Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH PERBANDINGAN SISTEM PENDIDIKAN NEGARA

INDONESIA, MALAYSIA DAN KOREA SELATAN

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG


Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari kualitas sumber daya manusianya. Bangsa yang
cerdas adalah bangsa yang mampu untuk menggunakan semua sumber daya yang dimiliki oleh
bangsa tersebut. Salah satu hal yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan pendidikan dari
semua sumber daya manusianya. Tak dapat dielakkan lagi, pendidikan merupakan salah satu
aspek yang memegang peranan penting bagi kehidupan manusia. Terlebih, pendidikan
merupakan salah satu pilar pernting bagi peradaban sebuah bangsa. Pendidikan dan kemajuan
bangsa bagaikan dua sisi mata uang. Keberadaannya saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan.
Karena itulah, kemajuan sebuah bangsa, sejatinya tidak pernah lepas dari peranan pendidikan.
Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh setiap
Negara di dunia. Sudah menjadi suatu rahasia umum bahwa maju tidaknya suatu negara di
pengaruhi oleh factor pendidikan. Begitu pentingnya pendidikan, sehingga suatu bangsa dapat
diukur apakah bangsa itu maju atau mundur, karna seperti kita ketahui bahwa suatu pendidikan
tentunya akan mencetak sumber daya manusia yang berkualitas baik dari segi spiritual,
intelegensi dan skill, dan pendidikan merupakan proses mencetak generasi penerus bangsa.
Apabila output dari proses pendidikan ini gagal maka sulit dibayangkan bagaimana dapat
mencapai kemajuan. Bagi suatu bangsa yang ingin maju, pendidikan harus dipandang sebagai
sebuah kebutuhan sama halnya dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Maka tentunya mutu
pendidikan juga berpengaruh tehadap perkembangan suatu bangsa.
Begitu pentingnya pendidikan untuk kemajuan sebuah bangsa, tahun 1972 The
International Comission for Education Development dari Unesco sudah mengingatkan bangsa-
bangsa, jika ingin membangun dan berusaha memperbaiki keadaan sebuah bangsa, harus
dimulai dengan pendidikan sebab pendidikan adalah kunci. Tanpa kunci itu segala usaha akan
sia-sia. Kesadaran akan pentingnya pendidikan inilah yang membuat Negara-negara maju
memberi prioritas tinggi akan pendidikan, mengadakan modernnisasi dan penyempurnaan
lembaga-lembaga pendidikan, tidak segan-segan mengadakan pembauran, termasuk
meningkatkan anggaran pendidikan secara progrsif.
Apa yang dibutuhkan warga dari sebuah system pendidikan? Bagi orang awam sekalipun
pasti tahu bahwa yang dibutuhkan adalah setidaknya kurikulum yang baik, pengajar yang enak,
fasilitas memadai, dan biaya murah. jika bisa. Lalu selebihnya mungkin adalah lingkungan yang
kondusif, daya saing yang tinggi, serta segala aspek lain yang ada di luar ruang sekolah.
Untuk itulah diperlukan suatu kajian yang dapat dijadikan sebagai salah satu gambaran
arah konsep dan kebijakan pendidikan yang baik. Salah satu caranya adalah dengan komparasi
pendidikan di Indonesia dengan pendidikan di negara yang mutu pendidikannya lebih baik.
Dalam makalah ini penulis memcoba membahas tentang gambaran umum pendidikan di
Negara Malaysia dan Korea Selatan. Penulis tertarik untuk mengkaji kedua Negara tersebut
karena memiliki kemampuan yang begitu pesat dalam dunia pendidikan. Negara Malaysia
merupakan salah satu Negara baru yang memegang perekonomian Asia. Begitu pula dengan
pendidikan Malaysia, tergolong lebih unggul beberapa tingkatan daripada Indonesia. Untuk itu,
sudah selayaknya kita mempelajari sistem kenegaraan Malaysia, terutama sistem pendidikannya.
Karena kita sebagai seorang pendidik, sang pemegang revolution umat manusia khususnya
bangsa Indonesia, bertanggung jawab atas kemajuan pendidikan Indonesia dengan kualitas yang
tinggi. Sementara Negara Korea Selatan memiliki kemajuan yang begitu pesat dalam sektor
industri, khususnya industri otomotif dan elektronik. Kemajuan ini tidak terlepas dari kemajuan
pendidikan di Negara ini, terutama dalam penguasaan teknologi industri. Untuk itu, perlu
mempelajari keadaan pendidikan Negara lain sebagai perbandingan dan masukan dalam
mewujudkan pendidikan yang berkualitas.

B.     RUMUSAN MASALAH


Dari latar belakang di atas yang menjadi rumusan masalah pada makalah ini adalah :
1.      Apakah tujuan diadakannya perbandingan pendidikan?
2.      Bagaimana filosofi dan tujuan pendidikan di Malaysia dan Korea Selatan dibandingkan dengan
filosofi dan tujuan pendidikan di Indonesia?
3.      Bagaimana struktur system pendidikan di Malaysia dan Korea Selatan dibandingkan dengan
struktur system pendidikan di Indonesia?
4.      Bagaimana manajemen/pengelolaan pendidikan secara umum di Malaysia dan Korea Selatan
dibandingkan dengan manajemen pendidikan secara umum di Indonesia?
5.      Bagaimana Perbandingan sistem pendidikan di Indonesia, Malaysia dan Korea Selatan ditinjau
dari berbagai aspek?

C.    TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini sebagai berikut:
1.      Menjelaskan dan menguraikan tujuan diadakannya perbandingan pendidikan.
2.      Menjelaskan dan menguraikan filosofi dan tujuan pendidikan di Malaysia dan Korea Selatan
dibandingkan dengan Indonesia.
3.      Menjelaskan dan menguraikan struktur sistem pendidikan di Malaysia dan Korea Selatan
dibandingkan dengan Indonesia.
4.      Menjelaskan dan menguraikan manajemen/pengelolaan pendidikan secara umum di Malaysia
dan Korea Selatan dibandingkan dengan system pendidikan secara umum di Indonesia.
5.      Menjelaskan dan menguraikan Perbandingan sistem pendidikan di Indonesia, Malaysia dan
Korea Selatan ditinjau dari berbagai aspek.

 D.    MANFAAT
Penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat yaitu memberikan wawasan
dan masukan yang positif bagi mahasiswa dan guru tenaga kependidikan dalam upaya
meningkatkan kualitas pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN DAN TUJUAN PERBANDINGAN PENDIDIKAN


