Anda di halaman 1dari 270

ARTHROPODA

Diterbitkan Oleh
R.A.De.Rozarie
(Anggota Ikatan Penerbit Indonesia)
Jl. Ikan Lumba-Lumba Nomor 40 Surabaya, 60177
Jawa Timur – Negara Kesatuan Republik Indonesia
www.derozarie.co.id – tomy@untag-sby.ac.id
Arthropoda
© Oktober 2017

Eklektikus: Sonja Verra Tinneke Lumowa


Editor: Jantje Ngangi
Master Desain Tata Letak: Krisna Budi Restanto

Angka Standar Buku Internasional: 9786021176221


Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Katalog Dalam Terbitan

Sebagian atau seluruh isi buku ini dilarang digunakan atau


direproduksi dengan tujuan komersial dalam bentuk apapun tanpa
izin tertulis dari R.A.De.Rozarie kecuali dalam hal penukilan untuk
keperluan artikel atau karangan ilmiah dengan menyebutkan judul
dan penerbit buku ini secara lengkap sebagai sumber referensi.
Terima kasih

PENERBIT PERTAMA DENGAN KODE BATANG UNIK


KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis ucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang


Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga buku
berjudul ”Arthropoda” ini dapat selesai dengan baik dan tepat waktu. Perlu diakui
bahwa dalam banyak hal penulisan buku ini menemui berbagai kendala, namun
atas dukungan berbagai pihak kendala tersebut dapat diatasi dan oleh karenanya
penulis perlu untuk mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu dalam proses pembuatan buku ini, suami, anak-anak, teman-teman
dosen FKIP UNMUL dan berbagai pihak yang karena keterbatasan yang ada
tidak dapat disebutkan satu per satu.
Tujuan dari penyusunan buku mengenai Arthropoda ini adalah tentu
untuk mempermudah pembaca yang ingin memperdalam wawasan mengenai
Arthropoda sebagai salah satu filum yang paling sukses, dalam hal ini tentu materi
yang akan dibahas adalah mengenai klasifikasi dan karakteristik Arthropoda serta
mengapa dan bagaimana Arthropoda dapat menjadi filum yang begitu sukses.
Buku ini disusun berdasarkan kurikulum yang ada diperguruan tinggi sehingga
secara khusus ditujukan untuk mahasiswa yang berada di jurusan MIPA, terutama
mahasiswa Biologi dan Pendidikan Biologi. Namun, secara umum buku ini dapat
pula dijadikan acuan bagai kalangan pelajar atau umum yang tertarik dengan topik
yang dibahas dalam buku ini. Buku ini terdiri dari 14 BAB, dimana BAB I
menjelaskan hal-hal yang umum pada Arthropoda, BAB II mengenai evolusi
yang dilalui Arhropoda, BAB III mengenai mengapa dan bagaimana Arthropoda
menjadi filum yang sukses di bumi, BAB IV menjelaskan mengenai rancangan
tubuh arthropoda yang dibahas lebih dalam, dimana secara ringkas hal ini juga
terdapat pada BAB I, BAB V membahas mengenai subfilum Trilobita, dimana
pada BAB VI dijelaskan kelompok paling mendominasi dari Trilobita, yaitu
Agnostoid, pada BAB VII dibahas mengenai Chelicerate, dimana pada BAB VIII
dijelaskan mengenai kelompok paling mendominasi dari Chelicerate, yaitu
Arachnida, pada BAB IX dibahas mengenai Crustacea, dimana pada BAB X
dibahas mengenai Malacostraca sebagai kelompok yang paling mendominasi dari
crustacea, pada BAB XI dibahas mengenai Uniramia, dimana pada BAB XII
dijelaskan mengenai kelompok yang paling mendominasi dari Uniramia, yaitu
Insekta, kemudian pada dua BAB terakhir dibahas mengenai Arthropoda sebagai
vector penyakit, yaitu pada BAB XIII dan pada BAB XIV dibahas mengenai
Arthroposa sebagai OPT (Organisme Pengganggu Tanaman).
Dalam rangka memahami dunia, manusia berusaha sedemikian rupa
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Dalam beberapa kurun waktu terakhir
ini, salah satu ilmu pengetahuan yang mengalami perkembangan yang sangat
pesat adalah Biologi, yang sepintas pun dapat diketahui bahwa Biologi ini adalah
ilmu yang mempelajari makhluk hidup, namun, sejujurnya bukan hanya sebatas
i
mahkluk hidup, perkembangannya kini juga mengarah pada lingkungan yang ada
disekitar makhluk hidup. Hingga saat ini, makhluk hidup merujuk pada tiga, yaitu
manusia, hewan dan tumbuhan. Tidak seperti kelihatannya, ”Biologi” yang
sederhana dan hanya merujuk pada tiga hal utama, manusia, hewan dan
tumbuhan, ternyata dari hari-kehari merupakan wawasan keilmuan yang begitu
luas dan lagi pesat perkembangannya, tentunya diketahui bahwa pada saat ini
Biologi tidak hanya tentang manusia, hewan dan tumbuhan, tapi ternyata juga
terdapat mahkluk-makhluk mikroskopis yang menjadi objek kajiannya. Keluasan
objek kajian inilah yang mau tidak mau membuat para ilmuan yang jika ingin
memahami suatu objek kajian Biologi secara mendalam perlu mendalaminya
secara terfokus sehingga jadilah Biologi dibagi kedalam berbagai cabang ilmu,
seperti misalnya Zoologi.
Zoologi adalah cabang biologi yang mempelajari struktur, fungsi,
perilaku, serta evolusi hewan. Ilmu ini antara lain meliputi anatomi perbandingan,
psikologi hewan, biologi molekular, etologi, ekologi perilaku, biologi evolusioner,
taksonomi, dan paleontologi. Kajian ilmiah zoologi dimulai sejak sekitar abad ke-
16. Manusia telah terpesona oleh anggota lain dari kerajaan hewan sepanjang
sejarah. Awalnya, di bumi Eropa, mereka berkumpul dan katalog deskripsi hewan
aneh dari tanah jauh atau laut dalam, seperti dicatat dalam Physiologus dalam karya
Albertus Magnus. Karyanya sebagian besar didasarkan pada tulisan-tulisan
Aristoteles (384-322 SM). Magnus ‘De animalibus libri XXVI bukan hanya edisi
yang berkomentar tentang sejarah alam, tetapi tetap salah satu studi yang paling
luas pengamatannya terhadap zoologi yang diterbitkan sebelum zaman modern.
Ditemukan pada perkembangan ilmu di Arab dan Cina . Sarjana Al-Jahizz (781-
868) menulis Kitab Hewan. Dua penulis besar Cina di bidang ini adalah Su Song
(1020-1101) dan Shen Kuo (1031-1095) masa Dinasti Song, namun ada banyak
lainnya. Pada zaman Romawi, penulis utama tentang sejarah alam adalah Pliny
the Elder.
Zoologi ilmiah benar-benar dimulai pada abad ke 16 dengan kebangkitan
semangat baru observasi dan eksplorasi, tetapi untuk waktu yang lama berlari
kursus terpisah tidak dipengaruhi oleh kemajuan penelitian medis anatomi dan
fisiologi. Semangat penyelidikan yang sekarang untuk pertama kalinya menjadi
umum menunjukkan diri di sekolah-sekolah anatomi universitas Di Italia abad
ke-16 dan lima puluh tahun kemudian menyebar ke Universitas Oxford yang
pertama didirikan untuk menghidupkan akademi Eropa, Akademisi Naturae
Curiosorum (1651) membatasi diri dengan deskripsi dan ilustrasi struktur tanaman
dan hewan, sebelas tahun kemudian, Royal Society of London didirikan oleh piagam
kerajaan.
Tak lama kemudian kemudian Akademi Ilmu Pengetahuan Paris
didirikan oleh Louis XIV. Kolektor dan systematisers jatuh tempo pada paruh
kedua abad ke-18, Linnaeus, ahli anatomi lainnya seperti John Hunter juga mulai
ii
bekerja untuk memeriksa anatomi kerajaan hewan keseluruhan dan untuk
mengtaksonomikan anggotanya dengan bantuan dari hasil studi yang cermat.
Leeuwenhoek, seorang naturalis asal Belanda, memperkenalkan revolusi lain
dengan adanya konstruksi tentang mikroskop yang pertama.
Tidak sampai abad ke-19 mikroskop diperbaiki dan diselesaikan untuk
mendalami zoologi apa yang dianggap sebagai layanan yang paling penting.
Menyempurnakan mikroskop mengarah ke peningkatan pemahaman struktur sel
dan pembentukan Teori Sel: Bahwa semua organisme baik uniseluler ataupun
multiseluler dibangun oleh sel. Semua organisme memulai keberadaan mereka
sebagai satu sel, yang kemudian ada yang berkembang menjadi banyak sel dan
bahwa kehidupan organisme multiseluler adalah jumlah kegiatan sel-sel yang
terdiri dan bahwa proses kehidupan harus dipelajari dalam dan penjelasan yang
diperoleh dari pemahaman tentang kimia dan perubahan fisik yang masuk di
dalam setiap materi hidup sel individu atau protoplasma. Kontribusi individu
seperti William Harvey (sirkulasi darah), Carolus Linnaeus (sistem tata nama),
Georges Buffon (sejarah alam), Georges Cuvier (anatomi perbandingan), dan
Claude Bernard (homeostasis) sangat memajukan Zoologi. Charles Darwin,
karyanya “On the Origin of Species”, diterbitkan pada 24 November 1859, adalah
sebuah karya sastra ilmiah, dianggap sebagai dasar dari biologi evolusioner.
Kemudian, dalam perkembangannya, tidaklah juga mudah untuk
memahami Zoologi karena objek kajian yang masih sangat luas, oleh karena itulah
kemudian Zoologi terbagi lagi menjadi Zoologi Invertebrata dan Zoologi
Vertebrata. Zoologi Invertebrata adalah ilmu yang mempelajari dan mengkaji
mengenai hewan-hewan yang masuk dalam anggota kelompok hewan tidak
bertulang belakang, sementara Zoologi Vertebrata adalah ilmu yang mempelajari
dan mengkaji mengenai hewan-hewan yang masuk dalam anggota kelompok
hewan yang bertulang belakang. Dalam hal ini, buku ini berusaha untuk
menyampaikan informasi yang lebih dalam dari salah satu anggota kerajaan
hewan yang paling sukses, filum Arthropoda, sebagai bagian dari upaya
memetakan Zoologi Invertebrata pada topik-topik yang dibahas lebih rinci dan
fokus, mengingat luasnya kajian dari Zoologi Invertebrata.
Pada akhirnya, ilmu terus dinamis berkembang dan penulis menydari
benar bahwa hal-hal yang disampaikan dalam buku ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karenanya penulis terbuka terhadap berbagai kritik dan saran
dari pembaca sekalian demi terwujudnya wawasan keilmuan yang lebih baik
untuk kedepannya.
Samarinda, Oktober 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
BAB I
MENGENAL FILUM ARTHROPODA 1
A. Pendahuluan 1
B. Karakteristik Arthropoda Secara Umum 3
C. Klasifikasi Arthropoda 12
D. Cara Hidup dan Habitat Arthropoda 17
E. Peranan Arthropoda Bagi Manusia dan Lingkungan 18
BAB II
EVOLUSI ARTHROPODA 23
A. Pendahuluan 23
B. Jejak Rekam Fosil Arthropoda, Arthropoda Pertama dan Trilobita 24
C. Arthropoda dan Evolusi 27
D. Evolusi Eksoskleton pada Arthropoda 32
BAB III
ARTHROPODA, FILUM TERSUKSES DI BUMI 36
A. Pendahuluan 36
B. Arthropoda sebagai Salah Satu Filum Paling Sukses di Planet Bumi 37
C. Kelimpahan dan Keberagaman Arthropoda 41
BAB IV
RANCANGAN TUBUH ARTHROPODA 45
A. Pendahuluan 45
B. Struktur Umum Tubuh Arthropoda 46
C. Alat Mulut Arthropoda 47
D. Komponen Mata pada Arthropoda 52
E. Eksoskeleton pada Arthropoda 58
F. Segmentasi pada Arthropoda 60
G. Molting pada Arthropoda 61
H. Respirasi pada Arthropoda 62
I. Ekskresi pada Arthropoda 66
J. Sistem Syaraf pada Arthropoda 67
K. Sistem Sirkulasi pada Arthropoda 69
BAB V
SUBFILUM TRILOBITA 72
A. Pendahuluan 72
B. Anatomi Trilobita 77
C. Klasifikasi Trilobita 83
D. Makroevolusi Trilobita 86
E. Relung Ekologi Trilobita 89
BAB VI
AGNOSTOID (TRILOBITA) 90
A. Pendahuluan 90
B. Karakteristik Agnostoid 91

iv
C. Spesifikasi dan Kompetisi Agnostoid 91
D. Segregasi Spasial dari Agnostoid 92
E. Segregasi Non-Spasial dari Agnostoid 96
BAB VII
SUBFILUM CHELICERATE 99
A. Pendahuluan 99
B. Karakteristik Chelicerate 101
C. Klasifikasi Chelicerate 102
BAB VIII
ARACHNIDA (CHELICERATE) 118
A. Pendahuluan 118
B. Karakteristik Arachnida 120
C. Klasifikasi Arachnida 127
BAB IX
SUBFILUM CRUSTACEA 137
A. Pendahuluan 137
B. Karakteristik Crustacea 138
C. Klasifikasi Crustacea 138
BAB X
MALACOSTRACA (CRUSTACEA) 152
A. Pendahuluan 152
B. Karakteristik Malacostraca 154
C. Evolusi dan Paleontologi dari Malacostraca 158
D. Klasifikasi Malacostraca 159
BAB XI
SUBFILUM UNIRAMIA 163
A. Pendahuluan 163
B. Karakteristik Uniramia 164
C. Klasifikasi Uniramia 164
BAB XII
INSEKTA (UNIRAMIA) 171
A. Pendahuluan 171
B. Karakteristik Insekta 173
C. Klasifikasi Insekta 210
D. Siklus Hidup Insekta 220
E. Peranan Insekta 221
BAB XIII
ARTHROPODA SEBAGAI VEKTOR PENYAKIT 226
A. Pendahuluan 226
B. Jenis-jenis Vektor Penyakit 227
C. Peran Vektor Penyakit 228
D. Contoh Penyakit yang Ditularkan Arthropoda 230
E. Pengendalian Vektor Penyakit 239

v
BAB XIV
ARTHROPODA SEBAGAI ORGANISME PENGGANGGU
TANAMAN (OPT) 241
A. Pendahuluan 241
B. Arthropoda sebagai Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) 242
C. Pengendalian Arthropoda sebagai OPT 249
GLOSARIUM 254
DAFTAR PUSTAKA 259

vi
BAB I
MENGENAL FILUM ARTHROPODA
A. Pendahuluan
Arthropoda merupakan filum besar yang anggotanya meliputi 4/5 dari
jumlah hewan yang ada. Nama “arthropoda” berasal dari dua kata Yunani,
arthros, “bersendi,” dan Podes, “kaki”. Semua arthropoda memiliki pelengkap
berupa sendi. Jumlah pelengkap ini berkurang dalam anggota yang lebih maju,
pelengkap individu mungkin dimodifikasi menjadi antena, mulut dari berbagai
jenis, atau kaki.Tubuh bersegmen, mempunyai kulit keras terbuat dari zat kitin
yang berfungsi sebagai eksoskelet. Kulit akan mengalami pengelupasan (eksdisis)
dalam interval waktu tertentu, bernafas dengan insang atau trakea. Hidup pada
habitat aquatik dan terrestrial.
Filum Arthropoda terdiri dari sepuluh kelas, lima kelas di antaranya
merupakan kelas utama yang peranannya besar bagi kehidupan manusia yaitu:
Crustacea, Diplopoda, Chilopoda, Insecta, dan Arachnida, sedangkan lima kelas
lainnya yaitu Trilobita, Merostoma, Pyenogonida, Pauropoda, dan Symphyla
merupakan kelas yang kurang penting dalam kehidupan manusia. Di antara kelas
Crustacea, Diplopoda, Chilopoda, Insecta, dan Arachnida, hanya kelas Crustacea
yang habitatnya aquatik, sedangkan empat kelas lainnya pada umumnya
merupakan organisme terestrial terutama di habitat khusus dalam ekosistem
perkebunan (Brotowidjoyo, 1990).
Bila dibandingkan dengan banyaknya jenis hewan di dunia ini, ternyata
filum Arthropoda menduduki urutan nomor satu diantara jenis-jenis hewan lain.
Dari filum Arthropoda ini, kelas Insecta atau serangga merupakan jenis yang
terbesar (sekitar satu juta spesies). Hal ini disebabkan oleh daya tahan tubuhnya
yang baik, cepatnya menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan penyebaran
yang sangat luas yaitu mulai dari daerah tropis hingga daerah kutub. Serangga
merupakan kelompok hewan yang dominan di muka bumi dengan jumlah spesies
hampir 80 persen dari jumlah total hewan di bumi. Dari 751.000 spesies golongan
serangga, sekitar 250.000 spesies terdapat di Indonesia. Serangga di bidang
pertanian beberapa di antaranya berperan sebagai hama dan yang lain bersifat
predator, parasitoid, atau musuh alami. Sebanyak 413.000 spesies telah berhasil
diidentifikasi. Jumlah spesies yang sangat banyak ini merupakan bukti bahwa
serangga berhasil dalam mempertahankan keberlangsungan hidupnya pada
habitat yang bervariasi, kapasitas reproduksi yang tinggi, kemampuan memakan
jenis makanan yang berbeda, dan kemampuan menyelamatkan diri dari musuhnya
(Siregar, 2000).

1
Arthropoda adalah kelompok hewan tertua yang muncul pada masa
Prakambrium, lebih dari 600 juta tahun yang lalu. Memiliki ukuran beragam mulai
dari yang makroskopis hingga mikroskopois, semua arthropoda berbagi warisan
bersama tubuh tersegmentasi dan pelengkap berupa sendi, kombinasi yang kuat
untuk menghasilkan suatu proses evolusi. Arthropoda adalah yang paling
beragam dari semua filum hewan, dengan lebih banyak spesies dari semua hewan
lain filum gabungan, kebanyakan darinya adalah serangga.

Gambar 1.
Diagram Kesuksesan Kelompok Arthropoda (Sumber: www.mhhe.com, 2016)

Secara taksonomis yang menjadi banyak acuan adalah bahwa ada


hubungan yang erat antara annelida dan arthropoda, dua filum memiliki
segmentasi yang besar. Cacing beludru (filum Onychophora), diketahui dari
Burgess shale (merupakan fosil yang disebut Hallucigenia) dan banyak lainnya awal
deposito Cambrian, annelida dan arthropoda memiliki banyak fitur yang sama.
Beberapa studi molekuler baru-baru ini telah mendukung hubungan erat antara
annelida dan arthropoda.

2
B. Karakteristik Arthropoda Secara Umum
Berikut ini adalah karakteristik arthropoda secara umum:
1. Tubuh bilateral simetris dan tersegmentasi yaitu segmen biasanya kelompok
dalam dua atau tiga daerah yang agak berbeda.
2. Secara eksternal tubuh ditutupi dengan tebal, chitinous, tangguh dan tak
hidup kutikula.
3. segmen tubuh beruang dipasangkan tersegmentasi, pelengkap lateral yang dan
bersendi dari mana filum mendapat nama kakinya Arthropoda yaitu bersendi,
yang berbagai dimodifikasi sebagai rahang, kaki.
4. Hati adalah dorsal ke saluran pencernaan dengan bukaan lateral pada daerah
perut dan saraf kabel ventral ke saluran pencernaan terdiri dari ganglion
anterior atau otak.
5. Sistem peredaran darah terbuka, di mana satu-satunya pembuluh darah
biasanya menjadi struktur tubular.
6. Tubuh menjadi haemocoel diisi dengan hemolimf atau darah.
7. Respirasi baik melalui permukaan tubuh atau insang dalam bentuk air dan
trakea dan spirakel dalam bentuk terestrial.
8. Ekskresi berlangsung dengan cara tubulus Malphigi yang kosong ke
pencernaan yang kanal, bahan diekskresikan lewat ke luar dengan cara anus.
9. Jenis kelamin hampir selalu terpisah
10. Sebuah saluran pencernaan tubular dengan mulut anterior dan anus posterior
selalu hadir.

Gambar 2.
Karakteristik Arthropoda (Sumber: www.mhhe.com, 2016)

3
Arthropoda memiliki dua inovasi utama pada tubuhnya, kerangka
eksternal yang kaku, atau exoskeleton, terbuat dari kitin dan protein. Pada hewan
apapun, fungsi kerangka untuk menyediakan tempat untuk lampiran otot. Pada
arthropoda, otot-otot melampirkan ke pedalaman permukaan exoskeleton keras
mereka, yang juga melindungi hewan dari predator dan menghambat kehilangan
air. kitin adalah zat kimia mirip dengan selulosa, struktural yang dominan pada
komponen tanaman. Tubuh arthropoda tersegmentasi seperti Annelida, sebuah
divisi untuk yang setidaknya beberapa arthropoda jelas terkait. Anggota dari
beberapa kelas arthropoda memiliki banyak segmen tubuh. Di lain pihak, segmen
telah menjadi menyatu bersama-sama ke dalam kelompok fungsional, atau
tagmata (tunggal, tagma), seperti sebagai kepala dan perekatan dada serangga.
Proses, yang dikenal sebagai tagmatisasi, adalah sangat penting dalam evolusi
arthropoda. Dalam kebanyakan arthropoda, segmen asli dapat dibedakan selama
perkembangan larva. Semua arthropoda memiliki kepala yang berbeda, kadang-
kadang menyatu dengan dada untuk membentuk tagma disebut cephalothorax.
Berikut akan dijelaskan mengenai berbagai sistem yang ada pada tubuh
arthropoda:
1. Exoskeleton
Tubuh semua arthropoda ditanggung oleh exoskeleton, atau kutikula,
yang berisi kitin yang meliputi bagian luar yang keras ini, dikompensasi dengan
kerja otot, disekresikan oleh epidermis dan menyatu. Exoskeleton masih cukup
fleksibel pada titik-titik tertentu, yang memungkinkan exoskeleton untuk
membungkuk dan pelengkap untuk bergerak. exoskeleton melindungi
arthropoda dari kehilangan air dan membantu melindungi mereka dari predator,
parasit, dan cedera. Molting. arthropoda secara berkala menjalani ekdisis, atau
molting, penumpahan lapisan kutikula luar. Proses ini dikendalikan oleh hormon.
Cairan ini melarutkan kitin dan protein dan, jika hadir, kalsium karbonat, dari
yang lama. Volume meningkat sampai, akhirnya, celah-celah exoskeleton asli
terbuka, biasanya di sepanjang kembali, dan ditumpahkan. arthropoda yang
muncul, berpakaian dalam baru, pucat, dan exoskeleton masih agak lembut.
arthropoda yang kemudian akhirnya berkembang ke ukuran penuh. Sirkulasi
darah ke seluruh bagian tubuh membantu mereka dalam ekspansi ini, dan banyak
serangga dan laba-laba mengambil di udara untuk membantu memperluas
exoskeleto yang kemudian mengeras. Sementara exoskeleton yang lembut begitu
rentan. Pada tahap ini, arthropoda sering bersembunyi di bawah batu, daun, atau
cabang.
2. Komponen Mata
Struktur lain yang penting di banyak arthropoda adalah mata majemuk,
mata majemuk terdiri dari banyak unit visual yang independen, sering ribuan dari
mata majemuk ini yang disebut ommatidia. Setiap ommatidium ditutupi dengan
lensa dan terkait dengan kompleks delapan sel retinular dan peka cahaya pusat
4
inti, atau rhabdom. Senyawa mata antara serangga terdiri dari dua jenis utama: mata
aposisi dan mata superposisi. Mata aposisi ditemukan pada lebah, kupu-kupu dan
serangga lain yang aktif di siang hari. Setiap ommatidium bertindak dalam isolasi,
dikelilingi oleh tirai dari sel pigmen yang menghalangi lewatnya cahaya dari satu
ke yang lain. Mata superposisi, seperti yang ditemukan pada ngengat dan serangga
lain yang aktif di malam hari, yang dirancang untuk memaksimalkan jumlah
cahaya yang masuk ke setiap ommatidium. Pada malam hari, pigmen dalam sel-
sel pigmen terkonsentrasi di bagian atas sel-sel sehingga cahaya pada tingkat yang
minim dapat diterima oleh banyak ommatidia yang berbeda. Selama siang hari,
pigmen dalam sel-sel pigmen merata di seluruh sel, yang memungkinkan mata
berfungsi seperti mata aposisi. Pigmen dalam sel-sel pigmen memberikan mata
arthropoda warna, tetapi tidak pigmen kritis yang diperlukan untuk penglihatan.
Pigmen visual yang terletak di sebuah daerah yang disebut rhabdom ditemukan
di pusat ommatidium tersebut. Gambar individu dari setiap ommatidium
digabungkan dalam otak arthropoda untuk membentuk citra dari eksternal dunia.
mata sederhana, atau ocelli, dengan lensa tunggal ditemukan pada kelompok
arthropoda lain dan kadang-kadang terjadi bersama-sama dengan mata majemuk,
seperti yang sering terjadi pada serangga. Fungsi ocelli adalah membedakan gelap
dan terang. Ocelli beberapa serangga terbang, yaitu belalang dan capung,
berfungsi sebagai detektor cakrawala dan membantu serangga secara visual
menstabilkan jalannya dalam penerbangan.

Gambar 3.
Komponen Mata pada Arthropoda (Sumber: www.mhhe.com, 2016)

3. Sistem Sirkulasi
Dalam perjalanan evolusi arthropoda, coelom telah menjadi sangat
berkurang, hanya terdiri dari rongga yang merupakan rumah dari organ
reproduksi dan beberapa kelenjar. Arthropoda benar-benar kekurangan silia, baik
pada permukaan eksternal tubuh dan organ internal. Seperti annelida, arthropoda
memiliki usus tubular yang membentang dari mulut ke anus. Sistem sirkulasi

5
arthropoda terbuka, darah mengalir melalui rongga antara organ internal dan
tidak melalui pembuluh yang tertutup. Komponen utama sistem peredaran darah
serangga adalah kapal memanjang disebut jantung. Kapal ini berjalan di dekat
permukaan dorsal thorax dan abdomen, ketika, darah mengalir ke wilayah kepala
serangga. Ketika jantung serangga rileks, darah kembali melalui serangkaian
katup. Katup ini terletak di wilayah posterior jantung dan memungkinkan darah
mengalir ke dalam saja. Dengan demikian, darah dari kepala dan anterior lainnya
bagian dari serangga secara bertahap mengalir melalui ruang antara jaringan
menjelang akhir posterior dan kemudian kembali melalui katup satu arah ke
jantung. arus darah paling cepat saat serangga sedang berjalan, terbang, aktif.
Pada saat seperti itu, darah efisien memberikan nutrisi ke jaringan dan
menghilangkan limbah dari serangga atau arthropoda.

Gambar 4.
Sistem Sirkulasi pada Arthropoda (Sumber: www.ubooks.pub, 2016)

6
4. Sistem Syaraf
Fitur utama dari sistem saraf yang dimiliki arthropoda adalah rantai
ganda ganglia tersegmentasi yang berjalan disepanjang permukaan ventral. Pada
akhir anterior arthropoda, yang tiga pasang menyatu dari dorsal ganglia, yang
merupakan otak. Namun, banyak dari pengendalian kegiatan arthropoda ini
diturunkan ke ganglia ventral. Oleh karena itu, arthropoda dapat melaksanakan
banyak fungsi, termasuk makan, gerakan, dan kopulasi, bahkan jika otak telah
dihapus. Otak arthropoda tampaknya menjadi titik kontrol, atau inhibitor, untuk
berbagai tindakan, bukan stimulator, karena itu dalam vertebrata.

Gambar 5.
Sistem Syaraf pada Arthropoda (Sumber:Encyclopeaedia Britannica, 2002)

5. Sistem Respirasi
Serangga dan anggota lain dari subfilum Uniramia, yang dasarnya
terestrial, tergantung pada pernapasan daripada sistem peredaran darah untuk
membawa oksigen ke jaringan. Pada vertebrata, darah bergerak dalam peredaran
darah tertutup sistem untuk semua bagian tubuh, membawa oksigen dengan itu.
Ini adalah pengaturan jauh lebih efisien daripada yang ada pada arthropoda, di
mana semua bagian tubuh harus dekat bagian pernapasan untuk mendapatkan
oksigen. Sebagai hasilnya, ukuran tubuh arthropoda jauh lebih terbatas
vertebrata. Seiring dengan kerapuhan kitin dari exoskeletons, fitur ini
menempatkan arthropoda pada terbatasnya ukuran. Tidak seperti kebanyakan
hewan, arthropoda memiliki satu organ pernapasan utama. Sistem pernapasan
arthropoda darat terdiri dari cuticlelined saluran udara disebut tracheae, tracheae
ini, yang akhirnya bercabang ke tracheoles sangat kecil, adalah serangkaian tabung
7
yang mengirimkan oksigen ke seluruh tubuh. Tracheoles berada dalam kontak
langsung dengan sel-sel individual, dan oksigen berdifusi langsung ke membran
sel. Udara masuk ke dalam tracheae dengan cara bukaan khusus di exoskeleton
disebut spirakel, yang, di sebagian besar serangga dapat dibuka dan ditutup oleh
katup. Kemampuan untuk mencegah kehilangan air dengan menutup spirakel
adalah adaptasi kunci yang memfasilitasi invasi tanah oleh arthropoda. Dalam
berbagai serangga terutama yang lebih besar, kontraksi otot membantu untuk
meningkatkan aliran gas masuk dan keluar dari tracheae tersebut. Di arthropoda
darat lainnya, aliran gas pada dasarnya proses pasif. Banyak laba-laba dan
beberapa chelicerates lainnya memiliki sistem pernapasan yang unik dan
melibatkan paru-paru buku, serangkaian piring leaflike dalam sebuah kamar. Air
diambil dan dikeluarkan dari ruang ini dengan kontraksi otot. Paru-paru buku
mungkin ada di samping tracheae, atau mereka dapat berfungsi bukannya
tracheae. Satu kelas kecil chelicerates laut, kepiting tapal kuda, memiliki insang
buku, yang analog untuk paru-paru buku tetapi berfungsi dalam air. Tracheae,
paru-paru buku, dan insang buku semua struktur hanya ditemukan di arthropoda
dan di filum Onychophora, yang memiliki tracheae. Krustasea kekurangan
struktur tersebut dan memiliki insang.

Gambar 6.
Sistem Respirasi pada Arthropoda (Sumber: www.mhhe.com, 2016)

6. Sistem Ekskresi
Meskipun ada berbagai jenis sistem ekskresi di berbagai kelompok
arthropoda, kita akan fokus di sini pada sistem ekskresi unik yang terdiri dari
tubulus Malphigi yang berkembang di uniramians terestrial. Tubulus Malphigi
adalah proyeksi ramping dari saluran pencernaan yang terpasang di persimpangan

8
midgut dan hindgut. Cairan melewati dinding tubulus Malphigi untuk dan dari
tubulus yang bermandikan darah., karena ini cairan melewati tubulus menuju
hindgut, nitrogen limbah yang diendapkan sebagai asam urat pekat atau guanin.
Zat-zat ini kemudian dikosongkan ke hindgut dan dihilangkan. Sebagian besar air
dan garam dalam cairan diserap kembali oleh hindgut dan rektum kemudian
kembali ke tubuh arthropoda. Tubulus Malphigi adalah mekanisme yang efisien
untuk konservasi air dan adaptasi kunci lain yang memfasilitasi invasi tanah oleh
arthropoda.

Gambar 7.
Sistem Ekskresi pada Arthropoda (Sumber: www2. estrellamountain. edu, 2016)

7. Sistem Reproduksi dan Siklus Hidup Serangga


Dengan beberapa pengecualian, jenis kelamin terpisah pada arthropoda,
yaitu, ada baik individu jantan dan betina. organ dipasangkan seks, atau gonad,
dari setiap jenis kelamin yang terhubung langsung ke saluran yang terbuka ke
permukaan ventral batang, lokasi yang tepat tergantung pada kelompok
arthropoda.
Pada arthropoda, sperma umumnya ditransfer ke betina dalam paket
yang disegel dikenal sebagai spermatophores. Dalam metode ini transfer sperma
tidak diencerkan dengan media sekitarnya, dalam kasus bentuk air, juga tidak
9
menderita pengeringan yang cepat di darat. Di antara beberapa arakhnida, seperti
kalajengking, kalajengking katai, dan beberapa tungau, yang spermatophore
mengintai diendapkan di tanah. Baik betina tertarik untuk spermatophore secara
kimia atau pengendapan spermatophore terjadi selama tarian perkawinan, dan
laki-laki sesudahnya manuver perempuan ke posisi di mana dia bisa mengambil
spermatophore dalam pembukaan kelamin. Lipan juga memanfaatkan
spermatophores dengan perilaku pacaran yang menyertainya. Di antara serangga
ada beberapa kelompok bersayap primitif, seperti collembolans dan thysanurans,
dimana spermatophore yang disimpan di tanah, tetapi dalam banyak serangga
yang spermatophores ditempatkan langsung ke pembukaan kelamin perempuan
oleh jantan selama sanggama. Banyak invertebrata lainnya, termasuk beberapa
gastropoda dan chaetognaths, juga menggunakan spermatophores. Banyak
arthropoda mentransfer sperma bebas daripada spermatophores. Ini termasuk
banyak krustasea, kaki seribu, beberapa serangga (seperti Diptera dan
Hemipterans), laba-laba, serta beberapa tungau.
Telur arthropoda biasanya kaya akan warna kuning, tetapi dalam semua
kelompok ada spesies yang telur memiliki sedikit kuning. Beberapa metode
khusus reproduksi ditemukan di antara arthropoda tertentu mencakup
pengembangan telur yang tidak dibuahi (partenogenesis), kelahiran hidup muda
(viviparity), dan pembentukan beberapa embrio dari telur dibuahi tunggal
(polyembryony).
Telur dari banyak krustasea menetas menjadi larva yang memiliki segmen
yang lebih sedikit daripada organisme dewasa. Tahap penetasan larva paling awal
adalah larva nauplius menit, yang memiliki hanya tiga pasang pertama pelengkap.
segmen tambahan dan pelengkap kemudian muncul secara berkala dengan
molting. Ada beberapa keuntungan dari tahap larva dalam pengembangan hewan
air, arus membubarkan larva, memungkinkan beberapa untuk menetap di lokasi
yang berbeda dari organisme dewasa, karena banyak larva mampu makan, kurang
kuning diperlukan dalam telur dan lagi larva planktonik tidak bersaing dengan
organisme dewasa.
Dalam kebanyakan chelicerates dan serangga, hampir semua segmen
yang hadir di penetasan, meskipun dalam bentuk tubuh serangga mungkin
berbeda dari yang dewasa. Serangga primitif, seperti collembolans, memiliki
bentuk dewasa pada penetasan. Banyak serangga, seperti belalang, jangkrik, dan
bug benar, menetas sebagai peri, yang dangkal menyerupai dewasa tapi kurang
sayap. Mereka secara bertahap memperoleh fitur dewasa ini selama instar nimfa.
Serangga lainnya, seperti kumbang, kupu-kupu, ngengat, lalat, dan tawon,
menetas sebagai larva (belatung, ulat, belatung) yang sangat berbeda dari
organisme dewasa. Larva menghuni lingkungan yang berbeda dan makan
makanan yang berbeda dari organisme dewasa. Pada serangga ini tahap pupa

10
dengan metamorfosis menjembatani kesenjangan antara larva dan bentuk
dewasa.
Myriapods memiliki bentuk tubuh umum dari organisme dewasa di
penetasan meskipun mereka mungkin tidak memiliki beberapa segmen.
Kebanyakan kaki seribu menetas dengan hanya tujuh segmen batang. Beberapa
lipan menetas dengan semua segmen batang dewasa, tetapi yang lain memiliki
kurang dari organisme dewasa.
Organisme muda dari arakhnida merupakan yang paling mirip dengan
bentuknya saat dewasa. Kalajengking betina melahirkan anak-anaknya, yang
segera naik ke punggungnya. laba-laba betina juga membawa anak-anak mereka,
dan sebelum menetas mereka membawa kasus telur putih yang melekat pada
pemintal posterior. Tidak seperti arakhnida lain, tungau dan kutu menetas sebagai
larva berkaki enam, yang memperoleh pasangan keempat kaki saat meranggas
kemudian.

Gambar 8.
Sistem Reproduksi pada Arthropoda (Sumber: intranet.tdmu.edu.ua, 2016)

11
Gambar 9.
Siklus Hidup pada Arthropoda (Sumber:, 2016)

C. Klasifikasi Arthropoda
Anggota filum Arthropoda secara tradisional dibagi menjadi tiga
subfilum, sebagian besar didasarkan pada morfologi karakter.
1. Trilobita (trilobita punah). Trilobita, umum di laut 250 juta tahun yang lalu,
adalah hewan pertama yang memiliki mata dengan resolusi tingkat tinggi.
2. Chelicerates (laba-laba, kepiting tapal kuda, laba-laba laut). Arthropoda ini
kurang rahang. Pelengkap utama dari tubuh mereka mulut disebut chelicerae
yang berfungsi dalam makan, biasanya penjepit atau taring.

Gambar 10.
Chelicera (Sumber: www.mhhe.com, 2016)
3. Mandibula (krustasea, serangga, lipan, kaki seribu). Arthropoda ini memiliki
rahang menggigit, disebut rahang. Pada mandibulates, pelengkap anterior

12
adalah salah satu atau lebih pasang antena sensorik, dan pelengkap selanjutnya
adalah rahang. Di antara mandibulates, serangga secara tradisional telah
dipisahkan dari krustasea, dikelompokkan sebagai gantinya dengan myriapods
(lipan dan kaki seribu) dalam takson disebut Tracheata. filogeni ini, masih
banyak dipekerjakan, kembali patokan awal oleh ahli biologi perbandingan
besar Robert Snodgrass di 1930-an. Dia menunjukkan bahwa serangga, lipan,
dan kaki seribu dipersatukan oleh beberapa atribut tampak. Sebuah sistem
pernapasan trakea. Trakea kecil, saluran udara bercabang yang mengirimkan
oksigen dari bukaan di exoskeleton untuk setiap sel dari tubuh. Penggunaan
tubulus Malphigi untuk ekskresi. Tubulus Malphigi adalah proyeksi ramping
dari saluran pencernaan yang mengumpulkan dan menyaring cairan tubuh,
mengosongkan limbah ke hindgut. Semua pelengkap crustacea pada dasarnya
biramous, atau “twobranched”, meskipun beberapa dari ini pelengkap telah
menjadi satu cabang dengan reduksi dalam perjalanan evolusi. Serangga,
sebaliknya, memiliki uniramous, atau satu cabang, rahang dan pelengkap
lainnya. Penelitian terbaru yang menunjukkan keraguan tentang kebijaksanaan
keputusan taksonomi. Masalahnya adalah bahwa morfologi kunci berupa ciri-
ciri yang digunakan untuk menentukan Tracheata tidak sekuat taksonomi
seperti yang telah diasumsikan. Taksonomis secara tradisional diasumsikan
adalah karakter seperti appendages bercabang menjadi salah satu yang
fundamental, dilestarikan selama evolusi, dan dengan demikian cocok untuk
membuat taksonomi yang berbeda. Namun, biologi molekuler modern
sekarang memberitahu bahwa ini bukan asumsi yang valid. Percabangan dari
kaki arthropoda, misalnya, ternyata dikendalikan oleh satu gen. Pola
pelengkap antara arthropoda diatur oleh keluarga gen disebut homeotik (Hox)
gen. Sebuah salah satu dari gen Hox ini, disebut Distal-less, baru-baru ini telah
ditampilkan untuk memulai perkembangan kaki bercabang pada serangga dan
anggota badan bercabang pada krustasea. Sama Distal-less gen ditemukan di
banyak filum hewan, termasuk vertebrata.

13
Gambar 11.
Mandibula (Sumber: www.mhhe.com, 2016)

14
Gambar 12.
Filogeni tradisional dan filogeni revisi dari Arthropoda (Sumber: www.mhhe.com, 2016)

15
Gambar 13.
Klasifikasi tradisional dari Arthropoda (Sumber: www.mhhe.com, 2016)

Sebagai patokan, klasifikasi yang digunakan kali ini adalah klasifikasi


arthropoda seperti berikut ini:
Filum: Arthropoda
Subfilum TRILOBITA, hanya diketahui dari fosil
Subfilum CHELICERATA
Kelas MEROSTOMATA
Kelas ARACHNIDA, misalnya: laba-laba, kalajengking, caplak,
tungau.
Kelas PYCNOGONIDA
Subfilum CRUSTACEA
Kelas BRANCHIOPODA
Kelas COPEPODA
Kelas OSTRACODA
Kelas CIRRIPEDIA
Kelas MALACOSTRACA, misalnya: udang, kepiting
Subfilum UNIRAMIA
Kelas ONYCHOPHORA
Kelas DIPLOPODA, misalnya: keluwing (kaki seribu)
Kelas CHILOPODA, misalnya: Lipan
Kelas PAUROPODA
Kelas SYMPHILA
Kelas INSECTA

16
D. Cara Hidup dan Habitat Arthropoda
Cara hidup dan habitat Arthropoda sangat beragam, ada yang hidup
bebas, parasit, komensal, atau simbiotik.Dilingkungan kita, sering dijumpai
kelompok hewan ini, misalnya nyamuk, lalat, semut, kupu-kupu, capung,
belalang, dan lebah. Habitat penyebaran arthropoda sangat luas. Ada yang di laut,
periran tawar, gurun pasir, dan padang rumput Serangga adalah hewan-hewan
yang bersegmen dengan eksoskeleton berkitin, dan alat-alat tambahan
bersegmen. Segmentasi itu tampak jelas secara eksternal. Jumlah jenis dalam
filum ini lebih banyak dari jumlah jenis dari semua filum lainnya. Baik laut, air
tawar maupun habitat terrestrial didiami oleh serangga. Coelom pada antropoda
tereduksi. Hoemocoel merupakan sebagian dari sistem sirkulasi. Jenis kelamin
terpisah namun demikian pada jenis- jenis tertentu reproduksi partogenesis
merupakan karakteristiknya. Sirkulasi terjadi karena gerakan pulsasi jantung
dorsal. Pernapasan dengan trakea selalu dicirikan dengan adanya porus
berpasangan pada tiap segmen (Austin,1988).

Gambar 14.
Berbagai habitat dari Arthropoda (Sumber: www.alientravelguide.com, 2016)

17
E. Peranan Arthropoda Bagi Manusia dan Lingkungan
Arthropoda termasuk dalam kingdom Animalia, lebih tepatnya sebagai
sebuah phylum. Arthropoda asal kata dari arthron yang artinya ruas, sedangkan
poda asal dari podos yang artinya kaki, jadi arti seluruhnya binatang yang kakinya
beruas. Selain kakinya beruas badannya pun terdiri dari segmen-segmen (bagian-
bagian). Phylum arthropoda memiliki jumlah spesies yang paling besar, lebih dari
sejuta yang teridentifikasi sementara yang belum teridentifikasi dapat mencapai
20 juta. (Norris; et al, 2003)
Kebanyakan arthropoda bersifat menguntungkan. Mereka mamangsa
arthropoda lain, membantu dalam proses dekomposisi bahan organik, sebagai
pollinator, dan dapat memproduksi madu dan sutra. Arthropoda adalah
komponen penting dalam ekosistem dan harus dilestarikan.
Namun ada juga arthropoda yang menjadi hama. Arthropoda dianggap
sebagai hama ketika mereka mengganggu manusia, dalam hal ini merusak
tanaman budidaya dengan berbagai macam cara. Karena hal inilah arthropoda
dianggap merugikan, walaupun sebenarnya lebih banyak yang menguntungkan.
(Smith dalam Ennis, Jr., 1979)
1. Peranan Arthropoda yang Menguntungkan
a. Sumber makanan yang mengandung protein tinggi, contohnya udang windu
(Penaeus monodon), Panulirus homarus (lobster), kepiting (Scylla serrata), rajungan
(Portunus), laron, dan gangsir.

Gambar 15.
Penaeus monodon yang menjadi sumber makanan berprotein (Sumber: wwf.or.id, 2016)

18
b. Menghasilkan madu, contohnya lebah madu (Apis mellifera).

Gambar 16.
Apis mellifera (Sumber: Wikipedia.org.id, 2016)

c. Bahan pakaian sutera, contohnya kepompong ulat sutra (Bombyx mori).

Gambar 17.
Bombyx mori (Sumber: commons.wikimedia.org, 2016)

19
d. Membantu penyerbukan tanaman.

Gambar 18.
Penyerbukan bunga dengan bantuan serangga (Sumber: www.britannica.com, 2016)

e. Serangga predator sebagai pemberantas hama tanaman secara biologi.

2. Peranan Arthropoda yang Merugikan


a. Perusak tanaman, yaitu semua larva atau ulat pemakan daun, wereng, dan
belalang.

Gambar 19.
Belalang perusak tanaman (Sumber: agroplus.co.id, 2016)

20
b. Inang perantara (vektor) penyakit, misalnya nyamuk Aedes aegypti sebagai
vektor penyakit demam berdarah, Anopheles sebagai vektor penyakit malaria,
lalat rumah (Musca domestica) sebagai vektor penyakit tifus, lalat tse-tse (Glossina
morsitans) sebagai vektor penyakit tidur, dan laba-laba Dermacentor variabilis
sebagai vektor demam Rocky Mountain dan tularemia.

Gambar 20.
Musca domestica yang berperan sebagai vector penyakit( Sumber: www.discoverlife.org, 2016)

c. Parasit pada manusia, contohnya caplak penyebab kudis (Sarcoptes scabiei),


nyamuk, dan kutu rambut kepala (Pediculus humanus capitis)

Gambar 21.
Pediculus humanus (Sumber: www.60menit.com, 2016)

21
d. Merusak kayu bangunan, misalnya rayap.

Gambar 22.
Rayap (Sumber: xistemapestcontrol.wordpress.com, 2016)

e. Pengebor kayu galangan kapal atau perahu, contohnya Crustacea kelompok


Isopoda (Limnoria lignorum).

22
BAB II
EVOLUSI ARTHROPODA
A. Pendahuluan
Terdapat lebih dari dua juta spesies arthropoda, yang awalnya tiba di
Bumi di tengah-tengah periode Cambrian. Tentu, arthropoda lebih berkembang
daripada nenek moyangnya dalam berbagai cara dan dengan demikian memiliki
karakteristik unik dari arthropoda itu sendiri.
Pada dasarnya, arthropoda ditandai dengan memiliki anggota tubuh
bersendi dan eksoskeleton. Arthropoda adalah filum paling sukses yang ada di
planet ini, dalam hal ukuran populasi dan keragaman spesies. Terdapat kira-kira
lebih dari 2 juta jenis arthropoda di dunia saat ini.
Eksoskeleton mungkin menggambarkan seperti apa arthropoda hidup
pada waktu itu. Ini begitu defensif, sifat pelindung untuk memiliki shell, sehingga
ini menunjukkan bahwa persaingan cukup sengit di era Cambrian, baik dari
parasit dan predator potensial.

Gambar 1.
Filogeni Arthropoda (Sumber: Understanding Arthropods Evolution. Com, 2016)

Arthropoda juga takson pertama spesies menunjukkan reseptor yang


lebih maju dalam bentuk mata (fotoreseptor) dan pengembangan berbagai
kemoreseptor yang dapat digunakan baik dalam lingkungan eksternal dan
internal. Perkembangan tersebut telah secara alami telah menguntungkan dari
waktu ke waktu.
Dua dekade terakhir telah menyaksikan perubahan besar dalam
pemahaman tentang evolusi arthropoda. Banyak dari wawasan ini berasal dari
adopsi metode molekuler oleh ahli biologi perkembangan, mendorong penataan
23
kembali radikal dari hubungan antara kelas arthropoda yang masih ada dan paling
dekat dengan kerabat non-arthropoda, dan mencurahkan petunjuk atas dasar
perkembangan untuk asal-usul karakteristik kunci. Sebuah sumber pelengkap
data adalah penemuan fosil dari beberapa fauna Cambrian yang spektakuler.
Fosil-fosil ini membentuk kelompok baik ditandai, membuat pola yang luas dari
sistematika arthropoda, dimana Cambrian semakin konsensual.

B. Jejak Rekam Fosil Arthropoda, Arthropoda Pertama dan Trilobita


Berbagai cacing laut (Annelida dan Protoannelida) tinggal di sedimen laut
selama periode Cambrian, makhluk ini memiliki bentuk tubuh simetris bilateral,
bertubuh lunak, dan memiliki banyak segmen. Hewan itu tidak memiliki kapsul
kepala yang berbeda dan tidak memiliki kedua mata dan antena. Beberapa spesies
mungkin memiliki lobus seperti pelengkap lateral yang mirip dengan parapodia
cacing polychaete yang berkembang dalam sedimen berlumpur dasar laut dewasa
ini. Tapi perbedaan struktural antara pelengkap lateral polychaetes dan
arthropoda awal menunjukkan bahwa kedua kelompok ini menyimpang dari satu
nenek annelida umum sekitar 500-600 juta tahun yang lalu. Semua annelida yang
bertubuh lunak, membusuk dengan cepat setelah kematian dan tidak terawat baik
dalam catatan fosil.
Pada satu waktu, Onychophora atau cacing beludru yang diusulkan
sebagai kemungkinan hubungan evolusi (intermediate) antara Annelida dan
arthropoda. invertebrata yang sebagian besar berada didaerah tropis, dengan
hanya 75 spesies yang masih ada, hidup di kawasan hutan lembab, dedaunan yang
membusuk dan pakan pada diet campuran dari jaringan tumbuhan dan hewan.
Seperti cacing annelida, Onychophora telah memiliki tubuh yang tersegmentasi
yang mengandung organ ekskresi (nephridia) dan dipasangkan kombinasi
keduanya pada organ intim jantan dan organ intim betina (monoecious).

