A RIZAL RIFANDI
2005571021
TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK
Metode Ilmiah
Penelitian ilmiah dilakukan dengan menggunakan suatu kaidah dan metode tertentu yang
biasa disebut dengan metode ilmiah (scientific method). Metode ilmiah inilah yang perupakan
perangkat utama bagi para ilmuwan untuk menghasilkan ilmu pengetahuan baik yang berupa
pengetahuan baru, teori atau hukum. Oleh sebab itu seorang ilmuwan wajib untuk memahami dan
menguasai dengan baik metode ilmiah ini.
Langkah Metode Ilmiah
Prosedur yang biasa dianut dalam metode ilmiah direpresentasikan pada Gambar 1.1 yang
meliputi langkah sebagai berikut: 1. Perumusan pertanyaan penelitian (Research Question) 2.
Penyusunan kerangka berpikir (Theoritical Framework) 3. Perumusan hipotesis (Formulation of
Hypothesis) 4. Pengujian hipotesis (Testing of Hypothesis) 5. Penarikan kesimpulan (Conclusion)
Kerekayasaan
Kerekayasaan (engineering) merupakan disiplin keahlian yang terkait langsung dengan
pemenuhan kebutuhan fisik manusia. Sejarah keberadaan kerekayasaan sebagai disipilin keahlian
sebenarnya seiring dengan diketemukannya ilmu pengetahuan itu sendiri. Seseorang yang ahli
dalam disiplin kerekayasaan disebut sebagai insinyur (engineer). Kata engineer berasal dari bahasa
latin ingenium yang berarti bakat alamiah atau penemuan dengan kecerdasan. Menurut
Accreditation Board of Engineering and Technology (ABET) engineering didefinisikan sebagai
berikut:
“the profession in which a knowledge of mathematical and natural sciences gained by study,
experience, and practice is applied with judgment to develop ways to utilize, economically, the material
and forces of nature for the benefit of mankind”
Periode Kerekayaasaan Awal
Sesuai dengan catatan sejarah periode kerekayasaan awal (Early Engineering Era) ini dimulai sejak
tahun 3200 SM sampai dengan tahun 1750 M, dimana disiplin kerekayasaan ditandai dengan aplikasi ilmu
matematika (mathematics) dan ilmu pengetahuan alam (natural science) dalam proses perancangan
melalui serangkaian proses analisis dan sinthesis dalam rangka menghasilkan barang
Prinsip Dasar Kerekayasaan
Berkaitan dengan peran dan maksud kerekayasaan, kompetensi yang perlu dimiliki oleh seorang insinyur
(engineer) meliputi tiga hal yang saling terkait dan bersinergi yaitu: 1. Menyelesaikan masalah (Solve
Problem) yang dihadapi oleh manusia 2. Analisis (Analyze) masalah, dengan menggunakan pendekatan
dan metode ilmiah untuk dapat mengenali masalah secara rinci dan mampu untuk mengidentifikasi
alternatif solusinya 3. Perancangan (Design) yang merupakan proses sinthesis untuk dapat menemukan
jawaban atas permasalahan yang dihadapi. Perancangan merupakan integrasi dari kemampuan dalam tiga
hal yaitu: a. Kreativitas (Creativity) b. Analysis (Analyze) c. Synthesis (Synthesis)
Menurut Blanchard
Aplikasi sistem dari kombinasi sumber daya fisik dan alam dengan suatu cara tertentu untuk menciptakan,
mengembangkan, memproduksi dan mendukung suatu produk atau suatu proses dimana secara ekonomis
mencakup beberapa bentuk kegunaan bagi manusia.
Pengukuran kerja berkaitan dengan penentuan waktu standar yang digunakan dalam melaksanakan
kegiatan kerja.
Dari kedua difinisi tersebut tersurat bahwa Teknik Industri memiliki objek kajian yang tetap yaitu sistem
integral
Tidak berbeda dengan bidang kerekayasaan lainnya, kajian dalam disiplin Teknik Industri dimulai
juga dari kebutuhan manusia (needs) atau masalah (problem). Melalui proses perancangan (design),
instalasi (installation) dan perbaikan (improvement) akan dihasilkan keluaran (output) yang berupa nilai
tambah (added value). Dengan demikian insinyur Teknik Industri tidak menghasilkan benda riil (real
product) seperti yang dihasilkan oleh disiplin kerekayasaan lainnya tapi yang dihasilkan adalah nilai
tambah (added value). Effisiensi sebagai ukuran kinerja sistem integral mencerminkan dua faktor utama
yaitu faktor produktivitas yang merupakan ukuran yang bersifat teknikal dan faktor ongkos yang
merupakan ukuran yang bersifat ekonomis. Produktivitas merupakan ukuran yang biasa digunakan oleh
insinyur dalam mengukur keberhasilannya yaitu sampai seberapa effektif sistem bekerja secara teknikal
Type Komponen Utama Kriteria Kinerja Stasiun Kerja (Work Station) Manusia (Men), Mesin
(Machines),& Material (Materials) Produktivitas (Productivity), Effisiensi (Efficiency) Manufaktur
(Manufacture) Manusia (Men), Mesin (Machines),& Material (Materials) Kulitas, Ongkos dan Pelayanan
(Quality, Cost & Delivery/QCD) Korporasi (Corporate) Pekerja (People), Fasilitas (Equipment),
&Material (Materials) Return on Investment (ROI), Return on Equity(ROE), Internal Rate of Return
(IRR) Sistem Rantai Pasok (Supply Chain System) Pekerja (People), Fasilitas (Equipment), &Material
(Materials) Daya Saing (Competitiveness) Return on Investment (ROI), Sistem Industri (Industrial
System) Pekerja (People), Infrastruktur (Infrastructure),Material (Materials) Produktivitas (Productivity),
Daya
Sistem Kegiatan Manusia Sistem Pengendalian Manajemen 1. Proses Manufaktur 2. Bahan dan
Sumber Daya Proses Produksi 3. Tata Cara Pelaksanaan Tugas 4. Tata Letak Fasilitas dan Pola Aliran
Bahan 5. Sarana dan Prosedur Penanganan Material 6. Perancangan Tempat Kerja 7. Ukuran dan Lokasi
Tempat Penyimpanan 8. Prosedur Pengumpulan Data dan Pelaporan 9. Prosedur Pemeliharaan 10.
Prosedur Pengamanan 11. Dsb.
Secara garis besar Turner (1994) membagi perkembangan ini atas dua bagian yaitu pandangan mikro
dan pandangan makro, dimana pemisah diantara keduanya dibatasi pada era setelah berakhirnya perang
dunia kedua.
a) Lingkup Mikro
Dari segi waktu, pandangan mikro dimulai sebelum terjadinya revolusi industri di Inggris dan
berakhir pada akhir perang dunia kedua yaitu sekitar akhir tahin 1940-an atau awal tahun1950-an.
Sedangkan ditinjau dari segi ruang lingkup pandangan mikro disiplin Teknik Industri ditandai dengan
perhatian yang lebih memfokuskan pada ruang lingkup kajian sistem kerja, baik yang berupa work station,
wokshop maupun sistem manufaktur. Disini dapat diamati bahwa sampai dengan periode berakhirnya
perang dunia pertama Teknik Industri lebih berfokus pada sistem integral yang berupa stasiun kerja (work
station) dimana tokoh yang memberikan kontribusi selain Taylor dan Gilbreth diantaranya adalah Adam
Smith, Eli Whitney dan Charles Babbage. Berikut akan diuraikan secara singkat peran dari kontributor
Teknik Industr
b) Lingkup Makro
Dari segi waktu, lingkup makro dimulai setelah berakhirnya perang dunia kedua yaitu sekitar akhir
tahun 1950-an. Sedangkan ditinjau dari segi ruang lingkup lingkup makro ditandai dengan fokus perhatian
keilmuan dan disiplin Teknik Industri yang lebih memfokuskan pada ruang lingkup kajian sistem integral
yang lebih luas yaitu dengan berubahnya komponen men menjadi people dalam definisi Teknik Industri
sehingga tidak lagi berfokus baik pada work station, workshop maupun sistem manufaktur tapi lebih
kepada sistem nyata (real system). Selain itu periode ini ditandai dengan meluasnya penggunaan
pendekatan kesisteman (systemic approach). Dalam periode ini dapat diamati ada tiga pendekatan yang
mewarnai yaitu pendekatan optimasi dan pemodelan sistem, pendekatan sistemik terintegrasi dan
pendekatan global terintegrasi.
Bab 3 SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TEKNIK INDUSTRI
Faktor-faktor yg mendorong lahirnya teknik industri
1. Kebutuhan akan ahli teknik yang dapat merencanakan, mengorganisasikan, dan mengoperasikan
sistem-sistem yang kompleks;
Teknik industri adalah disiplin enginering atau teknik bukan science dikarenakan teknik industri
menangani pekerjaan” perancangan(design),perbaikan(improvement) dan penginstallasian(instalation )
dan juga menangani maslah manusianya. Bidang garapan teknik industri adalah sistem integral yg terdiri
dari manusi,material,informasi,peralatan dan energy.
Disiplin Teknik Industri ada sejak masa revolusi industri (1970-an), yang dikembangkan oleh
beberapa individu yang berusaha mencari/mengembangkan prinsip-prinsip organisasi dan manajemen.
produksi tingkat lanjut. Era modern disiplin teknik industri yaitu saat revolusi industri yang terjadi di
Inggris
Beberapa penemuan teknologi yang menjadi awal mula munculnya disiplin teknik industri
dari segi pengembangan aspek teknologi pada masa itu, yaitu :
Tahapan tersebut adalah (1) analisis dan pengembangan metode; (2) kurangi waktu yang diperlukan; dan
(3) ciptakan produktivitas yang tinggi.
• Frank B. Gilbreth (lahir pada 7 Juli 1868) : memperkenalkan analisis gerakan (micromotion
studies), dengan mengidentifikasi dan menganalisis gerakan-gerakan dasar manusia pada saat
melakukan kerja manual.
• Henry Gantt : mengembangkan prosedur penjadwalan rencana kerja dengan menggunakan peta
balok (peta Gantt)
• Ralph Barner (1933), Doctor Teknik Industri pertama, dengan bukunya yaitu Motion and Time
Study.
• Pelopor pengembangan Teknik Industri lainnya, yaitu L.P. Alford, Arthur C. Anderson, W.
Edward Deming, Eugene L. Grant, Roberth Hoxie, Joseph Juran, Marvin E. Mundel, dan Walter
Shewart.
Perkembangan selanjutnya
Perkembangm teknik industri sebagaimana yg telah yelah kita ketahui sudah dimulai sejak pada
masa pra yunani kuno yg ditandai dengan perkembangan pola pikir untuk menyelesaikan permasalahan
permasalah yg ada dalam menyelesaikan pekerjaannya yang waktu itu menggunakan peralatan yg
sederhana
Perkrmbangan semakin pesat setelah terjadinya revolusi industri yg telah m,engubah secara
dramastis proses munufaktur dan membantu proses lahirnya konsep-konsep ilmu pengetahuan dikemudian
hari.pada masa ini ditemukan berbagai penemuan dibidang teknologi yg menjadi titik awal perkembangan
selanjutnya. diantanya penemuan mesin pintal,mesin uap,water frame dan lainnya.dan muncul beberapa
tokoh dan karyanya yg menjadi dasar perkembangan dasar dasar ilmu teknik industri seperti Frederick
Winslow Taylor sering ditetapkan sebagai Bapak Teknik Industriseperti risalah The Wealth of
Nations karya Adam Smith, dipublikasikan tahun 1776; Essay on Population karya Thomas
Malthus dipublikasikan tahun 1798; Principles of Political Economy and Taxation karya David Ricardo,
dipublikasikan tahun 1817; dan Principles of Political Economy karya John Stuart Mill, dipublikasikan
tahun 1848. Seluruh hasil karya ini mengilhami penjelasan paham Liberal Klasik mengenai kesuksesan
dan keterbatas dari Revolusi Industri. Adam Smith adalah ekonom yang terkenal pada zamannya.
Di Amerika Serikat selama akhir abad 19 telah terjadi perkembangan yang memengaruhi
pembentukan Teknik Industri. Henry R. Towne menekankan aspek ekonomi terhadap pekerjaan insinyur
yakni bagaimana seorang insinyur akan meningkatkan laba perusahaanTowne kemudian menjadi
anggota American Society of Mechanical Engineers (ASME).
Kemudian di era abad 20an ini , permasalahan Teknik Industri menjadi begitu besar dan kompleks
pada dan saat komputer digital berkembang. Dengan komputer digital dan kemampuannya menyimpan
data dalam jumlah besar, insinyur Teknik Industri memiliki alat baru untuk mengkalkulasi permasalahan
besar secara cepat. Sebelumnya komputasi pada suatu sistem memakan mingguan bahkan bulanan, tetapi
dengan komputer dan perkembangan sub-program "sub-routines", perhitungan dapat dilakukan dalam
hitungan menit dan dengan mudah dapat diulangi terhadap kriteria problem yang baru. Dengan
kemampuannya menyimpan data, hasil perhitungan pada sistem sebelumnya dapat disimpan dan
dibandingkan dengan informasi baru. Data-data ini membuat Teknik Industri menjadi cara yang kuat
dalam mempelajari sistem produksi dan reaskinya bila terjadi perubahan
Sejarah Teknik Industri di Indonesia di awali dari kampus Institut Teknologi Bandung. Sejarah
pendirian pendidikan Teknik Industri di ITB tidak terlepas dari kondisi praktek sarjana mesin pada tahun
lima-puluhan. Pada waktu itu, profesi sarjana Teknik mesin merupakan kelanjutan dari profesi pada jaman
Belanda, yaitu terbatas pada pekerjaan pengoperasian dan perawatan mesin atau fasilitas produksi.
