ABSTRACT
Ciseeng karst water is a resource that has a high nutrient content of Ca, Na,
Mg. Nutrient composition in karst water must be approved with sea water so that it
can be used as a marine microalgae culture medium. The purpose of this study was
to analyze the productivity of Chlorella sp. and Nannochloropsis sp. in the medium
of karst water. The highest abundance is still microalgae Required when the control
is controlled by Walne media. The highest abundance of urea and TSP in Chlorella
sp. is ratio 20:1 approval, and the highest abundance of Nannochloropsis sp. in ratio
10:1 training but not significantly different from ratio 4:1 and ratio 10:1. The
comparison value between the absorbance produced with the abundance calculated
using the Hemacytometer is a very close relationship. Values prove Pearson showed
Chlorella sp. using nitrate and orthophosphate, while Nannochloropsis sp. use
ammonia and orthophosphate. Karst water that gets additional Urea and TSP
fertilizer can be used as a marine microalgae culture medium. Chlorella sp. in karst
water media showed the highest productivity at the level of N and P ratio of 20: 1,
while Nannochloropsis sp. has relatively uniform productivity at the ratio of N and
P from 4: 1 to 20: 1.
Keyword: Chlorella sp., karst, Nannochloropsis sp., productivity
PRODUKTIVITAS Chlorella sp. DAN Nannochloropsis sp.
DALAM MEDIA AIR KARST
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
Disetujui oleh
Penulis menyadari masih ada keterbatasan sehingga dalam tulisan ini masih
terdapat banyak kekurangan. Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PRODUKTIVITAS Chlorella sp. DAN Nannochloropsis sp. i
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 3
METODE PENELITIAN 3
Waktu dan Tempat 3
Tahapan Penelitian 3
Analisis Data 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Hasil 9
Pembahasan 15
KESIMPULAN DAN SARAN 18
Kesimpulan 18
Saran 18
DAFTAR PUSTAKA 19
RIWAYAT HIDUP 28
DAFTAR TABEL
1 Parameter kualitas air karst di Ciseeng 4
2 Kualitas air karst 5
3 Parameter kualitas air 9
4 Nilai laju pertumbuhan dan doubling time 11
5 Nilai korelasi kelimpahan dengan nutrien 15
DAFTAR GAMBAR
1 Skema perumusan masalah dalam produktivitas Chlorella sp. dan
Nannochloropsis sp. dalam media air kasrt 2
2 Penentuan panjang gelombang spesifik Chlorella sp. 6
3 Penentuan panjang gelombang spesifik Nannochloropsis sp. 7
4 Kelimpahan Chlorella sp.: (a) Hemacytometer; (b)
Spektrofotometer 9
5 Kelimpahan Nannochloropsis sp.: (a) Hemacytomter; (b)
Spektrofotometer 10
6 Scatterplot (a) Chlorella sp.(b) Nannochloropsis sp. 11
7 Perlakuan terbaik Chlorella sp. 12
8 Waktu terbaik Chlorella sp. 12
9 Perlakuan terbaik Nanocloropsis sp. 13
10 Waktu terbaik Nannochloropsis sp. 13
11 Perubahan konsentrasi nutrien pada kultur Chlorella sp. selama
pengamatan 14
12 Perubahan konsentrasi nutrien pada kultur Nannochloropsis sp.
selama pengamatan 14
DAFTAR LAMPIRAN
1 Perlengkapan Kultur 22
2 Penentuan Rasio N dan P 23
3 Komposisi Walne 24
4 Hemacytometer 24
5 Kelimpahan Chlorella sp. 24
6 Absorbansi Chlorella sp. 25
7 Kelimpahan Nannochloropsis sp. 25
8 Absorbansi Nannochloropsis sp. 25
9 Degradasi Warna Kultur Mikroalga 26
10 Anova RAL in time Chlorella sp. 27
11 Anova RAL in time Nannochloropsis sp. 27
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
- Air karst
- Chlorella sp. - Kelimpahan
- Nannochloropsis sp. - Perubahan Produktivitas
- Kualitas Air Nutrien Chlorella sp. dan
- Nutrien Performa Nannochloropsis sp.