24
Gambar 2.
Arthropoda Pertama (Sumber: NC State University, 2016)

Onychopora tidak memiliki eksoskeleton sejati, tetapi tubuh ditutupi oleh kuikula
lembut dari kitin. Dalam mode arthropoda, kutikula ini secara berkala gudang
(molted) memungkinkan terjadinya pertumbuhan lanjutan. Onychophora juga
berbagi banyak karakteristik lain dengan arthropoda, termasuk antena, sistem
sirkulasi terbuka, kaki pejalan dengan cakar, sepasang rahang, dan sistem tabung
udara ramping (tracheae) untuk respirasi.

25
Gambar 3.
Onychopohora (Sumber: .S. Oliveira, L. Hering & G. Maye, 2016)

Hari ini, opini yang berlaku di antara ahli taksonomi modern adalah
bahwa Onychophora dan Arthropoda merupakan sister group, tapi masalah
masih jauh dari selesai. Kedua Anderson (1973) dan Manton (1977) berpendapat
bahwa struktur kaki onychophora, penggerak, dan perkembangan embrio yang
paling sebanding dengan myriapoda (kaki seribu, lipan, dan lain-lain). Dan
perbandingan terbaru dari urutan nukleotida dalam RNA ribosom cacing beludru
dan arthropoda lainnya juga mendukung afinitas erat antara kelompok-kelompok
ini (Ballard et al. 1992).
Catatan fosil dari arthropoda tidak selengkap seperti yang diharapkan
untuk hewan dengan eksoskeleton. Namun, masih banyak fosil arthropoda yang
berguna, terutama dari trilobita, seperti yang akan dipelajari dalam bagian ini.
Bahkan dengan catatan yang cukup ini, membangun sejarah evolusi yang tepat
dari filum telah menantang. Studi evolusi arthropoda adalah proses yang
berkelanjutan, dan teori-teori yang dimodifikasi secara teratur sebagai informasi
lebih lanjut diperoleh melalui perbandingan molekul antara spesies. Informasi ini

26
pada akhirnya akan membantu untuk memperjelas hubungan yang tepat antara
spesies yang hidup dan nenek moyang arthropoda. Untuk pelajaran ini, akan
dipertimbangkan salah satu hipotesis saat ini pada evolusi arthropoda.
Fosil arthropoda diperkirakan berasal dari periode Cambrian (lebih dari
500 juta tahun yang lalu). Kelompok yang paling luas dari fosil arthropoda adalah
trilobita, subfilum arthropoda laut yang sepenuhnya punah. Fosil trilobita, ,
berlimpah selama periode Kambrium (dari sekitar 540 juta tahun yang lalu
menjadi sekitar 490 juta tahun yang lalu). Trilobita adalah arthropoda tertua yang
diketahui. Setelah periode Kambrium, jumlah arthropoda perlahan-lahan
menurun sampai sekitar 250 juta tahun yang lalu ketika arthropoda sepenuhnya
hilang dari catatan fosil karena kepunahan. Ini besar (lebih dari 17.000 spesies)
dan terawat baik dalam jejak rekam evolusi telah memberikan kontribusi besar
untuk mempelajari hewan dan tumbuhan fosil, bidang yang dikenal sebagai
paleontologi. Pemeriksaan fosil trilobite telah membantu para ilmuwan
mempelajari tentang tingkat spesiasi dalam periode Kambrium dan juga telah
memberikan kontribusi untuk pemahaman tentang usia lapisan sedimen yang
berbeda terkubur di bawah permukaan bumi.
Leluhur arthropoda memiliki sepasang pelengkap yang identik pada
setiap segmen, dan segmen yang hampir identik, mengulang unit. Hal ini berlaku
dari arthropoda yang ada saat ini yang menyerupai leluhur awal. Selama evolusi
arthropoda, salah satu variasi pada bentuk tubuh yang timbul dengan melibatkan
kehilangan atau modifikasi banyak pelengkap ini untuk melaksanakan fungsi yang
berbeda. Misalnya, laba-laba telah dimodifikasi pelengkap dekat kepala daerah
menjadi taring tajam yang dapat digunakan untuk menembus dan melumat
mangsanya. Variasi lain adalah fusi atau pengelompokan beberapa segmen untuk
membentuk daerah tubuh yang berbeda. Urutan dan tingkat pengelompokan ini
sangat bervariasi dalam filum. Ada dua filum kecil dengan spesies yang ada saat
ini yang sangat erat kaitannya dengan arthropoda dengan analisis molekuler. Ini
adalah Onychophora dan Tardigrada. Ketiga kelompok mungkin berbagi nenek
moyang yang sama baru dengan satu sama lain daripada dengan filum lain dan
mungkin beberapa informasi tentang nenek moyang. Misalnya, fakta bahwa tiga
filum pameran molting menunjukkan bahwa nenek moyangnya juga
menumpahkan kutikula dengan proses molting.

C. Arthropoda dan Evolusi


Sebuah kontroversi klasik yang masih menjadi pro-kontra di antara ahli
zoologi invertebrata, termasuk ahli entomologi, berkaitan dengan jalur evolusi
(atau jalur) dari radiasi adaptif yang diikuti karena secara bertahap menyimpang
dari nenek moyang primitif. Pendekatan tradisional, dan tentunya lebih
konservatif, mengasumsikan bahwa arthropoda muncul hanya sekali dari nenek
moyang protoannelid. Argumen monofiletik ini didasarkan pada pengamatan
27
bahwa banyak fitur, seperti eksoskeleton, sistem peredaran darah terbuka,
hemocoel, dan lainnya, juga dimiliki oleh hampir semua taksa dalam kelompok
dan tampak homolog (yaitu memiliki asal usul evolusi yang sama). Pandangan
sebaliknya diambil oleh ahli biologi lainnya yang berpendapat bahwa organisme
seperti arthropoda harusnya telah berevolusi lebih dari sekali (mungkin sebanyak
empat kali) dalam sejarah geologi. Dukungan untuk pendekatan polyphyletic ini
ditemukan dalam perkembangan embrio dan dalam studi komparatif dari mulut
dan pelengkap lainnya. Para pendukung hipotesis polyphyletic mengklaim bahwa
banyak kesamaan antara taksa muncul kebetulan, melalui proses konvergensi
evolusi.

Gambar 4.
Rekonstruksi kladistik mengenai asal dari arthropoda (Sumber: Sciency Thoughts, 2016)

Semua arthropoda berbeda dari nenek moyang Annelida dalam beberapa


cara penting, memiliki eksoskeleton kitin, disambung/pelengkap tersegmentasi,
kepala berkembang dengan baik dan mulut, otot lurik, dan sistem peredaran
darah terbuka dengan hati dorsal. Tidak seperti annelida, arthropoda
memproduksi kuning telur besar yang terbungkus di cangkang protein. Nephridia
28
bersilia, dipasangkan dengan organ segmental ekskresi ditemukan di Annelida
dan onychophora, telah digantikan di arthropoda oleh organ khusus ekskresi
terletak di kepala (kelenjar hijau di Crustacea), dekat kaki (kelenjar coxal di
kepiting tapal kuda), atau di perut (Malphigi tubulus di arthropoda darat).
Kesamaan yang luar biasa dalam komposisi kimia dari eksoskeleton dan di
ultrastruktur dari mata majemuk dalam organisme yang beragam seperti kaki
seribu, udang, dan kepiting tapal kuda memberikan bukti kuat bahwa semua
kelompok ini (myriapoda, crustasea, dan chelicerate) harusnya telah berevolusi
dari nenek moyang.

Gambar 5.
Pohon Filogenetik dari Filum Arthropoda (Sumber: Evolutionary Thought, 2016)

Skema klasifikasi monofiletik, diusulkan oleh Boudreaux, mengakui tiga


garis keturunan evolusi dalam Arthropod: Trilobita, chelicerata, dan Mandibulata.
Trilobita menjadi punah pada akhir Era Permian dan karena itu mewakili evolusi
"buntu". Chelicerata mencakup semua arthropoda dengan mulut berbentuk
taring (chelicerae): laba-laba, kutu, dan tungau (Arachnida), kepiting tapal kuda
(Xiphosura), dan laba-laba laut (Pycnogonida). Mandibulata mencakup semua
arthropoda yang memiliki mulut pengunyah (rahang): crustacea, myriapoda, dan
serangga. Di awal Era Paleozoic, garis keturunan mandibulata dibagi menjadi
setidaknya satu kelompok yang terus eksis di lautan (Crustacea), dan kelompok
lain yang mengadopsi gaya hidup terestrial. Silsilah terrestrial ini, yang meliputi

29
semua myriapoda yang ada saat ini dan serangga, dikenal sebagai superclass
Atelocerata, takson pertama kali dijelaskan oleh Heymons pada tahun 1901.
Skema klasifikasi Boudreaux ini tidak termasuk onychophora karena
tidak memiliki eksoskeleton sejati, tapi ahli yang lainnya tidak setuju. Meglitsch
dan Schram (1991) menganggap Onychophora memiliki kaitan erat dengan
myriapoda. Dalam skema klasifikasi monofiletik, crustacea dan chelicerata adalah
kelompok yang paling primitif. Serangga, myriapoda, dan Onychophora
dikelompokkan bersama dalam superclass Uniramia karena kesamaan struktur
kaki dan penggerak.
Banyak dari kontroversi seputar evolusi kaki arthropoda dan sayap. Para
pendukung klasifikasi monofiletik berpendapat bahwa kaki dari semua
arthropoda yang homolog (memiliki asal evolusi yang sama), lawan mengklaim
ada terlalu banyak keragaman dalam struktur kaki untuk membenarkan leluhur
tunggal. Jarmila Kukalová-Peck, seorang ahli entomologi Kanada, telah
mengusulkan bahwa arthropoda “primitive” mungkin memiliki sebanyak sebelas
segmen di setiap kaki berjalan. Dia mengutip bukti dari serangga fosil yang punah
untuk mendukung klaim bahwa delapan kaki tersegmentasi dari laba-laba, tujuh
untuk kaki crustacea sembilan tersegmentasi, dan lima tersegmentasi kaki
serangga semua menunjukkan beberapa tingkat pengurangan dari latar belakang
“primitif”.
Jika merangkul gagasan asal polifiletik, maka arthropoda diwakili oleh
sebanyak empat filum utama - yang masing-masing dianggap telah berevolusi
secara terpisah dari nenek moyang Annelida primitif:
1. Trilobita - 4.000 + spesies - termasuk semua trilobita (punah, organisme laut
yang berlimpah selama era Paleozoic.)
2. Chelicerata - 70.000 spesies - termasuk laba-laba, kalajengking, tungau, kutu,
kepiting tapal kuda, dan laba-laba laut.
3. Crustacea - 30.000 spesies - termasuk udang, kepiting, lobster, kutu kayu,
teritip, amphipoda, branchiopoda, dan copepoda.
4. Uniramia - 1,2 juta spesies - termasuk Onychophora, kaki seribu, lipan,
pauropoda, symphylans, dan serangga.
Bukti untuk mendukung hipotesis polofiletik dapat ditemukan dalam
anatomi komparatif pelengkap dan dalam perkembangan embrio dari kepala dan
mulut. Sydney Manton, salah satu pendiri dari hipotesis polifiletik, menyarankan
bahwa ada perbedaan mendasar antara pelengkap dari crustacea dan dari
arthropoda lain seperti serangga dan myriapoda (kaki seribu dan lipan).

30
Gambar 6.
Evolusi Arthropoda berdasarkan perbandingan anatomi dan embriologi
(Sumber: www.life.umd.edu, 2016)

Manton berpendapat bahwa pelengkap crustacea yang biramous, yaitu,


dua unit apikal (rami) yang melekat pada unit basal tunggal. Pelengkap dari
arthropoda lainnya adalah uniramous: segmen apikal tunggal menempel pada
segmen basal tunggal. Manton percaya bahwa crustacea berevolusi dari cacing
annelida mirip dengan polychaetes laut yang berkembang hari ini, dan bahwa
semua arthropoda lainnya berevolusi dari cacing annelida yang lebih mirip
dengan Onychophora tersebut. Hipotesis ini juga didukung oleh D. T. Anderson
terkait studi telur arthropoda mengungkapkan bahwa pembelahan sel awal
embrio crustacea adalah holoblastic (spiral belahan dada), sedangkan telur semua
arthropoda lainnya meroblastic (dangkal belahan dada). Telur dari semua
annelida dikenal adalah holoblastic.
Perkembangan embrio dari kepala dan mulut juga telah ditawarkan
sebagai bukti untuk mendukung hipotesis polifiletik. Dalam myriapoda dan
serangga, kepala adalah wilayah fungsional yang terpisah. Tapi pada crustacea dan
chelicerata itu, kepala dan dada mengembangkan bersama-sama sebagai daerah
tubuh tunggal, cephalothorax. Selanjutnya, dalam myriapoda dan serangga ada
bukti bahwa segmen tambahan ditambahkan untuk membentuk mulut,
menunjukkan bahwa mulut dari chelicerata, crustacea, dan arthropoda lainnya
tidak homolog.

31
D. Evolusi Eksoskleton pada Arthropoda
Meskipun arthropoda memiliki exoskeleton keras, tidak seperti
mineralisasi yang terjadi pada cangkang moluska. Memiliki panjang kurang dari
tiga inci, namun tetap membuat kesan. Diania cactiformis, lebih yang dikenal
sebagai "kaktus berjalan" telah memberikan para ilmuwan petunjuk baru pada
evolusi arthropoda. Fosil sisa-sisa organisme kuno ini ditemukan di Cina.
Arthropoda didefinisikan oleh kehadiran eksoskeleton. Eksoskeletons
menyerupai baju besi, melindungi organ organisme halus dari bahaya. Dari
lobster, semut, kalajengking, Arthropoda menampilkan keragaman yang luar
biasa. Sebagian besar spesies arthropoda pertama kali muncul selama ledakan
Kambrium, periode evolusi cepat sekitar 550 juta tahun yang lalu. Meskipun
prevalensi dan keanekaragaman arthropoda. Para ilmuwan masih tidak setuju
pada saat fitur paling khas bagi arthropoda eksoskeleton berevolusi.
Tapi penemuan kaktus berjalan dapat memberikan para ilmuwan
beberapa jawaban yang sangat dibutuhkan. Geologist Jianni Liu dan tim ilmuwan
internasional menemukan sisa-sisa fosil dari arthropoda awal di provinsi Yunnan
dari barat daya Cina. Tubuhnya panjang dan tipis dan memiliki sepuluh pasang
pelengkap berduri, atau kaki.
Apa yang membuat kaktus berjalan begitu unik, bagaimanapun, adalah
bahwa sementara kakinya muncul kuat dan keras, anggota dari serangga modern,
tubuhnya muncul lembut. Fosil ini menunjukkan bahwa unsur tambahan yang
berduri merupakan karakteristik filum ini berkembang sebelum eksoskeleton itu
sendiri.
Perdebatan apakah mengenai manakah bagian dari arthropoda yang
mengeras terlebih dahulu, kaki ataukah tubuhnya, dewasa ini masih menjadi
perdebatan sengit dikalangan para ilmuan. Analisis tambahan oleh tim Liu
sementara menempatkan kaktus berjalan sebagai fosil relatif terdekat untuk
mengetahui evolusi arthropoda modern. Sementara Liu tidak bisa mengatakan
apakah kaktus berjalan merupakan nenek moyang dari semua arthropoda,
penemuan "kaki pertama, tubuh kedua" organisme seperti kaktus berjalan
meningkatkan kemungkinan bahwa spesies arthropoda lainnya hidup hari ini
mungkin memiliki sejarah evolusi yang sama.
Penemuan kaktus berjalan memberikan petunjuk baru untuk asal-usul
arthropoda, tetapi banyak pertanyaan tetap. Para ahli masih terus menyelidiki
hubungan yang tepat antara pengerasan kaki dan tubuh dalam catatan fosil,
sehingga dapat belajar lebih banyak tentang evolusi kelompok ini menarik dan
beragam organisme.
Keberhasilan arthropoda berasal sebagian besar dari evolusi unik, tak
hidup, organik, eksoskeleton arthropoda bersendi, yang tidak hanya berfungsi
untuk mendukung tetapi juga memberikan perlindungan dan, dengan sistem otot,
memberikan kontribusi untuk pergerakan efisien. Eksoskeleton memiliki lapisan
32
luar protein yang tipis, epicuticle, dan lapisan bagian dalam yang tebal, lapisan kitin
protein, procuticle. Pada kebanyakan arthropoda darat, seperti serangga dan laba-
laba, epicuticle berisi lilin yang membantu dalam mengurangi kehilangan air yang
menguap. Procuticle terdiri dari exocuticle dibagian luar dan endocuticle dibagian
dalam. Pada exocuticle ada ikatan silang rantai kitin-protein (tanning), yang
memberikan kekuatan tambahan untuk bahan skeletal. Pengerasan berbagai
bagian dari eksoskeleton pada arthropoda berbeda adalah terkait dengan
ketebalan dan tingkat penyamakan exocuticle tersebut. Pada crustacea, kekakuan
tambahan dicapai dengan memiliki eksoskeleton diresapi dengan jumlah yang
bervariasi dari kalsium karbonat.

33
Gambar 7.
a-d, Holotipe ELI-WD006A, B. a, Bagian dari holotipe difoto di bawah etanol,
memperlihatkan hampir semua fitur morfologi, dicatat bahwa spesimen dipelintir
menjelang akhir anterior dan pelengkap akibatnya sedikit teratur, terutama bagian
pelengkap tepat keempat yang menonjol di bawah bagasi dan muncul di sisi kiri dan
bagian peengkap tepat kelima menonjol di atas bagasi dan muncul lagi di sisi kiri. b,
Gambar dari kamera lucida. c, Detail bagian anterior yang menunjukkan bahwa
pelengkap tidak diawetkan di lapisan yang sama, mungkin spesimen sampai batas
tertentu tiga dimensi. d, Counterpart dari holotipe. e, f, Spesimen ELI-WT002A, B;
meskipun spesimen tidak lengkap, pelengkap memiliki annulasi jelas di dasar dan

34
struktur sendi-seperti. aba, annulasi basis pelengkap; sebuah, annulasi; bds, dasar duri
punggung; dls, struktur seperti cakram; fls, struktur seperti lipatan; jls, struktur seperti
sendi; la, bagian pelengkap kiri; mt, jaringan otot; pr, belalai; ra, pelengkap; pp, posterior
tonjolan; tis, tulang kecil; tu, tuberkulum; wr, kerut. Skala bar, 10 mm. (Sumber: Nature,
International journal weekly, 2016)

35
BAB III
ARTHROPODA, FILUM TERSUKSES DI BUMI
A. Pendahuluan
Selama manusia hidup di tempat tinggal tetap telah ada organisme lain
yang diam bersama dengan manusia. Manusia berbagi ruang hidup dengan
berbagai makhluk hidup lainnya mencakup pohon kehidupan, dari vertebrata
besar (misalnya, hewan peliharaan dan ternak) untuk mikroorganisme (Martin et
al, 2015). Kelompok yang paling beragam dan berlimpah kehidupan dari
kelompok multiseluler ditemukan di rumah, serta di Bumi lebih umum, diwakili
oleh arthropoda.

Gambar 1.
Berbagai anggota kelompok Filum Arthropoda (Sumber: www.harunyahya.com, 2016)

Serangga, laba-laba dan kerabatnya telah hidup dan berkembang dengan


manusia untuk semua sejarah manusia. Telah diusulkan bahwa banyak spesies
arthropoda yang kini dikaitkan dengan rumah-rumah manusia awalnya penghuni
gua (Balvin et al, 2012.). Bukti vektor arthropoda di gua-gua yang dihuni oleh
prasejarah orang 26.000 tahun yang lalu menunjukkan bahwa arthropoda
membahayakan, tinggal bersama nenek moyang manusia (Araújo et al, 2009). Di

36
antara contoh pertama dari seni gua adalah penggambaran dari kriket unta
(Rhaphidophoridae) (Chopard, 1928; Belles, 1997).
Sebagai masyarakat manusia berubah dari waktu ke waktu, arthropoda
berhasil menggunakan tubuh manusia dan sumber daya untuk makanan serta
tempat tinggal. rumah dibangun, domestikasi hewan, pertanian dan kemampuan
untuk menyimpan makanan (seperti biji-bijian) membawa spesies arthropoda
yang berbeda ke dalam berdomisili dan kehidupan sehari-hari manusia.
Arthropoda adalah fauna umum di situs arkeologi negeri dari Mesir (1353 SM),
Israel, dan Eropa (Swiss, Greenland, dan Inggris).

B. Arthropoda sebagai Salah Satu Filum Paling Sukses di Planet Bumi


Filum Arthropoda adalah sepertiga dari filum utama yang menguasai laut
dan untuk membangun kesuksesan hidup diwilayah daratan. Dengan hampir satu
juta spesies dijelaskan sampai saat ini, Arthropoda membentuk filum terbesar di
pada Kingdom Animalia. Empat dari lima spesies hewan di bumi saat ini adalah
arthropoda. Sembilan puluh persen dari arthropoda serangga, sepuluh persen
lainnya dari kelompok yang beragam dan produktif ini termasuk kepiting, laba-
laba, kalajengking, dan sejumlah hewan yang kurang dikenal. Arthropoda berasal
namanya, yaitu dari kaki yang memiliki sendi.
Dari sudut pandang alam, kombinasi antara kaki dan tidak memiliki
tulang belakang tampaknya menjadi salah satu kombinasi yang baik, karena
arthropoda adalah kelompok yang paling sukses dari hewan di bumi. Grafik
menunjukkan betapa sukses. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah spesies
arthropoda di Bumi jauh lebih besar dari jumlah spesies dari semua jenis lain dari
hewan. Para ilmuwan percaya bahwa 4-6000000 spesies arthropoda.
Kata “sukses” perlu didefinisikan, bagi banyak manusia akan
mempertimbangkan mamalia untuk menjadi kelompok hewan yang paling sukses
di planet bumi, namun, standar manusia untuk “sukses” belum tentu satu-
satunya. Dari perspektif biologis, kelompok hewan yang “berhasil” jika ...
1. Spesies tersebut termasuk sejumlah besar spesies
2. Spesies tersebut menempati berbagai jenis habitat
3. Spesies tersebut makan banyak jenis makanan
4. Spesies tersebut pandai membela diri dari musuh-musuhnya

37
Gambar 2.
Ilustrasi kesuksesan Arthropoda di Planet Bumi (Sumber: Barkeley, 2016)

Fitur yang membedakan utama dari arthropoda adalah eksoskeleton dari


kitin atau kutikula. Keberhasilan fenomenal dari arthropoda dapat dikaitkan,
setidaknya sebagian, untuk eksoskeleton ”baju besi” yang bervariasi dalam
bentuk dari mantel mengkilap halus dari kumbang, ke cangkang kapur dari
kepiting atau tas lembut fleksibel meliputi ulat. Pembatasan potensi pertumbuhan
yang diberikan oleh kutikula kaku diatasi dengan molting periodik atau ekdisis
dari eksoskeleton. Eksoskeleton melindungi organ-organ internal, memberikan
sesuatu untuk otot untuk menarik, mempertahankan diri terhadap predator,
parasit dan patogen, mengisolasi hewan dari lingkungan dan melindungi
arthropoda tanah dari kekeringan. Pada arthropoda darat juga menyediakan
bahan yang dapat digunakan untuk mengembangkan struktur pernapasan, paru-
paru buku pada laba-laba, dan trakea serangga.

38
Gambar 3.
Keberagaman struktur tubuh arthropoda sebagai salah satu faktor kesuksesan
arthropoda (Sumber: Utah University, 2016)

Arthropoda merupakan puncak evolusi dari protostomes. Nampaknya


arthropoda berkembang dari akar yang sama dengan Annelida dan bahwa tiga
garis keturunan utama arthropoda, chelicerata, crustacea dan Insecta berevolusi
secara independen dari satu nenek moyang. Sedikit yang diketahui dari nenek
moyang arthropoda hidup. Mungkin memiliki onychophora hidup mirip seperti
Peripatus, hewan dengan dinding jelas seperti tubuh dan sistem ekskresi seperti
pada annelida tapi memiliki pelengkap seperti arthropoda, yaitu trakea.

39
Gambar 4.
Arthropoda terdapat diberbagai habitat, salah satu faktor yang mendorong kesuksesan
hidup bagi arthropoda (Sumber: Zeuter Development Corporation, 1996)

Faktor-faktor berikut tidak diragukan lagi berkontribusi pada


keberhasilan arthropoda darat karena mereka disesuaikan untuk memecahkan
masalah dukungan, stabilitas, pengeringan dan respirasi berhubungan dengan
hidup di udara:
1. Pengembangan eksoskeleton, yang memberikan dukungan dan bentuk untuk
tubuh di udara.
2. Kutikula lilin dari arakhnida dan serangga mencegah kehilangan air dan
melindungi terhadap pengeringan.
3. Adaptasi dari struktur tubuh dan organ, ukuran kecil dan motilitas, termasuk
penerbangan pada serangga, menganugerahkan keuntungan lebih.
4. Stabilitas cahaya untuk tubuh, karena menjadi 'berayun rendah',
memungkinkan untuk kaki yang panjang meningkatkan kecepatan.
5. Evolusi sistem tabung trakea untuk respirasi, yang membawa udara di sekitar
tubuh yang memungkinkan pertukaran gas terjadi;
6. Membuat sarang dan kepompong, menyediakan makanan
7. Keberadaan sejumlah besar pada relung terestrial: mayoritas arthropoda
hanya memiliki panjang 3-4 mm.
8. Tidak adanya invertebrata terestrial lainnya bersaing untuk ruang dan
makanan.

40
Gambar 5.
Besarnya jumlah arthropoda ketimbang anggota kingdom Animalia lainnya
mengindikasikan kesuksesan hidup arthropoda (Sumber: Wikipedia.com, 2016)

C. Kelimpahan dan Keberagaman Arthropoda


Meskipun burung, pohon, dan anggrek adalah organisme yang familiar
ditemukan dikawasan hutan, terutama hutan hujan, namun sangat kalah jumlah
oleh arthropoda kecil, seperti serangga, laba-laba dan kaki seribu. Di masa lalu,
para ilmuwan mengalami kesulitan memperkirakan berapa banyak arthropoda
yang ada dalam luasnya hutan. Namun berkat metode baru sampling dan analisis,
peneliti sekarang berpikir bahwa lebih dari 25.000 spesies arthropoda yang
berbeda hidup hanya dalam satu hutan. Dalam beberapa penelitian
mengungkapkan bahwa sekitar 25.000 spesies arthropoda ada di hutan seluas
6,000 hektar. Dengan menghitung-hitung organisme kecil, peneliti berharap
untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dari banyak peran arthropoda
dalam ekosistem hutan hujan.

41
Gambar 6.
Diversitas atau keberagaman pada filum Arthropoda (Sumber: MAB, 2000)

Sejauh ini arthropoda adalah bentuk kehidupan yang paling beragam di


planet ini. Serangga saja, dengan sekitar 970.000 spesies yang dikenal, terdiri lebih
dari satu setengah dari semua jenis kehidupan diketahui terjadi di planet ini.
namun, meski angka yang mengesankan, ini hanya mencerminkan spesies yang
diketahui dimana sesuai dengan yang dijelaskan dalam literatur ilmiah dan
diterima sebagai spesies yang berbeda. Jumlah ini hanya mewakili sebagian kecil
dari jumlah spesies yang diperkirakan hadir pada planet hari ini. Jumlah ini juga
merupakan sebagian kecil dari semua serangga yang pernah berada di planet ini.
Bahwa mungkin 95% dari semua serangga pernah ada, sejak penampilan pertama
mereka sekitar 400 juta tahun yang lalu, yang sekarang sudah punah.

42
Gambar 7.
Grafik representasi dari lebih dari 200 spesies arthropoda yang dikumpulkan di Black
Brock pada tahun 2009 (Sumber: Department of Integrative Biology, University of Guelph)

Hari ini, jumlah spesies serangga diperkirakan 4-5000000 jenis. Sebagian


besar dari ini, setidaknya 80%, tetap tidak diketahui untuk ilmu pengetahuan
sejauh ini. Kemajuan sedang dibuat untuk menutup celah ini, dengan lebih dari
7.000 serangga baru spesies yang digambarkan setiap tahun, dengan rata-rata 20
per hari. Pada tingkat ini penemuan baru, mengesankan seperti itu, mungkin
dapat berharap katalog lengkap dari lima juta serangga untuk siap dalam sekitar
550 tahun atau lebih.
Sebuah pertanyaan yang jauh lebih sulit untuk dijawab adalah
“Bagaimana jumlah serangga dan arthropoda lainnya dapat begitu beragam?”
Salah satu masalahnya adalah bahwa jumlah besar dari arthropoda adalah menit
dan hidup di tanah.

43
Gambar 8.
Anggota filum arthropoda menjadi 90% dari spesies dari anggota kingdom Animalia
yang diketahui (Sumber: University of Kentucky, 2016)

Sebagai contoh, salah satu upaya pertama menghitung semua arthropoda dalam
sampel tanah dilakukan pada padang rumput selama November 1943. Tentang
2,5 miliar arthropoda diperkirakan per hektar, dengan tungau terdiri dari 62%
dan springtail 23% dari jumlah yang ada. Atas dasar survei seperti itu diperkirakan
bahwa serangga, springtails, tungau, dan arthropoda terrestrial lainnya melebihi
manusia sebanyak 250 juta. Selanjutnya, arthropoda ini secara kolektif terdiri
lebih dari 80% dari total biomassa dari hewan darat, jauh melampaui semua
penghuni lahan lainnya seperti cacing tanah, reptil, burung, dan mamalia.
Arthropoda adalah penting dalam ekosistem hutan dan kelimpahan serta
keragaman mereka menarik bagi ahli entomologi. Peran yang dimainkan oleh
arthropoda dalam proses dekomposisi dan pelepasan terus menerus nutrisi ke
tanah hutan sangat penting. Arthropoda adalah anggota paling sukses dari
kerajaan hewan; lebih dari 80% dari spesies hewan yang hidup dan dijelaskan
adalah Arthropoda. Mereka juga termasuk kelompok yang sangat beragamseperti
serangga, crustacea, laba-laba, kalajengking, dan kelabang. Ada jauh lebih banyak
spesies arthropoda dari spesies di semua filum lainnya digabungkan.

44
BAB IV
RANCANGAN TUBUH ARTHROPODA
A. Pendahuluan
Filum Arthropoda adalah pemilik anggota dengan jumlah terbanyak di
kerajaan hewan, yang mengandung diperkirakan 10 juta spesies. Spesies baru dari
arthropoda secara harfiah yang ditemukan setiap hari, menambah hampir satu
juta yang telah dijelaskan. Para ahli memperkirakan bahwa mungkin arthropoda
adalah kelompok yang paling sukses dari hewan yang pernah menduduki planet.
Arthropoda mendahului dinosaurus (beberapa ratus juta tahun). Sebagian dari
keberhasilan arthropoda yang tak tertandingi adalah karena fakta bahwa
arthropoda adalah hewan pertama yang mendiami tanah. Antara 440 dan 410 juta
tahun yang lalu, arthropoda secara bertahap pindah dari habitat asli ke habitat asri
yang secara bersamaan itu bumi dihuni oleh tumbuhan vaskular.

Gambar 1.
Struktur Tubuh Kalajengking dilihat dari bagian dorsal dan bagian ventral
(Sumber: Encyclopedia Britannica, 2012)

Arthropoda juga kelompok hewan pertama yang berevolusi kemampuan untuk


terbang dan karena itu bisa memanfaatkan ruang dimensi yang tanpa ada pesaing
lainnya. Hal ini berakibat pada radiasi adaptif arthropoda. Fakta-fakta ini,
ditambah dengan ukurannya yang kecil, membuat arthropoda menjadi vektor
ideal serbuk sari dan menjelaskan asosiasi dekat seperti yang terlihat sekarang
antara banyak tanaman berbunga dan serangga. Sepanjang sejarah panjang dari
evolusi, arthropoda menyebar pada setiap habitat, terrestrial, air dan udara serta
telah mengakibatkan dampak yang mendalam pada evolusi dari banyak spesies
lainnya. Keberhasilan arthropoda telah dihasilkan dari struktur tubuhnya.
45
Terdapat struktur keras berupa eksoskeleton (terbuat dari kitin) digunakan untuk
perlindungan dan mencegah arthrpoda dari kekeringan. Arthropoda memiliki 2-
3 segmen utama, kepala, dada dan perut. Beberapa telah berevolusi menjadi
hanya memiliki perut dan cephalothorax . Sebagian segmen tubuh hilang menjadi
pelengkap. Semua pelengkap dalam arthropoda telah berkembang menjadi
struktur yang menguntungkan arthropoda di lingkungannya, struktur tambahan
tersebut termasuk cakar, antena, sayap, sirip, dan pelengkap lainnya yang
digunakan untuk menyusui, pertahanan, penggerak, dan penerimaan sensorik.

B. Stuktur Umum Tubuh Arthropoda


Sementara arthropoda mungkin sangat berbeda dalam penampilan,
arthropoda memiliki sejumlah fitur internal dan eksternal. Ada variasi besar
dalam penampilan antara berbagai spesies arthropoda, dan tidak setiap spesies
memiliki semua fitur yang terdaftar. Namun, hal ini merupakan ciri khas dari
filum secara keseluruhan. Berikut ini adalah struktur umum tubuh arthropoda:
1. Tubuh Arthropoda beruas-ruas, dan terbagi atas caput atau kepala, thorax
atau dada, dan abdomen atau perut.
2. Memiliki eksoskeleton (rangka luar) yang tersusun atas zat kitin.
3. Bentuk tubuh simetri bilateral, triploblastik.
4. Jumlah kaki mengalami modifikasi sesuai dengan kelasnya.
5. Memiliki anggota gerak yang berpasangan dan bersegmen.
6. Beberapa bagian caput dapat bersatu.
7. Sistem peredaran darah terbuka, dalam darah tidak mengandung hemoglobin,
sehingga darah hanya berfungsi mengedarkan sari-sari makanan dan oksigen
diedarkan melalui sistem trakea.

Gambar 2.
Secara umum struktur tubuh arthropoda dibagi menjadi tiga, yaitu, kepala, toraks dan
abdomen (Sumber: Pinterest catalog, 2016)
8. Arthropoda ada yang bernapas dengan trakea, insang, paru-paru buku, dan
difusi melalui seluruh permukaan tubuh.
46
9. Alat ekskresi berupa badan malphigi dan nefridia.
10. Reproduksi secara seksual dengan peleburan gamet jantan (sperma) dan
gamet betina (ovum).

C. Alat Mulut Arthropoda


Mulut arthropoda telah berkembang menjadi beberapa bentuk, masing-
masing disesuaikan dengan gaya atau mode dari makan yang berbeda.
Kebanyakan mulut telah dimodifikasi, pelengkap berpasangan, yang dalam
bentuk leluhur akan muncul lebih seperti kaki dari mulut. Secara umum,
arthropoda memiliki mulut untuk memotong dan mengunyah, menusuk dan
mengisap, menyedot dan menyaring.

Gambar 3: Moutparts yang ada pada kepiting tapal kuda (Sumber: Pinterest catalog, 2016)

47
1. Mulut pada Chelicherata
a. Chelicherae

Gambar 4.
Chelicera yang ada pada chelicerate (Sumber: Schoolbag, 2016)

Chelicerae adalah pelengkap kelat yang digunakan untuk mengolah


makanan. Misalnya, pada kepiting tapal kuda, bentuknya seperti penjepit,
sedangkan pada laba-laba, bentuknya berongga dan berisi (atau terhubung ke)
kelenjar racun dan digunakan untuk menyuntikkan racun untuk menonaktifkan
mangsa sebelum makan. Dalam beberapa laba-laba, chelicerae memiliki gigi yang
digunakan untuk membuat lebih basah item mangsa yang berguna membantu
pencernaan oleh enzim disekresikan. Laba-laba tanpa chelicerae bergigi
menyuntikkan enzim pencernaan langsung ke mangsanya. Tungau dan kutu
memiliki berbagai chelicerae. Karnivora memiliki chelicerae untuk
menghancurkan mangsa, sedangkan herbivora dapat memiliki chelicerae yang
dimodifikasi untuk menusuk dan menghisap (seperti yang dilakukan spesies
parasit). Pada laba-laba laut, chelicerae (juga dikenal sebagai chelifores) yang
pendek dan kelat dan diposisikan di kedua sisi pangkal belalai atau kadang-kadang
vestigial.

b. Proboscis
Laba-laba laut memiliki belalai tubular yang terletak lebih didepan dari
batang tubuh, yang kemudian membuka ke mulut. Pada spesies chelifores dan
palps, belalai yang dikembangkan dengan baik, lebih fleksibel utamanya. Dalam
kasus tersebut, dapat dilengkapi dengan bulu sensorik dan pegunungan serak
yang kuat di sekitar mulut.

48
Gambar 5.
Proboscis yang ada pada laba-laba laut (Sumber: Weebly, 2016)

2. Mulut pada Crustacea


a. Maxillipeds
Sampai dengan tiga pasang pertama kaki yang dimodifikasi untuk
maxillipeds, ini membantu memanipulasi makanan dengan melewati makanan ke
depan untuk rahang agar dapat mengunyah atau ke maksila untuk memotong
menjadi potongan kecil.

Gambar 6.
Maxilliped yang ada pada crustacea (Sumber: University of Queensland, 2011)

b. Setae
Filter makanan pada crustacea berupa seta adalah pelengkap yang
dimodifikasi dan bertindak sebagai filter. Filter makan mungkin telah
dikembangkan dalam hubungannya dengan berenang, melalui adaptasi morfologi
awal terjadi pada pelengkap dari batang tubuh. Adaptasi berikutnya tampaknya
49
berupa filter yang lebih baik dan lebih maju. Pelengkap penyaring menghasilkan
arus air yang membawa makanan ke dalam jangkauan untuk koleksi oleh setae.
Setae lain dapat digunakan untuk menyikat penyaringan setae agar lebih bersih,
namun setae lain mungkin mengangkut makanan ke mulut.

Gambar 7.
Seta pada crustacea sesaat sebelum molting (Sumber: Schafer, 1967)

Gambar 8.
Setae pada crustacea dua hari setelah molting (Sumber: Schafer, 1967)

50
c. Ciri
Pelengkap dada dimodifikasi untuk makan, cirri, yang menyaring
partikel-partikel makanan dari arus air dan makanan yang telah melalui proses
seleksi ke mulut.

3. Mulut pada Uniramia

Gambar 9.
Mouthparts pada uniramia (insekta) (Sumber: Cram, 2012)

a. Labrum
Labrum adalah perpanjangan datar kepala (bawah clypeus yang), meliputi
rahang. Tidak seperti mulut lainnya, labrum adalah piringan tunggal yang
menyatu (meskipun awalnya pada berupa struktur ganda pada). Labrum adalah
bagian yang paling dari mulut dan terletak di garis tengah. Labrum berfungsi
untuk menahan makanan di tempat selama mengunyah dengan rahang dan
dengan demikian hanya dapat digambarkan sebagai bibir atas.

51
b. Mandible
Pengunyah serangga memiliki dua rahang, satu di setiap sisi kepala.
Mandible biasanya pelengkap terbesar dari pengunyah serangga, yang digunakan
untuk mengunyah item (memotong, menghancurkan, mengunyah) makanan.
Mandible membuka keluar (ke sisi kepala) dan datang bersama-sama medial.

c. Maxilla
Maxilla berpasagan memotong makanan dan memanipulasinya selama
pengunyahan. Maxilla dapat memiliki rambut dan "gigi" di sepanjang margin
dalamnya. Pada margin luar, galea adalah struktur menangkup atau dapat
digambarkan seperti sendok, yang terletak di tepi luar labium. Maxilla juga
memiliki palps, yang digunakan untuk merasakan karakteristik makanan yang
potensial.

d. Labium
Labium adalah suatu struktur tunggal, meskipun terbentuk dari dua
maxilla sekunder yang menyatu. Hal ini dapat digambarkan sebagai dasar mulut
dan berfungsi di dekat mulut serangga. Bersama dengan maxilla, labium
membantu memanipulasi makanan selama pengunyahan.

e. Hyphopharynx
Hyphopharynx adalah struktur agak bulat, timbul dari dasar labium.
Hyphopharynx membantu menelan dan melakukan peran lidah yang ditemukan
pada vertebrata besar.

f. Forcipules
Lipan, selain mulutnya, memiliki sepasang "cakar racun" atau yang
disebut dengan forcipules. Forcipules, seperti maxilla pada crustacea, merupakan
modifikasi dari kaki dan bukan mulut. Forcipules timbul dari segmen tubuh yang
pertama, melengkung ke depan dan ke garis tengah. Tip adalah taring runcing,
yang memiliki pembuka dari kelenjar racun. Forcipules digunakan untuk
menangkap mangsa yang potensial.

D. Komponen Mata pada Arthropoda


Banyak arthropoda memiliki mata majemuk, yaitu berupa mata yang
terdiri dari ribuan unit visual yang individual, masing-masing dengan lensa dan
retina sendiri. Otak menerima masukan dari masing-masing unit, dan kemudian
memvisulakannya.

52
Gambar 10.
Compund eyes pada Arthropoda (Sumber: McGraw-Hill, 2001)

Sedangkan citra yang terbentuk tidak sejelas apa yang biasa dilihat oleh
manusia, arthropoda melihat gerak jauh lebih cepat. Hal ini menjadi alasan
mengapa sulit untuk menyelinap pada lalat. Beberapa arthropoda juga memiliki
mata tunggal sederhana yang tidak membentuk gambar, tetapi hanya
membedakan terang dari gelap. Kebanyakan serangga memiliki kedua senyawa
dan mata sederhana. Pada capung dan belalang, mata sederhana ini berfungsi
sebagai detektor cakrawala. Kemampuan untuk melihat cakrawala membantu
serangga menstabilkan posisinya selama penerbangan. Sebagian besar spesies
arthropoda dengan mata majemuk menanggung hanya dua mata yang terletak
terpisah dan simetris, satu di setiap sisi kepala. Susunan ini disebut dichoptic.
Contohnya termasuk kebanyakan serangga, dan sebagian besar spesies yang lebih
besar dari crustacea, seperti kepiting. Banyak organisme lain, seperti vertebrata
dan cephalopoda yang sama dan analog dengan dichoptic, yang merupakan bagian
yang umum pada hewan yang merupakan anggota dari Bilateria dan memiliki
fungsional mata rumit. Namun, ada variasi pada skema itu. Dalam beberapa
kelompok hewan yang nenek moyangnya dichoptic, mata spesies modern dapat
ramai bersama dalam bidang median, contoh termasuk banyak archaeognatha.
Dalam kasus ekstrim mata tersebut dapat menyatu, efektif menjadi satu mata,
seperti dalam beberapa copepoda, terutama pada genus Cyclops. Satu istilah
untuk pengaturan tersebut dari mata adalah cycloptic.
Di sisi lain, beberapa mode dari tuntutan hidup adalah mempertajam
visual, dimana pada mata majemuk menuntut jumlah yang lebih besar dari
ommatidia, yang pada gilirannya menuntut mata majemuk menjadi lebih besar.
Hasilnya adalah bahwa mata menempati sebagian besar permukaan yang tersedia
dari kepala, mengurangi area frons dan vertex dan berkerumun ocelli, jika ada.
Meskipun mata majemuk secara teknis seperti masih dapat dianggap dichoptic,
Dalam kasus yang ekstrim adalah bahwa batas mata seperti bertemu, efektif
53
membentuk topi pada sebagian besar kepala. Seperti anatomi disebut holoptic.
contoh spektakuler dapat dilihat padea anisoptera dan berbagai lalat, seperti
beberapa acroceridae dan tabanidae.
Sebaliknya, kebutuhan untuk fungsi tertentu mungkin tidak memerlukan
mata yang sangat besar, tetapi membutuhkan resolusi besar dan visi stereoscopic
baik untuk serangan yang tepat. contoh yang baik dapat dilihat pada mantodea
dan mantispidae, di mana melihat mangsa dari ommatidia tertentu di kedua mata
majemuk pada saat yang sama, menunjukkan bahwa itu adalah dalam posisi yang
tepat untuk merebut dalam penyergapan jarak dekat. Mata yang sesuai
ditempatkan dalam posisi yang baik untuk multivisi, ditambah konsentrasi khusus
pada bidang median anterior. Ommatidia individu diarahkan ke segala arah
sehingga dapat melihat tempat gelap (pseudopupil), menunjukkan bahwa
ommatidia meliputi bidang pandang dari setiap posisi pada bidang median, dan
tempat lain, dua bintik-bintik gelap simetris dan identik.
Kadang-kadang kebutuhan untuk ketajaman visual dalam konflik fungsi
yang berbeda, dan bagian yang berbeda dari mata dapat disesuaikan dengan
fungsi yang terpisah, misalnya, gyrinidae menghabiskan sebagian besar masa
dewasanya hidup di permukaan air, dan memiliki dua mata majemuk yang dibagi
menjadi empat bagian, dua untuk visi bawah air dan dua untuk visi di udara. Sekali
lagi, khususnya di beberapa diptera, ommatidia di berbagai daerah mata hewan
jantan holoptic mungkin berbeda dalam hal ukuran, ommatidia atas cenderung
lebih besar. Dalam kasus beberapa ephemeroptera efeknya sangat berlebihan
bahwa bagian atas mata terangkat seperti cupcake bertingkat, sementara bagian
bawahnya berfungsi untuk penglihatan rutin terlihat seperti organ yang terpisah.
Hexapoda sedang dianalisa untuk masuk dalam kelompok mahkota
crustacea sementara penelitian molekular membuka jalan bagi hubungan ini,
Morfologi mata yang dimiliki dan juga nyata serupa. Mata pada hexapoda sangat
berbeda dari myriapoda, yang secara tradisional dianggap sebagai kelompok
saudara dari hexapoda.
Kedua ocelli dan mata majemuk yang mungkin hadir dalam nenek
moyang arthropoda pada moyang terakhir, dan mungkin apomorphic dengan
ocelli di filum lainnya, seperti annelida. Ocelli median hadir pada chelicerata dan
mandibulata, ocelli lateral juga hadir dalam chelicerata.
Tidak ada organisme fosil yang telah diidentifikasi mirip dengan nenek
moyang terakhir dari arthropoda, maka mata dimiliki oleh arthropoda pertama
tetaplah mnjadi suatu hipotesis. Petunjuk terbesar dalam penampilan arthropoda
berasal dari onychophora, yaitu garis keturunan kelompok induk yang
menyimpang segera sebelum arthropoda pertama ada. Mata makhluk ini melekat
pada otak menggunakan saraf yang masuk ke pusat otak, dan hanya ada satu area
otak dikhususkan untuk visi. Hal ini mirip dengan kabel dari ocelli median (mata
sederhana kecil) yang dimiliki oleh banyak arthropoda. Mata ini juga mengikuti
54
jalur yang sama melalui pengembangan awal organisme. Hal ini menunjukkan
bahwa mata onychophora berasal dari ocelli sederhana, dan tidak adanya struktur
mata lainnya menyiratkan bahwa leluhur arthropoda kekurangan mata majemuk,
dan hanya menggunkan ocelli median untuk merasakan terang dan gelap.
Namun, pandangan yang bertentangan mencatat bahwa mata majemuk muncul
di banyak arthropoda awal, termasuk trilobita dan eurypterida, menunjukkan
bahwa mata majemuk mungkin telah dikembangkan setelah garis keturunan
onychophora dan arthropoda, namun sebelum radiasi arthropoda. Pandangan ini
didukung jika posisi arthropoda didukung untuk senyawa pada bantalan mata
organisme Cambrian seperti anomalocaridida. Alternatif, bagaimanapun, adalah
bahwa mata majemuk berevolusi beberapa kali antara arthropoda.
1. Komponen Mata pada Trilobita
Mata trilobita memiliki tiga bentuk. Mata holochroal, yang paling umum
dan paling primitif, terdiri dari banyak lensa kecil, antara 100-15.000, ditutupi
oleh membran kornea tunggal. Ini adalah jenis mata yang paling kuno. Morfologi
mata ini ditemukan pada trilobita cambrian (awal) dan bertahan sampai
kepunahan permian.

Gambar 11.
Compound eyes pada Trilobita (Sumber: Gon, S.M., 2014)

Mata schizochroal lebih kompleks ditemukan hanya dalam satu sub ordo
dari trilobita, yaitu Phacopina. Tidak memiliki rekan modern. mata memiliki
hingga 700 lensa yang lebih besar dengan sclera individu yang memisahkan setiap
lensa. Setiap lensa memiliki kornea. mata schizochroal dikembangkan dari mata
holochroal dan lebih kuat dengan tumpang tindih pada bidang visual. Mata ini
sangat berguna untuk penglihatan malam hari dan mungkin untuk warna dan
analisis mendalam. Lensa mata dibangun dari kristal kalsit tunggal. Awal desain
mata schizochroal agak membingungkan dan tidak teratur, meskipun dibatasi
55
oleh persyaratan geometris kemasan lensa berukuran identik pada permukaan
melengkung. desain ini kemudian digunakan sebagai standar ukuran lensa.

Gambar 12.
Desain lensa Huygens 'untuk kelainan minimal (atas kiri) ditemukan dalam lensa
Crozonaspis trilobita (kanan). Jalur cahaya (kuning) yang masuk ke lensa dari kiri
datang ke dalam fokus jarak pendek di sebelah kanan lensa (biru). Pada mata
crozonaspis, badan intralensar (putih) mengoreksi lebih fokus setelah melewati lapisan
lensa luar (biru). (Sumber: Gon, S.M., 2000)

Gambar 13.
Desain lensa Descartes 'untuk kelainan minimal (atas kiri) ditemukan dalam
lensa Dalmanitina trilobita (kanan) (Sumber: Gon, S.M., 2000)

Morfologi mata ketiga dari trilobita, disebut abathochroal, ditemukan


hanya dalam Eodiscina. morfologi ini terdiri dari hingga 70 lensa yang jauh lebih
kecil. Kornea dipisahkan setiap lensa, dan sclera pada setiap lensa diakhiri di atas
satu sama kornea. Morfologi mata trilobita berguna untuk menentukan cara
hidup trilobite itu sendiri, dan dapat berfungsi sebagai indikator
Palaeoenvironmental.

2. Komponen Mata pada Crustacea dan Insekta


Saat ini telah diketahui bahwa serangga adalah clade dalam crustacea, dan
bahwa crustacea merupakan monofiletik. Hal ini konsisten dengan pengamatan
bahwa mata serangga dan crustacea berkembang dengan cara yang sangat mirip.