Barang-barang modal itu sepenuhnya diimpor, karena di Indonesia belum terdapat pabrik mesin.
Di Universitas Indonesia (www.ui.edu), keilmuan Teknik Industri telah dikenalkan pada awal
tahun tujuh puluhan, dan merupakan sub bagian dari keilmuan Teknik Mesin. Sejak 30 Juni 1998,
diresmikanlah Jurusan Teknik Industri (sekarang Departemen Teknik Industri) Fakultas Teknik
Universitas Indonesia, situs resminya di http://www.ie.ui.ac.id/
Kalau pada masa itu, dijumpai bengkel-bengkel tergolong besar yang mengerjakan pekerjaan perancangan
konstruksi baja seperti yang antara lain terdapat di kota Pasuruan dan Klaten, pekerjaan itu pun masih
merupakan bagian dari kegiatan perawatan untuk mesin-mesin pabrik gula dan pabrik pengolahan hasil
perkebunan yang terdapat di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Dengan demikian kegiatan perancangan yang
dilakukan oleh para sarjana Teknik Mesin pada waktu itu masih sangat terbatas pada perancangan dan
pembuatan suku-suku cadang yang sederhana berdasarkan contoh-contoh barang yang ada. Peran yang
serupa bagi sarjana Teknik Mesin juga terjadi di pabrik semen dan di bengkel-bengkel perkereta-apian.
Pada saat itu, dalam menjalankan profesi sebagai sarjana Teknik Mesin dengan tugas pengoperasian mesin
dan fasilitas produksi, tantangan utama yang mereka hadapi ialah bagaimana agar pengoperasian itu dapat
diselenggarakan dengan lancar dan ekonomis. Jadi fokus pekerjaan sarjana Teknik Mesin pada saat itu
ialah pengaturan pembebanan pada mesin-mesin agar kegiatan produksi menjadi ekonomis, dan perawatan
(maintenance) untuk menjaga kondisi mesin supaya senantiasa siap pakai.
Pada masa itu, seorang kepala pabrik yang umumnya berlatar-belakang pendidikan mesin, sangat ketat dan
disiplin dalam pengawasan terhadap kondisi mesin. Di pagi hari sebelum pabrik mulai beroperasi, ia
keliling pabrik memeriksa mesin-mesin untuk menyakini apakah alat-alat produksi dalam keadaan siap
pakai untuk dibebani suatu pekerjaan.
Pengalaman ini menunjukan bahwa pengetahuan dan kemampuan perancangan yang dipunyai oleh
seorang sarjana Teknik Mesin tidak banyak termanfaatkan, tetapi mereka justru memerlukan bekal
pengetahuan manajemen untuk lebih mampu dan lebih siap dalam pengelolaan suatu pabrik dan bengkel-
bengkel besar.
Sekitar tahun 1955, pengalaman semacam itu disadari benar keperluannya, sehingga sampai pada gagasan
perlunya perkuliahan tambahan bagi para mahasiswa Teknik Mesin dalam bidang pengelolaan pabrik.
Pada tahun yang sama, orang-orang Belanda meninggalkan Indonesia karena terjadi krisis hubungan
antara Indonesia-Belanda, sebagai akibatnya, banyak pabrik yang semula dikelola oleh para administratur
Belanda, mendadak menjadi vakum dari keadministrasian yang baik. Pengalaman ini menjadi dorongan
yang semakin kuat untuk terus memikirkan gagasan pendidikan alternatif bidang keahlian di dalam
pendidikan Teknik Mesin.
Pada awal tahun 1958, mulai diperkenalkan beberapa mata kuliah baru di Departemen Teknik Mesin,
diantaranya : Ilmu Perusahaan, Statistik, Teknik Produksi, Tata Hitung Ongkos dan Ekonomi Teknik.
Sejak itu dimulailah babak baru dalam pendidikan Teknik Mesin di ITB, mata kuliah yang bersifat pilihan
itu mulai digemari oleh mahasiswa Teknik Mesin dan juga Teknik Kimia dan Tambang.
Sementara itu pada sekitar tahun 1963-1964 Bagian Teknik Mesin telah mulai menghasilkan sebagian
sarjananya yang berkualifikasi pengetahuan manajemen produksi/teknik produksi. Bidang Teknik
Produksi semakin berkembang dengan bertambahnya jenis mata kuliah. Mata kuliah seperti : Teknik Tata
Cara, Pengukuran Dimensional, Mesin Perkakas, Pengujian Tak Merusak, Perkakas Pembantu dan
Keselamatan Kerja cukup memperkaya pengetahuan mahasiswa Teknik Produksi.
Pada tahun 1966 - 1967, perkuliahan di Teknik Produksi semakin berkembang. Mata kuliah yang berbasis
teknik industri mulai banyak diperkenalkan. Sistem man-machine-material tidak lagi hanya didasarkan
pada lingkup wawasan manufaktur saja, tetapi pada lingkup yang lebih luas yaitu perusahaan dan
lingkungan. Dalam pada itu, di Departemen ini mulai diajarkan mata kuliah : Manajemen Personalia,
Administrasi Perusahaan, Statistik Industri, Perancangan Tata Letak Pabrik, Studi Kelayakan,
Penyelidikan Operasional, Pengendalian Persediaan Kualitas Statistik dan Programa Linier. Sehingga pada
tahun 1967, nama Teknik Produksi secara resmi berubah menjadi Teknik Industri dan masih tetap
bernaung di bawah Bagian Teknik Mesin ITB.
Pada tahun 1968 - 1971, dimulailah upanya untuk membangun Departemen Teknik Industri yang mandiri.
Upaya itu terwujud pada tanggal 1 Januari 1971.
BAB 4 MANAJEMEN ILMIAH
Dalam bukunya , Taylor mendescripsikan manajemen ilmiah adalah “Penggunaan metode ilmiah
untuk menentukan cara terbaik dalam menyelesaikan suatu pekerjaan . Sebagaimana yang kita ketahui
Federick Winslow Taylor dikenal sebagai bapak manajemen industri , karena hasil penelitiannya yang
telah dibukukan dalam karyanya “principles scientific management thn 1911” tentang usaha-usaha untuk
meningkatkan produktivitas kerja berdasarkan waktu dan gerak, dan buku ini dijadikan sebagai pegangan
penting bagi para buruh dan manajer
Era manajemen ilmiah
Menurut Hicks (1994) secara kronologis era ini dapat dibagi atas tiga bagian, yaitu era pionir, era
tradisional dan era awalmodernis.
• Era Pionir
Era pionir ini ditandai dengan di mulainya penggunaan metode ilmiah dalam memecahkan permasalahan
yang ada dalam suatu system kerja .
• Era Tradisionalis
• Era awal modernis
Mulai diperkenalkan penggunaan matematik dan statistic
serta prinsip optimasi klasik dalam menyelesaikan permasalahan dalam system integral.
Objek dan ruang lingkup kajian ditekankan pada perancangan (design) dan pengoperasian system
manufaktur dan diperluas pula pada bidang diluar manufaktur
Tokoh lain yang juga banyak menyumbangkan pemikiran kepaa manajemen ilmiah pada
permulaan perkembangannya adalah Frank Gilbreth dibantu oleh istrinya Lilian. Hasrat yang besar
dari Gilbreth adalah menimbulkan suatu cara yang cepat di dalam membuat batu bata. Ia tidak
terlalu tertarik kepada berapa lama sebuah batu bata itu dihasilkan, tetapi ia menginginkan
bagaimana mempercepat atau memperkecil jumlah gerakan yang diperlukan untuk bidang-bidang
tertentu serta dalam posisi yang menyenangkan. Sistem Gilbreth ini dikenal dengan nama “kerja
cepat”, tetapi oleh umum sering disebut sebagai „kilat”. Cepat dimaksudkan bukan terburu-buru
tetapi pengurangan jumlah gerakan yang tidak diperlukan di dalam pekerjaan.
Jika Taylor telah melakukan perbaikan-perbaikan di dalam metode, termasuk di dalamnya
beberapa studi gerak, maka Gilbreth berusaha menemukan cara yang terbaik di dalam menjalankan
pekerjaan yang telah banyak memberikan arti bagi pembentukan dasardasar dan teknik studi gerak
modern. Ia menegaskan bahwa ada 17 elemen dasar dari “gerak-gerak” di dalam pekerjaan yang
dinamakannya therblig .Kata therblig adalah kebalikan dari Gilbreth setelah memindahkan satu
huruf.
Ketujuh belas gerak itu adalah : 1. Search (mencari) 2. Find (menemukan) 3. Select (memilih) 4.
Grasp (merasa) 5. Position (meletakkan) 6. Assemble (merakit) 7. Use (menggunakan) 8.
Dissamble (memecah) 9. Inspect (memeriksa) 10. Transport loaded, moving hand or body with a
load (gerak nbermuatan,
menggerakkan tangan atau badan) 11. Pre-Position (pra meletakkan) 12. Release load (melepaskan
muatan/beban) 13. Transport empty (bergerak tanpa beban) 14. Wait-unavoidable (menunggu yang
tidak dapat dihindari) 15. Wait-avoidable (menunggu yang dapat dihindari) 16. Rest-mecessary for
over coming fatigue (istirahat untuk menghilangkan
kelelahan) 17. Plan (merencanakan gerak lainnya)
Sumbangan lain yang penting di dalam perkembangan manajemen ilmiah adalah dari C.
Betrand Thompson yang pada tahun 1910 menjadi seorang dosen terkemuka dalam bidang
manajemen di Harvard Graduate School of Business Administration. Ia bukan hanya banyak
menulis untuk bidang manajemen serta memperkenalkan sistem Taylor pada sejumlah pabrik di
Amerika Serikat dan negara-negara lain, tetapi ia juga seorang yang telah membantu memperbaiki
teknik dari penggunaan sistem Taylor
Dalam Tahun 1920-an Elton Mayo, seorang guru besar pada Harvard University, yang
mengajar di Graduate School of Business Administration, melibatkan dirinya pula dengan
kelompok yang sedang menjalankan penyelidikan mengenai pengaruh kelelahan pada
produktivitas kerja dan kemungkinan-kemungkinan akibat adanya istirahat guna menaikkan output
kerja
Dalam Tahun 1920-an Elton Mayo, seorang guru besar pada Harvard University, yang mengajar di
Graduate School of Business Administration, melibatkan dirinya pula dengan kelompok yang
sedang menjalankan penyelidikan mengenai pengaruh kelelahan pada produktivitas kerja dan
kemungkinan-kemungkinan akibat adanya istirahat guna menaikkan output kerja
Orang yang paling terkenal di dalam analisis manajemen adalah Henri fayol, seorang
insinyur prancis yang dilahirkan pada tahun 1841.fayol adalah seorang direktur dari sebuah
perusahaan batu bara dan besi dari tahun 1888-1918. ia telah berhasil membawa perusahaan dari
keadaanya yang hamper bangkrut kepada sukses besar . Sebagai seorang insinyur tambang,
iamembiasakan bekerja dengan menggunakan prinsipprinsip dant eknik – teknik yang didukung
oleh ke benaran ilmiahKetika ia menjadi seorang manajer ia mencari prinsip – prinsip serta teknik
– teknik yang sama dalam manajemen, yang akhirnya ia menarik kesimpulan bahwa sebenarnya
ada ilmu administrasi yang prinsip –prinsipnya dapat digunakan di dalam semua manajemen dalam
situasi serta bentuk apapun yang dipimpin . Menurut Fayol, manajer memerlukan pengetahuan
tentang prinsip-prinsip manajemen dalam rangka memimpin organisasi yang berhasil baikDalam
tahun 1916 Fayol mengeluarkan suatu artikel yang mendukung kesimpulankesimpulannya dalam
suatu majalah dengan judul “Administration Industrielle et Generale”
Fayol menyebutkan fungsi-fungsi administrasi sebagai berikut.
A. To Plan (merencanakan)
B. To Organize (mengatur orang dan barang)
C. To Command (menjelaskan pada bawahan apa yang harus dilakukannya)
D. D. To Coordinate (mengordinasi) e.To Control (mengawasi)
Empat Prinsip Penting
1. Authority (kewenangan) tidak boleh disangka sebagai suatu bagian yang tidak
terpisah dari responsibility (tanggung jawab).
2. Perlu adanya Unity of Command (kesatuan komando).
3. Perlu Unity of Direction (kesatuan arah).
4. Gangplanks
BAB 5 MANAJEMEN ADMINISTRASI DAN PERILAKU MANAJEMEN
Teori manajemen klasik menjadi landasan bagi perkembangan teori manajemen modern
(kontemporer), sehingga perlu dipahami dengan baik.
Pokok bahasan ini antara lain akan menguraikan tentang evolusi dan konsep teori
manajemen klasik dengan tujuan agar dapat memahami sejarah perkembangan teori manajemen
klasik serta pokok-pokok pendekatannya
Namun, berhubung pada waktu itu kehidupan serta perubahan-perubahan didalamnya berlangsung
secara lambat, organisasi yang mekanistik itu mendapatkan tempat berpijak yang kuat karena
kesesuaiannya dengan keadaan lingkungan.