+
sel
- Lingkungan kultur
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan media air karst dapat digunakan sebagai
media kultur mikroalga laut jenis single cell microalgae yaitu Chlorella sp. dan
Nannochloropsis sp.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2018 sampai Maret 2019.
Sumber air karst diambil dari Ciseeng-Bogor. Analisis kualitas air Ciseeng
dilakukan di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan. Stok inokulan
murni didapatkan dari Balai Penelitian Situbondo. Kultur mikroalga dilakukan di
Laboratorium Riset Plankton, Divisi Produktivitas dan Lingkungan Perairan,
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Tahapan Penelitian
Persiapan kultur
Kultur mikroalga dalam skala laboratorium dilakukan dalam keadaan steril.
Sterilisasi alat kaca seperti erlenmeyer, pipet volumetrik, gelas ukur dipanaskan
degan oven pada suhu 150°C selama 3 jam. Wadah toples kaca (3 liter) yang
digunakan untuk kultur pada penelitian, disterilisasi dengan pembilasan HCl dan
dikeringkan. Alat yang berbahan plastik disterilisasi dengan menggunakan uap
pada suhu 100°C.
Air karst diambil dari pegunungan karst Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat, yang memiliki nilai salinitas 28 ppt. Contoh air karst kemudian dianalisis
parameter kualitas airnya (Tabel 1). Air karst disaring menggunakan plankton net
untuk menyaring partikel yang dapat menggangu kultur seperti kapur dan plankton
yang terdapat pada air karst.
Air karst tersebut digunakan untuk media inokulan Chlorella sp. dan
Nannochloropsis sp., juga untuk kebutuhan penelitian utama. Air karst untuk
kebutuhan inokulan mikroalga disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121oC dalam
tekanan 1 kg/cm2 selama 3 x 15 menit. Kebutuhan volume pada penelitian utama
yang dibutuhkan lebih besar dibandingkan volume pada inokulan mikroalga,
sehingga kurang efisien menggunakan autoklaf. Oleh karena itu, sterilisasi air karst
pada penelitian utama menggunakan pemanasan sampai air mendidih pada suhu
100°C.
Air karst setelah sterilisasi dengan autoklaf dan pemanasan 100°C,
kemudian didinginkan dan terbentuk seperti kerak dan endapan pada wadah
pemanas. Air kemudian dipisahkan dari kerak dan dianalisis kualitas airnya setelah
mengalami perebusan (Tabel 1). Khusus untuk air karst yang bersal dari proses
pemanasan dimasukkan kedalam toples lalu disterilisasi menggunakan sinar UV
(Ultraviolet Radiation) dengan panjang gelombang 260 nm selama 5 menit. Hal
4
ini dimaksudkan untuk membunuh bakteri yang terdapat pada air karst (Kawachi
dan Noel 2005).
Penambahan nutrien dilakukan pada semua air karst yang telah disterilisasi.
Pada tahap peyiapan inokulan Chlorella sp. dan Nannchloropsis sp., air karst
ditambahkan media Walne dan Vitamin B12 ditambahkan dengan menggunakan
Neurobion Cyanocobalamin. Pada tahap penelitian utama ditambahkan media
Walne sebagai kontrol dan penamahan urea dan TSP (Triple Super Phosphate)
dengan beberapa komopsisi rasio N dan P. Penambahan Walne, urea, TSP dan
vitamin B12 dimaksudkan sebagai unsur hara untuk pertumbuhan mikroalga.
Kultur mikroalga dilakukan selama 12 hari setelah dilakukan kultur
mikroalga menggunakan media air laut. Kultur mikroalga menggunakan lampu
Philips TLD 36 watt, dengan jarak toples dengan lampu adalah 10 cm. Aerasi pada
kultur digunakan untuk mendukung kebutuhan CO2 dari mikroalga. Perlengkapan
kultur disajikan pada Lampiran 1.