56
Gambar 14.
Scanning elektron mikrograf mata majemuk larva dan dewasa Gonodactyloid stomatopod
(Udang mantis). A. Komponen mata dari tahap larva planktonik pertama, pandangan
anterior. Mata pengintai berupa array bola pipih dari ommatidia berukuran serupa
dengan kemasan heksagonal rapi. Skala bar: 100 m. B.Pandangan lateral, mata udang
dewasa. Perhatikan bentuk bulat telur mata dan array ommatidial sangat kompleks,
termasuk enam baris mengangkat ommatidia yang membentuk garis tengah
khatulistiwa. Skala bar: 1 mm (Sumber: Cronin et al, 2001)

Gambar 15.
Diagram Compound eye dari Insekta (Sumber: Pearson, 2008)

Sementara kebanyakan crustacea dan beberapa larva serangga memiliki


mata median yang sederhana, seperti organ pit mata bolwig pada Drosophila dan
57
mata naupliar crustacea, beberapa kelompok memiliki larva dengan mata lateral
yang sederhana atau majemuk. Mata majemuk dari hewan dewasa berkembang di
daerah kepala terpisah dari wilayah di mana mata median larva berkembang.
Ommatidia baru ditambahkan dalam baris berbentuk setengah lingkaran di
bagian belakang mata, pada tahap pertama pertumbuhan, hal ini mengarah ke
ommatidia individu menjadi persegi, namun kemudian dalam perkembangan
mata menjadi heksagonal. Pola heksagonal akan menjadi terlihat hanya ketika
karapas panggung dengan mata persegi mengalami molting. Meskipun mata
pengintai pada peduncles terjadi pada beberapa spesies crustacea dan beberapa
serangga, hanya beberapa crustacea, seperti kepiting, menanggung matanya pada
peduncle yang diartikan memungkinkan mata untuk dilipat keluar dari jalan
kesulitan.

3. Komponen Mata pada Uniramia


Kebanyakan myriapoda menanggung stemmata, yaitu, mata lensanya
yang tunggal dan berkembang dengan pengurangan mata majemuk. Namun,
genus scutigera telah kembali berevolusi dimana mata majemuk yang terdiri dari
stemmata diulang. Ini muncul untuk tumbuh dalam baris yang disisipkan di
antara baris yang ada pada ocelli.

E. Eksoskeleton pada Arthropoda


Lapisan luar dari tubuh arthropoda adalah eksoskeleton kaku (sering
disebut cangkang) terutama terdiri dari kitin. Eksoskeleton tipis dan fleksibel di
mana sendi pelengkap berada. Otot yang melekat pada interior permukaan
Eksoskeleton dapat menarik menentangnya, menyebabkan sendi hewan
menekuk. Banyak arthropoda dapat menggunakan pelengkap bersendi yang
dimiliki untuk melakukan gerakan kompleks. Sementara kitin sulit, dengan
mudah rapuh.

Gambar 16.
Eksoskeleton pada Arthropoda (Sumber: Encyclopaedia Britannica, 1996)
58
Seperti arthropoda bertambah besar, Eksoskeleton juga harus menjadi lebih tebal
untuk menahan tarikan otot yang lebih besar tanpa melonggar. Namun,
peningkatan ketebalan Eksoskeleton menambah berat badan, membatasi ukuran
yang dapat dicapai arthropoda.
Eksoskeleton kelompok arthropoda yang berbeda sangat bervariasi
ketebalan. Jika anda pernah mencoba untuk memukul serangga besar, Anda tahu
bahwa eksoskeleton sulit untuk dihancurkan. Crustacea, sebagai permisalan,
memiliki eksoskeleton yang tebal dan tidak fleksibel. Sebagai perbandingan,
eksoskeleton serangga lain dan beberapa arakhnida cukup lembut dan fleksibel.
Terlepas dari sifat arthropoda ini ekoskeleton, memberikan perlindungan dari
cedera dan membantu untuk mencegah kehilangan air.
Eksoskeleton pada arthropoda khas karena struktur berlapis-lapis
dengan empat wilayah fungsional. Epicuticle, procuticle, epidermis dan membran
basal Dari jumlah tersebut, epicuticle adalah penghalang eksternal multilayer,
terutama pada arthropoda darat, bertindak sebagai penghalang terhadap
pengeringan. Kekuatan eksoskeleton disediakan oleh procuticle dibagian dasar
yang pada gilirannya disekresikan oleh epidermis. Kutikula pada arthropoda
adalah material komposit biologis, yang terdiri dari dua bagian utama rantai
berserat alpha kitin dalam matriks seperti sutra dan globular protein, yang paling
terkenal adalah protein karet yang disebut resilin. Kelimpahan relatif dari dua
komponen utama ini bervariasi dari sekitar 50/50 ke 80/20 protein chitin, dengan
bagian-bagian lembut dari eksoskeleton memiliki proporsi yang lebih tinggi dari
kitin.
Kutikula lembut ketika pertama kali dikeluarkan, tetapi segera mengeras
seperti yang diperlukan, dalam proses sclerotization. Proses ini kurang dipahami,
tetapi melibatkan bentuk tanning di mana bahan kimia fenolik molekul protein
crosslink atau jangkar untuk molekul sekitarnya seperti kitin. Bagian dari efek ini
adalah untuk membuat bahan hidrofobik yang kecokelatan. Dengan
memvariasikan jenis interaksi antara protein dan kitin, metabolisme serangga
menghasilkan daerah eksoskeleton yang berbeda dalam perilaku basah dan
kering, warna dan sifat mekanik yang ada.
Dua lapisan kutikula memiliki sifat yang berbeda. Lapisan luae di mana
sebagian besar penebalan, biomineralization dan sclerotisation berlangsung, dan
materialnya cenderung kuat di bawah tekanan kompresif, meskipun lemah di
bawah tekanan. Ketika wilayah kaku gagal di bawah tekanan, bagian itu kemudian
retak. Lapisan dalam disaat bersamaan lembut namun juga keras yang menolak
tegangan tarik tetapi dikenakan kegagalan di bawah kompresi.
Kombinasi ini sangat efektif dalam melawan predasi, predator cenderung
mengerahkan kompresi pada lapisan luar, dan ketegangan di bagian dalam.
Derajat dari sclerotisation atau mineralisasi menentukan bagaimana kutikula
merespon deformasi. Di bawah tingkat tertentu perubahan deformasi bentuk
59
atau dimensi kutikula yang elastis dan bentuk asli kembali setelah stres dihapus.
Di luar itu tingkat deformasi, non-reversibel, deformasi plastik terjadi sampai
akhirnya kutikula retak atau pecah. Umumnya, semakin sedikit sclerotised
kutikula, semakin besar deformasi yang dibutuhkan untuk merusak kutikula
irreversibel. Di sisi lain, lebih berat kutikula adalah lapis baja, semakin besar stres
yang dibutuhkan untuk merusak hal itu.

F. Segmentasi pada Arthropoda


Pada arthropoda, segmen tubuh individu sering hanya ada selama tahap
larva. Sebagai contoh, ketika anda melihat sebuah larva kupu-kupu (ulat), anda
dapat dengan mudah melihat bahwa ulat itu memiliki banyak segmen. Namun,
jika anda melihat dekat pada kupu-kupu dewasa, anda akan melihat hanya tiga
deerah tubuh atau segmen. Dalam kebanyakan arthropoda banyak segmen tubuh
sekering selama pengembangan untuk membentuk tiga daerah yang berbeda
kepala (wilayah tengah tubuh), dan perut. Pada beberapa arthropoda, seperti
kepiting, kepala menyatu dengan thorax untuk membentuk daerah tubuh yang
disebut cephalothorax.
Sebagai aturan, eksoskeleton arthropoda dibagi menjadi unit-unit
fungsional yang berbeda, masing-masing terdiri dari serangkaian segmen yang
dikelompokkan. Kelompok tersebut disebut tagma, dan tagma disesuaikan
dengan fungsi yang berbeda pada tubuh arthropoda. Misalnya, tagma serangga
termasuk kepala, yang merupakan kapsul yang menyatu, dada merupakan kapsul
tetap, dan perut biasanya dibagi menjadi rangkaian yang disebut segmen. Setiap
segmen memiliki sclerit sesuai dengan kebutuhan untuk kekakuan eksternal,
misalnya, pada larva dari beberapa lalat, tidak ada sama sekali dan eksoskeleton
secara efektif menjadi semua membran, perut seekor lalat dewasa ditutupi dengan
sclerit cahaya yang dihubungkan oleh sendi kutikula membran. Pada beberapa
kumbang sebagian besar sendi begitu erat terhubung, bahwa tubuh praktis dalam
lapis baja, kotak kaku. Namun, pada sebagian besar arthropoda tagma tubuh
begitu terhubung dan bersendi dengan kutikula fleksibel dan otot-otot yang
dimiliki setidaknya beberapa kebebasan bergerak, dan banyak hewan seperti
chilopoda atau larva nyamuk memang sangat fleksibel dalam bergerak. Selain itu,
anggota badan arthropoda yang disambung, sehingga karakteristik ini sesuai
dengan nama “Arthropoda” secara harfiah berarti “kaki bersendi” dalam refleksi
dari fakta. Permukaan internal eksoskeleton sering membentuk satu set struktur
yang disebut apodem yang berguna untuk lampiran otot, dan secara fungsional
sebesar komponen endoskeletal, sangat kompleks dalam beberapa kelompok,
terutama pada crustacea.

60
G. Molting pada Arthropoda
Sebuah eksoskeleton tangguh melindungi arthropoda dari predator dan
membantu mencegah kehilangan air. Tapi eksoskeleton tidak bisa tumbuh lebih
besar, sehingga arthropoda tidak bisa hanya tumbuh lebih besar, karena banyak
hewan lain. Bayangkan meledakkan balon dalam minuman ringan setelah itu pada
titik tertentu balon tidak dapat menjadi lebih besar. Arthropoda memiliki
permasalahan yang sama. Dalam proses yang disebut ekdisis arthropoda
menumpahkan dan membuang eksoskeleton yang dimiliki secara berkala.
Molting dipicu oleh pelepasan hormon tertentu. Tepat sebelum molting, sebuah
bentuk eksoskeleton baru di bawah yang lama. Ketika eksoskeleton baru
sepenuhnya terbentuk, yang lama terbuka. Kemudian muncul yang baru,.
Eksoskeleton masih lembut, eksoskeleton baru mengeras dalam beberapa jam
atau beberapa hari, tergantung pada spesies.

Gambar 17.
Diagram Segmentasi pada Arthropoda (Sumber: Damen, 1998)

Sifat kimia dan fisik dari eksoskeleton arthropoda membatasi


kemampuannya untuk meregangkan atau berubah bentuk sebagai hewan
tumbuh. Dalam beberapa kasus khusus, seperti perut ratu rayap dan semut
honeypot berarti bahwa pertumbuhan berkelanjutan dari arthropoda tidak
mungkin. Oleh karena itu, pertumbuhan periodik dan terkonsentrasi dalam
periode waktu ketika eksoskeleton ditumpahkan, disebut molting atau ekdisis
yang berada di bawah kendali hormon yang disebut ekdison. Moulting
merupakan proses yang kompleks yang selalu berbahaya bagi arthropoda yang
61
terlibat. Sebelum eksoskeleton lama ditumpahkan, kutikula memisahkan diri dari
epidermis melalui proses yang disebut apolysis. Kutikula baru diekskresikan oleh
epidermis yang mendasarinya, dan garam mineral biasanya ditarik dari kutikula
lama untuk digunakan kembali. Setelah kutikula lama ditumpahkan, arthropoda
biasanya memompa tubuhnya (misalnya, dengan udara atau air intake) untuk
memungkinkan kutikula baru untuk memperluas ke ukuran yang lebih besar,
proses pengerasan oleh dehidrasi kutikula kemudian terjadi. Arthropoda yang
baru molting biasanya pucat dalam warna. Hal ini biasanya menggelapkan atau
keuntungan warna sebagai eksoskeleton yang mengeras.
Meskipun proses ekdisis secara metabolik berisiko dan mahal, itu
memang memiliki beberapa keuntungan. Untuk satu hal itu memungkinkan
siklus pengembangan kompleks metamorfosis di mana hewan muda mungkin
benar-benar berbeda dari fase yang lebih tua, seperti larva nauplius dari crustacea,
nimfa katakanlah dari odonatan atau larva endopterygota, seperti belatung dari
lalat, tahap larva tersebut umumnya memiliki peran dalam kehidupan dan siklus
ekologi yang sama sekali berbeda dari hewan dewasa. Kedua, sering cedera dalam
satu fase, seperti hilangnya kaki dari nimfa serangga, atau cakar dari kepiting
muda, dapat diperbaiki setelah satu atau dua tahap ekdisis. Demikian pula, bagian
halus yang perlu penggantian periodik, seperti permukaan luar dari lensa mata
laba-laba, atau rambut pada ulat bulu, bisa ditumpahkan, membuat jalan untuk
struktur baru.

H. Respirasi pada Arthropoda


Mayoritas arthropoda darat bernafas melalui jaringan tabung udara halus
yang disebut trake, memberikan oksigen ke seluruh tubuh. Katup yang
mengontrol aliran udara melalui spirakel dan mencegah kehilangan air adalah
adaptasi kunci untuk arthropoda pertama yang menyerbu tanah lebih dari 400
juta tahun yang lalu.

62
Gambar 18.
Struktur organ respirasi pada beberapa serangga. A. Sistem trakea pada serangga. B.
Pipa air pada kalajengking. C. Tabung udara pada larva nyamuk. D. Trakea pada insekta.
E Paru-paru buku pada Limulus. F. Paru-paru buku pada laba-laba. G. Podobranchial
pada crustacea. H. Insang plural pada crustacea. I. Insang seperti daun pada nimfa lalat
betina. J. Insang bertaut yang ada pada larva arthropoda air
(Sumber: Biology Discussion, 2016)

Arthropoda bernafas dalam berbagai cara, memanfaatkan segala sesuatu


dari sistem trakea unik beberapa arthropoda darat, insang untuk arthropoda air.
Sistem trakea unik untuk beberapa arthropoda darat, dan melibatkan udara
memasuki sistem yang masuk ke lubang kecil yang disebut spirakel. Ini
menyebabkan sistem tabung, yang disebut trakea. Cabang ini lebih jauh untuk
63
menjadi trakeola, melalui jalur mana udara lewat, kemudian sampai ke individu
atau kelompok kecil dari sel-sel di dalam tubuh. Terdapat wilayah yang luas yang
disediakan oleh sel-sel ini untuk pertukaran pernafasan. Arthropoda merupakan
tiga per empat dari kerajaan hewan dan menghuni berbagai habitat. Arthropoda
menghirup udara serta air. Organ pernapasan bervariasi sesuai dengan cara hidup
mereka seperti yang dijelaskan di bawah ini.
1. Organ respirasi pada crustacea
Pada crustacea kecil, seperti copepoda dan ostracods oksigen hanya
berdifusi melalui permukaan tubuh karena hewan-hewan kecil memiliki luas
permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan massa tubuh. Pada sebagian
besar crustacea insang adalah organ pernapasan utama. Pada insang udang diapit
ruang insang pada setiap sisi cephalothorax dan ditutupi oleh karapas, bagian
dalam disebut branchiostegite.
a. Epipodites
Epipodites seperti struktur membran yang melekat pada coxa dari tiga
maxilliped. Bagian ini melaksanakan fungsi pernafasan. Insang dianggap sebagai
organ pernapasan utama dari tiga jenis yang ada pada udang, yaitu podobranchs,
arthrobranchs dan pleurobranchs.
b. Podobranchs
Podobranchs adalah salah satu sepasang insang kecil yang melekat pada
coxa dari maxilliped yang kedua.
c. Arthrobanchs
Arthrobranchs dua pasang, satu kecil dan yang lain yang lebih besar,
melekat pada membran arthrodial dari maxilliped yang ketiga.
d. Pleurobranchs
Pleurobranchs adalah 5 pasang insang melengkung terpasang di ruang
insang pada margin luar cephalothorax, dari punggung ke kaki. Insang lamellae
yang datar, seperti pelat diatur sejajar satu sama lain seperti halaman buku.
Saat air mengalir melalui ruang insang oleh aksi scaphognathite yang
merupakan embel seperti kipas dari rahang atas dan terletak di dekat pintu masuk
ruang insang. Hal ini juga disebut baler karena memaksa air melalui ruang insang.
Air segar memasuki ruang insang dari belakang dalam bentuk arus. Insang yang
sangar vascular seperti piring ditutupi dengan membran permeabel untuk
lewatnya gas.

2. Organ respirasi pada arachnida


Kalajengking bernafas melalui empat pasang paru-paru buku atau
kantung paru yang terbuka ke luar melalui empat pasang stigma di sisi ventral dari
mesosoma.
Paru-paru buku seperti struktur, di mana ada lipatan halus yang disusun
seperti daun buku. lipatan ini kaya dengan darah. Empat pasang paru-paru buku
64
yang terletak di segmen mesosomal ketiga, keempat, kelima dan keenam. Setiap
paru-paru buku terdiri dari rongga udara atau ruang atrium di sisi ventral yang
membuka ke sisi luar oleh ventilator atau stigma yang terbuka di sisi ventro lateral
sternum. Punggung bagian dari paru buku terdiri dari hampir 150 lipatan vertikal
atau lamella diatur seperti daun buku. Setiap lamella adalah struktur berongga,
terbuat dari dua lapisan tipis epitel pernapasan.
Masuknya udara diparu-paru buku dipengaruhi oleh aksi otot dorso-
ventral dan atrium. Kontraksi otot dorso-ventral menekan ruang paru sehingga
udara dari ruang dipaksa keluar melalui stigma. Ketika otot-otot atrium
berkontraksi paru-paru buku meluas menciptakan vakum dan mengisap udara
segar melalui stigma.

3. Organ respirasi pada insekta


Mayoritas serangga menghirup udara melalui suatu sistem pertukaran gas
yang rumit dan paling efisien yang terbuat dari percabangan tabung udara elastis
atau trakea disebut sistem trakea. Pada sebagian besar sistem serangga trakea
berfungsi untuk transportasi oksigen dan karbon dioksida. Setiap trakea adalah
tabung udara dilapisi dengan sel epitel dan pegunungan spiral disebut taenidia.
Trakea terbuka secara eksternal oleh bukaan kecil yang disebut spirakel melalui
udara memasuki sistem. Trakea tersebut bercabang menjadi cabang-cabang yang
lebih halus disebut trakeola kemudian ke kapiler udara tanpa bagian dalam
pegunungan taenidia. Pernapasan dipengaruhi oleh otot tergo sternal, pasangan
yang menghubungkan sisi dorsal tubuh dengan sisi ventral dan karenanya
kontraksi menekan rongga perut memaksa pesawat untuk pindah. Relaksasi dari
otot-otot ini membawa rongga perut ke dalam bentuk aslinya, mengisap udara ke
dalam tabung trakea.
Pada banyak serangga air seperti lalat capung dan capung larva terdapat
insang trakea untuk respirasi dalam air. Insang trakea adalah ekstensi daun seperti
pada segmen perut terminal yang membawa epitel pernapasan.
Di dalam tubuh kecoa ada tiga pasang paralel batang trakea longitudinal,
satu punggung, satu ventral dan sepasang lateral, yang dihubungkan bersama-
sama oleh commissures melintang. Lapisan kutikula dari trakea ini adalah spiral yang
menebal untuk membentuk taenidia yang mencegah tabung trakea dari
keruntuhan. Trakeola beranastomosis dan menembus di seluruh bagian tubuh
dan terhubung ke jaringan otot dan sel-sel. Trakeola memiliki diameter hanya 1
mikron saja dan rongga intraseluler serta dinding sangat tipis dan tanpa kutikula.
Sebaliknya trakeola berbaris oleh protein yang disebut trakein dan biasanya diisi
dengan cairan yang larut berisi oksigen dan berdifusi ke jaringan. Sistem trakea
membawa oksigen langsung ke sel-sel tubuh dan tidak memerlukan darah untuk
mengangkutnya. Umumnya ada 10 pasang spirakel pada serangga, dua pasang
pada toraks dan delapan pasang pada perut.
65
I. Ekskresi pada Arthropoda
Arthropoda terrestrial memiliki sistem ekskresi unik yang efisien
menghemat air dan menghilangkan limbah metabolik. Sistem ini merupakan unit
ekskretoris disebut tubulus malpighi, ekstensi fingerlike dari usus arthropoda yang
bermandikan darah. Air dan partikel kecil yang terlarut dalam darah bergerak
melalui tubulus dan ke usus arthropoda. Sebagian cairan bergerak melalui usus,
sebagian besar air, ion berharga, dan metabolit dari cairan yang diserap ke dalam
jaringan tubuh arthropoda oleh osmosis. Limbah metabolik tetap dalam usus dan
akhirnya meninggalkan tubuh melalui anus.
Arthropoda aquatik menggunakan serangkaian reaksi metabolisme
untuk mengkonversi nitrogen amonia. Amonia sangat beracun sehingga harus
disiram turun sehingga organisme tidak mati. disiram turun amonia ini kemudian
dikeluarkan melalui membran permeabel, sering kali insang. Semua crustacea
menggunakan sistem ini dan karena fakta bahwa ia menggunakan banyak air
sehingga amonia dipermudah inilah alasan mengapa crustacea tidak menjadi
arthropoda darat.
Laba-laba (Araneae) adalah salah satu jenis arthropoda. Laba-laba
menggunakan sistem tubulus malpighi dan mengeluarkan limbah hasil
metabolisme melalui anus. Beberapa spesies yang lebih tua dari laba-laba bahkan
menggunakan ginjal kecil, tetapi hal ini membutuhkan banyak air. Contoh lain
dari arthropoda adalah lobster (Nephropidae). Lobster mengeluarkan limbah
seperti kebanyakan arthropoda air lakukan. Limbah yang dikeluarkan melalui
insang dan kelenjar pencernaan.

66
Gambar 19.
Sistem Eksresi pada Semut (Sumber: Purves et al, 1994)

Namun, lobster juga mampu buang air kecil dari organ yang disebut
kelenjar hijau di dasar dari antena. Kepiting tapal kuda (Limulidae) adalah contoh
lain dari arthropoda. Kepiting tapal kuda menggunakan metode campuran antara
arthropoda darat dan air untuk mengeluarkan limbah. Kepiting tapal kuda
mengeluarkan limbah melalui insang sementara pada saat yang sama mampu
mengeluarkan kotoran melalui anus dan mengeluarkan urin dengan
menggunakan ginjal.

J. Sistem Syaraf pada Arthropoda


Sebuah titik hitam kecil di lantai keramik putih. Anda tahu apa itu laba-
laba, dan bereaksi cepat kilat ketika anda mencoba untuk memukul balik mereka!
Mata kecil mendeteksi gerakan anda dan delapan kaki kekuatan tubuh makhluk
kecil keluar dari bahaya. Semua ini terjadi karena sistem saraf laba-laba
dikoordinasikan oleh otaknya.

67
Gambar 20.
Sistem syaraf pada belalang (Sumber: Encyclopaedia Britannica, 2002)

Arthropoda memiliki sistem saraf kecil tapi rumit yang memungkinkan


untuk mendeteksi dan bereaksi terhadap dunia di sekitarnya. Sistem saraf adalah
bagaimana lalat menghindar, bagaimana lobster untuk makanan di lautan, dan
bagaimana kalajengking menggunakan ekornya menyengat mangsanya. Tubuh
tersegmentasi dan lapis baja dari rumah arthropoda, saraf yang membantu
bertahan hidup dan berkembang. Filum Arthropoda adalah kelompok besar,
meliputi lebih dari satu juta spesies dan membuat lebih dari 80% dari semua
hewan yang hidup. Dari laba-laba dan kalajengking, untuk kaki seribu dan lipan,
serangga seperti lalat dan kumbang dan lebah, dan crustacea seperti udang dan
lobster, arthropoda secara luas disesuaikan dengan banyak lingkungan yang
berbeda.
Jadi dengan semua keragaman itu, masuk akal bahwa ada banyak variasi
dalam bagaimana sistem saraf arthropoda telah membantu setiap artropoda
beradaptasi dengan lingkungan yang spesifik.
Sistem saraf arthropoda mungkin cukup sederhana, tapi punya beberapa
bagian yang berbeda itu yang mungkin dikenali. Pada akhir kepala arthropoda
terdapat otak, bundel sel saraf yang membantu mengkoordinasikan gerakan dan
reaksi sensorik. otak berada di atas dan kadang-kadang mengelilingi tabung
makan, atau kerongkongan, sistem pencernaan serangga.
Dari otak ke bagian belakang arthropoda, sesuatu yang mirip dengan
sumsum tulang belakang tetapi tali saraf ini agak sedikit berbeda. Untuk memulai,
ada dua, bukan satu, dan dijalankan sepanjang perut, atau ventral, samping dan
tidak kembali, atau punggung. Pada struktur terlihat sedikit seperti tangga.
Ini set yang dipasangkan dari tali saraf, yang dikenal sebagai tali saraf
ventral mengirimkan pesan sepanjang tubuh. Kedua tali paralel dihubungkan

68
dengan mengulang segmen saraf yang terlihat seperti anak tangga. Ini
mengulangi, segmen anak tangga seperti saraf yang dikenal sebagai komisura, dan
memiliki cabang keluar dari masing-masing segmen tubuh arthropoda untuk
menghubungkan tali saraf paralel di seluruh permukaan ventral.
Tempat di mana cabang komisura keluar membentuk bundel besar saraf
sensorik dan motorik di setiap segmen tubuh; bundel ini disebut ganglia
segmental (ganglion tunggal), dan berfungsi sebagai gudang pusat di mana saraf
lainnya bercabang ke ekstremitas arthropoda di segmen itu. Ingat dari hotel dasar
biologi sistem saraf bahwa saraf sensorik membawa pesan berbasis rasa seperti
rasa dan sentuhan menuju otak, saraf motorik membawa pesan dari otak untuk
menggerakkan otot arthropoda dan bereaksi terhadap stimulus sensorik.
Kebanyakan arthropoda memiliki bundel ganglion sekunder bawah
kerongkongan, yang disebut ganglion subesophageal. Cara mudah untuk
mengingat organ ini adalah awalan sub yang berarti di bawah atau di bawah jadi,
berarti subesophageal ‘bawah kerongkongan’.

K. Sistem Sirkulasi pada Arthropoda


Arthropoda memiliki apa yang dsebut sistem peredaran darah terbuka.
Sistem ini terdiri hati dorsal dan arteri. Jantung dan pembuluh darah dapat sangat
terbatas, untuk tubuh serangga, atau sangat diperpanjang, untuk tubuh kepiting.
darah dipompa oleh jantung. Kemudian bergerak melalui rongga tubuh untuk
mencapai organ internal. Tidak ada pembuluh darah untuk membawa kembali
darah ke jantung. Hal ini untuk alasan bahwa darah untuk serangga disebut
“hemolymph”. Gerakan tubuh yang teratur memungkinkan darah untuk
melakukan perjalanan ke dorsal, juga dikenal sebagai perikardial, sinus. katup
kecil terbuka dari hati untuk hemolymph serangga untuk memasukkan
mendengar sekali lagi. Siklus tersebut kemudian diulang selama kehidupan
serangga. Sistem peredaran darah juga berperan dalam pertahanan organisme
tersebut.
Peredaran darah untuk serangga sistem peredaran darah terbuka. Sistem
ini menghancurkan parasit internal, dan menghasilkan racun untuk mengusir
predator. Dalam beberapa serangga, sistem peredaran darah dengan cara sebagai
termoregulasi di mana membantu menyesuaikan dengan dingin atau panas tubuh.
Sebuah kapal punggung, jantung, penting untuk sistem peredaran darah yang
mengalir melalui dada dan perut. Biasanya ini adalah struktur membran yang
rapuh yang mengumpulkan hemolymph untuk membawa ke arah kepala. Jantung
dibagi menjadi segmen yang dipisahkan oleh katup. Otot alary yang melekat pada
dinding ruang masing-masing. Aliran darah dikontrol oleh kontraksi peristaltik.
Pada dasarnya, hemolymph mengalir melalui jantung ke kepala. Kemudian
hemolymph mengalir ke organ internal. Aliran darah kemudian mengalir ke arah

69
yang berlawanan dari hati dan mencapai akhir yang mengalir kembali ke jantung.
denyut jantung bervariasi antara masing-masing serangga.

Gambar 21.
Sistem sirkulasi pada Belalang (Sumber: Pearson, 2008)

Darah untuk laba-laba tidak berwarna dan juga disebut hemolymph.


Sirkulasi nutrisi transportasi darah ke seluruh tubuh. Tidak hanya melakukan itu,
tapi itu membantu dalam fungsi rangka tubuh. Darah laba-laba ini digunakan
untuk meningkatkan tekanan ketika moltin atau proses pengelupsan kulit, dan
peregangan kaki. Laba-laba seperti serangga dimana bahwa tidak ada pembuluh
darah untuk memungkinkan aliran darah. Laba-laba memiliki hemolymph
dipompa melalui jantung yang kemudian masuk ke sinus yang mengelilingi organ
internal. darah mengandung hemocyanin yang merupakan protein pernapasan,
hemolymph warna biru samar yang jelas. Kapal punggung, jantung terletak di
perut dan tidak dibagi menjadi segmen, itu seperti sebuah tabung. Melalui
70
kontraksi, aorta darah dapat bergerak ke dan melewati anterior jantung. Jantung
memungkinkan hemolymph memasukkan salah satu ujung hati dan
meninggalkan di ujung lain dari itu.

71
BAB V
SUBFILUM TRILOBITA
A. Pendahuluan
Trilobita adalah subfilum yang punah dari Arthropoda (yang paling
beragam filum pada bumi dengan hampir satu juta spesies dijelaskan).
Arthropoda juga berisi semua fosil dan hidup krustasea, laba-laba, serta serangga
dan beberapa lainnya merupakan kelompok yang punah. Trilobita adalah jenis
yang sangat penting dan beragam invertebrata laut yang hidup pada Era
Paleozoic.
Trilobita secara eksklusif berada dilaut yaitu pada semua jenis lingkungan
laut, dan berkisar dalam ukuran kurang dari satu sentimeter atau hampir satu
meter. Trilobita pernah menjadi salah satu kelompok hewan paling sukses dan
deposito fosil tertentu, terutama di Cambrian, Ordovisium, dan periode
Devonian, trilobita sangat berlimpah. Hal yang paling menakjubkan dari trilobite
hingga saat ini adalah bentuk tubuhnya. Trilobita diwakili dengan baik pada fosil
record karena mineral (biasanya kalsium karbonat trilobita dan dengan demikian
serupa dasar mineralogi ke clam shell), exoskeleton kokoh, yang akan menjadi
lebih tebal dan kuat (dan sulit untuk istirahat) dari cangkang kepiting modern.
Selanjutnya, menjadi arthropoda, trilobite molted saat trilobita tumbuh, sehingga
setiap trilobite tunggal mampu meninggalkan banyak, banyak kerangka yang bisa
menjadi fosil. Sebagian besar dari apa yang diketahui tentang trilobita berasal dari
dari mineral exoskeleton, dan bahkan shell eksternal tidak memberikan banyak
informasi tentang apa yang hewan trilobite yang tampak seperti dalam shell.
Paling menonjol, sementara yang diawetkan sebagai bagian dari kerangka
sehingga memiliki ide yang sangat baik tentang bagai trilobite tampak dan
dioperasikan. Selain itu, ada beberapa kasus yang jarang terjadi pada trilobita
ketika tidak hanya eksternal shell tetapi juga jaringan lunak trilobita diawetkan
termasuk kaki trilobita, usus, dan antena. Menariknya, sedangkan shell eksternal
berbeda cukup banyak di seluruh spesies trilobite yang berbeda anatomi internal
lebih kekal dalam hal apapun.

72
Gambar 1.
Asaphus kowalewskii (Sumber: Casey, 2016)

Gambar 2.
DalSMnities limulurus (Sumber: Casey, 2016)

73
Gambar 3.
Isotelus iowensis (Sumber: Casey, 2016)

Gambar 4.
Phacops milleri (Sumber: Casey, 2016)

74
Gambar 5.
Olenellus sp. (Sumber: Casey, 2016)

Gambar 6.
Comura sp (Sumber: Casey, 2016)

75
Gambar 7.
Walliserops trifurcates (Sumber: Casey, 2016)

Awalnya, Trilobita muncul secara tiba-tiba di batuan usia Bawah


Cambrian (522-530 SM) yang saat ini menjadi Skandinavia dan Eropa Timur.
Segera setelah itu trilobita juga muncul di Cina, Amerika Utara, Antartika, dan
Australia serta kemudian ditemukan di seluruh dunia. Sejarah awal evolusi
trilobite menunjukkan pola biogeografi diferensiasi yang diambil dengan bukti
lain menunjukkan bahwa mungkin ada beberapa periode yang signifikan evolusi
trilobite sebelum mereka benar-benar muncul dalam catatan fosil. Perkiraan saat
ini menunjukkan bahwa meskipun trilobita paling awal muncul dalam catatan
fosil sekitar 525 SM mereka mungkin berasal 550-600 SM. Alasan mengapa
kerabat awal mungkin memiliki catatan fosil tetap tidak jelas tetapi mungkin
termasuk fakta bahwa mereka masih kecil, tidak memiliki cangkang keras, atau
mereka sangat langka dan terbatas pada lingkungan dimana mereka berada.
Trilobita terus diversifikasi ke Ordovician, tapi dipukul sangat keras oleh
akhir Ordovisium hingga kemudian terjadi kepunahan massal. Sebagian trilobita
mampu pulih setelah akhir kepunahan massal Ordovisium, hanya untuk terkena
lagi oleh kepunahan massal Devonian. Keragaman Trilobita gagal lahir kembali
setelah zaman Devon berakhir dan kelompok itu akhirnya musnah selama
kepunahan massal terbesar dari semua waktu di akhir Permian. Memang seperti
diketahui bahwa bagian dari alasan trilobita tidak lagi ada merupakan fakta bahwa
mereka bernasib sangat buruk selama masa kepunahan masal.
Trilobita adalah subfilum yang begitu mengesankan dari filum
arthropoda, dimana trilobite memiliki variasi ukuran dan keragaman. Trilobita
terdiri dari 10 ordo yang 150 famili yang mencakup 5.000 ordo serta dari 5.000
ordo tersebut mencakup 20.000 spesies.

76
Gambar 8.
Keanekaragaman Trilobita (Sumber: Casey, 2016)

Gambar 9.
Variasi ukuran Trilobita (Sumber: Casey, 2016)

Seperti telah disebutkan, trilobita menunjukkan variasi yang


mengesankan dalam ukuran, dari bawah 1 mm untuk lebih dari 70 cm
panjangnya, meskipun trilobite rata mungkin sekitar 5-6 cm.

B. Anatomi Trilobita
Nama trilobite mengacu pada tiga bagian tubuh yang memanjang: bagian
tengah, yang dikenal sebagai lobus aksial; dan dua lobus di kedua sisi lobus aksial,
dikenal sebagai lobus pleura. Trilobita juga dipisahkan menjadi tiga bagian dari

77
depan ke belakang dikenal sebagai tagmata: cephalon, atau kepala; bagian tengah
terdiri dari beberapa segmen dikenal sebagai dada, dan bagian posterior, atau
pygidium (jamak = pygidia). Beberapa trilobite memiliki duri yang berasal dari
sudut genal, dalam hal ini disebut duri genal.

Gambar 10.
Diagram anatomi eksternal dari Trilobita (Sumber: Casey, 2016)

Gambar 11.
Diagram anatomi eksternal dari Trilobita (Sumber: Casey, 2016)

Diagram sebelumnya menggambarkan dorsal permukaan (atas atau


belakang) dari trilobite. Di bawah ini adalah diagram dari ventral (perut)
78
morfologi trilobite. Sebuah fitur morfologi ventral penting dari trilobita adalah
piring kalsifikasi dekat mulut dikenal sebagai hypostome. Hypostome yang
diduga telah digunakan untuk makanan. Mungkin secara kaku atau fleksibel yang
melekat pada cephalic doublure, dan dapat menampilkan berbagai bentuk
termasuk poin atau garpu berbentuk proyeksi.

Gambar 11.
Bagian ventral dari Ceraurus whittingtoni (Sumber: Casey, 2016)

Kerang trilobita sering diawetkan sebagai fosil karena mineralisasi


exoskeleton yang mengeras dengan kalsit. Tungkai trilobia, bagaimanapun, jarang
dalam catatan fosil karena tidak memiliki lapisan mineral keras dari kalsit. Untuk
merekonstruksi ekstremitas morfologi, harus bergantung pada trilobita yang
benar-benar diawetkan, mempertahankan kedua jaringan keras dan lunak sebagai
fosil. Spesimen Triarthus eatoni dari yang berasal dari Ordovician Beecher wilayah
di bagian utara New York adalah contoh dari trilobita pyritized (anggota tubuh
diganti dengan pirit mineral yang berisi besi dan Sulfur) yang melindungi jaringan
lunak seperti antenna dan pelengkap. Trilobita memiliki pelengkap biramous,
dimana setiap pelengkap terdiri dari dua ranting. Pelengkap ini bercabang dan
ditemukan disepanjang tubuh serta berpasangan, dengan beberapa pasang pada
cephalon, satu pasangan per segmen toraks, dan beberapa pasang kecil di
pygidium. Tidak seperti banyak arthropoda modern dengan banyak anggota
badan khusus, anggota badan dari trilobita dasarnya sama dari depan ke belakang,
hanya berbeda dalam ukuran. Bagian atas cabang, atau cabang insang, adalah
lembut, struktur filamen yang digunakan untuk mendapatkan oksigen dari air.

79
Cabang itu yang lebih rendah adalah kaki berjalan yang digunakan untuk
bergerak. Cabang-cabang insang terletak langsung di bawah shell trilobita.

Gambar 12.
Diagram dan spesimen dari Triarthus eatoni (Sumber: Casey, 2016)

Gambar 13.
Tampak dekat dari Olenoides serratus (Sumber: Casey, 2016)

80
Gambar 14.
Rekonstruksi kaki dari Teatrise (Sumber: Casey, 2016)

Banyak clades yang berbeda dari trilobita mampu meregangkan segmen


toraks untuk cephalon beristirahat di pygidium. Proses melenturkan menjadi bola
adalah dikenal sebagai istilah menggulung. Beberapa trilobita bahkan memiliki
struktur yang memungkinkan cephalon dan pygidium untuk saling untuk klop
dengan erat.

Gambar 15.
Trilobita menggulung secara penuh (Sumber: Casey, 2016)
81
Trilobita memiliki mata majemuk, terdiri dari berbagai lensa kalsit. Mata
lensa individu yang tidak terpisah dikenal sebagai holochroal. Semua lensa dalam
holochroal berbagi mata kornea tunggal atau penutup. Mata di mana lensa
individu dipisahkan oleh bahan exoskeleton dikenal sebagai schizochroal. Dalam
mata schizochroal, setiap lensa memiliki kornea sendiri. Mata Holochroal dan
schizochroal mungkin telah sama-sama mahir memungkinkan trilobita untuk
melihat benda-benda statis, tapi mata schizochroal lebih mahir mendeteksi
gerakan.

Gambar 16.
A) Mata Holocroal dan B) Mata Schizocrhoal (Sumber: Casey, 2016)

Tipe mata holochroal berevolusi pertama, sedangkan tipe mata


schizochroal berevolusi hanya satu kelompok trilobita, Orde Phacopida, dan
mungkin berkembang sekitar tahun akhir Cambrian.

Gambar 17.
A) Erbenochile erbenii, B) Ellipsocephalus hoffi, C) Asaphus kowalewskii,
D) Phacops milleri (Sumber: Casey, 2016)

82
C. Klasifikasi Trilobita
Agnostida, kambrium rendah ke Ordovisium atas, berlimpah dan
tersebar luas. Agnostoids biasanya kecil (hanya beberapa mm) dan isopygous,
memiliki cephalon dan pygidium yang sama pada kedua garis dan ukuran.
Trilobita Agnostid sering kali buta. Thorax mereka hanya terdiri dari 2-3 segmen.
Anggota badan Agnostoids, diketahui hanya dari fase muda, secara morfologis
sangat berbeda dengan anggota badan dari trilobita lainnya. Ini Perbedaan utama
di tungkai morfologi meragukan penempatan Agnostoids dalam kelas Trilobita
dan beberapa penulis percaya Agnostoids harus berada di luar dari Trilobita.
Agnostisisme tentang hubungannya benar untuk trilobita adalah yang
menjelaskan kekhasannya

.
Gambar 18.
Agnostoid (Sumber: Casey, 2016)

Redlichiida, yang lebih rendah untuk Cambrian tengah, urutan awal


trilobite termasuk subordo Olenelloidea, Emuelloidea, Redlichioidea, dan
Paradoxidoidea. Redlichiids memiliki karakter morfologi primitif termasuk
berbagai segmen toraks, berduri di akhir segmen, dan sebuah micropygy
pygidium kecil dibandingkan dengan ukuran tubuh terdiri dari sejumlah kecil
segement yang menyatu. Urutan Redlichiida adalah paraphyletic mengingat fakta

83
bahwa sangat basal (dianggap nenek moyang dari beberapa kelompok trilobite
yang hadir kemudian) dan dihubungkan oleh morfologi primitif.

Gambar 19.
Spesimen Olenellus sp (Sumber: Casey, 2016)

Gambar 20.
Spesimen Olenellus sp (Sumber: Casey, 2016)
84
Phacopida yang lebih rendah Ordovician untuk Devonian tengah.
Phacopoids bertubuh besar dan sangat beragam dalam morfologinya. Anggota
Phacopida disatukan oleh ciri-ciri mereka awal pembentukan bagian tubuh dan
mata schizochroal yang sangat khas. Subordo termasuk Calymenina, Phacopina,
Cheirurina.

Gambar 21.
Walliserops n. sp (Sumber: Casey, 2016)

85
Gambar 22.
Paraceraurus (Sumber: Casey, 2016)

D. Makroevolusi Trilobita
Makroevolusi adalah studi tentang pola dan proses yang mempengaruhi
kelahiran, kematian, dan ketekunan spesies. Misalnya, para ilmuwan yang
mempelajari makroevolusi mungkin bertanya-tanya kapan dan mengapa spesies
baru muncul atau mengapa beberapa kelompok spesies cepat menimbulkan
spesies baru, sementara yang lain lambat. Pada akhirnya, makroevolusi adalah
studi tentang evolusi di skala besar dan ini adalah area studi oleh ahli paleontologi,
ahli biologi evolusi, dan sistematik. Contoh dari pola makroevolusi meliputi
perubahan sifat serupa dalam evolusi di beberapa grup dalam garis keturunan
tertentu, kemudian juga evolusi dalam menanggapi perubahan iklim (Vrba, 1996;
Congreve, 2013).

86
Gambar 23.
Dua garis keturunan (kuning dan biru) dalam kelompok yang sama yang menunjukkan
pola yang sangat berbeda, silsilah kuning memiliki beberapa spesies berumur panjang
sementara garis keturunan biru memiliki banyak spesies berumur lebih pendek
(Sumber: Casey, 2016)

Misalnya, trilobita tampaknya sulit terkena kepunahan massal


dizamannya (Lieberman dan Karim, 2010). Meskipun memiliki keragaman
tingkat tinggi, trilobita menderita kerugian pada masa Ordovician akhir (Melott
et al., 2004) dan kepunahan massal pada masa Devon akhir (McGhee, 1996).
Setelah krisis keanekaragaman hayati pada masa Devonian akhir, keragaman
trilobita gagal untuk sepenuhnya memulihkan diri (Brezinski, 1999) dan
kelompok itu dihapuskan sepenuhnya selama massa terbesar punahnya semua
waktu di masa Permain akhir (Fortey dan Owens, 1975). Origination adalah
munculnya spesies baru. Tingkat originasi diukur sebagai jumlah penampilan
baru spesies selama periode waktu. Kepunahan adalah hilangnya secara
permanen dan global spesies. Laju kepunahan diukur sebagai jumlah
penghilangan spesies selama periode waktu. Originasi dan kepunahan terus
terjadi sepanjang sejarah geologi. Tingkat yang kepunahan yang relatif kecil terjadi
di bawah kondisi normal dikenal sebagai latar belakang kepunahan. Ketika laju
kepunahan, mengakibatkan sejumlah besar spesies akan punah pada saat yang
sama, peristiwa ini diidentifikasi sebagai kepunahan massal. Di bawah kondisi
yang normal, kelompok yang menunjukkan tingginya tingkat spesiasi dari waktu
ke waktu (banyak originasi) cenderung juga memiliki tingkat kepunahan yang
tinggi (Eldredge, 1979; Stanley, 1979; Vrba, 1980). Korelasi ini membawa pada
konsep berikutnya, volatilitas.

87
Volatilitas adalah ukuran stabilitas kelompok melalui waktu dan
merupakan fungsi dari latar belakang originasi dan kepunahan. Volatilitas tinggi
memiliki tarif tinggi kepunahan dan originasi, yang dapat menyebabkan omset
spesies dalam kelompok berkurang. Volatilitas yang rendah dalam kelompok
memiliki tarif rendah originasi dan kepunahan, yang mengarah ke clade stabil
terdiri dari spesies yang sama lebih dari jangka waktu yang lama. Volatilitas telah
menurun di semua taksa seluruh kelompok pada masa Fanerozoikum karena
volatilitas tinggi memiliki kemungkinan peningkatan keanekaragaman mereka
jatuh ke nol, nilai dari mana yang didapat tidak pernah kembali (Lieberman dan
Melott, 2013). Lieberman dan Melott (2013) menjelaskan risiko ini meningkat
dari kepunaha menghasilkan pola sebagai clades volatilitas tinggi akan terpangkas
dari waktu ke waktu sementara clades volatilitas rendah bertahan. Dampak
volatilitas tampaknya menjadi sangat penting pada saat kepunahan massal,
dengan clades volatilitas tinggi, seperti amon dan trilobit, menderita lebih besar
kerugian pada zamannya (Lieberman dan Karim, 2010). Menariknya, alasan
trilobita dan juga ammonit tidak lagi ada dimasa ini, mungkin karena keduanya
berevolusi dengan cepat. Itu faktor yang sama yang membuat keduanya
berkembang dengan cepat, namun, hal itu pula yang membuat keduanya rentan
akan kepunahan.
Pada titik ini mungkin akan membantu untuk mempertimbangkan
analogi antara umur panjang fosil kelompok dan kinerja harga saham melalui
waktu, yang disediakan oleh Lieberman dan Melott (2013). Dalam analogi ini,
volatilitas pasar saham adalah ukuran dari seberapa perubahan harga saham relatif
merupakan perubahan di pasar secara keseluruhan. Saham volatilitas tinggi adalah
yang mengalami peningkatan dan penurunan secara dramatis dalam harga yang
tidak diperkirakan oleh tren pasar yang lebih besar, sedangkan volatilitas saham
yang lebih rendah mungkin untuk mengubah harga menjadi kongruen dengan
tren pasar secara keseluruhan.

88
Gambar 24.
Hubungan filogenetik diplot terhadap waktu geologi pada y-axis. A) Xiphosurida
(kepiting tapal kuda). B) The trilobite (Sumber: Casey, 2016)

E. Relung Ekologi Trilobita


Trilobita hanya ditemukan di bebatuan yang mewakili lingkungan laut,
tapi mereka hadir di semua kedalaman dan di semua lingkungan laut. Trilobita
mengisi banyak relung ekologi yang berbeda dan mampu beradaptasi dengan
berbagai perilaku. Ahli paleontologi merekonstruksi perilaku ini dan cara hidup
menggunakan kombinasi bukti termasuk morfologi, terjadinya dengan organisme
lain, jenis sedimen di mana trilobita diawetkan (menghasilkan informasi tentang
jenis lingkungan di mana trilobita hidup), dan jejak fosil atau jejak kaki yang
dibuat oleh trilobita.

89
BAB VI
AGNOSTOID (TRILOBITA)

A. Pendahuluan

Gambar 1.
Hewan yang hidup pada masa Cambrian (Sumber: Paselk, 2011)

Perbedaan di antara trilobita agnostoid mencapai maksimum selama


pertengahan dan akhir dari Cambrian ketika kelompok ini mempunyai kurang
lebih 200 spesies sebagai anggota. Beberapa spesies terkait erat umumnya hadir
dalam stratum tunggal, dan bukti paleoecologic biasanya menunjukkan bahwa
daerah dimana spesimen diambil merupakan habitat dari agnostoid. Tujuan dari
pembahasan ini adalah untuk mengetahui sifat umum spesiasi antara agnostoid,
untuk mempertimbangkan kemungkinan jalur adaptif dan untuk menyelidiki
kemungkinan teknik dimana agnostoid dapat hidup berdampingan tanpa
eliminasi kompetitif hal ini kemungkinan erat berkaitan dengan spesies.

90
Gambar 2.
Peronopsis interstricta, fosil yang ditemukan dibagian barat Utah, Amerika Serikat
(Sumber: John, 2014)

B. Karakterisik Agnostoid
Agnostoid dari termasuk trilobita yang relatif kecil dengan dibatasi
berbagai ukuran. Maksimum yang diamati holaspid atau panjang dewasa adalah
sekitar 20 mm, tetapi panjang di sebagian besar spesies tidak melebihi 10 mm.
Cephalon dan pygidium serupa di garis besar dan hampir sama dalam ukuran,
mata yang absen dari eksoskeleton dorsal, hypostoma dan cephalothorax engsel
baris adalah unik di antara trilobita, dan thorax selalu hanya memiliki dua segmen
pada cincin aula.