Menurut Carter V.Good (dalam mymuslim-muslimat.com : 2011) definisi perbandingan
pendidikan adalah: lapangan studi yang mempunyai tugas untuk mengadakan perbandingan teori
dan praktek pendidikan sebagaimana terdapat pada berbagai negara pendidikan di luar negeri
sendiri. Definisi ini menunjuk aspek operasional dari pendidikan yang terdapat di suatu negara
atau masyarakat. Didalam mempelajari system pendidikan suatu negara secara perbandingan,
tidak boleh tidak mesti memperhatikan dimensi waktu, mempelajari latar belakang atau faktor
yang lain.
Menurut pengertian dasar perbandingan pendidikan adalah berarti menganalisa dua hal
atau lebih untuk mencari kesamaan–kesamaan dan perbedaan–perbedaannya. Dengan demikian
maka studi perbandingan pendidikan ini adalah mengandung pengertian sebagai usaha
menganalisa dan mempelajari secara mendalam dua hal atau aspek dari system pendidikan,
untuk mencari dan menemukan kesamaan–kesamaan dan perbedaan–perbedaan yang ada dari
kedua hal tersebut.
Perbandingan pendidikan merupakan terjemahan dari istilah“Comparative Education”.
Sementara ahli yang lain, mengalihkan istilah tersebut kedalam bahasa Indonesia. Dengan
menggunakan istilah pendidikan perbandingan. Namun pada dasarnya berbagai istilah yang
digunakan mempunyai pengertian yang sama, yaitu sebagai studi komparatif (studi
perbandingan) tentang pendidikan. Atau bisa juga disebut dengan studi tentang pendidikan yang
menggunakan pendekatan dan metode perbandingan.
Tujuan perbandingan pendidikan ialah untuk mengetahui perbedaan-perbedaan kekuatan
apa saja yang melahirkan bentuk-bentuk sistem pendidikan yang berbeda-beda di dunia ini.
Dengan kata lain, pada sebuah negara, misalnya kekuatan keagamaan merupakan faktor
pendorong utama dan menjadi dasar pembentukan sistem pendidikan,sementara di negara lain
faktor sosial merupakan landasan berpijak suatu sistem pendidikan. Ada kemungkinan sebuah
negara memformulasikan sistem pendidikannya dengan meletakkan pertimbangan utamanya
sosial ekonomi, sosial demografis,dan sosial budaya.
Sejalan dengan Kendal, Nicholas Hans merumuskan bahwa tujuan perbandingan
pendidikan ialah untuk mengetahui prinsip-prinsip apa sesungguhnya yang mendasari
pengaturan perkembangan sistem pendidikan nasional.
Pendapat yang lebih umum mengikuti pola perumusan yang dilakukan dalam bidang
sosiologi, bahwa tujuan perbandingan pendidikan adalah untuk memperoleh morfologi
pendidikan, yaitu suatu gambaran dan klasifikasi global mengenai berbagai bentuk
pendidikan;untuk mengetahui hubungan dan interaksi antara elemen-elemen dalam pendidikan
dan hubungan antara pendidikan dan masyarakat;dan untuk membendakan perubahan-perubahan
yang fundamental dalam pendidikan dan hal-hal yang tetap dipertahankan, serta menghubungkan
keduanya dengan nilai-nilai filosofis yang diyakini. 
B.     SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA
1.      Filosofi dan tujuan pendidikan
1)      Filosofi Pendidikan
Indonesia merupakan negara kepulauan yang berbentuk Republik, terletak di kawasan
Asia Tenggara. Indonesia memiliki lebih kurang 17.000 buah pulau dengan luas daratan
1.922.570 km2 dan luas perairan 3.257.483 km2. Berdasarkan posisi geografisnya, negara
Indonesia memiliki batas-batas: Utara - Negara Malaysia, Singapura, Filipina, Laut Cina Selatan.
Selatan - Negara Australia, Samudera Hindia. Barat - Samudera Hindia. Timur - Negara Papua
Nugini, Timor Leste, Samudera Pasifik. Indonesia adalah negara demokratis berasaskan
keyakinan, bahwa satu lembaga politik harus menjamin adanya kebebasan dan persamaan, di
samping menjujung tinggi kekuasaan hukum dan sistem perwakilan rakyat dalam parlemen.
Maka tugas pokok negara dan pemerintahan di dalam demokrasi ialah: a) melindungi bangsa dan
negara terhadap agresi dari luar dan pengrorongan dari dalam yang merusak kesatuan dan
persatuan: b) Menegakkan kekuatan hukum dan menjamin keadilan, serta c) Melaksanakan
segenap konvensi dan peraturan, agar tercapai ketenangan, ketenteraman, kedamaian dan
kesejateraan di dalam negeri, sebab hukum merupakan kekuatan pokok guna menegakkan
ketertiban. Maka membimbing rakyat itu harus diartikan sebagai mendidik semua warga
mayarakat, anak, orang dewasa dan orang lanjut usia, supaya: bisa berkembang dengan bebas
dan maksimal, dan mampu melakukan realisai-diri, bekerja dan hidup sejahtera.
Pancasila sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan di Indonesia ditegaskan dalam
TAP MPR RI No. 11/MPR/1988 bahwa dasar pendidikan adalah Pancasila.juga ditegaskan
dalam UUSPN No.20 Tahun 2003, bahwa pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD
1945. Pendidikan yang diselenggarakan atas dasr falsafah hidup bangsa dikenal
sebagai pendidikan nasional.
 2)      Tujuan Pendidikan
Salah satu tugas Pemerintah bekerja sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia
adalah menyusun undang-undang pendidikan, dan sebagai hasilnya adalah Undang-undang
Sisdiknas no 20 tahun 2003. Berdasarkan Undang-undang no 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas,
Pendidikan nasional berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
2.      Struktur Sistem Pendidikan
Menurut Undang-undang no 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pada bab VI pasa 16
disebutkan bahwa jenjang pendidikan formal di Indonesia meliputi tiga jenjang, yaitu:
pendidikan Dasar, pendidikan Menengah, dan pendidikan Tinggi.
a.       Pendidikan Dasar.
Pendidikandasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
Pemerintah menetapkan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, dan setiap warga negara yang
berusia 7 (tujuh) tahun wajib mengikuti belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa dipungut
biaya. Pendidikan dasar berbentuk: Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau
bentuk lain yang Sederajat selama 6 tahun; dan sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah
Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat selama 3 tahun.
b.      Pendidikan Menengah.
Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas:
Pendidikan menengah umum, berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah
(MA), atau bentuk lain yang sederajat; dan Pendidikan menengah kejuruan, berbentuk Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) atau Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang
sederajat, selama 3 tahun.
c.       PendidikanTinggi.
Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup
program pendidikan diploma (2-4 tahun); sarjana (4 tahun atau lebih); magister, spesialis, dan
doktor (2 tahun atau lebih); yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Perguruan tinggi dapat
berbentuk: Akademi, Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut,atauUniversitas. Perguruan tinggi
berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan atau vokasi.
3.      Manajemen Pendidikan
1)      Kurikulum
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, di Indonesia telah menerapkan enam kali
perubahan kurikulum, yaitu kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 2004,
dan yang sekarang berlaku yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang
dikeluarkan pemerintah melalui Permen Dinas Nomor 22 tentang standar isi, Permen Nomor 23
tentang standar lulusan, dan Permen Nomor 24 tentang pelaksanaan permen tersebut, tahun
2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan revisi dan pengembangan dari
kurikulum Berbasis Kompetensi, atau kurikulum 2004. KTSP lahir karena dianggap KBK masih
sarat dengan beban belajar dari pemerintah pusat, dalam hal ini Depdiknas masih dipandang
terlalu intervensi dalam pengembangan kurikulum. Oleh karena itu, dalam KTSP bahan belajar
siswa sedikit berkurang dan tingkat satuan pendidikan (sekolah, guru dan komite sekolah)
diberikan kewenangan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi yang ada di
lingkungannya. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan bentuk implimentasi
dari UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang dijabarkan ke dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan
Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar
nasional pendidikan, yaitu: (1) Standar Isi, (2) Standar Proses, (3) Standar Kompetensi Lulusan,
(4) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, (5) Standar Sarana dan Prasarna, (6) Standar
Pengelolaan, (7) Standar Pembiayaan, dan (8) Standar Penilaian PendidikanBerdasarkan
Peraturan Pemerintah no 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
 2)      Kualifikasi guru
Berdasarkan Peraturan Pemerintah no 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, pada pasal 28, bahwa Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi
sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yang dibuktikan dengan ijazah/sertifikat keahlian yang
relevan, yang dikeluarkan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang
terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah. Jenis pendidikan guru yaitu Pendidikan Profesi
Guru (PPG) yang diselenggarakan oleh LPTK yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah,
dengan kualifikasi akademik: (1) Pendidik pada jenjang Pendidikan Dasar minimum D-IV atau
S1 pendidikan dasar. (2) Pendidikpada jenjang Pendidikan Menengah minimum D-IV atau S1
pendidikan menengah. (3) Pendidik pada jenjang Pendidikan Tinggi minimum: S1 untuk
program Diploma, S2 untuk program sarjana, dan S3 untuk program magister dan program
doktor.
 3)      Sistem Penilaian
Pada awal kemerdekaan sampai sekitar tahun 70-an, Indonesia menggunakan konsep
ujian negara. Pada tahun 80-an, diubahlah menjadi ujian sekolah. Dan pada tahun 90-an, konsep
ujian negara dan ujian sekolah digabungkan menjadi Ebtanas (Evaluasi Belajar Tahap Akhir
Nasional). Terakhir, kebijakan itu menjadi Ujian Akhir Sekolah (UAS) untuk SD, dan Ujian
Akhir Nasional (UAN) untuk SMP, SMA, SMK, dan atau yang sederajat.
 4)      Sistem pengelolaan pendidikan
Pengelolaan pendidikan di Indonesia merupakan tanggung jawab pemerintah
pusat melalui Menteri Pendidikan Nasional, pemerintah Daerah Provinsi, dan pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota. Ketentuan yang menyangkut pendidikan diatur dalam UU RI No.20 TH 2003
(Sisdiknas ). Ditinjau dari Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pasal 1
ayat (1) yaitu; Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan darinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan peserta didik adalah anggota
masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang
tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Oleh karena itu pendidikan dapat diterima dan
dihayati sebagai kekayaan yang sangat berharga dan benar-benar produktif. Pelaksanaan
desentralisasi pendidikan nasional di Indonesia memberikan keluasan kepada pemerintah daerah
dan partisipasi masyarakat utuk turut bertanggung jawab atas kualitas pendidikan di
IndonesiaPengelolaan pendidikan di Indonesia merupakan tanggungjawab pemerintah
pusat melalui Menteri Pendidikan Nasional, pemerintah Daerah Provinsi, dan pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota. Ketentuan yang menyangkut pendidikan diatur dalam UU RI No.20 TH 2003
(Sisdiknas ). Ditinjau dari Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pasal 1
ayat (1) yaitu; Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan darinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan peserta didik adalah anggota
masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang
tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Oleh karena itu pendidikan dapat diterima dan
dihayati sebagai kekayaan yang sangat berharga dan benar-benar produktif. Pelaksanaan
desentralisasi pendidikan nasional di Indonesia memberikan keluasan kepada pemerintah daerah
dan partisipasi masyarakat utuk turut bertanggung jawab atas kualitas pendidikan di Indonesia
 5)      Pendanaan
Dalam UU Nomor 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa setiap
warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Untuk
memenuhi hak warga negara, pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memberikan
layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap
warga negara tanpa diskriminasi. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib menjamin
tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh
sampai dengan lima belas tahun. Untuk mengejar ketertinggalan dunia pendidikan baik dari segi
mutu dan alokasi anggaran pendidikan dibandingkan dengan negara lain, UUD 1945
mengamanatkan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan
dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor
pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Sesuai dengan
putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-VI I 2008, pemerintah harus menyediakan
anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Anggaran pendidikan adalah alokasi anggaran
pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui kementerian negara/lembaga dan alokasi
anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, termasuk gaji pendidik, namun tidak termasuk
anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi
tanggung jawab pemerintah. Sedangkan pengalokasian anggaran pendidikan meliputi alokasi
yang melalui beIanja pemerintah pusat dan melalui transfer ke daerah. Sementara untuk yang
melalui anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah adalah DBH Pendidikan, DAK
Pendidikan, DAU Pendidikan, Dana Tambahan DAU, dan Dana Otonomi Khusus Pendidikan.
 