Pemikiran awal
Persoalan utama manajemen yang berkembang disekitar revolusi industry terletak pada
perbaikan produktivitas tenaga kerja dan penataan organisasi industri. Oleh sebab itu pada saat
manajer lain memusatkan investasinya pada perbaikan-perbaikan yang bersifat teknis, Owen
memperingatkan bahwa investasi terbaik terletak pada pembinaan tenaga kerja.
Manajemen Adiministratif
Pada abad ke-20 seiring dengan perkembangan scientific management berkembang pula sebuah
konsep yang berkenan dengan
prinsip-prinsip administrasi umum yang terkait denga persoalan manajerial yang dihadapi pada
tingkat organisasi perusahaan.Gagasan didasarkan atas keyakinan bahwa manajemen dapat
diajarkan dan keberhasilan dalam mengelola perusahaan bukan semata-mata didasarkan pada bakat
atau kemampuan personal.
Model Bisnis menurut Fayol
a) Financial
b) Managerial
c) Commercial
d) Technical
e) Security
f) Accounting
a) ) Pembagian tugas (Divisin of Labor) Dalam mengelola organisasi perlu adanya pembagian tugas
(spesialisasi kerja) dalam rangka untuk menciptakan efesiensi kerja. Dengan adanya pembagian
dan diskripsi tugas yang jelas para pekerja akan lebih nyaman dalam menjalankan tugasnya, tidak
terjadi tumpang tindih antara yang satu dengan lainnya.
b) 2) Kewenagan (Authority) Seseorang perlu diberikan kewenangan dalam menjalankan tugas
sesuai dengan pembagian tugas dan peran yang diberikan dan hanya dimintai pertanggungan jawab
sesuai dengan kewenangan tersebut. Kewenangan ditandai dengan adanya hak untuk membuat
keputusan dan merupakan pencerminan atas kekuasaan yang dimiliki, dimana kekuasaan pada
prinsipnya adalah hak untuk memberikan perintah dan kekuatan untuk menjamin kepatuhan.
c) 3) Displin (Dicipline) Disiplin adalah ketaatan terhadap tugas pokok dan kewenangan yang
diberikan serta sistem dan prosedur kerja yang telah dirumuskan. Disiplin diperlukan agar
aktifitasaktifitas bisnis dapat berjalan secara lancar.
d) 4) Kesatuan perintah (Unity of Command) Seorang pekerja hendaknya memperoleh perintah dari
seorang atasan saja, hal ini diperlukan untuk menjaga keterpaduan tugas pekerjaan yang sudah
terspesialisasi dan sangat kompleks.
e) 5) Kesatuan arah (Unity of Direction) Kesatuan arah sangat diperlukan agar semua komponen
organisasi berjalan searah sehingga tujuan organisasi dapat secara effektif dapat dicapai. Dengan
demikian ditingkat puncak hanya ada seorang pimpinan dan sebuah rencana bagi sebuah kelompok
aktifitas yang memiliki tujuan yang sama.
f) 6) Suborganisasi kepentingan pribadi (Subordination of Individual Interest) Meletakkan
kepentingan pribadi dibawah kepentingan organisasi, disini kepentingan organisasi harus berada di
atas kepentingan pribadi, sehingga selama menjalankan tugas hanya untuk kepentingan organisasi.
g) 7) Remunerasi (Remunaration) Penggajian harus adil dan memberikan kepuasan bagi pekerja
maupun perusahaan. Gaji merupakan hak pekerja setelah menjalankan tugas sesuai dengan tugas
pokok, fungsi dan kewenangannya. Gaji atau imbalan (reward) harus sepadan dengan kontribusi
yang diberikan.
h) 8) Sentralisasi(Centralization) Sentralisasi sangat penting bagi perusahaan dan diperlukan agar
komponen organisasi dapat berjalan searah, satu komando dan berdisiplin.
i) 9) Rantai saklar(Hierarchy) Adalah rantai kekuasaan atau jabatan mulai dari kekuasaan tertinggi
sampai jabatan terendah yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, walaupun memang
perlu adanya hirarkhi sesuai dengan kewenangan dan ruang lingkup tugasnya.
j) Bab 5. Manajemen Administrasi dan Perilaku Manajemen 5 - 5
k) 10) Keteraturan (Order) Posisi setiap orang dalam organisasi harus diatur. Keteraturan tercapai bila
tersedia “a place for everyone and everyone in his place”
l) 11) Keadilan (Equity) Keadilan merupakan prinsip pokok agar tidak hanya dapat diperoleh equal
pay for equal work, tapi juga agar tercapai keadilan sosial.
m) 12) Stabilitas (Stability) Seorang pekerja memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri pada
tugasnya dan melaksanakan tugas tadi secara efektif.
n) 13) Inisiatif (Initiative) Inisiatif diperlukan pada semua tingkat organisasi dan aparatur, sebab
dalam menjalankan pekerjaan selalu ada pemasalahan baru yang belum pernah dijumpai
sebelumnya.
o) 14) Semangat korsa (Esprit de corps) Prinsip ini menekankan arti penting team-work serta
pemeliharaan hubungan antar personel. Manajer harus memiliki jiwa besar, tenggang rasa yang
tinggi, dan cepat tanggap terhadap perkembangan kondisi lingkungan.
Model Birokrasi
Istilah birokrasi yang dikemukakan oleh Weber memiliki pengertian yang berbeda dengan
pengertian yang berbeda dengan pengertian umum yang memojokkan birokrasi sebagai “red tape
and inefficiency, karena sebenarnya pengertianbirokrasi itu positif, tidak seperti pengertian umum
birokrasi yang selama ini dikenal yang berkonotasi negative,yakni beli,panjang,penuh, formalitas
,feudal dsb
Max Weber menyadari bahwa birokrasi menjadi tidak berfungsi sebagaimana mustinya kalau
setiap orang dalam organisasi terkurung pada bidang spesialisasikan dan tidak mau mengetahui
hubungan bagiannya dengan bagian lain.
Teori Hubungan Antar Manusia
Teori manajemen hubungan antar manusia (Human Relation) dimulai dari hasil suatu eksperimen
yang dilakukan pada tahun 1924 di Hawthorne, Illinois, USA, salah satu pabrik milik Western
Electric Co.Hasil dari eksperimen Hawthorne ini menyimpulkan bahwa ada faktor-faktor lain,
selain kondisi fisik lingkungan kerja yang bisa mempengaruhi perilaku dan hasil kerja karyawan.
Eksperimen ini, demikian pula eksperimen-eksperimen lain yang dilakukan kemudian,
membuktikan bahwa faktor yang sangat besar pengaruhnya pada produktivitas adalah hubungan
antar manusia, bukan hanya upah dan kondisi kerja.
Eksperimen Hawthorne
Elton Mayo dan tim-nya memulai eksperimen mereka atas sekelompok pekerja wanita yang
bertugas merakit pesawat telepon. Mereka memperoleh hasil-hasil yang mengejutkan. Selama satu
setengah tahun tim Mayo memperbaiki kondisi kerja wanita wanita itu dengan jalan
mengimplementasikan praktek-paraktek yang pada waktu itu masih di pandang sebagai inovasi,
misalnya waktu istirahat yang beraturan, pemberian makan siang, dan pemendekan hari kerja.
Eksperimen Hawthorne memberikan peringatan pada manajemen untuk mempelajari dan
memahami hubungan antar manusia. Eksperimen ini, demikian pula eksperimen-eksperimen lain
yang dilakukan kemudian, membuktikan bahwa faktor yang sangat besar pengaruhnya pada
produktivitas adalah hubungan antar manusia, bukan hanya upah dan kondisi kerja. Eksperimen
juga mengungkapkan produktivitas akan tetap berada di tingkat rendah bila pekerja merasa tujuan
mereka bertentangan dengan tujuan tujuan perusahaan, seperti yang sering terjadi dalam situasi
dimana mereka diawasi dengan ketat.
Kontribusi Chestar BERNARD
Chestar Brnard adalah orang yang pertama kali mengemukakan sebuah teori organisasi
yang mencoba untuk menerangkan betapa pentingnya dan betapa bervariasinya perilaku individu
dalam lingkungan kerja. Menurut Barnard orang harus dibuat agar bersedia untuk berkontribusi
(compliance), dalam berkontribusi ini pekerja harus mengorbankan kepentingan atau keinginan
pribadinya, Barnard menekankan pentingnya insentif non finansial disamping insentif finansial
Setiap orang mempunyai “zone of indifference”, yaitu daerah dimana perintah akan ditaati
tanpa secara sadar mempertanyakan kewenangan diri yang memerintahnya. Bernard menampilkan
sebuah teori baru tentang struktur organisasi yang menyoroti organisasi adalah sebuah struktur
yang terdiri dari para pengambil keputusan dan komunikasi adalah sangat penting. Bernard juga
menekankan peran dari organisasi informal untuk membantu komunikasi dan keterpaduan dalam
organisasi.
Kontribusi Mary Parker FOLLET
Demokrasi Follet adalah perkembangan dari kesadaran sosial bukan individualisme. Follet selalu
menekankan pada pentingnya integrasi yang mencakup pencarian sebuah solusi yang bisa
memuaskan pada semua pihak tanpa adanya satu pihak yang mendominasi pihak lain.
Teori Compliance: Herbert SIMON
Herbert Simon mengemukakan teori tentang “compliance”. Ada 3 faktor yang
mempengaruhi perkembangan pengendalian diri, yaitu:
● Indentifikasi loyalitas pekerja terhadap organisasi, dimana tujuan-tujuan organisasi adalah juga
tujuan-tujuanpribadinya.
● Menekankan pada efisiensi, dimana individu dimotivasi untuk mengambil jalan terpendek dan
carater mudah untuk mencapai tujuannya.
● Pelatihan training, dengan pelatihan para anggota organisasi dipersiapkan untuk bisa membuat
sendiri keputusan-keputusan yang baik, tanpa harus diperintahkan atau dinasehati oleh atasannya.
Pendekatan Perilaku
Pendekatan perilaku menunjukkan bahwa perilaku individu itu bukan hanya sekedar
merupakan fungsi dari imbalan ekonomis saja melainkan merupakan suatu produk yang kompleks
dari kepribadian individu dan lingkungan atau iklim organisasi dimana seseorang bekerja. Pokok
bahasan bagian ini akan menguraikan tentang kecenderungan - kecenderungan teori manajemen
perilaku dan konsep-konsep pendekatannya.
Teori Awal : Kurt LEWIN
Kontribusi utama Lewin adalah ide tentang “field theory” yang dikembangkannya. Teori
ini didasarkan pada hasratnya untuk menghubungkan antara perilaku manusia dengan
lingkungannya. Model yang dikembangkannya, yang menggambarkan hubungan antara individu
dengan lingkungannya, adalah sebagai berikut:
Walaupun tampaknya sederhana, namun model yang dikembangkan pada akhir tahun 1930-
an ini ditujukan untuk menunjukan bahwa perilaku individu (B) itu bukan hanya sekedar
merupakan fungsi dari imbalan ekonomis saja melainkan merupakan suatu produk yang kompleks
dari kepribadian individu (P) dan lingkungan (E) atau iklim organisasi dimana ia bekerja.
Kontribusi Rensis LIKERT
Rensis Likert mengemukakan bahwa organisasi yang efektif mendorong para penyelia
(supervisor) untuk memusatkan perhatian utama mereka agar mengupayakan terbentuknya
kelompok kerja yang efektif dengan tujuan yang menantang. Sedangkan organisasi yang kurang
efektif mempunyai ciri-ciri:
• Memilah- milah pekerjaan menjadi bagian-bagian/ tugas-tugas yang sederhana
• Mengembangkan cara yang terbaik untuk menyelesaikan masing-masing bagian/tugas itu
• Mempekerjakan orang dengan kecakapan dan keterampilan yang sesuai untuk menjalankan tugas
tersebut
• Melatih orang-orang ini untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dengan cara terbaik yang telah
ditentukan
• Mengusahakan pengawasan untuk memastikan agar para pekerja menjalankan tugasnya sesuai
dengan prosedur dan cara yang telah ditentukan, agar dapat diselesaikan dalam batas waktu yang
juga telah ditentukan
• Mempergunakan insentif, bila mana memungkinkan
Kontribusi Rensis LIKERT
Bagi Likert struktur organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Jadi yang
terpenting adalah motivasi karyawan dan membangun struktur organisasi sedemikian rupa
sehingga bisa membangkitkan motivasi kerja karyawan. Manajemen akan dapat memanfaatkan
sumber daya manusia secara penuh, hanya bila setiap orang dalam organisasi adalah anggota dari
satu atau lebih kelompok kerja yang mempunyai kesetiaan yang tinggi terhadap kelompok.
Teori X dan Y: McGREGOR
Menurut McGregor organisasi tradisional, dengan tugas-tugasnya yang sangat
terspesialisasi, dan dengan pengambilan keputusan yang bersifat “top-down” merupakan refleksi
dari asumsi dasar tertentu tentang manusia, yang kemudian dikenal sebagai “theori X”. Sebagai
alternatif dari teori X tersebut dikenal ada asumsi dasar lain tentang manusia, yang disebut dengan
“theory Y”.
Kontribusi Chris Argyris
Menurut Argyris organisasi tradisional yang sangat terstruktur akan menghambat
kematangan seseorang, sehingga pekerja tidak dapat memanfaatkan potensinya secara penuh.