C. Spesifikasi dan Kompetisi Agnostoid


Studi ekstensif mengenai agnostoiddi barat Amerika Utara telah
ditemukan kurang mencoloknya intergrdasi dari dalam karakter spesifik dari
91
suatu spesies, dan juga telah ditemukan bahwa tidak ada perubahan dalam
karakter-karakter di seluruh rentang stratigrafi diamati dari sebagian besar spesies.
Stabilitas morfologi umum ini menunjukkan bahwa substitusi atau penambahan
species agnostoid sebagian besar berasal dari migrasi bukan evolusi bertahap in
situ. Pola seperti itu konsisten dengan model spesiasi allopatric, yang merupakan
pra-prediksi pada konsep bahwa spesies baru muncul dengan pengembangan
yang relative cepat terhadap karakter dari suatu spesies yang spesifik dalam isolat
perifer, dan stabilitas karakter yang spesifik dari suatu spesies adalah norma,
kecuali ketika dua spesies menjadi simpatrik untuk pertama kalinya.
Ketika spesies yang terkait erat menjadi simpatrik, perbedaan morfologi
cenderung aksentuasi dalam menanggapi tekanan. Studi ekstensif dari teori
persaingan telah menyebabkan perumusan prinsip pengecualian kompetitif, yang
menyatakan bahwa dalam masyarakat ekuilibrium tidak ada dua spesies
menempati niche yang sama. Ratusan contoh pengecualian neontological telah
dikutip, dan Mayr telah mengkaji banyak dari hal ini. Beberapa pengecualian jelas
memilii prinsip, tetapi pada frekuensi eksklusi dibuktikan menetapkan sebagai
faktor utama dalam divergensi evolusi. Pola serupa pengecualian ditampilkan
oleh agnostoid trilobita, dan menunjukkan operasi eksklusi kompetitif sejak awal
sejarah metazoan.
Hewan modern telah ditemukan untuk menghindari persaingan dengan
baik segregasi spasial maupun non-spasial.Segregasi spasial cenderung lebih
mencolok dan kebanyakan melibatkan pemisahan geografis, namun di antara
fauna laut juga mungkin melibatkan stratifikasi secara mendalam. Segregasi non-
spasial cenderung lebih halus dan umumnya melibatkan mekanisme isolasi seperti
waktu, diet, atau teknik mencari makan. Dalam hal ini digunakan analisis fosil.

D. Segregasi Spasial dari Agnostoid


Dari beberapa bukti yang ada telah disimpulkan bahwa sebagian besar
trilobita agnostoid mungkin adalah penduduk pelagik samudera terbuka.
Kesimpulan ini didukung oleh mode kehidupan dimana distribusi geografis yang
luas dari banyak genus dan spesies. Namun, berbagai jenis segregasi geografis
beberapa agnostoids dapat diamati.
Pemisahan genus tertentu terjadi pada skala geografis yang berbeda. Pada
skala antarbenua terdapat condylopygids dan phalacromids yang umum di Eropa
bagian barat dan bagian maritime dari Kanada (komponen dari lempeng tektonik
tunggal yang ada pada awal paleozoikum), tetapi tidak diketahui untuk sebagian
besar Amerika Utara. Dalam pola yang berlawanan, Baltagnostus dan Spinagnostus
(Kormagnostus) umum ditemukan disebagian besar Amerika Utara, namun tidak
ditemukan di Eropa Barat dan daerah maritime Kanada.

92
Gambar 3.
Gradogram dari Baltagnostus (Sumber: Dwergenpaartje, 2013)

Gambar 4.
Baltagnostus eurypyx (Sumber: Paselk, 2011)

Di Amerika Utara, Baltagnostus dan Spinagnostus biasanya ditemukan di


biofacies menuju ke pantai dengan agnostoid kosmopolitan seperti Ptychagnostus
dan Hypagnostus. Biofacies mirip pola-pola yang telah diuraikan bagi kelompok
agnostoid pada pertengahan Cambrian di Tasmania. Di antara fauna laut modem

93
pola-pola distribusi yang sebanding dapat ditemukan di sebagian besar kelompok
pelagis. Beberapa spesies lanjut dipisahkan dalam biofacies regional. Misalnya, 10
spesies agnostoid telah ditemukan pada Ptychagnostus gibbus dizona Nevada dan
Utah, dan sebagian besar memiliki tentang geografis yang sama di kawasan ini.
Namun, biasanya tidak lebih dari empat spesies yang hadir dalam setiap stratum
tunggal, dan kombinasi dari spesies dari satu strata ke yang lain. Segregasi pada
jenis yang sama terjadi di koleksi dari zona yang sama di Swedia dan Norwegia.

Gambar 5.
Fosil Ptychagnostus gibbus (Sumber: Encyclopædia Britannica, 2017)

Segregasi geografis parsial ditampilkan oleh Ptychagnostus gibbus dan P.


intermedius di Nevada dan Utah. Kedua spesies serupa dalam ukuran maksimum
dan umumnya ditemukan bersama-sama di stratum yang sama, tetapi dalam
setiap stratum diberikan hampir selalu satu speeies berlimpah dan lainnya jarang
terjadi. Hal ini menunjukkan kemungkinan bahwa masing –masing kompetitif,
keunggulan dua speeies mungkin telah bergeser dengan kondisi lingkungan atau
dengan kepadatan populasi.
Pola-pola segregasi yang dikutip untuk agnostoid mirip dengan yang
dijelaskan untuk hewan modern, dan tampaknya mungkin bahwa jalur adaptif
pada masa Cambrian diikuti di zaman modern. Persaingan langsung untuk
sumber daya mungkin lebih penting sebagai faktor dalam pengecualian lokal,

94
sedangkan adaptasi oportunistik ke sumber daya yang berbeda mungkin menjadi
lebih signifikan dalam segregasi pada skala regional dan lebih besar.

Gambar 6.
Peronopsis fallax (Sumber: British Geological Survey, 2014)

Meskipun tidak meyakinkan, beberapa bukti menunjukkan kemungkinan


bahwa spesies tertentu dari agnostoid mungkin telah mencapai habitat segregasi
di kedalaman air yang berbeda. Di Nevada, Utah, dan Swedia, fauna khas dari
bagian bawah adalah Ptychagnostus gibbus yang ditemukan dalam suksesi strata laut
transgresif. Dalam strata Peronopsis fallax secara konsisten membuat penampilan
pertama lebih rendah ketimbang Ptychagnostus gibbus. Bagaimanapun, pernah,
sekali Ptychagnostus gibbus muncul, dua spesies umum yang terkait dalam strata
yang lebih tinggi secara berturut-turut. Dalam urutan transgresif, seperti pola
yang terjadi, akan terjadi jika Peronopsis fallax tinggal di kedalaman yang dangkal

95
dan Ptychagnostus gibbus hidup pada kedalaman lebih besar. Pola yang sama akan
berkembang jika Peronopsis fallax diadaptasi untuk hidup di habitat lingkungan
pantai daripada yang disukai oleh Ptychagnostus gibbus. Fakta bahwa pola yang sama
ditemukan dalam jenis batuan yang berbeda dan di daerah yang terpisah
tampaknya mendukung kontrol kedalaman alternatif.

E. Segregasi Non-Spasial dari Agnostoid


Fenomena yang dikenal sebagai karakter segregasi terjadi ketika rentang
dua atau lebih speeies terkait erat tumpang tindih secara geografis. Perbedaan
antara spesies yang ditekankan di zona simpatrik, namun tetap kurang di bagian
rentang dimana spesies tersebut keluar sisi zona itu. Salah satu karakter yang
paling umum dari pengungsi adalah ukuran. Dari studi tersebut kelompok
beragam seperti mammalia, burung, dan serangga akutik, Hutchinson telah
menunjukkan bahwa perbedaan moderat dalam ukuran yang cukup untuk
menyebabkan obligat makan pada ukuran makanan yang berbeda. Di mana
spesies terkait erat pada zona simpatrik menemukan rasio ukuran yang lebih besar
untuk spesies yang lebih kecil berkisar 1,1-1,4 dengan rasio rata-rata menjadi 1,28.
Sejumlah penelitian lain telah menghasilkan pengamatan serupa. Sebagai contoh,
dalam sebuah penelitian terbaru dari New Guinea berat badan sebagai ukuran
dari segregasi, dan menemukan bahwa di antara spesies yang ada diurutkan
berdasarkan ukuran, misalnya rasio antara bobot dari burung yang lebih besar
dan burung kecil rata-rata adalah 1,90; tidak pernah kurang dari 1,33 dan tidak
pernah lebih dari 2,73. Spesies dengan kebiasaan yang sama dan dengan berat
rasio kurang dari 1,33 terlalu mirip dengan hidup berdampingan secara lokal
(yaitu, untuk berbagi wilayah) dan harus memisahkan diri dengan cara segregasi
spasial. Akar pangkat tiga dari 1,90 sama dengan 1,25, yang membandingkan
dosely dengan rasio ukuran rata-rata linier 1,28 dihitung dengan Hutchinson.
Meskipun karakter perpindahan sehubungan dengan ukuran telah
dijelaskan dalam banyak modem fauna, telah mendapat sedikit perhatian dalam
studi fosil. Beberapa ahli menyebutkan kemungkinan perpindahan karakter
dalam fosil, tetapi biasanya contoh spesifik belum dikutip. Eldredge telah
mengungkapkan kasus nyata dari perpindahan karakter pada Phacops rana dan P.
iowensis, dimana maksimal rasio panjang cephalic untuk dua spesies ini adalah
1,37. Dari analisis beberapa agnostoid telah ditemukan bahwa di mana dua atau
lebih spesies terjadi bersama-sama umumnya menunjukkan rasio ukuran
maksimum dengan rata-rata 1,28 dilaporkan oleh Hutchinson.

96
Gambar 7.
Contoh hypostoma dipandang dari bagian ventral; A. Cambrian Olenoides serratus B.
Ordovician Nileus affinis C. Ordovician Niobe morrisi (Sumber: Fortey, 2003)

Karena ukuran perpindahan telah ditunjukkan berkorelasi dengan


perbedaan dalam ukuran makanan, hal itu dibutuhkan untuk mengukur aparat
trofik. Pada exoskeleton kalsifikasi dari aparatus agnostoid yang hanya terdiri dari
hypostoma, yang karena sifat rapuh jarang diawetkan. Bahkan, baru-baru ini telah
ditemukan dan dideskripsikan mengenai sklereitnya. Dengan demikian,
pelestarian langka dan terbatas membuat hypostoma sebuah agnostoid subjek
tidak cocok untuk analisis biometrik.

Gambar 8.
Bagian dari sisi lateral cephala menunjukkan gaya lampiran hypostomal dalam rongga
tubuh. A, Hypostoma Impendent menunjukkan pembesaran glabella memperluas
anterior ke tepi depan hypostoma; B, Hypostoma Conterminant melekat pada doublure
dan tepi anterior bertepatan dengan glabella C, Hypostoma Natant, terlepas dari
doublure, terletak di bawah anterior akhir glabella; D, Hypostome Conterminant
Diillaenimorph, yang mengarah ke atas dalam rongga cephalic sehingga mulut jauh di
atas batas cephalic lateralis.
97
Pilihan yang dapat diambil adalah panjang kepala, yang merupakan
ukuran yang digunakan oleh Hutchinson dalam studinya tentang ukuran
perpindahan pada mamalia. Sekali lagi, ada masalah dengan agnostoid karena
exoskeleton umum ditemukan terpisah, dan dalam kondisi yang sulit untuk
diidentifikasi. Di sisi lain, pygidia biasanya bisa diidentifikasi dengan mudah.
Untungnya, karena metode khusus pendaftaran, rasio panjang konstan
dipertahankan antara cephalon dan pygidium selama ontogeni. Untuk alasan-
alasan ini, panjang pigidial adalah ukuran yang dipilih untuk analisis ukuran
trilobita agnostoid. Hal ini memungkinkan setengah cincin tidak dalam ukuran
panjang Pigidial karena ditutupi oleh segmen toraks posterior, dan tidak jarang
rusak pada spesimen yang dianalisa.

98
BAB VII
SUBFILUM CHELICERATE
A. Pendahuluan
Chelicerata adalah subfilum dari anggota hewan tak bertulang belakang
yang termasuk dalam filum Arthropoda. Chelicerata berasal dari bahasa Yunani
chele berarti capit dan keros yang artinya tanduk. Chelicerata merupakan
semacam kelompok besar yang memayungi jenis-jenis laba-laba, kalajengking,
kalajengking semu, kalacuka dan bahkan mimi dan mintuno. Kelompok
Chelicerata ini dikenal karena anggotanya mempunya alat mulut berupa chelicera
yang terdiri dari dua segmen. Berbeda dengan kelompok serangga, kaki seribu,
dan lipan yang menggunakan alat mulut berupa mandibula dan maxilla yang
terdiri dari lebih dari dua ruas. Kebanyakan anggotanya berukuran kecil dan
terdapat di daerah yang kering dan hangat, namun beberapa hidup di perairan.
Chelicerata termasuk dalam filum Arthropoda. Saat ini, jumlah jenis yang dikenal
hidup dan sudah ditemukan lebih dari 100.000 jenis telah diberi nama. Termasuk
didalamnya jenis Acari dan laba-laba (Araneae) yang dari tahun ke tahun jumlah
temuan jenis baru terus meningkat secara drastis. Saat ini, dikenal ada sekitar 2000
jenis fosil Chelicerata dan hampir lebih dari 3/4 jumlahnya adalah kelompok
Arachnida. Chelicerata diduga mempunyai nenek moyang yang hidup di dalam
air. Namun, jenis-jenis chelicerata dari laut maupun air tawar saat ini sangat jarang
ditemukan dan hanya terbatas pada laba-laba laut dan mimi serta mintuno
(horseshoe crabs) serta beberapa akuatik Acari dari kelompok Hydracari. Konon,
kelompok yang pertama kali diyakini hidup di daratan adalah kalajengking.
Banyak jenis Chelicerata yang mempunyai kelenjar racun yang terdapat dirahang
atau taring racun sebagai sarana untuk membunuh mangsa, kemudian menghisap
cairan tubuh atau jaringan lunaknya. Gigitan atau sengatan berbagai jenis laba-
laba atau kalajengking menimbulkan kesakitan bahkan kematian. Beberapa jenis
tungau merupakan hama tumbuhan dan jenis lainnya, juga sebagai parasit pada
manusia dan ternak atau menjadi inang perantara berbagai protozoa dan virus
yang menyebabkan penyakit tertentu.

99
Gambar 1.
Berbagai arachnida yang merupakan bagian dari subfilum chelicerate
(Sumber: www.palaeontologyonline.com, 2016)

100
B. Karakteristik Chelicerate
Chelicerates memiliki dua daerah tubuh yang berbeda, dimana prosoma
anterior (cephalothorax) dan opisthosoma posterior (perut) yang dapat dibagi
menjadi mesosoma dan metasoma. Pelengkap pada bagian anterior berupa
pedipalpus dan chelicera, yang memberikan subfilum ini nama dan
membedakannya dari kelompok mandibulata. Chelicerate tidak memiliki antenna
internal ini tercermin pada hilangnya deuterocerebrum tersebut. Semua
chelicerate memiliki empat pasang uniramous kaki pejalan di tagma pertama.
Dalam kebanyakan chelicerate unsur tambahan pada opisthosoma menghilang
atau berkurang baik struktur yang disesuaikan untuk pertukaran gas atau
perputaran. Subfilum yang mencakup berbagai hewan seperti laba-laba,
kalajengking, kepiting tapal kuda dan laba-laba laut yang tidak biasa.

Gambar 2.
Berbagai arachnida yang merupakan bagian dari subfilum chelicerate
(Sumber: Encyclopaedia Britannica, 2012)
Dalam hampir semua kasus chelicerate adalah predator dan beberapa, kutu dan
tungau, telah menjadi spesialis di miniaturisasi yang digunakan untuk
mengeksploitasi kebiasaan predator mereka. Chelicerate mengumpan cairan dan
mencairkan mangsa dengan baik sebelum menelan atau memeras jus dari
makanan yang dimakan menggunakan mulutnya. Keberhasilan kedua Tracheata
dan chelicerata di darat adalah karena kutikula luar tahan air yang dimilikinya. Hal
ini menjadikan kepercayaan bahwa arthropoda darat pertama adalah chelicerate.
101
Dengan demikian keberhasilan akhir dari kelompok terletak pada kemampuan
untuk menangkap dan memakan ledakan serangga yang mengikuti invasi
chelicerata pertama dari tanah. Secara khusus kemampuan untuk menjebak
serangga dengan benang sutra lengket, laba-laba diperbolehkan untuk memasuki
sumber makanan yang, saat itu dalam waktu, beberapa organisme lain telah
digunakan.

Gambar 3.
Karakteristik dari Chelicerate (Sumber: yasclinic.persiangig.com, 2016)

C. Klasifikasi Chelicerate
1. Kelas Merostomata
Ada tiga genera dari Merostomata atau kepiting tapal kuda. Satu, Limulus
yang umum ditemukan disepanjang Pantai Timur Amerika Utara. Dua genera lain
banyak ditemukan didaerah tropis Asia. Kepiting tapal kuda adalah kelompok
kuno, dengan fosil hampir identik dengan Limulus sekitar 220 juta tahun untuk
periode Triassic. Anggota lain telah punah, dikenal dari 400 juta tahun yang lalu.
Kepiting tapal kuda mungkin telah berasal dari trilobita, kemungkinan hal ini
karena penampilan larva antara keduanya.Organisme dari Limulus tumbuh
hingga dapat mencapai panjang 60 cm. Limulus jatuh tempo pada 9 sampai 12
tahun dan memiliki rentang hidup 14 sampai 19 tahun. Limulus hidup di air yang
dalam, tetapi juga bermigrasi ke perairan pantai yang dangkal setiap musim semi,
yang muncul dari laut untuk kawin pada malam terang bulan saat gelombang
pasang tinggi. Kepiting tapal kuda makan di malam hari, terutama pada saat
moluska dan Annelida bermunculan. Kepiting tapal kuda berenang dengan
memindahkan piring perutnya. Kepiting tapal kuda juga bisa berjalan pada empat
pasang mereka kaki, dilindungi bersama dengan chelicerae dan pedipalpus oleh
shellnya.
102
Tubuh kepiting tapal kuda ditutupi oleh exoskeleton keras besar yang
melindungi struktur yang mendasari ketika berada di bawah laut atau menggali ke
dalam pasir yang lembut.
Tubuh semua chelicerate dibagi menjadi dua tagmata utama, prosoma
anterior (atau cephalothorax) dan opisthosoma posterior (atau perut). Karena
terletak di belakang anal ekor membuka panjang dan tidak bersegmen. Kutikula
kepiting tapal kuda mengeras dan memiliki tekstur kasar yang disebabkan karena
jumlah tinggi protein sclerotized. Permukaan dorsal prosoma yang terbentuk
diperbesar karapas berbentuk tapal kuda yang menutupi kaki di bagian bawahnya.
Sebuah media tunggal yang dihubungkan pegunungan lateral terlihat pada
tempurung. Bentuk prosoma membantu hewan untuk menyekop jalan ke pasir
lembut yang bersih di mana kepiting tapal kuda hidup. Di tepi luar dari
punggungan lateral pada permukaan dorsal terdapat sepasang senyawa mata.
Merostomata adalah salah satu dari beberapa chelicerate yang masih memiliki
mata majemuk, tetapi mungkin tidak homolog dengan mata majemuk yang
ditemukan dalam sisa Arthropoda. Jika mata yang homolog, maka perbedaan
mungkin berhubungan dengan Burrowing dan menjadi aktif hanya pada malam
hari. Di ujung anterior punggungan medial disebut mata median. Mata sederhana
ini mungkin sulit untuk melihat apakah ada puing-puing atau bahan organik yang
berserakan pada permukaan carapace. Pada permukaan ventral prosoma terdapat
enam pasang pelengkap khas dari semua chelicerate. Chelicera kecil, hanya terdiri
dari tiga sendi dan terletak di depan mulut. Di bagian belakang terdapat yang
lebih besar, enam pedipalpus tersegmentasi yang memiliki struktur yang sama
seperti empat pasang kaki belakangnya. Mulai dari dasar, segmen adalah: coxa,
trokanter, femur, patella, tibia, dan tarsus. Pada kepiting tapal kuda dewasa jantan
pedipalp dimodifikasi sebagai clasper dengan sebuah segmen terakhir menjadi
lebih tebal. Ini digunakan untuk memegang karapas dari betina saat kawin. Tibia
dan tarsus membentuk ujung chelate dari kaki dan digunakan untuk
memanipulasi makanan dan menyebarkannya ke dasar kaki di mana segmen basal
setiap bentuk kaki berduri yang digunakan untuk menggiling dan mencairkan
makanan sebelum diteruskan ke mulut bawahnya. Meskipun mirip dalam jumlah
segmen dan kehadiran gnathobase ini pasangan terakhir dari kaki memiliki dua
modifikasi yang unik. Pada dasar kaki, dan pada permukaan luar spatula rata
seperti struktur yang digunakan untuk membersihkan puing-puing dari
permukaan insang. Modifikasi kedua ditemukan di ujung kaki di mana kedua
segmen terakhir terdiri dari empat piring pipih, flabella, yang membantu untuk
mendorong kepiting tapal kuda seperti liang di pasir yang lembut. Sepanjang tepi
opisthosoma duri bergerak mengidentifikasi segmen yang telah menyatu untuk
membentuk bagian tubuh kepiting tapal kudai. Lesung kutikula pada permukaan
dorsal mengidentifikasi apodemes internal lampiran otot. opisthosoma terdiri
dari sembilan segmen. Pada permukaan ventral dan di dasar pasangan terakhir
103
dari kaki merupakan ekstensi kutikula bergerak disebut chilaria dan itu semua
yang tersisa dari segmen pertama dari opisthosoma. Di balik ini enam flap seperti
piring. Angkat masing-masing dan melihat apa yang di bawahnya. Pasangan
pertama pelat adalah opercula genital, dan gonopores dipasangkan dapat dilihat
disepanjang garis tengah dan sekitar setengah kembali dari margin piring.
Pembukaan dubur terletak di dasar telson.

Gambar 4.
Anatomi permukaan bagian ventral dari kepiting tapal kuda
(Sumber: Digital Zoology Labmanual, 2016)

104
Gambar 5.
Diagram anatomi tubuh kepiting tapal kuda (Sumber: www.mhhe.com, 2016)

Gambar 6.
Lingkungan tempat tinggal kepiting tapal kuda (Sumber: www.mhhe.com, 2016)

2. Kelas Arachnida
Chelicerate adalah evolusi yang berbeda dari garis arthropoda lainnya di
mana pelengkap yang paling anterior telah dimodifikasi menjadi chelicerae, yang
sering berfungsi sebagai taring atau penjepit. Kelas kedua chelicerate mencakup

105
sekitar 98% dari semua jenis chelicerate termasuk kalajengking, laba-laba, kutu
dan tungau. Hewan-hewan ini menunjukkan keragaman yang sangat besar dan
juga dianggap paling predator dari semua arthropoda. Fitur-fitur umum dari
kelompok ini termasuk dua tubuh tagma, kecuali dalam tungau dan kutu di mana
perut telah menyatu menjadi satu wilayah tubuh. Pelengkap pada opisthosoma
yang telah dimodifikasi menjadi baik pemintal atau pectines. Semua arachnida
adalah pengumpan cairan dan banyak mencairkan mangsanya sebelum
dikonsumsi. Sejauh ini yang terbesar dari tiga kelas chelicerate adalah Arachnida
yang sebagian besar hidup diwilayah terestrial, dengan sekitar 57.000 spesies,
termasuk laba-laba, kutu, tungau, dan kalajengking. Arachnida memiliki sepasang
chelicerae, sepasang pedipalpus, dan empat pasang kaki. Chelicerae adalah
pelengkap utama, terdiri dari bagian basal gemuk dan taring yang bergerak dan
terhubung ke kelenjar racun. Pasanga pelengkap berikutnya, pedipalpus,
menyerupai kaki tapi memiliki satu segmen yang kurang dan tidak digunakan
untuk bergerak. Pada laba-laba jantan, mereka mengkhususkannya sebagai organ
sanggama. Pada kalajengking, pedipalpus merupakan penjepit besar. Kebanyakan
arachnida adalah karnivora. Pengecualian utama adalah tungau, yang sebagian
besar herbivora. Kebanyakan arachnida dapat menelan makanan hanya sesaat
dimana sering mencerna secara eksternal dengan mengeluarkan enzim ke dalam
mangsa mereka. Mereka bisa kemudian menyedot bahan dicerna dengan otot
mereka, memompa faring. Arachnida terutama, tetapi tidak eksklusif, hidup
diwilayah terestrial. Sekitar 4000 spesies tungau dan salah satu spesies laba-laba
hidup di air tawar, dan beberapa tungau hidup di laut. Arachnida bernapas dengan
cara tracheae, memesan paru-paru, atau keduanya. Opilione anggota ini mudah
dikenali oleh memiliki bentuk tubuh oval dan sangat panjang, kaki ramping.
Opilione bernafas dengan sepasang tracheae utama. Organisme jantan memiliki
penis, dan betina memiliki sebuah ovipositor, atau organ bertelur yang meyimpan
telur di celah dan retakan. Kebanyakan adalah predator serangga dan arachnida
lain, tetapi beberapa hidup pada tanaman dan banyak pula yang mengais bangkai
binatang. Kelompok ini mencakup sekitar 5000 spesies. Ordo scorpions adalah
arachnida yang pedipalpus yang dimodifikasi menjadi penjepit.

106
Gambar 7.
A harvestman (Sumber: www.mhhe.com, 2016)

Gambar 8.
Uroctonus mordax. (Sumber: www.mhhe.com, 2016)

107
Gambar 9.
Fitur eksternal dari permukaan dorsal dari kalajengking
(Sumber: Digital Zoology Labmanual, 2016)

108
Gambar 10.
Fitur eksternal dari permukaan ventral dari kalajengking
(Sumber: Digital Zoology Labmanual, 2016)

Kalajengking menggunakan penjepit ini untuk menangani dan


mengobrak-abrik makanannya. Sengatan berbisa kalajengking digunakan
terutama untuk menyengat mangsa dan kurang umum untuk membela diri. Alat
penyengat terletak di segmen terminal dari perut. Seekor scorpion memegang
perutnya terlipat ke depan lebih dari tubuhnya ketika bergerak. Kalajengking
memiliki perut memanjang bersendi yang khas di sebagian chelicerate, segmen

109
perut kurang lebih menyatu bersama-sama dan muncul sebagai satu kesatuan.
Seperti kepiting tapal kuda, segmentasi masih terlihat di tagma kalajengking dan
ini mengungkapkan bagaimana chelicerate kuno. Kalajengking adalah beberapa
hewan pertama yang menyerang lingkungan terestrial, makanannya pada berupa
hewan bertubuh lunak atau invertebrata di lokasi lembab. Scorpion mungkin
adalah kelompok yang paling kuno dari arthropoda terrestrial arthropoda, dikenal
dari Zaman Silur, sekitar 425 juta tahun yang lalu. Dewasa ini arachnida memiliki
berbagai ukuran, sekitar 1-18 cm. Ada 1200 spesies kalajengking, semua terestrial,
yang terjadi di seluruh dunia, yang paling umum di daerah tropis, daerah
subtropis, dan gurun. Mudah berkembang biak, dengan 1 sampai 95 telur dari
satu induk. Secara kronologis, kalajengking adalah arthropoda pertama di darat,
akan tetapi kemudian serangga yang akan menjadi arthropoda darat paling sukses
mengeksploitasi lingkungan dan sebian besarnya menjadi makanan untuk
kalajengking.
Terdapat sekitar 35.000 spesies dari ordo Araneae. Hewan ini
memainkan peran utama dalam hampir semua ekosistem darat. Laba-laba sangat
penting karena predator serangga dan hewan kecil lainnya. Laba-laba berburu
mangsa mereka atau menangkapnya di jaring sutra. Laba-laba memiliki
keanekaragaman yang luar biasa. Sutra terbentuk dari protein cairan yang dipaksa
keluar dari spinneret pada bagian posterior perut laba-laba. Jaring adalah hasil
dari kebiasaan khas laba-laba. Beberapa laba-laba dapat berputar mengapung tipis
yang memungkinkan untuk hanyut dalam angin ke situs baru. Banyak jenis laba-
laba, seperti laba-laba serigala dan tarantula, tidak memintal jaring melainkan
memburu mangsanya secara aktif. Lain halnya dengan laba-laba pintu-perangkap,
membangun sutra berlapis dalam liang, kemudian merebut mangsanya saat
melintas. Satu spesies laba-laba, Argyroneta aquatica, hidup di air tawar,
menghabiskan sebagian besar waktunya di bawah permukaan. Tubuhnya
dikelilingi oleh gelembung udara, sementara kakinya, yang digunakan baik untuk
di bawah air berjalan dan untuk berenang. Beberapa jenis lain dari laba-laba
berjalan dengan bebas di permukaan air. Laba-laba memiliki kelenjar racun
terkemuka melalui chelicerae yang menunjuk dan digunakan untuk menggigit
serta melumpuhkan mangsa. Beberapa anggota ordo ini, seperti warna hitam dan
coklat, memiliki gigitan yang beracun untuk manusia dan mamalia besar lainnya.
Tungau dan kutu adalah yang terbesar dalam hal dari jumlah spesies dan
yang paling beragam dari arachnida. Meskipun hanya sekitar 30.000 spesies
tungau dan kutu yang diteliti para ilmuwan yang mempelajari perkiraan kelompok
yang mungkin ada satu juta atau lebih anggota ordo ini. Kebanyakan tungau kecil,
kurang dari 1 milimeter panjang, dari spesies yang berbeda berkisar 100
nanometer hingga 2 sentimeter. Dalam kebanyakan tungau, cephalothorax dan
abdomen menyatu ke dalam tubuh bulat telur tidak bersegmen. Pernafasan terjadi
baik dengan cara tracheae atau langsung melalui exoskeleton. Banyak tungau
110
melewati beberapa tahap yang berbeda selama siklus hidup mereka. Dalam
kebanyakan, sebuah eightlegged prelarva aktif menimbulkan larva aktif berkaki
enam, yang pada gilirannya menghasilkan suksesi berkaki delapan dalam tiga
tahap dan akhirnya menjadi organisme jantan atau betina dewasa. Tungau dan
kutu yang beragam dalam struktur dan habitat. Kebanyakan ditemukan di hampir
setiap terestrial, air tawar, dan habitat laut yang dikenal dan memakan jamur,
tanaman, serta hewan. Bertindak sebagai predator dan sebagai parasit internal
ataupun eksternal dari kedua invertebrata dan vertebrata. Banyak tungau
menghasilkan gigitan menjengkelkan dan penyakit pada manusia. Tungau hidup
di folikel rambut dan kelenjar lilin dari dahi dan hidung manusia, tetapi biasanya
tidak menimbulkan gejala. Kutu adalah ektoparasit pemakan darah, parasit yang
terjadi pada permukaan tuan. Lebih besar daripada kebanyakan tungau lainnya
dan menyebabkan ketidaknyamanan dengan mengisap darah manusia dan hewan
lainnya. Kutu dapat membawa banyak penyakit, termasuk beberapa yang
disebabkan oleh virus, bakteri, dan protozoa. Demam tutul (Rocky Mountain spotted
wave adalah contoh familiar) disebabkan oleh bakteri dilakukan melalui kutu.
Penyakit Lyme tampaknya disebabkan oleh spirochaetes yang juga ditularkan
oleh kutu. Demam air merah, atau demam Texas, adalah penyakit yang berasal
dari protozoa kemudian menjangkiti sapi, kuda, domba, dan anjing.

111
Gambar 11.
Anatomi eksternal permukaan ventral laba-laba (Sumber: Digital Zoology Labmanual, 2016)

112
Gambar 12.
Bagian anterior dari prosoma laba-laba (Sumber: Digital Zoology Labmanual, 2016)

Gambar 13.
Latrodectus mactans (Sumber: www.mhhe.com, 2016)

113
Gambar 14.
Loxosceles reclusa (Sumber: www.mhhe.com, 2016)

Gambar 15.
Anatomi eksternal dari kutu (Sumber: Digital Zoology Labmanual, 2016)

114
Gambar 16.
Anatomi folikel tungau Demodex folliculorum (Sumber: Digital Zoology Labmanual, 2016)

Gambar 17.
Ordo Acari yang menyerang tapir di Peru (Sumber: www.mhhe.com, 2016)

3. Kelas Pycnogonida
Kelas akhir chelicerate adalah Pycnogonida, yang biasa disebut laba-laba
laut. Tidak selalu ada kesepakatan tentang bagaimana laba-laba laut masuk ke

115
dalam skema taksonomi, dan di beberapa klasifikasi diberi sebutan filum. Di lain
sisi, seperti salah satu yang digunakan di sini, Pycnogonida dianggap chelicerate
primitif karena chelicera, pedipalpus, cakar pada ujung kak, dan mata sederhana
yang terletak pada tuberkulum di kepala. Klasifikasi terbaru menunjukkan bahwa
Pynogonida mungkin berhubungan lebih erat dengan tungau dan kutu serta
seharusnya termasuk dalam ordo Aracnida, jika itu yang terjadi, Pygnogonida
pasti chelicerate.

Gambar 18.
Anatomi eksternal Pycnogonida (Sumber: Digital Zoology Labmanual, 2016)

Tubuh ramping dan terdiri dari prosoma anterior, atau cephalothorax,


dan posterior opisthosoma atau perut, yang terdiri dari hanya tunggul kecil
dengan anus yang terletak di ujungnya. Prosoma ini dibagi menjadi dua wilayah.
Anterior yang "kepala" daerah termasuk belalai dengan mulut yang terletak di
ujungnya. Di balik ini adalah chelicera dan pedipalpus. Pycnogonids umumnya
memakan organisme bertubuh lunak seperti cnidaria, polychaetes, bryozoa, dan
nudibranch dengan menggunakan gigi pada belalai untuk merobek mangsanya
dan menghisap keluar cairan internal, mekanisme mencerna makanan hamper
sama dengan chelicerate lainnya. Bentuk dan bentuk dari belalai bervariasi
tergantung pada jenis mangsa setiap spesies dari laba-laba laut. Pasangan kaki
pertama berjalan juga pada “kepala” bersama dengan kaki oviger biasa yang
digunakan pada kedua jenis kelamin untuk perawatan dan laki-laki untuk
116
membuahi telur. Di atas kepala adalah tuberkulum okular punggung dengan
empat mata sederhana berorientasi untuk memberikan jarak pandang 360 derajat.
Sisa prosoma adalah “bagasi” dan dalam keadaan normal aka nada tambahan tiga
pasang kaki berjalan. Dalam kebanyakan pycnogonids hal ini terjadi, meskipun
ada beberapa yang memiliki empat atau lima pasang. Kaki berjalan yang melekat
pada ekstensi lateral tubuh, tiang, dan segmen kaki diberi nama coxa 1, coxa 2,
coxa 3, femur, tibia 1, tibia 2 dan propodus. Setiapnya berujung dengan cakar
terminal.

117
BAB VIII
ARACHNIDA (CHELICERATE)
A. Pendahuluan

Gambar 1.
Arachnida (Sumber: Hollick, 2014)

118
Nama arachnida berasal dari bahasa Yunani “aráchnē” yang berarti
“laba-laba.” Namun kelas ini tidak hanya terdiri dari laba-laba saja, melainkan
juga termasuk golongan kalajengking, tungau, dan caplak. Kelas Arachnida ini
termasuk dalam subfilum Chelicerata karena memiliki kelisera, yaitu sepasang
organ pelengkap untuk makan yang berfungsi sebagai taring atau penjepit.
Arachnida adalah nama yang diberikan pada tahun 1815 oleh Lamarck,
kelas yang dilembagakan untuk reseptor dari laba-laba, kalajengking, dan tungau
sebelumnya diklasifikasikan oleh Linnaeus dalam urutan Aptera kelompok besar
Insecta. Lamarck pada saat yang sama mendirikan kelas Crustacea untuk lobster,
kepiting, dan kutu air, juga sampai kemudian dimasukkan dalam urutan Aptera
dari Linnaeus. Lamarck memasukkan Tliysanura dan Myriapoda di kelas
arachnida. Insecta dari gagasan Linnaeus adalah kelompok persis sama dengan
arthropoda yang dikemukakan seratus tahun kemudian oleh Siebold dan
Stannius. Definisi tersebut dikurangi dengan Lamarck, dan dibuat hanya terdiri
dari kaki. Lamarck mengusulkan nama Hexapoda, namun nama itu telah sedikit
digunakan, dan mereka lebih mempertahankan sampai hari ini judul kelompok
Linnaeus jauh lebih besar, yaitu.Insecta. Posisi arachnida menjadi salah satu
kelompok besar dari filum arthropoda, baru-baru ini diteliti dari sisi anatomi dan
embriologi. Arachnida membentuk kelas yang berbeda atau jalur keturunan di
kelas Euarthropoda, divergen (mungkin awalnya sejalan dengan crustacea) dari
Buarthropods, primitif yang memunculkan juga dengan garis terpisah keturunan
yang dikenal sebagai kelas Diplopoda, Crustacea, Ohilopoda, dan Hexapoda.
Pandangan modern untuk klasifikasi dan kekerabatan dari arachnida
telah ditentukan oleh demonstrasi yang dilakukan oleh Limulus dan kepunahan
Eurypterines (Pterygotus, dll), yang mengatakan ini identik dalam struktur dan
begitu banyak bagian yang berhubungan penting dengan kalajengking, sementara
memiliki bagian lain yang cukup berbeda dengan arthropoda dimana tidak
mungkin untuk menganggap bahwa identitas yang ada adalah karena homoplasy
atau konvergensi, dan kesimpulan yang tidak dapat dihindari, harus diterima
bahwa kemiripan timbul dari hubungan kedekatan secara genetik. Pandangan
bahwa Limulus bahwa kepiting adalah suatu arachnida dipertahankan sejak tahun
1829 oleh Straus-Durkheim, atas dasar kepemilikan atas suatu sternum rawan
internal yang dimiliki oleh arachnida dan kesamaan disposisi dari enam pelengkap
kaki, seperti sekitar mulut dalam dua kasus. Bukti yang tepat kesetaraan
segmentasi dan pelengkap dari Limulus dan kalajengking dan sejumlah titik yang
luar biasa dari dalam strukturnya, dilengkapi oleh Lankester dalam artikel yang
diterbitkan pada 1881 (“Limulus sebuah arachnida,” ‘Quart. Journ. Micr. vol Sci./.
xxi, N.S.), dan dalam serangkaian subsequent memoar, dimana terdiri dari
struktur kelenjar coxal, mata, otot veno-pericardiac.

119
Gambar 2.
Keberagaman Arachnida (Sumber: Encyclopaedia Britannica, 2012)

B. Karakteristik Arachnida

Gambar 3.
Struktur tubuh Arachnida (Sumber: Kindersley, 2007)

Ciri-ciri utama Arachnida adalah memiliki kelisera pada cephalotoraks


(atau prosoma) yang seperti gunting atau catut. Dua bagian utama dari kelisera
ini adalah landasan tebal (tempat otot dan kelenjar bisa) dan taring yang dapat
digerakkan. Umumnya, taring berada pada lekukan dasar landasan dengan
mekanisme seperti pada pisau lipat. Kelisera ini digunakan untuk menyuntikkan
racun ke dalam tubuh mangsa dan dapat juga untuk memutuskan benang “jaring”
laba-laba. Organ pelengkap kedua pada prosoma adalah sepasang pedipalpus.
Pedipalpus ini mirip dengan kaki, namun memiliki segmen yang lebih sedikit dan
tidak digunakan untuk bergerak. Pedipalpus berfungsi untuk menangkap
120
(memegang dan memanipulasi) mangsa, sensor, pertahanan diri, maupun
reproduksi. Pada kalajengking, pedipalpus berbentuk seperti capit dan ukurannya
relatif besar.
Tubuh arachnida terbagi atas kepala-dada (cephalotoraks) dan badan
belakang (abdomen). Antara sefalotoraks dan abdomen terdapat bagian sempit
seperti pinggang, disebut pedisel. Pada bagian kepala-dada terdapat 4 pasangkaki,
juga terdapat dua alat mulut, yaitu sebagai berikut. 1) Alat sengat (chelicela =
kelisera) 2) Alat cepit (pedipalpus) Tubuh Arachnida dibagi menjadi dua bagian:
anterior dan posterior. Bagian anterior, disebut cephalotoraks, berisi organ-organ
indera, mulut, dan anggota badan berpasangan. Pasangan pertama anggota badan
disebut chelicerae dapat membentuk penjepit atau taring racun, dan pasangan
kedua pedipalpus dapat berfungsi sebagai penjepit, peraba, atau kaki. Pasangan
anggota tubuh lainnya, umumnya empat, digunakan untuk berjalan. Bagian
posterior tubuh, perut, terdapat pembukaan genital dan struktur lainnya. Hal ini
biasanya dilengkapi dengan gills yang telah dimodifikasi disebut paru-paru buku.
Kebanyakan Arachnida adalah soliter kecuali pada saat kawin, ketika berbagai
pola perilaku yang kompleks dapat diamati. Betina dapat menjaga telur atau anak.

Gambar 4.
Anatomi Laba-laba (Sumber: Tikekar, 2016)

1. Sistem Saraf
Pada sebagian besar Arachnida, semua ganglion saraf (termasuk yang
berada di opisthosoma) menyatu di prosoma. Akan tetapi pada Mesothelae yang
tergolong laba-laba paling primitif yang masih hidup, ganglion-ganglion pada
opisthosoma dan ganglion prosoma bagian belakang tidak menyatu. Pada
kalajengking, ganglion-ganglion pada cephalotoraks menyatu, namun pada
abdomen masih terdapat pasangan ganglion terpisah.
121
Gambar 5.
Sistem syaraf pada laba-laba (Sumber: Atkinson, 2015)

Gambar 6.
Komponen mata pada laba-laba: A. Diagram tipe mata sekunder. B. Sparrasid lensa
yang dilihat dari dalam caput. C. Syaraf optic pada Tarantula (Sumber: Atkinson, 2015)

122
2. Sistem Respirasi

Gambar 7.
Bagian bawah abdomen yang disajikan untuk mengetahui lokasi spirakel dan diagram
dari paru-paru buku pada laba-laba (Sumber: Atkinson, 2015)

Arachnida umumnya memiliki paru-paru buku dan trakea. Paru-paru


buku menyerap oksigen dan membuang zat sisa menggunakan hemolimfa
sebagai alat pengangkut, sedangkan trakea melakukan hal yang sama tanpa
menggunakan hemolimfa. Paru-paru buku ini berbeda dengan paru-paru pada
vertebrata. Paru-paru buku adalah tumpukan kantong udara dan jaringan yang
berisi hemolimfa, sehingga memberikan bentuk seperti “lipatan” buku. Struktur
seperti “lipatan halaman buku” ini terisi udara sehingga memaksimalkan
permukaan yang terpapar udara. Kemudian, bagian “halaman buku” yang tidak
terlipat, terisi dengan hemolimfa yang membawa oksigen dan karbondioksida.
Jumlah paru-paru buku bervariasi dari satu pasang pada sebagian besar laba-laba,
sampai empat pasang pada kalajengking. Pada mayoritas spesies, respirasi
menggunakan paru-paru buku tidak membutuhkan gerakan untuk memfasilitasi
123
pernafasan ini. Ada tidaknya paru-paru buku ini membagi arachnida menjadi dua
kelompok, yaitu arachnopulmonata (memiliki paru-paru: kalajengking,
kalajengking cambuk, Schizomida, Amblypygi, dan laba-laba); dan Apulmonata
(tidak memiliki paru-paru: tungau, caplak, Opiliones, Ricinulei, Solifugae, dan
kalajengking palsu).

3. Sistem Ekskresi
Sistem ekskresi Arachnida sudah efisien untuk menjaga cairan tubuh
mereka di darat (selain dengan lapisan lilin pada kutikula). Kelenjar ekskresi pada
Arachnida terletak di sisi (tepi) prosoma dan berjumlah sampai dengan empat
pasang, dan juga satu atau dua pasang tubulus Malphigi. Ada yang memiliki salah
satu jenis kelenjar, dan ada juga yang memiliki keduanya. Sampah nitrogen utama
golongan laba-laba adalah guanin.

4. Sistem Pencernaan
Arachnida umumnya adalah karnivora. Mereka menggunakan racun
untuk melumpuhkan mangsa menggunakan kelisera (pada laba-laba), atau
menggunakan ekor sengat (pada kalajengking). Hewan ini makan dari tubuh yang
serangga dan hewan kecil yang telah dicerna sebagian (di luar) dengan
menggunakan cairan pencernaan yang dihasilkan oleh lambung, lalu menuangkan
cairan tersebut pada tubuh mangsa dengan kelisera atau pedipalpus. Cairan
pencernaan itu akan “melelehkan” mangsa menjadi cairan nutrisi yang siap
disedot melalui mulut, menuju kerongkongan, lalu lambung.
Walaupun demikian, ada juga laba-laba yang vegetarian, dan banyak yang
memakan madu dan serbuk sari sebagai makanan tambahan. Tungau dan caplak
sebagian besar adalah parasit pengisap darah. Opiliones adalah sebagian kecil dari
golongan laba-laba yang dapat memakan benda padat dan memiliki cara makan
yang berbeda. Cakar pada ujung kaki digunakan untuk mengambil invertebrata
kecil dan membawa mangsa itu ke lekukan di antara mulut dan ujung depan
pangkal kaki. Di sini, mangsa dihancurkan dan didorong ke mulut. Konon, ini
adalah cara makan nenek moyang Arthropoda.

124
Gambar 8.
Sistem pencernaan dan ekskresi pada laba-laba (Sumber: Quizlet, 2016)

Bentuk lambung hewan golongan laba-laba bulat panjang dengan


diverticula (kantong-kantong) di sekujur tubuhnya. Baik lambung maupun
kantong-kantong tersebut menghasilkan enzim-enzim pencernaan dan menyerap
zat gisi dari makanan. Sampah makanan dikeluarkan melalui anus pada bagian
belakang abdomen.

5. Sistem Transportasi
Darah atau hemolimfa arachnida bervariasi dalam komposisi, tergantung
model pernafasannya. Hewan golongan laba-laba yang memiliki sistem trakea
yang efisien tidak membutuhkan mekanisme transportasi oksigen dalam “darah,”
sehingga mungkin memiliki sistem peredaran yang tereduksi. Bahkan, beberapa
tungau tidak memiliki jantung sama sekali.
Pada kalajengking dan sebagian laba-laba, “darah” mengandung
hemosianin, yaitu pigmen berbasis zat tembaga dengan fungsi yang mirip dengan
hemoglobin pada vertebrata. Jantung mereka berlokasi di bagian depan
abdomen.

125
Gambar 9.
Pemandangan bagian abdomen Selenocosmia yang dibedah dan lokasi jantung pada
abdomen laba-laba (Sumber: Atkinson, 2015)

Gambar 10.
Sirkulasi hemolimfa pada tubuh laba-laba (Sumber: Atkinson, 2015)

6. Sistem Reproduksi
Arachnida memiliki satu atau dua gonad pada abdomen. Fertilisasi
umumnya internal dan pada sebagian besar spesies, individu jantan menyalurkan
sperma ke individu betina dalam “paket” atau spermatofor. Pada spesies lain,
pedipalpus dapat digunakan untuk “menyuntikkan” sperma ke lubang kelamin
betina. Sebagian besar hewan golongan laba-laba bertelur, akan tetapi
kalajengking dan beberapa tungau menyimpan telur di dalam tubuh mereka
sampai menetas. Kalajengking juga menjaga “bayi” mereka di punggung sampai
molting pertama kali.

126
Gambar 11.
Diagram struktur genital pada laba-laba (Sumber: Atkinson, 2015)

Gambar 12.
Diagram struktur genital pada Segestriidae dan Latrodectus (Sumber: Atkinson, 2015)

C. Klasifikasi Arachnida
Secara umum Arachnida terbagi ke dalam empat atau lima ordo utama,
yaitu:
1. Ordo Araneae: Golongan laba-laba sejati
2. Ordo Scorpiones: Golongan kalajengking sejati.
3. Ordo Opiliones: Golongan “laba-laba” penuai.
127
4. Subkelas Acari (superordo Acariformes dan superordo Parasitiformes):
5. Golongan tungau dan caplak
6. Ordo-ordo lain yang lebih kecil

Gambar 13.
Kladogram Aracnida (Sumber: Yale University, 2007)

Menemukan hubungan filogenetik pada kelas Arachnida tidak bisa


dibilang mudah. Hal ini terutama terjadi pada ordo Acariformes, Parasitiformes,
dan Pseudoscorpiones, yang memiliki tingkat evolusi yang lebih cepat dari ordo
lainnya. Berikut ini adalah diagram hubungan ordo-ordo Arachnida.
1. Laba-laba
Laba-laba adalah sejenis hewan berbuku-buku (arthropoda) dengan dua
segmen tubuh, empat pasang kaki, tak bersayap, dan tak memiliki mulut
pengunyah. Semua jenis laba-laba digolongkan ke dalam ordo Araneae, dan
bersama dengan kalajengking, ketonggeng, tungau, semuanya berkaki delapan,
dimasukkan ke dalam kelas Arachnida.

Gambar 14.
Laba-laba dari keluarga Oxyopidae (Sumber:Lowe, 2014 )
Bidang studi mengenai laba-laba disebut arachnologi. Araneae adalah ordo
terbesar dalam arachnida dan peringkat ketujuh dalam total keragaman spesies di
128
antara seluruh ordo organismse. Laba-laba dapat ditemukan di seluruh dunia di
setiap benua kecuali di Antarktika, dan telah bertahan lama di hampir semua
habitat dengan perkecualian kolonisasi udara dan laut. Pada Februari 2016,
sedikitnya 45.800 spesies dan 114 suku laba-laba telah dicatat oleh para
taksonomis. Tetapi, telah terjadi perpecahan di dalam komunitas ilmiah mengenai
cara semua suku-suku tersebut diklasifikasikan karena sejak tahun 1900 telah ada
lebih dari 20 klasifikasi berbeda telah diusulkan. Laba-laba merupakan hewan
pemangsa (karnivora), bahkan kadang-kadang kanibal. Mangsa utamanya adalah
serangga. Hampir semua jenis laba-laba, dengan perkecualian sekitar 150 spesies
dari suku Uloboridae dan Holarchaeidae, dan subordo Mesothelae, mampu
menginjeksikan bisa melalui sepasang taringnya kepada musuh atau mangsanya.

