Anda di halaman 1dari 18

Pencegahan TBC denganmeningkatkan kesehatan lingkungan

A. Latar Belakang
Tuberkulosis adalah salah satu penyakit menu- lar pada saluran napas, disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. 1 Pada negara-negara berkembang, tuberkulosis (TB) menjadi
permasala- han di bidang kesehatan dengan beban yang semakin meningkat, terutama
peningkatan kasus koinfeksi TB-HIV (human immunodeficiency virus). 1,2 Peningkatan kasus
TB disebabkan oleh resis- tensi obat anti tuberkulosis, angka kemiskinan yang meningkat,
kepadatan penduduk bahkan tempat tinggal yang tidak sesuai standar. Pada tahun 2013, sekitar 9
juta orang terinfeksi TB dengan kasus meninggal akibat TB sekitar 1,5 juta orang menurut data
WHO.2 Angka kasus TB di Indonesia cukup tinggi dengan perkiraan prevalensi sebesar 272 per
100.000 penduduk pada tahun 2014, insiden sebesar 183 per 100.000 penduduk, dan angka
kematian 25 per 100.000 penduduk akibat TB.3 Laporan Global Tuberculosis Report tahun 2014
menggambarkan 5,4 juta kasus baru dan 0,3 juta kasus TB relaps. Angka kejadian TB relas terjadi
di beberapa negara, India menjadi negara terbesar kasus relaps sebesar 33%, diikuti 9% dari Cina,
5,3% dari Afrika Selatan, 5% dari Rusia, dan 2,6% dari Indonesia (pada 0,3 juta kasus TB relaps
di seluruh dunia).4 Memutus rantai transmisi dan mencegah kekambuhan menjadi tujuan utama
pada penanganan TB selain tujuan kuratif.5,6 Angka insiden kasus tuberkulosis di Kabupaten
Klungkung periode 2011-2014 cenderung mengalami peningka- tan. Semua penderita TB paru
positif sebanyak 114 penderita sudah mendapat paket pengobatan TB dengan strategi DOTS
(Directly Observed Treatment Short), dengan angka kesembuhan penderita TB paru (BTA+)
sudah mencapai 95,95% meningkat dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar 86,65% sehingga
sudah mencapai target 80%.7,8 Pencegahan penyakit dan pemutusan rantai transmisi perlu
dilakukan pada tingkat keluarga.
Permasalahan
Masih tingginya angka kejadian TBC dan Anggota keluarga merupakan subjek yang mudah
ditularkan karena tinggal dengan penderita TB dan cara penularan yang mudah terutama pada
kondisi lingkungan padat dan tempat tinggal yang tidak sesuai terutama pada keluarga dengan
ekonomi rendah dan pendidikan rendah
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Intervensi dilakukan dengan melakukan edukasi dan pemberian contoh lingkungan yang
sesuai untuk tempat tinggal sehingga tb tidak mudah ditularkan
B. Pelaksanaan
Hari dan Waktu : kamis, 20 agustus 2020
Waktu : 08.00 sd selesai
Tempat : puskesmas waruroyom
C. Monitoring dan evaluasi
Evaluasi dinilai dari tidak bertambahnya kasus positif TBC pada keluarga tersebut
PHBS di Sekolah

A. Latar Belakang
Mengingat jumlah anak di indonesia rata-rata 30% dari total penduduk Indonesia dan
usia sekolah merupakan masa keemasan untuk menanamkan nilai-nilai perilaku hidup bersih
dan sehat (PHBS) sehingga berpotensi sebagai agen perubahaan untuk mempromosikan
PHBS, baik dilingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Jika tiap sekolah memiliki 20
kader kesehatan saja maka ada 5 juta kader kesehatan yang dapat membantu terlaksananya
dua strategi utama Departemen Kesehatan
Munculnya sebagai penyakit yang sering menyerang anak usia sekolah (usia 6-10),
ternyata umumnya berkaitan dengan PHBS. Oleh karena itu, penanaman nilai-nilai PHBS
disekolah merupakan kebutuhan mutlak dan dapat dilakukan melalui pedekatan usaha
kesehatan Sekolah (UKS).
PHBS disekolah adalah upaya untuk memberdayakan siswa, guru dan masyarakat
lingkungan sekolah agar tahu dan mau serta mampu mempraktikan PHBS dan berperan aktif
dalam mewujudkan sekolah sehat.
B. Permasalahan
Masih kurangnya kesadaran perilaku hidup bersih pada anak yang mempengaruhi Kesehatan
C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Dilakukan penyuluhan mengenai PHBS di Sekolah
D. Pelaksanaan
Hari dan Waktu : Kamis, 26 Agustus 2020
Waktu : 08.00 sd selesai
Tempat :ruang tunggu puskesmas Waruroyom
E. Monitoring dan evaluasi
Monitoring dinilai dari Tanya jawab yang dilakukan ke peserta yang hadir
Imunisasi