Ada tujuh perubahan dalam kepribadian seseorang yang menggambarkan proses kematangan yang
dialaminya, yaitu
1. Pentingnya aktivitas
2. Ketidak tergantungan (independence)
3. Keinginan yang lebih kuat (stronger interest)
4. Mampu bertingkah laku dalam cara yang jauh lebih bervariasi
5. Cenderung untuk mempunyai pandangan jauh kedepan
6. Pindah dari posisi “subordinate” ke posisi “equal” atau “superordinate”
7. Mengembangkan dan meningkatkan kesadaran
dan pengendalian atas dirinya sendiri.
Kontribusi Katz dan Kahn
Katz dan Kahn memandang organisasi sebagai suatu sistem terbuka. Ada 3 pola
“compliance” lain yang bisa dipergunakan, selain “imposed compliance” (peraturan dan
pengawasan yang ketat) yaitu:
1. Penggunaan imbalan untuk memperkuat munculnya perilaku yang diinginkan.
2. Identifikasi pekerjaan (job identification)
3. Internalisasi dari tujuan-tujuan organisasi, dimana pekerja menganggap tujuan organisasi
sebagai tujuan dirinya sendiri. Dengan demikian tercapainya tujuan organisasi berarti tercapai
pula tujuan pribadi.
1. Kriteria Kinerja (Performance Criteria) Kriteria kinerja adalah ukuran sampai seberapa jauh
tujuan yang ingin dicapai dalam memecahkan permasalahan akan dapat diukur.
2. Variabel Keputusan (Decision Variable) Variabel keputusan mencerminkan apa yang akan
diputuskan atau dicari dalam penyelesaian masalah yang dihadapi, bisanya berupa sesuatu variabel
yang dapat dikendalikan dan akan ditentukan jenis dan nilainya yang terbaik.
3. Pembatas (Constraints) Pembatas merupakan kendala yang ada atau kemampuan maksimum
yang dapat dicapai atau sesuatu yang membatasi raung gerak dalam menentukan pilihan alternative
solusi.
4. Parameter Parameter merupakan nilai inputan yang besarnya tetap dan diketahui untuk suatu
situasi tertentu.
5. Hubungan Logik (Logical Relationship) Hubungan logik merupakan fungsi yang menyatakan
keterkaitan antara kriteria kinerja dengan variabel keputusan. Secara garis besar dapat dibedakan
atas bentuk hubungan liner dan bentuk hubungan non liner.
Formulasi Masalah
Masalah terjadi apabila ada perbedaan antara apa yang terjadi dengan apa yang diharapkan.
Hendaknya dari awal dibedakan antara indikator masalah (symptom), akar masalah (root causes)
dan alternatif solusi. Tahap ini adalah tahap yang paling penting dalam pemodelan, jangan sampai
mendapatkan jawaban atau solusi yang baik untuk menyelesaikan permasalahan yang salah.
Formulasi Model
Seperti diuraikan diatas dalam perspektif sains manajemen, model merupakan alat analisis dan
sintesis (tool) utama dalam pendekatan ini. Formulasi model (model formulation) pada hakekatnya
adalah menentukan fungsi keterkaitan antara kriteria kinerja dan pembatas dengan variabel
keputusan, parameter dan variabel bebas lainnya. Model umum dari formulasi model dinyakan
dalam bentuk fungsi tujuan (objective function) dan pembatas (constraint)
Mencari Solusi Model
Apabila model telah diformulasikan maka perlu dicari solusinya yang pada hakekatnya adalah
menentukan besarnya nilai variabel keputusan yang terbaik . Syarat sebagai suatu solusi haruslah
memenuhi aspek kelayakan (feasible) artinya sesuatu solusi yang memenuhi semua pembatas yang
ada. Disini dikenal ada tiga jenis solusi yaitu solusi yang layak (feasible solution), solusi terbaik
(best solution) dan solusi optimal (optimal solution).
Implementasi
Dalam pengambilan keputusan dan implementasinya perlu mempertimbangkan berbagai faktor dan
variabel diluar yang telah terkuantifikasi. Selain itu perlu pula dilihat implikasi manajerial dari
keputusan yang akan diambil agar tindakan yang akan dilakukan dapat effektif. Untuk itu sangat
perlu direncanakan dengan baik rencana implementasinya, khususnya terkait dengan rencana aksi
(action plan)
PENDEKATAN OPTIMASI KLASIK
Pendekatan Optimasi Klasik merupakan pendekatan peralihan dari metoda analisis Teknik Industri
klasik yang berbasis pada konsep Taylor ke metoda analisis Teknik Industri yang berbasis kepada
pendekatan optimasi yaitu Penyelidikan Operational (Operation Research). Pada era ini mulai
diperkenalkan penggunaan matematik dan statistik serta prinsip optimasi klasik dalam
menyelesaikan permasalahan sistem integral, khususnya untuk menyelesaikan permasalahan yang
tidak berkendala (unconstraint problems).
Prinsip dasar penyelesaian masalah dengan Pendekatan Optimasi Klasik adalah memodelkan
alternatif solusi permasalahan yang ada kedalam bentuk model matematis dengan mencari solusi
menggunakan pendekatan analitik sehingga diperoleh solusi optimal.
SEJARAH PERKEMBANGAN
Penggunaan model matematik untuk memecahkan pemasalahan diluar bidang kerekayasaan
(engineering) secara formal mulai dikenal sejak tahun 1920 dengan munculnya makalah yang
ditulis oleh Wilson (1920) untuk memecahkan persolan inventori yang bersifat deterministik.
Sebenarnya pada saat yang hampir bersamaan Harris (1920) memperoleh formula yang sama
dengan formula Wilson, namun Wilson lebih dulu mempublikasikannya, sehingga nama Wilson
lebih dikenal.
Metode matematis menggunakan basis ilmu pegetahuan matematika dan statistik sebagai
alat bantu utama untuk menjawab permasalahan-permasalahan kuantitatif yang terjadi didalam
sistem inventori. Oleh sebab itu metoda ini sering disebut dengan metode Pengendalian Inventori
Secara Statistik (Statistical Inventory Control). Pada hakekatnya metode ini berusaha untuk
mencari jawab optimal didalam menentukan kebijakan inventori (inventory policy) yaitu kebijakan
yang berkaitan dengan penentuan jumlah ukuran pemesan yang ekonomis (economic order
quantity), saat pemesanan dilakukan (reorder point) serta cadangan pengaman (safety stock) yang
diperlukan.
Formulasi Model Wilson
Asumsi Di dalam mencari jawab kedua pertanyaan tersebut Wilson membuat beberapa
asumsi terhadap fenomena nyata yang dimodelkan sebagai berikut: 1. Permintaan barang
selama horison perencanaan (satu tahun) diketahui dengan pasti (D) dan akan datang secara
kontinu sepanjang waktu. 2. Pemesanan barang dilakukan dengan ukuran lot pemesanan
yang tetap (qo) untuk setiap kali melakukan pemesanan, dan barang yang dipesan akan
datang secara serentak pada saat pemesanan dilakukan (lead time L = 0). 3. Harga barang
(p) yang dipesan tidak bergantung pada jumlah barang yang dipesan atau dibeli dan waktu.
4. Ongkos pesan tetap untuk setiap kali pemesanan (A = Rp/pesan) dan ongkos simpan (Os)
sebanding dengan jumlah barang yang disimpan dan harga barang perunit serta lama waktu
penyimpanan (h). Dengan
Komponen Model Dari Gambar 6.6 nampak jelas bahwa jawaban dari Wilson terhadap
kedua pertanyaan dasar terdahulu adalah sebagai berikut : a. Pesan sebesar ukuran lot
pemesanan tetap qo untuk setiap kali pemesanan dilakukan. Selanjutnya qo inilah yang
disebut sebagai ukuran kuantitas pemesanan.
6 – 10 Bab 6. Sains Manajemen
b. Pemesanan ulang dilakukan pada saat inventori barang di gudang mencapai nol.
3. Formulasi Model Matematik
Berangkat dari asumsi-asumsi tersebut di atas maka ongkos total inventori yang dimaksud
disini terdiri dari tiga elemen ongkos yaitu ongkos beli (Ob), ongkos pemesanan (Op) dan
ongkos simpan (Os) sebab ongkos kekurangan tidak ada
Solusi Model Yang menjadi masalah selanjutnya adalah berapa besarnya qo yang optimal ?
Karena ongkos pembelian konstan, dengan demikian Wilson mencoba mencari
keseimbangan antara ongkos pemesanan dan ongkos simpan yang dapat memberikan
ongkos total inventori yang minimum
Model Probabilistik
Sebagaimana telah diuraikan diatas fenomena probabilistik adalah fenomena yang
mengandung ketidak pastian, namun ketidakpastian yang berpola distribusi kemungkinan
diketahui. Secara statistik fenomena probabilistik adalah fenomena yang dapat diprediksi
parameter populasinya baik ekspektasi, variansi, maupun pola distribusi kemungkinannya
Pendekatan yang paling sederhana untuk memecahkan persoalan inventori probabilistik
adalah dengan memandang bahwa posisi inventori barang yang ada di gudang sama dengan
posisi inventori barang pada sistem inventori deterministik dengan menambahkan cadangan
pengaman (ss) untuk mengantisipasi dan meredam fluktuasi permintaan
Pendekatan Operation Research (OR)
Istilah penyelidikan operasional (Operations Research) selanjutnya disingkat OR, Model
OR dapat diklasifikasi berdasarkan atas fenomena statistinya dan hubungan keterkaitannya
Model Programa Liner
Programa liner (Linear Programming) adalah suatu model matematik yang diperuntukan
dalam pengalokasian sumberdaya yang terbatas agar menghasilkan kinerja yang optimal
Model Transportasi
Model transportasi merupakan aplikasi kusus dari model programa liner dalam bidang
tranportasi. Model ini dimaksudkan untuk mencari pola alokasi pengiriman suatu
barang/komoditi dari beberapa lokasi asal (origin) langsung menuju ke beberapa lokasi
tujuan (destinations) dengan fungsi tujuan untuk meminimumkan total ongkos angkut.
Model Antrian
Permasalahan antrian terjadi apabila ada kedatangan dan stasiun pelayanan yang
melayaninya, dimana laju pelayanan (μ) harus lebih besar dari laju kedatangan (λ) namun
masih juga terjadi antrian karena distribusi kedatangan tidak sama dengan distribusi
pelayanannya. Dalam pengambilan keputusan model antian digunakan untuk mencari
keseimbangan antara ongkos pelayanan dan waktu tunggu untuk dilayani
Kerangka Dasar Pendekatan Simulasi
Menurut Khosnevis (1994) pendekatan simulasi adalah suatu pendekatan pendekatan
pemodelan experimental yang diterapkan pada sistem yang bersifat dinamis. Oleh sebab itu
menurut Bateman (1995) model simulasi merupakan alat berksperimen dengan
menggunakan model tiruan dari sistem nyata untuk menentukan bagaimana respon dari
sistem tersebut terhadap perubahan aspek struktural,
Model simulasi dapat diklasifikasikan atas 3 dimensi yaitu:
1. Model Simulasi Statis dan Dinamis
2. Model Simulasi Deterministik dan Stokastik
3. Model Simulasi Diskrit dan Kontinyu
BAB 7 PENDEKATAN SISTEMIK TERINTEGRASI
Pendekatan sistemik terintegrasi merupakan pendekatan yang bersifat holistik yaitu memandang
sesuatu secara sistemik, menyeluruh dan utuh tidak bersifat parsial. Perlunya pendekatan sistemik
terintegrasi karena adanya kebutuhan untuk menyelesaikan permasalahan secara tuntas, tidak hanya pada
tingkatan operasional tetapi juga pada tingkatan manajerial dan manajemen puncak. Dalam pendekatan
ini, sistem integral (integrated system) dianalisis secara sistemik dari berbagai aspek kesistemannya agar
dapat dikenali karakteristiknya, kinerja dan permasalahannya secara utuh.
Selanjutnya akan ditetapkan keputusan setelah mempertimbangkan berbagai faktor kontekstualnya,
dan akhirnya dilakukan tindakan terhadap sistem yang dikaji. Dengan demikian bermula dari masalah,
pendekatan sistemik terintegrasi tidak hanya berhenti pada solusi seperti umumnya pendekatan optimasi
klasik, tetapi pendekatan ini baru akan selesai bila telah dilakukan tindakan riil sehingga masalah yang
muncul telah diselesaikan sesuai dengan apa yang diharap pengambil keputusan.
Mengingat keterbatasan dari metodologi hard system maka perlu adanya pendekatan baru yang
mampu untuk menjawab tantangan dan permasalahan yang ada. Pendekatan baru yang besifat sistemik
terintegrasi tersebut pada hakekatnya adalah pengembangan dari sains manajemen dengan melibatkan
unsur perilaku manusia sebagai unsur sentral dalam pengambilan keputusan. Pendekatan yang baru
tersebut dikenal dengan Soft System Methodology.
Perlunya pendekatan soft system (soft systemic approach) dilandasi oleh sedikitnya dua hal yaitu
keterbatasan dari pendekatan sains manajemen khususnya model optimasi klasik dan Operation Research
(OR) yang lebih besifat mekanistis dan cakupannya terbatas pada masalah operasional, dan makin
kompleknya permasalahan yang dihadapi dalam sistem nyata sehingga tidak mampu dipecahkan dengan
pendekatan yang telah ada.