129
Gambar 15.
Keragaman laba-laba (Sumber: University of Michigan, 2014)

Meski demikian, dari puluhan ribu spesies yang ada, hanya sekitar 200
spesies yang gigitannya dapat membahayakan manusia. Tidak semua laba-laba
membuat jaring untuk menangkap mangsa, akan tetapi semuanya mampu
menghasilkan benang sutera, yakni helaian serat protein yang tipis namun kuat
130
dari kelenjar (disebut spinneret) yang terletak di bagian belakang tubuhnya. Serat
sutera ini amat berguna untuk membantu pergerakan laba-laba, berayun dari satu
tempat ke tempat lain, menjerat mangsa, membuat kantung telur, melindungi
lubang sarang, dan lain-lain.
Tak seperti serangga yang memiliki tiga bagian tubuh, laba-laba hanya
memiliki dua. Segmen bagian depan disebut cephalothorax atau prosoma, yang
sebetulnya merupakan gabungan dari kepala dan dada (toraks). Sedangkan
segmen bagian belakang disebut abdomen (perut) atau opisthosoma. Antara
cephalothorax dan abdomen terdapat penghubung tipis yang dinamai pedicle
atau pedicellus. Pada cephalothorax melekat empat pasang kaki, dan satu sampai
empat pasang mata. Selain sepasang rahang bertaring besar (disebut chelicera),
terdapat pula sepasang atau beberapa alat bantu mulut serupa tangan yang disebut
pedipalpus. Pada beberapa jenis laba-laba, pedipalpus pada hewan jantan dewasa
membesar dan berubah fungsi sebagai alat bantu dalam perkawinan. Laba-laba
tidak memiliki mulut atau gigi untuk mengunyah. Sebagai gantinya, mulut laba-
laba berupa alat pengisap untuk menyedot cairan tubuh mangsanya.
Mata pada laba-laba umumnya merupakan mata tunggal (mata berlensa
tunggal), dan bukan mata majemuk seperti pada serangga. Kebanyakan laba-laba
memiliki penglihatan yang tidak begitu baik, tidak dapat membedakan warna, atau
hanya sensitif pada gelap dan terang. Laba-laba penghuni gua bahkan ada yang
buta. Perkecualiannya terdapat pada beberapa jenis laba-laba pemburu yang
mempunyai penglihatan tajam dan bagus, termasuk dalam mengenali warna.
Untuk menandai kehadiran mangsanya pada umumnya laba-laba
mengandalkan getaran, baik pada jaring-jaring suteranya maupun pada tanah, air,
atau tempat yang dihinggapinya. Ada pula laba-laba yang mampu merasai
perbedaan tekanan udara. Indera peraba laba-laba terletak pada rambut-rambut
di kakinya.

131
Gambar 16.
Tingkat bahaya berbagai jenis laba-laba (Sumber: P&P Pest Control, 2015)

Kebanyakan laba-laba memang merupakan predator (pemangsa) penyergap, yang


menunggu mangsa lewat di dekatnya sambil bersembunyi di balik daun, lapisan
daun bunga, celah bebatuan, atau lubang di tanah yang ditutupi kamuflase.
Beberapa jenis memiliki pola warna yang menyamarkan tubuhnya di atas tanah,
batu atau pepagan pohon, sehingga tak perlu bersembunyi. Laba-laba penenun
(misalnya anggota suku Araneidae) membuat jaring-jaring sutera berbentuk
kurang lebih bulat di udara, di antara dedaunan dan ranting-ranting, di muka
rekahan batu, di sudut-sudut bangunan, di antara kawat telepon, dan lain-lain.
Jaring ini bersifat lekat, untuk menangkap serangga terbang yang menjadi
mangsanya. Begitu serangga terperangkap jaring, laba-laba segera mendekat dan
menusukkan taringnya kepada mangsa untuk melumpuhkan dan sekaligus
132
mengirimkan enzim pencerna ke dalam tubuh mangsanya. Sedikit berbeda, laba-
laba pemburu (seperti anggota suku Lycosidae) biasanya lebih aktif. Laba-laba
jenis ini biasa menjelajahi pepohonan, sela-sela rumput, atau permukaan dinding
berbatu untuk mencari mangsanya. Laba-laba ini dapat mengejar dan melompat
untuk menerkam mangsanya. Bisa yang disuntikkan laba-laba melalui taringnya
biasanya sekaligus mencerna dan menghancurkan bagian dalam tubuh mangsa.
Kemudian perlahan-lahan cairan tubuh beserta hancuran organ dalam itu dihisap
oleh si pemangsa. Berjam-jam laba-laba menyedot cairan itu hingga bangkai
mangsanya mengering. Laba-laba yang memiliki rahang (chelicera) kuat, bisa
lebih cepat menghabiskan makanannya dengan cara merusak dan meremuk
tubuh mangsa dengan rahang dan taringnya itu. Tinggal sisanya berupa bola-bola
kecil yang merupakan remukan tubuh mangsa yang telah mengisut. Beberapa
laba-laba penenun memiliki kemampuan membungkus tubuh mangsanya dengan
lilitan benang-benang sutera. Kemampuan ini sangat berguna terutama jika si
mangsa memiliki alat pembela diri yang berbahaya, seperti lebah yang mempunyai
sengat; atau jika laba-laba ingin menyimpan mangsanya beberapa waktu sambil
menanti saat yang lebih disukai untuk menikmatinya belakangan.
Hingga Februari 2016, sekitar 45.800 spesies laba-laba telah dipertelakan,
dan digolong-golongkan ke dalam 114 suku. Tetapi, mengingat bahwa hewan ini
begitu beragam, banyak di antaranya yang bertubuh amat kecil, seringkali
tersembunyi di alam, dan bahkan banyak spesimen di museum yang belum
terdeskripsi dengan baik, diyakini bahwa kemungkinan ragam jenis laba-laba
seluruhnya dapat mencapai 200.000 spesies.
Ordo laba-laba ini selanjutnya terbagi atas tiga golongan besar pada aras
subordo, yakni:
a. Mesothelae, yang merupakan laba-laba primitif tak berbisa, dengan ruas-ruas
tubuh yang nampak jelas; memperlihatkan hubungan kekerabatan yang lebih
dekat dengan leluhurnya yakni artropoda beruas-ruas.
b. Mygalomorphae atau Orthognatha, yalah kelompok laba-laba yang membuat
liang persembunyian, dan juga yang membuat lubang jebakan di tanah.
Banyak jenisnya yang bertubuh besar, seperti tarantula dan juga lancah maung.
c. Araneomorphae adalah kelompok laba-laba ‘modern’. Kebanyakan laba-laba
yang ditemui termasuk ke dalam subordo ini, mengingat bahwa anggotanya
terdiri dari 95 suku dan mencakup kurang lebih 94% dari jumlah spesies laba-
laba. Taring dari kelompok ini mengarah agak miring ke depan (dan bukan
tegak seperti pada kelompok tarantula) dan digerakkan berlawanan arah
seperti capit dalam menggigit mangsanya.

2. Kalajengking
Kalajengking adalah sekelompok hewan beruas dengan delapan kaki
(oktopoda) yang termasuk dalam ordo Scorpiones dalam kelas Arachnida.
133
Kalajengking masih berkerabat dengan ketonggeng, laba-laba, tungau, dan
caplak. Ada sekitar 2000 jenis kalajengking. Mereka banyak ditemukan selatan
dari 49° U, kecuali Selandia Baru dan Antarktika. Kalajengking purba muncul
pada pertengahan Masa Paleozoikum, kira-kira 400 juta tahun yang lalu. Berbeda
dengan kalajengking pada umumnya, bentuk kalajengking purba lebih sederhana.
Tubuhnya terdiri dari banyak ruas-ruas yang terlindung cangkang tipis. Perbedaan
lainnya adalah ukuran tubuh beberapa jenis kalajengking purba yang mencapai
100 kali ukuran kalajengking masa sekarang, 2 hingga 3 meter. Selain itu,
kalajengking purba juga hidup di air.

Gambar 17.
Spesies kalajengking dari Meksiko. (A) Dewasa ♀ Centruroides limpidus; (B) Dewasa ♀
Centruroides nigrimanus (Pocock, 1898); (C) Dewasa ♂ Hadrurus obscurus; (D) Dewasa ♂
Diplocentrus colwelli; (E) Dewasa ♀ Megacormus segmentatus; (F) Dewasa ♂ Franckeus kochi
(Sumber: Lopez, 2015)

Tubuh kalajengking dibagi menjadi dua segmen: cephalothorax dan


abdomen. Abdomen terdiri dari mesosoma dan metasoma. Arachnoidea. Semua
spesies kalajengking memiliki bisa. Pada umumnya, bisa kalajengking termasuk
sebagai neurotoksin (racun saraf). Suatu pengecualian adalah Hemiscorpius
lepturus yang memiliki bisa sitotoksik (racun sel). Neurotoksin terdiri dari protein
134
kecil dan juga natrium dan kalium, yang berguna untuk mengganggu transmisi
saraf sang korban. Kalajengking menggunakan bisanya untuk membunuh atau
melumpuhkan mangsa mereka agar mudah dimakan. Bisa kalajengking lebih
berfungsi terhadap hexapoda lainnya dan kebanyakan kalajengking tidak
berbahaya bagi manusia; sengatan menghasilkan efek lokal (seperti rasa sakit,
pembengkakan). Namun beberapa spesies kalajengking, terutama dalam keluarga
Buthidae dapat berbahaya bagi manusia. Salah satu yang paling berbahaya adalah
Leiurus quinquestriatus, dan anggota dari genera Parabuthus, Tityus,
Centruroides, dan terutama Androctonus. Kalajengking yang paling banyak
menyebabkan kematian manusia adalah Mus muscullus.

3. Tungau
Tungau adalah sekelompok hewan kecil bertungkai delapan yang,
bersama-sama dengan caplak, menjadi anggota superordo Acarina. Tungau
bukanlah kutu dalam pengertian ilmu hewan walaupun sama-sama berukuran
kecil (sehingga beberapa orang menganggap keduanya sama). Apabila kutu sejati
merupakan anggota Insecta (serangga), tungau lebih berdekatan dengan laba-laba
dilihat dari kekerabatannya. Hewan ini merupakan salah satu avertebrata yang
paling beraneka ragam dan sukses beradaptasi dengan berbagai keadaan
lingkungan. Ukurannya kebanyakan sangat kecil sehingga kurang menarik
perhatian hewan pemangsa besar dan mengakibatkan ia mudah menyebar.
Banyak di antara anggotanya yang hidup bebas di air atau daratan, namun ada
anggotanya yang menjadi parasit pada hewan lain (mamalia maupun serangga)
atau tumbuhan, bahkan ada yang memakan kapang. Beberapa tungau diketahui
menjadi penyebar penyakit (vektor) dan pemicu alergi. Walaupun demikian, ada
pula tungau yang hidup menumpang pada hewan lain namun saling
menguntungkan. Di bidang pertanian, tungau menimbulkan banyak kerusakan
pada kualitas buah jeruk (umpamanya tungau karat buah Phyllocoptura oleivera
Ashmed dan tungau merah Panonychus citri McGregor), merusak daun ketela
pohon dan juga daun beberapa tumbuhan Solanaceae (cabai dan tomat). Tungau
juga menyebabkan penyakit skabies, penyakit pada kulit yang mudah menular.
Ada lebih dari 45 ribu jenis tungau yang telah dipertelakan. Para ilmuwan
berpendapat, itu baru sekitar 5% dari kenyataan total jenis yang ada. Hewan ini
dipercaya telah ada sejak sekitar 400 juta tahun. Ilmu yang mempelajari
perikehidupan tungau dan caplak dikenal sebagai akarologi. Taksonomi tungau
masih belum stabil karena banyaknya perubahan. Namun dapat dikatakan bahwa
tungau mencakup semua anggota Acariformes, semua Parasitiformes kecuali
Ixodida (caplak), dan beberapa familia dan genera yang belum pasti
penempatannya.

135
Gambar 18.
Tungau (Sumber: Dunn, 2015)

4. Caplak
Caplak adalah nama umum bagi hewan kecil berkaki delapan anggota
Ixodoidea, yang bersama-sama dengan tungau dimasukkan ke dalam anakkelas
Acarina, ordo Arachnoidea (laba-laba dan kerabatnya). Caplak dikenal sebagai
parasit luaran (eksoparasit) yang hidup dari darah hewan vertebrata yang
ditumpanginya. Karena kebiasaaannya ini, caplak menjadi vektor bagi sejumlah
penyakit menular. Caplak muda bertungkai enam, namun setelah dewasa
memiliki empat pasang tungkai.

Gambar 19.
Tungau (Sumber: Encyclopaedia Britannica, 2010)

136
BAB IX
SUBFILUM CRUSTACEA
A. Pendahuluan
Filum Arthropoda mengandung 80% dari seluruh spesies hewan yang
dikenal diseluruh dunia . Meskipun Insecta adalah kelas dominan arthropoda di
darat, Crustacea mendominasi air. Beberapa fitur membedakan crustasea dari
serangga. Perbedaan lain antara crustasea dan serangga adalah bahwa crustasea
terus meranggas setelah mereka menjadi dewasa. Sebagian besar atau sekitar
35.000 spesies crustasea laut. Banyak crustasea air tawar jarang mencapai ukuran
lebih besar dari 1 mm dan oleh karena itu tidak mudah dikumpulkan dengan
teknik yang efektif untuk sampling serangga air. Salah satu fitur umum untuk
semua crustasea adalah bahwa mereka bernafas baik melalui insang atau melalui
integumen tubuh secara umum.

Gambar 1.
Larva dari subfilum Crustacea (Sumber: www.mhhe.com ,2016)

Crustacea adalah kelompok besar organisme terutama dari wilayah


perairan, yang terdiri dari sekitar 35.000 spesies kepiting, udang, lobster, udang
karang, teritip, kutu air, pillbugs, dan kelompok-kelompok terkait. Crustasea
memiliki dua pasang antena, tiga jenis pelengkap untuk mengunyah, dan berbagai
jumlah pasang kaki. Semua pelengkap Crustacea, dengan kemungkinan
pengecualian pasangan pertama dari antena, pada dasarnya biramous. Dalam
beberapa crustasea, pelengkap tampaknya hanya memiliki satu cabang, dalam
kasus-kasus, salah satu cabang yang telah hilang selama spesialisasi evolusi. Tahap
larva nauplius melalui mana semua crustasea lulus memberikan bukti bahwa
semua anggota kelompok ini yang beragam adalah keturunan dari nenek moyang
yang sama. Menetas nauplius dengan tiga pasang pelengkap dan bermetamorfosis

137
melalui beberapa tahapan sebelum mencapai kematangan. Di banyak kelompok,
tahap nauplius ini dilewatkan di telur, dan pengembangan tukik untuk dewasa.

B. Karakteristik Crutacea
Crustasea berbeda dari serangga tapi menyerupai lipan dan kaki seribu
dalam hal bahwa crustacea memiliki pelengkap pada perutnya serta pada dadanya.
Crustacea adalah arthropoda yang hanya dengan dua pasang antena. Rahangnya
kemungkinan berasal dari sepasang tungkai yang mengambil pada fungsi
mengunyah selama evolusi, sebuah proses yang tampaknya terjadi secara
independen di leluhur umum dari mandibulates terestrial. Banyak crustasea
memiliki mata majemuk. Selain itu, juga memiliki rambut taktil halus yang
diproyeksikan dari kutikula seluruh tubuh. Crustasea lebih besar memiliki insang
berbulu dekat basis kaki. Dalam anggota kecil dari kelas ini, pertukaran gas
berlangsung secara langsung melalui daerah yang lebih tipis dari kutikula atau
seluruh tubuh. Kebanyakan crustasea memiliki jenis kelamin secara terpisah.
Berbagai macam kopulasi khusus terjadi antara crustasea, dan beberapa anggota
membawa telur mereka dengan mereka, baik secara tunggal atau telur kantong,
hingga menetas. Crustacea besar berakaki sepuluh, terutama crustacea laut seperti
udang, lobster, dan kepiting, bersama dengan kerabat air tawar mereka, udang
karang, secara kolektif disebut crustasea berkaki sepuluh. Crustacea berkaki
sepuluh jangka berarti “sepuluh kaki”. Pada hewan tersebut, exoskeleton
biasanya diperkuat dengan kalsium karbonat. Sebagian besar segmen tubuhnya
menyatu menjadi cephalothorax ditutupi oleh perisai punggung, atau karapas,
yang muncul dari kepala. Penjepit di banyak crustasea berkaki sepuluh digunakan
dalam memperoleh makanan, misalnya, dengan menghancurkan kerang atau
moluska. Pada lobster dan udang karang, pelengkap disebut swimmerets terjadi
pada garis sepanjang permukaan ventral perut dan digunakan untuk reproduksi
dan berenang. Selain itu, rata pelengkap dikenal sebagai uropods membentuk
semacam senyawa "Paddle" pada akhir perut. Hewan ini juga mungkin memiliki
telson, atau ekor tulang belakang. Dengan menjentikkan perutnya, hewan
mendorong dirinya sendiri melalui air dengan cepat dan tegas. Kepiting berbeda
dari lobster dan udang karang dalam hal proporsi, karapas mereka jauh lebih
besar dan lebih luas dengan perut terselip dibawahnya.

C. Klasifikasi Crustacea
Berikut ini disajikan mengenai klasifikasi dari crustacea dan perkiraan
mengenai jumlahnya di kawasan Amerika Utara.

138
Tabel 1.
Klasifikasi Crustacea dan Perkiraan Jumlahnya di Kawasan Perairan Amerika Utara
(Thorp dan Covich; 1991)

Gambar 2.
Klasifikasi Crusacea (Sumber: Mackie, 1998)

139
Filum Arthropoda mengandung 80% dari semua spesies hewan yang
dikenal. Meskipun Insecta adalah kelas dominan arthropoda di darat, kelas
Crustacea mendominasi air. Beberapa fitur membedakan crustacea dari serangga.
Perbedaan lain antara crustacea dan serangga adalah bahwa crustacea terus
meranggas setelah mereka menjadi dewasa. Sebagian besar 35.000 spesies yang
dikenal merupakan crustacea yang berasal dari laut.
Banyak crustacea air tawar jarang mencapai ukuran lebih besar dari 1 mm
dan oleh karena itu tidak mudah dikumpulkan dengan teknik yang efektif untuk
sampling serangga air. Salah satu fitur umum untuk semua crustacea adalah
bahwa mereka bernafas baik melalui insang atau melalui integumen tubuh secara
umum (Peckarsky, 1990).
Tabel 2.
Fitur Diagnostik dari Crustacea (Mackie, 1998)

1. Subkelas Eumalakostraca (Superordo Peracarida)


Eumalacostraca adalah subkelas dari krustasea, yang mengandung
hampir semua malacostraca hidup, atau sekitar 40.000 spesies dijelaskan.
Subkelas lainnya adalah Phyllocarida dan mungkin Hoplocarida. Eumalacostraca
memiliki 19 segmen (5 cephalic, 8 toraks dan 6 abdomen). Susunan ini dikenal
sebagai “caridoid facies”, istilah yang diciptakan oleh William Thomas Calman di
1909. Tungkai toraks bersendi dan digunakan untuk berenang atau berjalan.
Nenek moyang diperkirakan telah memiliki karapaks, dan sebagian besar spesies
hidup memiliki satu, tetapi telah hilang dalam beberapa subkelompok.

140
a. Ordo Ampipoda
Nama rangka mengacu pada jenis kaki ganda; awalan “Amphi” adalah
bahasa Yunani untuk “kedua sisi” (yaitu baik dada dan perut) atau “ganda”, dan
akhiran “Poda” adalah dari bahasa Yunani kata “podos”, yang berarti “kaki”.
Amphipods agak lateral rata, memaksanya untuk berenang di bagian sisi. Istilah,
Scud, mengacu pada peran Ampipod sebagai pemulung dan detritivor sedimen
bawah. Scud yang paling sering ditemukan terkait dengan vegetasi air. Terkadang
membingungkan antara Scud dan sowbags, tapi Scud yang lebih tinggi daripada
sowbags yang luas dan berenang dengan cepat di bagian sisi, sementara sowbugs
telah diratakan, badan berbentuk lonjong dan merangkak perlahan sepanjang
permukaan. (Kellogg, 1994)

Gambar 3.
Hyalella Azteca (Sumber: Yale Peabody Museum, 2010)

Gambar 4.
Diporeia Hoyi (Sumber: Omnilexica.com, 2016)

141
Hyalella Azteca begitu di mana-mana dan berlimpah bahwa
ketidakhadiran H. Azteca dianggap sebagai indikator yang dapat diandalkan untuk
mengetahui pengasaman danau. H. Azteca dapat mentolerir bawah pH untuk 6,5,
pada saat mana H. Azteca mulai menghilang. Diporeia hoyi hanya ditemukan di
kedalaman danau yang dingin. Namun, preferensi D. Hoyi untuk perairan dalam
tampaknya tergantung pada kebutuhan akan air dingin karena D. Hoyi telah
ditemukan di zona profundal dengan saturasi oksigen kurang dari 7%.

b. Ordo Isopoda
Isopoda dorsoventrally yang diratakan. Ketika terganggu isopoda
menggulung menjadi bola, seperti taman bug pil. Kaki isopoda serupa, maka
nama order “Iso” dari bahasa Yunani kata “isos” yang berarti sama atau serupa,
dan “Poda” dari bahasa Yunani kata “podos”, yang berarti “kaki”.
Terkadang membingungkan antara scud dan sowbugs, tetapi sowbugs
yang lebih luas daripada scud tinggi dan berjalan perlahan di sepanjang
permukaan. (Kellogg, 1994)
Isopoda adalah pemulung dan detritivores, makan terutama pada
binatang mati atau sekarat. Spesies umum, Caecidotea communis (sebelumnya
Asellus) dan C. racovitzai dapat ditemukan dalam jumlah besar di perairan yang
sedikit terpolusi oleh limbah pabrik.

Gambar 5.
Caecidotea communis (Sumber: BugGuide.Net, 2016)

Spesies lain dibatasi untuk jenis lain dari habitat. Misalnya, Thermosphaeroma
hanya ditemukan di sumber air panas, Caecidotea kenki terbatas pada aliran dingin
dan sungai musim semi dan Lirceus garmani terbatas pada kolam sementara dan
mata air dan merupakan indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui
kondisi suatu habitat.

142
Gambar 6.
Thermosphaeroma (Sumber: Center for Biological Diversity, 2016)

Gambar 7.
Lirceus garmani (Sumber: wikivisually.com, 2016)

143
c. Ordo Cladocera

Gambar 8.
Holopedium gibberium (Sumber: Scientific Computing, 2016)

Cladocerans terutama kelompok air tawar, dengan hanya beberapa


spesies predator di lingkungan laut. Kebanyakan cladocerans pengumpan filter,
seperti di mana-mana Daphnia, Ceriodaphnia, Bosmina, Chydorus, Alona dan
Semocephalus. Spesies terbesar, seperti Leptodora (sampai 18 mm panjang),
Polyphemus (panjang hingga 15 mm) dan spesies Eropa yang diperkenalkan ke
Great Lakes, Bythotrephes (hingga 20 mm panjang), yang merupakan predator.
beberapa spesies memiliki fitur unik, Holopedium mudah diidentifikasi oleh
karapas yang besar tertutup dalam mantel agar-agar besar (sering transparan dan
hampir tak terlihat dalam cahaya) dan cukup besar dalam ukuran (1-2 mm di
mantel agar-agar), mudah terlihat dengan mata telanjang.
Beberapa spesies memiliki bentuk seksual, tetapi yang jantan cenderung
lebih kecil dari betina. Bentuk jantan umumnya berumur pendek dan disesuaikan
untuk reproduksi. Sebagai contoh, antennules dan pelengkap yang dimodifikasi
untuk menangkap betina saat kawin dan jarang digunakan sebagai organ
penyaring makan. Holopedium gibberium adalah karakteristik hewan yang tinggal di
danau dan perairan rendah kalsium.

144
Gambar 9.
Daphnia (Sumber: Informasi Peternakan, 2016)

2. Subkelas Copepoda
Tabel 3.
Karakteristik beberapa ordo pada Copepoda (Mackie, 1998)

145
Gambar 10
Cyclopoida (Sumber: www.ilciuici.com, 2016)

Gambar 11.
Calanoida (Sumber: Huys & Boxshall, 1991)

146
Gambar 12.
Harpacticoida (Sumber: Huys & Boxshall, 1991)

Copepoda adalah sekelompok kecil crustacea ditemukan di laut dan


hampir setiap air tawar habitatnya. Banyak spesies yang planktonic (Drifting di
perairan laut), tetapi yang lebih benthic (hidup di laut lantai), dan beberapa spesies
kontinental Mei tinggal di wilayah limno-habitat dan wilayah tempat basah,
seperti rawa-rawa, di bawah daun jatuh di hutan basah , bogs, mata air, kolam
dan tdk kekal puddles, membasahi moss, atau diisi air recesses (phytotelmata)
tanaman seperti bromeliads dan picer tanaman. Banyak tinggal di bawah laut dan
air tawar gua, sinkholes, streaming atau tempat tidur. Copepoda kadang-kadang
digunakan sebagai bioindikator.
Meskipun copepoda dapat ditemukan hampir di mana-mana mana air
tersedia sebagian besar lebih dari 12.000 spesies yang dikenal hidup di laut.
Karena mereka adalah biomassa terbesar di lautan beberapa menyebut mereka
serangga laut. Mereka berkeliaran bebas air, liang melalui sedimen di dasar laut,
ditemukan pada flat pasang surut dan dalam parit laut dalam. Setidaknya sepertiga
dari semua spesies hidup sebagai asosiasi, commensals atau parasit pada
invertebrata dan ikan. Salah satu hotspot keanekaragaman spesies terumbu
karang tropis di IndoPacific. Beberapa spesies karang adalah host untuk sampai
dengan 8 spesies copepoda. Seperti flat pasang mangrove berkerumun dengan
kehidupan copepoda.
Calanoida, Cyclopoida dan Harpacticoida telah berhasil dijajah semua
jenis habitat air tawar dari sungai kecil untuk danau gletser tinggi di Himalaya.
Meskipun keanekaragaman jenis di air tawar tidak setinggi dalam kelimpahan laut
copepoda terkadang cukup besar untuk noda air. Bahkan di air tanah fauna
copepoda khusus telah berevolusi. Beberapa spesies copepoda dapat ditemukan
147
pada musim gugur daun hutan basah atau di tumpukan kompos basah, kadang-
kadang dalam kepadatan cukup tinggi. Lainnya tinggal di lumut gambut atau
bahkan dalam phytothelmata (kolam kecil terbentuk di axils meninggalkan
tanaman) dari bromeliad dan tanaman lainnya.

3. Subkelas Branchiura
Branchiura memiliki tubuh yang datar dan memiliki profil yang rendah
ketika melekat pada host mereka. Tubuh terdiri dari kepala, lima segmen tungkai-
bearing dan batang pendek dibagi menjadi daerah toraks, membawa empat
pasang kaki renang yang kuat dan pendek, perut tidak bersegmen. Kepala telah
berkembang dengan baik lobus carapace, yang ekstensi posterior dorsal kepala
perisai sebagian besar menutupi kaki di kedua sisi tubuh dan dapat
memperpanjang lebih lanjut untuk menutupi perut. Lobus karapas ini
mengandung usus caecae bercabang dan memiliki dua daerah khusus bagian
perut, yang secara tradisional disebut sebagai “daerah pernapasan,” tapi
tampaknya terlibat dalam mengatur cairan tubuh internal. Anterior, pada
permukaan ventral kepala kebohongan antennules pendek dan antena. Keduanya
dilengkapi dengan cakar dan organ-organ penting dari keterikatan kepada host.
Segmen distal dari antennules sensorik dan membawa array dari seta pendek.
Branchiuran memiliki mulut tabung penghisap dilengkapi dengan rahang
serak terletak di ujung tabung mulut. Dalam Argulus ada stilet racun ditarik
terletak hanya di depan mulut. Stilet ini tidak ada dalam Chonopeltis dan
Dipteropeltis. The maxillules dikembangkan menjadi pengisap otot yang kuat
dalam orang dewasa dari segala genera, kecuali Dolops, yang mempertahankan
panjang maxilla ke fase dewasa. Maksila adalah uniramous (bercabang satu)
anggota badan dengan spinosus yang berbentuk seperti tulang pada segmen basal
dan cakar kecil di ujungnya. Empat pasang kaki renang toraks adalah bercabang
dua dan diarahkan lateral. Kaki pertama dan kedua biasanya membawa bagian
tambahan, flagela yang, berasal dekat pangkal exopod tersebut. Kaki ketiga dan
keempat biasanya dimodifikasi pada hewan yang jantan dan digunakan untuk
mentransfer sperma ke betina saat kawin. Perut mengandung testis dipasangkan
pada jantan dan, pada betina, wadah mani pasangan, di mana sperma disimpan
sampai dibutuhkan untuk membuahi telur. Perut berakhir di lobus perut
dipasangkan dipisahkan oleh celah anal median, di mana letak anus dipasangkan
ekor rami.
Spesies Argulus banyak ditemui pada habitat air tawar di semua daratan
Benua. Spesies dari Dolops terdistribusi di daerah Selatan, terjadi di air tawar di
Afrika bagian selatan, Amerika Selatan, dan Australasia (Tasmania). Spesies
Chonopeltis hanya terjadi di perairan Afrika, sementara satu-satunya spesies
Dipteropeltis dibatasi ke Amerika Selatan.

148
Branchiuran ektoparasit pada ikan, tapi kadang-kadang dilaporkan dari
berudu amfibi. Branchiura tinggal terutama di habitat air tawar, baik berjalan dan
air statis, dan dapat terjadi pada kepadatan tinggi di badan air buatan seperti
waduk, kolam ikan hias, dan peternakan ikan. Beberapa spesies Argulus
menduduki muara dan ikan laut pesisir, tetapi mereka tidak ditemuka di perairan
laut.
Hanya perilaku Argulus yang diketahui dengan baik dan sedikit yang
diketahui dari marga lain. Setelah mengambil makan, Argulus betina akan
meninggalkan inangnya dan mulai bertelur di baris pada setiap keras, permukaan
terendam. Telur yang disemen ke substrat dan ditinggalkan. Telur ini menetas
menjadi larva berenang bebas dilengkapi dengan setose (berbulu) berenang
antena dan rahang dan dasar-dasar dari maxilla, dan dua pasang kaki renang yang
utama. Larva ini sebagai fase penyebaran dan meranggas ke tahap kedua, di mana
cakar kuat telah menggantikan seta pada antena dan palp setose mandibula hilang.
Branchiuran parasit dari tahap kedua dan seterusnya, tetapi muncul untuk
meninggalkan tuan rumah dan kemudian menemukan host baru pada interval
seluruh pembangunan. Perubahan selama fase larva yang bertahap, terutama yang
melibatkan pengembangan kaki toraks dan organ reproduksi, kecuali untuk
maxilla, yang mengalami metamorfosis sekitar panggung lima, berubah dari
anggota tubuh yang panjang bantalan cakar distal kuat untuk pengisap melingkar
kuat. Ini adalah salah satu transformasi yang paling luar biasa yang dikenal untuk
setiap arthropoda ekstremitas.
Branchiura menempel pada kulit host ikan dan memakan darah dan
jaringan eksternal. Branchiura memiliki rahang serak, yang mengikis jaringan ke
dalam pembukaan di ujung mengisap mulut tabung. Dalam Argulus, racun stilet
digunakan untuk menyuntikkan sekresi ke dalam host. Sekresi mungkin
mengandung enzim pencernaan untuk mulai memecah jaringan inang sebelum
menelan. Dipasangkan stilets labial, berbaring dalam pembukaan tabung mulut,
juga sekresi dan dapat menghasilkan sekresi dengan fungsi pra-pencernaan
serupa. Darah host juga diambil dan dicerna dalam usus caecae lobate yang
terletak di dalam lobus carapace.
Jenis kelamin terpisah dan, dalam banyak branchiura, jantan mentransfer
sperma langsung ke betina menggunakan berbagai struktur pada kaki toraks
ketiga dan keempat. Pada Dolops, bagaimanapun, sperma ditransfer dalam paket
chitinous disebut spermatophores.

149
Gambar 13.
Argulus foliaceus (Sumber: Flickr, 2016)

150
Gambar 14.
Argulus japonicas (Sumber: NEMESIS Database Species, 2016)

Gambar 15.
Dolops ranarum (Sumber: Parasites World, 2016)

151
BAB X
MALACOSTRACA (CRUSTACEA)
A. Pendahuluan
Nama Malacostraca diciptakan oleh ahli zoologi Perancis Pierre André
Latreille pada tahun 1802. Dia adalah kurator koleksi arthropoda di National
Museum of Natural History di Paris. Nama berasal dari akar Yunani (malakós, yang
berarti "lunak") dan (óstrakon, yang berarti "shell"). Nama ini menyesatkan,
karena shell hanya lembut segera setelah molting, dan biasanya sulit. Malacostraca
kadang-kadang dikontraskan dengan entomostraca, nama diterapkan untuk
semua luar crustacea dan dinamai takson usang Entomostraca.

Gambar 1.
Crustacea malacostraca, thorax dengan 8 segmen, perut dengan 6 sampai 7 segmen
ditambah telson a; pelengkap pada segmen perut 6 diratakan untuk membentuk
uropoda. (Sumber: Pinterest catalogue, 2017)

Malacostraca adalah yang terbesar dari enam kelas crustacea, yang


mengandung sekitar 40.000 spesies hidup, dibagi di antara 16 ordo. anggotanya,
malacostraca, menampilkan keragaman bentuk tubuh dan termasuk kepiting,
lobster, udang karang, udang, krill, kutu kayu, Scud (Amphipoda), udang mantis
dan banyak hewan yang kurang familiar lainnya. Malacostraca melimpah di semua

152
lingkungan laut dan telah merambah pada lingkungan air tawar dan habitat darat.
Malacostraca merupakan hewan yang tubuhnya tersegmentasi, disatukan oleh
rancangan tubuh yang umum terdiri dari 20 segmen tubuh (jarang 21), dan dibagi
menjadi kepala, dada, dan perut.
Beberapa spesies malacostraca penting dalam industri akuakultur dan
makanan. Dari tiga subclass, Phyllocarida, Hoplocarida dan Eumalacostraca,
hanya Eumalacostraca berisi spesies air tawar. Sementara crustacea sebagai
bentuk tubuh tampilan keseluruhan sangat bervariasi, malacostraca menampilkan
satu jenis struktur dasar tubuh.
Hampir setiap habitat air tawar digunakan oleh spesies malacostraca,
baik permukaan air lotic dan lentic dan beberapa perairan unik di bawah tanah.
Permukaan air meliputi sungai yang mengalir ke dan melalui padang rumput
terbuka, rawa-rawa dan daerah berhutan; kolam permanen dan sementara, kolam
pada air terjun, parit, lubang air, danau, sungai fana, sungai tunduk aliran deras
musiman, mata air dan air interstitial. Banyak jenis substrat yang dihuni, termasuk
batu, pasir, pasir bergambut, tanah liat, lumpur dan kerikil. Malacostraca
cenderung memilih zona pesisir badan air, terutama daerah yang memiliki banyak
tumbuhan. Hewan ini dapat ditemukan dalam kemasan sampah daun, di bawah
kayu busuk, di bawah batu, di antara akar tanaman dan lain sebagainya. Beberapa
spesies semi-akuatik yang ditemukan di Sphagnum lumut dan vegetasi air.
Malacostraca yang hidup bebas adalah omnivora, predator, detritivores,
herbivora dan pengumpan filter.
Banyak spesies malacostraca yang menempati liang. Liang yang
terhubung dengan membuka perairan atau meja air. Beberapa liang panjang,
berkelok-kelok 20-30 cm ke daerah kaya air sementara yang lainnya liang pendek
atau membentuk katakombe dari lubang di tepi sungai lembut. Jika air mengering
liang dimeteraikan dengan cerobong asap lumpur. Malacostraca mungkin
nokturnal atau diurnal. Hewan ini sebagian besar hidup bebas, tetapi juga
mungkin komensal atau ektoparasit.

153
Gambar 2.
Pagurus samuelis (hermit crab) (Sumber: Bousfield, 2014)

Malacostraca memiliki peran yang kuat dalam perekonomian. Manusia


mengkonsumsi sejumlah besar dekapoda, dan industri besar telah
mengembangkan sekitar penangkapan atau budidaya dan penjualan udang,
lobster, dan kepiting. Ada juga perdagangan akuarium besar, penyediaan hewan
baik sebagai hewan peliharaan dan sebagai makanan bagi ikan dan amfibi.
Kebanyakan parasit malacostraca menyerang ikan dan crustacea lainnya. Untuk
alasan ini, malacostraca parasit memiliki dampak negatif pada ikan, udang,
lobster, dan kepiting industri. Malacostraca memainkan peran penting dalam
ekosistem perairan yang mana konservasi merupakan isu penting. Komersial
over-fishing mungkin akhirnya menempatkan populasi dalam bahaya. Ironisnya,
hal itu merupakan peran penting dimana malacostraca bermain dalam ekonomi
manusia yang membahayakan bagi hewan ini. Nelayan dari malacostraca dapat
merusak lingkungan.

B. Karakteristik Malacostraca
Malacostracans menunjukkan eksoskeleton yang keras sebagai hasil dari
kalsifikasi khas pada crustacea. Tubuh dibagi menjadi tiga tagmata, cephalon,
dada, dan perut. Kepala dan dada yang menyatu ke cephalothorax dan mungkin
sulit untuk membedakan hal tersebut.

154
Gambar 3.
Karakteristik dari Malacostraca (Sumber: McGraw-Hill, 2013)

Semua malacostraca memiliki lima segmen di kepala, delapan di dada,


dan enam di perut, kecuali 20 spesies aneh di Phyllocarida, yang memiliki tujuh
segmen perut. Sebagai aturan umum, setiap segmen beruang sepasang pelengkap,
namun dalam beberapa organisme pelengkap kurang pada beberapa pelengkap
perut. Anterior 1-3 pelengkap dada yang dimodifikasi menjadi maxillipeds, yang
digunakan untuk makanan. Lima pelengkap perut anteriormost adalah, hampir
tanpa kecuali, biramous. Dalam kebanyakan malacostraca, pelengkap perut
posteriormost, jika ada, diratakan dan membentuk sirip ekor dengan telson. Ordo
sering dikategorikan oleh spesialisasi anggota badan tertentu dan segmen tubuh.
Ada banyak keanekaragaman morfologi dalam kelas, yang paling familiar untuk
semua taksa pada crustacea.

155
Gambar 4.
Anatomi dari Ordo Euphausiacea (Sumber: University of Michigan, 2014)

Pusat kontrol neuroendokrin utama malacostracans adalah kompleks X-


organ-sinus-kelenjar, yang terletak di eyestalk atau di bagian setara dengan kepala
di mana mata sessile. Kompleks ini mengatur pematangan, penyebaran pigmen
di mata dan perubahan warna tubuh, dan beberapa proses metabolisme, termasuk
molting. Ovarium betina, kelenjar reproduksi jantan, organ perikardial, dan
rahang atas Y-organ dekapoda juga memproduksi hormon yang berfungsi dalam
meranggas dan siklus reproduksi.
Malacostracans memiliki rancangan tubuh yang khas dari crustacea.
Insang internal yang dilindungi oleh carapace. Sistem peredaran darah pada
organisme besar dapat sangat maju dan vena menyebar secara luas, meskipun
masih dianggap terbuka (sebagai lawan tertutup). Sistem saraf dari Malacostraca
dibedakan menjadi sistem saraf perifer (PNS) dan sistem saraf pusat (SSP). PNS
meliputi semua neuron sensorik perifer termasuk akson dari hewan ini, serta
akson neuron motorik dan neuron eferen lain dimana somata berada di SSP.
Sebagian besar neuron sensorik dari Malacostraca adalah bipolar dengan dendrit
apikal terhubung ke struktur sensorik eksternal kutikula disebut sensillum dan
akson basal yang memproyeksikan langsung ke SSP. Berdasarkan modalitas
sensorik yang dilayani, neuron sensorik bipolar dibedakan menjadi tiga kelas:
mechanoreceptor neuron (MRNs), kemoreseptor neuron (CRNs), dan neuron
reseptor penciuman (ORNs). MRNs dan CRNs menginervasi kemoterapi
bimodal dan sensilla mechanosensory yang terletak di semua pelengkap dan
eksternal lainnya (misalnya karapas, ruang insang) dan internal (esophagus)
permukaan kutikula tubuh dan secara keseluruhan memiliki yang paling banyak
156
populasi sensillar dari Malacostraca. MRNs juga menginervasi kurang banyak
sensilla mechanosensory unimodal, termasuk sensilla di statocysts (terletak di dasar
dari antenna) khusus untuk penginderaan gravitasi. ORNs memberikan
persarafan dari unimodal penciuman sensilla disebut aesthetascs yang hanya terjadi
pada flagela lateral antenna dan membentuk organ penciuman Malacostraca.
Sistem saraf sangat terpusat. Otak besar di dekat mata terhubung ke sejumlah
ganglia melalui tali saraf ventral dipasangkan, yang membentang dari tubuh.
kelenjar hijau di antena kedua melayani fungsi osmoregulator dan ekskresi.
Pembuangan limbah nitrogen mungkin juga terjadi di insang atau dinding tubuh
itu sendiri. Mulut malacostraca mengarah ke perut dua bilik, yang memiliki
struktur grinding disebut pabrik lambung. Pencernaan terjadi di seluruh usus, dan
limbah materi dikeluarkan melalui anus posterior pada telson.
Malacostraca merupakan hewan yang tidak hemaprodit, dan seks
ditentukan secara genetis. Gonad yang terletak di segmen toraks keenam pada
hewan betina, dan kedelapan pada hewan jantan. Sanggama adalah aturan sebagai
sperma unflagellated adalah non-motil. Anterior satu atau dua anggota badan
perut pada hewan jantan dimodifikasi menjadi struktur reproduksi yang
dirancang untuk membantu dalam pengiriman sperma. Pembangunan berkisar
langsung ke metamorf antara anggota kelas Malacostraca. Dalam peracardia, telur
menanti di belakang thorax. Pada malacostraca lain, telur diletakkan. Kebanyakan
malacostraca yang bermetamorfosis memiliki larva nauplius, tetapi dalam banyak
spesies telur menetas menjadi larva zoea.
Hampir setiap strategi makan dibayangkan ditunjukkan oleh setidaknya
satu anggota dari kelompok ini. Banyak malacostraca merupakan karnivora, dan
pemburu aktif. Kelompok ini mewakili banyak ordo yang memiliki pelengkap
dada yang dimodifikasi untuk menusuk atau menangkap dan menghancurkan
mangsanya. Beberapa taksa malacostraca adalah parasite, sementara yang lain
adalah pengurai, herbivora, serta filter-feeders.
Malacostraca umumnya aktif. Di antara taksa bentik, namun, beberapa
spesies penggali yang cukup aktif. Banyak bentuk pelagis adalah pemburu aktif.
Decapoda dikenal untuk menampilkan hubungan yang rumit, seperti yang
ditunjukkan oleh kepiting fiddler.
Malacostracans harus bersaing untuk makanan, tempat tinggal, ruang,
dan pasangan. memperebutkan kerang untuk ditempati, stomatopoda dan udang
memperebutkan tempat penampungan, dan kepiting darat serta liang yang
menjadi tempat tinggal bagi amphipoda. Hewan jantan dari banyak spesies
ditumbuhi pelengkap yang membesar dan dihiasi pada saat jatuh tempo untuk
digunakan dalam pertempuran dan memenangkan pasangan. Perkelahian untuk
menentukan kisaran statusnya pada ritual untuk perjuangan antara hidup dan
mati. Pada dekapoda pejuang paling agresif adalah spesies air, yang juga
bersenjata, jarang bertemu, dan bersaing hanya kadang-kadang lebih merata
157
dimanate rmasuk hewan betina. Spesies darat, yang lebih rentan terhadap cedera,
lebih memiliki kebiasaan hidup berkelompok, dan kurang dibatasi oleh
ketersediaan sumber daya, pameran yang lebih kompleks, interaksi formal.
kepiting biola jantan menarik betina dengan melambaikan cakar yang membesar
dan mengirimkan sinyal suara. Sinyal menentukan identitas dan maksud dari
pengirim. Kepiting jantan membangun piramida pasir untuk menarik betina.
Banyak udang dan beberapa amphipoda bergerak dari cakar membesar terhadap
tangan sebagai bagian dari peringatan ancaman dan sinyal adanya hubungan
dengan betina. Banyak stomatopoda memiliki eyespot kode warna yang spesifik,
yang ditampilkan selama menentukan sikap. Spesies lebih agresif memiliki
eyespots cerah. Stomatopoda yang melawan dengan spesies yang sama atau
terkait erat mengurangi kekuatan pukulan atau terlibat dalam pertempuran ritual.
Spesies yang relative lebih jinak lebih agresif ketika menghadapi kerabat lebih
suka berperang. Seperangkat rumit dari sinyal adanya hubungan dibutuhkan oleh
stomatopoda jantan untuk mencegah betina dari menyerangnya.

C. Evolusi dan Paleontologi dari Malacostraca


Catatan fosil dari Malacostraca memanjang dari awal Era Paleozoic
(Awal Ordovician Epoch, 488,000,000-472.000.000 tahun yang lalu) hingga saat
ini. Phyllocarids awal (order Archaeostraca) memiliki bentuk tubuh yang
menyerupai arthropoda branchiocarid air yang beragam di laut Cambrian,
542,000,000-488,000,000 tahun yang lalu. Bentuk-bentuk primitif (misalnya,
Canadaspida) merupakan leluhur tidak langsung, namun, karena mereka tidak
memiliki pelengkap gnathobasic (mengunyah), kepala (misalnya, rahang, maksila)
dan karakteristik utama lainnya dari crustacea. Malacostracan berbagi sejumlah
karakteristik canggih dengan anggota misterius kelas Crustacea Remipedia,
termasuk antenna biramous, pertama segmen batang menyatu ke kepala, tungkai
dimodifikasi sebagai maxillipeds, dan dipasangkan pelengkap renang di semua
segmen batang posterior bukaan genital.
Malacostraca eucaridan pertama muncul sebagai fosil dari Paleozoic
tengah (Devon Akhir Epoch, 385,000,000-359,000,000 tahun yang lalu). Berupa
malacostraca penggali, lobster, protoglyphaeids primitif, dan uropoda. Selama
Paleozoic akhir (awal Karbon melalui Periode Permian, 359,000,000-251,000,000
tahun yang lalu) malacostraca berkembang pesat, ternyata pada langkah dengan
proliferasi tumbuhan vaskular pesisir yang membentuk sumber makanan air baru
yang besar. Setidaknya 16 odo baru muncul selama waktu itu, beberapa anggota
ukuran sedang, dengan kedua subcheliform dan kaki pejalan (Hoplocarida,
Astacidea). Di lain sisi, sebagian besar lebih kecil, penghuni bawah di payau ke
laguna segar dan muara (Hemicaridea, Syncarida, Mysidacea, Isopoda) karapas
dan ruang pernapasan dada berkurang atau hilang sama sekali, telur yang
dikembangkan secara langsung, dalam kantong dada, dan respirasi serta propulsi
158
renang menjadi semakin perut. Sedikitnya delapan perintah primitif dan
terspesialisasi mati oleh penutupan Permian (stomatopoda aeschronectid,
Pygocephalomorpha, Belotelsonidea). Selama masa kejayaan Mesozoikum dari
malacostraca, 251 juta menjadi sekitar 65,5 juta tahun yang lalu, namun, jumlah
yang sama dari ordo baru muncul. Dengan evolusi anomura dan kepiting selama
era ini, dekapoda diversifikasi dan tumbuh untuk ukuran besar. Semua subordo
amphipoda besar dan infraorders diyakini telah berevolusi dengan periode Jurassic
dan Cretaceous. Isopoda telah melakukan diversifikasi ke 10 subordo yang ada,
termasuk yang sepenuhnya parasit pada crustacea lainnya dan ikan. Semua air
segar besar benua telah banyak merambah melalui muara dan air tanah pesisir,
tanah lembab, kemudian menjadi hutan dengan angiosperma, sedang diduduki
oleh isopoda terestrial dan amphipoda.
Dengan pendinginan berikutnya dari laut pesisir di Paleocene Epoch,
beberapa kelompok malacostraca (Isopoda, Amphipoda, dan Dekapoda)
menjamur di daerah dingin dan di laut dalam. Ampipoda menjadi terkait dengan
mamalia dan kura-kura, yang pertama kali pindah ke perairan dangkal, dan
dengan status khusus hewan ini sebagai epiparasites paus dan penyu laut.
Beberapa kelompok malacostraca yang berkembang biak di air dangkal yang
hangat pada akhir-akhir Paleozoic dan Mesozoikum laut baik hilang atau
dikurangi menjadi spesies randa beberapa di habitat laut dalam atau anoxic
(misalnya, Lophogastrida, dekapoda glyphaeid, Leptostraca, Mictacea) atau di air
tanah benua (misalnya, Syncarida, Spelaeogriphacea, Thermosbaenacea).
Isopoda, dekapoda, dan amphipoda kini mencapai 90% dari seluruh malacostraca
hidup.

D. Klasifikasi Malacostraca
Taksonomi umum dari malacostraca sekitar spesialisasi dan penataan
pelengkap dan segmen tubuh. Sayangnya, banyak peneliti menduga bahwa tingkat
tinggi konvergensi mengaburkan filogeni pada tingkat ordo dari malacostraca.
Untuk alasan ini, divisi taksonomi antara banyak kelompok malacostraca harus
dipandang sebagai pedoman umum baik daripada hubungan filogenetik yang
ketat.
Kelas ini terdiri dari tiga subkelas, yaitu eumalacostraca, copepoda dan
branchiura yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, ada pula yang
menyebut tiga kelas tersebut eumalacostraca, phyllocarida dan hoplocarida. Hal
tersebut dijelaskan melalui pohon filogeni yang ada pada gambar.

159
Gambar 5.
Pohon Filogeni pada Malacostraca (Sumber: Fortey, 1998)

160
Gambar 6.
Berbagai macam pohon filogeni pada Malacostraca (Sumber: Squidonius, 2012)

Kemudian akan dijelaskan mengenai phyllocarida dan hoplocarida.


Phyllocarida memiliki karapas besar, dua katup, kaki toraks dengan cabang luar
seperti daun, perut memiliki tujuh segmen, segmen anterior memiliki pleopods
(kaki renang). Malacostraca diakui paling awal dalam catatan fosil adalah anggota
subkelas ini. Kebanyakan perwakilan hidup yang tinggal di bawah pengumpan
suspense dan anggotanya sekitar 20 spesies. Hoplocarida muncul pada devon
akhir untuk Holosen, karapas besar, tidak memiliki 2 katup, antenna bercabang
3, kaki toraks seperti cakar, kaki belakang toraks merupakan penggali, perut besar,
segmen terminal dengan kipas ekor besar.