A. Latar Belakang
Imunisasi adalah proses untuk membuat seseorang imun atau kebal terhadap suatu
penyakit. Proses ini dilakukan dengan pemberian vaksin yang merangsang sistem kekebalan
tubuh agar kebal terhadap penyakit tersebut.
Bayi yang baru lahir memang sudah memiliki antibodi alami yang disebut kekebalan
pasif. Antibodi tersebut didapatkan dari ibunya saat bayi masih di dalam kandungan. Akan
tetapi, kekebalan ini hanya dapat bertahan beberapa minggu atau bulan saja. Setelah itu, bayi
akan menjadi rentan terhadap berbagai jenis penyakit.
Imunisasi bertujuan untuk membangun kekebalan tubuh seseorang terhadap suatu
penyakit, dengan membentuk antibodi dalam kadar tertentu. Agar antibodi tersebut terbentuk,
seseorang harus diberikan vaksin sesuai jadwal yang telah ditentukan. Jadwal imunisasi
tergantung jenis penyakit yang hendak dicegah. Sejumlah vaksin cukup diberikan satu kali,
tetapi ada juga yang harus diberikan beberapa kali, dan diulang pada usia tertentu. Vaksin
dapat diberikan dengan cara disuntik atau tetes mulut.
B. Permasalahan
Masih kurangnya pengetahuan dan minat akan imunisasi
C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Dilakukan penyuluhan mengenai Imunisasi
D. Pelaksanaan
Hari dan Waktu : Kamis, 26 Agustus 2020
Waktu : 08.00 sd selesai
Tempat :ruang tunggu puskesmas Waruroyom
E. Monitoring dan evaluasi
Monitoring dinilai dari Tanya jawab yang dilakukan ke peserta yang hadir
Adaptasi Kebiasaan Baru
A. Latar Belakang
Pada masa pandemi masyarakat Indonesia diharuskan hidup dengan tatanan hidup
baru, yang dapat ‘berdamai’ dengan COVID-19. Adapun yang dimaksud dengan New Normal
adalah suatu tindakan atau perilaku yang dilakukan oleh masyarakat dan semua institusi yang
ada di wilayah tersebut untuk melakukan pola harian atau pola kerja atau pola hidup baru
yang berbeda dengan sebelumnya. Bila hal ini tidak dilakukan, akan terjadi risiko penularan.
Tujuan dari New Normal adalah agar masyarakat tetap produktif dan aman dari
Covid-19 di masa pandemi. Selanjutnya agar New Normal lebih mudah diinternalisasikan
oleh masyarakat maka “New Normal” dinarasikan menjadi “Adaptasi Kebiasaan Baru”.
Maksud dari Adaptasi Kebiasaan Baru adalah agar kita bisa bekerja, belajar dan beraktivitas
dengan produktif di era Pandemi Covid-19.
B. Permasalahan
Masih banyaknya masyarakat yang belum terbiasa menerapakan hidup dengan adaptasi
kebiasaan baru
C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Intervensi dilakukan dengan melakukan penyuluhan mengenai Menuju Adaptasi Kebiasaan
Baru
D. Pelaksanaan
Hari dan Waktu : Senin, 31 Agustus 2020
Waktu : 08.00 sd selesai
Tempat : ruang tunggu puskesmas Waruroyom
E. Monitoring dan evaluasi
Monitoring dinilai dari Tanya jawab yang dilakukan ke peserta yang hadir
Kekurangan Energi Kronis
A. Latar Belakang
Kekurangan Energi Kronis (KEK) merupakan suatu keadaan dimana status gizi
seseorang buruk disebabkan karena kurangnya konsumsi pangan sumber energi yang
mengandung zat gizi makro yang berlangsung lama atau menahun. Selanjutnya, Depkes