Pemahaman Pendekatan Sistemik Terintegrasi Sedikitanya ada dua hal yang perlu
dipahami dalam pendekatan sistemik terintegrasi ini yaitu
1. Terkait dengan kenapa pendekatan ini diperlukan
2. Terkait dengan pola pikirnya
Perlunya Pendekatan Sistemik Terintegrasi
Perlunya pendekatan sistemik terintegrasi (integrated systemic approach) dilandasi
oleh sedikitnya dua hal. Pertama adalah keterbatasan dari pendekatan sains manajemen
khususnya model optimasi klasik dan Operation Research (OR) yang lebih besifat
mekanistis dan cakupannya terbatas pada masalah operasional, dan kedua adalah makin
kompleknya permasalahan yang dihadapi dalam sistem integral sehingga tidak mampu
dipecahkan dengan pendekatan yang telah ada.
Menurut Checkland (1978) pendekatan OR memiliki keterbatasan baik pada asumsi
maupun pada aplikasinya. Secara implisit penggunaan pendekatan OR memerlukan asumsi
sebagai berikut:
a. Dapat diidentifikasikan (diketahuinya) secara jelas akan keadaan sistem yang diinginkan
dimasa mendatang (S1)
b. Dapat diidentifikasikan (diketahuinya) secara jelas akan keadaan sistem yang berjalan
saat ini (So)
c. Dapat diidentifikasikan (diketahuinya) alternatif cara untuk mencapai dari keadaan saat
ini (So) kepada keadaan yang diinginkan (S1)
d. Adanya pengambil keputusan yang berperan dalam menentukan cara yang terbaik untuk
mencapai keadaan yang diinginkan (S1) dari keadaan saat ini (So)
Pada kenyataannya asumsi asumsi tersebut tidak selalu dapat dipenuhi, apalagi sistem yang
dihadapai adalah sistem integral yang kompleks dimana melibatkan unsur manusia
didalamnya, sehingga untuk merumuskan apa yang diinginkan pada saat yang akan datang
akan sangat sulit, bahkan sering dijumpai untuk memotret kondisi yang berlaku saat ini
secara komprehensif dan holistik juga akan dijumpai berbagai kendala
Menurut Jackson & Keys (1984) pendekatan OR memiliki keterbatasan diantaranya hanya
akan dapat digunakan dalam sistem yang bersifat mekanis-unitary (hard system) dan
pengambil keputusan dapat menentukan tujuan dan kinerja sistem sehingga dapat
dimodelkan secara kuantitatif, tetapi akan sangat sulit untuk diaplikasikan pada sistem
integral pada tingkatan manajerial dan strategis dimana unsur kualitatif dan ketidakpastian
(uncertainty) cukup dominan.
Selain itu domain aplikasi OR dengan model matematis sebagai tool analisis tidak selalu
dapat digunakan karena:
Domain aplikasinya terbatas hanya pada permasalahan yang bersifat mekanistis dan
operasional (hard system), sehingga sulit untuk diaplikasikan pada permasalahan yang
bersifat strategik (strategic problem) dan permasalahan sosioteknikal (sociotechnical
problem), dimana unsur kualitatif dan intuitif sangat dominan.
Sulit untuk mengembangkan model matematis secara utuh (holistik) bila permasalahan
melibatkan aspek perilaku manusia sebagaimana dijumpai pada sistem yang kompleks,
seperti pada sistem sosial kemasyarakatan dan pemerintahan
Sulit untuk memodelkan sistem yang kompleks karena adanya interaksi antara sub sistem
yang satu dengan yang lainnya, sehingga hasilnya akan terjadi banyak pembiasan dan tidak
valid.
Pengembangan model matematik bisanya rumit, hal ini menyebabkan pengambil keputusan
enggan untuk ikut berpartisipasi dalam proses pengembangan model dan bahkan merasa
terasing dengan hasil yang diperoleh, sehingga akan menyulitkan dalam implementasinya.
POLA PIKIR PENDEKATAN SISTEMIK TERINTEGRASI
Pendekatan sistemik terintegrasi (integrated systemic approach) merupakan
pendekatan yang bersifat holistik yaitu memandang sesuatu secara sistemik, menyeluruh
dan utuh tidak bersifat parsial dengan melihat keterkaitan dan interaksi antar komponen
atau sub sistemnya. Sistemik berarti memandang permasalahan dengan menggunakan
analisis sistem, menyeluruh dan tidak parsial artinya ditinjau tidak hanya dari satu atau
beberapa aspek saja tapi dari semua aspek yang terkait baik aspek kuantitatif maupun
kualitatif.
Pada prinsipnya tool sintesis untuk integrasi yang berupa pemodelan sistem masih tetap
digunakan pada pendekatan ini sebagai kerangka berpikir integratifnya, namun dengan
komponen sistem yang lebih utuh dan komprehensif serta cakupan ruang lingkup yang
lebih luas, serta tidak terbatas pada penggunaan model normatif tetapi juga model deskriptif
dan prediktif.
Karakteristik Pendekatan Sistemik Terintegrasi
1. Problem Riil
2. Model Yang Valid
3. Solusi Yang Layak dan Terbaik
4. Keputusan Yang Effektif
5. Tindakan Yang Dapat Diimplementasikan
Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan (decision making) didalam suatu sistem integral merupakan
hasil suatu proses komunikasi dan partisipasi yang terus menerus dari keseluruhan sistem
integral.
Proses Pengambilan Keputusan
proses pengambilan keputusan menurut Herbert Simon (1960) terdiri dari tiga fase
sebagai berikut :
Bab 7. Pendekatan Sistemik Terintegrasi 7 - 7
a) Fase Intelligence Fase ini merupakan proses penelusuran dan pendekatan dari
lingkup problematika serta proses pengenalan masalah. Data sebagai masukan
diperoleh lalu diproses serta diuji untuk mengidentifikasi masalah
b) Fase Design Fase ini merupakan proses menemukan, mengembangkan dan
menganalisis alternatif tindakan yang dapat dilakukan. Fase ini meliputi proses
untuk mengerti masalah, menurunkan solusi dan menguji kelayakan solusi
c) Fase Choice Pada fase ini dilakukan proses pemilihan diantara berbagai
alternatif tindakan yang mungkin dijalankan. Hasil pemilihan tersebut
diimplementasikan dalam proses pengambilan keputusan
Model Pengambilan Keputusan
Hingga saat ini berbagai model tentang pendekatan dalam pengambilan keputusan
telah dikemukakan. Terdapat dua model pendekatan sebagai berikut : Model
Brinckloe
Menurut Brinckloe (1977) seseorang pengambil keputusan dapat membuat suatu
keputusan dengan menggunakan satu atau beberapa pendekatan yaitu :
1. Fakta
2. Pengalaman
3. Intuisi
4. Logika
5. Analisis Sistem
Model Jauch & Glueck
Terdapat tiga pendekatan seperti yang dikemukakan oleh Jauch & Glueck (1995)
yaitu :
1. Rasional Analitis
2. Intuitif Emosional
3. Perilaku Politis
Tahapan Pengambilan Keputusan
1. Analisis Persoalan
2. Pemecahan Persoalan
3. Pengambilan Keputusan
4. Implementasi
Pengambilan Keputusan Individu
Keputusan kelompok pada dasamya bersumber pada pengambilan keputusan
individu anggota kelompok. Berikut ini disajikan model-model pengambilan keputusan
individual yang telah dikemukakan oleh Robbins (1991) dengan pendekatan contingency
(model pengambilan keputusan yang dipilih dan digunakan sesuai dengan situasi tertentu)
antara lain sebagai berikut:
A. Model Optimasi
Model optimasi (the optimizing decision making model) menggambarkan seorang
pengambil keputusan dengan penuh keyakinan berusaha menyusun alternatif-
alternatif, memperhitungkan untung rugi dari setiap alternatif tersebut terhadap
tujuan sistem integra
B. Model Pemuasan
Inti dari model ini adalah pada saat dihadapkan dengan suatu masalah yang
kompleks, pengambil keputusan berusaha untuk menyederhanakan masalah-
masalah yang sulit sampai pada tingkat dimana dia siap untuk memahaminya.
C. Model Favorit Implisit
Model favorit implicit dirancang dalam kaitan dengan keputusan kompleks dan
tidak rutin. Seperti halnya pada model satisfacting, pada model inipun menyangkut
proses penyederhanaan masalah yang kompleks oleh pembuat keputusan
D. Model pengambilan keputusan secara intuisi (intuitive decision making model)
didefinisikan sebagai suatu proses bawah sadar/tidak sadar yang timbul atau tercipta
akibat pengalaman yang terseleksi, tetapi model ini tidak berarti sama sekali
dilaksanakan tanpa analisis rasional
Pengambilan Keputusan Kelompok
Menurut Bodily (1985), apapun metode yang diambil dalam pengambilan
keputusan kelompok tetap harus memperhatikan dan memasukkan preferensi individu
dan selanjutnya dapat mengakomodasikan berbagai kepentingan kelompok. Beberapa
metode pengambilan keputusan kelompok yang dikemukakan Bodily (1985) antara lain
adalah sebagai berikut:
1) Perangkat optimal pareto memilih satu alternatif yang tidak didominasi oleh alternatif lainnya.
Kelemahan dari pareto adalah adanya peringkat alternatif-alternatif yang lengkap dan belum
diidentifikasi sehingga setiap individu memperoleh keuntungan dengan beralih dari alternatif non-
pareto ke alternatif optimal pareto, karena pilihan kelompok dimulai jika perangkat pareto telah
diidentifikasi
2) Solusi Tawar Menawar Nash
Tawar menawar (Bargaining) merupakan salah satu cara memandang masalah dalam keputusan
kelompok. Nash merumuskan masalah tawar menawar ini sampai kepada solusinya.
3) Pertambahan Utilitas
Pengambilan keputusan ini didasarkan pada langkah lebih baik mencapai kebaikan bersama
(kolektif) daripada untuk kebaikan individual yang tidak adil, tidak mencapai tujuan bersama yang
diharapkan.
Pendekatan Sistem
Pengambilan keputusan perlu dilakukan dengan menggunakan pendekatan sistem,
sebab dengan bantuan pendekatan ini seorang pengambil keputusan terhindar dari
perumusan persoalan yang salah atau persoalan yang tidak penting. Penerapan pendekatan
sistem memerlukan dukungan pengetahuan dan kemampuan dari pengambil keputusan
tentang beberapa hal diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Pengetahuan dasar atas fakta
b. Pengetahuan atas prinsip-prinsip
c. Kemampuan melakukan analisis
d. Kemampuan melakukan sintesis
Kemampuan-kemampuan diatas, meskipun sangat penting, belum memadai dan perlu disertai dengan
adanya kualitas-kualitas berikut:
a) Kreatifitas
b) Imajinasi
c) Kepekaan pada realita
d) Kualitas Helikopter
Kerangka Dasar Kesisteman
Sistem adalah sekumpulan komponen yang saling berinteraksi dalam suatu lingkungan
tertentu membentuk sebuah kesatuan yang utuh (entity) dalam rangka untuk mencapai
tujuan tertentu. Sistem integral dapat pula direperentasikan sebagai sistem input-output
sebagaimana disajikan secara skematis
Anatomi Sistem
a) Aspek Struktural
Aspek struktural terdiri atas sekumpulan komponen yang kasat mata dimana pada
hakekatnya dapat dikelompokkan atas komponen manusia, komponen mesin atau
peralatan, dan komponen material
b) Aspek Fungsional
Merupakan aspek yang menginteraksikan antara komponen satu dengan komponen
yang lainnya.
c) Aspek Boundary
Setiap sistem memiliki batas atau boundary sehingga dapat dibedakan antara sistem
yang menjadi obyek kajian dan bukan menjadi obyek kajian, sebab pada hakekatnya
suatu sistem merupakan sub sitem dari sistem yang lain
d) Aspek Lingkungan
Fungsionalisasi sistem dan kinerjanya selain ditentukan oleh aspek struktural dan
interaksi diantara komponen juga sangat dipengaruhi lingkunganya baik lingkungan
external maupun lingkungan internalnya
e) Aspek Tujuan
Pada hakekatnya tujuan sistem itulah yang menentukan aktivitas dan perilaku dari
sistem tersebut
Klasifikasi Sistem
Dalam rangka untuk menganalis sistem, sistem dapat dilihat dan diklasifikasikan
dari berbagai sudut pandang, diantaranya:
a. Sistem mekanik : Sistem ini memiliki tujuan dan standar kinerja tetapi tidak ditentukan oleh
sistem itu sendiri, tidak mandiri. Contoh : jam tangan.
b. Sistem organik : Sistem ini bersifat mandiri dengan pengertian mampu untuk menetapkan
tujuan dan standar kinerja bagi dirinya sendiri. Contoh: sistem integral.
a. Sistem tertutup :
Sistem ini tidak berinteraksi, tidak terpengaruh dan beroperasi secara independen, sebagaimana
disajikan secara skematis pada Gambar 7.10 berikut. Karakteristik sistem tertutup ini diantaranya adalah
sebagai berikut: a. Mengetahui dan dipengaruhi oleh kinerja sebelumnya b. Kegiatan sebelumnya tidak
mempengaruhi kegiatanan berikutnya c. Tidak mempunyai kemampuan mengendalikan diri d. Output =
f(input), tetapi input mengendalikan
b. Sistem terbuka
Sistem ini berinteraksi dengan lingkungannya dimana ditandai dengan adanya umpan balik (feed
back), misal dalam bentuk pertukaran energi, bahan dan informasi, sebagaimana disajikan secara skematis
pada Gambar 7.11 berikut. Karakteristik sistem tertutup ini diantaranya adalah sebagai berikut a.
