Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN TUTORIAL

BLOK IMUNOLOGI DAN INFEKSI TROPIS

SKENARIO II

KELOMPOK VII

Misha Elshaddai G0017135

Muhammad Adil G0017139

Muhammad Daffa Ardiawan G0017141

Muhammad Ferdy Asyiraq G0017143

Fatin Nabila Rizqi G0017069

Fawzia Andiena G0017071

Felishia Serafine Hermanto G0017073

Fitriana Rafi’ Dzakiyyah G0017079

Frestiken Puspita Afianindha G0017081

Frieska Windi Nur Islami G0017083

Hafiszah Asfahani. G0017089

TUTOR : Lilik Widjayanti, dr. M. Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

TAHUN 2018
BAB I

PENDAHULUAN

SKENARIO 2

Benarkan cucuku hanya mengalami sariawan?

Seorang nenek membawa cucunya yang berusia 2 tahun datang berobat ke poli anak
dengan keluhan sariawan dan sulit makan. Sariawan dirasakan sudah sejak 1 bulan ini dan
tidak hilang meskipun sudah mendapatkan terapi nystatin. Anak mengalami sulit makan sejak
sekitar 2 bulan yang lalu. Pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, frekuensi
nadi 110x/menit, frekuensi napas 38x/menit teratur, suhu aksila 37,8⁰C. Pasien tampak
malnutrisi dan didapatkan oral thrush serta hepatomegali. Pada anamnesis lebih lanjut
didapatkan riwayat ibu meninggal 1 tahun yang lalu karena menderita AIDS. Dokter
mengatakan kemungkinan besar telah terjadi penularan HIV secara transplasenta. Selanjutnya
dokter merencanakan pelacakan kemungkinan infeksi oportunistik melalui pemeriksaan
pewarnaan KOH dari swab mukosa mulut, mantoux test, antibodi HIV, limfosit CD4. Dokter
memberikan terapi suportif dan antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi oportunistik
yang lain.
BAB II

DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam skenario
1. Nystatin : anti jamur dari S. nausei yang berfungsi untuk menghambat pertumbuhan
jamur.
2. Infeksi Oportunistik : infeksi yang timbul akibat sistem imun menurun.
3. Oral Thrush/Oral Candidiasis : lesi putih pada lidah/bagian dalam mulut oleh
Candida albicans.
4. Mantoux Test : untuk Tuberculin Test/mengecek adanya TB.
5. Antibiotik Profilaksis : untuk mengontrol gejala suatu penyakit infeksi.
6. Composmentis : kesadaran penuh, nilai GCS 15.
7. Pewarnaan KOH : untuk identifikasi C. albicans dan jamur lainnya.
8. Swab Mukosa Mulut: untuk identifikasi C. albicans di mukosa mulut, menggunakan
KOH.

B. Langkah II : Menentukan/mendefinisikan permasalahan


1. Mengapa pasien diberi terapi Nystatin?
2. Apa itu HIV dan AIDS?
3. Bagaimana gejala HIV?
4. Bagaimana cara penularan HIV?
5. Bagaimana mekanisme adanya C. albicans pada mukosa mulut?
6. Bagaimana analisis tanda vital pada penyakit tersebut?
7. Apa perbedaan HIV dan AIDS?
8. Apa alasan dugaan penularan melalui plasenta?
9. Apa saja contoh infeksi oportunistik?
10. Penyebab hepatomegali pada kasus?
11. Tindakan suportif apa yang diberikan oleh dokter?
12. Apa komplikasi penyakit yang ditimbulkan AIDS?
13. Apa tujuan masing-masing pemeriksaan penunjang?
14. Bagaimana patogenesis HIV-AIDS?
15. Apakah semua penderita mengalami infeksi oportunistik?
16. Apa saja virus penyebab immunodeficiency?

C. Langkah III : Menganalisis permasalahan dan membuat pertanyaan sementara mengenai


permasalahan tersebut (dalam langkah II)
1. Mengapa pasien diberi terapi Nystatin?
Jawaban:
Nystatin merupakan antijamur yang dapat digunakan untuk mengatasi candidiasis
berupa sariawan dan oral thrush pada pasien.

2. Apa itu HIV dan AIDS?


Jawaban:
 HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang persebarannya melalui
cairan tubuh yang menyerang sel CD4 (limfosit T) sehingga menurunkan sistem
umum tubuh dan menyebabkan tubuh tidak dapat melawan infeksi atau penyakit
dengan baik.
 AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah fase penderita banyak
mengalami infeksi oportunistik akibat melemahnya sistem imun setelah terkena
HIV.