(2002) menyatakan bahwa kurang energi kronis pada kehamilan telah banyak diketahui
memberikan dampak negatif pada ibu hamil serta kepada janin yang dikandungnya. Salah
satu dampak negatif yang sangat menonjol adalah risiko kematian ibu saat melahirkan dan
bayi lahir dengan berat badan rendah. Ibu hamil yang menderita KEK dan anemia mempunyai
risiko kesakitan yang lebih besar terutama pada trimester III kehamilan dibandingkan dengan
ibu hamil normal. Akibatnya mereka mempunyai risiko yang lebih besar untuk melahirkan
bayi dengan BBLR, kematian saat persalinan, pendarahan, dan pasca persalinan yang sulit
karena lemah dan mudah mengalami gangguan kesehatan. Bayi yang dilahirkan dengan
BBLR umumnya kurang mampu meredam tekanan lingkungan yang baru, sehingga dapat
berakibat pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan, bahkan dapat mengganggu
kelangsungan hidupnya.
B. Permasalahan
Masih banyaknya Ibu hamil dengan berat badan yang kurang
C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Intervensi dilakukan dengan melakukan penyuluhan mengenai Kekurangan Energi Kronis
D. Pelaksanaan
Hari dan Waktu : Senin, 31 Agustus 2020
Waktu : 08.00 sd selesai
Tempat : ruang tunggu puskesmas Waruroyom
E. Monitoring dan evaluasi
Monitoring dinilai dari Tanya jawab yang dilakukan ke peserta yang hadir
Sanitasi lingkungan untuk pencegahan DBD
A. Latar Belakang
Penyakit DBD paling sensitif terhadap perubahan iklim termasuk lingkungan fisik. Perubahan
iklim akan berpengaruh terhadap media transmisi penyakit, karena vektor akan
berkembangbiak optimum apabila suhu, kecepatan angin dan kelembapan tersedia dalam
jumlah yang optimum untuk kehidupannya.
(Wulandari, 2016). Siklus hidup nyamuk itu sendiri juga sangat berpengaruh oleh tersedianya
air atau genangan sebagai media berkembang biak dari telur menjadi nyamuk 18 dewasa.
Karena, aktifitas sehari-hari nyamuk memerlukan suhu yang cukup tinggi dan didukung oleh
udara yang lembab, selain itu kejadian DBD diduga disebabkan masih banyaknya tempat
perindukan nyamuk yang berupa bak mandi, ember, gentong, yang bukan untuk keperluan
sehari-hari misalnya vas bunga, ban bekas, tempat sampah, serta tempat penampungan air
alamiah seperti lubang pohon, pelepah, lubang batu, dan dilanjutkan dengan sanitasi
lingkungan yang buruk.
Penyakit DBD juga merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan, yaitu suatu kondisi
patologis berupa kelainan fungsi atau morfologi suatu organ tubuh yang disebabkan oleh
interaksi manusia dengan segala sesuatu disekitarnya yang memiliki potensi penyakit.
Lingkungan sangat berpengaruh terhadap kejadian penyakit DBD terutama suatu keadaan
lingkungan yang sanitasinya buruk.
B. Permasalahan
Semakin banyaknya masyarakat yang dirawat karena DBD
C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Dilakukan penyuluhan mengenai sanitasi lingkungan yang baik agar jentik nyamuk tidak
berkembang dan tidak terjadi penularan dbd
D. Pelaksanaan
Hari dan Waktu : kamis 3 September 2020
Waktu : 08.00 sd selesai
Tempat : Ruang tunggu puskesmas waruroyom