Mengetahui dan dipengaruhi oleh kinerja sebelumnya b. Kegiatan sebelumnya mempengaruhi kegiatan
berikutnya c. Mempunyai kemampuan mengendalikan diri d. Output = f(input), dan input = g(output)
Ditinjau dari segi waktu system pat dikategorikan atas system statis dan system dinamis:
a. Sistem Statis Merupakan sistem yang tidak dipengaruhi oleh unsur waktu, sehingga variabel, parameter
dan faktor faktor yang lain tidak mengalami perubahan.
b. Sistem Dinamis Merupakan sistem yang dipengaruhi oleh unsur waktu, sehingga variabel, parameter
dan faktor faktor yang lain akan mengalami perubahan.seiring dengan perubahan waktu.
Pemodelan Sistem
Memodelkan sistem sangat bergantung pada kemampuan modeler dalam memahami sistem riilnya.
Sebagai ilustrasi Gambar 7.12 berikut ini interpretasinya sangat bergantung pada modeler, dapat berupa
seorang gadis cantik atau seorang nenek yang tua renta.
Perumusan Masalah
Pengambilan keputusan merupakan proses interaksi antara masalah (problem)
disatu pihak dan pengambil keputusan (decision maker) dilain pihak, oleh sebab itu perlu
dilakukan dengan menggunakan pendekatan system
a) Taxonomi Problem
b) Identifikasi Masalah
c) Identifikasi kemungkinan penyebab
d) Identifikasi penyebab utama
Identifikasi Komponen Model
Setelah permasalahan diformulasikan maka berikutnya adalah
mengindentifikasikan komponen model yang teriri atas: a
a) Kriteria Kinerja
b) Variabel Keputusan
c) Pembatas
d) Parameter
e) Hubungan Logik
Formulasi Model
Sebagai mana diuraikan pada bab 6 formulasi model pada hakekatnya
adalah menentukan fungsi keterkaitan antara kriteria kinerja dan pembatas dengan variabel keputusan,
parameter dan variabel bebas lainnya. Model umum dari formulasi model dinyatakan dalam bentuk fungsi
tujuan (objective function) dan pembatas sebagai berikut:
Pendekatan yang baru tersebut dikenal dengan Soft System Methodology(SSM) yang dapat berupa
pendekatan Cybernetics, Soft System Thinking dan Critical System Thinking dan Total Intervention
System. Diharapkan dengan pendekatan ini maka semua permasalahan yang ada pada sistem nyata baik
pada tingkatan operasional (hard system), maupun pada tingkatan manajerial dan strategik (soft system)
dapat dipecahkan secara sistemik terintegrasi dalam pengertian yang sebenarnya.
SSM sangat bermanfaat pada saat diperlukan pemahaman yang kuat dan mendalam dalam situasi
masalah dengan: a. Tujuan tidak tunggal; b. Sudut pandang atau perspektif berbeda; c. Asumsi berbeda; d.
Logika berbeda; e. Stakeholders berbeda; f. Sangat membingungkan.
1. Real, dapat divisualisasikan secara nyata sehingga dapat dipahami secara nyata proses yang terjadi pada sistem
integral.
2. Komplit, terwakili semua komponen sistem integralnya baik aspek struktural (man, machine dan material )
maupun aspek fungsionalnya (interaksi dan informasi)
3. Komprehensif, tidak saja komplit tapi juga terlihat jelas batas dan interaksi dengan lingkungannya sehingga
merupakan satu kesatuan yang padu
4. Historis, sejak awal pendiriannya mengacu pada sistem manufakturingat Teknik Industri berawal dari Teknik
Produksi, Departemen Mesin ITB.
Pada hakekatnya setiap kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan nilai utilitas (utility) masukan (input) menjadi
keluaran (output) disebut sebagai kegiatan produksi sebagimana direpresentasikan pada Gambar 8.1, sedangkan
usaha sebaliknya sering disebut sebagai kegiatan kosumsi. Dalam teori ekonomi peningkatan nilai utilitas ini dapat
terjadi karena adanya:
1. Proses Transformasi Fisik (Transformation Utility); 2. Proses Perubahan Waktu ( Time Utility); 3. Proses
Perubahan Tempat (Place Utility).
Sistem yang memungkinkan terjadinya proses transformasi fisik dimana terjadi perubahan bentuk dari masukan
menjadi keluaran yang berbentuk barang, sering disebut sebagai Sistem Produksi. Selanjutnya sistem yang
memungkinkan terjadinya proses peningkatan nilai utilitas karena adanya perubahan waktu atau tempat dimana
keluarannya berupa jasa sering disebut sebagai Sitem Operasi. Dalam literatur modern kedua istilah tersebut tidak
lagi dibedakan secara mutlak namun dapat dipertukarkan, namun ada pula yang menyebut keduanya hanya dengan
sistem operasi saja. Walaupun demikian berdasarkan atas keluaran yang dihasilkan secara umum dapat dibedakan
antara usaha jasa dan usaha produk rii
Aspek Produk Riil Jasa - Produktivitas - Mudah Diukur - Sulit diukur - Kualitas - Mudah distandarisasi - Sulit
distandarisasi - Kontak dengan konsumen - Tidak selalu intensif - Intensif - Inventory Produk Jadi - Besar - Tidak
ada
Ditinjau dari segi out put yang dihasilkan proses transformasi produksi dapat dibedakan atas transformasi
fabrikasi yang menghasilkan barang dan transformasi jasa yang menghasilkan jasa. Transformasi fabrikasi
dapat dibedakan atas proses yang diskrit (transformasi manufaktur) dan proses yang kontinyu
(transformasi proses). Dengan demikian berdasarkan atas output ada tiga jenis proses transformasi yaitu.
1. Transformasi Manufaktur
2. Transformasi Proses
3. Transformasi Jasa
Sistem manufaktur sebagai salah satu bentuk sistem produksi ditinjau dari segi proses transformasi produksinya
dapat dibedakan atas transformasi klasik yang terdiri atas project, job shop dan flow shop dan transformasi
terotomatisasi yang dapat dibedakan atas Variable Production Line, Manufacturing Cell, Flexible Manufacturing
System (FMS), dan Autometed Factory
A. Transformasi Klasik
1. Project
2. 2. Job Sho
3. 3. Flow Shop
B. Transformasi Maju
Secara kronologis evolusi dan perkembangan proses transformasi terotomasasi adalah sebagai berikut:
2. Manufacturing Cell Sel manufaktur (manufacturing cell) adalah unit terkecil (sel) dalam sistem
manufaktur yang bekerja secara terotomatisasi sehingga memungkinkan untuk mengerjakan berbagai
macam operasi dalam rangka untuk memproduksi suatu komponen (part)
4. Autometed Factory Fabrikasi terotomatisasi merupakan pengembangan lebih lanjut dari sistem
manufakut fleksibel dengan menggunakan teknologi otomatisasi secara penuh mulai dari gudang bahan
baku samapai dengan gudang produk jadi diatur secara terpusat dalam satu pusat pengendali. Disini
peran pekerja menjasi hampir tidak ada.
Proses Manufaktur
Untuk mentrasformasikan bahan baku menjadi produk diperlukan proses manufaktur, menurut
Amstead et al. (1977) dalam industri yang berbasis logam maupun bahan lainnya sebagai bahan baku
ada 5 jenis klasifikasi proses manufaktur yaitu: 1. Processes for changing physical properties 2.
Processes for changing the shape of material 3. Processes for machining parts to a fixed dimension 4.
Processes for obtaining a surface finish 5. Processes for joining parts or materials Secara rinci kelima
jenis klasifikasi proses tersebut disajikan pada Tabel 8.5 berikut.
Selain itu berbagai proses manufaktur (untuk logam) antara lain pemurnian dan pencampuran bahan
(refining and alloying) untuk memperbaiki sifat-sifat yang diinginkan adalah: a. kekuatan tarik (tensile
strength) b. kekerasan (hardness) c. kelelahan (fatigue) d. kekuatan tumbuk (impact resistance) e.
keliatan (malleability), f. kegetasan (brittleness) g. anti korosi (corrosion resista
BAB 9 PERANCANGAN SISTEM KERJA
Analisis Pernintaan
Perancangan Proses
Penentuan Kapasitas
Pemilihan Lokasi
Perancangan Lay-Out
1 Perancangan Produk
Perancangan produk merupakan penterjemahan suara konsumen (voice of customer) yang bersifat kualitatif
kedalam gambar, maket atau prototype produk beserta spesifikasinya.
.1.1 Analisis Permintaan
Tujuan analisis permintaan adalah menangkap suara konsumen baik yang terkait dengan jenis produk yang
dibutuhkan dan diinginkan maupun volume permintaan effektifnya
Tahapan Analisis Permintaan
1. Analisis Peluang Pasar Analisis peluang pasar (market opportunity analysis) adalah tahapan awal
dalam analisis permintaan yang bertujuan untuk mengkaji suara konsumen yaitu apakah ada
kebutuhan konsumen akan suatu produk atau apakah ada peluang kesempatan berusaha karena
pasokan suatu produk belum mencukupi
2. Permintaan potensial adalah totalitas permintaan konsumen akan suatu produk atau jasa tanpa
memperhitungkan siapa yang akan memenuhinya. Sebagai contoh jika setiap orang Indonesia
memerlukan rata rata 0.5 kg beras tiap harinya maka dengan jumlah penduduk 230 juta berarti
ada permintaan potensial beras sebanyak 110 juta kg tiap hari
3. 3. Pangsa Pasar ( S ) Pangsa pasar (market share) adalah besarnya porsi pasar yang akan diambil
oleh suatu perusahaan untuk dipenuhi kebutuhan konsumen.
4. . Proyeksi Permintaan Effektif Permintaan effektif (Det) adalah jumlah permintaan produk/jasa
yang diminta konsumen yang dapat diraih oleh produsen tertentu. Oleh sebab itu permintaan
effektif adalah subset dari permintaan potensial (Dot)
. Menurut () dalam perancangan produk manufaktur karakteristik teknikal yang mencerminkan kualitas
dari produk yang meliputi: 1. Penampilan (performance) 2. Fitur (features) 3. Keandalan (reliability) 4. Umur
(durability) 5. Pelayanan (serviceability) 6. Kesesuaian (conformance) 7. Seni (aesthetics) 8. Kualitas (perceived
quality)
Secara sistemik perancangan produk sesuai dengan daur hidupnya (product life cycle) mencakup 7
kegiatan yang dimulai dari tahapan koseptual sampai dengan perancangan penarikan produk dari pasar: 1.
Perancangan konseptual (Conceptual Design) 2. Perancangan Global (Embodiment Design) 3. Perancangan rinci
(Detail Design) 4. Perencanaan fabrikasi (Planning for Manufacture) 5. Perencanaan distribusi (Planning for
Distribution) 6. Perencanaan pemakaian (Planning for Use) 7. Perencanaan penarikan produk (Planning for
Retirement of the Product) Menurut Eide() tahapan perancangan produk dimulai dari tahapan konseptual sampai
dengan rancangan rinci
Secara ringkas proses analisis nilai dilakukan melalui tahapan sebagai bertikut: a. Menentukan fungsi yang
akan dianalisis b. Kaji dan evaluasi tiap fungsi c. Berfikir kreatif untuk memperoleh proses, bahan atau cara
produksi yang tidak merubah fungsi tapi lebih effisien d. Kembangkan alternatif dengan memperbaiki atau
mengeliminasi yang ada dengan hasil butir c e. Evalusi tiap alternatif dan pilih yang terbaik
Peran insinyur Teknik Industri diantaranya adalah membantu untuk melakukan analisis waktu
baku, analisis tekno-ekonomi sehingga diperoleh proses produksi yang effisien. Oleh sebab itu hubungan
antara produk dan proses produksinya harus dikaji lebih seksama.
Secara umum tujuan perancangan proses adalah memfasilitasi agar produk yang
telah dirancang dapat dibuat secara effisien dan memenuhi kebutuhan dan
keinginan konsumennya. Bagi seorang insinyur Teknik Industri output terpenting
dari perancangan proses adalah diperolehnya Peta Proses Operasi (Operation
process Chart/OPC), Peta Aliran Proses (Flow Process Chart/FPC) dan peta peta
kerja lain yang diperlukan untuk merancangan stasiun kerja, lay-out dan
pengoperasian pabriknya.
Langkah Perancangan Proses
Berkenaan dengan perancangan proses untuk pembuatan suatu produk ada 6
langkah yang perlu dilakukan:
9 - 8 Bab 9. Perancangan Sistem Kerja
1. Menentukan struktur produk dan spesifikasinya 2. Menelaah bagaimana
masing-masing komponen dapat dibuat 3. Menentukan proses pembuatan
komponen 4. Menilai biaya masing-masing alternatif proses 5. Menentukan
urutan operasi pembuatan 6. Membuat dokumentasi dari proses
1. Sruktur Produk Dan Spesifikasinya Yang dimaksud dengan struktur produk adalah kaitan antara produk
dengan komponenkomponen penyusunanya mulai dari bahan baku sampai produk jadi
2. Manufakturabilitas Manufakturabilitas adalah ukuran kesulitan atau kemudahan suatu benda kerja
dibuat atau dikerjakan menuruti toleransi yang ditentukan.
3. Penentuan Proses
Dalam menyusun perancangan proses produksi, perlu diperhatikan: a. Kesesuaian (kompatibilitas) bahan
dan proses b. Kemampuan proses untuk menghasilkan benda yang memenuhi toleransi yang disyaratkan
c. Kemungkinan untuk perancangan kembali benda kerja agar memudahkan dalam pembuatannya. d.