3. Bagaimana gejala HIV?


Jawaban:
 Anamnesis
 RPK (ibu meninggal 1 tahun lalu), nafsu makan menurun, keringat saat
malam hari, sakit kepala.
 Inspeksi
 Sariawan tidak sembuh setelah terapi, penurunan berat badan, lemas dan
lemah, skin rash, dementia.
 Palpasi
 Pembesaran limfonodi dan hepatomegali,atrofi organ.
 Pemeriksaan fisik
 Tanda vital pediatri ( frekuensi lebih tinggi )
- Suhu 37,8 ºC (normal 37,5 ºC) demam akibat inflamasi.
- Pemeriksaan nadi 110x/menit.
- Frekuensi napas 38x/menit teratur.
Vital sign pediatri normal :
Dari data dan kasus didapatkan kesimpulan sebagai berikut : suhu mengalami
kenaikan akibat inflamasi, pemeriksaan nadi didapatkan 110x/menit dan frekuensi
napas 38x/menit teratur.

4. Bagaimana cara penularan HIV?


Jawaban:
Secara umum ada 5 faktor yang perlu diperhatikan pada penularan suatu penyakit
yaitu sumber infeksi, vehikulum yang membawa agent, host yang rentan, tempat
keluar kuman dan tempat masuk kuman.
Penularan HIV hingga saat ini yang diketahui adalah melalui:
1. Transmisi Seksual
 Penularan melalui hubungan seksual baik Homoseksual maupun Heteroseksual
merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi. Penularan ini
berhubungan dengan semen dan cairan vagina atau serik. Infeksi dapat ditularkan
dari setiap pengidap infeksi HIV kepada pasangan seksnya. Resiko penularan
HIV tergantung pada pemilihan pasangan seks, jumlah pasangan seks dan jenis
hubungan seks. Pada penelitian Darrow (1985) ditemukan resiko seropositive
untuk zat anti terhadap HIV cenderung naik pada hubungan seksual yang
dilakukan pada pasangan tidak tetap. Orang yang sering berhubungan seksual
dengan berganti pasangan merupakan kelompok manusia yang berisiko tinggi
terinfeksi virus HIV.
o Homoseksual
 Didunia barat, Amerika Serikat dan Eropa tingkat promiskuitas
homoseksual menderita AIDS, berumur antara 20-40 tahun dari semua
golongan rusial. Cara hubungan seksual anogenetal merupakan perilaku
seksual dengan resiko tinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi mitra
seksual yang pasif menerima ejakulasi semen dari seseorang pengidap
HIV. Hal ini sehubungan dengan mukosa rektum yang sangat tipis dan
mudah sekali mengalami pertukaran pada saat berhubungan secara
anogenital.
o Heteroseksual
Di Afrika dan Asia Tenggara cara penularan utama melalui hubungan heteroseksual
pada promiskuitas dan penderita terbanyak adalah kelompok umur seksual aktif baik
pria maupun wanita yang mempunyai banyak pasangan dan berganti-ganti.
2. Transmisi Non Seksual
o Transmisi Parenral
 Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik)
yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalah gunaan narkotik suntik
yang menggunakan jarum suntik yang tercemar secara bersama-sama.
Disamping dapat juga terjadi melaui jarum suntik yang dipakai oleh
petugas kesehatan tanpa disterilkan terlebih dahulu. Resiko tertular cara
transmisi parental ini kurang dari 1%.
 Darah/Produk Darah
Transmisi melalui transfusi atau produk darah terjadi di negara-negara
barat sebelum tahun 1985. Sesudah tahun 1985 transmisi melalui jalur ini
di negara barat sangat jarang, karena darah donor telah diperiksa sebelum
ditransfusikan. Resiko tertular infeksi/HIV lewat trasfusi darah adalah
lebih dari 90%.
o Transmisi Transplasental
 Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai
resiko sebesar 50%. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan
dan sewaktu menyusui. Penularan melalui air susu ibu termasuk penularan
dengan resiko rendah.