C.    SISTEM PENDIDIKAN DI MALAYSIA
1.      Filosofi dan tujuan pendidikan
1)      Filosofi Pendidikan
Malaysia merupakan sebuah Negara federasi persekutuan di Asia Tenggara yang terdiri
dari tiga belas negeri dan tiga wilayah persekutuan dengan luas wilayah 329,847. Malaysia
terbagi menjadi dua kawasan yang mengapit Laut China Selatan, yaitu Semenanjung Malaysia
dan Borneo Malaysia (juga Malaysia Barat dan Timur). Malaysia berbatasan daratan dengan
NegaraThailand, Indonesia, dan Brunei dan berbatasan laut dengan Negara Singapura dan
Filipina. Ibu negara Malaysia ialah Kuala Lumpur, dengan menjadikan Putrajaya sebagai pusat
kerajaan persekutuan. Negara Malaysia dikepalai oleh Yang di Pertuan Agung dan pemerintahan
dikepalai oleh perdana menteri. Adapun sistem pemerintahannya mirip dengan sistem
parlementer Westminster. Pada tahun 2009, Malaysia diduduki oleh 28 juta orang.
Malaysia terletak berdekatan dengan khatulistiwa dan beriklim tropika, serta mempunyai
berbagai ragam flora dan fauna, sehingga menjadi salah satu daripada 17 negara megadiversiti.
Malaysia terletak di Tanjung Piai, titik paling selatan di seluruh tanah besar Eurasia. Malaysia
ialah salah satu negara perintis Persatuan Negara-negara Asia Tenggara dan Pertubuhan
Persidangan Islam, dan juga anggota Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik, Negara-negara
Commonwealth.
Falsafah Pendidikan Negara (FPN) Malaysia telah disusun berdasarkan dokumen-
dokumen dasar dan ideologi negara. Rukun Negara adalah ideologi nasional Malaysia yang 
dibentuk pada tanggal 31 Agustus 1970 oleh Dewan Gerakan Negara yaitu setahun setelah
terjadinya tragedi 13 Mei 1969 yang menghancurkan persatuan dan ketentraman Negara. Kini
FPN dikenal sebagai Filsafat Pendidikan Kebangsaan (FPK). FPK yang dinyatakan berikut akan
menentukan arah haluan, dasar dan sumber inspirasi kepada semua usaha dan rencana dalam
bidang pendidikan. Dari sudut sejarah, filsafat pendidikan negara lahir dari proses yang agak
panjang yaitu satu proses pembangunan bangsa dan negara Malaysia sejak merdeka lagi.
Adapun falsafah pendidikan Malaysia adalah falsafah kebangsaan berbunyi sebagai mana
berikut: Pendidikan di Malaysia adalah suatu usaha berkelanjutan ke arah mengembangkan
potensi individu secara menyeluruh  dan terpadu untuk mewujudkan insan yang seimbang
dan  harmonis dari segi intelek, rohani, emosi, dan jasmani berdasarkan kepercayaan dan
kepatuhan kepada Tuhan. Usaha ini adalah untuk melahirkan rakyat Malaysia yang
berilmu pengetahuan, terampil, berakhlak mulia, bertanggung jawab, dan mampu memimpin
rakyatnya mencapai kesejahteraandiri dan memberi kontribusi terhadap keharmonisan
dan  kemakmuran keluarga, masyarakat, dan Negara.
Filsafat Pendidikan Kebangsaan bersifat eklektisisme, yaitu gabungan antara filsafat
tradisional dan filsafat progresif. Filsafat pendidikan negara mencakup filsafat aliran
epistemologi, metafisika dan aksiologi yang juga secara langsung meliputi filsafat dealisme,
realisme, perenilaisme, progresivisme dan eksistensialisme
Filsafat Pendidikan Kebangsaan disusun dari usaha berpikir yang rasional dan kritis,
berlandaskan dari ideologi negara sebagaimana yang telah dimanifestasikan dalam Laporan dan
Kebijakan Pendidikan, termasuk Rukun Negara. Filsafat Pendidikan Kebangsaan ini mengambil
inspirasi dari proses pembangunan bangsa dan negara yang agak panjang. Apa yang digariskan
dalam filsafat ini juga sangat berkaitan dengan perkembangan dunia Islam dan pembangunan
negara Malaysia
Filsafat Pendidikan Kebangsaan menitik beratkan istilah, pemikiran dan prinsip terkait
dengan bidang pendidikan di negara kita. Dengan kata lain, ia menggabungkan tujuan, dasar-
dasar dan praktek-praktek pendidikan sebagai satu entitas keseluruhan yang tekal, jelas dan logis.
2)      Tujuan Pendidikan
Di Malaysia, dasar pendidikan memiliki peranan yang amat penting dalam menentukan
arah sistem pendidikan negara yang mana dasar ini dikenal sebagai 'Kebijakan Pendidikan
Nasional'. Dasar Pendidikan Nasional mulai dilaksanakan di negara ini dalam tahun 1957.
Umumnya, ada 3 tujuan utama yang terkandung dalam dasar pendidikan nasional Malaysia,
yaitu:
a.       Tujuan dasar pendidikan diselenggarakan adalah untuk menciptakan sistem pendidikan yang
dapat memenuhi kebutuhan negara dan mendorong perkembangan kebudayaan, sosial, ekonomi
dan politik.
b.      Untuk menghasilkan siswa yang berdisiplin serta mematuhi dan menghormati kedua orang tua
mereka di mana prinsip ini sejalan dengan dasar dan kebijakan pendidikan untuk mengadakan
proses pengajaran dan pembelajaran yang efisien dan efisien dengan kebutuhan untuk
menghindari pengeluaran publik yang tidak tersusun.
c.       Untuk memastikan agar kebijakan ini dapat dilaksanakan dengan efisien khususnya dalam
menentukan perkembangan sistem pendidikan yang progresif dan bahasa nasional dijadikan
sebagai bahasa pengantar yang utama.