Perlakuan rasio dengan penambahan melalui Urea dan TSP dengan rasio N
dan P bertingkat yaitu 4:1, 10:1, dan 20:1. Penggunaan rasio N dan P berdasarkan
penelitian Thisara (2017) menggunakan rasio N dan P 4:1, 10:1 dan 16:1 pada
Chlorella sp. pada media air laut, sedangkan rasio 20:1. menurut Pratiwi et al.
Penambahan urea dan TSP ditentukan setalah mengetahui nilai DIN (Disolved
Inorganik Nitrogen) dan DIP (Disolved Inorganik Phosphate) pada air karst yang
terdapat pada nilai amonia, nitrit, nitrat dan ortofosfat. Kekurangan nilai DIN dan
DIP ditambahakan urea dan TSP berdasarkan rasio N dan P. Kosentrasi P nilai
tetap yaitu 0,5 mg/L namun konsentrasi N berbeda pada setiap perlakuan (Lampiran
2). Media Walne digunakan dalam penelitian ini sebagai kontrol (Lampiran 3).
Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap in time (RAL in
time) dengan empat perlakuan dan tiga kali ulangan. Kelimpahan diamati selama
12 hari menggunakan Hemacytometer dan spektofotometer. Model rancangan yang
digunakan (Walpole 1993) sebagai berikut:
Keterangan:
yijk = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i, waktu ke-j, ulangan ke-k
μ = rataan umum
αi = pengaruh perlakuan ke-i
δik = komponen galat (a)
βj = pengaruh waktu ke-j
(αβ)jk = pengaruh interaksi perlakuan ke-i dan waktu ke-j
εijk = pengaruh acak dari interaksi waktu
Pengumpulan Data
Kualitas air
Pengamatan kualitas air meliputi parameter fisika dan kimia (Tabel 2).
Parameter pH, salintas, suhu, dan cahaya diukur pada awal (H0) dan akhir
pengamatan. Metode analisis nutrien berdasarkan APHA (2012) yaitu amonia, nitrit,
nitrat, dan ortofosfat dilakukan pada periode awal (H0), tengah (H6) dan akhir
pengamatan (H12). Sampel air diambil menggunakan pipet steril dengan volume
100 ml untuk kebutuhan analisis nutrien.
Kelimpahan mikroalga
Pegamatan kelimpahan diamati setiap hari selama 12 hari pengamatan.
Sampel air diambil setiap hari sebanyak 10 ml untuk kebutuhan perhitungan
kelimpahan mikroalga. Pengamatan kelimpahan mikroalga dihitung dengan dua
metode yaitu dengan hemacytometer (Lampiran 4) dan spektrofotometer.
Pengamatan kelimpahan Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. dilakukan untuk
mengetahui laju pertumbuhan mikroalga. Kepadatan sel mikroalga dengan
Hemacytometer dihitung menggunakan rumus (Andersen 2005) sebagai berikut:
D = 104 × 𝑆
Analisis Data
ln Nt - ln N0
r=
tn -t0
Keterangan:
r = laju pertumbuhan (sel/ml/hari)
Nt = kepadatan mikroalga pada waktu t (sel/ml)
N0 = kepadatan mikroalga awal (sel/ml)
t0 = waktu awal kultur (hari)
tn = waktu akhir kultur (hari)
Nt =No×ert
2Nt =No×ert2
2= ert2
ln2 =rt2
Ln2
t2 =
r
0,6931
T2 =
r
Hasil
Kultur mikroalga
Pengukuran parameter suhu, cahaya, pH, dan salinitas menjadi faktor penting
selama kegiatan kultur. Hasil pengukuran suhu, cahaya, pH dan salinitas disajikan
pada Tabel 4.