5. Bagaimana mekanisme adanya C. albicans pada mukosa mulut?


Jawaban:
Candida albicans adalah spesies jamur patogen dari golongan deuteromycota.
Spesies merupakan penyebab infeksi oportunistik yang disebut kandidiasis pada kulit,
mukosa, dan organ dalam manusia. Beberapa karakteristik dari spesies ini adalah
berbentuk seperti telur (ovoid) atau sferis dengan diameter 3-5 µm dan dapat
memproduksi pseudohifa. Spesies Candida albicans memiliki dua jenis morfologi,
yaitu bentuk seperti khamir dan bentuk hifa. Selain itu, fenotipe atau penampakan
mikroorganisme ini juga dapat berubah dari berwarna putih dan rata menjadi kerut
tidak beraturan, berbentuk bintang, lingkaran, bentuk seperti topi, dan tidak tembus
cahaya.
Jamur ini memiliki kemampuan untuk menempel pada sel inang dan melakukan
kolonisasi. Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya
untuk tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan
berkembang menjadi blastospora dan menghasilkan kecambah yang akan membentuk
hifa semu. Candida dapat eksis dalam rongga mulut sebagai saprofit tanpa
menyebabkan lesi apapun.
Antara genus Candida, Candida albicans diduga spesies patogen dan diterima
sebagai faktor penyebab paling umum kandidiasis oral. Candida albicans dapat
ditemukan dalam rongga mulut yang sehat pada konsentrasi rendah (20 sel / cc
saliva). Pada konsentrasi ini, organisme tidak bisa terdeteksi di bawah mikroskop,
tetapi hanya dapat dideteksi melalui kultur dalam media tertentu seperti pada
Doxtroxe Sabouroud Agar dalam bentuk koloni. Keseimbangan flora rongga mulut
dapat berubah menimbulkan suatu keadaan patologis atau penyakit karena beberapa
faktor seperti kesehatan mulut yang buruk, obat immunosupresan, penyakit sistemik
yang menurunkan daya tahan lokal tubuh.

6. Bagaimana analisis tanda vital pada penyakit tersebut?


Jawaban:
Vital sign pediatri pada kasus mengalami suhu dengan kenaikan tinggi yang
diakibatkan inflamasi 37,8 ºC (normal 37,5 ºC), frekuensi napas 38x/menit teratur dan
pemeriksaan nadi 110x/menit.

7. Apa perbedaan HIV dan AIDS?


Jawaban:
HIV merupakah virus yang menyerang sel imun, sedangkan AIDS adalah tahap HIV
mencapai fase munculkan infeksi-infeksi oportunistik.

8. Apa alasan dugaan penularan melalui plasenta?


Jawaban:
Dalam kasus ini dapat diketahui melalui tahap anamnesis bahwa Ibu pasien
meningal setahun yang lalu dikarenakan mengidap AIDS. Mengingat usia pasien
yang baru menginjak dua tahun dan dengan gejala yang timbul, tidak menutup
kemungkinan bahwa pasien telah tertular HIV melalui jalur transplasenta. Dapat
ditarik kemungkinan bahwa ibu penderita sudah memasuki stadium klinis lanjut
sehingga virus juga lebih mudah menular kepada bayi yang dulu dikandungnya.

9. Apa saja contoh infeksi oportunistik?


Jawaban:
Dalam tubuh, kita membawa banyak kuman – bakteri, protozoa, jamur dan virus.
Sistem kekebalan yang sehat mampu mengendalikan kuman ini. Tetapi bila sistem
kekebalan dilemahkan oleh penyakit HIV atau beberapa obat, kuman ini mungkin
tidak terkendali lagi dan menyebabkan masalah kesehatan. Infeksi yang mengambil
kesempatan dari kelemahan dalam pertahanan kekebalan disebut “oportunistik”.
Infeksi oportunistik yang dapat timbul karena virus sebagai berikut :
 Kandidiasis (thrush) adalah infeksi jamur pada mulut, tenggorokan, atau vagina.
 Sitomegalovirus (CMV) adalah infeksi virus yang menyebabkan penyakit mata
yang dapat menimbulkan kebutaan.
 Herpes simpleks dapat menyebabkan herpes pada mulut atau kelamin. Ini adalah
infeksi yang agak umum, tetapi jika kita terinfeksi HIV, perjangkitannya dapat
jauh lebih sering dan lebih berat.
 Mycobacterium avium complex (MAC atau MAI) adalah infeksi bakteri yang
dapat menyebabkan demam kambuhan, rasa sakit yang umum, masalah pada
pencernaan, dan kehilangan berat badan yang parah.
 Pneumonia Pneumocystis (PCP) adalah infeksi jamur yang dapat menyebabkan
pneumonia (radang paru) yang berbahaya.
 Toksoplasmosis (tokso) adalah infeksi otak oleh semacam protozoa.
 Tuberkulosis (TB), adalah infeksi bakteri yang menyerang paru dan dapat
menyebabkan meningitis.
 Retinitis, herpes zoster, kanker, diare dan limfoma.
10. Penyebab hepatomegali pada kasus?
Jawaban:
 Kerja hepar terlalu berat sehingga tidak dapat menanggulangi toksiksisitas karena
infeksi virus.
 Reaksi inflamasi.
 Vital sign tidak normal.
 Penurunan system imun.