2.      Struktur Sistem Pendidikan


Sebagian besar anak-anak Malaysia mulai bersekolah pada usia tiga sampai enam tahun,
di Taman Kanak-Kanak. Sebagian besar taman kanak-kanak dijalankan pihak swasta, tetapi ada
sedikit taman kanak-kanak yang dijalankan pemerintah.
Anak-anak mulai bersekolah dasar pada usia tujuh tahun selama enam tahun ke muka.
Terdapat dua jenis utama sekolah dasar yang dijalankan atau berbantuan pemerintah. Sekolah
berbahasa asli (Sekolah Jenis Kebangsaan) menggunakan bahasa Tionghoa ataubahasa Tamil
sebagai bahasa pengantar. Sebelum melanjutkan ke tahap pendidikan sekunder, siswa-siswi di
kelas 6 dipersyaratkan untuk mengikuti Ujian Prestasi Sekolah Dasar (Ujian Pencapaian Sekolah
Rendah, UPSR). Sebuah program yang disebut Penilaian Tahap Satu, PTS digunakan untuk
mengukur kemampuan siswa-siswi yang cerdas, dan memungkinkan mereka naik dari kelas 3 ke
kelas 5, meloncati kelas 4. Tetapi, program ini dihapus pada 2001.
Pendidikan tahap dua di Malaysia dilaksanakan di dalam Sekolah Menengah Kebangsaan
(setara SMP+SMA di Indonesia) selama lima tahun. Sekolah Menengah Kebangsaan
menggunakan bahasa Malaysia sebagai bahasa pengantar. Khusus mata pelajaran Matematika
dan Sains juga bahasa non-Melayu, ini berlaku mulai tahun 2003, dan sebelum itu semua
pelajaran non-bahasa diajarkan di dalam bahasa Malaysia. Di akhir Form Three, yaitu kelas tiga,
siswa-siswi diuji di dalam Penilaian Menengah Rendah, PMR. Di kelas lima pendidikan tahap
dua (Form Five), siswa-siswi mengikuti ujian Ijazah Pendidikan Malaysia (Sijil Pelajaran
Malaysia, SPM), yang setara dengan bekas British Ordinary pada tahapan 'O'. Sekolah tertua di
Malaysia adalah Penang Free School, juga sekolah tertua di Asia Tenggara.
Pendidikan tahap dua nasional Malaysia dibagi ke dalam beberapa jenis, yaitu National
Secondary School (Sekolah Menengah Kebangsaan), Religious Secondary School (Sekolah
Menengah Agama), National-Type Secondary School (Sekolah Menengah Jenis Kebangsaan)
yang juga disebut Mission School (Sekolah Dakwah), Technical School (Sekolah Menengah
Teknik), Sekolah Berasrama Penuh, dan MARA Junior Science College (Maktab Rendah Sains
MARA).
Juga terdapat 60 Chinese Independent High School di Malaysia, yang sebagian besar di
antaranya berbahasa pengantar bahasa Tionghoa. Chinese Independent High School dipantau dan
distandardisasi oleh United Chinese School Committees' Association of Malaysia (UCSCAM,
lebih lazim disebut di dalam bahasa Tionghoa, Dong Zong 董总), tetapi, tidak seperti sekolah
pemerintah, tiap-tiap sekolah independen bebas menentukan keputusan. Belajar di sekolah
independen memerlukan waktu 6 tahun untuk tamat, terbagi ke dalam Tahap Junior (3 tahun)
dan Tahap Senior (3 tahun). Siswa-siswi akan mengikuti uji standardisasi yang diadakan oleh
UCSCAM, yang dikenal sebagai Unified Examination Certificate (UEC) (Ijazah Pengujian
Bersama) di Menengah Junior 3 (setara Penilaian Menengah Rendah) dan Menengah Senior 3
(setara tahap A). Sejumlah sekolah independen mengadakan kelas-kelas berbahasa Malaysia dan
berbahasa Inggris selain berbahasa Tionghoa, memungkinkan siswa-siswi mengikuti Penilaian
Menengah Rendah dan Sijil Pelajaran Malaysia juga.
Sebelum perkenalan sistem matrikulasi, siswa-siswi yang hendak memasuki universitas
publik harus menyelesaikan 18 bulan tambahan sekolah sekunder di Form Six (kelas 6) dan
mengikuti Sijil Tinggi Persekolahan Malaysia, STPM; yang setara British Advanced atau tahap
'A'. Karena perkenalan program matrikulasi sebagai alternatif bagi STPM pada 1999, siswa-siswi
yang menamatkan program 12 bulan di perkuliahan matrikulasi (kolej matrikulasi di dalam
bahasa Malaysia) dapat mendaftar di universitas lokal. Tetapi, di dalam sistem matrikulasi,
hanya 10% dari bangku yang tersedia bagi siswa-siswi non-Bumiputra dan sisanya untuk siswa-
siswi Bumiputra.
Terdapat universitas publik seperti Universitas Malaya, Universitas Sains Malaysia,
Universitas Putra Malaysia Universitas Teknologi Malaysia, Universitas Teknologi Mara, dan
Universitas Kebangsaan Malaysia. Universitas swasta juga mendapatkan reputasi yang cukup
untuk pendidikan bermutu internasional dan banyak siswa-siswi dari seluruh dunia berminat
memasuki universitas-universitas itu. Misalnya Multimedia University, Universitas Teknologi
Petronas, dan lain-lain. Sebagai tambahan, empat universitas bereputasi internasional telah
membuka kampus cabangnya di Malaysia sejak 1998. Sebuah kampus cabang dapat dilihat
sebagai ‘kampus lepas pantai’ dari universitas asing, yang memberikan kuliah dan penghargaan
yang sama seperti kampus utamanya. Siswa-siswi lokal maupun internasional dapat meraih
kualifikasi asing identik ini di Malaysia dengan biaya rendah. Kampus cabang universitas asing
di Malaysia adalah: Monash University Malaysia Campus, Curtin University of Technology
Sarawak Campus, Swinburne University of Technology Sarawak Campus, dan University of
Nottingham Malaysia Campus.
Siswa-siswi juga memiliki opsi untuk mendaftar di lembaga tersier swasta setelah
menamatkan pendidikan sekunder. Sebagian besar lembaga memiliki pranala pendidikan dengan
universitas-universitas seberang lautan semisal di Amerika Serikat, Britania Raya, danAustralia,
memungkinkan mahasiswa menghabiskan periode perkuliahannya dengan mendapatkan
kualifikasi seberang lautan. Satu contoh adalah SEGi College yang bermitra dengan University
of Abertay Dundee. Mahasiswa Malaysia belajar di luar negara seperti di Indonesia, Britania
Raya, Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, Kanada, Singapura, Jepang dan negara-negara
di Timur-Tengah seperti Yordania dan Mesir. Ada juga mahasiswa Malaysia di beberapa
universitas di Korea Selatan, Jerman, Perancis, Republik Rakyat Cina, Irlandia, India, Rusia,
Polandia, dan Republik Ceko.