E. Monitoring dan evaluasi


Evaluasi dinilai dari tidak adanya kasus DBD di lingkungan kerja puskesmas Waruroyom
Dyspepsia
A. Latar Belakang
Gastritis merupakan proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung yang
terjadi apabila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain
(1). Gambaran klinis yang ditemukan dapat berupa dispepsia atau indigesti (2). Penyebab
paling sering adalah infeksi bakteri. Helicobacter pylori yang menyebabkan peradangan pada
lambung, gangguan autoimun dan penggunaan jangka panjang obat anti-inflamatory drugs
(NSAID). Gastritis dapat terjadi tiba-tiba (gastritis akut) atau secara bertahap (gastritis
kronis). Gejala yang sering muncul adalah nyeri epigastrium, mual dan kembung (3). Gejala
yang dirasa pada penyakit ini biasanya ringan sehingga membuat keluhan gastritis ini sering
diabaikan dan berakibat terus bertambahnya angka kejadian gastritis. Di dunia, insiden
gastritis sekitar 1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk setiap tahun (4). World Health
Organization (WHO) tahun 2012 mengadakan tinjauan terhadap beberapa negara dunia dan
mendapatkan hasil persentase dari angka kejadian gastritis di dunia, diantaranya Inggris 22%,
China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%, dan Perancis 29,5%. Insiden terjadinya gastritis di
Asia Tenggara sekitar 583.635 dari jumlah penduduk setiap tahunnya. Persentase angka
kejadian gastritis di Indonesia menurut WHO adalah 40,8%. Angka kejadian gastritis pada
beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi 274.396 kasus dari 238.452.952
jiwa penduduk
Permasalahan
Semakin banyaknya penderita dyspepsia terutama remaja karena pola makan yang
tidak baik
B. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Intervensi dilakukan dengan melakukan pemeriksaan
C. Pelaksanaan
Hari dan Waktu : kamis 3 September 2020
Waktu : 08.00 sd selesai
Tempat : Ruang tunggu puskesmas waruroyom

D. Monitoring dan evaluasi


Monitoring dinilai dari Tanya jawab yang dilakukan ke peserta yang hadir
PHBS di Tempat Umum
A. Latar Belakang
Tempat – tempat Umum adalah sarana yang diselenggarakan oleh pemerintah/swasta,
atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan bagi masyarakat seperti sarana pariwisata,
transportasi, sarana ibadah, sarana perdagangan dan olahraga, rekreasi dan sarana sosial
lainnya.
PHBS di Tempat – tempat Umum adalah upaya untuk memberdayakan masyarakat
pengunjung dan pengelola tempat – tempat umum agar tahu, mau dan mampu untuk
mempraktikkan PHBS dan berperan aktif dalam mewujudkan tempat – tempat Umum Sehat.

B. Permasalahan
Masih kurangnya kesadaran masyarakat akan perilaku hidup bersih di tempat umum
C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Dilakukan penyuluhan mengenai PHBS Tempat Umum
D. Pelaksanaan
Hari dan Waktu : Rabu, 9 September 2020
Waktu : 08.00 sd selesai
Tempat : Ruang tunggu puskesmas waruroyom
E. Monitoring dan evaluasi
Monitoring dinilai dari Tanya jawab yang dilakukan ke peserta yang hadir
Adaptasi Kebiasaan Baru
F. Latar Belakang
Pada masa pandemi masyarakat Indonesia diharuskan hidup dengan tatanan hidup
baru, yang dapat ‘berdamai’ dengan COVID-19. Adapun yang dimaksud dengan New Normal
adalah suatu tindakan atau perilaku yang dilakukan oleh masyarakat dan semua institusi yang
ada di wilayah tersebut untuk melakukan pola harian atau pola kerja atau pola hidup baru
yang berbeda dengan sebelumnya. Bila hal ini tidak dilakukan, akan terjadi risiko penularan.
Tujuan dari New Normal adalah agar masyarakat tetap produktif dan aman dari
Covid-19 di masa pandemi. Selanjutnya agar New Normal lebih mudah diinternalisasikan
oleh masyarakat maka “New Normal” dinarasikan menjadi “Adaptasi Kebiasaan Baru”.
Maksud dari Adaptasi Kebiasaan Baru adalah agar kita bisa bekerja, belajar dan beraktivitas
dengan produktif di era Pandemi Covid-19.
G. Permasalahan
Masih banyaknya masyarakat yang belum terbiasa menerapakan hidup dengan adaptasi
kebiasaan baru
H. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Intervensi dilakukan dengan melakukan penyuluhan mengenai Menuju Adaptasi Kebiasaan
Baru
I. Pelaksanaan
Hari dan Waktu : Senin, 31 Agustus 2020
Waktu : 08.00 sd selesai
Tempat : ruang tunggu puskesmas Waruroyom
J. Monitoring dan evaluasi
Monitoring dinilai dari Tanya jawab yang dilakukan ke peserta yang hadir
Kecacingan
A. Latar Belakang
Cacingan merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah Kesehatan
masyarakat Indonesia, tak terkecuali di provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Angka
prevalensi cacingan nasional tergolong sedang dengan angka 28,12%. Survei prevalensi tahun
2011 menunjukkan angka 29,47% dan 24,53% berturut-turut di Kabupaten Lombok Barat dan
Mataram (Kementerian Kesehatan, 2012). Sedangkan survei cacingan yang dilakukan
Kementerian Kesehatan tahun 2018 di Kabupaten Lombok Tengah menunjukkan 54 sampel
positif dari 330 sampel feses (16,36 %) dengan intensitas askariasis, trikuriasis, infeksi cacing
tambang dan enterobiasis termasuk dalam kategori ringan (Kementerian Kesehatan, 2018).