11. Tindakan suportif apa yang diberikan oleh dokter?


Jawaban:
 Terapi suportif berupa konseling baik bagi pasien maupun keluarga serta edukasi
PHBS untuk meminimalisir penularan.
 Terapi antiretroviral.
 Pemberian antibiotik profilaksis di awal infeksi untuk mencegah infeksi
oportunistik.
 Terapi kombinasi antiretrovirus.
 Transplantasi stem sel dari sumsum tulang.
 Transfusi neutrofil untuk mengatasi defisiensi fagosit.
 Pemberian globulin-gamma untuk mengatasi defisiensi immunoglobulin.
 Pooled Human Immunoglobulin.
12. Apa komplikasi penyakit yang ditimbulkan AIDS?
Jawaban:
 Hepatomegali,
 Infeksi oportunistik berupa toxoplasmosis, tuberkulosis, candidiasis, diare kanker,
limfoma, herpes, pneumonia,CMV dan retinitis.

13. Apa tujuan masing-masing pemeriksaan penunjang?


Jawaban:
 Pemeriksaan pewarnaan KOH dari swab mukosa mulut yaitu untuk mengetahui
adanya candidiasis. Candida albicans merupakan flora normal pada mukosa oral
yang pada orang dengan immuno-compromised atau kondisi overgrow dapat
menimbulkan penyakit.
 Mantoux test adalah tuberculin skin test yang dilakukan untuk mengetahui
adanya tuberkulosis, dalam kasus ini, TB merupakan infeksi oportunistik pada
orang dengan HIV positif.
 Pemeriksaan antibodi HIV adalah untuk mengetahui bahwa tubuh pernah
terpapar virus HIV sehingga membentuk antibodi khusus HIV tersebut.
 Pemeriksaan limfosit CD4 bertujuan untuk mengetahui kadar CD4 yang
normalnya 500 sampai 1500 / mililiter kubik darah dan akan mengalami
penurunan yang signifikan pada orang dengan HIV positive dan AIDS.

14. Bagaimana patogenesis HIV-AIDS?


Jawaban:
Melalui berbagi transmisi yang terjadi, virus HIV dapat masuk ke dalam tubuh
manusia dan mencapai sirkulasi sistemik. Dalam waktu 4 sampai 11 hari sejak
paparan pertama, HIV dapat dideteksi di dalam darah. Selama dalam sirkulasi
sistemik terjadi viremia dengan disertai gejala dan tanda infeksi virus akut seperti
panas tinggi mendadak, nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri otot, mual, muntah, sulit
tidur, batuk-batuk, dan lain-lain. Keadaan-keadaan ini disebut sindrom retroviral akut.
Pada fase ini terjadi penurunan CD4 dan peningkatan HIV-RNA viral load. Viral
load akan meningkat dengan cepat pada awal infeksi, kemudian turun sampai pada
suatu titik tertentu. Dengan semakin berlanjutnya infeksi, viral load secara perlahan
cenderung terus meningkat. Keadaan tersebut akan diikuti penurunan hitung CD4
secara perlahan dalam waktu beberapa tahun dengan laju penurunan CD4 yang lebih
cepat pada kurun waktu 1,5 sampai 2,5 tahun sebelum akhirnya jatuh ke stadium
AIDS.
Fase selanjutnya HIV akan berusaha masuk ke dalam sel target. Sel yang menjadi
target HIV adalah sel yang mampu mengekspresikan reseptor CD4. Reseptor CD4 ini
terdapat pada permukaan limfosit T, monosit, makrofag, Langerhan’s, sel dendrit,
astrosit, microglia. Selain itu, untuk masuk ke sel HIV memerlukan chemokine
reseptor yaitu CXCR4, CCR5, CCR2b dan CCR3.
Selanjutnya akan diikuti fase fusi membran HIV dengan membran sel target
melalui peranan glikoprotein 41 (gp41). Dengan terjadinya fusi kedua membran,
seluruh isi sitoplasma HIV termasuk enzim reverse transkriptase dan inti masuk ke
dalam sitoplasma sel target. Setelah masuk dalam sel target, HIV melepaskan single
strand RNA (ssRNA). Enzim reverse transcriptase akan menggunakan RNA sebagai
template untuk mensisntesis DNA. Kemudian RNA dipindahkan oleh ribonuklease
dan enzim reverse transcriptase untuk mensintesis DNA lagi menjadi double strand
DNA yang disebut sebagai provirus.
Provirus masuk ke dalam inti sel, menyatu dengan kromosom host dengan
perantara enzim integrase. Penggabungan ini menyebabkan provirus menjadi tidak
aktif untuk melakukan transkripsi dan translasi. Untuk mengaktifkan provirus ini
memerlukan aktivasi dari sel host. Bila sel host teraktivasi oleh induktor seperti
antigen, sitokin atau faktor lain maka sel akan memicu nuclear factor sehingga
menjadi aktif dan berikatan dengan 5 LTR (Long terminal repeats) yang mengapit
gen-gen tersebut.
Long terminal repeats berisi berbagai elemen pengatur yang terlibat pada ekspresi
gen, NF menginduksi replikasi DNA. Induktor NF cepat memicu replikasi HIV
dengan cara intervensi dari mikroorganisme lain, misalnya bakteri, jamur, protozoa,
ataupun virus. Dari keempat golongan tersebut, yang paling cepat menginduksi
replikasi HIV adalah virus non HIV, terutama virus.
Ketika HIV masuk ke tubuh, maka virus mencari sel CD4 dan mereplikasikan
diri. Sel CD4 merupakan target utama HIV untuk menghancurkan sistem imun tubuh.
Setelah virus bereplikasi dan menghancurkan sel CD4, maka partikel virus baru akan
mencari lagi dan menginfeksi sel CD4 yang lain. Sehingga jumlah CD4 akan semakin
rendah didalam tubuh. Secara progresif, sistem defensif tubuh akan menurun dan
tidak dapat melindungi tubuh dari infeksi dan penyakit. Oleh sebab itu pemantauan
jumlah CD4 pada seseorang yang terinfeksi HIV sangatlah penting untuk melihat
perjalanan penyakit beserta prognosisnya.
Sel limfosit T penderita secara perlahan tapi pasti akan tertekan dan semakin
menurun dari waktu ke waktu. Individu yang terinfeksi HIV mengalami penurunan
jumlah limfosit T-CD4 melalui beberapa mekanisme. Ada beberapa teori tentang
bagaimana HIV menghancurkan sel T dan CD4, yaitu:
1. Direct cell killing. Sel T dan CD4 yang terinfeksi dihancurkan secara langsung
ketika sejumlah besar virus diproduksi dan menembus permukaan sel, merusak
membran sel, atau ketika protein viral dan asam nukleat yang tekumpuldalam sel
menganggu sistem selular.
2. Pembentukan syncytia. Sel terinfeksi dapat bergabung dengan sel tetangga yang
tidak terinfeksi, membentuk sel raksasa seperti balon yang disebut syncytia.
3. Apoptosis. Sel T dan CD4 yang terinfeksi dapat terbunuh ketika regulasi selular
terganggu oleh protein HIV, yang mungkin menyebabkan penghancuran sendiri
sel yang dikenal sebagai apoptosis.
4. Innocent bystanders. Sel yang tidak terinfeksi dapat mati dengan skenario
innocent bystanders. Pertikel HIV dapat berikatan dengan permukaan sel,
menyebabkan sel seakan-akan terinfeksi sehingga sel dihancurkan oleh sel T
killer.
5. Mekanisme autoimun dengan pembentukan autoantibodi yang berperan untuk
mengeliminasi sel yang terinfeksi.
6. Kematian sel target terjadi akibat hiperaktivitas Hsp70, sehingga fungsi
sitoprotektif, pengaturan irama dan waktu folding protein terganggu, terjadi
missfolding dan denaturasi protein, jejas, dan kematian sel.