3.      Manajemen Pendidikan


1)      Kurikulum
Dalam penyusunan kurikulum Malaysia, banyak mengandung materi pembelajaran
mengenai kesehatan lingkungan seperti polusi air, udara, makanan dll. Selain itu terdapat juga
materi mengenai kesehatan tubuh atau materi mengenai penyakit-penyakit menular yang
mungkin menjangkiti manusia, dengan segala cara penyebarannya. Penyajian atau pemaparan
materi lebih banyak di analogikan dengan contoh nyata atau kejadian sejarah masa lalu (perang
dunia I, perang perancis dan india, sejarah kerajaan mesir atau kejadian penting di new mexico),
juga di analogikan dengan contoh-contoh yang mudah dipahami oleh siswa sehingga materi
pelajaran bersifat aplikatif.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat persamaan implementasi kurikulum tersebut
dengan kurikulum Indonesia pada tahun 1947, 1964 dan 1968. Hal ini dikarenakan Malaysia
pernah belajar pada Indonesia dengan menggunakan kurikulum tersebut dan masih diterapkan
secara konsisten sampai saat ini.
Media yang digunakan dalam menunjang pembelajaran banyak yang menggunakan
fasilitas internet seperti game online, situs-situs dan blog yang memuat modul/materi
pembelajaran, siswa di informasikan alamat-alamat situs tersebut dan tinggal membukanya saat
belajar. Selain itu digunakan juga fasilitas persentasi power point yang dapat mengoptimalkan
penyampaian materi terutama yang menuntut penayangan gambar.
Dalam kurikulum ini juga lebih menekankan proses pembelajaran yang lebih
mengutamakan praktek dari pada hanya penjelasan-penjelasan teori saja. Fasilitas-fasilitas diatas
memungkinkan siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang lebih maksimal. Maka pantaslah
jika Malaysia pada saat ini perkembangan pendidikannya semakin maju dengan pesat.
Kurikulum yang ada di malaysia
         1956: General Syllabuses and Timetable Committee ditubuhkan
         1964: General Syllabuses and Review Committee ditubuhkan
         1965: Pendidikan Komprehensif dimulakan
         1967: Report of the Committee on Curriculum Planning and Development
         1973: Pusat Perkembangan Kurikulum (PPK) ditubuhkan
         1982: KBSR dilaksanakan di 302 buah sekolah rendah sebagai percobaan
         1983: KBSR dilaksanakan di semua sekolah rendah
         1988: Pelaksanaan KBSR sepenuhnya dicapai
         1988: Pelaksanaan KBSM bermula untuk mata pelajaran bahasa
         1989: Pelaksanaan KBSM bermula untuk mata pelajaran lain
         1989: Kemahiran Hidup Program Peralihan dimulakan di tingkatan 1
         1989: Pelaksanaan PKBS di tahun 1 hingga tahun 6 di semua sekolah rendah
         1989: Mata pelajaran Kemahiran Manipulatif dilancarkan di 100 buah sekolah rendah
         1991: Mata pelajaran Kemahiran Manipulatif dilaksanakan di 1000 buah sekolah rendah
         1991: Kemahiran Hidup bersepadu dimulakan di Tingkatan 1
         1992: Mata pelajaran Kemahiran Hidup Manipulatif dilaksanakan di 3000 buah sekolah rendah
         1993: Kemahiran Hidup mula dilaksanakan di Tahun 4 di semua sekolah rendah. Sekolah yang
telah melaksanakan Kemahiran Manipulatif meneruskannya di Tahun 5 dan 6 sekolah rendah.
Sebagai tambahan untuk Kurikulum Nasional Malaysia, Malaysia memiliki sekolah
internasional. Sekolah internasional memberi para siswa kesempatan untuk mempelajari
kurikulum dari negara lain. Sekolah-sekolah ini utamanya dibuka karena bertambahnya
penduduk ekspatriat di negara ini. Sekolat internasional termasuk: Sekolah Indonesia (kurikulum
Indonesia), Australian International School, Malaysia (kurikulum Australia), Alice Smith School
(kurikulum Britania), elc International school (kurikulum Britania), Garden International School
(kurikulum Britania), Lodge International School (kurikulum Britania), International School of
Kuala Lumpur (kurikulum Amerika dan Sarjana Muda Internasional), Japanese School of Kuala
Lumpur (Kurikulum Jepang), The Chinese Taipei School, Kuala Lumpur and The Chinese
Taipei School, Penang (Kurikulum Cina-Taipei), International School of Penang(Kurikulum
Britania dan Sarjana Muda Internasional), Lycée Français de Kuala Lumpur (Kurikulum
Perancis), dan lain-lain.
 
2)      Kualifikasi guru
Standard Guru Malaysia (SGM) menggariskan kompetensi profesional yang patut dicapai
oleh guru, dan keperluan yang patut disediakan oleh agensi dan institusi latihan perguruan bagi
membantu guru mencapai tahap kompetensi yang ditetapkan.

3)      Sistem Penilaian


Evaluasi sekolah-sekolah secara umum di Malaysia hampir secara ekslusif bergantung
pada pada inspeksi sekolah atau sekolah yang dilakukan audit oleh inspektorat
sekolah. Walaupun pemeriksaan cenderung untuk berfokus pada penilaian prestasi individu
siswa, mereka mulai memainkan peran lebih besar dalam evaluasi kinerja sekolah secara
keseluruhan.
Untuk ujian pendidikan Malaysia dipegang oleh badan pengujian Malaysia (The
Malaysian Examination Syndicate) yang mengelola semua pemeriksaan primer dan pemeriksaan
skunder dan dewan pengujian Malaysia (The Malaysian Examination Council) yang bertanggung
jawab untuk ujian terpusat. Adapun jenis-jenis ujian sebagaimana yang dipaparkan oleh Mahbub
Junaidi : 2009 (dalamhttp://almasakbar45.blogspot.com/2012/04/bab-i-pendahuluan-latar-
belakang.html) sebagai berikut:
    Ujian penilaian sekolah rendah (USPR), ini diberlakukan bagi semua siswa diakhir standar 6 (dari
pendidikan dasar) untuk mengevaluasi student progress dalam akuisisi bahasa (Malay dan
Inggris), matematika dan sains. Ujian formatif server tujuan dan melengkapi ruang kelas yang
sedang berlangsung dan ujian berbasis sekolah untuk mendiagnosa student strengthsdan
kelemahan, dan memonitor kemajuan.
    Penilaian Menengah Rendah (PMR), ini diambil siswa dalam bentuk 3. Selain untuk uji terpusat,
juga mencangkup penilaian basis sekolah melalui portofolio siswa dalam sejarah, geografi dan
kehidupan yang dinilai oleh guru-guru tingkat sekolah.
    Sijil Pelajaran Malaysia (SPM), ini diambil oleh siswa dalam bentuk 5 sebelum lulus dari sekolah
menengah, Pengujian data digunakan terutama untuk menilai kinerja murid sebagai suatu sarana
kemajuan melalui sistem dan untuk evaluasi sistemik.
4)      Sistem pengelolaan pendidikan
Pendidikan di Malaysia dipantau oleh Kementerian Pendidikan Pemerintah Persekutuan.
Pendidikan merupakan tanggung jawab pemerintah federal. Sistem pendidikan di Malaysia
dipegang oleh Kementerian Pelajaran Malaysia. Pendidikan Malaysia bisa didapatkan dari
sekolah tanggungan pemerintah, sekolah swasta atau secara sendiri. Sistem pendidikan
dipusatkan terutama untuk sekolah dasar dan sekolah menengah. Pemerintah negeri tidak
berkuasa dalam kurikulum dan aspek lain pendidikan sekolah dasar dan sekolah menengah,
sebaliknya ditentukan oleh kementerian. Sistem pendidikan dipusatkan terutamanya bagi sekolah
rendah dan sekolah menengah.
Sistem pendidikan nasional meliputi pendidikan prasekolah hingga perguruan tinggi.
Pada tahun 2004 Pendidikan pra-sekolah, dasar, dan menengah, berada di bawah yurisdiksi
Kementrian Pendidikan, sedangkan pendidikan tinggi merupakan tanggung jawab Kementrian
Pendidikan Tinggi. Semua bentuk penyelenggaraan pendidikan didasarkan pada visi dan misi.
Adapun visi dan misi utama pemerintah Malaysia adalah menjadikan negerinya sebagai pusat
pendidikan berkualitas dan siap bersaing dengan lembaga pendidikan tinggi di negeri lain seperti
Singapura dan Australia.