Faktor penyebab kejadian cacingan umumnya diakibatkan kemiskinan serta


kurangnya sanitasi dan kebersihan seperti berjalan tanpa alas kaki, tidak mencuci tangan
dengan sabun sebelum makan dan setelah buang air besar. Kejadian cacingan dapat menular
pada suatu individu melalui kontak dengan tanah yang terkontaminasi (cacing tambang)
ataupun melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi telur cacing (Anuar, Salleh &
Moktar, 2014).

Cacingan berdampak pada penurunan penyerapan zat gizi semisal karbohidrat,


protein dan menyebabkan kehilangan darah. Gizi merupakan salah satu faktor yang
dibutuhkan anak untuk menunjang pertumbuhan otak atau intelegensia dan tumbuh kembang
yang optimal. Anak usia sekolah yang terdampak cacingan dapat lebih rentan terkena
penyakit seperti anemia, kondisi fisik berkurang, gangguan perkembangan kognitif, gangguan
pertumbuhan, hingga malnutrisi yang diakibatkan oleh penghisapan darah dan zat-zat
makanan oleh cacing yang dibutuhkan tubuh (Anuar, dkk., 2014). Angka Global Disability
Adjusted Life Years Lost (Global DALY’s Lost) mencapai 39 juta menunjukkan potensi
penurunan produktivitas sumber daya manusia jangka panjang (Kementerian Kesehatan,
2017).