Dengan berbagai proses kematian limfosit T tersebut terjadi penurunan jumlah


limfosit T CD4 secara dramatis dari normal yang berkisar 600-1200/mm3 menjadi
200/mm3 atau lebih rendah lagi, sehingga pertahanan individu terhadap
mikroorganisme patogen menjadi lemah dan meningkatkan risiko terjadinya infeksi
sekunder dan akhirnya masuk ke stadium AIDS. Infeksi sekunder ini biasanya disebut
infeksi oportunistik, yang menyebabkan munculnya keluhan dan gejala klinis sesuai
jenis infeksi.

15. Apakah semua penderita mengalami infeksi oportunistik?


Jawaban:
Dalam sebuah penelitian ditahun 2011 dengan menggunakan metode cross-
sectional dan sampel adalah seluruh penderita HIV/AIDS yang berkunung ke klinik
VCT dengan kelengkapan data yang lengkap menunjukkan hasil bahwa proprsi
infeksi oportunistik (84,4%) dan terdapat hubungan antara jumlah CD4 dan stadium
HIV/AIDS terhadap terjadinya infeksi oportunistik pada penderita HIV/IDS (pvalue =
0,0037).
16. Apa saja virus penyebab immunodeficiency?
Jawaban:
a. Defisiensi imun nonspesifik
- Defisiensi komplemen
- Defisiensi interferon dan lisozim
- Defisiensi NK sel
- Defisiensi sistem fagosit
b. Defisiensi imun spesifik
- Defisiensi kongenital atau primer
- Defiensi imun spesifik fisiologik (Kehamilan, usia tahun pertama, usia lanjut
- Defisiensi imun didapat atau sekunder (Infeksi, obat, trauma, tindakan
kateterisasi dan bedah, penyinaran, penyakit berat, kehilangan imunoglobulin,
agamaglobulinemia dengan timoma
- Acquired immunodeficiency syndrome (Infeksi HIV)