5)      Pendanaan
Pendidikan Malaysia bisa didapatkan dari sekolah tanggungan pemerintah, sekolah
swasta atau secara sendiri. Pemerintah Malaysia tidak segan mengucurkan dana hampir 30% dari
anggaran pendidikan Malaysia bagi beberapa universitas topnya guna menembus world top 100
universities. Bahkan satu diantara universitas tersebut yaitu Universiti Sains Malaysia (USM)
diharapkan menjadi APEX University (Accelerated Programme for Excellence). Salah satu
sasarannya adalah menembus jajaran 50 besar universitas di dunia. Untuk mencapai tujuan
tersebut, universitas-universitas top yang ditunjuk berlomba merekrut dosen dan mahasiswa
asing, dan menaikkan jumlah mahasiswa pasca sarjana hingga mencapai proporsi 1:1 dengan
mahasiswa S1. Mereka juga bergiat meningkatkan jumlah jurnal internasional yang terindeks
serta mensyaratkan dosen penguji luar program doktor sudah memiliki minimal 10 publikasi
dalam jurnal ilmiah internasional dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Kebijakan lain yang tidak kalah pentingnya adalah dukungan finansial pemerintah
Malaysia melalui student loan bagi mahasiswa yang belajar di perguruan tinggi negeri.
Pembayaran pinjaman ini bisa dicicil setelah mahasiswa lulus kuliah dalam jangka 5 hingga 20
tahun. Fasilitas ini juga diberikan bagi mahasiswa yang berminat menuntut ilmu ke luar negeri.
Orang tua murid dikenakan membayar iuran sekolah yang dibayarkan pada awal tahun
ajaran baru. Besarnya iuran yang dipungut oleh pihak sekolah berkisar antara RM 50 hingga RM
75 pertahun (Rp. 125.000 – 187.500/tahun) tiap siswa. Iuran tersebut dirinci untuk
pembayaran asuransi, biaya ujian tengah semester & semesteran, iuran khas, biaya LKS, praktek
komputer, kartu ujian, file data siswa & rapor.
Khusus untuk sumbangan PIBG (Persatuan Ibu Bapak dan Guru) hanya dipungut satu bayaran
untuk satu keluarga. Jadi untuk keluarga yang menyekolahkan 1 anak atau lebih, dikenakan
bayaran yang sama yaitu RM 25/keluarga. Dan untuk siswa kelas enam ditambah biaya UPSR
sebesar RM 70. Selain itu tak ada pungutan lain, termasuk pula tak ada pungutan sumbangan
dana pembangunan. Pembangunan dan renovasi gedung sepenuhnya menjadi tanggung jawab
kerajaan/pemerintah.
Buku teks atau buku pegangan yang digunakan siswa relatif tak berganti atau sama setiap
tahun. Bila orang tua murid membeli semua buku teks dan aktifiti, harganya berkisar antara RM
80 – RM 125/siswa pertahun. Itupun hanya sekali beli untuk anak sulung saja. Karena untuk
keluarga yang mempunyai anak lebih dari satu, buku teks tersebut dapat dipakai bergantian
“turun temurun”. Khusus untuk keluarga dengan pendapatan kurang dari RM 2000/bulan, dapat
mengajukan permohonan kepada pemerintah untuk peminjaman buku teks yang disediakan dari
sekolah.
Suatu biaya pendidikan yang terbilang relatif murah untuk negara dengan pendapatan
rerata per keluarga sebesar RM 2500/bulan atau setara dengan Rp. 6.250.000/bulan (Data 2003,
Kementrian Kewangan Malaysia). Lebih-lebih lagi, mulai tahun persekolahan 2008 mendatang
pemerintah merencanakan untuk meminjamkan semua buku teks kepada para siswa sekolah
rendah tanpa kecuali. Praktis, orangtua murid tidak lagi terbebani untuk membel ibuku teks.

D.    SISTEM PENDIDIKAN DI KOREA SELATAN


1.      Filosofi dan tujuan pendidikan
1)      Filosofi Pendidikan
Republik Korea Selatan yang didirikan pada tahun 1948 terletak di semenanjung daratan
Asia Timur, dengan batas-batas wilayah sebelah timur berbatasan dengan lautan pasifik, sebelah
selatan berbatasan dengan selat Jepang, disebelah barat berbatasan dengan demarkasi militer
(garis lintang 380) yang memisahkan Korea Selatan dan Korea Utara.
Penduduk Korea Selatan kurang lebih 47 juta jiwa dengan angka pertumbuhan penduduk
rata-rata 1,7% per tahun dengan kondisi penduduk yang homogen (etnik Korea), dengan angka
literasi 98% (World Almanac 2000).
Adapun sistem pemerintahan Korea Selatan bersifat sentralistik. Dengan sistem
sentralistik ini, maka kebijakan-kebijakan pemerintah termasuk di bidang pendidikan dapat
dijalankan tanpa harus mendapat persetujuan badan legislatif daerah, seperti yang terdapat pada
pemerintahan sistem desentralisasi.

2)      Tujuan Pendidikan


Salah satu keputusan Dewan Nasional Republik Korea tahun 1948 adalah menyusun
undang-undang pendidikan. Sehubungan dengan hal ini, maka tujuan pendidikan Korea Selatan
adalah untuk menanamkan pada setiap orang rasa Identitas Nasional dan penghargaan terhadap
kedaulatan Nasional; (menyempurnakan kepribadian setiap warga Negara, mengemban cita-cita
persaudaraan yang universal mengembangkan kemampuan untuk hidup mandiri dan berbuat
untuk Negara yang demokratis dan kemakmuran seluruh umat manusia; dan menanamkan sifat
patriotise
Secara lebih rinci tujuan pendidikan di korea dijabarkan dalam kalimat-kalimat seperti di
bawah ini:
1)      Pendidikan berfungsi membangkitkan kesadaran agar setiap individu termotivasi untuk
mewarisi, mengembangkan dan mewariskan budaya bangsa kepada generasi penerus.
2)      Pendidikan harus mampu membangun manusia seutuhnya sehingga terdapat keseimbangan
antara ilu pengeeahuan, kepribadian, pikiran dan kesehatan jasmani
3)      Operasional pendidikan harus demikian rupa sehingga mampu mengembangkan potensi murid
seoptimal mungkin
4)      Pendidikan berfungsi untuk masa depan dengan pengertian bahwa keterampilan murid sesuai
dan dapat diaplikasikan dalam dunia masa depan
5)      Pendididkan harus terlaksana dalam kondisi lingkungan yang manusiawi
6)      Pendidikan harus menyatau dengan lingkungan social sehingga masyarakat dapat memahami
dengan baik dalam pendidikan. Dan itu usaha kerja sama dengan media massa perlu digiatkan.
2.      Struktur Sistem Pendidikan
Secara umum sistem pendidikan di Korea Selatan terdiri dari empat jenjang yaitu :
Sekolah dasar, Sekolah Menengah Tingkat Pertama, SLTA dan pendidikan tinggi. Keempat
jenjang pendidikan ini sejalan dengan “grade” 1 – 6 (SD), grade 7 - 9 (SLTP), 10 -12 (SLTA),
dan grade 13 - 16 (pendidikan tinggi/program S1) serta program pasca sarjana (S2/S3). Berikut
visualisasi grade pendidikan yang dimaksud.
Sekolah dasar merupakan pendidikan wajib selama 6 tahun bagi anak usia 6 sampai 12
tahun, dengan jumlah Angka Partisipasi Murni (APM) SD mencapai 99,8%, putus sekolah SD
0%.
SMP merupakan kelanjutan SD bagi anak usia 12-15 tahun, selama 3 tahun pendidikan,
yang kemudian melanjutkan ke SLTA pada grade 15-18, dengan dua pilihan yaitu: umum dan
sekolah kejuruan. Sekolah kejuruan meliputi pertanian, perdagangan, perikanan dan teknik.
Selain itu ada sekolah komperhensif yang merupakan gabungan antara sekolah umum dan
sekolah kejuruan yang merupakan bekal untuk melanjutkan ke akademik (yunior college) atau
universitas (senior college) yang kemudian dapat melanjutkan ke program pasca sarjana
(graduate school) gelar master/dokter.

3.      Manajemen Pendidikan


1)      Kurikulum
Kurikulum. Reformasi kurikulum pendidikan di korea, dilaksanakan sejak tahun 1970-an
dengan mengkoordinasikan pembelajaran teknik dalam kelas dan pemanfaatan teknologi, adapun
yang dikerjakan oleh guru, meliputi lima langkah yaitu (1) perencanaan pengajaran, (2)
Diagnosis murid (3) membimbing siswa belajar dengan berbagai program, (4) test dan menilai
hasil belajar. Di sekolah tingkat menengah tidak diadakan saringan masuk, hal ini dikarenakan
adanya kebijakan “equal accessibility” ke sekolah menengah di daerahnya.
1)      Kualifikasi guru
Terdapat dua jenis pendidikan guru, yaitu tingkat academic (grade 13-14) untuk guru SD,
dan pendidikan guru empat tahun untuk guru sekolah menengah. Dengan biaya ditanggung oleh
Pemerintah untuk pendidikan guru negeri. Kemudian guru mendapat sertifikat yaitu : sertifikat
guru pra sekolah, guru SD, dan guru sekolah menengah, sertifikat ini diberikan oleh kepala
sekolah dengan kategori guru magang, guru biasa dua (yang telah diselesaikan on-job training)
dan lesensi bagi guru magang dikeluarkan bagi mereka yang telah lulus ujian kualifikasi lulusan
program empat tahun dalam bidang engineering, perikanan, perdagangan, dan pertanian.
Sedangkan untuk menjadi dosen yunior college (D2), harus berkualifikasi master (S2) dengan
pengalaman dua tahun dan untuk menjadi dosen di senior college harus berkualifikasi doktor
(S3).