Tersedia sarana mesin dan peralatan untuk proses yang dipilih e. Tersedia alat-alat bantu yang
diperlukan
4. Analisis Biaya Analisis biaya diperlukan untuk memilih alternatif rancangan proses yang paling
ekonomis, sebab biaya proses produksi akan berakibat pada keterjangkauan untuk membeli dari
konsumen dan menentukan tingkat keuntungan yang diperoleh produsen. Biaya proses produksi terdiri
atas biaya tetap dan biaya variabel yang dinyatakan sebagai berikut:
Untuk melihat apakah suatu proses produksi menguntungkan atau tidak maka perlu dihitung titik
impasnya (Break Even Point/BEP), dimana BEP dinyatakan sebagai berikut:
5. Penentuan Urutan Operasi Penentuan urutan operasi untuk mengubah bahan (benda kerja) menjadi
produk jadi tergantung pada beberapa pertimbangan, antara lain untuk: a. Meminimumkan penanganan
bahan (part handling), cara dan jarak pemindahan dari satu mesin/proses ke mesin/proses lain. b.
Menjamin bahwa operasi/proses berikutnya tidak merusak hasil proses sebelumnya c. Melakukan
operasi sebanyak mungkin pada setiap mesin sehingga dapat diperoleh toleransi yang kecil dan mutu
yang baik, dan sesedikit mungkin melakukan set up pada setiap mesin untuk setiap benda kerja
6. Dokumentasi Proses
Salah satu diantaranya yang biasa digunakan adalah dengan membuat Peta Proses Operasi (Operation
Process Chart/OPC). Peta Proses Operasi menggambarkan aliran bahan melalui berbagai proses dan
pemeriksaan (inspeksi); tidak termasuk pemindahan, penyimpanan, ataupun menunggu.
Perancangan Sistem Kerja
Perancangan sistem kerja merupakan salah satu keahlian yang penting yang perlu dikuasai oleh seorang
insinyur Teknik Industri, sebab dalam stasiun kerja inilah terjadi interaksi secara nyata ketiga elemen
utama sistem integral (manusia, mesin dan material) dalam mengerjakan pembuatan produk.
Pada dasarnya pendekatan yang dilakukan dalam merancang sistem kerja tidak terlepas dari lima langkah
sistematis untuk memecahkan suatu masalah, yaitu: 1. Pendefinisian masalah: Merupakan langkah pertama,
dimana tujuan yang akan dicapai dinyatakan secara umum, artinya ditentukan dahulu kriteria-kriterianya, hasil
yang diinginkan, waktu yang tersedia, dan lain-lain. 2. Analisa masalah: Berdasarkan fakta yang sudah ada, dibuat
spesifikasi dan batasan-batasannya, menyajikan fakta secara sistematis, melakukan pengujian kembali atas
persoalan dan kriteria-kriterianya. 3. Pencarian alternatif: Berdasarkan kriteria dan batasan yang telah ditentukan,
disusun berbagai alternatif pemecahan persoaalan yang harus dipilih. 4. Evaluasi alternatif: Alternatif yang
diperoleh pada langkah sebelumnya dipilih dengan melakukan evaluasi berdasarkan prinsip-prinsip dan teknik-
teknik yang dapat dipertanggungjawabkan. 5. Pengambilan keuptusan: Satu alternatif yang terpilih merupakan
keputusan yang harus dilaksanakan. Cara mengkonsumsi hasil analisis merupakan bagian yang harus diperhatikan
dalam pelaksanaan keputusan.
Bab 10 PERANCANGAN LAY-OUT PABRIK
Tata letak (lay-out) pabrik merupakan susunan tatanan kumpulan berbagai stasiun kerja sedemikian rupa sehingga
akan memungkinkan rangkaian proses produksi yang effisisen
10.1 Kapasitas Desain
Kapasitas adalah kemampuan maksimum dari suatu fasilitas persatuan waktu. Dikenal adanya tiga jenis kapasitas
yaitu:
1. Kapasitas Desain (Design Capacity)
2. Kapasitas Efektif (Effective Capacity)
3. Kapasitas Aktual (Actual Capacity)
10.1.1 Kapasitas effektif
kapasitas efektif adalah kemampuan maksimum dari suatu fasilitas persatuan waktu jika dioperasikan dalam
kondisi efektif
10.1.2 Strategi Kapasitas
menurut Hayes dan Wheelwrigh (1984) ada tiga macam strategi kapasitras yang mungkin sebagaimana disajikan
pada Gambar 10.3 yaitu :
1. Stratregi Capacity Lead Demand jika kapasitas mendahului permintaan 2. Stratregi Capacity Lad Demand jika
permintaan mendahului kapasitas 3. Stratregi Capacity Equal Demand jika kapasitas mengikuti permintaan
10.1.3 Penentuan Kapasitas Desain
Jika kapasitas effektif telah dapat ditentukan maka kapasitas desain akan dapat dihitung dengan
mempertimbangkan faktor effisiensi pabrik (E) dengan formula:
Co = Ce/(1-E) …………………….…….........……………………………… (10-3)
10.2 Pemilihan Lokasi
Dalam memilih lokasi pabrik perlu dipertimbagkan tiga fungsi dasar lokasi pabrik yaitu sebagai tempat
pengumpulan bahan baku yang dibutuhkan untuk proses produksi, sebagai tempat untuk pemrosesan bahan
menjadi produk jadi dan sebagai tempat awal untuk menyalurkan produk ketangan konsumen.
10.2.1 Faktor Lokasi
Beberapa faktor utama yang yang mempengaruhi lokasi pabrik adalah:
1. Faktor Pasar Dan Bahan Baku
2. Faktor Tangible
3. Faktor Intangible
10.2.2 Metoda Pemilihan Lokasi
Tahapan Pemilihan Lokasi
Regional
Community ……makro
Site ……………….mikro
1. Product Lay-out
2. . Process Lay-out
3. Fix Lay-out
4. Automated Lay-out
10.3.2 Proses Perancangan
Perancangan tata letak fasilitas melibatkan perencanaan dan perancangan suatu sususnan yang terdiri
atas peralatan produksi, peralatan pemindahan, peralatan penunjang dalam suatu ruang, bangunan dan lahan
sedemikian rupa sehingga pekerjaan pembuatan produk yang dilakukan pada fasilitas tersebut mengalir dengan
cara yang efisien
menurut Apple (1977) perlu mengikuti langkah sebagaimana disajikan secara skematis Gambar 10.9
berikut.
1. Inputan
2. Aliran Kegiatan,
3. Hubungan Keterkaitan Antar Kegiatan
4. Diagram Keterkaitan Antar Ruang
5. Luas Lantai
6. Diagram Hubungan Ruan
7. Pertimbangan Praktis dan Modifikasi
8. Pengembangan Alternatif Lay-out
9. Evaluasi dan Rancangan Lay-out
BAB11 PENGOPERASIAN SISTEM MANUFATUR
Bila rancangan pabrik dilanjutkan dengan konstruksinya sehingga pabrik siap dioperasikan maka langkah
berikutnya adalah bagaimana mengoperasikan pabrik secara produktif dan effisien. Untuk keperluan tersebut
langkah pertama adalah melakukan perencanaan produksi dan diakhiri dengan pengendalian produksi.
11.1 Kerangka Dasar Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Secara umum perencanaan merupakan proses penetapan tujuan dan menjabarkan tujuan tersebut atas
berbagai aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Tujuan yang baik memiliki karakteristik pokok yaitu
realistik, terukur, berbatas waktu dan menantang. Sedangkan setiap aktivitas, akan memerlukan waktu dan
sumber daya baik berupa tenaga kerja (man), peralatan/mesin (machine), material (material) maupun uang
(money). Adapun pengendalian dapat diartikan sebagai aktivitas yang dimaksudkan untuk menjamin proses
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Perencanaan dan pengendalian produksi mempunyai peran sebagai pendukung (supporting) dalam
kegiatan menufaktur yang akan memberikan dukungan kepada fungsi marketing dan fungsi fabrikasi dengan
mendapatkan input dari bagian engineering
11.1.1 Jenis Perencanaan Produksi
Ditinjau dari segi jangkauan waktunya menurut Gibson et al (1995), perencanaan produksi dapat dibedakan atas 3
jenis yaitu :
1. Perencanaan Jangka Panjang ( Long Term Planning
2. Perencanaa Jangka Menengah (Medium Term Planning
3. Perencanaan Jangka Pendek ( Short Term Planning)
11.1.2 Keterkaitan Vertikal
Secara lebih spesifik keterkaitan dan penjabaran ketiga jenis tingkat perancanaan tersebut didalam proses
perencanaan produksi dapat dilihat pada Gambar 11.2 yang secara ringkas diuraikan sebagai berikut :
1. “Front End” Front End merupakan rangkaian kegiatan dalam sistem produksi yang akan dijadikan dasar
bagi kegiatan operasional produksi dalam pembuatan produk
2. “Engine” Engine merupakan rangkaian kegiatan dalam sistem produksi untuk menjabarkan Jadwal Induk
Produksi kedalam perencanaan detail atas penggunaan material/bahan dan kapasitas (mesin dan tenaga
kerja) yang diperlukan untuk produksi
3. “Back End” Back End menggambarkan sistem pelaksanaan atas perencanaan rinci yang telah dibuat.
11.1.3 Siklus Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Dari uraian diatas nampak bahwa perencanaan dan pengendalian produksi terkait dengan faktor-faktor
produksi sebagai berikut :
1. Manusia (Man)
2. Material (Material)
3. Mesin/Peralatan (Equipment)
4. Metode (Method and Management)
5. Modal (Money)
11.1.4 Metoda
Dalam mencari jawaban atas permasalahan kebijakan produksi, secara kronologis metode pengendalian
produksi yang telah dikembangkan dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Metode Klasik/Tradisional (Clasical
Production Control), selanjutnya disebut dengan CPC. 2. Metode Perencanaan Kebutuhan Material (Material
Requirement Planning), selanjutnya disebut dengan MRP. 3. Metode Pengendalian Produksi Tepat Waktu (Just In
Time Inventory Control), selanjutnya disebut dengan JIT.
11.2 Metode Perencanaan dan Pengendalian Produksi Klasik
Metode ini menggunakan basis ilmu matematika, statistika, dan optimasi sebagai alat bantu utama untuk
menjawab permasalahan-permasalahan kuantitatif yang terjadi di dalam sistem produksi. Oleh sebab itu, metode
ini sering disebut dengan metode Pengendalian Produksi Klasik/Tradisional. Metoda ini sering dikenal pula dengan
sistem dorong, yaitu menyediakan produk sebelum produk itu diminta
Sesuai dengan perkembangan metoda analisis Teknik Industri seperti diuraikan pada Bagian II, pendekatan
yang digunakan dalam perencanaan dan pengendalian produksi dapat dikelompokkan atas: 1. Metode Grafis dan
Tabulasi 2. Metode Empiris 3. Metode Optimasi
11.2.1 Metoda Grafis dan Tabulasi
Langkah awal yang dilakukan untuk menyusun rencana produksi dengan metoda ini adalah menentukan
target pasar yang diperoleh dengan meramalkan permintaan terlebih dahulu. Bila pola permintaan telah diketahui
maka diperlukan suatu strategi produksi yang tepat untuk mengatur bagaimana tingkat produksi sehingga kinerja
yang optimal
Strategi campuran yang dilakukan disini adalah mengikuti rata-rata peramalan permintaan (sehingga
kecepatan produksi menjadi konstan), dan apabila terjadi kelebihan produksi akan disimpan menjadi persediaan,
sedangkan apabila terjadi kekurangan akan di subkontrak.
Metode ini dikembangkan pada tahun 1963 oleh Bowman, sehingga oleh para ahli sistem produksi ini
lebih dikenal dengan istilah metode konstanta Bowman. Teknik yang digunakan adalah analisa regresi ganda.
Berdasarkan data-data masa lalu yang tersedia, analisa regresi akan menghasilkan dua persamaan yang dapat
dipakai untuk menentukan kebutuhan kerja dan kecepatan produksi sebagai berikut:
Tujuan utama dikembangkannya metode ini adalah untuk memberikan suatu alat manajemen agar dapat
konsisten dalam mengambil keputusan tentang penentuan jumlah tenaga kerja dan kecepatan produksi.
Metode ini dikembangkan oleh Jones untuk mengatasi kesulitan dalam menghadapi berbagai bentuk
fungsi ongkos. Dengan menggunakan metode ini, manajer tidak dipersulit oleh bentuk fungsi ongkos apapun. Baik
bentuk linier maupun kuadratis, atau bentuk lainnya dengan mudah dapat diselesaikan oleh metoda ini. Aturan
yang ingin dicari dengan menggunakan bantuan komputer.
1. Metoda Optimasi Liner Seandainya semua ongkos yang terlibat dalam perencanaan produksi dapat diasumsikan
linier, maka metode optimasi linier merupakan pendekatan cukup baik. Metode ini merupakan salah satu metoda
perencanaan agregat yang dapat menghasilkan kondisi optimasi serta algoritmanya sudah jelas, dengan syarat
hubungan antar variabelnya linier.
2. Model Optimasi Non Liner Model HMMS merupakan suatu model perencanaan produksi yang telah banyak
dikenal oleh para pemikir sistem produksi, dimana model ini dipakai untuk merencanakan kecepatan produksi,
tingkat persediaan, serta tenaga kerja didalam melakukan perencanaan agregat yang merupakan salah satu
perhatian utama di pabrikpabrik pada umumnya.
emajuan dalam bidang teknologi komputer, karena itu metode ini berorientasi pada penggunaan
komputer (Computer Oriented Approach). Pada hakekatnya metode ini terdiri atas sekumpulan prosedur, aturan-
aturan keputusan, dan seperangkat mekanisme pencatatan yang dirancang untuk menjabarkan suatu Jadwal Induk
Produksi (JIP).