D. Langkah IV : Menginventarisasi secara sistematis berbagai penjelasan yang didapatkan


pada langkah III
Definisi

Struktur virus

Gejala

Mekanisme

AIDS HIV Jalur


penularan

Pemeriksaan
fisik

Pemeriksaan Farmakologi
penunjang

Pengobatan
Non-
Farmakologi
Komplikasi

E. Langkah V: Merumuskan sasaran pembelajaran


1. Bagaimana tanda vital normal pada pediatric?
2. Bagaimana mekanisme penularan transplasenta?
3. Apakah HIV menular melalui air liur?
4. Apa sajakah pemeriksaan penunjang yang diberikan dokter dalam kasus tersebut?
5. Bagaimana penanganan pasien HIV secara farmakologis?
6. Bagaimana penanganan pasien HIV secara non-farmakologis?
7. Apa yang dimaksud dengan antibiotic profilaksis?
8. Apa saja yang termasuk dalam infeksi oportunistik?

F. Langkah VI: Mengumpulkan informasi tambahan di luar waktu diskusi kelompok


Dalam langkah ini, setiap anggota kelompok tutorial masing-masing mencari dan
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya sesuai dengan tujuan pembelajaran yang
harus dicapai (yang telah ditentukan pada langkah V)
G. Langkah VII: Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru yang
diperoleh.
Dari hasil diskusi sebelumnya, kami mengembangkan materi / studi kasus
kedalam beberapa pertanyaan untuk selanjutnya secara lebih detail kami bahas dalam
langkah VII ini. Berikut adalah hasil bahasan kami :
1. Bagaimana tanda vital normal pada pediatric?
Jawaban:
2. Bagaimana mekanisme penularan HIV secara transplasenta?
Jawaban:
Penularan HIV melalui transmisi transplasenta terjadi antara ibu yang menderita HIV
terhadap bayi yang dikandungnya dengan resiko sebesar 50%.

3. Apakah HIV menular melalui air liur?


Jawaban:
Air liur atau saliva tidak mengandung HIV, namun bila liur tersebut bercampur dengan
sel darah akibat mikrolesi maupun peradangan mulut dapat mengandung HIV dengan
kadar yang sangat sedikit.

4. Apa sajakah pemeriksaan penunjang yang diberikan dokter dalam kasus tersebut?
Jawaban:
 Tes Antibodi: untuk mendeteksi antibodi yang dihasilkan tubuh untuk melawan
infeksi HIV. Perlu waktu 3-12 minggu agarjumlah antibodi dalam tubuh cukup tinggi
untuk terdeteksi saat pemeriksaan.
 Hitung sel CD4: untuk mengetahui jumlah sel limfosit CD4 dalam tubuh. Normal:
500-1400 sel/mm3 darah. HIV  AIDS: CD4 <200 sel/mm3 darah.
Pemeriksaan HIV mengikuti prinsip yang telah disepakati secara global, yaitu:
o Konfidensialitas
o Persetujuan
o Konseling
o Pencatatan
o Pelaporan dan rujukan
Prinsip konfidensial berdasarkan Permenkes no. 21 tahun 2013 pasal 21 ayat 3,
pemeriksaan harus dirahasiakan dan hanya dapat dibuka pada:
o Yang bersangkutan
o Tenaga kesehatan yang menangani
o keluarga terdekat dalam hal yang bersangkutan tidak cakap
o Pasangan seksual
o Pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
5. Bagaimana penanganan pasien HIV secara farmakologis?
Jawaban:
Penanganan dengan obat anti retroviral yang dibagi menjadi 5 kelompok, antara lain:
 Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI)
 Reverse transcriptase mengubah RNA virus menjadi DNA proviral sebelum
bergabung dengan kromosom hospes. Karena antivirus golongan ini bekerja pada
tahap awal replikasi HIV, obat-obat ini menghambat terjadinya infeksi akut sel
yang rentan, tapi hanya sedikit berefek pada sel yang telah terinfeksi HIV.
Contoh:
- Zidovudin
- Didanosin
- Lamivudin
- Emtrisitabin
- Abakavir
 Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor
 Obat ini digunakan dalam kombinasi dengan obat anti-retrovirus lainnya. Tidak
seperti NRTI yang harus melalui 3 tahap fosforilasi intraseluler untuk menjadi
bentuk aktif, NtRTI hanya membutuhkan 2 tahap fosforilasi. Diharapkan, dengan
berkurangnya satu tahap fosforilasi, obat dapat bekerja lebih cepat dan
konversinya menjadi bentuk aktif lebih sempurna.
Contoh: Tenofovir Disoproksil
 Non Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor
 NNRTI merupakan kelas obat yang menghambat aktivitas enzim reverse
transcriptase dengan cara berikatan di tempat yang dekat dengan tempat aktif
enzim dan menginduksi perubahan konformasi pada situs aktif. Tidak seperti
NRTI dan NtRTI, NNRTI tidak mengalami fosforilasi untuk menjadi bentuk aktif.
NNRTI hanya aktif terhadap HIV-1, tidak HIV-2.
Contoh:
- Nevirapin
- Efavirenz
 Protease Inhbitor (PI)
 Bekerja dengan cara berikatan secara reversibel dengan situs aktif HIV-protease.
HIV-protease sangat penting untuk infektivitas virus dan pelepasan poliprotein
virus. Hal ini menyebabkan terhambatnya pelepasan polipeptida prekusor virus
oleh enzim protease sehingga menghambat maturasi virus, maka sel akan
mengahsilkan partikel virus yang imatur dan tidak virulen.
Contoh:
- Ritonavir
- Lopinavir
 Viral Entry Inhibitor
 Obat golongan ini bekerja dengan cara menghambat fusi virus ke sel melalui
reseptor CXCR4. Contoh: Enfuvirtid