Nilai suhu, cahaya, salinitas, dan pH menunjukkan nilai yang baik dalam
kegiatan kultur Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Sharma et al. (2012), suhu dalam pertumbuhan Chlorella sp. berada
dalam kisaran 25-32°C dan tumbuh pada pH yang berkisar antara 6,0-8,0 (Gong et
al.). Suhu dalam pertumbuhan Nannochloropsis sp. 25-27°C nilai pH berkisar 5,5-
8,5 (Khatoon et al. 2014). Berdasarkan Andenan et al. (2013) kisaran salinitas
dalam petumbuhan Chlorella sp adalah 20-30 ppt dan menurut Bartley et al. (2013),
salinitas terbaik pada Nannochloropsis sp. adalah 22-34 ppt. Cahaya menjadi
parameter pendukung pada fotosintesis mikroalga. Cahaya pada kultur semi massal
berada dikisaran 800-1000 Lux (Chainapong 2012).
kelimpahan tertinggi dibandingkan rasio 4:1 dan rasio 10:1. Kelimpahan pada
perlakuaan rasio 4:1, 10:1 dan 20:1 berturut-turut adalah terdapat pada 7930556
sel/ml, 7472223 sel/ml, dan 7791667 sel/ml (Lampiran 5). Berbanding lurus
dengan nilai absorbansi, berdasarkan hasil perlakuan Walne dengan absorbansi
tertinggi adalah 0,7803 abs, sedangkan perlakuan rasio 4:1, 10:1, dan 20:1 berturut-
turut adalah 0,47133, 0,5 dan 0,5166 abs (Lampiran 6).
Laju pertumbuhan tertinggi pada Chlorella sp. adalah 0,52 sel/ml/hari pada
rasio 10:1 dengan waktu penggandan sel yaitu 1,33 hari. Laju pertumbuhan
terendah adalah 0,33 sel/ml/hari pada rasio 20:1 dengan waktu penggandaan sel
2,11 hari. Laju pertumbuhan dan penggadaan sel pada kultur Nanochloropsis sp.
tertinggi adalah 0,37 sel/ml/hari dengan waktu 1,89 hari, sedangkan terendah pada
rasio 4:1 yaitu 0,23 sel/ml/hari dengan waktu 2,05 hari. Nilai laju pertumbuhan
yang tinggi dipengaruhi oleh nilai kelimpahan dan interval waktu untuk mencapai
kelimpahan tertinggi (fase eksponensial). Waktu penggadaan sel yang singkat
dipengaruhi oleh laju pertumbuhan dari mikroalga untuk mencapai kelimpahan
tertinggi.
Fase eksponensial Chlorella sp. pada media Walne dan rasio 20:1 terbentuk
pada hari pertama hingga hari kelima, sedangkan rasio 4:1 dan rasio 10:1 terbentuk
dari hari pertama hingga hari keempat. Fase eksponensial Nannochloropsis sp.
pada rasio 10:1 dan rasio 20:1 terbentuk pada hari pertama hingga hari kelima, rasio
4:1 terbentuk dari hari pertama sampai hari kedelapan dan perlakuan Walne hari
pertama sampai hari ketujuh.
lanjut dengan uji lanjut Duncan. Hasil uji lanjut Duncan pada perlakuan
menunjukkan, perlakuan rasio 4:1 tidak berbeda nyata dengan rasio 10:1, namun
keduanya berbeda nyata dengan rasio 20:1 dan Walne (Gambar 7). Hasil uji lanjut
Duncan terhadap waktu menunjukkan hari kelima memiliki kelimpahan yang
berbeda nyata dengan hari lain pada kultur Chlorella sp. (Gambar 8). Berdasarkan
hasil analisis statistik
Berdasarkan hasil analisis statistik RAL in time, Fhit < Ftab menjelaskan
tidak adanya pengaruh perlakuan dan interaksi perlakuan dan waktu , sedangkan
waktu memiliki pengaruh terhadap kelimpahan, karena Fhit> Ftab pada kultur
Nannochloropsis sp. (Lampiran 11). Pengaruh perlakuan, kemudian diuji lanjut
dengan uji lanjut Duncan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan, perlakuan rasio
4:1 rasio 10:1, rasio 20:1 tidak berbeda nyata, tetapi semua tingkat rasio berbeda
nyata dengan Walne (Gambar 9). Pengaruh waktu, kemudian diuji lanjut dengan
13
uji lanjut Duncan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan hari ketujuh memiliki
kelimpahan yang berbeda nyata dengan hari lain pada kultur Nannochloropsis sp.
(Gambar 10).