161
Gambar 7.
Phyllocarida (Sumber: Paul, 2008)

Gambar 8.
Hoplocarida (Sumber: Lowry, 1999)

162
BAB XI
SUBFILUM UNIRAMIA
A. Pendahuluan
Kelompok utama terbesar dari arthropoda adalah clade yang mencakup
serangga, lipan, kelabang, dan lainnya. Kelompok ini, yang Uniramia, sebelumnya
ditetapkan untuk menyertakan Onychophora, yang sekarang dianggap sebagai
clade terpisah. Hal ini dibatasi di sini untuk menyertakan hanya “benar”
artropoda dengan exoskeletons dan pelengkap bersendi.
Uniramia memiliki pelengkap ketat uniramia, yaitu, kaki hanya memiliki
satu cabang. Sebagian besar terestrial, namun ada juga yang air untuk sebagian
atau seluruh siklus hidup uniramia. Uniramia membuat jauh clade utama yang
paling umum dan beragam arthropoda, dan bahkan membuat lebih dari tiga
perempat dari semua spesies hewan yang dikenal di planet ini dan mungkin
proporsi yang lebih besar dari jumlah total spesies yang dikenal dan tidak dikenal.
Uniramia berasal dari bahasa Latin unus berarti satu dan ramo berarti
cabang karena semua apendik pada ruas tubuhnya uniramus. Pada setiap ruas
kepala terdapat sepasang antena, sepasang mandibel dan sepasang maksila.
Sebagian besar hidup di darat, beberapa di air tawar dan sedikit di laut.
Kemungkinan uniramian tertua yang dikenal saat ini adalah
Cambropodus, dari Tengah Cambrian dari Utah, sayangnya, satu-satunya fosil
tidak lengkap dan tidak terpelihara dengan baik. Cambropodus rupanya bentuk
laut, namun sebagian besar dari uniramia banyak hidup didaerah terrestrial.
Sangat sedikit yang diketahui tentang sejarah Uniramia sampai Silur,
ketika myriapods pertama (lipan, kaki seribu, dan kerabat mereka) muncul. Di
Devon tengah collembolans pertama (springtail), dan oleh Pennsylvania, atau
akhir Karbon, serangga bersayap yang hadir, termasuk lalat capung pertama dan
kecoak. Permian melihat penampilan stoneflies, bug, kumbang, dan caddisflies,
antara kelompok-kelompok lainnya. Sebuah kepunahan massal 245 juta tahun
yang lalu, Permo-Triassic, tidak hanya menyapu bersih banyak biota laut, juga
mempengaruhi tanah secara signifikan sejumlah kelompok serangga punah pada
saat itu. Fosil dalam foto di bawah ini adalah kaki seribu dari Pennsylvania usia
Mazon Creek fauna dari Illinois, diawetkan dalam nodul dari siderit (besi
karbonat) yang terbentuk di sekitarnya sebelum bisa membusuk.
Uniramians diperkirakan telah berevolusi di darat, setelah Silurian, di
mana mereka menjadi invertebrata dominan. Sekitar satu juta spesies telah
dijelaskan sejauh; ini dianggap hanya sebagian kecil dari jumlah sebenarnya
spesies hidup. Filum ini dibagi menjadi dua subfilum serangga dan segala sesuatu
yang lain - lipan, kaki seribu, symphyla (bawah) dan pauropodia (bawah)

163
B. Karakteristik Uniramia
Seperti yang terlihat pada kelabang ini dari, semua uniramia memiliki
pelengkap bercabang. Dalam arthropoda lainnya, kaki berupa biramous kecuali
dinyatakan dimodifikasi, dimna memiliki cabang luar, yang sering membentuk
insang seperti bulu, dan cabang batin yang digunakan untuk berjalan atau diubah
untuk beberapa fungsi lainnya.
Uniramia dewasa tidak memiliki insang eksternal meskipun larva
serangga air sering memiliki insang, serangga dewasa memiliki satu set tabung
internal trachea, yang terbuka ke udara melalui lubang-lubang kecil yang dikenal
sebagai spirakel. Fitur morfologi ini telah modifikasi besar dari radiasi pada
uniramia, khususnya serangga, menjadi habitat darat.
Berikut ini adalah ciri-ciri utama dari uniramia:
1. Tubuhnya simetri bilateral
2. Bentuk tubuh bervariasi, dari bulat, panjang dan tipis
3. Tubuh dibagi menjadi kepala dan batang atau kepala, dada, dan perut
4. Sepasang antena dan rahang, dan satu atau dua pasang maksila
5. Sistem pencernaan dimulai dari Mulut, usus lurus dan anus
6. Memiliki trakea bercabang dan sepasang spirakel pada setiap segmen
7. Jenis kelamin terpisah dengan fertilisasi internal
8. Sebagian besar hidup didaerah terrestrial, beberapa di air tawar, dan sangat
sedikit yang hidup di daerah laut
9. Eksosekeleton terdiri dari kitin

C. Klasifikasi Uniramia
Subfilum Uniramia terbagi lagi menjadi beberapa kelas, yaitu
onychophora, diplopoda, chilopoda, pauropoda, symphilya dan insekta.
Onychophora (beludru cacing) adalah karnivora, invertebrata terestrial
yang hidup di kayu membusuk dan sampah daun di hutan tropis dan subtropis
di belahan bumi selatan dan sekitar khatulistiwa. Bersama dengan tardigrades
(beruang air), onychophora dianggap sebagai kerabat terdekat dari arthropoda
(laba-laba, lipan, krustasea, serangga dan sekutu) - yang terbesar dan paling
beragam kelompok hewan di Bumi. Namun, berbeda dengan arthropoda,
anatomi onychophorans telah berubah sedikit sejak kambrium awal.
Onychophora 180 spesies. Organisme samar-samar tersegmentasi ini memiliki
mata kecil, antena, beberapa pasang kaki, dan kelenjar lendir. Mereka telah
berbagai telah dibandingkan dengan cacing dengan kaki, ulat, dan siput. Paling
umum di daerah tropis dari Belahan Bumi Selatan, mereka memangsa hewan kecil
seperti serangga, yang mereka menangkap dengan menyemprotkan suatu mukus
perekat. Dalam zoologi modern, mereka sangat terkenal perilaku kawin
penasaran mereka dan untuk melahirkan anak.

164
Gambar 1.
Onychopora (Sumber: Biodidac, 2016)

Gambar 2.
Onychophora (Sumber: animal diversity. Com, 2016)

Diplopoda atau yang dikenal dengan luing (kaki seribu) merupakan kelas
dari filum uniramia. Diplopoda sudah ada sekitar 400 juta tahun yang lalu
sehingga layak disebut hewan purba. Sangat berpengaruh dalam rangkaian
ekologi bisa dikatakan sebagi dekomposer, karena diplopoda merupakan
komponen utama perombak kayu dan dedaunan di lantai hutan, terutama di
daerah tropika. Walaupun dinamakan kaki seribu, tetapi pada dasarnya hewan ini
tidak benar-benar memiliki kaki yang berjumlah seribu. Para ilmuan ada yang
telah membuktikan spesies yang memiliki kaki yang paling banyak yaitu Illacme
165
plenipes hanya memiliki 750 kaki atau 350 pasang. Sedangkan yang lainya
umumnya lebih sedikit biasanya 100-300 kaki.

Gambar 2.
Diplopoda (Sumber: Wikipedia, 2016)

Anggota chilopoda ini sering disebut hewan berkaki seratus atau


sentipeda. Bentuk tubuhnya pipih memanjang serta bersegmensegmen. Pada
setiap segmen terdapat sepasang kaki, kecuali pada segmen di belakang kepala.

166
Pada bagian tersebut terdapat cakar racun yang berfungsi untuk membunuh
mangsanya. Cakar tersebut dinamakan, pedes maksilaris. Chilopoda hidup didarat
atau dibawah batuan. Hidup sebagai hwan buas (karnivora) yang dapat bergerak
cepat dengan menggunakan kaki yang banyak. Alat pernapasannya berupa trakea
yang bercabang-cabnang keseluruh bagian tubuh. Lubang trakea terdapat pada
tiap-tiap segmen . alat ekskresinya berupa saluran malpigi. Pada bagian kepala
chilopoda terdapat antenna panjang. Alat pencernaannya berkembang baik.
Makanannya berupa binatang-binatang kecil (misalnya insekta, cacing dan
moluska). Chilopoda memiliki rahang yang kuat dan gigitan yang berbisa. Mereka
bereproduksi secara kawin dengan pembuahan secara internal. Telur yang telah
dibuahi diletakkan dibawah batuan yang ditempati. Contoh: Scolopendra gipas
(kelabang atau lipan) dan Lithobius forficatus (kelabang yang beracun
berbahaya).

Gambar 4.
Chilopoda (Sumber: CSIRO, 2016)

Pauropoda kecil panjang kurang dari 2 mm. identifikasi spesies sangat


sulit, karena perlu memeriksa spesimen khusus yang disiapkan di bawah
mikroskop pada perbesaran tinggi.Sembilan belas spesies pauropod asli telah
dijelaskan dari hutan hujan Tasmania (Coy et al 1993, Greenslade 2008, Scheller
2009). Pauropoda tergantung pada kondisi berkelanjutan kelembaban dan
kelembaban di ruang hidup dan biasanya penghuni tanah benar disesuaikan
167
dengan jenis seragam lingkungan. Namun, dalam iklim lembab, pauropoda
kadang-kadang, setidaknya untuk sementara, menghuni lapisan sampah yang
lebih rendah dan dapat ditemukan di bawah lumut dan di bawah kulit kayu busuk.
Dengan menggunakan teknik pengumpulan yang berbeda di hutan hujan
Tasmania dan oleh penanganan hati-hati dari materi, itu telah muncul bahwa
pauropoda yang tiba-tiba melimpah di lumut dan mungkin tinggal di zona kontak
antara lumut dan tanah yang mendasari atau log. Pauropoda juga ditemukan di
habitat yang sebelumnya tidak dianggap dihuni oleh pauropoda seperti di batang
pohon (Greenslade, 2008).

Gambar 5.
Pauropoda yang ditemukan dikawasan Eropa (Sumber: Flickr, 2016)

Symphyla kecil, buta, serta dapat berjalan cepat, melimpah di tanah dan
hutan sampah. Symphyla umumnya putih, namun isi usus berwarna gelap sering
dapat dilihat melalui dinding tubuh. Seperti Pauropoda, identifikasi spesies sulit,
karakter penting hanya dapat dilihat di bawah mikroskop pada perbesaran tinggi.
Symphyla sering ditemukan diberbagai tipe hutan, dan satu spesies gua Tasmania,
Hanseniella magna, dikatakan menjadi Symphyla terbesar yang pernah
dikumpulkan (Scheller 1996).

168
Gambar 6.
Symphyla (Hansiniella audax) (Sumber: Polydesmida.info, 2016)

Serangga (disebut pula insecta, dibaca “insekta”, berasal dari bahasa


Latin insectum, sebuah kata serapan dari bahasa Yunani (entomon, “terpotong
menjadi beberapa bagian”) adalah salah satu kelas avertebrata di dalam filum
arthropoda yang memiliki exoskeleton berkitin , tubuh yang terbagi tiga bagian
(kepala, thorax, dan abdomen), tiga pasang kaki yang pangkalnya menyatu, mata
majemuk, dan sepasang antena. Serangga termasuk salah satu kelompok hewan
yang paling beragam, mencakup lebih dari satu juta spesies dan menggambarkan
lebih dari setengah organisme hidup yang telah diketahui. Jumlah spesies yang
masih ada diperkirakan antara enam hingga sepuluh juta dan berpotensi mewakili
lebih dari 90% bentuk kehidupan hewan yang berbeda-beda di bumi. Serangga
dapat ditemukan di hampir semua lingkungan, meskipun hanya sejumlah kecil
yang hidup di lautan, suatu habitat yang didominasi oleh kelompok arthropoda
lain, krustasea. Kajian mengenai peri kehidupan serangga disebut entomologi.
Serangga termasuk dalam kelas insekta (subfilum Uniramia) yang dibagi lagi
menjadi 29 ordo, antara lain Diptera (misalnya lalat), Coleoptera (misalnya
kumbang), Hymenoptera (misalnya semut, lebah, dan tabuhan), dan Lepidoptera
(misalnya kupu-kupu dan ngengat). Kelompok Apterigota terdiri dari 4 ordo
karena semua serangga dewasanya tidak memiliki sayap, dan 25 ordo lainnya
termasuk dalam kelompok Pterigota karena memiliki sayap. Serangga merupakan
hewan beruas dengan tingkat adaptasi yang sangat tinggi. Ukuran serangga relatif
kecil dan pertama kali sukses berkolonisasi di bumi.

169
Gambar 7.
Hewan-hewan yang termasuk dalam kelas Insekta (Sumber: ECT, 2016)

Gambar 8.
Diversitas pada Insekta (Sumber: Encyclopedia Britannica, 2010)

170
BAB XII
INSEKTA (UNIRAMIA)
A. Pendahuluan
Insekta tergolong dalam Filum Arthrophoda, Sub Filum Mandibulata,
Kelas Insecta. Ruas yang membangun tubuh insekta terbagi atas tiga bagian yaitu,
kepala (caput), dada (toraks) dan perut (abdomen). Sesungguhnya insekta terdiri
dari tidak kurang dari 20 segmen. Enam Ruas terkonsolidasi membentuk kepala,
tiga ruas membentuk thoraks, dan 11 ruas membentuk abdomen. Selanjutnya,
insekta dapat dibedakan dari anggota Arthropoda lainnya karena adanya 3 pasang
kaki (sepasang pada setiap segmen thoraks).

Gambar 1.
Berbagai macam insekta (Sumber: Oxford University, 2017)

Insekta memiliki skeleton yang berada pada bagian luar tubuhnya


(eksoskeleton). Rangka luar ini tebal dan sangat keras sehingga dapat menjadi
pelindung tubuh, yang sama halnya dengan kulit kita sebagai pelindung luar. Pada
dasarnya, eksoskeleton insekta tidak tumbuh secara terus-menerus. Pada tahapan
pertumbuhan insekta eksoskeleton tersebut harus ditanggalkan untuk
menumbuhkan yang lebih baru dan lebih besar lagi

171
Gambar 2.
Lingkungan tempat hidup insekta (Sumber: Amsel, 2005)

Gambar 3.
Tempat hidup insekta air (Sumber: Pinterest, 2016)

172
Insekta hidup didalam tanah, darat, udara maupun di air tawar, atau
sebagai parasit pada tubuh mahluk hidup lain, akan tetapi mereka jarang yang
hidup di air laut. Insekta sering juga disebut Heksapoda yang berarti
mempunyai 6 kaki atau 3 pasang. Sebagian besar spesies insekta memiliki
manfaat bagi manusia. Sebanyak 1.413.000 spesies telah berhasil diidentifikasi
dan dikenal, lebih dari 7.000 spesies baru ditemukan hampir setiap tahun.
Tingginya jumlah insekta dikarenakan insekta berhasil dalam
mempertahankan keberlangsungan hidupnya pada habitat yang bervariasi,
kapasitas reproduksi yang tinggi dan kemampuan menyelamatkan diri dari.
Ciri-ciri umum insekta adalah mempunyai appendage atau alat tambahan yang
beruas, tubuhnya bilateral simetri yang terdiri dari sejumlah ruas, tubuh
terbungkus oleh zat khitin sehingga merupakan eksoskeleton. Biasanya ruas-
ruas tersebut ada bagian yang tidak berkhitin, sehingga mudah untuk
digerakkan. Sistem syaraf tangga tali, coelom pada insekta dewasa bentuknya
kecil dan merupakan suatu rongga yang berisi darah.

B. Karakteristik Insekta
Ruas yang membangun tubuh insekta terbagi atas tiga bagian yaitu,
kepala (caput), dada (toraks) dan perut (abdomen). Sesungguhnya insekta terdiri
dari tidak kurang dari 20 segmen. Enam Ruas terkonsolidasi membentuk kepala,
tiga ruas membentuk thoraks, dan 11 ruas membentuk abdomen insekta dapat
dibedakan dari anggota Arthropoda lainnya karena adanya 3 pasang kaki
(sepasang pada setiap segmen thoraks). Pada insekta terjadi tiga pengelompokkan
segmen, yaitu kepala, dada, dan perut, secara umum satu daerah kesatuan ini
disebut tagma. Prostomium (suatu bagian terdepan yang tidak bersegmen)
bersatu dengan kepala sedangkan periprok (bagian terakhir tubuh yang tidak
bersegmen) bersatu dengan perut.
Pada bagian depan (frontal) apabila dilihat dari samping (lateral) dapat
ditentukan letak frons, clypeus, vertex, gena, occiput, alat mulut, mata majemuk,
mata tunggal (ocelli), postgena, dan antena, Sedangkan toraks terdiri dari
protorak, mesotorak, dan metatorak. Sayap insekta tumbuh dari dinding tubuh
yang terletak dorso-lateral antara nota dan pleura. Pada umumnya insekta
mempunyai dua pasang sayap yang terletak pada ruas mesotoraks dan metatorak.
Pada sayap terdapat pola tertentu dan sangat berguna untuk identifikasi.

173
Gambar 4.
Berbagai karakteristik yang ada pada berbagai macam insekta (Sumber: Animal time, 2016)

Tubuh insekta dibagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala,dada dan perut.
Pada kepala terdapat satu pasang antena. Dada terdiri dari 3 ruas, dan pada dada
tersebut terdapat tiga pasang kaki yang beruas-ruas. Sayap terdapat pada bagian
ini dan pada umumnya ada dua pasang yang terletak dibagian dada ruas kedua
dan ruas ketiga. Perut terdiri atas 6 sampai 11 ruas (ruas belakang posterior
digunakan sebagai alat reproduksi). Pada beberapa insekta betina, terdapat alat
untuk melepaskan telur serta kantung untuk menampung. Insekta memiliki
skeleton yang berada pada bagian luar tubuhnya (eksoskeleton). Rangka luar ini
tebal dan sangat keras sehingga dapat menjadi pelindung tubuh, yang sama halnya
dengan kulit kita sebagai pelindung luar. Pada dasarnya, eksoskeleton insekta
tidak tumbuh secara terus-menerus. Pada tahapan pertumbuhan insekta
eksoskeleton tersebut harus ditanggalkan untuk menumbuhkan yang lebih baru
dan lebih besar lagi.

174
Gambar 5.
Struktur Tubuh Kupu-kupu (Sumber: Encyclopaedia Britannica, 2010)

1. Kepala
Kepala pada hewan insekta memiliki fungsi yang sama dengan fungsi
kepala pada hewan-hewan yang bersimetris bilateral lain pada umumnya. Kepala
tersusun atas mulut; organ-organ sensoris, dan otak yang merupakan sistem saraf
pusat dan pusat memori. Menurut insekta mempunyai bentuk mulut yang
termodifikasi sesuai dengan kebutuhan akan makanannya.
Jumar (2000) menyatakan bahwa posisi kepala insekta berbeda-beda
berdasarkan letak arah mulutnya menjadi a. Hypognatus (vertikal), apabila bagian
dari alat mulut mengarah ke bawah dan dalam posisi yang sama dengan tungkai.

Gambar 6.
Bagian kepala insekta tampak depan (Sumber: Ramel, 2016)

175
Contohnya pada ordo Orthoptera b. Prognatus (horizontal), apabila
bagian dari alat mulut mengarah ke depan dan biasanya insekta ini aktif
mengejar mangsa. Contohnya pada ordo Coleoptera. c. Opistognathus
(oblique), apabila bagian dari alat mulut mengarah ke belakang dan terletak
di antara sela-sela pasangan tungkai. Contohnya pada ordo Hemiptera.

Gambar 7.
Bagian kepala pada Insekta tampak samping (Sumber: Ramel, 2016)

2. Antena
Antena pada insekta bervariasi bentuknya dengan fungsi sebagai alat
sensor. Borror et al (1992) menyatakan bahwa fungsi antena pada insekta
merupakan alat perasa dan bertindak sebagai organ-organ pengecap, organ
pembau, serta organ untuk mendengar. Antena memiliki segmen scape pada
segmen pertama yang langsung berhubungan dengan kepala, pedisel pada
segmen kedua dan flagella pada segmen berikutnya. Bervariasinya bentuk antena
ini juga merupakan satu karakteristik pembeda yang penting dalam insekta.

176
Gambar 8.
Berbagai macam tipe antenna yang ada pada insekta
(Sumber: Encyclopaedia Britannica, 2010)

3. Mata
Sebagian besar insekta dewasa dan banyak nimfa rnempunyai sepasang
mata majemuk dan tiga ocelli (ocellus = mata sederhana). Mata majemuk adalah
kompleks dan berubah-ubah atau bervariasi. Secara urnum, mata majemuk ini
adalah besar dan terletak secara dorsolateral (bagian atas samping) pada kepala.
Masing-masing mata majemuk tersusun oleh suatu unit indera individual yang
disebut ommatidia (um). Jurnlah ommatidia bervariasi, misalnya satu pada
beberapa semut, sampai 30.000 atau Iebih pada lalat, kumbang dan capung.
Masing-masing ommatidium terdiri atas satu Iensa dan sel-sel perasa.
Ommatidium secara tunggal hanya dapat merasakan sebagian kecil dan
Iingkungan, namun demikian suatu bayangan (imajinasi) gambar dari semua
ommatidia memberikan pandangan mozaik dari Iingkungan insekta. Sistem ini
dapat merasakan getaran yang lebih cepat apabila dibandingkan dengan mata
manusia. Sebagian besar insekta dewasa dan nimfa mempunyai mata sederhana,
disebut ocelli (us), terletak pada bagian dorsal kepala. Jumlah ocelli pada masing-
masing insekta bervariasi dari 0 - 3 (tidak ada sampai tiga). Fungsi ocelli belum
seluruhnya diketahui.

Gambar 9.
Komponen mata pada insekta (Sumber: Olsen, 2002)

177
Mata ini tidak penting sebagai pembantu imajinasi tetapi sensitif terhadap cahaya
(gelap/ terang) dan bertindak sebagai organ stimulasi dalam reaksinya terhadap
perubahan-perubahan utama pada iluminasi. Organ visual yang lain adalah
stemma, yang hanya dijumpai pada larva-larva dengan metamorfosis sempurna.
Stemmata (jamak) secara normal dijumpai dalam kelompok tunggal dari 1 - 6
stemma pada kedua sisi kepala. Struktur dan fungsi stemmata adalah di antara
ocelli dorsal yang sensitif terhadap cahaya dan ommatidium yang membentuk
bayangan. Larva dengan stemmata memiliki persepsi bentuk yang lemah namun
demikian gerakan kepala dan sisi ke sisi memberikan suatu persepsi yang lebih
rinci.

4. Mulut

Gambar 10.
Mouthpart pada insekta (Sumber: Biology Discussion, 2016)
178
Bagian mulut insekta tersusun atas labrum, sepasang mandibula,
sepasang maksila, labium dan hypofaring (Gillot, 1980). Bentuk mulut pada
insekta berdasarkan tipe makanan yang dikonsumsi insekta itu sendiri (Pechenik,
2005). Bentuk mulut pada insekta dapat digolongkan menjadi a. Menggigit-
mengunyah, seperti pada Ordo Orthoptera, Coleoptera, Isoptera, dan pada larva
insekta b. Menusuk-menghisap, seperti pada Ordo Homoptera dan Hemiptera c.
Menghisap, pada Ordo Lepidoptera d. Menjilat-menghisap, pada Ordo Diptera.

5. Toraks (Dada)

Gambar 11.
Torak tampak samping dari Calliphora erythrocephala dengan sayap dan sklereit
aksila yang dihilangkan. AS: Anterior Spiracle, PS: Posterior Spiracle, TF: Tergal
Fissure, PSS: Parascutal Shelf, PWP: Pleural Wing Process. SLA: Scutellar Lever
Arm. (Sumber: Ennos, 1986)

Menurut Borror et al (1992), toraks merupakan tagma (segmen)


lokomotor tubuh dan toraks mangandung tungkai-tungkai dan sayap-sayap.
Toraks terdiri atas tiga ruas, bagian anterior protoraks, mesotoraks, dan bagian
posterior metatoraks. Diantara insekta-insekta memiliki dua pasang spirakel
terbuka pada toraks. Spirakel yang satu berkaitan dengan mesotoraks dan yang
lain berkaitan dengan metatoraks. Meso dan metahoraks mengalami beberapa
perubahan yang berkaitan dengan penerbangan.
Menurut Jumar (2000) pada dasarnya tiap ruas toraks dapat dibagi
menjadi tiga bagian. Bagian dorsal disebut tergum atau notum, bagian ventral
disebut sternum dan bagian lateral disebut pleuron (jamak: pleura). Sklerit yang
terdapat pada sternum dinamakan sternit, pada pleuron dinamakan pleurit, dan
tergum dinamakan tergit. Pronotum dari beberapa jenis insekta kadang
mengalami modifikasi, seperti dapat terlihat pada pronotum Ordo Orthoptera
yang membesar dan mengeras menutupi hampir semua bagian protoraks dan
mesotoraksnya.

179
6. Sayap
Dalam Borror (1992) sayap-sayap insekta adalah pertumbuhan-
pertumbuhan keluar dari dinding tubuh yang terletak pada dorso-lateral antara
notum dan pleura. Mereka timbul sebagai pertumbuhan keluar seperti kantung,
tetapi bila berkembang dengan sempurna, maka akan berbentuk gepeng dan
seperti sayap dan diperkuat oleh suatu deretan rangka-rangka sayap. Pada insekta,
sayap berkembang sempurna dan berfungsi dengan baik hanya ada dalam
stadium dewasa, kecuali pada Ordo Ephemeroptera, sayap berfungsi pada instar
terakhirnya.
Secara fisik, beberapa insekta menggerakkan otot-otot penerbangan
secara langsung dan ada pula yang secara tidak langsung. Pada beberapa insekta
dengan penerbangan langsung, otot-otot sayap langsung menempel ke dasar
sayap, sehingga gerakan ke bawah kecil dari dasar sayap mengangkat sayap itu
sendiri ke atas. Insekta dengan penerbangan langsung memiliki otot yang
menempel dan merusak dada, menyebabkan sayap untuk bergerak juga.
Sayap terkadang hadir hanya pada satu jenis kelamin (lebih sering hewan
jantan) di beberapa kelompok seperti semut beludru dan Strepsiptera, atau secara
selektif hilang dalam “pekerja” insekta sosial seperti semut dan rayap, jarang
hewan betina memiliki sayap. Dalam beberapa kasus, sayap diproduksi hanya
pada waktu tertentu dalam siklus hidup, seperti di fase penyebaran kutu daun.
struktur sayap dan pewarnaan sering bervariasi dengan morphs, seperti di kutu
daun, fase migrasi belalang dan kupu-kupu polimorfik.

180
Gambar 12.
Berbagai macam sayap yang ada pada insekta. (A) Caddis (Trichoptera), Limnophilus
rhombicus. (B) Thrips (Thysanoptera), Liothrips oleae. (C) Grasshopper (Orthoptera), Dissosteira
carolina. (D) Male coccid (Homoptera), Icerya ppurchasi. (E) Parasitoid wasp (Hymenoptera),
Coccophagus tschirchii. (F) Dragonfly (Odonata), Libellula quadrimaculata. (G) Snake fly
(Megaloptera), Raphidia adanata. (H) Wasp (Hymenoptera), Celonites abbreviatus. (I) Damselfly
(Odonata), Megaloprepus coerulatus. (J) Aphid (Homoptera), Eriosoma lanigerum. (K) Perilampid
wasp (Hymenoptera), Perilampus chrysopae. (L) Hawk moth (Lepidoptera), Hyloicus ligustri. (M)
Mantis (Mantodea), Mantoida brunneriana. (N) Hover fly (Diptera) Lathyrophthalmus
quibquelineatus. (O) Lasiocampid moth (Lepidoptera), Gastropacha quercifolia. (P) Male stylopid
(Strepsiptera), Eoxeonos laboulbenei. (Q) Scorpionfly (Mecoptera), Panorpa communis. (R) Plume
moth (Lepidoptera), Orneodes cymodactyla. (Sumber: Crankshaft Publishing’s, 2016)

Pada saat istirahat, sayap dapat menjadi datar, atau dilipat beberapa kali
di sepanjang pola tertentu, biasanya, sayap yang dilipat, namun dalam beberapa
kelompok seperti tawon, yang dilipat adalah sayap depan.

181
Gambar 13.
Struktur umum sayap pada insekta (Sumber: The Amateur Entomologists' Society, 2016)

Gambar 14.
Ilustrasi daerah utama pada sayap depan (Sumber: The Amateur Entomologists' Society, 2016)

Gambar 15.
Ilustrasi daerah utama pada sayap belakang
(Sumber: The Amateur Entomologists' Society, 2016)

Bagaimana dan mengapa sayap insekta berkembang tidak dipahami


dengan baik. Tiga teori utama tentang asal-usul penerbangan insekta dimana
sayap dikembangkan dari lobus paranotal, ekstensi dari terga toraks; bahwa sayap
182
adalah modifikasi dari insang perut bergerak seperti yang ditemukan pada lalat
capung; dan bahwa sayap insekta muncul dari perpaduan dari yang sudah ada
pada struktur masing-masing dengan artikulasi yang sudah ada.
Masing-masing sayap terdiri dari selaput tipis yang didukung oleh sistem
pembuluh darah. membran dibentuk oleh dua lapisan integumen, sedangkan
pembuluh darah terbentuk di mana dua lapisan tetap terpisah, kadang-kadang
kutikula yang lebih rendah lebih tebal dan lebih berat dan bersklereit dibawah
vena. Pada setiap pembuluh darah utama ada saraf dan trakea, dan, sejak rongga
pembuluh darah yang terhubung dengan hemocoel itu, hemolymph dapat mengalir ke
sayap.
Sayap sebagai bagian yang berkembang dari punggung dan ventral
lapisan integumen menjadi terkait erat atas sebagian besar wilayah yang
membentuk membran sayap. Daerah yang tersisa membentuk saluran, pembuluh
darah dimasa depan, di mana saraf dan trakea mungkin terjadi. Kutikula sekitar
pembuluh darah menebal dan bersklereit sehingga lebih berat untuk memberikan
kekuatan dan kekakuan pada sayap. Dua jenis rambut dapat terjadi pada sayap:
microtrichia, yang kecil dan tidak teratur dan tersebar, dan macrotrichia, yang lebih
besar dan mungkin dibatasi untuk pembuluh darah. Timbangan dari Lepidoptera
dan Trichoptera sangat dimodifikasi dari macrotrichia.

Gambar 16.
Venasi pada sayap insekta Comstock–Needham system (Sumber: Meyer, 2007)

183
Gambar 17.
Tipe-tipe venasi pada insekta (Sumber: Encyclopaedia Britannica, 2010)

Dalam beberapa insekta yang sangat kecil, venasi mungkin sangat


berkurang. Pada Chalcidoidea, misalnya, hanya subcosta dan bagian dari jari-jari
yang hadir. Sebaliknya, peningkatan venasi dapat terjadi oleh percabangan
pembuluh darah yang ada untuk menghasilkan vena aksesori atau pengembangan
tambahan, vena kabisat antara yang asli, seperti pada sayap Orthoptera (belalang
dan jangkrik). Sejumlah besar lintas vena hadir dalam beberapa insekta, dan dapat
membentuk retikulum seperti pada sayap Odonata (capung) dan di dasar sayap
depan dari Tettigonioidea dan Acridoidea.
Archedictyon adalah nama yang diberikan untuk skema hipotetis venasi
sayap yang diusulkan untuk insekta bersayap pertama. Hal ini didasarkan pada
kombinasi dari spekulasi dan fosil data. Karena semua insekta bersayap diyakini
telah berevolusi dari nenek moyang yang sama, Archediction mewakili “template”
yang telah dimodifikasi oleh seleksi alam untuk 200 juta tahun. Menurut dogma
saat ini, archedictyon mengandung 6-8 vena longitudinal. vena ini dan cabangnya
diberi nama sesuai dengan sistem yang dirancang oleh John Comstock dan
George Needham dan dinamakan sistem Comstock-Needham.
a. Costa (C) merupakan bagian tepi depan sayap
b. Subcosta (Sc) merupakan vena yang membujur kedua (di belakang costa),
biasanya tidak bercabang
c. Radius (R) merupakan vena yang membujur ketiga, mencapai 1 -5 cabang
mencapai margin sayap
d. Media (M) merupakan vena yang membujur keempat, 1-4 cabang mencapai
margin sayap
e. Cubitus (Cu) merupakan vena longitudinal, 1-3 cabang mencapai margin
sayap
184
f. Vena anal (A1, A2, A3) - vena yang bercabang dibelakang cubitus
Costa (C) adalah vena marjinal terkemuka pada kebanyakan insekta,
meskipun terkadang terdapa urat kecil di atas costa disebut precosta, walaupun
ada dihampir semua insekta yang masih ada, dimana precosta menyatu dengan
costa. Costa jarang memiliki cabang karena berada pada tepi depan yang
berhubungan dengan pelat humerus dibagian dasar. Trakea vena costa mungkin
cabang dari trakea subcostal. Terletak setelah costa adalah vena ketiga, subcosta,
dimana cabang menjadi dua vena terpisah, yaitu anterior dan posterior. Dasar
subcosta dikaitkan dengan ujung distal dari leher ketiak pertama. Vena keempat
adalah jari-jari (R), yang bercabang menjadi lima vena yang terpisah. Radius
umumnya vena terkuat dari sayap. Menjelang tengah sayap, jari-jari terbagi
menjadi cabang pertama (R1) dan cabang kedua, yang disebut sektor radial (Ra),
yang membagi menjadi empat cabang distal (R2, R3, R4, R5). Pada dasarnya
radius tersebut fleksibel bersatu dengan ujung anterior aksila kedua (2AX).
Vena kelima sayap merupakan suatu penghubung. Pada pola pola dasar
(A), jari-jari menghubungkan ke dua cabang utama: media anterior (MA), yang
terbagi menjadi dua cabang distal (MA1, MA2), dan sektor median, atau media
posterior (MP), yang memiliki empat cabang terminal (M1, M2, M3, M4). Pada
kebanyakan insekta modern anterior penghubung yang telah hilang dan biasanya
bercabang empat. Penghubung posterior dengan batang basal umum. Pada
Ephemerida, menurut interpretasi saat ini dari venasi sayap, kedua cabang
penghubung dipertahankan, sementara pada Odonata penghubung bertahan
adalah cabang anterior primitif. Batang penghubung sering kali bersatu dengan
jari-jari, tetapi ketika hal tersebut terjadi sebagai vena yang berbeda kemudian
dikaitkan dengan lempeng median distal (m '). Cubitus, vena keenam sayap,
terutama memiliki dua cabang. Cabang utama berlangsung dekat pangkal sayap,
membentuk dua cabang utama (Cu1, Cu2). Cabang anterior dapat memecah
menjadi beberapa cabang sekunder, namun biasanya cabang tersebut menjadi dua
cabang distal. Cabang kedua dari Cubitus (Cu2) pada Hymenoptera, Trichoptera,
dan Lepidoptera itu keliru oleh Comstock dan Needham untuk anal pertama.
Batang proksimal utama dari Cubitus dikaitkan dengan lempeng distal median (m
‘) dari dasar sayap.
Postcubitus (PCU) adalah anal pertama dari sistem Comstock-Needham.
postcubitus, namun, memiliki status vena sayap independen dan harus diakui
demikian. Pada fase nimfa sayap trakea timbul antara trakea cubiti dan kelompok
tracheae vannal. Pada insekta dewasa sayap lebih umum berupa postcubitus yang
dikaitkan dengan cubitus proksimal dan tidak pernah erat dengan sclerite fleksor
(3AX) dari dasar sayap. Pada Neuroptera, Mecoptera, dan Trichoptera
postcubitus mungkin berhubungan lebih dekat dengan urat vannal. Postcubitus
biasanya tidak bercabang. Vena vannal (IV untuk nV) adalah pembuluh darah
dubur yang segera berhubungan dengan ketiak ketiga, dan yang secara langsung
185
dipengaruhi oleh pergerakan sclerite ini yang membawa tentang fleksi sayap.
Jumlah pembuluh darah vannal bervariasi. dari 1 sampai 12, sesuai dengan
perluasan area vannal sayap. Trakea vannal biasanya muncul dari batang trakea
umum pada insekta difase nimfa, dan pembuluh darah dianggap sebagai cabang
dari vena anal tunggal. Vena vannal distal baik sederhana atau bercabang. Jugal
Veins (J) dari lobus Jugal sayap sering ditempati oleh jaringan pembuluh darah
yang tidak teratur, atau mungkin membran secara keseluruhan, namun terkadang
mengandung satu atau dua pembuluh darah kecil yang berbeda, vena pertama
Jugal, atau vena arcuata, dan vena Jugal kedua, atau vena cardinalis (2j).
a. C-Sc lintas urat berada diantara costa dan subcostal
b. R lintas-vena bearada diantara cabang yang berdekatan jari-jari
c. R-M lintas urat berada diantara jari-jari dan media
d. M-Cu lintas urat berada diantara media dan Cubitus
Semua vena sayap memiliki cabang sekunder dan terkait dengan cross-
vena. Pada beberapa insekta begitu banyak pola venasi menjadi jaringan yang
dekat dengan percabangan pembuluh darah dan cross-vena. Biasanya,
bagaimanapun, terdapat sejumlah tertentu cross-vena yang memiliki lokasi
tertentu. Cross-vena yang konstan adalah cross-vena humerus (h) antara costa dan
subcosta, cross-vena radial (r) antara R dan cabang pertama Rs, berupa cross-vena
sektoral (s) antara dua cabang dari R8, penghubung (m-m) antara M2 dan M3,
dan cross-vena mediocubital (m-cu) antara media dan cubitus.
Sayap vena insekta ditandai dengan penempatan cembung-cekung,
seperti yang terlihat pada lalat capung (yaitu, cekung adalah “down” dan cembung
adalah “up”) yang secara teratur dan setiap kali vena bercabang selalu ada vena
interpolasi dari posisi yang berlawanan antara dua cabang. Sebuah vena cekung
menjadi dua cabang vena cekung (dengan vena interpolasi menjadi cembung) dan
perubahan reguler dari vena yang diawetkan. Sayap vena muncul untuk jatuh ke
dalam pola bergelombang memiliki kecenderungan untuk melipat ke atas atau
bawah ketika sayap santai. Poros basal pembuluh darah cembung, tetapi masing-
masing cabang vena distal menjadi cabang cembung anterior dan cabang cekung
posterior. Jadi, costa dan subcosta dianggap cabang cembung dan cekung dari
vena utama, Rs adalah cabang cekung dari jari-jari, penghubung posterior cabang
penghubung cekung , Cu1 dan Cu2 adalah masing-masing cembung dan cekung,
sedangkan postcubitus primitif dan vannal pertama masing-masing cabang
cembung anterior dan cabang cekung posterior. Sifat cembung atau cekung dari
vena yang telah digunakan sebagai bukti dalam menentukan identitas dari cabang
distal bertahan dari pembuluh darah insekta modern, tetapi belum dibuktikan
secara konsisten untuk semua sayap.
Daerah sayap yang dipisahkan dan dibagi oleh garis flip sepanjang sayap
yang dapat melipat, dan garis fleksi disepanjang sayap yang dapat melenturkan
selama penerbangan. Perbedaan mendasar antara garis fleksi dan garis flip sering
186
kabur, karena garis flip dapat mengizinkan beberapa fleksibilitas atau sebaliknya.
Dua konstanta yang ditemukan di hampir semua sayap insekta ini adalah claval
(garis fleksi) dan Jugal lipatan (garis flip), membentuk batas variabel dan tidak
memuaskan. Lipatan sayap bisa sangat rumit, dengan lipatan melintang terjadi
pada sayap belakang dari Dermaptera dan Coleoptera, dan pada daerah dubur
dari sejumlah insekta dapat dilipat seperti kipas. Ada sekitar empat bidang yang
berbeda ditemukan pada sayap insekta, yaitu sebagai berikut:
a. Remigium
b. Anal area (vannus)
c. Jugal area
d. Axillary area
e. Alula
Kebanyakan vena dan cross-vena terjadi di daerah anterior remigium, yang
bertanggung jawab untuk sebagian besar penerbangan, didukung oleh otot-otot
dada. Bagian posterior remigium ini kadang-kadang disebut clavus dua bidang
posterior lainnya adalah ares anal dan Jugal. Ketika lipatan vannal memiliki posisi
anterior untuk kelompok vena anal, remigium yang meliputi tepi, subcostal,
radial, medial, cubiti, dan vena postcubital. Di sayap tertekuk saat remigium
posterior pada sambungan fleksibel basal dari jari-jari dengan ketiak kedua, dan
dasar bidang mediocubital dilipat medial pada daerah ketiak sepanjang basalis
plica (bf) antara pelat median (m, m ') dari dasar sayap.
Vannus yang berbatasan dengan lipatan vannal, biasanya terjadi antara
postcubitus dan vena vannal pertama. Pada Orthoptera biasanya memiliki posisi
ini. Di sayap depan dari Blattidae, namun, satu-satunya lipatan di bagian sayap
terletak sebelum postcubitus tersebut. Pada Plecoptera lipatan vannal adalah
posterior ke postcubitus, tapi proksimal melintasi dasar vena vannal pertama.
Pada jangkrik yang flip vannal terletak tepat di belakang vena vannal pertama
(IV). Hal ini variasi kecil dalam posisi yang sebenarnya dari lipatan vannal,
bagaimanapun, tidak mempengaruhi kesatuan tindakan pembuluh darah vannal,
dikendalikan oleh fleksor sclerite (3AX), pada fleksi sayap. Pada sayap belakang
dari Orthoptera sebuah dividen vena sekunder membentuk tulang rusuk dalam
lipatan vannal. Vannus biasanya berbentuk segitiga, dan vena biasanya menyebar
dari ketiak ketiga seperti tulang rusuk dari kipas angin. Beberapa vena vannal
dapat bercabang, dan vena sekunder dapat bergantian dengan pembuluh darah
utama. Wilayah vannal biasanya mengembang dengan baik disayap belakang,
dimana dapat diperbesar untuk membentuk permukaan yang dapat
dipertahankan, seperti pada Plecoptera dan Orthoptera. Ekspansi seperti kipas
besar dari sayap belakang pada Acrididae jelas daerah vannal, karena pembuluh
darah mereka didukung pada sclerites ketiak ketiga dengan dasar sayap, meskipun
sebagian besar wilayah dari Acrididae ke daerah Jugal dari sayap. Jugum
sebenarnya berasal dari sayap acridid diwakili hanya oleh membran kecil (Ju) dari
187
vena vannal terakhir. Jugum lebih berkembang pada beberapa Polyneoptera
lainnya, seperti pada Mantidae. Pada sebagian besar insekta yang lebih tinggi
dengan sayap yang sempit vannus mengecil dan lipatan vannal hilang, tetapi
bahkan dalam kasus seperti sayap tertekuk dapat menekuk sepanjang garis antara
postcubitus dan vena vannal pertama.
Daerah jugal atau Neala merupakan wilayah sayap yang biasanya
merupakan daerah proksimal membran kecil untuk dasar vannus diperkuat oleh
beberapa penebalan kecil seperti pembuluh vena yang tidak teratur, namun
ketika dikembangkan dengan baik itu adalah bagian yang berbeda dari sayap dan
mungkin berisi satu atau dua pembuluh darah Jugal. Ketika daerah Jugal dari
sayap depan yang dikembangkan sebagai lobus bebas, proyek di bawah sudut
humerus dari sayap belakang dan dengan demikian berfungsi untuk dua sayap
bersama-sama. Pada kelompok Jugatae Lepidoptera memiliki ruang lobus seperti
jari yang panjang. Wilayah Jugal itu disebut neala (“sayap baru”) karena jelas
bagian sekunder dan baru-baru dikembangkan dari sayap.
Daerah aksila adalah wilayah yang secara umum berisi sklereit memiliki
bentuk segitiga sisi tak sama panjang. Dasar segitiga (a-b) adalah engsel sayap
dengan tubuh, puncak (c) adalah ujung distal dari ketiak sklereit ketiga, sisi yang
lebih panjang adalah anterior untuk puncak. Titik d di sisi anterior segitiga
menandai artikulasi vena radial dengan sklereit aksila kedua. Garis antara d dan c
adalah basalis plica (bf), atau lipatan sayap di dasar bidang mediocubital.
Pada sudut posterior dari basis sayap di beberapa Diptera ada sepasang
lobus membran (skuama) dikenal sebagai alula. Alula ini juga dikembangkan pada
lalat rumah. Skuama luar (c) timbul dari dasar sayap belakang ketiak ketiga sclerite
(3AX) dan jelas merupakan lobus Jugal (A, D), pada insekta lainnya skuama
bagian dalam lebih besar (d) muncul dari posterior yang mana berasal dari tergum
dari penghubung segmen pada sayap dan membentuk pelindung, Pada sayap yang
tertekuk, skuama luar alula tersebut terbalik di atas skuama bagian dalam, yang
terakhir tidak terpengaruh oleh pergerakan sayap. Pada banyak Diptera sayatan
mendalam dari daerah dubur dari membran sayap belakang vena vannal tunggal
dari lobus distal ke skuama luar alula.
Berbagai gerakan sayap, terutama pada insekta yang melenturkan sayap
horizontal ke belakang saat istirahat, menuntut struktur artikular lebih rumit di
dasar sayap dari engsel sayap belakang dengan tubuh. Setiap sayap melekat pada
tubuh dengan area basal membran, namun membran artikular berisi sejumlah
sklereit artikular kecil, secara kolektif dikenal sebagai pteralia. Pteralia termasuk
plat anterior humerus ditepi dasar vena, sekelompok axilla (Ax) terkait dengan
subcostal, radial, dan vena vannal, serta dua piringan median kecil (m, m ') di
dasar daerah mediocubital. Axilla secara khusus dikembangkan hanya pada
insekta dengan sayap lentur, di mana hal ini merupakan mekanisme fleksor dari
sayap yang dioperasikan oleh otot fleksor yang timbul dari pleuron tersebut.
188
Karakteristik dasar sayap juga lobus kecil pada margin anterior dari daerah
artikular proksimal lempeng humerus pada sayap depan dari beberapa insekta,
dikembangkan menjadi lipatan datar sekala besar seperti yang ada pada Tegula ,
dimana tumpang tindih dengan dasar sayap. Membran posterior sering kali
membentuk lobus yang cukup antara sayap dan tubuh, dan margin umumnya
menebal serta bergelombang yang memberikan penampilan ligament yang mana
disebut dengan istilah kabel aksila.
Sklereit artikular, atau pteralia, yang ada pada dasar sayap insekta yang
memiliki sayap lentur dan penghubung ke tubuh dan pembuluh darah sayap,
menunjukkan diagram, adalah sebagai berikut:
a. Humeral plates
b. First Axillary
c. Second Axillary
d. Third Axillary
e. Fourth Axillary
f. Median plates (m, m')
Pelat humerus biasanya adalah sklereit kecil pada margin anterior dari
dasar sayap, bergerak dan diartikulasikan dengan tepi dasar vena. Odonata
memiliki piring humerus yang sangat besar, dengan dua otot yang timbul dari
episternum dimasukkan ke dalam piring humerus dan dua dari tepi epimeron
dimasukkan ke dalam piring ketiak.
Sklereit aksila pertama (LAX) adalah pelat engsel anterior dari basis
sayap. bagian anterior yang didukung pada proses sayap notal anterior tergum
(ANP), bagian posterior yang berartikulasi dengan margin berkenaan dengan
punggung. Akhir anterior sklereit umumnya diproduksi sebagai lengan ramping,
puncak (e) yang selalu dikaitkan dengan dasar vena subcostal (Sc), meskipun tidak
bersatu dengan yang terakhir. Tubuh sklereit berartikulasi lateral dengan aksila
kedua. Sklereit aksila kedua (2AX) lebih variabel dalam bentuk dari ketiak
pertama, namun hubungan mekanis tidak kurang konstan. Hal ini berengsel
miring ke margin luar tubuh aksila pertama dan vena radial (R) selalu fleksibel
melekat pada ujung anterior (d). Aksilaris kedua menyajikan kedua punggung dan
sklereit ventral di dasar sayap, dimana permukaan ventral yang bersandar pada
proses sayap fulcral dari pleuron tersebut. Aksila kedua merupakan sklereit yang
penting dari dasar sayap dan secara khusus memanipulasi vena radial.
Sklereit aksila ketiga (3AX) terletak di bagian posterior dari wilayah
artikular dari sayap. Bentuknya sangat bervariasi dan sering tidak teratur, tetapi
ketiak ketiga adalah sklereit yang dimasuki oleh otot fleksor dari sayap (D). Mesal
mengartikulasikan anterior (f) dengan ujung posterior dari ketiak kedua, dan
posterior (b) dengan proses sayap posterior tergum (PNP), atau dengan ketiak
keempat kecil ketika yang terakhir hadir. Distal ketiak ketiga berkepanjangan
dalam suatu proses yang selalu dikaitkan dengan basis kelompok pembuluh darah
189
di daerah anus sayap disebut vena vannal (V). Aksila ketiga biasanya merupakan
posterior engsel dari dasar sayap dan merupakan sklereit yang aktif dengan
meaknisme fleksor, dimana secara langsung memanipulasi pembuluh darah
vannal. Kontraksi otot fleksor (D) berkisar pada ketiak ketiga pada artikulasi
mesal nya (b, f) dan dengan demikian mengangkat lengan distal nya. Gerakan ini
menghasilkan fleksi sayap. Sklereit aksila keempat bukan unsur konstan basis
sayap. Ketika hadir biasanya piring kecil yang mengintervensi antara ketiak ketiga
dan posterior sayap notal dan mungkin potongan yang terpisah dari yang terakhir.
Piring median (m, m ') juga sclerites yang tidak begitu jelas dibedakan
sebagai piring spesifik adalah tiga aksila pokok, tetapi merupakan elemen penting
dari aparat fleksor. Piring median ini berbaring di daerah median dari dasar sayap
distal ke aksila kedua dan ketiga dan terpisah satu sama lain oleh garis miring (bf)
yang membentuk lipatan cembung menonjol selama fleksi sayap. Piring
proksimal (m) biasanya melekat pada lengan distal dari ketiak ketiga dan mungkin
harus dianggap sebagai bagian dari yang terakhir. Distal plate (m ') kurang selalu
hadir sebagai sklereit berbeda dan dapat diwakili oleh sklereit umum pada bidang
dasar mediocubital sayap. Ketika pembuluh darah di daerah ini berbeda di
pangkalannya, hal ini terkait dengan pelat median luar.
Otot-otot yang mengontrol penerbangan pada insekta bisa memakan
hingga 10% sampai 30% dari massa tubuh total. Otot-otot yang mengontrol
penerbangan bervariasi dengan dua jenis otot yang ditemukan pada insekta:
langsung dan tidak langsung. Insekta yang menggunakan otot tidak langsung
memiliki otot melekat pada tergum bukan sayap, seperti namanya. Sebagai
kontraksi otot, kotak toraks menjadi terdistorsi, mentransfer energi untuk sayap.
Ada dua “bundle” otot, dimana yang pertama sejajar dengan tergum, yaitu
dorsolongitudinals dan yang melekat pada tegum dan meluas ke tulang dada yaitu
dorsoventrals. Pada otot langsung, sambungan langsung dari pleuron (dinding
dada) untuk sklereit individu terletak di dasar sayap. Otot-otot subalar dan basalar
memiliki lampiran ligamen ke subalar dan sklereit basalar. Berikut resilin, bahan
yang sangat elastis, membentuk ligamen yang menghubungkan otot terbang ke
aparat sayap.