Secara teoritis terapi kombinasi untuk HIV lebih baik daripada monoterapi karena:

 Menghindari/menunda resistensi obat


 Peningkatan sefikasi karena adanya efek aditif atau sinergisitik
 Peningkatan target reservoir jaringan/selular virus
 Gangguan pada lebih dari satu fase hidup virus
 Penurunan toksisitas karena dosis yang digunakan menjadi lebih rendah

Di Indonesia, regimen obat anti-retrovirus yang diusulkan oleh Depkes RI 2003 adalah:

Satu dari kolom A dan salah satu kombinasi dari kolom B

Kolom A Kolom B

Nevirapin Zidovudin + Didanosin

Nelfinavir Stavudin + Lamivudin

Didanosin + Lamivudin

Zidovudin + Lamivudin

Stavudin + Didanosin
Walaupun obat anti-retrovirus sudah menjadi kunci dalam penatalaksanaan HIV-AIDS,
ada beberapa leterbatasan, yaitu:

 Anti-retrovirus tidak mampu sepenuhnya memberantas virus. Viremia dengan cepat


meningkat setelah terapi dihentikan, atau mengehentikan salah satu obat dari terapi
kombinasi. Pasien harus melanjutkan terapi seumur hidup agar memperoleh manfaat
yang optimal.
 Jenis HIV yang resisten sering muncul, terutama jika kepatuhan pasien pada terapi
tidak hampir sempurna (95% atau lebih).
 Penularan HIV melalui perilaku yang berisiko dapat terus terjadi, walaupun viral load
tidak terdeteksi.
 Efek samping jangka pendek akibat pengobatan sering terjadi, mulai dari yang ringan
termasuk anemia, neutropenia, mual, sakit kepala, sampai yang berat misalnya
hepatitis akut.

6. Bagaimana penanganan pasien HIV secara non-farmakologis?


Jawaban:
 Transfusi neutrophil pada defisiensi fagosit.
 Pemberian globulin gama pada defisiensi Ig tertentu (kecuali pada defisiensi IgA).
 Pemberian infus sitokin seperti IL-2, GM-CSF, M-CSF, dan IFN-.
 Transplantasi timus fetal atau stem cell dari sumsum tulang untuk memperbaiki
kompetensi imun.

Penanganan HIV secara non-farmakologis juga dapat dilakukan melalui upaya


pencegahan melalui suatu konsep yang dikenal dengan “ABCDE”:

 A (Abstinance): Absen seks atau tidak melakukan hubungan seks bagi yang belum
menikah.
 B (Be faithful): Bersikap saling setia kepada satu pasangan (tidak berganti-ganti
pasangan).
 C (Condom): Cegah penularan HIV melalui hubungan seksual dengan menggunakan
kondom.
 D (Drug No): Dilarang menggunakan narkoba.
 E (Education): Pemberian Edukasi dan informasi yang benar mengenai HIV, cara
penularan, pencegahan, dan pengobatannya.

7. Apa yang dimaksud dengan antibiotic profilaksis?


Jawaban:
Zat yang dihasilkan mikroba untuk menghambat pertumbuhan maupun membasmi
mikroba lain dengan tujuan mencegah suatu penyakit, bukan menyembuhkan. Biasanya
diberikan pasca-operasi. Antibiotik ini digunakan bagi pasien yang belum terkena infeksi
tetapi diduga mempunyai peluang yang besar untuk mendapatkannya.