Ketersediaan Nutrien
Keberadaan nutrien mengalami penurunan pada konsentrasi nitrat dan
ortofosfat pada kultur Chlorella sp. (Gambar 11). Penurunan terjadi dari awal
pengamatan hingga tengah pengamatan, yang kemudian mengalami sedikit
kenaikan pada akhir pengamatan. Konsentrasi nitrat mengalami penurunan 0,3780
mg/l menjadi 0,1501 mg/l. Nilai ortofosfat mengalami penurunan 0,2445 mg/l
14
menjadi 0,0776 mg/l. Konsentrasi nilai nitrit mengalami kenaikan dari 0,1012 mg/l
menjadi 0,1856 mg/l selama pengamatan. Nilai amonia mengalami kenaikan dari
2,1804 mgl/ menjadi 2,2415mg/l.
Nilai p-value nitrit, amonia dan ortofosfat pada kultur Nannochloropsis sp.
<0,05, adanya hubungan antara nitrit, amonia dan ortofosfat dengan kelimpahan.
Nilai p-value dari amonia >0,05, yang menjelaskan tidak adanya hubungan amonia
dengan kelimpahan. Nilai korelasi Pearson pada variabel amonia dan ortofosfat
terhadap kelimpahan Nannochloropsis sp. adalah -0,61 dan -0,69 . Korelasi negatif
menunjukkan nilai amonia dan ortofosfat yang semakin menurun, namun
kelimpahan sel semakin meningkat. Nilai korelasi nitrit 0,66 yang menunjukkan
hubungan yang kuat.
Pembahasan
unsur tersebut semakin kecil. Penelitian Wildan (2018) menunjukkan nilai Ca, Mg,
SO4, dan kesadahan pada air karst Ciseeng yang tinggi. Namun, nilai ini masih di
atas nilai Ca, Mg, SO4, dan kesadahan total pada air laut (Boyd dan Thunjai 2003).
Menurut Gorain et al. (2013), konsentrasi Ca, Mg, dan SO4 yang tinggi akan
menurunkan penyerapan cahaya oleh mikroalga dan akan berpengaruh terhadap
kelimpahannya.
Penurunan konsentrasi Ca, Mg, dan SO4, serta kesadahan, parameter kualitas
air karst berupa salinitas dan pH harus berada dalam kisaran optimum untuk
mendukung pertumbuhan pada mikroalga. Nilai salinitas pada air karst adalah 28
ppt. Salinitas ini mendukung mikroalga laut untuk mampu tumbuh dengan optimum
(Andenan et al. 2013 dan Bartley et al. 2013). Salinitas mempengaruhi cairan sel
mikroalga yang bisa mengakibatkan hiperosmosis yang berkibat pecah atau lisis
pada sel mikroalga (Aprilliyanti et al. 2016). Nilai pH air karst berada direntan 6,8-
7,3. Nilai pH di perairan erat kaitannya dengan CO2, nilai pH yang semakin rendah
menunjukkan penurunan kelimpahan pada mikroalga (Chen dan Durbin 1994).
Lingkungan kultur, seperti suhu dan cahaya diatur untuk mendukung performa
pertumbuhan mikroalga dalam media air karst.
Selain kondisi fisik air, keberadaan nutrien yang optimum juga berpengaruh
terhadap kelimpahan mikroalga. Menurut Borowitzka (1988) kandungan Ca(NO3)2,
MgSO4, KH4PO4, KNO3, dan FeCl dibutuhkan oleh Chlorella sp. dan
Nannochloropsis sp. Berdasarkan Tabel 1 hasil analisis kualitas air karst
menunjukkan Cl, HCO3, SO4, Na, Ca, Mg, dan K terdapat pada air karst. Perbedaan
konsentrasi nutrien tersebut pada air karst dan perlakuan Walne berpengaruh pada
kelimpahan Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. Kelimpahan Chlorella sp. dan
Nannochloropsis sp. pada media karst menggunakan Urea dan TSP masih lebih
rendah dibanding penggunaan media Walne., dan unsur ini dipastikan ada dalam
media Walne. Kelimpahan Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. pada media karst
masih lebih rendah dibanding air laut dengan kultur pada air laut. Penelitian ini
kelimpahan Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. tertinggi berturut-turut adalah
7791666 sel/mL pada rasio 20:1 dan 9402778 sel/ml pada rasio 10:1. Berdasarkan
penelitian Chilmawati dan Suminto (2008) didapatkan kelimpahan dalam kultur
Chlorella sp. dalam media komersial didapat kelimpahan 3,18×107 sel/ml,
sedangkan Nannochloropsis sp. mendapat kelimpahan 1×107 sel/ml .
