuah lagi. Kebun kelapanya itu
dan tidak sudi, tetapi ketika ayahnya hendak digiring akan dimasukan
kepada Samsulbahri.
pertemuan di malam hari. Kedua nya yang saling melepas rindu itu,
oleh Datuk Maringgih beserta Kaki tangannya. Karena tak tahan akan
rindunnya, Samsulbahri dan Sitti Nurbaya pun berciuman. Pada saat itu
sebilah keris.
diam Samsulbahri pun pergi ke Teluk Bayur untuk naik kapal menuju
Jakarta. Pada pagi harinya, ributlah Sitti Maryam mencari anaknya itu.
mau mengakui suaminya lagi. Dengan rasa geram hati dan dendam,
antara lain ialah untuk menjaga keselamatan atas dirinya, Sitti Nurbaya
Ali yang telah berhenti ikut Sutan Mahmud Syah sejak pengusiran diri
atas Samsulbahri tersebut. Kepada Samsulbahri pun ia memberitahukan
dengan Pak Ali ke Teluk Bayur untuk segera naik kapal menuju Jakarta.
Pendekar Tiga dan Pendekar Lima. Setelah Sitti Nurbaya dan Pak Ali
Setelah itu, Pendekar Lima pun menaiki kapal tersebut dan mencari
kejadian itu, Pak Ali pun bertindak, tetapi ia pun mendapatkan pukulan
itu terdengar oleh semua orang yang berada dalam kapal, lebih-lebih
Ali, tentang peristiwa yang menimpa diri Sitti Nurbaya itu. Dengan di
antar Kaptan kapal dan Pak Ali, pergilah Samsulbahri ke kamar Sitti
kepada mereka bahwa kedatangan mencari Sitti Nurbaya itu ialah atas
ada seorang wanita bernama Sitti Nurbaya yang yelah melarikan diri
Mendengar hal itu, mengertilah Samsulbahri bahwa hal itu ialah tidak
lain akal busuk Datuk Maringgih. Ia pun minta kepada polisi itu agar hal
Dengan senang hati, kabar itu pun di terima oleh Sitti Nurbaya. Ia pun
namun permintaan itu tidak dikabulkan. Maka pada hari yang telah
Nurbaya pergi membeli kue yang dijagakan oleh Pendekar Empat, yaitu
untuk Sitti Nurbaya itu telah berisi racun. Setelah penjaga kue itu pergi,
Sitti Nurbaya pun makan kue yang baru saja dibelinya. Setelah makan
mendadak Sitti Nurbaya pun meninggal. Mendengar dan melihat hal itu,
Baginda Sulaeman.
Sebelum hal itu dilakukannya, ia menulis surat kepada guru dan teman-
dari Padang telah bunuh diri itu tersiar kemana-mana melalui surat
kabar. Kabar itu pun sampai di Padang dan di dengar oleh Sutan
kepada yang berwajib agar berita mengenai dirinya yang masih hidup
Gunung Padang.
Letnan Mas dengan Datuk Maringgih yang termasuk sebagai salah satu
bahwa ia tak lama lagi hidup di dunia ini, maka Letnan Mas minta
Padang yang bernama Sutan Mahmud Syah, karena ada hal penting
maka Letnan Mas pun berkata padanya bahwa Samsul bahri masih
bahwa yang baru saja meninggal itu adalah anaknya sendiri, yaitu
jenazah Letnan Mas atau Samsulbahri itu diantara makam Sitti Maryam,
Syah
Pendekatan Pragmatik
butir kedamaian, ketentraman, kasih sayang dan cinta. Tak ada orang-
orang yang mempunyai sifat jahat dan berhati kelicikan, yang dapat
orang yang sedang menjalin ikatan kasih sayang dan cinta. Namun Kita
harus percaya, orang-orang yang memiliki sifat jahat dan hati yang licik
itu, akan menerima akibat yang telah diperbuat olehnya dan pada
kini janji cinta itu, hanyalah sebuah khayalan, setelah tokoh yang
Nurbaya menolak dan tidak mau, tetapi karena ia tidak tega melihat
istrinya. Namun isi akhir segala novel ini ialah akhir dalam hidup
dan Sitti nurbaya bisa dijadikan contoh atau panduan hidup untuk kita.
lemah. Begitu juga dengan tokoh Sitti Nurbaya yang memiliki sifat baik
hati, sopan, cerdas dan cantik, selain itu kita bisa lihat bagaimana
keputusan yang diambil olehnya, untuk rela dan ikhlas menjadi istri si
sifat yang sangat buruk sekali, Padahal usianya yang sudah lanjut usia
atau bisa di bilang kakek-kakek. kita bisa lihat dengan sifat yang jahat
dan licik itu, ia dapat merugikan orang lain, bahkan dirinya sendiri,
sesamanya.
dari novelnya yang berjudul ‘’Sitti Nurbaya’’ (Kasih Tak Sampai) yang
orang tuanya”.
“Bila asmara melanda jiwa seseorang, maka luasnya samudera
terhingga”.