8. Apa saja yang termasuk dalam infeksi oportunistik?


Jawaban:
Infeksi oportunistik disebabkan oleh:
a. T. kriptosporodium : infeksi usus halus dan diare akut.
b. Mycobacterium avium : avian influenza.
c. Nokardia : menyerang paru-paru (nyeri dada, demam, batuk darah, berkeringat di
malam hari, penurunan berat badan), menyerang otak (demam, sakit kepala, muntah,
epilepsy), menyerang kulit (pembengkakan, luka, tumor).
d. Salmonella typhosa : tifus.
e. Candida albicans. : sariawan akibat jamur di mulut.
f. Criptococcus neoformans : infeksi dari jamur buah yang menyerang paru-paru
kemudian menyebar ke otak, saluran kemih, kulit, dan tulang pada orang dengan
system imun yang rendah.
g. Histoplasma kapsulatum : infeksi akibat spora jamur yang terhirup (demam,
mengigil, sakit kepala, nyeri otot dan sendi, batuk kering hingga berdarah, dada tidak
nyaman, emfisema).
h. CMV (Cytomegalovirus) : virus dapat bertahan seumur hidup dalam tubuh penderita
dan menyebabkan masalah serius pada orang dengan system imun rendah (renitis,
pneumonia, ensefalitis, dan gangguan fungsi organ lainnya).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari kegiatan diskusi tutorial skenario 2 Blok Immunology and Tropical Infection ini
mahasiswa mampu menjelaskan tentang penurunan system imun akibat penyakit infeksi
(HIV/AIDS). Mahasiswa juga mampu menjelaskan jalur transmisi dan factor risiko
infeksi HIV. Selanjutnya, menjelaskan perjalanan penyakit, gejala, dan tanda infeksi
HIV. Menjelaskan prinsip terapi infeksi HIV. serta menjelaskan infeksi oportunistik dan
kmplikasi pada penderita HIV. Sehingga dari diskusi tutorial ini didapat diagnosis
bandingnya adalah toksoplasmosis dan kandidiasis. Mahasiswa pun mampu menjelaskan
prinsip edukasi pada pasien HIV dan keluarganya, jadi tidak hanya pengobatan secara
farmako, tetapi non-farmako pun juga diberikan pada pasien.

B. Saran

Kegiatan tutorial skenario 2 Blok Immunology and Tropical Infection ini telah
berjalan dengan baik. Pada saat pertemuan pertama dalam membahas jump 1 sampai
dengan jump 5 kami telah aktif mencurahkan pendapat yang telah kami miliki
sebelumnya (Brain Storming). Serta, kami telah membuat pertanyaan-pertanyaan terkait
scenario yang diberikan. Namun, masih ada beberapa pertanyaan yang belum terjawab di
pertemuan pertama. Pertemuan kedua pada skenario 2 juga berjalan dengan baik.
Masing-masing anggota kelompok telah mencari dan mengumpulkan informasi secara
mandiri untuk pertemuan kedua ini, sehingga semua pertanyaan yang belum terjawab di
pertemuan pertama serta learning object dapat terjawab.

Kegiatan tutorial kedepannya sebaiknya masing-masing anggota kelompok telah


mempersiapkan materi yang berhubungan dengan topik pada skenario, sehingga semua
anggota kelompok dapat berperan aktif dalam kegiatan tutorial ini dan tidak ada anggota
yang hanya diam memperhatikan. Dari kegiatan tutorial diharapkan mahasiswa dapat
berpikir kritis dalam menghadapi suatu masalah, berpendapat dalam suatu forum diskusi,
dan menemukan pemecahan permasalahan melalui sumber-sumber yang telah teruji
kebenarannya (Evidence by Medicine).
Daftar Pustaka

 Baratawidjaya, K .G dan Rengganis,Iris .2016. Imunologi Dasar Edisi ke-11. Jakarta :


Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
 Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. 2016. Farmakologi dan Terapi
Edisi 6. Jakarta: Bagian Farmakologi FK UI
 http://siha.depkes.go.id/portal/files_upload/Pedoman_Manajemen_PPIApdf.pdf,
diakses pada 3 Oktober 2018
 http://www.sickkids.ca/Nursing/Education-and-learning/Nursing-Student-
Orientation/module-two-clinical-care/vitals/index.html, diakses pada 3 Oktober 2018
 Price, S. 2003. Patofisiologi: Konsep Klinis dan Dasar Penyakit Edisi ke-6. Jakarta:
EGC
 Fauci A.S., Chiffordlane H., 2008. Human immunodeficiency virus disease, AIDS
and related disorders. In : Lango D.L., Kasper D.L., Jameson J.L., Fauci A.S., Hauser
S.L., Loscalzo J., editors, Harrison’s Principles of Internal Medicine, 17th ed, Vol. I,
New York : McGraw Hill
 Abbas, AK. 2014. Basic Imunology: Functions and Disorders of The Immune System,
5th Edition. Singapore: Elsevier

Anda mungkin juga menyukai