B. Permasalahan
Masih banyaknya masyarakat yang belum mengetahui tentang dampak buruknya kecacingan
C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Intervensi dilakukan dengan melakukan penyuluhan mengenai Kecacingan
D. Pelaksanaan
Hari dan Waktu : Senin, 14 September 2020
Waktu : 08.00 sd selesai
Tempat : ruang tunggu puskesmas Waruroyom
E. Monitoring dan evaluasi
Monitoring dinilai dari Tanya jawab yang dilakukan ke peserta yang hadir
Pentingnya asi eksklusif untuk bayi
A. Latar Belakang
ASI eksklusif menurut World Health Organization (WHO, 2011) adalah memberikan hanya
ASI saja tanpa memberikan makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai
berumur 6 bulan, kecuali obat dan vitamin. Namun bukan berarti setelah pemberian ASI
eksklusif pemberian ASI eksklusif pemberian ASI dihentikan, akan tetapi tetap diberikan
kepada bayi sampai bayi berusia 2 tahun
Millenium Development Goals (MDG’s), Indonesia menargetkan pada tahun 2015 angka
kematian bayi dan angka kematian balita menurun sebesar dua pertiga dalam kurun waktu
1990-2015. Berdasarkan hal tersebut Indonesia mempunyai komitmen untuk menurunkan
angka kematian bayi dari 68 menjadi 23/1.000 kelahiran hidup (KH) dan angka kematian
balita dari 97 menjadi 32/1.000 KH pada tahun 2015. Menghadapi tantangan dari MDGs
tersebut maka perlu adanya program kesehatan anak yang mampu menurunkan angka
kesakitan dan kematian pada bayi dan anak. Salah satuprogram dalam proses penurunan
angka kematian bayi dan angka kematian balita adalah program ASI eksklusif.
B. Permasalahan
Kurangnya pengetahuan ibu bahwa anak <6 bulan hanya boleh diberikan asi saja
C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Intervensi dilakukan dengan melakukan penyuluhan mengenai manfaat dan kelebihan
ASI.
D. Pelaksanaan
Hari dan Waktu : Jumat, 18 September 2020
Waktu : 08.00 sd selesai
Tempat : Posyandu RW 13 desa Rancaekek Kulon
E. Monitoring dan evaluasi
Evaluasi dinilai dari Tanya jawab saaat akhir intervensi.
Kusta
F. Latar Belakang
Morbus hansen atau kusta atau lepra adalah suatu penyakit granuloma kronik progesif yang
disebabkan oleh bakteri Mycrobacterium leprae, yang menyerang kulit dan sistem saraf tepi.
1 Kusta termasuk salah satu penyakit menular dengan angka kejadian yang tinggi di dunia.
Jumlah kasus baru kusta di dunia pada tahun 2011 adalah sekitar 219.075 dan jumlah
terbanyak ditemukan di Asia Tenggara.2 Menurut Weekly Epidemiological Report oleh
World Health Organization, jumlah pasien baru kusta di Indonesia mengalami penurunan dari
tahun 2011 ke 2012, yaitu dari 20.023 pasien baru menjadi 18.994 pasien baru.
G. Permasalahan
Masih kurangnya pengetahuan pasien tentang kusta
H. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Intervensi dilakukan dengan melakukan penyuluhan tentang kusta
I. Pelaksanaan
Hari dan Waktu : Kamis, 24 September 2020
Waktu : 08.00 sd selesai
Tempat : puskesmas Waruroyom
J. Monitoring dan evaluasi
Evaluasi dinilai dari hasil tanya jawab pada pasien
Diabetes Melitus
A. Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit kronis yang memerlukan terapi medis
secara berkelanjutan. Penyakit ini semakin berkembang dalam jumlah kasus begitu pula
dalam hal diagnosis dan terapi. Dikalangan masyarakat luas, penyakit ini lebih dikenal
sebagai penyakit gula atau kencing manis. Dari berbagai penelitian, terjadi kecenderungan
peningkatan prevalensi DM baik di dunia maupun di Indonesia.1 DM dapat mengakibatkan
berbagai macam komplikasi yang serius pada organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, dan
pembuluh darah. Untuk mencegah komplikasi yang lebih serius adalah dengan diagnosis dini
DM agar dapat diberikan intervensi lebih awal
B. Permasalahan
Sampai saat ini penderita diabetes mellitus semakin meningkat dan pengontrolan DM
yang belum adekuat dikarenakan penderita kebanyakan tidak menghasilkan gejala
apapun sehingga diabaikan oleh penderita.
C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Intervensi dilakukan dengan melakukan penyuluhan mengenai pentingnya mengontrol
gula darah dengan konsumsi obat secara rutin dan menerapkan diet DM meskipun
tidak ada keluhan apapun serta pemeriksaan gula darah. Sasaran pada penyuluhan
adalah penderita DM dan lansia
D. Pelaksanaan
Hari dan Waktu : Kamis, 24 September 2020
Waktu : 08.00 sd selesai
Tempat : puskesmas Waruroyom
E. Monitoring dan evaluasi
Evaluasi dinilai dari terkontrolnya gula drah pada bulan selanjutnya pada penderita
DM dan berkurangnya penderita komplikasi akibat DM di wilayah kerja Puskesmas
Waruroyom.
PHBS Rumah Tangga