2)      Sistem Penilaian


Kebijakan pemerintah untuk membuat setiap individu memiliki pendidikan minimal sama
yaitu sekolah menengah pertama sejalan dengan kewajiban wajib belajar Sembilan tahun
berdampak dengan meniadakan ujian masuk ke sekolah menengah tingkat utama. Kebijakan ini
selanjutnya akan meringankan beban murid-murid sekolah dasar dari biaya yang harus
dipersiapkan menghadapi ujian masuk yang sangat kompetitif. Diasumsikan bahwa penghapusan
ujian masuk itu juga meringankan beban biaya akan membri kesempatan waktu lebih banyak
kepada murid-murid untuk menyeimbangkan perkembangan fisik dan mental mereka. Pada
waktu yang sama, hal ini juga melindungi mereka dari diskriminasi antara sekolah yang lebih
baik dan yang kurang bermutu. Penghapusan uian masuk itu juga membebaskan murid-murid
dari neraka ujian dan membantu menormalkan administrasi sekolah. Sekaligus kebijakan ini
sejala pula dengan kecenderungan global mengenai “equal opportunity” (kesempatan yang sama
untuk bersekolah) bagi setiap orang.
3)      Sistem pengelolaan pendidikan
Adapun sistem pemerintahan Korea Selatan bersifat sentralistik. Dengan sistem
sentralistik ini, maka kebijakan-kebijakan pemerintah termasuk di bidang pendidikan dapat
dijalankan tanpa harus mendapat persetujuan badan legislatif daerah, seperti yang terdapat pada
pemerintahan sistem desentralisasi
Kekuasaan dan kewenangan dilimpahkan kepada menteri pendidikan. Di daerah terdapat
dewan pendidikan (board of education). Pada setiap propinsi dan daerah khusus (Seoul dn
Busam), masing-masing dewan pendidikan terdiri dari tujuh orang anggota, yang mana lima
orang dipilih oleh daerah otonom dan dua orang lainnya merupakan jabatan “ex officio”yang
dipegang oleh walikota daerah khusus atau gubernur propinsi dan super intendent, Dewan
pendidikan diketuai oleh walikota atau gubernur.

4)      Pendanaan
Anggaran pendidikan Korea Selatan berasal dari anggaran Negara, dengan total anggaran
18,9% dari Anggaran Negara. Pada tahun 1995 ada kebijakan wajib belajar 9 tahun, sehingga
porsi anggaran terbesar diperuntukan untuk ini, adapun sumber biaya pendidikan, bersumber dari
GNP untuk pendidikan, pajak pendidikan, keuangan pendidikan daerah, dunia industri khusus
bagi pendidikan kejuruan.