190
Gambar 18.
Ilustrasi pergerakan sayap menggunakan otot secara langsung
(Sumber: The Amateur Entomologists' Society, 2016)

Gambar 19.
Ilustrasi pergerakan sayap menggunakan otot secara tidak langsung
(Sumber: The Amateur Entomologists' Society, 2016)

Pada beberapa insekta seperti Diptera (lalat) dan Hymenoptera (tawon),


otot-otot tidak langsung menempati volume terbesar dari pterothorax dan
berfungsi sebagai sumber utama daya untuk penerbangan. Kontraksi otot
191
dorsolongitudinal menyebabkan lengkungan parah dari notum yang menekan
sayap sementara kontraksi otot-otot dorsoventral menyebabkan gerakan
berlawanan dari notum. Insekta yang lebih primitif lainnya, seperti Orthoptera
(belalang), Coleoptera (kumbang), dan Odonata (capung) menggunakan otot
langsung yang bertanggung jawab untuk mengembangkan daya yang dibutuhkan
untuk naik dan turun saat penerbangan.
Otot pada sayap insekta adalah jaringan ketat aerobik. Per unit protein
mengkonsumsi bahan bakar dan oksigen pada tingkat yang terjadi di jaringan
dimana sangat terkonsentrasi dan sangat terorganisir sehingga tingkat steady-state
per satuan volume mewakili catatan mutlak dalam biologi. Bahan bakar dan darah
yang kaya oksigen dibawa ke otot-otot melalui difusi yang terjadi dalam jumlah
besar, dalam rangka mempertahankan tingkat energi yang tinggi yang digunakan
selama penerbangan. Banyak otot sayap yang besar dan mungkin sebagian besar
memiliki ukuran lebar10 mm dan 2 mm. Selain itu, pada beberapa Diptera serat
memiliki dimensi raksasa. Misalnya, pada rutilia yang sangat aktif penampang
memiliki ukuran panjang 1.800 m dan lebar 500 m. Pengangkutan bahan bakar
dan oksigen dari lingkungan ke situs konsumsi dan transportasi kebalikan dari
karbon dioksida karena itu merupakan tantangan untuk ahli biologi baik dalam
kaitannya dengan transportasi dalam fase cair dan dalam sistem yang rumit dari
tabung udara, yaitu pada sistem trakea.
Pada banyak spesies insekta, sayap depan dan sayap belakang
digabungkan bersama-sama meningkatkan efisiensi aerodinamis penerbangan.
Mekanisme kopling yang paling umum (misalnya, Hymenoptera dan Trichoptera)
adalah deretan kait kecil di margin depan dari sayap belakang, atau “hamuli”, yang
mengunci ke sayap depan, menjaga untuk diselenggarakan bersama-sama
(hamulate coupling). Pada beberapa spesies insekta lain (misalnya, Mecoptera,
Lepidoptera, dan beberapa Trichoptera) lobus Jugal dari sayap depan mencakup
sebagian dari sayap belakang atau margin sayap depan dan sayap belakang yang
tumpang tindih secara luas (amplexiform kopling), atau bulu sayap belakang, atau
frenulum, di bawah struktur penahan atau retinakulum pada sayap depan.
Saat istirahat, sayap kembali ke keadaan semula dan mungkin melibatkan
lipatan longitudinal membran sayap dan terkadang juga lipatan melintang.
Lipatan juga kadang-kadang terjadi di sepanjang garis fleksi. Meskipun garis
lipatan bisa melintang, seperti yang terjadi pada sayap belakang ari kumbang yang
biasanya radial ke dasar sayap, sehingga bagian yang berdekatan dari sayap untuk
dilipat tumpeng tindih satu sama lain. Garis lipatan umum adalah lipat Jugal,
terletak tepat di belakang vena anal ketiga, meskipun, kebanyakan Neoptera
memiliki Jugal lipat tepat di belakang vena 3A pada sayap depan. Hal ini kadang-
kadang juga hadir pada sayap belakang. Dimana daerah dubur dari sayap belakang
yang besar, seperti pada Orthoptera dan Blattodea, seluruh bagian ini dapat
dilipat di bawah bagian anterior sayap sepanjang vannal melipat posterior sedikit
192
alur claval. Selain itu, di Orthoptera dan Blattodea, daerah anal dilipat seperti
kipas sepanjang vena, vena anal menjadi cembung, pada puncak-puncak lipatan,
dan aksesori vena cekung. Sedangkan alur claval dan Jugal mungkin homolog
pada spesies yang berbeda, lipatan vannal bervariasi dalam posisi di taksa yang
berbeda. Lipatan diproduksi oleh otot yang timbul dari pleuron dan dimasukkan
ke dalam sklereit aksila ketiga sedemikian rupa sehingga ketika kontraksi muncul
titik-titik artikulasi antara notal posterior dan sclerite aksila kedua.
Akibatnya, lengan distal dari sclerite ketiak ketiga berputar ke atas dan ke
dalam, sehingga akhirnya posisinya benar-benar terbalik. Vena anal
diartikulasikan dengan sklereit sedemikian rupa bahwa ketika bergerak dengan itu
dan menjadi tertekuk di punggung insekta. Aktivitas otot yang sama dalam
penerbangan mempengaruhi output daya dari sayap dan begitu juga penting
dalam kontrol penerbangan. Pada insekta orthopteroid, elastisitas kutikula
menyebabkan daerah vannal dari sayap untuk melipat sepanjang vena. Akibatnya,
energi yang dikeluarkan berlangsung pada kawasan ini ketika sayap dipindahkan
ke posisi penerbangan. Secara umum, ekstensi sayap mungkin hasil dari kontraksi
otot yang melekat pada sklereit basalar atau, dalam beberapa insekta, ke sklereit
subalar.
Dua kelompok insekta yang relatif besar, Ephemeroptera (lalat capung)
dan Odonata (capung) memiliki otot terbang yang terpasang langsung ke sayap,
sayap tidak lebih cepat dari tingkat di mana saraf dapat mengirim impuls ke otot.
Semua insekta bersayap lainnya terbang menggunakan mekanisme yang berbeda,
yang melibatkan otot terbang langsung yang menyebabkan dada bergetar, sayap
bisa mengalahkan lebih cepat daripada tingkat di mana otot-otot menerima
impuls saraf. Mekanisme ini berevolusi sekali, dan merupakan ciri
(synapomorphy) untuk Neoptera.

7. Kaki
Tungkai atau kaki merupakan salah satu embelan pada toraks insekta
selain sayap. Tungkai insekta terdiri atas beberapa ruas (segmen). Ruas pertama
disebut koksa (coxa) merupakan bagian yang melekat langsung pada toraks.

193
Gambar 20.
Struktur kaki pada insekta (Sumber: Amateur Entomologists’ Society, 2016)

Ruas kedua disebut trokhanter (trochanter), berukuran lebih pendek dari


pada koksa dan sebagian bersatu dengan ruas ketiga. Ruas ketiga disebut femur
merupakan ruas yang terbesar. Selanjutnya, ruas keempat disebut fibia, biasanya
lebih ramping tetapi kira-kira sama ratanya panjangnya dengan femur. Pada
bagian ujung fibia ini biasanya terdapat duri-duri atau taji. Ruas terakhir disebut
tarsus-tarsus ini biasanya terdiri atas 1 sampai 5 ruas. Diujung ruas terakhir tarsus
terdapat pretarsus yang terdiri dari sepasang kuku tarsus. Kuku tarsus ini disebut
claw. Diantara kuku tersebut terdapat struktur seperti bantalan yang disebut
arolium.

Gambar 21.
Berbagai tipe kaki yang ada pada insekta (Sumber: Robinson, 2016)

194
Menurut Borror et al (1992) tungkai-tungkai thoraks insekta
bersklerotisasi (mengeras) dan selanjutnya dibagi menjadi sejumlah ruas. Secara
khas, terdapat 6 ruas pada kaki insekta. Ruas yang pertama yaitu koksa yang
merupakan merupakan ruas dasar; trokhanter, satu ruas kecil (biasanya dua ruas)
sesudah koksa; femur, biasanya ruas pertama yang panjang pada tungkai; tibia,
ruas kedua yang panjang; tarsus, biasanya beberapa ruas kecil di belakang tibia;
pretarsus, terdiri dari kuku-kuku dan berbagai struktur serupa bantalan atau
serupa seta pada ujung tarsus. Sebuah bantalan atau gelambir antara kuku-kuku
biasanya disebut arolium dan bantalan yang terletak di dasar kuku disebur pulvili.
Menurut Jumar (2000), tungkai-tungkai insekta mengalami modifikasi. Sejumlah
modifikasi tersebut adalah:
a. Tipe cursorial, adalah tungkai yang digunakan untuk berjalan dan berlari
b. Tipe fussorial, tungkai yang digunakan untuk menggali, ditandai dengan
adanya kuku depan yang keras.
c. Tipe saltatorial, tungkai yang berfungsi untuk meloncat, ditandai dengan
perbesaran femur pada tungkai belakang.
d. Tipe raptorial, tungkai yang berfungsi untuk menangkap dan mencengkeram
mangsa, ditandai dengan pembesaran femur tungkai depan.
e. Tipe natatorial, tungkai yang berfungsi untuk berenang, ditandai dengan
bentuk yang pipih serta adanya sekelompok “rambut-rambut renang” yang
panjang.
f. Tipe ambolatorial, tungkai yang berfungsi untuk berjalan ditandai dengan
femur dan tibia yang lebih panjang dari bagian tungkai lainnya. Bentuk ini
merupakan bentuk umum tungkai insekta.
Tungkai pada beberapa jenis khusus insekta memiliki struktur khusus
yang sesuai dengan fungsinya. Beberapa struktur tersebut antara lain :
a. Kurbikulum terdapat pada tungkai lebah madu, merupakan wadah tepung
sari.
b. Timpanum terdapat pada fibia tungkai depan dari belakang berantena panjang
dan jangkrik.
c. Pada beberapa jenis insekta terdapat berbagai struktur alat undera pada
tungkainya, misalnya sesilli pada tarsi tungkai depan lalat rumah yang
berfungsi untuk merasakan makanan.

8. Abdomen (Perut)
Abdomen pada insekta primitif tersusun atas 11-12 ruas yang
dihubungkan oleh bagian seperti Selaput (membran). Jumlah ruas untuk tiap
spesies tidak sama. Pada insekta primitif (belum mengalami evolusi) ruas
abdomen berjumlah 12. Perkembangan evolusi insekta menunjukkan adanya
tanda-tanda bahwa evolusi menuju kepengurangan banyaknya ruas abdomen.

195
Sebagian besar ruas abdomen tampak jelas terbagi menjadi tergum
(bagian atas) dan sternum (bagian bawah), sedangkan pleuron (bagian tengah)
tidak tampak, sebab sebagian bersatu dengan tergum. Perbedaan kelamin jantan
dan betina dapat dilihat jelas pada bagian abdomen ini. Pada abdomen insekta
betina terdapat 10 ruas tergum dan 8 ruas sternum, sedangkan pada insekta jantan
terdapat 10 ruas tergum dan 9 ruas sternum. Ruad ke-11 abdomen pada belalang
betina tinggal berupa pelat dorsal berbentuk segitiga yang dinamakan epiprok dan
sepasang pelat lateroventral yang dinamakan paraprok. Di antara ujung-ujung
epiprok dan paraprok terdapat lubang anus.

Gambar 22.
Abdomen pada insekta secara umum (Sumber: DuPorte, 1961)

Tergum ruas ke-11 memiliki sepasang embelan yang dinamakan cerci


(tunggal: cercus). Pada insekta betina embelan-embelan termodifikasi pada ruas
abdomen kedelapan dan kesembilan membentuk ovipositor (alat peletakkan
telur) di mana terdiri atas dua pasang katub yang dinamakan valvifer dan
selanjutnya menyandang valvulae (sepasang pada ruas kedelapan dan dua pasang
pada ruas kesembilan). Alat kopulasi pada insekta jantan biasanya terdapat pada
ruas abdomen kesembilan.
Pada kedua sisi ruas abdomen pertama terdapat lubang yang cukup besar
dan tertutup oleh selaput tipis yang disebut timpanum (alat pendengaran pada
belalang). Spirakel (lubang pernapasan) pada abdomen terletak di depan
timpanum, dan spirakel lainnya terletak pada ruas abdomen kedua sampai
kedelapan pada sebelah bawah dari tergum. Pada insekta betina yang mempunyai
ovipositor, struktur dari alat ini sangat beragam, tergantung dari telur – telur yang
akan diletakkan. Sebagai gambaran, diberikan beberapa bentuk ovipositor
insekta, sebagai berikut:
a. Ovipositor Cicada yang meletakkan telur di bawah kulit kayu pada cabang-
cabang pohon berbentuk pisua tajam dan kaku.

196
b. Belalang pedang (Sexava spp) memiliki ovipositor berbentuk pedang sehingga
dapat meletakkan telur-telurnya di bawah permukaan tanah.
c. Tabuhan parasitik dari famili Icneumonidae (Hymenoptera) memiliki
ovipositor yang sangat panjang, sehingga dapat menembus kulit batang padi
untuk meletakkan telurnya pada larva penggerek batang padi.
Insekta betina dewasa yang tergolong apterygota, seperti Thysanura,
memiliki ovipositor yang primitif di mana bentuknya terdiri dari dua pasang
embelan yang terdapat pada bagian bawah ruas abdomen kedelapan dan
kesembilan. Sesungguhnya, terdapat sejumlah insekta yang tidak memiliki
ovipositor, dengan demikian insekta ini menggunakan cara lain untuk meletakkan
telurnya. Jenis insekta tersebut terdapat dalam ordo Thysanoptera,
Mecoptera,Lepidoptera, Coleoptera, dan Diptera. Insekta ini biasanya akan
menggunakan abdomennya sebagai ovipositor. Beberapa spesies insekta dapat
memanfaatkan abdomennya yang menyerupai teleskop sewaktu meletakkan
telur-telurnya. Setelah membahas karakteristik insekta secara tampak luar, maka
berikut ini akan dijelaskan mengenai berbagai sistem organ yang ada pada tubuh
insekta.
1. Sistem Respirasi
Insekta adalah hewan aerobik yaitu membutuhkan oksigen dan
membuang CO2 sebagai hasil respirasi sel. Udara masuk melalui spiracle yang
mempunyai diameter kurang dari 1mm. Tracheae berhubungan langsung dengan
jaringan yang melakukan respirasi dan sel-sel yang mereka catu.
Perjalanan oksigen dari udara melalui spiracle, tracheae, tracheoles
sampai target cells, dengan kombinasi ventilasi dan difusi sepanjang gradien
konsenrtasi (tinggi di luar, rendah di dalam jaringan) sehingga O2 masuk, CO2
dan uap air keluar. Dengn demikian harus ada kompromi antara O2 tetap bisa
masuk tapi kehilang an air melalui spiracle harus diminimalkan.

Gambar 23.
Sistem respirasi pada insekta (Aibara, 2016)

197
Keseimbangan ini diatur dengan membuka spiracle secara periodik
manakala dibutuhkan dan menutupnya ketika insekta sedang tidak aktif. Pada
insekta yang sedang aktif, gerakan pada thorax dan abdomen merupakan pompa
yang memventilasi bagian luar dari sistem trachea, sehingga lintasan difusi
menjadi lebih pendek. Serangg a yang hidup di lingkungan kering mempunyai
spiracle yang kecil dengan atria yang dalam. Beberapa insekta mempunyai
tracheae yang besar dan berfungsi sebagai tempat cadangan O2 ketika spiracle
tertutup. Pada holometabola yang tidak mempunyai kantung udara, difusi adalah
mekanisme utama pergerakan gas. Efisiensi dari pertukaran gas berhubungan
dengan jarak dan diameter tracheae. Pembukaan dan penutupan spiracle secara
terkoordinir menyertai gerakan ventilasi menghasilkan gerakan udara satu arah
pada trachea utama. Spiracle anterior terbukan ketika inspirasi dan trachea
posterior terbuka ketika ekspirasi. Insekta mempunyai batas atas ukuran tubuh.
Apabila O2 harus berdifusi melalui jarak yang terlalu jauh, maka kebutuhan O2
tidak akan terpenuhi. Apabila gerakan ventilasi ditingkatkan, maka kehilangan air
akan meningkat pula. Oleh karena itu, insekta besar mempunyai tubuh yang
langsing dan panjang untuk mengurangi jarak difusi. Insekta mempunyai sistem
tabung dalam atau sistem trakea, yang mengantarkan udara dari luar tubuh ke sel-
sel tubuh dan sistem itu melaksanakan respirasi atau pernafasan.
Trakea itu mengelompok-kelompok pada tiap ruas, dan mendapatkan
udara dari luar melalui sepasang bukaan pada sisi lateral tiap ruas; bukaan ini
disebut spirakel (spiracles). Spirakel itu berhubungan langsung dengan batang
trakea utama (main tracheal trunk), yang biasanya ada sepasang menjulur
sepanjang tubuh. Pada tiap ruas, dari batang trakea itu muncul beberapa trakea
cabang, berpasangan dari batang kiri dan kanan. Umumnya ada tiga trakea cabang
yang muncul, yaitu (a) cabang dorsal yang melayani pembuluh dorsal dan otot-
otot dorsal, (b) cabang ventral atau cabang viseral (visceral) yang melayani saluran
makanan dan organ reproduksi, dan (c) cabang ventral yang melayani otot-otot
ventral dan tali saraf. Tabung-tabung halus pada ujung-ujung trakea berukuran
kapiler dan disebut trakeol, biasanya berdiameter 1mm atau kurang. Trakeol itu
berada di antara atau sekitar sel-sel jaringan tubuh, dan merupakan bagian trakea
yang fungsional dari sistem trakea.
Pada banyak insekta penerbang cepat sistem trakeanya mempunyai
kantung-kantung udara (air sacs); yang kerapkali adalah pelebaran dari batang
trakea. Kantung udara itu berfungsi sebagai kantung penyimpan udara/oksigen.
Pada sistem tertutup, spirakel-spirakel itu tidak berfungsi atau tidak ada sama
sekali. Pada umumnya, pada sistem trakea tertutup ini, peran spirakel diganti oleh
sistem jaringan trakeol yang terdapat di bawah kulit atau di dalam organ khusus
yaitu insang.
Semua hewan memerlukan pembekalan energi dan umumnya
mendapatkan energi melalui proses respirasi (pernafasan). Respirasi terdiri dari
198
pengambilan, transportasi dan penggunaan oksigen oleh jaringan-jaringan dan
pelepasan dan pembuangan limbah, terutama dioksida dan lingkungannya
disebut respirasi luar (eksternal), sedang pertukaran gas di dalam sel disebut
respirasi dalam (internal) atau metabolisme respirasi. Respirasi luar pada hampir
semua insekta dilaksanakan oleh sistem trakea. Melalui sistem ini udara/oksigen
dari luar diantarkan ke jaringan dan sel-sel yang memerlukan. Pada insekta ukuran
besar yang aktif, untuk melancarkan proses pernapasan itu dibantu sedikit-banyak
oleh ventilasi mekanis dari trakea abdomen dan kantung-kantung udara yang
dihasilkan oleh gerakan-gerakan ritmik tubuh. Proses ini disebut ventilasi aktif.
Analisis menunjukkan bahwa seperempat dari jumlah CO2 yang terjadi karena
respirasi lepas keluar melalui permukaan tubuh. Hal ini karena gas CO2 dapat
berdifusi melalui jaringan binatang 35x lebih cepat daripada oksigen. Di depan
juga telah disebut bahwa pada insekta air terdapat insang. Respirasi dilakukan
melalui alat ini: oksigen dalam air berdifusi melalui kulit insang yang tipis dan
masuk ke sistem trakea sedangkan CO2 melalui difusi terlepas dari tubuh insekta
melarut dalam air.

2. Sistem Pencernaan
Sekresi saliva berfungsi untuk pada umumnya untuk melarutkan dan
mengatur pH makanan yang masuk. Selain itu saliva juga mengandung enzyme-
enzyme pencernaan dan anticoagulant pada insekta penghisap darah. Pada
Hemiptera predator, saliva yang mangandung enzyme penceraan dikeluarkan
pada mangsanya dan setelah tercerna dan mencair baru dihisap. Pada insekta
penghisap cairan, otot-otot dilator menempel pada dinding pharynx atau ruang
preoral membentuk pompa untuk, mengeluarkan saliva, menghisap cairan, dan
udara ketika moulting untuk mengembangkan kutikula.

199
Gambar 24.
Ilustrasi sistem pencernaan pada insekta (Sumber: Gullan & Cranston, 1986)

Proses pencernaan makanan terutama terjadi di dalam midgut di mana


sel-sel menghasilkan enzyme-enzyme pencernaan dan juga menyerap makanan
yang sudah dicerna. Fat body mempunyai berbagai fungsi metabolik yaitu untuk
metabolisme karbohidrat, lipid dan senyawa-senyawa N. Selain itu, fat body juga
berfungsi sebagai tempat penimbunan glikogen, lipid dan protein, serta sintesis
pengaturan gula darah dan haemolymph protein (haemoglobins, vitellogenins).
Fat body mampu merubah aktivitasnya sebagai response terhadap isyarat yang
bersifat nutrisional dan hormonal dalam mencatu kebutuhan
pertumbuhan,metarmorphosis dan reproduksi. Sel-sel di dalam fat body
mempunyai type yang berbeda-beda sesuai dengan fungsinya:
a. tropocytes untuk penimbunan zat dan metabolisme.
b. urocytes untuk menyimpan sementara dan mendaur-ulang asam urat.
c. mycetocytes mengandung bakteria simbiotik.
Beberapa insekta seperti hemiptera penghisap cairan tumbuhan,
pemakan kayu (rayap), kecoa, semut, bersimbiosis dengan mikroorganisme baik
intra maupun ekstraselular. Insekta predator pada umumnya tidak mempunyai
simbiont. Mikroorganisme tersebut disebut simbiont karena mereka tergantung
dari insekta inangnya. Mereka termasuk bakteria, yeast, fungi bersel tunggal atau
protista dan diduga berperan dalam nutrisi dari inangnya dengan membantu
dalam sintesis dan/atau metabolisme sterol, vitamin, karbohidrat dan asam
amino. Perpindahan mikroorganisme dari induk ke keturunannya bisa melalui
200
oral yaitu dengan kapsul berisi mikroorganisme yang diletakkan bersama telur.
Cara lain yaitu transovarial yaitu melalui ovarium ke keturunannya. Beberapa jenis
semut (Formicidae) mampu untuk membudidayakan jamur. Semut makan jamur
yang tumbuh pada daun-daun yang mereka kumpulkan di dalam sarangnya
(fungus garden).

3. Sistem Ekskresi
Ekskresi yaitu proses pembuangan limbah hasil metabolisme dari dalam
tubuh terutama senyawa N untuk mencegah keracunan, mempertahankan Na+,
K+, dan Cl- yang terbatas dalam makanan, atau hilang karena berdifusi ke dalam
lingkungannya pada insekta air. Dengan menghasilkan urine dan frass komposisi
tekanan osmosis cairan tubuh dapat dipertahankan. Ekskresi dan osmoregulasi
dilakukan oleh Malpighian tubules dan usus belakang. Osmoregulasi pada insekta
air tawar dilakukan oleh sel-sel chlorida yang berasosiasi dengan usus belakang
dengan menyerap ion-ion anorganik.
Malpighian tubules menghasilkan filtrat yang bersifat isosmotik dari
haemolymph yang mempunyai kandungan ion K+ yang tinggi, Na+ yang rendah
dan Cl- sebagai anion utama. Transport ion secara aktif, terutama K+, ke dalam
lumen dari Malpighian tubules menghasilkan gradien osmotik dan menyebabkan
air berdifusi secara pasif ke dalam lumen. Gula dan kebanyakan asam amino
secara pasif tersaring dari haemolymph. Gula (sukrose dan treholose) diserap
kembali dari lumen ke dalam haemolymph. Semua proses ini menghasilkan urine
yang kemudian dicurahkan ke dalam usus. Di dalam rectum, urine dimodifikasi
dengan membuang zat-zat terlarut dan air untuk menjaga keseimbangan cairan
dan ion-ion (homeostasis) di dalam tubuh insekta.

201
Gambar 25.
Sistem Ekskresi pada Semut (Sumber: Farabee, 2001)

Sel-sel khusus di dalam rectal pad melakukan penyerapan kembali ion Cl-
secara aktif atas pengaruh hormone. Proses ini menyebabkan gradien elektrik dan
osmotik yang menyebabkan penyerapan kembali ion-ion yang lain, air, asam-
asam amino dan asetat. Pada insekta pemakan darah, kelebihan N diekskresikan
dalam bentuk ammonia pada yang hidup di air dan sebagai asam urat, urea,
pteridine, hypoxanthine, allantoine, dan asam allantoinat pada insekta terrestrial.
Ammonia adalah senyawa toxic, oleh karena itu, ia harus diekskresikan melalui
urine, faeces atau diuapkan melalui kutikula misalnya pada kecoa.

202
4. Sistem Sirkulasi

Gambar 26.
Sistem sirkulasi pada insekta (Sumber: Encyclopaedia Britannica, 2010)

Sistem sirkulatori pada insekta terdiri dari jantung yang hanya merupakan
pembuluh dorsal dengan pergerakan peristaltik untuk memompa darah atau
haemolymph. Haemolymph pada nympha dan imago mempunyai proporsi
kurang dari 20% berat tubuh sedangkan pada larvae berbadan lunak, proporsi
haemolymp lebih besar yaitu 20 – 24% berat tubuh dan berfungsi juga sebagai
skeleton hidrostatik. Haemolymph yang terdiri dari larutan berair, ion-ion
anorganik, lipid, gula (trehalose), asam amino, protein, asam organik dan sel-sel
darah berfungsi untuk pertukaran zat antar jaringan, mengangkut hormon dan
nutrien dari usus ke jaringan dan barang buangan dari jaringan ke organ
ekskretori. Perubahan pada tekanan haemolymph akan diteruskan ke tracheae
dan menyebabkan ventilasi dan pada saat moulting, tekanan haemolymph
menyebabkan pecahnya kutikula lama dan mengembangnya kutikula baru. Oleh
karena komponen utamanya adalah air maka haemolymph berfungsi juga sebagai
tempat cadangan air dan dengan kapasitas panas yang tinggi dan dengan sirkulasi,
haemolymph berfungsi untuk pengaturan suhu tubuh (thermoregulation).
Kandungan yang tinggi asam-asam amino dan phosphat organik adalah ciri khas
haemolymph insekta yang mungking berhubungan dengan perlindungan
terhadap suhu dingin. Semua sel darah (haemocytes) insekta berinti dan berfungsi
untuk phagocytosis yaitu menelan partikel dan metabolit, parasit, material asing,
dan pembekuan darah serta penyimpanan dan distribusi nutrien. Jantung insekta
bersifat neromiogenik, artinya kontraksinya tidak hanya secara otomatis karena
adanya otot, namun juga karena adanya rangsang yang diterima syaraf. Inilah yang
memperlancar peredaran. Pada insekta besar, gerakan sayap atau alat tambahan
lain secara fisik juga ikut membantu peredaran.
Darah insekta mengandung asam amino konsentrasi tinggi (bukan
protein), sedang karbohidrat dalam bentuk trehalosa. Sedang lemak dalam bentuk
senyawa ester digliserida. Hemolimfa berfungsi utnuk mengendalikan pH dan
203
tekanan osmotik dengan berbagai mekanisme. Pada umumnya tak berwarna,
tetapi ada juga yang berwarna hijau atau merah. Pigmen dengan mudah
diabsorbsi, karenanya insekta-insekta fitopagus umumnya berhemolimfa hijau.
Apabila makanannya berkandungan karotin tinggi, warnanya jingga-oranye,
bercampur dengan warna asli yang kebiru-biruan muncul warna hijau. Diet tanpa
-karotin menunjukkan hemolimfa insekta tetap berwarna biru. Fungsi lain yang
juga penting adalah kandungan hemositnya yang berguna untuk metabolisme dan
juga ketahanan tubuh. Dalam hal ini hemosit berperan untuk mensintesis
beberapa produk penting: bahan sklerotisasi, tirosin. Jenis hemosit ada beberapa
macam (sekitar 9 jenis, tergantung penulis/ahlinya). Ada yang menyatakan
semuanya berasal dari satu sel yang disebut sel induk atau “stem cell”
(prohemosit). Masing-masingnya adalah:
a. Sel induk atau pro-hemosit, berbentuk bulat dengan nukleus besar, dihasilkan
oleh organ tertentu pada tubuh insekta yang disebut organ haemocytopoietic
(setara dengan tulang sumsum pada mammalia). Organ sesungguhnya belum
ditemukan. Mungkin dengan mitosis. Prohemosit ada yang bergerak aktif, ada
yang diam di tempat.
b. Plasmatosit memiliki ujung seperti jari. Ukurannya agak besar, barangkali
karena merupakan keturunan pertama prohemosit. Berfungsi penting dalam
mekanisme ketahanan tubuh, sebagai agen kekebalan seluler. Dapat bersifat
fagositik terhadap benda-benda asing apabila bendanya lebih kecil. Bila
bendanya lebih besar akan diselubungi oleh suatu jaringan penghubung
(konektiva) yang dibentuk oleh plasmatosit. Ini disebut enkapsulasi.
c. Hemosit granuler mungkin merupakan bentuk terminal (akhir), karena banyak
dijumpai pada insekta-insekta “tua”. Juga berfungsi dalam mekanisme
pertahanan diri.
d. Koagulosit dihasilkan oleh insekta-insekta yang terluka untuk membentuk gel
darah, agar sistem peredaran tidak kacau. Merupakan bahan sekresi seperti
serabut (fibril).
e. Adipohemosit merupakan penyimpan lemak bahan makan (setara dengan
badan lemak).
f. Oenositoid dan Sel sferula belum diketahui fungsinya dengan jelas. Demikian
juga Podosit dan Hemosit vermiform yang dijumpai pada genus Spodoptera.

5. Sistem Endokrin
Hormon adalah zat kimia yang dihasilkan di dalam tubuh suatu
organisme dan diangkut, umumnya di dalam cairan tubuh, dari tempat di mana
ia disintesis ke tempat di mana ia mempengaruhi berbagai proses fisiologis,
walaupun keberadaanya jumlah yang sangat sedikit. Pusat endokrin, dimana
hormone diproduksi oleh neuronal, neuroglandular, glandular, ovarium dan
beberapa jaringan yang khusus untuk suatu pengaturan endokrin.
204
Gambar 27.
Proses regulasi endokrin pada insekta (Sumber: Cook & Holman, 1985)

Sel-sel neurosekretori adalah sel-sel syaraf yang mengalami modifikasi


dan terdapat pada berbagai sistem syaraf (di dalam CNS, sistem syaraf perifer dan
sistem syaraf stomodeal), tetapi yang terbanyak terdapat di dalam otak. Sel-sel ini
menghasilkan neurohormone yang mengatur sintesis dan sekresi hormone
ecdysteroids dan hormone juvenile. Corpora cardiaca adalah sepasang kelenjar
neuroglandular yang terletak pada kedua sisi dari aorta dn di belakang otak.
Mereka menimbun dan mensekresi neurohormon,termasuk prothoracicotropic
hormone (PTTH), yang berasal dari NSC dari otak, juga menghasilkan
neurohormon sendiri. PTTH merangsang aktivitas sekresi dari kelenjar
prothoraic. Kelenjar prothoracic adalah kelenjar yang panjang, berpasangan
terletak di dalam thorax atau di belakang kepala; pada cyclorrhaphous Diptera
mereka adalah dari kelenjar cincin, yang padanya juga terdapat corpora cardiaca
dan corpora allata. Kelenjar prothoracic mensintesis dan mensekresi ecdysteroid,
umumnya (moulting hormone) yang setelah mengalami hidroksilasi
menyebabkan dimulainya moulting pad epidermis. Corpora allata adalah
sepasang kelenjar yang merupakan derivat dari epithelium dan terletak pada
kedua sisi dari usus depan. Pada beberapa insekta, mereka bergabung membentuk
kelenjar tunggal. Corpora allata mensintesis dan mensekresi juvenile hormone
(JH) yang berfungsi untuk mengatur baik methamorphosis maupun reproduksi.
Fungsi JH adalah dalam perkembangan, JH berfungsi dalam mengendalikan
moulting dan metamorphosis, dalam reproduksi JH berfungsi dalam
mengendalikan penimbunan yolk, aktivitas kelenjar accessory dan produksi
pheromone. Ecdysteroids adalah istilah umum untuk hormon-hormon steroid
yang mempunyai aktivitas merangsang moulting. Ecdysteroid disintesis dari

205
cholesterol. Oleh karena insekta tidak mampu mensintesis cholesterol de novo,
maka zat ini didapatkan dari makanannya. Setelah disintesis di dalam kelenjar
prothoracic, ecdysone disekresikan ke haemolymph dan di dalam jaringan target
mengalami hidroksilasi dan menjadi hormone yang aktif yaitu 20-OH-ecdysone
(20-hydroxyecdysone). Ecdysone juga dihasilkan oleh ovarium dan berfungsi
untuk pematangan sel-sel telur yaitu terutama dalam proses pembentukan yolk
(vitellogenesis). Neurohormon pada umumnya termasuk peptida sehingga sering
disebut neuropeptida. Hormon-hormon ini berfungsi dalam perkembangan,
homeostasis, reproduksi dan metabolisme.

6. Sistem Sensory
Keberhasilan insekta disebabkan oleh kemampuannya untuk
mengindera dan menafsirkan, mengidentifikasi dan merespon secara selektif
terhadap signal/rangsangan dari lingkungan sekitarnya serta kemampuannya
mengidentifikasi host dan faktor-faktor mikroklimat. Signal yang diterima insekta
bisa berupa stimuli mekanis, thermal, kimia,penglihatan atau bayangan.

206
Gambar 28.
Persinyalan Olfactory pada insekta (Sumber: Nature, 2016)

207
Penginderaan stimuli mekanis dapat dikelompokkan dalam tiga kategori
yaitu: penginderaan stimuli sentuhan (tactile mechanoreception), penginderaan stimuli
mekanis posisi (position mechanoreception atau proprioception) dan penginderaan suara
(sound reception).
Penginderaan stimuli mekanis posisi mechanoreception (proprioception).
Alat penerima dalam penginderaan ini disebut proprioceptors (self perception
receptors) dengan mekanisme kerja sebagai berikut: Macam-macam
proprioceptors:
a. Hair plate merupakan sensila pada persendian dan leher yang berhubungan
dengan kutikula di dekatnya.
b. Stretch receptors merupakan proprioceptor internal yang berhubungan
dengan kontraksi otot seperti yang terdapat pada dinding usus. Receptor ini
berfungsi untuk mendeteksi tegangan usus, kecepatan ventilasi trachea.
c. Stress detectors pada kutikula, berupa campaniform sensillum yaitu sensillum
berneuron tungga terletak pada persendian kaki dan sayap, pada dasar haltere
pada diptera, pada bagian dorsal dan ventral. Terdapat beberapa kelompok
campaniform sensilla yang merespon terhadap distorsi pada persendian sayap
ketika terbang.
Bunyi adalah fluktuasi tekanan yang menyebabkan terjadinya gelombang
getaran dan dihantarkan melalui udara atau substrat termasuk air. Insekta dapat
mengindera suara frekuensi mulai dari 1 Hz (siklus per detik) sampai 100.000 Hz
ultra suara - insekta menyadari secara terus menerus posisi relatif dari bagian
tubuh seperti kepala, kaki dan sayap. mendeteksi bagaimana orientasi tubuh
relatif terhadap gravitasi. Proprioceptors (self perception receptors)
Menyampaikan informasi (ultrasound), suatu rentang frekuensi yang jauh lebih
besar dibanding yang manusia mampu mengindera yaitu antara 20 dan 20.000
Hz. Isyarat bunyi pada insekta berfungsi untuk komunukasi terutama dalam
menemukan pasangan kawin. Jangkrik jantan menarik perhatian betina dengan
mengeluarkan suara panggilan, sehingga betina lebih mudah untuk mendeteksi
keberadaan jantan yang sudah siap untuk kawin. Selain itu, isyarat bunyi juga
berfungsi untuk mendeteksi kehadiran predator misalnya kelelawar pemakan
insekta yang menggunakan ultrasound.
Bentuk yang paling sederhana dari alat indera suara (getaran) misalnya
yang terdapat pada ulat kobis Barathra brassicae yang berupa seperti rambut
(trichoid sensilla) yang memanjang dan sangat peka. Alat ini mampu mendeteksi
suara dengan frekuensi sekitar 150 Hz. Organ khusus pengindera suara non-
tympanal pada insekta dikenal dengan nama chordotonal organs atau
subcuticular mechanoreceptors yang tersusun dari satu atau lebih scolopodia.
Ada dua macam chordotonal organ yaitu Johnston’s organ dan subgenual
organs. Johnston’s organ terletak pada segmen ke dua antena (pedicel) atau
segmen ke tiga. Organ ini berfungsi untuk mengukur kecepatan terbang dengan
208
mendeteksi gesekan dengan udara dan sebagai alat pendengar pada nyamuk
(Culicidae) dan Chironomidae. Subgenual organ tersusun atas suatu setengah
lingkaran yang terdiri dari banyak sel pengindera (sensory cells) di dalam
haemocoel. Sel-sel ini pada satu ujungnya terhubung ke kutikula bagian dalam
dari tibia dan ujung lainnya terhubung ke tracheae. Subgenual organ terdapat
pada tibia dari setiap kaki. Organ ini mampu mendeteksi melalui kaki getaran
(bunyi) yang dihantarkan melalui substrat dengan berbagai frekuensi.
Penginderaan bunyi secara tympanal melibatkan suatu tympanum
(membran) yang dapat merespon bunyi yang dihasilkan di tempat dengan jarak
tertentu dan dihantarkan melalui udara (air-borne vibration). Membran tympanal
berhubungan dengan chordotonal organ dan suatu kantung berisi udara.
Kantung udara, yang iasanya merupakan modifikasi dari tracheae, berfungsi
untuk resonansi gelombang agar suara yang diterima menjadi lebih kuat. Letak
tympanal organ berbeda-beda dari kelompok insekta yang satu ke insekta yang
lain misalnya:
a. Ventral thorax, antara kaki-kaki metathorax (pada melalang sembah, mantids)
b. Metathorax (pada ngengat malam, noctuid moths)
c. Kaki-kaki prothorax (pada beberapa orthoptera)
d. Abdomen (pada orthoptera yang lain, gareng po homoptera, ngengat
lepidoptera dan kumbang coleoptera)
e. Pangkal sayap (ngengat lepidoptera)
f. Prosternum (lalat diptera)
g. Cervical membranes (beberapa kumbang coleptera)
Gelombang bunyi yang sampai pada tympanal organ baik melalui udara
maupun melalui subtrat menyebabkan tympanum bergetar. Getaran tersebut
akan diterima oleh tiga chordotonal organ yaitu subgenual organ, intermediate
organ dan crista acustica. Intermediate organ menerima signal akustik dengan
frekuensi 2 – 14 kHz sedangkan crista acustica yang terdiri dari sekitar 60 sel
skolopodial menerima frekuensi sekitar 5 – 50 kHz. Walaupun masing-masing
hordotonal organ mempunyai inervasi syaraf yang terpisah dan menerima
gelombang dengan frekuensi yang berbeda-beda, tetapi signal-signal yang
diterima oleh ketiga organ tersebut dapat diindera dan ditafsirkan secara terpadu.
Hal ini dimungkinkan karena ketiga syaraf tersebut terhubung pada suatu titik.
Cara yang paling umum untuk menghasilkan suara pada insekta adalah dengan
stridulation yaitu menggosokkan scraper terhadap file.

7. Sistem Reproduksi
Golongan Insecta umumnya berkembang biak dengan seksual dan
fertilisasi terjadi secara internal. Insekta menarik lawan jenis dengan berbagai
macam cara, seperto dengan warna (kupu-kupu), suara (jangkrik), atau dengan
bau (ngengat). Sperma dari insekta jantan dapat langsung membuahi telur, tetapi
209
dapat juga disimpan pada struktur internal betina yang bernama spermatheca.
Sperma yang tersimpan didalamnya dapat membuahi lebih dari satu rangkaian
telur.

Gambar 29.
Sistem reproduksi yang ada pada insekta (Lebah madu) (Sumber: Pearson, 2007)

Banyak insekta yang hanya kawin sekali dalam hidupnya. Setelah kawin, insekta
betina seringkali bertelur pada sumber makanan agar larva dapat langsung makan
setelah menetas.

C. Klasifikasi Insekta
Insekta adalah salah satu kelas dari Anthropoda. Jenisnya sangat banyak,
lebih kurang dari 80 persen dari arthropoda, penyebarannya sangat luas kecuali
didalam air laut. Insecta meliputi hewan berkaki beruas-ruas yang jumlah kakinya
enam atau tiga pasang dan merupakan satu-satunya invertebrata yang dapat
terbang.
Berdasarkan ada atau tidak adanya sayap, insecta digolongkan kedalam
dua sub-kelas, yaitu sebagai berikut:
1. Apterygota
Nama apterygota kadang-kadang diterapkan pada tingkat subkelas,
merupakan insekta gesit yang dibedakan dari insekta lain oleh kurangnya sayap di
masa sekarang dan dalam sejarah. Pertama kali muncul dalam catatan fosil adalah
selama periode Devonian, 417-354000000 tahun yang lalu. Melalui sedikit tahap
muda atau bahkan tidak ada metamorfosis, maka kelompok ini menyerupai
spesimen dewasa. Kulit hewan ini tipis, membuatnya tampak tembus.
Karakteristik utama dari apterygota merupakan insekta primitif tak
bersayap. Sementara beberapa insekta lainnya, seperti kutu, juga kekurangan
sayap, hewan ini tetap turun dari insekta bersayap tapi telah kehilangan sayapnya
selama evolusi. Sebaliknya, apterygota adalah kelompok primitif insekta yang
menyimpang dari hewan kuno lainnya sebelum sayap berkembang. Apterygota,
bagaimanapun, memiliki kapasitas ditunjukkan untuk diarahkan, keturunan yang
210
dihasilkan terbang tinnggi di udara. Para peneliti telah mengemukakan bahwa
apterygota mungkin telah tersedia dari insekta bersayap yang secara evolusioner
kemudian akan berkembang dalam hal kemampuan terbang.
Apterygota juga memiliki sejumlah fitur primitif lainnya yang tidak dibagi
dengan insekta lainnya. Hewan jantan memiliki paket penyimpanan sperma, atau
spermatophores. Ketika menetas, hewan muda mirip dengan hewan dewasa dan
tidak mengalami metamorfosis yang signifikan, dan bahkan tahap nimfa kurang
diidentifikasi. Kelompok ini terus meranggas sepanjang hidup, menjalani
beberapa instar setelah mencapai kematangan seksual, sedangkan semua insekta
lainnya menjalani instar tunggal hanya ketika dewasa secara seksual. Contohnya
Lepisma saccharina (kutu buku)
Ciri dari kelompok ini adalah sebagai berikut:
a. Tubuh terdiri atas caput (kepala), thorax (dada), dan abdomen (perut) yang
batasnya tidak begitu jelas
b. Tubuh tertutup sisik berwarna perak mengkilap
c. Tidak bersayap, terdapat tiga pasang kaki, dan sepasang antena yang panjang.
d. Tidak mengalami metamorphosis
e. Hidup dengan memakan atau merusak buku atau kertas
f. Menghasilkan enzim selulose untuk menghancurkan selulosa mejadi gula.

Gambar 30.
Lepisma saccharina (Sumber: Flickr, 2011)

2. Pterygota
Pterygota adalah subkelas dari insekta yang termasuk insekta bersayap.
Kelompok ini juga mencakup ordo insekta yang secara sekunder tidak bersayap
(yaitu, kelompok insekta yang nenek moyangnya pernah punya sayap tetapi itu
telah kehilangan mereka sebagai hasil dari evolusi berikutnya). Kelompok
211
pterygota terdiri dari hampir semua insekta. Ordo hexapoda tidak termasuk
adalah Archaeognatha (melompat bristletails) dan Thysanura (gegat dan
firebrats), dua ordo primitif tak bersayap insekta. Juga tidak termasuk yang tiga
ordo tidak lagi dianggap insekta: Protura, Collembola, dan Diplura.
Secara tradisional, kelompok ini dibagi ke dalam infrakelas Paleoptera
dan Neoptera. Yang pertama saat ini diduga kuat menjadi paraphyletic yang lebih
baik (seperti membagi atau membubarkan kelompok) yang saat ini sedang
dibahas. Selain itu, tidak jelas bagaimana persis neoptera terkait antara satu sama
lain. Eksopterygota mungkin kumpulan mirip insekta hemimetabola agak kuno
antara neoptera seperti palaeoptera antara insekta secara keseluruhan.
Hemimetabola endopterygota tampaknya kerabat sangat dekat, memang, tapi
tetap saja tampaknya berisi beberapa ordo terkait, status yang tidak disepakati.
a. Endopterygota
Endopterygota, juga dikenal sebagai Holometabola, insekta dari subclass
Pterygota yang melalui larva khas, pupa, dan tahap dewasa. Mereka menjalani
metamorfosis radikal, dengan tahap larva dan dewasa berbeda jauh dalam
struktur dan perilaku mereka. Ini disebut holometabolisme, atau metamorfosis
lengkap.
Endopterygota adalah salah satu superordo insekta yang paling beragam,
dengan sekitar 850.000 spesies hidup dibagi antara sebelas ordo, mengandung
insekta seperti kupu-kupu, lalat, kutu, lebah, semut dan kumbang. Hewan ini
dibedakan dari eksopterygota (atau Hemipterodea) dengan cara di mana sayapnya
berkembang. Endopterygota (yang secara harfiah berarti bentuk bersayap
internal) mengembangkan sayap dalam tubuh dan menjalani metamorfosis yang
rumit yang melibatkan tahap kepompong. Eksopterygota (bentuk bersayap
eksternal) mengembangkan sayap di luar tubuh mereka dan tidak melalui melalui
tahap kepompong. Yang terakhir adalah sifat plesiomorphic yang tidak ditemukan
pada eksopterygota, tetapi juga dalam kelompok-kelompok seperti Odonata
(capung). Fosil endopterygote diperkirakan berasal dari periode Karbon.
1) Coleoptera
Coleoptera meliputi berbagai macam kumbang dan kepik, merupakan
insecta yang paling banyak anggotanya. Mempunyai sayap dua pasang, yang
depan sangat tebal karena merupakan lapisan zat tanduk yang disebut elitra,
menutupi sayap belakang yang tipis. Coleoptera mengalami metamorfosis
sempurna. Diantara spesies coleoptera ada yang sangat merugikan manusia
karena memakan biji-bijian (beras dan jagung) dan ada yang merusak pohon
kelapa bagian ujung. Contohnya: Calandra oryzae (kepik beras), Oryctes rhinoceros
(kumbang kelapa), dan Chrysochrosa fulminans (samber lilin).

212
Gambar 31.
Calandra oryzae (kepik beras) (Sumber: AllPest Express, 2017)

Gambar 32.
Oryctes rhinoceros (kumbang kelapa) (Sumber: Encyclopaedia Britannica, 2010)

2) Neuroptera
Anggota neuroptera bersayap tipis, terdiri dari dua pasang sayap yang
memperlihatkan garis-garis seperti jala. Neuroptera mengalami metamorfosis
sempurna. Contohnya Chrysopa oculata (undur-undur).

213
Gambar 33.
Chrysopa oculata (Sumber: Jubinville, 2011)

3) Hymenoptera
Hymenoptera umumnya bersayap dua pasang, tipis menyerupai selaput.
Ruas belakang abdomen hymenoptera betina terdapat ovipositor adan alat
penyengat yang berfungsi untuk menyimpan telur dan untuk melumpuhkan
mangsa. Hymenoptera mengalami metamorfosis sempurna, ada yang hidup
soliter (bebas) dan ada yang membentuk koloni. Hymenoptera yang membentuk
koloni terdiri atas ratu yang tugasnya bertelur, pekerja yang tugasnya
mengumpulkan tepung dan madu, dan tentara yang tugasnya menjaga sarang.
Pekerja dan tentara bersifat steril yang terjadi secara partenogenesis.
Hymenoptera kebanyakan menguntungkan manusia karena membantu
penyerbukan terutama tanaman budidaya dan dapat menghasilkan madu.
Contohnya Apis indica (lebah madu).

Gambar 34.
Apis indica (lebah madu) (Sumber: Biology Discussion, 2016)

214
4) Diptera

Gambar 35.
Musca domestica (Lalat rumah) (Sumber: Butler, 2008)
Diptera meliputi jenis lalat dan nyamuk, hanya memiliki satu pasang
sayap yang dibelakangnya terdapat tonjolan bekas sayap yang mereduksi disebut
halter. Mengalami metamorfosis sempurna. Larva lalat disebut lundi-lundi,
sedangkan pada nyamuk disebut jentik. Diptera kebanyakan merugikan manusia
karena menyebarkan berbagai macam penyakit, baik pada manusia, hewan,
maupun tumbuhan.Contohnya Anopheles sp (nyamuk malaria), dan Musca domestica
(lalat rumah).