Kelimpahan yang dihasilkan selama waktu pengamatan akan membentuk
suatu pola pertumbuhan. Menurut Becker (1994), ada tujuh fase yang terbentuk
dalam kultur bacth karena tidak ada yang ditambahkan atau dihilangkan dari
medium setelah inokulasi, yaitu lag phase, accelerating growth phase, exponential
growth, decreasing log growth, stationary phase, accelerated death, dan log death.
Fase yang pertama adalah fase adaptasi dari mikroalga. Seringkali, mikroalga tidak
mampu beradaptasi dengan lingkungan baru atau dalam kondisi yang tidak sesuai
kebutuhan mikroalga. Fase yang kedua adalah fase mikroalga telah melewati fase
adaptasi dan mampu tumbuh secara baik. Fase ini disebut fase peralihan dari
adaptasi menuju fase ekponensial atau logaritmik. Fase ketiga adalah alga telah
beradaptasi dengan kondisi kultur, dan sel memasuki fase pertumbuhan
eksponensial (logaritmik). Selama periode ini konsentrasi nutrien menurun yang
disebabkan oleh penyerapan oleh mikroalga. Fase empat adalah fase pertumbuhan
mikroalga telah melambat. Fase ini seringkali dijadikan sebagai waktu panen
dalam kultur mikroalga. Fase kelima adalah fase pertumbuhan dan kematian
17
kapur yang diambil dari kandungan batuan karst. Ca dan Mg merupakan mineral
yang tinggi pada karst (Ford 1992). Kapur (karst) memiliki beberapa manfaat yaitu
pada lingkup pertanian dan perikanan. Kapur dimanfaatkan sebagai penetral nilai
pH pada tanah maupun air. Pada bidang kesehatan kandungan kalsium (Ca)
digunakan sebagi bahan dasar kosmetik maupun produk kesehatan yang berfungsi
sebagai detoxification (Samodra 2003 dan Notosiswoyo 2006.). Kandungan Ca dan
Mg juga berfungsi bagi tanaman yaitu sebagai pembetuk dinding sel dan klorofil.
Kawasan Karst Ciseeng, Kabupaten Bogor ini memiliki keunikan yaitu
dengan adanya kandungan air yang memiliki nilai salinitas. Karakteristik ini
menjadikan air karst ini digunakan pada kultur mikroalga laut. Oleh karena itu,
perlu menjaga sistem kawasan karst Ciseeng dalam mempertahankan karakteristik
dari air karst. Berdasarkan penelitian ini air karst dapat digunakan sebagai media
kultur singel cell microalgae yaitu Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. dengan
penambahan urea dan TSP. Nilai Ca dan Mg yang tinggi pada air karst diharapkan
mampu diabsorbsi oleh mikroalga sehingga adanya perbedaan komposisi pada
mikroalga air karst dengan air laut. Kultur mikroalga laut saat ini dikembangkan di
daerah pesisir (pantai), namun dengan adanya air karst kultur mikroalga dapat
dikembangkan didaerah yang jauh dari pantai.
Kesimpulan
Air karst yang mendapatkan tambahan pupuk Urea dan TSP dapat digunakan
sebagai media kultur mikroalga laut. Chlorella sp. dalam media air karst
menunjukkan produktifitas tertinggi pada level rasio N dan P sebesar 20:1,
sementara Nannochloropsis sp. memiliki produktivitas yang relatif seragam pada
rasio N dan P dari 4:1 sampai 20:1.
Saran
Air karst sebagai media kultur mikroalga dapat digunakan setelah dilakukan
pemanasan (100°C) untuk menurunkan parameter Ca dan kesadahan yang tinggi
pada air karst. Penentuan rasio N dan P perlu ditingkatkan nilai P pada TSP untuk
memaksimalkan kelimpahan pada kultur mikroalaga laut pada media air karst
dengan menggunakan urea dan TSP.