D.    PERBANDINGAN SISTEM PENDIDIKAN DI NEGARA INDONESIA MALAYSIA DAN


KOREA SELATAN DITINAJAU DARI BERBAGAI ASPEK
Berdasarkan kajian singkat tentang studi perbandingan sistem pendidikan di negara
Malaysia dan Korea Selatan, seperti yang sudah penulis uraikan pada bab II, selanjutnya penulis
mencoba memberikan beberapa refleksi sebagai bahan perbandingan dengan system pendidikan
Indonesia yang saat ini sedang mengalami perubahan drastis dalam segi manajemennya
Penulis tertarik untuk membahas kedua Negara ini, karena penulis beranggapan bahwa
kedua Negara ini merupakan Negara “maju” dikawasan Asia. Negara Korea Selatan sebagai
negara berkembang pada akhir-akhir ini mulai bangkit dan menunjukkan kemampuannya untuk
berkompetitif dalam pasaran otomotif dan industri elektronik dunia umumnya di kawasan Asia
dan pasaran Indonesia khususnya. Sementara Malaysia mulai bangkit untuk membangun
pendidikannya yang cukup berbeda dengan kualitas pendidikan di Indonesia. Berdasarkan dari
kajian pada kedua negara di atas, ternyata kedua negara memiliki sistem otoritas pendidikan
yang hampir sama yaitu desentralisasi pendidikan yang menyerahkan kewenangan dan tanggung
jawab pendidikan pada Lander gubernur walikota masing-masing. Keduanya memiliki tujuan
nasional pendidikan yang perlu di acu dalam penyelenggaraan pendidikan pada setiap daerah
atau wilayah (lebih mirip dengan di Indonesia).
Di Malaysia pengembangan pendidikan setiap negara bagian melibatkan masyarakat
setempat, di Korea Selatan pengembangan pendidikan berada pada wadah Dewan pendidikan
yang diketuai oleh gubernur atau walikota dengan anggotanya sebanyak 5-6 orang, sehingga
berjumlah 7 (tujuh) orang. Dewan Pendidikan inilah yang bertanggung jawab terhadap
operasional pendidikan di Korea Selatan, sehingga dewan/komite pendidikan diberikan
kewenangan yang luas untuk menjabarkan berbagai macam kebijakan sesuai panduan yang telah
dikeluarkan oleh kementrian pendidikan. Kondisi ini sangat berbeda dengan Indonesia, yang
hingga saat ini desentralisasi pendidikan di Indonesia, belum mampu berjalan secara lancar,
segala sesuatunya masih diatur dan tergantung dari pemerintahan pusat. Kepedulian
pemerintahan daerah terhadap pendidikan masih relatif rendah. Keberadaan “Dewan Pendidikan”
di Korea Selatan yang berwenang mengatur perencanaan dan kebijakan pendidikan, berbeda
dengan di Indonesia “Dewan Pendidikan” tidak memiliki “otoritas” dalam hal perumusan
kebijakan, sifatnya hanya baru sebatas sebagai “ pengkaji” masalah-masalah pendidikan,
sehingga akibatnya proses desentralisasi pendidikan di Indonesia tidak berjalan dengan baik jika
dibanding pada kedua negara tersebut. Hal ini dimungkinkan memiliki hubungan yang erat
dengan kondisi pembiyayaan pendidikan bila ditinjau dari anggaran pendidikan Negara, dimana
kedua Negara ini sudah sejak lama telah menganggarkan anggaran pendidikan yang cukup
signifikan dengan hasil yang didapat yaitu masing-masing : Malaysia 30% dan Korea Selatan
18,9, dari anggaran belanja Negara, sedangkan Indonesia sejak kemerdekaan tahun 1945,
anggaran pendidikan bila dirata-rata baru berkutat-katit antara 2-7,8% dari total anggaran
Negara, meskipun UU RI No.20 tahun 2003 tentang Sisdiknas telah menyebutkan anggaran
pendidikan 20%.
Kondisi ini jauh berbeda dengan anggaran kedua Negara ini, jadi teori tidak dapat
dipungkiri bahwa “semakin tinggi anggaran pendidikan semakin maju ekonomi di suatu Negara”
menurut Ferggeson, (1999).
Kondisi lain yang dapat dipetik dalam hal guru, dimana kedua Negara ini untuk menjadi
guru SD saja di Malaysia harus berkualifikasi S1 pada tahun 1990-an begitu juga di Korea
Selatan, untuk guru SD harus D-II dan untuk sekolah menengah harus diploma 4. Kondisi ini
jika dibandingkan dengan Indonesia, terutama sepuluh tahunan ke belakang, guru SD kita hanya
bertingkat SLTA/SPG dan baru sebagian kecil yang setingkat D-II PGSD, yang kini setelah
sebagian besar telah berkualifikasi D-II PGSD baru mulai beranjak ke S1 PGSD, karena adanya
tuntutan UU Guru dan Dosen tahun 2005. Jadi dari segi latar pendidikan guru SD saja kita sudah
tertinggal kurang lebih 20-50 tahun dibandingkan dengan kedua Negara ini. Belum lagi masalah
karier, dimana di kedua Negara ini telah menerapkan sistem sertifikasi terhadap guru agak lama,
sedangkan guru sekolah menengah (SLTP/SLTA) di Korea mensyaratkan harus berlatar
belakang S2/S3 dengan kajian khusus atau bidang study, beda halnya di Indonesia yang
terkadang satu guru bisa mengajar apa saja, bahkan tidak aneh bila guru agama mengajar
matematika dll, serta sebaliknya. Mengingat pendidikan merupakan ”titik sentral” dalam maju
mundurnya kondisi bangsa, untuk itu sudah selayaknyalah anggaran pendidikan harus
diperhatikan dengan sungguh-sungguh dan paling penting juga menjamin kesejahteraan para
guru sebagai prajurid terdepannya, sehingga para guru dapat merasa bangga dalam menjalankan
tugasnya. Hal ini cukup beralasan, karena menurut Ferggosun (1999) bahwa “Semakin tinggi
gaji guru semakin berkualitas hasil pendidikan”.
Realisasi anggaran pendidikan 20% di Indonesia merupakan salah satu kunci peningkatan
kualitas pendidikan di Indonesia. Terutama, selain untuk meningkatkan standarisasi guru juga,
untuk melaksanakan standarisasi sarana-prasarana pendukung pendidikan di Indonesia. Yang
akhirnya diharapkan akan mampu mendongkrak kualitas pendidikan di Indonesia. Masalah ini
dimungkinkan akan dicapai, apabila semua pihak memiliki komitmen yang tinggi terhadap
“industri pendidikan”.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.    KESIMPULAN
Kesimpulan Dari hasil telaah dan pembahasan tentang studi komparatif sistem
pendidikan di Malaysia dan di Korea Selatan, dapat penulis simpulkan antara lain, sebagai
berikut :
a.       Sistem pendidikan di Malaysia dipegang oleh Kementerian Pelajaran Malaysia. Pendidikan
merupakan tanggung jawab pemerintah federal. Sistem pendidikan dipusatkan terutama untuk
sekolah dasar dan sekolah menengah. Pemerintah negeri tidak berkuasa dalam kurikulum dan
aspek lain pendidikan sekolah dasar dan sekolah menengah, sebaliknya ditentukan oleh
kementerian, dengan demikian system pendidikan Malaysia bersifat gabungan sentralistik dan
desentralisasi, sementara sistem managemen pendidikan di Korea Selatan pun sama bersifat
gabungan antara sentralistik dan desentralisasi, sifat kesentralistikan di Korea Selatan hanya
terbatas kepada penyusunan panduan dan pedoman semata, sedangkan operasionalnya secara
penuh di serahkan kepada komite/Dewan sekolah secara mandiri untuk mengkaji proses
pendidikan secara keseluruhan. Kondisi ini sangat berbeda dengan sistem pendidikan di
Indonesia masa lalu dan masa kini. Managemen pendidikan di Indonesia pada 6 tahun
kebelakang masih sangat sentralistik. Saat ini pun meskipun sudah di laksanakan otonomi daerah
dan otonomi sekolah, kenyataannya sistem pendidikan kita masih cenderung sentralistik. Semisal
(Standar kelulusan dan penentuan kelulusan siswa ditentukan oleh pusat (melalui BSNP).
Otonomi daerah juga belum memberikan kepeduliah daerah secara penuh, terutama berkaitan
dengan penyediaan anggaran pendidikan dalam APBD.
b.      Kurikulum, kedua Negara ini dirangkai oleh kementrian pendidikan. Untuk Malaysia,
Pemerintah negeri tidak berkuasa dalam kurikulum dan aspek lain pendidikan sekolah dasar dan
sekolah menengah, sebaliknya ditentukan oleh kementerian. Dalam kurikulum ini juga lebih
menekankan proses pembelajaran yang lebih mengutamakan praktek dari pada hanya penjelasan-
penjelasan teori saja. Fasilitas-fasilitas diatas memungkinkan siswa untuk mendapatkan hasil
belajar yang lebih maksimal. Maka pantaslah jika Malaysia pada saat ini perkembangan
pendidikannya semakin maju dengan pesat. Sementara di Korea Selatan sekolah diberi
keleluasaan untuk menambah kurikulum lokal sesuai minat siswa dan kondisi wilayah masing-
masing, dengan pilihan kurikulum lokal yang diarahkan kepada masalah : Pertanian, perikanan,
dan Teknologi,yang mampu membawa siswa untuk memiliki kreatifitas terutama untuk
kehidupannya. Untuk kasus korea selatan tentang kurikulum muatan lokal implementasinya
sangat berbeda dengan Indonesia, yang rata-rata memasukkan kurikulum lokal yang “ tidak”
langsung berhubungan dengan pemenuhan harkat hidup siswa, seperti kurikulum lokal hanya
terbatas pada bahasa daerah/bahasa asing, seni dan lain-lain, yang tidak atas dasar keinginan
siswa dan kondisi daerah setempat.
c.       Anggaran Pendidikan. Di ketiga Negara ini rata-rata sejak tahun 40-an, telah menganggarkan
pendidikan secara konstan cukup besar yaitu rata-rata 15-30% dari total aggaran Negara.
Persentase Anggaran ini cukup tinggi di atas Indonesia yang hingga saat ini hanya “berkutat”
diantara rata-rata 2-8 sampai 7,8% dari total anggaran Negara. Baru pada awal tahun 2009,
anggaran pendidikan akan dianggarkan 20% dari total anggaran negara. Apalagi kebijakan
Malaysia yang tidak kalah penting adalah dukungan finansial pemerintah Malaysia melalui
student loan bagi mahasiswa yang belajar di perguruan tinggi negeri. Pembayaran pinjaman ini
bisa dicicil setelah mahasiswa lulus kuliah dalam jangka 5 hingga 20 tahun.
d.      Guru. Mengingat guru memegang peran “sentral” dalam kelangsungan pendidikan maka kedua
Negara, telah sejak lama mensyaratkan bagi guru SD adalah berpendidikan yunior college
hingga senior college sedangkan untuk sekolah menengah harus berlatar belakang S2/S3, dengan
sistem sertifikasi, dan untuk bagi guru sekolah menengah hanya boleh mengajar sesuai bidang
studi dan boleh mengajar untuk semua mata ajaran bagi guru SD. Di Indonesia berbeda, sampai
saat ini sebagian guru SD masih ada yang berkualifikasi SPG/PGA dan sebagian besar baru
berkualifikasi D-2; serta masih banyak guru SMP dan SMA yang berkualifikasi D3 meskipun
sebagian telah berkualifikasi S1 dan S2. Begitu pula untuk dosen mahasiswa D-2 , di kedua
negara sudah sejak lama harus berkualifikasi S2/S3, sementara di Indonesia, sampai saat ini
sebagian besar dosen D-2 PGSD masih berkualifikasi S1 dan sebagian kecil yang S2.

B.     SARAN
Atas dasar telaah, kajian dan simpulan di atas, penulis memberikan saran sebagai berikut:
a.       Perlu adanya realisasi anggaran pendidikan 20% sebagaimana dipersyaratkan dalam UU
Sisdiknas, no 20/2003. Hal ini penting mengingat kualitas pendidikan sangat terkait komitmen
pemerintah yang diwujudkan dalam besarnya penyediaan anggaran pendidikan. Dengan
anggaran pendidikan yang memadai berbagai upaya peningkatan kualitas pendidikan dan
penyediaan sekolah gratis untuk pendidikan dasar akan sangat dimungkinkan.
b.      Untuk memberikan peluang masa depan pada siswa, sistem kurikulum hendaknya lebih fleksibel
dan daerah pun agar memasukkan kurikulum lokal yang bersifat “kreatifitas” sesuai kondisi
daerah masing-masing : seperti kurikulum lokal pertanian, perikanan, perkebunan.teknologi dan
lain-lain, tidak hanya sebatas kurikulum seperti bahasa daerah atau bahasa asing yang selama ini
banyak dimunculkan sehingga, tidak berpengaruh terhadap lapangan kerja dan tidak memberikan
jaminan untuk kehidupan pekerjaan siswa setelah tamat sekolah.
c.       Jika dilihat dari perbandingan pendidikan di Indonesia dengan kedua Negara tersebut dalam
kacamata sekolah tingkat dasar dan perguruan tinggi, pemerintahan pemerintah Malaysia dan
Korea Selatan sangat memperhatikan terutama dalam penyelenggaraannya. Untuk itu dibutuhkan
perhatian yang lebih serius dari pemerintah terhadap penyelenggaran pendidikan mulai dari umur
mendekati sekolah dasar sampai perguruan tinggi.

 
DAFTAR PUSTAKA

Agustiar Syah Nur, (2001), Perbandingan sistem pendidikan, Bandung : Lubuk Agung.
H.M.Arifin, (2003), Ilmu Perbandingan Pendidikan, Jakarta : Golden Terayon Press.

Nanag Fattah. (1996), Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung : PT Remaja Persada Karya.

Tilaar dan Nugroho, (2009), Kebijakan Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Udin Saud, (2012), Bahan Ajar Mata Kuliah Perbandingan Sistem Pendidikan, Bandung: UPI

Witanto, Hery, (2009), Sistem Pendidikan di Negara-Negara Asean. Surabaya : STAI Ali Bin Abi
Thalib.

Anda mungkin juga menyukai