A. Latar Belakang
Bahwa rumah tangga atau keluarga sehat merupakan aset atau modal utama
pembangunan di masa depan yang perlu dijaga, ditingkakan dan dilindungi kesehatannya.
Beberapa anggota rumah tangga mempunyai masa rawan terkena gangguan berbagai
penyakit. Angka kesakitan dan kematian penyakit infeksi dan non infeksi dapat dicegah
dengan PHBS.
PHBS itu jumlahnya bisa banyak sekali, bisa ratusan; misalnya tentang Gizi: makan
beraneka ragam makanan, minum Tablet Tambah Darah, mengkonsumsi Garam Beryodium,
memberi bayi dan balita Kapsul Vitamin A; dst. Namun setiap rumah tangga dianjurkan
untuk melaksanakan semua perilaku kesehatan; untuk manfaat yang tidak ternilai; baik bagi
rumah tangga itu sendiri, lingkungan, dan bahkan nasional.
B. Permasalahan
Masih kurangnya kesadaran perilaku hidup bersih rumah tangga di masyarakat
C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Dilakukan penyuluhan mengenai PHBS Rumah Tangga
D. Pelaksanaan
Hari dan Waktu : Jumat, 2 Oktober 2020
Waktu : 08.00 sd selesai
Tempat :ruang tunggu puskesmas Waruroyom
E. Monitoring dan evaluasi
Monitoring dinilai dari Tanya jawab yang dilakukan ke peserta yang hadir
Stunting

A. Latar Belakang
Balita pendek (stunting) merupakan keadaan tubuh yang pendek dan sangat pendek hingga
melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan. Stunting dapat di diagnosis
melalui indeks antropometri tinggi badan menurut umur yang mencerminkan pertumbuhan linier
yang dicapai pada pra dan pasca persalinan dengan indikasi kekurangan gizi jangka panjang,
akibat dari gizi yang tidak memadai. Stunting merupakan pertumbuhan linear yang gagal untuk
mencapai potensi genetik sebagai akibat dari pola makan yang buruk dan penyakit infeksi.
Stunting adalah masalah gizi utama yang akan berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi
dalam masyarakat. Ada bukti jelas bahwa individu yang stunting memiliki tingkat kematian lebih
tinggi dari berbagai penyebab dan terjadinya peningkatan penyakit. Stunting akan mempengaruhi
kinerja pekerjaan fisik dan fungsi mental dan intelektual akan terganggu. Hal ini juga didukung
oleh Jackson dan Calder (2004) yang menyatakan bahwa stunting berhubungan dengan gangguan
fungsi kekebalan dan meningkatkan risiko kematian. Di Indonesia, diperkirakan 7,8 juta anak
mengalami stunting, data ini berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh UNICEF dan
memposisikan Indonesia masuk ke dalam 5 besar negara dengan jumlah anak yang mengalami
stunting tinggi.

B. Permasalahan
Masih banyaknya balita dengan berat badan yang kurang dari seharusnya.
C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Dilakukan penyuluhan mengenai Stunting
D. Pelaksanaan
Hari dan Waktu : Jumat, 2 Oktober 2020
Waktu : 08.00 sd selesai
Tempat :ruang tunggu puskesmas Waruroyom
E. Monitoring dan evaluasi
Monitoring dinilai dari Tanya jawab yang dilakukan ke peserta yang hadir
Pencegahan Covid 19

A. Latar Belakang
Penyakit corona virus 2019 atau Corona Virus Disease-19 (COVID-19) adalah
infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh jenis virus corona. Nama lain dari penyakit
ini adalah Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-COV2). Kasus
COVID-19 pertama kali dilaporkan di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok, pada
Desember 2019. Dalam beberapa bulan saja, penyebaran penyakit ini telah menyebar ke
berbagai negara, baik di Asia, Amerika, Eropa, dan Timur Tengah serta Afrika. Pada tanggal
11 Maret 2020, Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO)
mendeklarasikan penyebaran COVID-19 dikategorikan sebagai pandemi.
Pandemi covid 19 ini sudah menjadi wabah tingkat dunia karena penyebaranya sangat
cepat, akibat dari pengetahuan masyarat yang kurang mengetahui tentang pencegahan corona
dan kurang patuhnya tentang aturan yang sudah didentukan oleh pemerintahan kesehatan di
negaranya.
B. Permasalahan
Masih kurangnya kesadaran masyarakat tentang 3M (Menjaga jarak, menggunakan masker
dan menjaga jarak)
C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Dilakukan penyuluhan mengenai pencegahan covid 19
D. Pelaksanaan
Hari dan Waktu : Kamis, 8 Oktober 2020
Waktu : 08.00 sd selesai
Tempat :ruang tunggu puskesmas Waruroyom
E. Monitoring dan evaluasi
Monitoring dinilai dari Tanya jawab yang dilakukan ke peserta yang hadir
Hipertensi