19
DAFTAR PUSTAKA
Adenan SN, Fatimah, Yusoff, dan Shariff M. 2013. Effect of Salinity and
Temperature on the Growth of Diatoms and Green Algae. Journal of
Fisheries and Aquatic Science. Volume 8 (2): 397-404,
APHA. 2012. Standard Method For The Examination of Water and Wastewater.
22nd ed. American Public Health Association/American Water Work
Association/Water Environment Federation, Washington, DC, USA. 1496 p.
Amini S, Syamdidi. 2006. Konsentrasi Unsur Hara Media dan Pertumbuhan
Chlorella vulgaris dengan Pupuk Anorganik Teknis dan Analis. Jurnal Fish.
Science. 8(2):201-206.
Andersen RA. 2005. Algal Culturing Techniques. Elsevier Science Publishing Co
Inc.
Apriyanti. 2016. Teknik Kultur Mikroalga Chaetoceros sp. Pusat Penelitian
Limnologi LIPI Cibonong.
Bartley ML, Boeing WJ, Corcoran AA, Holguin FO, Schaub T. 2013. Effects of
salinity on growth and lipid accumulation of biofuel microalga
Nannochloropsis salina and invading organisms. Biomass and Bioenergy, 54,
83–88.
Becker W. 1994. Handbook of Microalgae Culture. Biotechnology and
Microbiologi. Cambridge University Press: Cambridge. 51-55.
Boney AD. 1989. Phytoplankton. 2nd Edition. London: Edward Arnold.
Borowitzka MA. 1988. Algal Growth Media and Sources of Algal Cultures. In:
Borowitzka, M.A & L.J Borowitza (Eds) Microalga Biotechnology.
Cambridge University Press: Cambridge: 456-465.
Boyd CE dan Thunjai T. 2003. Concentrations of major ions in waters of inland
shrimp farms in China, Ecuador, Thailand, and the United States. Journal of
the World Aquaculture Society. 34(4):524–532.
Cahyaningsi, Muchtar, Purnomo, Kusumaningrum PAH, Slamet, Asniar. 2009.
Juknis Produksi Pakan Alami Departem Kelautan dan Perikanan Direktorat
Jendral Perikanan Budidaya Balai Budidaya Air Payau Situbondo.35 hal.
Chen YC, Durbin EG.1994. Effects of pH on the growth and carbon uptake of
marine phytoplankton. Marine Ecology Progress Series. Vol. 109: 83-94.
Chainapong T, Traichaiyaporn S, Deming RL. 2012. Effect of light quality on
biomass and pigment production in photoautotrophic and mixotrophic
cultures of spirulina platensis. Journal Agr Tech. 8(5): 1593-1604.
Chilmawati D, Suminto. 2010. Penggunaan media kultur yang berbeda terhadap
pertumbuhan Chlorella sp. Saintek Perikanan, UNDIP. 6 (1): 71-78.
Cysewski GR, Lorenz R. 2000. Industrial Production of Microalgal Cell-Mass and
Secondary Products - Species of High Potential:Haematococcus. Handbook
of Microalgal Culture. 281–288.
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolahan. Kanisius, Jakarta, 80 pp.
Dortch Q. 2007 .The interaction between ammonium and nitrate uptake in
phytoplankton. Marine Ecology Progress Series: 183-201.
Firdaus DRP. 2016. Produktivitas Spirulina sp. Dalam Media Air Karst. [skripsi].
Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
20
Pembuatan larutan induk dari Urea dan TSP yang ditambahkan dari kekurangan
(mol) N dan P pada masing-masing rasio:
Penambahan
Rasio N dan P
Urea TSP
4:1 3,967 0,50448664
10:1 10,533 0,50448664
20:1 22,105 0,50448664
24
Lampiran 4 Hemacytometer
H0 H1 H2
H3 H4 H5
H6 H7 H8
27
H9 H10 H12
RIWAYAT HIDUP