Menurut Orlicky (1985), dilihat dari sejarahnya, penerapan MRP pertama kali digunakan pada industri
logam dalam sistem produksi pesanan (job order).
Perkembangan berikutnya, metode MRP ini diaplikasikan tidak hanya untuk bidang manufaktur, tetapi
juga digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dalam bidang nonmanufaktur.
Secara umum tujuan MRP adalah menghasilkan kebijakan produksi yang mampu digunakan untuk mendukung
kegiatan produksi. Agar MRP dapat berfungsi dan dioperasionalkan secara efektif, terdapat beberapa persyaratan
dan asumsi yang harus dipenuhi. Adapun persyaratan yang dimaksud adalah:
1. Tersedianya jadwal induk produksi, yaitu suatu rencana produksi rinci yang menetapkan jenis dan jumlah serta
waktu suatu produk akhir harus tersedia. 2. Tersedianya struktur produk yang mencerminkan hierarki semua
komponen dan bahan yang diperlukan dalam pembuatan suatu produk. Dengan demikian struktur produk harus
mampu menggambarkan secara gamblang komposisi suatu produk mulai dari bahan baku sampai dengan produk
jadi. 3. Tersedianya catatan status produksi untuk semua komponen dan bahan baku yang menyatakan jumlah
produksi yang ada sekarang (inventory on hand) dan yang akan datang/dalam pesanan (inventory on order) serta
waktu ancang-ancang (lead time).
Sedangkan beberapa asumsi yang diperlukan sebagai prakondisi berlakunya MRP adalah: 1. Adanya data
file terintegrasi yang berisi data status produksi dan data struktur produk serta jadwal induk produksi. Data file ini
perlu dijaga ketelitian dan kelengkapannya sehingga selalu memuat data yang terbaru. 2. Waktu ancang-ancang
(lead time) untuk semua item komponen dan bahan diketahui secra pasti dan tidak bervarias. Dalam hal ini waktu
ancang-ancang dapat berupa interval waktu antara saat pemesanan dilakukan sampai dengan saat barang tiba dan
siap digunakan, tetapi dapat pula berupa waktu proses pembuatan komponen tersebut.
3. Tersedia mekanisme yang mampu memantau dan mengevaluasi status produksi dan tahapan-tahapan proses
produksi dari bahan baku sampai dengan produk jadi. 4. Pengadaan dan pemakaian komponen bersifat diskrit
artinya barang dipesan dan dipergunakan pada suatu titik waktu tertentu.
Ada tiga masukan utama yang diperlukan dalam mekanisme bekerjanya MRP, yaitu:
Dari skema tersebut nampak bahwa ada empat langkah dasar penyusunan MRP, yaitu:
1. Netting Netting adalah proses perhitungan kebutuhan bersih untuk setiap periode selama horison perencanaan.
2. Lotting Lotting adalah proses penentuan besarnya ukuran lot pesanan ekonomis untuk memenuhi kebutuhan
bersih (Rt) beberapa periode sekaligus
3. Offsetting Offsetting adalah suatu proses penentuan saat dilakukannya pemesanan (planed order release)
sehingga kebutuhan bersih (Rt) dapat dipenuhi
4. Exploding Exploding adalah proses perhitungan dari ketiga langkah di atas yaitu netting, lotting, dan offsetting,
yang dilakukan untuk komponen atau item yang berada pada level dibawahnya.
Metode Just In Time (JIT) adalah suatu metode perencanaan dan pengendalian produksi yang
dikembangkan di Jepang pada era setelah selesainya perang dunia kedua. Pada awal mulanya metode ini
dikembangkan dalam sistem produksi Toyota Motor Co. Berbeda dengan metode SIC dan MRP yang berbasis pada
pendekatan optimasi, hakikat dari metode JIT adalah melakukan penghematan (efisiensi) dalam setiap proses,
yaitu dengan mengeliminasi pemborosan (waste).
Bab 12 PENDIDIKAN DAN KURIKULUM
Menurut Yoder (1976) suatu profesi harus memiliki sedikitnya empat persyaratan yaitu mendapat
pengakuan (recognition) dari masyarakat akan keahlian yang menjadi profesinya, memiliki body of knowledge
dan ada institusi pendidikan yang menyelenggarakan untuk mengajarkan keahlian profesi tersebut, memiliki
kode etik dan rule of conduct dalam menjalankan profesinya, dan memiliki komunitas profesi
Ada berbagai pola pendidikan engineering yang berlaku diantaranya ada yang mengacu pada Amerika dan
Eropa. Pendidikan Engineering di Indonesia mengacu kepada sistem Amerika, dimana salah satu yang menjadi
acuan dalam menyusun kurikulumnya adalah Acreditation Board for Engineering and Technology (ABET). ABET
memberikan pula pengakuan pemenuhan persyaratannya bagi program studi kerekayasaan di negara lain.
Berdasarkan atas ABET pendidikan engineering memiliki pola yang berisi substansi sebagai berikut:
5. Umum (General)
Oleh sebab itu seorang mahasiswa yang menekuni bidang kerekayasaan dipersyaratkan memenuhi kualifikasi
sebagai berikut:
a. Memiliki minat dan kemampuan yang tinggi dalam penguasaan ilmu matematika,
sesuatu bekerja
Di Indonesia kurikulum pendidikan tinggi diatur oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) yang pada
prinsipnya terdiri atas kurikulum inti dan kurikulum lokal
Dalam implentasinya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku terdapat dua jalur pendidikan
kerekayasaan di Indonesia yaitu jalur akademis dan jalur profesional. Jalur profesional ditujukan untuk
menghasilkan lulusan yang siap pakai (lebih menekankan pada know how nya) dan diselenggarakan oleh
institusi politeknik dan sekolah kedinasan serta yang sejenis, sedangkan jalur akademis ditujukan untuk
menghasilkan lulusan yang siap belajar (lebih menekankan pada know why nya) diselenggarakan oleh sekolah
tinggi, institut atau universitas. Perlu dicatat disini bahwa sekolah tinggi, insitut dan universitas dapat pula
menyelenggarakan pendidikan professional
Visi
dan
Body of
misi
knowle kurikulum
dge
Reference system
environment
demand
Etika profesi
Seorang Engineer mempunyai tanggung jawab besar dalam melindungi kemaslahatan masyarakat, seperti
keamanan penggunaan produknya, oleh sebab itu perlu adanya kode etik profesi. Prinsip dasar dan aturan
dasar kode etik engineer adalah:
1. Prinsip Dasar: Engineer menjunjung dan meningkatkan integritas, kehormatan, dan keluhuran profesi
kerekayasaan dengan:
b. dengan setia melayani masyarakat, majikan, maupun pelanggan secara jujur dan tidak memihak,
d. mendukung masyarakat profesional dan teknisi dari bidang disiplin keahlian masing-masing.
c. Engineer akan memberikan pernyataan kepada masyarakat dengan cara yang obyektif dan sejujurnya.
d. Engineer bertindak secara profesional dan terpercaya untuk setiap majikan ataupun pelanggan, serta
akan menghindarkan diri
e. Engineer akan mengembangkan reputasi profesionalnya atas dasar pelayanannya dan akan menghindari
kompetisi yang tidak
f. Engineer akan bertindak dengan cara yang akan menjunjung dan meningkatkan kehormatan, integritas, dan
keluhuran profesi.
g. Engineer akan selalu mengembangkan profesionalnya sepanjang karier dan akan memberikan
kesempatan kepada bawahannya
Tidak seperti disiplin keahlian lain yang berkarya untuk menghasilkan produk riil, Teknik Industri
dituntut untuk menghasilkan nilai tambah yang diukur seberapa tinggi produktifitas dan effisiensinya.
Oleh sebab itu pendidikan Teknik Industri pada hakekatnya bertujuan untuk membentuk cara pikir
secara sistemik terintegrasi.
Pembentukan keahlian Teknik Industi merupakan proses integrasi dari berbagai elemen keilmuan dan
semuanya ini baru akan bermuara hasil perancangan tu perbaikan sistem integral. Dengan demikian
kesadaran dan latihan untuk selalu berpikir sistemik dan integrasi perlu diberikan sejak dini, sebab
proses integrasi tidaklah mudah dan merupakan sesuatu yang bersifat konseptual dan abstrak, revolusi
mental menurut istilah Taylor.
12.2.2. Benchmark
Dalam kerangka ABET (Accreditation Board for Engineering and Technology) terdapat dua macam program studi
yang mendapatkan pengesahan dari Institute of Industrial Engineering (IIE) di Amerika, yaitu program Teknik
Industri (Industrial Engineering) dan program Rekayasa Manajemen Industri (Engineering Management).
kesamaan antara program studi Teknik Industri dan Manajemen Industri adalah sbb:
Selain ada perbedaan kedua program studi ini menurut ABET yaitu:
Dalam penjelasan mengenai kriteria kedua program tersebut ABET menyatakan bahwa kurikulum pendidikan
Program Engineering Management harus memenuhi syarat dalam menghasilkan lulusan sebagai berikut:
Program harus menunjukkan bahwa lulusan memiliki: pemahaman tentang hubungan teknik antara tugas
manajemen perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, kontrol, dan elemen manusia dalam produksi,
penelitian, dan organisasi layanan; pemahaman tentang dan berurusan dengan sifat stokastik dari sistem
manajemen. Mereka juga harus mampu mendemonstrasikan integrasi sistem manajemen ke dalam rangkaian
lingkungan teknologi yang berbeda.
Sedangkan kurikulum Program Industrial Engineering harus memenuhi syarat dalam menghasilkan lulusan
sebagai berikut:
Program harus menunjukkan bahwa lulusan memiliki kemampuan untuk merancang, mengembangkan,
menerapkan, dan meningkatkan sistem terintegrasi yang mencakup manusia, material, peralatan, dan energi.
Program harus mencakup instruksi mendalam untuk mencapai integrasi sistem menggunakan praktik analitis,
komputasi, dan eksperimental yang sesuai.
Teknik Industri mendasarkan pada tiga kelompok fungsi dasar, yaitu Operational Science, Ergonomics/Human
Factors Engineering, dan Production Engineering. Selanjutnya Biles menyatakan bahwa ketiga fungsi dasar
disiplin Teknik Industri tidak berdiri sendiri tetapi merupakan subset-subset yang saling berinterseksi seperti
terlihat pada Gambar
Operational
science
Productin
engineering
ergonomi
Secara garis besar masing-masing fungsi dasar yang membentuk Body of Knowledge disiplin Teknik Industri itu
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Operational Science: Ilmu pengetahuan dan keahlian yang berkaitan dengan pengaturan perilaku dan
pengelolaan kelompok kerja seperti Penelitian Operasional, Perancangan Organisasi, Sistem Informasi
Manajemen, Analisis Ekonomi, dan lain-lain;
2. Ergonomics/Human Factors Engineering: Ilmu pengetahuan dan keahlian yang berkaitan dengan
pemberdayaan manusia dalam sistem integral seperti Ergonomi, Perancangan Kerja (Work Design), Administrasi
Penggajian (Wage Administration), Keselamatan dan Kesehatan Kerja, dan lain-lain;
3. Production Engineering Ilmu pengetahuan dan pengetahuan yang berkaitan dengan perancangan dan
pengelolaan proses manufaktur serta perencanaan dan pengendalian produksi, seperti Perencananaan dan
Pengendalian Produksi, Pengendalian Kualitas, Proses Manufaktur, Tata Letak Pabrik, dan lain-lain.
Pendidikan Teknik Industri di Indoneasia diselenggarakan dalam waktu empat tahun dengan beban minimal
sebesar 144 satuan kredit semester (SKS). Berdasarkan atas body of knowlegde seperti diuraikan diatas maka
secara ringkas struktur kurikulum program sarajana Teknik Industri secara skematis disajikan pada Gamba
Intergrated industrial
engineering
Basic engineering Basic industrial
science engineering science
Basic science
Basic Sciences diajarkan pada tahun pertama ditujukan untuk memberikan bekal yang memadai dalam
menanamkan kerangka berfikir logik dan memahami lebih baik tentang fenomena alam yang menjadi pijakan bagi
pengetahuan dasar engineering. Tiga mata kuliah pokok yang diberikan adalah matematika, fisika dan kimia.
Disamping itu diberikan pula pengantar teknik industri (basic industrial engineering sciences) dan konsep teknologi
(basic engineering sciences).
Pada tahun kedua lebih difokuskan pada pemberian bekal yang memadai atas engineering sciences,
disamping mulai diberikan pula basic industrial engineering sciencesnya. Tujuan dari pembekalan Basic
Engineering Sciences ini adalah untuk memberikan pengetahuan dasar engineering terhadap sistem integral yang
menjadi acuan pendidikan. Selain
Pada tahun ketiga lebih difokuskan pada pemberian bekal yang memadai atas industrial engineering
sciences, disamping mulai diberikan pula pembekalan dasar untuk pendekatan sistemik terintegrasi.
Pada tahun keempat pendidikan lebih difokuskan pada pembentukan kerangka berpikir sistemik
terintegrasi. Disini ditekankan bagaimana mengintegrasikan tools dan metoda analisis yang telah diberikan
diaplikasikan pada kerangka acuan pendidikan yang digunakan.