A. Latar Belakang
Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia. Betapa tidak,
hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer
kesehatan. Hal itu merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar
25,8%, sesuai dengan data Riskesdas 2013. Di samping itu, pengontrolan hipertensi belum
adekuat meskipun obat-obatan yang efektif banyak tersedia.
B. Permasalahan
Sampai saat ini penderita hipertensi semakin meningkat dan pengontrolan hipertensi
yang belum adekuat dikarenakan hipertensi kebanyakan tidak menghasilkan gejala
apapun sehingga diabaikan oleh penderita.
C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Intervensi dilakukan dengan melakukan penyuluhan mengenai pentingnya mengontrol
darah tinggi dengan konsumsi obat secara rutin dan menerapkan diet DASH (Dietary
Approaches to Stop Hypertension) meskipun tidak ada keluhan apapun serta
pemeriksaan rutin darah tinggi. Sasaran pada penyuluhan adalah penderita hipertensi
dan lansia
D. Pelaksanaan
Hari dan Waktu : Kamis, 8 Oktober 2020
Waktu : 08.00 sd selesai
Tempat :ruang tunggu puskesmas Waruroyom
E. Monitoring dan evaluasi
Evaluasi dinilai dari terkontrolnya tekanan darah tinggi pada bulan selanjutnya pada
penderita hipertensi
Kesehatan Gigi dan Mulut

A. Latar Belakang
Kesehatan gigi dan mulut merupakan hal yang penting dalam kehidupan setiap
individu termasuk pada anak, karena gigi dan gusi yang rusak dan tidak dirawat akan
menyebabkan rasa sakit, gangguan pengunyahan dan dapat mengganggu kesehatan tubuh
lainnya. Anak merupakan kelompok umur yang rentan terhadap penyakit. Anak yang
memiliki masalah Kesehatan gigi dan mulutnya dapat terganggu kualitas hidupnya, padahal
anak merupakan aset bangsa untuk pembangunan dimasa yang akan dating (Kantohe dkk,
2016). Hasil survey Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 menunjukkan bahwa
25,9% penduduk Indonesia mengalami masalah kesehatan gigi dan mulut. Masalah kesehatan
pada anak usia 5-9 tahun mencapai 28,9% selama tahun 2013 (Depkes, 2013).
Masa kanak-kanak usia 6-12 tahun merupakan masa-masa yang rentan
terhadap masalah kesehatan gigi, karena merupakan usia transisi atau pergantian gigi
decidui dengan gigi permanen (usia 6-8 tahun). Adanya variasi gigi susu dan gigi
permanen bersama-sama didalam mulut, menandai gigi campuran pada anak. Gigi
yang baru tumbuh tersebut belum sempurna sehingga rentan terhadapkerusakan
(Darwita, 2011). Usia sekolah merupakan saat yang baik untuk memberikan dasar
terbentuknya manusia yang berkualitas. Kesehatan adalah salah satu unsur penting
dalam membentuk manusia yang berkualitas. Anak dengan usia sekolah khususnya
sekolah dasar adalah kelompok yang rentan terhadap penyakit gigi dan mulut karena
umumnya pada kelompok tersebut anak-anak cenderung memiliki perilaku atau
kebiasaan diri yang kurang mendukung terciptanya kesehatan gigi dan mulut yang
baik (Pontonuwu dkk, 2013).
B. Permasalahan
Masih kurangnya kesadaran akan Kesehatan gigi dan mulut terutama pada anak-anak.
C. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Dilakukan penyuluhan mengenai Kesehatan gigi dan mulut
D. Pelaksanaan
Hari dan Waktu : Senin, 19 Oktober 2020
Waktu : 08.00 sd selesai
Tempat :ruang tunggu puskesmas Waruroyom
E. Monitoring dan evaluasi
Monitoring dinilai dari Tanya jawab yang dilakukan ke peserta yang hadir

Anda mungkin juga menyukai