5) Lepidoptera

Gambar 36.
Hyblaea puera (kupu ulat jati) (Sumber: University of California, 2010)

Lepidoptera mempunyai dua pasang sayap yang tertutup sisik halus dan
umumnya berwarna menarik. Mengalami metamorfosis sempurna. Larva disebut
ulat yang selalu makan dengan tipe mulut menggigit sehingga merusak tanaman.
215
kepompong ulat sutra merupakan bahan sandang yang bermutu tinggi. Imago
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a) Ngengat bersifat nokturnal, yaitu hewan
yang mencari makan pada malam hari, pada waktu beristirahat sayapnya tetap
terbuka. b) Kupu-kupu bersifat diurnal, yaitu hewan yang mencari makan pada
siang hari, waktu beristirahat sayapnya vertikal dan antena menyerupai benang.
Imago lepidoptera memiliki tipe mulut penjilat. Kupu-kupu membantu
penyerbukan. Contohnya Bombyx mori (kupu ulat sutra), Hyblaea puera (kupu ulat
jati), dan Tineola tripazella (ngengat)

6) Siphonoptera

Gambar 37.
Ctenocepholus felis (kutu kucing) (Sumber: Linardi, 2012)

Siphonoptera bersifat ekstraparasit pada mamalia, tidak bersayap, tipe


mulut penggigit dan penghisap, kaki berfungsi untuk meloncat. Siphonoptera
mengalami metamorfosis sempurna. Contohnya Ctenocepholus cannis (kutu anjing),
Ctenocepholus felis (kutu kucing), Xenopsylla cheopsis (kutu tikus), dan Pullex iritan
(pinjal manusia).

b. Eksopterygota
Eksopterygota, adalah kelompok Insekta yang sayapnya berasal dari
tonjolan luar dinding tubuh.Berdasarkan tipe sayap, tipe mulut, dan
metamorfosisnya, eksopterygota dibedakan menjadi beberapa ordo yaitu ordo
Isoptera, ordo Orthoptera, ordo Hemiptera, ordo Odonata.
1) Isoptera
Isopteran berasal dari kata iso (sama) dan ptera (sayap). Insekta ini
berukuran kecil, bertubuh lunak dan biasanya berwarna coklat pucat. Antenna
pendek dan berbentuk seperti benang atau seperti rangkaian manic. Sersi biasanya
pendek. Insekta dewasa ada yang bersayap dan ada yang tidak bersayap. Jika
bersayap, maka jumlahnya dua pasang, bentuk bentuk memanjang. Ukuran serta

216
bentuk sayap sama. Pada saat istirahat sayap diletakkan mendatar diatas tubuh.
Alat mulut menggit-mengunyah kadang mempunyai mata majemuk. Tarsus
beruas tiga sampai empat. Bermetamorfosis paurometabola dan hidup dan
berkembang pada kayu yang lapuk. Ciri-ciri lain yang dimiliki oleh ordo Isoptera
adalah :
a) Memiliki dua pasang sayap tipis yang tipe dan ukurannya sama.
b) Mengalami metamorfosis tidak sempurna.
c) Tipe mulut menggigit.
d) Cara hidupnya membentuk koloni dengan sistem pembagian tugas tertentu
yang disebut polimorfisme. Pembagian tugas itu adalah raja, ratu dan prajurit
atau tentara.
Insekta ini memiliki sepasang sayap yang sama panjang, mengalami
metamorfosis tidak sempurna. Misalnya capung dan rayap. Pada rayap
(Reticulitermes flavipes) hidupnya membentuk koloni yang jumlahnya sangat banyak,
mulutnya tipe pengunyah, batas thorax dan abdomen tidak jelas. Koloni rayap
dibagi menjadi empat kasta, yaitu rayap sebagai ratu yang selalu bertelur, rayap
sebagai pekerja, rayap sebagai tentara yang tidak bersayap dan steril, dan rayap
tentara yang bersayap disebut laron.

Gambar 38.
Reticulitermes flavipes (Sumber:Pence, 1999)

217
Makanannya terdiri atas kayu yang sudah mati, sehingga sering merusak
bangunan atau perabot dari kayu.

2) Orthoptera

Gambar 39.
Manthis religiosa (Sumber:Acremar, 2011)

Orthoptera memiliki dua pasang sayap yang lurus, sayap depan (luar)
lebih tebal dari sayap belakang (dalam). Sepasang kaki belakang umumnya besar
dan kuat berfungsi untuk melompat. Pada ruas abdomen terakhir individu betina
terdapat ovipositor untuk meletakan telurnya. Metamorfosisnya tidak
sempurna.Contohnya Periplaneta (kecoa), Gryllus sp (jangkrik), Manthis religiosa
(belalang sembah).

218
3) Hemiptera

Gambar 40.
Nilaparvata lugens (Sumber: Australian Government, 2011)

Hemiptera mempunyai tipe mulut untuk menusuk dan menghisap.


Mengalami metamorfosis tidak sempurna. Contohya: Leptocorisa acuta (walang
sangit), Nilaparvata lugens (wereng), Dundupia manifera (tonggeret), dan Cymex
ratundatus (kepinding).

4) Homoptera

Gambar 43.
Aphis medicaginis (Sumber: Berim, 2009)

219
Homoptera mempunyai tipe mulut penusuk dan penghisap, mengalami
metamorfosis tidak sempurna. Contohnya Pediculus capitis (kutu kepala), dan Aphis
medicaginis (kutu daun).

D. Siklus Hidup Insekta


Siklus hidup adalah suatu rangkaian berbagai stadia yang terjadi pada
seekor insekta selama pertumbuhannya, sejak dari telur sampai menjadi dewasa.
Perkembangan pasca-embrionik atau perkembangan insekta setelah menetas dari
telur akan mengalami serangkaian perubahan bentuk dan ukuran hingga
mencapai insekta dewasa.

Gambar 44.
Metamorfosis sempurna pada kupu-kupu (Sumber:Dorling Kindersley, 2017)

Gambar 45.
Metamorfosis tidak sempurna pada Belalang (Sumber: PYP catalogue, 2016)
220
Siklus hidup insekta umumnya dibagi dalam dua tahap yaitu tahap
pertumbuhan/perkembangan dan pendewasaan atau pemasakan. Selama fase
perkembangan energi tercurahkan untuk proses pertumbuhan, sedangkan selama
fase pendewasaan energi tercurahkan untuk penyebaran dan reproduksi. Insekta
yang baru menetas mempunyai ukuran dan bentuk yang kadang-kadang berlainan
sama sekali dengan insekta dewasa. Perubahan bentuk yang dialami mulai dari
telur sampai insekta dewasa disebut metamorfosis. Derajat perubahan ini
bervariasi pada bermacam-macam insekta. Diketahui ada tiga tipe metamorfosis
insekta yaitu:
1. Tidak Mengalami Metamorfosis (Ametabola)
Perubahan struktur tubuh pada insekta ini hampir tidak kelihatan,
sehingga seringkali disebut juga tidak mengalami metamorfosis. Contohnya
insekta ametabola adalah Collembola, Thysanura dan Diplura. Bentuk pradewasa
ametabola disebut nimfa.
2. Metamorfosis Tidak Sempurna
Perkembangan insekta ini berubah secara bertahap dalam bentuk luarnya
dari telur sampai bentuk dewasa. Bentuk pradewasa disebut nimfa, mempunyai
kebiasaan serupa dengan yang dewasa. Kelompok insekta ini disebut juga
Paurometabola. Contohnya antara lain, kutu (Phthiraptera), kepik (Hemiptera),
rayap (Isoptera), belalang (Orthoptera), lipas (Dictyoptera). Selain itu ada pula
insekta yang termasuk di dalam kelompok metamorfosis sederhana tetapi
stadium pradewasanya hidup di air, contohnya ialah capung (Odonata). Bentuk
pradewasa disebut naiad atau tempayak. Kelompok insekta ini disebut juga
Hemimetabola.
3. Metamorfosis Sempurna
Perubahan struktur tubuh pada insekta ini sangat besar dari berbagai
stadium. Insekta ini dianggap orang sebagai insekta yang maju perkembangannya
dalam sejarah evolusi insekta. Kelompok insekta ini disebut juga Holometabola.
Contohnya adalah lalat, nyamuk (Nematocera), pinjal (Siphonaptera), kumbang
(Coleoptera), kupu-kupu dan ngengat (Lepidoptera), semut, lebah dan tawon
(Hymenoptera).

E. Peranan Insekta
Insekta dan keluarga mereka telah hidup berdampingan dengan manusia
selama ribuan tahun. Meskipun banyak orang mungkin menganggap insekta
sebagai hama yang tidak diinginkan, dari kira-kira 850.000 spesies diidentifikasi
(dengan perkiraan satu juta spesies yang berbeda) umumnya sepakat bahwa
“hanya” sejumlah kecil (mungkin 10.000) dari spesies ini yang sebenarnya
merusak, sementara yang lainnya mungkin dikelompokkan sebagai insekta baik
yang menguntungkan atau tidak berbahaya. Sebelum mengembangkan strategi
untuk pengelolaan hama insekta, penting untuk mempelajari dunia insekta dan
221
hubungan antara spesies insekta, hewan lain, tanaman dan orang. Sepanjang
sejarah, masalah serius telah terjadi karena hama insekta. Insekta telah diketahui
menyebabkan kerugian tanaman yang menghancurkan dan menularkan penyakit
ke tanaman, hewan dan manusia.
Insekta mempunyai peran yang sangat penting bagi keberlangsungan
hidup manusia, tetapi peran insekta tersebut masih kurang dikenal oleh
masyarakat luas bahkan beberapa orang menganggap insekta tidak ada artinya
atau dipandang dari sisi negatifnya. Ada beberapa insekta yang bersifat merugikan
bagi manusia, tetapi ada banyak insekta yang bermanfaat untuk kehidupan
manusia. Bahkan dapat dikatakan tidak akan ada keberlangsungan hidup manusia,
jika insekta musnah dari bumi ini. Hal tersebut dikarenakan, adanya peran penting
insekta di dalam ekosistem yang menjadikan insekta sebagai salah satu komponen
penting dari suatu ekosistem dan tidak dapat digantikan perannya oleh makhluk
hidup lain. Misal peran insekta dalam siklus rantai makanan di ekosistem hutan
hujan tropis (tropical rainforest), peran insekta sebagai pengurai seresah – seresah
di lantai hutan sangat penting dalam keseimbangan ekosistem tersebut.
Adanya insekta akan menyebabkan system-sistem di lingkungan dapat
berjalan dengan normal dan berkelanjutan, sehingga keberlangsungan hidup
manusia akan tetap terjaga dengan baik. Insekta memiliki berbagai manfaat bagi
manusia maupun lingkungan, yaitu insekta sebagai agen penyerbuk bunga,
insekta sebagai makanan, produk insekta, insekta sebagai musuh-musuh alami,
insekta sebagai pemusnah gulma, insekta sebagai pengurai, nilai keindahan dan
pembelajaran, dan nilai ilmiah insekta.
1. Insekta sebagai Agen Penyerbukan Bunga
Sebagian besar dari tumbuh-tumbuhan melakukan penyerbukan silang
(serbuk sari dari bunga pindah ke putik bunga lainnya) yang dalam proses
penyerbukannya membutuhkan agen penyerbuk. Agen penyerbukan ini dapat
berupa abiotik (non-makhluk hidup) maupun biotik (makhluk hidup). Pada
abiotik, misalnya dengan bantuan angin, tepung sari tumbuhan tertentu harus
berkharakter ringan dan kering, agar dapat diserbukkan oleh angin. Penyerbukan
oleh angin ini tidak semua dari jenis tumbuhan dapat terjadi, karena jenis
tumbuhan yang memiliki tepung sari yang lengket akan sulit diterbangkan oleh
tenaga angin. Pada biotik sebagian besar penyerbukan diperankan oleh insekta,
peranan hewan lain dan manusia hanya sebagian kecil dari proses penyerbukan
yang ada.
Penyerbukan oleh insekta dapat terjadi pada tepung sari yang lengket
yang kemudian menempel pada insekta yang telah mengunjungi bunga tersebut.
Sebagian serbuk sari kemudian lepas dari insekta dan menempel di atas putik
bunga lain yang selanjutnya dihinggapi oleh insekta. Proses penyerbukan oleh
insekta ini terjadi karena ketidaksengajaan serbuk sari yang terbawa oleh insekta

222
tertentu dari suatu bunga ketika insekta memanfaatkan madu atau melakukan
aktivitas-aktivitas lain dari bunga tersebut.

2. Insekta sebagai Makanan


Di dalam rantai makanan, insekta menempati posisi-posisi penting dalam
sistem makan-memakan. Insekta dapat terletak di posisi konsumen tingkat I
(pemakan produsen), konsumen tingkat II (predator terhadap insekta lain),
maupun pengurai. Insekta digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan pangan oleh
banyak hewan. Hewan-hewan pemakan insekta tersebut sebagian besar
merupakan bahan makanan yang penting bagi kebutuhan pakan manusia (misal:
burung). Bahkan di beberapa bagian dunia terdapat masyarakat yang
memanfaatkan insekta untuk dimakan guna pemenuhan protein (misal: di
sebagian masyarakat Gunung Kidul, Yogyakarta, yang memanfaatkan ulat jati
jenis Hyblaea puera untuk pemenuhan proteinnya). Di sektor industri, penggunaan
insekta untuk pakan hewan ternak atau peliharaan (misal: burung) juga mulai
berkembang dan menunjukkan prospek yang bagus. Insekta yang dibudidaya
dalam industri ini yaitu semut rangkang (Anoplolepis sp.) atau kroto dalam bahasa
jawa. Semut rangkang tersebut digunakan sebagai pakan burung.

3. Insekta sebagai Penghasil Produk


Ada beberapa insekta dapat menghasilkan produk-produk yang
bermanfaat bagi manusia dan dapat diperoleh pendapatan dari proses jual beli
produk-produk insekta tersebut. Produk-produk dari insekta tersebut, antara lain
a. madu lebah madu merupakan produk dari lebah (Apis sp.) yang dipakai secara
luas sebagai makanan dan dipakai untuk membuat beberapa produk, dan adanya
harga madu yang cukup tinggi diikuti pasar yang jelas, maka madu dapat
diproduksi untuk penambah pendapatan yang cukup menjanjikan bila diusahakan
dengan serius; b. Sutera, sutera dapat diproduksi oleh beberapa tipe ulat sutera,
tetapi jenis ulat sutera paling penting dalam produksi sutera perdagangan yaitu
jenis Bombix mori, walaupun pada saat sekarang sutera banyak digantikan oleh
serat-serat sintetis, tetapi sutera masih merupakan produk industri yang penting
dan berharga jual tinggi; c.Sirlak, sirlak dihasilkan dari sekresi insekta Laccifer lacca
yang membentuk kerak setebal 6 – 13 mililiter pada dahan-dahan atau ranting-
ranting tumbuhan inang (tumbuhan inang misalnya Schleichera oleosa) dan
kemudian diproses di tempat industri pengolahan sirlak, industri sirlak
merupakan industri dengan memiliki prospek yang bagus, seharga $ 9 juta sirlak
per tahun dipakai di Amerika Serikat.

4. Insekta sebagai Musuh Alami


Beberapa insekta memenuhi kebutuhan pangannya dengan cara
memakan insekta lain. Insekta yang seperti ini disebut sebagai entomofagus.
223
Insekta entomofagus ini dapat berupa predator (insekta yang memakan langsung
satu per satu insekta lain), maupun parasitoid (insekta yang hidup dan
berkembang dalam tubuh suatu individu insekta lain). Insekta entomofagus dapat
berperan sebagai pengendali terhadap hama-hama yang menyerang tanaman
budidaya.
Insekta entomofagus merupakan salah satu faktor penting dalam upaya
menurunkan populasi hama. Manusia sulit menandingi dan tidak akan sebaik
insekta entomofagus dalam mengontrol insekta bahkan usaha manusia dalam
pengendalian hama sampai sekarang ini telah banyak mengakibatkan berbagai
dampak negatif. Dampak negatif yang biasa terjadi yaitu seperti adanya hama
yang menjadi semakin kebal dan tercemarnya sungai-sungai akibat polusi dari
pemakaian pestisida tidak ramah lingkungan yang digunakan untuk
mengendalikan hama di tanaman budidaya.

5. Insekta sebagai Pemusnah Gulma


Ada jenis-jenis insekta yang memanfaatkan tumbuhan untuk pemenuhan
kebutuhan pakannya, insekta jenis ini disebut dengan insekta fitofagus. Insekta
fitofagus memakan bagian dari tumbuhan, seperti: daun, ranting, batang, akar,
buah, tunas, dan berbagai bagian tumbuhan lainnya. Insekta-insekta fitofagus ini
dapat berperan dalam mengendalikan gulma-gulma pengganggu yang tidak
dikehendaki, sehingga tidak terjadi penurunan produktivitas hasil yang kemudian
dapat menyebabkan kerugian.

6. Insekta sebagai Pengurai


Terdapat beberapa insekta pemakan bahan organik yang membusuk
maupun sisa-sisa sekresi makhluk hidup lain yang membantu dalam mengubah
zat-zat yang kompleks menjadi zat-zat yang lebih sederhana dan dikembalikan ke
tanah, serta insekta tersebut berfungsi dalam menghilangkan zat-zat yang
berbahaya dari lingkungan sekitar. Jenis-jenis insekta tersebut biasa dikenal
dengan insekta pengurai. Peran insekta pengurai di dalam suatu ekosistem sangat
penting untuk keseimbangan ekosistem tertentu. Di dalam rantai makanan,
peranan pengurai sangat penting untuk pendaur ulang dari makhluk hidup yang
sudah mati. Di dalam ekosistem Hutan Tanaman Industri (HTI) perusahaan jati
(Tectona grandis) peran pengurai sangat penting untuk keberlanjutan hasil
produksi. Setelah pasca pemanenan kayu jati, maka akan tertinggal sisa-sisa dari
kegiatan pemanenan tersebut. Sisa-sisa dari kegiataan pemanenan tersebut
seharusnya terdekomposisi dengan baik untuk pemenuhan unsur hara yang
kemudian dapat digunakan untuk keberlanjutan budidaya tanaman jati di periode
berikutnya.

224
7. Nilai Keindahan dan Pembelajaran
Insekta juga merupakan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa
memiliki daya tarik tersendiri yang unik dan tidak dimiliki oleh makhluk hidup
lainnya. Keanekaragaman yang dimiliki oleh insekta merupakan salah satu bentuk
keindahan dari insekta, seperti halnya pada spesies kupu-kupu yang memiliki
berbagai macam warna dan bentuk sayap maupun bagian tubuh yang bervariasi
dan indah. Keindahan dari insekta juga telah digunakan dalam pembuatan pola-
pola pakaian maupun karya-karya lain oleh manusia, khususnya bagi para
seniman. Beberapa tipe seni banyak menggunakan keindahan dari jenis kupu-
kupu, kumbang, dan ngengat ke dalam bentuk-bentuk karya tertentu.
Keberadaan insekta dapat menjadi sarana pembelajaran yang baik
mengenai pentingnya keberadaan suatu mekhluk hidup. Pembelajaran secara
moral dan etika kepada anak-anak dapat dilakukan dengan mengajarkan
bagaimana respon yang tepat dalam menanggapi keberadaan insekta. Dengan
mengetahui manfaat yang sangat penting pada insekta terhadap manusia dan
lingkungan sekitar, maka dapat sebagai sarana pembentukan kharakter manusia
yang baik dalam menghargai setiap makhluk hidup yang ada dan tidak hanya
dipandang dari sisi buruknya saja. Dengan belajar memahami dan menghayati
keberadaan insekta beserta makhluk hidup lainnya di dunia ini, menyebabkan
seseorang dapat semakin merasakan kebesaran-Nya.

8. Nilai Ilmiah Insekta


Adanya keberadaan insekta menjadikan para peneliti dapat mengetahui
berbagai proses fisiologi umum, fenomena biologi genetika, dinamika populasi,
evolusi, dan variasi pada hewan. Karena mempunyai siklus hidup yang pendek
dan relatif mudah untuk dipelihara, maka insekta sering digunakan dalam
penelitian-penelitian mengenai proses-proses ilmiah di laboratorium.

225
BAB XIII
ARTHROPODA SEBAGAI VEKTOR PENYAKIT
A. Pendahuluan
Interaksi manusia dengan lingkungan telah menyebabkan kontak antara
mikroorganisme dengan manusia. Sering terjadi, mikroorganisme yang tinggal di
tubuh inang kemudian berpindah ke manusia karena manusia tidak mampu
menjaga kebersihan lingkungannya. Vektor merupakan arthropoda yang dapat
menularkan, memindahkan atau menjadi sumber penularan penyakit pada
manusia.

Gambar 1.
Ilustrasi penularan penyakit melalui vector (Sumber: Fadhillah, 2016)

Sedangkan menurut Nurmaini (2001), vektor adalah arthropoda yang dapat


memindahkan/menularkan suatu infectious agent dari sumber infeksi kepada
induk semang yang rentan. Menurut WHO (1993) vektor adalah seekor
binatang yang membawa bibit penyakit dari seekor binatang atau seorang
manusia kepada binatang lainnya atau manusia lainnya.Chandra (2006)
menyebutkan bahwa vektor adalah organisme hidup yang dapat menularkan
agen penyakit dari suatu hewan ke hewan lain atau manusia. Arthropoda
merupakan vektor penting dalam penularan penyakit parasit dan virus yang
spesifik.Di Indonesia, penyakit-penyakit yang ditularkan melalui serangga
merupakan penyakit endemis pada daerah tertentu, seperti Demam Berdarah
Dengue (DBD), malaria, kaki gajah, Chikungunya yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk aedes aegypti. Disamping itu, ada penyakit saluran pencernaan

226
seperti dysentery, cholera, typhoid fever dan paratyphoid yang ditularkan
secara mekanis oleh lalat rumah.
Ada 4 faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu penyakit, yaitu:
1. Cuaca
Iklim dan musim merupakan faktor utama yang mempengaruhi
terjadinya penyakit infeksi. Agen penyakit tertentu terbatas pada daerah geografis
tertentu, sebab mereka butuh reservoir dan vektor untuk hidup. Iklim dan variasi
musim mempengaruhi kehidupan agen penyakit, reservoir dan vektor. Di
samping itu perilaku manusia pun dapat meningkatkan transmisi atau
menyebabkan rentan terhadap penyakit infeksi. Wood tick adalah vektor
arthropoda yang menyebabkan penularan penyakit yang disebabkan ricketsia.
2. Reservoir
Hewan-hewan yang menyimpan kuman patogen dimana mereka sendiri
tidak terkena penyakit disebut reservoir. Reservoir untuk arthropods borne
disease adalah hewan-hewan dimana kuman patogen dapat hidup bersama.
Binatang pengerat dan kuda merupakan reservoir untuk virus encephalitis.
Penyakit ricketsia merupakan arthropods borne disease yang hidup di dalam
reservoir alamiah.seperti tikus, anjing, serigala serta manusia yang menjadi
reservoir untuk penyakit ini. Pada banyak kasus, kuman patogen mengalami
multifikasi di dalam vektor atau reservoir tanpa menyebabkan kerusakan pada
intermediate host.
3. Geografis
Insiden penyakit yang ditularkan arthropoda berhubungan langsung
dengan daerah geografis dimana reservoir dan vektor berada. Bertahan hidupnya
agen penyakit tergantung pada iklim (suhu, kelembaban dan curah hujan) dan
fauna lokal pada daerah tertentu, seperti Rocky Mountains spotted fever
merupakan penyakit bakteri yang memiliki penyebaran secara geografis. Penyakit
ini ditularkan melalui gigitan tungau yang terinfeksi.oleh ricketsia dibawa oleh
tungau kayu di daerah tersebut dan dibawa oleh tungau anjing ke bagian timur
Amerika Serikat.
4. Perilaku Manusia
Interaksi antara manusia, kebiasaan manusia.membuang sampah secara
sembarangan, kebersihan individu dan lingkungan dapat menjadi penyebab
penularan penyakit arthropoda borne diseases.

B. Jenis-jenis Vektor Penyakit


Sebagian dari Arthropoda dapat bertindak sebagai vektor, yang
mempunyai ciri-ciri kakinya beruas-ruas, dan merupakan salah satu phylum yang
terbesar jumlahnya karena hampir meliputi 80% dari hewan yang telah
teridentifikasi. Ada dua macam vector, yaitu vector mekanis dan vector biologis.

227
1. Vektor Mekanis
Vektor mekanik merupakan vektor yang membawa agent penyakit dan
menularkannya kepada inang melalui kaki-kakinya ataupun seluruh bagian luar
tubuhnya dimana agent penyakitnya tidak mengalami perubahan bentuk maupun
jumlah dalam tubuh vektor. Arthropoda yang termasuk ke dalam vektor mekanik
antara lain kecoa dan lalat.
2. Vektor Biologi
Vektor biologi merupakan vektor yang membawa agent penyakit dimana
agent penyakitnya mengalami perubahan bentuk dan jumlah dalam tubuh vektor.
Vektor Biologi terbagi atas 3 berdasarkan perubahan agent dalam tubuh vektor,
yaitu:
a. Cyclo Propagative
Cyclo propagative yaitu dimana infeksius agent mengalami perubahan
bentuk dan pertambahan jumlah dalam tubuh vektor maupun dalam tubuh host.
Misalnya, plasmodium dalam tubuh nyamuk anopheles betina.
b. Cyclo Development
Cyclo development yaitu dimana infeksius agent mengalami perubahan
bentuk namun tidak terjadi pertambahan jumlah dalam tubuh vektor maupun
dalam tubuh host. Misalnya, microfilaria dalam tubuh manusia.
c. Propagative
Propagative yaitu dimana infeksius agent tidak mengalami perubahan
bentuk namun terjadi pertambahan jumlah dalam tubuh vektor maupun dalam
tubuh host. Misalnya, Pasteurella pestis dalam tubuh xenopsila cheopis.

C. Peran Vektor Penyakit


Secara umum, vektor mempunyai peranan yaitu sebagai pengganggu dan
penular penyakit. Vektor yang berperan sebagai pengganggu yaitu nyamuk,
kecoa/lipas, lalat, semut, lipan, kumbang, kutu kepala, kutu busuk, pinjal, dll.
Penularan penyakit pada manusia melalui vektor penyakit berupa serangga
dikenal sebagai arthropod - borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector
– borne diseases.
Agen penyebab penyakit infeksi yang ditularkan pada manusia yang
rentan dapat melalui beberapa cara yaitu:
1. Dari orang ke orang
2. Melalui udara
3. Melalui makanan dan air
4. Melalui hewan
5. Melalui vektor arthropoda
Vektor penyakit dari arthropoda yang berperan sebagai penular penyakit dikenal
sebagai arthropod - borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector – borne
diseases. Istilah ini mengandung pengertian bahwa arthropoda merupakan vektor
228
yang bertanggung jawab untuk terjadinya penularan penyakit dari satu host
(pejamu) ke host lain. Arthropoda sebagai intermediate host artinya arthropoda
berperan hanya sebagai tuan rumah ataupun tempat perantara agent infeksius
tanpa memindahkan ataupun menularkan agent infeksius tersebut ke tubuh inang
(host). Paul A. Park & Park, membagi klasifikasi arthropods borne diseases yang
sering menyebabkan terjadinya penyakit pada manusia sebagai berikut:
Tabel 1.
Klasifikasi arthropoda borne diseases dan penyakit yang dibawa

No Arthropoda Penyakit Bawaan


1. Nyamuk Merupakan vektor dari penyakit Malaria, Filaria,
Demam kuning Demam berdarah, Penyakit otak,
demam haemorhagic
2. Lalat Merupakan vektor dari penyakit tipus dan demam
paratipus, diare, disentri, kolera, gastro-enteritis,
amoebiasis, penyakit lumpuh, conjunctivitis, anthrax
3. Lalat Pasir Merupakan vektor penyakit leishmaniasis, demam
papataci dan bartonellosisi, Leishmania donovani,
4. Lalat Hitam Merupakan vektor penyakit Oncheocerciasis
5. Lalat tse2 Merupakan vektor dari penyakit tidur
6. Kutu Merupakan vektor dari penyakit tipus mewabah,
relapsing demam, parit
7. Pinjal penyakit sampar, endemic typhus
8. Sengkenit Penyakit Rickettsia (Rickettsia Rickettsii)
9. Tungau penyakit tsutsugamushi atau scrub typhus yang
disebabkan oleh Rickettsia tsutsugamushi,

Masuknya agen penyakit kedalam tubuh manusia sampai terjadi atau


timbulnya gejala penyakit disebut masa inkubasi atau incubation period, khusus
pada arthropods borne diseases ada dua periode masa inkubasi yaitu pada tubuh
vektor dan pada manusia.
1. Inokulasi (Inoculation)
Masuknya agen penyakit atau bibit yang berasal dari arthropoda kedalam
tubuh manusia melalui gigitan pada kulit atau deposit pada membran mukosa
disebut sebagai inokulasi.
2. Infestasi (Infestation)
Masuknya arthropoda pada permukaan tubuh manusia kemudian
berkembang biak disebut sebagai infestasi, sebagai contoh scabies.
3. Extrinsic Incubation Period dan Intrinsic Incubation Period
Waktu yang diperlukan untuk perkembangan agen penyakit dalam tubuh
vektor Disebut sebagai masa inkubasi ektrinsik, sebagai contoh parasit malaria
dalam tubuh nyamuk anopheles berkisar antara 10 – 14 hari tergantung dengan
temperatur lingkungan dan masa inkubasi intrinsik dalam tubuh manusia berkisar
antara 12 – 30 hari tergantung dengan jenis plasmodium malaria.

229
4. Definitive Host dan Intermediate Host
Disebut sebagai host definitif atau intermediate tergantung dari apakah
dalam tubuh vektor atau manusia terjadi perkembangan siklus seksual atau siklus
aseksual pada tubuh vektor atau manusia, apabila terjadi siklus sexual maka
disebut sebagai host definitif, sebagai contoh parasit malaria mengalami siklus
seksual dalam tubuh nyamuk, maka nyamuk anopheles adalah host definitive dan
manusia adalah host intermediate.

D. Contoh Penyakit yang Ditularkan Arthropoda


1. Demam Berdarah (DBD)
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular
yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti,
yang ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab
yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri hulu hati, disertai tanda perdarahan dikulit
berupa petechie, purpura, echymosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis,
melena, hepatomegali, trombositopeni, dan kesadaran menurun atau renjatan.

Gambar 2.
Aedes aegypti yang merupakan vector penyebab demam berdarah (Sumber: Borton, 2016)

Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue. Virus ini termasuk dalam
grup B Anthropod Borne Virus (Arboviroses) kelompok flavivirus dari family
flaviviridae, yang terdiri dari empat serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN
4. Masing-masing saling berkaitan sifat antigennya dan dapat menyebabkan sakit
pada manusia. Keempat tipe virus ini telah ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia. DEN 3 merupakan serotipe yang paling sering ditemui selama
terjadinya KLB di Indonesia diikuti DEN 2, DEN 1, dan DEN 4. DEN 3 juga
merupakan serotipe yang paling dominan yang berhubungan dengan tingkat
keparahan penyakit yang menyebabkan gejala klinis yang berat dan penderita
banyak yang meninggal.

230
Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vektor
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitannya.
Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (daerah
urban) sedangkan daerah pedesaan (daerah rural) kedua spesies nyamuk tersebut
berperan dalam penularan.

Gambar 3.
Gejala penyakit DBD (Sumber: Woodstream corporation, 2016)

Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia dengan


manusia. Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat
ditularkan melalui nyamuk. Oleh karena itu, penyakit ini termasuk kedalam
kelompok arthropod borne diseases. Virus dengue berukuran 35-45 nm. Virus
ini dapat terus tumbuh dan berkembang dalam tubuh manusia dan nyamuk.
Terdapat tiga faktor yang memegang peran pada penularan infeksi dengue, yaitu
manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue masuk ke dalam tubuh
nyamuk pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, kemudian
virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes albopictus yang infeksius.
Seseorang yang di dalam darahnya memiliki virus dengue (infektif)
merupakan sumber penular DBD. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7
hari mulai 1-2 hari sebelum demam (masa inkubasi instrinsik). Bila penderita
DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk
ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan berkembangbiak dan
menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk, dan juga dalam kelenjar saliva. Kira-
kira satu minggu setelah menghisap darah penderita (masa inkubasi ekstrinsik),
nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap
berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes

231
aegypti yang telah menghisap virus dengue menjadi penular (infektif) sepanjang
hidupnya.
Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit (menusuk),
sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat
tusuknya (probosis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur
inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain.13 Hanya nyamuk
Aedes aegypti betina yang dapat menularkan virus dengue.
Nyamuk betina sangat menyukai darah manusia (anthropophilic) dari
pada darah binatang. Kebiasaan menghisap darah terutama pada pagi hari jam
08.00-10.00 dan sore hari jam 16.00-18.00. Nyamuk betina mempunyai kebiasaan
menghisap darah berpindah-pindah berkali-kali dari satu individu ke individu lain
(multiple biter). Hal ini disebabkan karena pada siang hari manusia yang menjadi
sumber makanan darah utamanya dalam keadaan aktif bekerja/bergerak sehingga
nyamuk tidak bisa menghisap darah dengan tenang sampai kenyang pada satu
individu. Keadaan inilah yang menyebabkan penularan penyakit DBD menjadi
lebih mudah terjadi

2. Malaria
Penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus
Plasmodium yang termasuk golongan protozoa melalui perantaraan tusukan
(gigitan) nyamuk Anopheles spp. Indonesia merupakan salah satu negara yang
memiliki endemisitas tinggi.

Gambar 4.
Anopheles stigmaticus (Sumber: Russell, 1999)

232
Malaria maupun penyakit yang menyerupai malaria telah diketahui ada
selama lebih dari 4.000 tahun yang lalu. Malaria dikenal secara luas di daerah
Yunani pada abad ke-4 SM dan dipercaya sebagai penyebab utama berkurangnya
penduduk kota. Penyakit malaria sudah dikenal sejak tahun 1753, tetapi baru
ditemukan parasit dalam darah oleh Alphonse Laxeran tahun 1880. Untuk
mewarnai parasit, pada tahun 1883 Marchiafava menggunakan metilen biru
sehingga morfologi parasit ini lebih mudah dipelajari.

Gambar 5.
Gejala penyakit malaria (Sumber: Biltran, 2013)

233
Siklus hidup plasmodium di dalam tubuh nyamuk dipelajari oleh Ross
dan Binagmi pada tahun 1898 dan kemudian pada tahun 1900 oleh Patrick
Manson dapat dibuktikan bahwa nyamuk adalah vektor penular malaria. Pada
tahun 1890 Giovanni Batista Grassi dan Raimondo Feletti adalah dua peneliti
Italia yang pertama kali memberi nama dua parasit penyebab malaria pada
manusia, yaitu Plasmodium vivax dan Plasmodium malariae. Pada tahun 1897 seorang
Amerika bernama William H. Welch memberi nama parasit penyebab malaria
tertiana sebagai Plasmodium falciparum dan pada 1922 John William Watson
Stephens menguraikan nama parasit malaria keempat, yaitu Plasmodium ovale.
Penyakit malaria hingga kini masih merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat dunia yang utama. Malaria menyebar di berbagai negara,
terutama di kawasan Asia, Afrika,dan Amerika Latin. Di berbagai negara, malaria
bukan hanya permasalahan kesehatan semata. Malaria telah menjadi masalah
sosial-ekonomi, seperti kerugian ekonomi, kemiskinan dan keterbelakangan.

3. Penyakit Onchocerciasis
Onchocerciasis, juga dikenal sebagai kebutaan sungai atau Penyakit
Robles, adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing parasit Onchocerca
volvulus. Gejalanya antara lain gatal-gatal parah, benjolan di bawah kulit, dan
kebutaan. Penyakit ini adalah penyebab terbesar kedua, setelah trakoma, atas
terjadinya kebutaan akibat infeksi.
Cacing parasit disebarkan oleh gigitan lalat hitam dari jenis Simulium.
Biasanya infeksi muncul setelah penderita berkali-kali terkena gigitan lalat
tersebut. Lalat ini hidup di dekat sungai dan ini jugalah asal usul dari nama
penyakit ini. Setelah masuk ke dalam tubuh penderita, lalat akan menumbuhkan
larva yang akhirnya berkembang hingga bisa mencapai kulit. Di sini, mereka bisa
menginfeksi lalat hitam selanjutnya yang menggigit orang tersebut. Ada sejumlah
cara untuk melakukan diagnosa, di antaranya: melakukan biopsi kulit dengan
kadar garam normal lalu menunggu larva keluar, mencari larva di mata, dan
mencari larva cacing dewasa pada benjolan-benjolan di bawah kulit.

234
Gambar 6.
Lalat hitam yang merupakan vector bagi penyakit Onchocerciasis (Sumber: Boness, 2012)

Sekitar 17 hingga 25 juta jiwa terinfeksi kebutaan sungai, dengan sekitar


0.8 juta jiwa di antaranya menderita tingkat tertentu dari kehilangan penglihatan.
Infeksi paling banyak ditemukan di Afrika Sub-Sahara, sekalipun sejumlah kasus
juga dilaporkan di Yemen dan wilayah-wilayah terisolasi di Tengah dan Amerika
Selatan. Di tahun 1915, dokter Rodolfo Robles pertama kali menemukan
hubungan antara cacing dengan penyakit mata. Oleh World Health Organization
penyakit ini dimasukkan ke dalam daftar penyakit tropikal yang terabaikan.
Belum ada vaksinasi untuk melawan penyakit ini. Pencegahan dilakukan
dengan cara mencegah gigitan lalat, yang bisa dilakukan dengan menggunakan
penolak serangga dan pakaian yang memadai. Upaya lainnya antara lain berusaha
menekan populasi lalat dengan cara menyemprotkan insektisida. Upaya untuk
membasmi penyakit dengan cara mengobati keseluruhan kelompok penderita
dua kali setahun sedang dilakukan secara berkelanjutan di sejumlah wilayah di
seluruh dunia.

235
Gambar 7.
Siklus dan penyebaran penyakit Onchocerciasis (Sumber: WHO, 2014)

Pengobatan bagi mereka yang terinfeksi penyakit ini adalah dengan


memberi obat ivermectin setiap enam atau dua belas bulan sekali. Pengobatan ini
bisa membunuh larva namun tidak efektif untuk cacing dewasa.Obat doksisiklin,
yang membunuh bakteri terkait yang disebut sebagai Wolbachia, nampaknya bisa
melemahkan cacing dan juga direkomendasikan oleh beberapa orang. Benjolan
di bawah kulit juga bisa diangkat melalui pembedahan

236
4. Penyakit Tidur

Gambar 8.
Lalat tsetse yang merupakan vector penyakit tidur (Sumber: Attardo, 2016)

African trypanosomiasis atau penyakit tidur adalah penyakit parasit


manusia dan hewan lain. Hal ini disebabkan oleh parasit dari spesies Trypanosoma
brucei. Terdapat dua jenis parasit tersebut yang menginfeksi manusia, Trypanosoma
brucei gambiense (T.b.g) dan Trypanosoma brucei rhodesiense (T.b.r.). T.b.g
menyebabkan lebih dari 98% kasus yang dilaporkan. Keduanya biasanya
ditularkan melalui gigitan lalat tsetse yang terinfeksi dan paling umum terjadi di
wilayah pedesaan.
Gejala tahap pertama penyakit ini yaitu penderita mengalami demam,
sakit kepala, gatal-gatal, dan nyeri sendi. Gejala ini dimulai sekitar satu hingga tiga
pekan setelah penderita digigit oleh lalat tersebut. Beberapa minggu hingga
beberapa bulan kemudian, tahap kedua dimulai dengan tanda-tanda kebingungan,
koordinasi anggota tubuh yang lemah, mati rasa dan susah tidur. Diagnosis
penyakit ini dapat diketahui lewat parasit dalam hapusan darah tepi atau dalam
cairan nodus limpa. Pungsi lumbal sering kali diperlukan untuk membedakan
antara tahap pertama dan kedua.

237
Gambar 9.
Siklus terjadinya penyakit tidur (Sumber: CDC, 2000)

Pencegahan penyakit yang parah dilakukan lewat penyaringan populasi


yang berisiko melalui tes darah untuk T.b.g. Pengobatan lebih mudah bila
penyakit ini terdeteksi lebih awal dan sebelum gejala neurologis terjadi.
Pengobatan tahap pertama yaitu menggunakan obat pentamidin atau suramin.
Pengobatan tahap kedua menggunakan eflornitin atau kombinasi nifurtimoks
dan eflornitin untuk T.b.g. Meskipun melarsoprol manjur untuk kedua tahap
tersebut, biasanya hanya digunakan untuk T.b.r. karena adanya efek samping yang
serius.
Penyakit ini terjadi secara rutin di sejumlah wilayah Afrika Sub-Sahara,
dengan populasi yang berisiko terjangkit sekitar 70 juta orang di 36 negara. Sejak
tahun 2010, penyakit ini menyebabkan sekitar 9.000 kematian, lebih rendah dari
tahun 1990 yaitu sebanyak 34.000 kematian. Saat ini, kira-kira 30.000 orang
terinfeksi, dengan 7000 kasus infeksi baru pada tahun 2012. Lebih dari 80% kasus

238
tersebut terjadi di negara Republik Demokratik Kongo. Tiga peristiwa wabah
terbesar telah terjadi dalam sejarah: satu kasus mulai tahun 1896 sampai 1906
terjadi terutama di Uganda dan Lembah Kongo serta dua kasus pada tahun 1920
dan 1970 di beberapa negara di Afrika. Hewan lain, seperti sapi, dapat membawa
penyakit dan terkena infeksi.

E. Pengendalian Vektor Penyakit


Pembasmian dalam pengendalian vektor tidak mungkin dapat dilakukan
sampai tuntas, yang mungkin dan dapat dilakukan adalah usaha mengurangi dan
menurunkan populasi ke suatu tingkat yang tidak membahayakan kehidupan
manusia, tetapi seharusnya dapat diusahakan agar segala kegiatan dalam rangka
menurunkan populasi vektor dapat mencapai hasil yang baik. Perlu diterapkan
teknologi yang sesuai, bahkan teknologi sederhanapun, yang penting didasarkan
prinsip dan konsep yang benar (Nurmaini, 2001). Beberapa prinsip dalam
pengendalian arthropoda secara khusus antara lain:
1. Pengendalian lingkungan
Pengendalian lingkungan merupakan cara terbaik untuk mengontrol
arthropoda karena hasilnya dapat bersifat permanen. Contohnya membersihkan
tempat-tempat hidup arthropoda.
2. Pengendalian kimia
Pada pendekatan ini dilakukan penggunaan beberapa golongan insektisida,
seperti golongan organoklorin, golongan organofosfat dan golonagn karbamat,
tetapi penggunaan insektisida ini sering menimbulkan resistensi dan juga
kontaminasi pada lingkungan.
3. Pengendalian biologi
Pengendalian biologi ditujukan untuk mengurangi pencemaran
lingkungan akibat pemakaian insektisida yang berasal dari bahan-bahan beracun.
Contoh pendekatan ini adalah pemeliharaan ikan.
4. Pengendalian genetik
Dalam pendekatan ini, ada beberapa teknik yang dapat digunakan,
diantaranya teknik steril, cytoplasmic incompatibility, dan choromosomal translocation.
Selain pengendalian terhadap arthropoda, perlu juga dilakukan
pengendalian terhadap tikus yang berperan sebagai pembawa vektor seperti
pinjal, kutu, caplak dan tungau. Berikut adalah pengendalian terhadap tikus.
1. Penangkapan tikus dengan perangkap
Apabila terdapat tanda-tanda keberadaan tikus, pada sore hari dilakukan
pemasangan perangkap yang tempatnya masing-masing lokasi. Perangkap di
dalam bangunan rumah (core) diletakan dilantai pada lokasi dimana ditemukan
tanda-tanda keberadaan tikus, perangkap di lingkungan terbuka perangkap
diletakan di pinggir saluran air, taman, kolam, di dalam semak-semak, sekitar
Tempat Pembuangan Sampah (TPS), dan tumpukan barang bekas. Untuk setiap
239
ruangan dengan luas sampai dengan 10 m2 dipasang satu perangkap. Setiap
kelipatan 10 m2 ditambah satu perangkap (Depkes RI, 2011).
2. Pemberantasan tikus dan mencit secara kimiawi dengan umpan
beracun
Pemberantasan tikus secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan
umpan beracun. Pengendalian tikus dengan menggunakan umpan beracun atau
perangkap berumpan racun mempunyai efek sementara, racun perut (rodentisia
campuran, antikoagulan kronik) adalah umpan beracun yang hanya dianjurkan
digunakan didaerah atau tempat yang tidak dapat dicapai oleh hewan domestik
dan anak-anak. Pengendalian tikus dengan umpan beracun sebaiknya sebagai
pilihan terakhir. Bila tidak teliti cara pengendalian ini sering menimbulkan bau
yang tidak sedap akibat bangkai tikus yang tidak segera ditemukan. Selain itu
racun tikus juga sangat berbahaya bagi manusia hewan/binatang lainnya. Ada dua
macam racun tikus yang beredar saat ini yaitu racun akut dan kronis. Racun akut
harus diberikan dalam dosis letal, karena jika tidak, maka tikus tidak mati dan
tidak mau lagi memakan umpan yang beracun sejenis, sedangkan apabila racun
diberikan dalam dosis letal maka tikus akan mati dalam setengah jam kemudian
Dewasa ini perkembangan teknologi pengendalian vektor penyakit
semakin berkembang. Nurhayati (2006) dalam artikel ilmiahnya melaporkan
tentang prospek teknik nuklir bagi pemberantasan vektor penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD). Teknik nuklir sangat bermanfaat dalam pengendalian
vektor penyakit Demam Berdarah Dengue dengan Teknik Serangga Mandul
(TSM) menggunakan cara irradiasi nyamuk menggunakan radiasi gamma pada
stadium pupa dengan dosis antara 65-70 Gy. Teknik pengendalian ini sangat
spesifik, ramah lingkungan, tidak menimbulkan resistensi dan hanya berpengaruh
pada spesies target saja. Hal ini sangat berlainan dengan pemberantasan vektor
cara konvensional menggunakan pestisida yang akan berefek terhadap
pencemaran lingkungan, timbulnya resistensi terhadap pestisida tertentu dan
matinya hewan non target. TSM merupakan teknik pilihan yang sangat efektif
dan efisien baik secara tersendiri maupun terintegrasi dengan teknik lain dan
dalam pelaksanaannya TSM akan lebih baik bila dikombinasikan dengan
pengendalian lain dalam sistem pengendalian vektor secara terpadu.
Selain perkembangan tersebut Innovative Vector Control Consortium (IVCC)
juga telah menciptakan inovasi baru untuk mengendalikan vector-borne diseases,
terutama bagi negara-negara berkembang dengan aksesibilitas yang kurang
terhadap media pengendalian vektor. Diciptakan formulasi baru untuk
insekstisida dan peralatan pengendalian vektor yang dapat diterapkan untuk
mencegah semua indoor vector-borne diseases

240
BAB XIV
ARTHROPODA SEBAGAI ORGANISME
PENGGANGGU TANAMAN (OPT)
A. Pendahuluan
Organisme penganggu tanaman (OPT) merupakan faktor pembatas
produksi tanaman di Indonesia baik tanaman pangan, hortikultura maupun
perkebunan. Organisme pengganggu tanaman secara garis besar dibagi menjadi
tiga yaitu hama, penyakit dan gulma. Organisme pengganggu tanaman
merupakan salah satu penghambat produksi dan penyebab ditolaknya produk
tersebut masuk ke suat negara, karena dikawatirkan akan menjadi hama baru di
negara yang ditujunya. Berdasarkan pengalaman, masih adanya permasalahan
OPT yang belum tuntas penanganannya dan perlu kerja keras untuk
mengatasinya dengan berbagai upaya dilakukan, seperti lalat buah pada berbagai
produk buah dan sayuran buah dan virus gemini pada cabai. Selain itu, dalam
kaitannya dengan terbawanya OPT pada produk yang akan diekspor dan dianalis
potensial masuk, menyebar dan menetap di suatu wilayah negara, akan menjadi
hambatan yang berarti dalam perdagangan internasional.
Petani sebagai pelaku utama kegiatan pertanian sering menggunakan
pestisida sintetis terutama untuk hama dan penyakit yang sulit dikendalikan,
seperti penyakit yang disebabkan oleh virus dan patogen tular tanah (soil borne
pathogens). Untuk mengendalikan penyakit ini petani cenderung menggunakan
pestisida sintetis secara berlebihan sehingga menimbulkan dampak buruk bagi
kesehatan dan lingkungan. Hal ini dilakukan petani karena modal yang telah
dikeluarkan cukup besar sehingga petani tidak berani menanggung resiko
kegagalan usaha taninya.
Dilema yang dihadapi para petani saat ini adalah disatu sisi cara
mengatasi masalah OPT dengan pestisida sintetis dapat menekan kehilangan hasil
akibat OPT, tetapi menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Di sisi lain, tanpa
pestisida kimia sintetis akan sulit menekan kehilangan hasil akibat OPT. Padahal
tuntutan masyarakat dunia terhadap produk pertanian menjadi bertambah tinggi
terutama masyarakat negara maju, tidak jarang hasil produk pertanian kita yang
siap ekspor ditolak hanya karena tidak memenuhi syarat mutu maupun
kandungan residu pestisida yang melebihi ambang toleransi.
Penggunaan pestida yang kurang bijaksana seringkali menimbulkan
masalah kesehatan, pencemaran lingkungan dan gangguan keseimbangan
ekologis (resistensi hama sasaran, gejala resurjensi hama, terbunuhnya musuh
alami) serta mengakibatkan peningkatan residu pada hasil. Terdapat
kecenderungan penurunan populasi total mikroorganisme seiring dengan
peningkatan takaran pestisida. Oleh karena itu perhatian pada alternatif

241
pengendalian yang lebih ramah lingkungan semakin besar untuk menurunkan
penggunaan pestisida sintetis.
Pelaksanaan program pengendalian hama terpadu merupakan langkah
yang sangat strategis dalam kerangka tuntutan masyarakat dunia terhadap
berbagai produk yang aman dikonsumsi, menjaga kelestarian lingkungan, serta
pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan yang memberikan manfaat
antar waktu dan antar generasi. Salah satu komponen pengendalian hama terpadu
(PHT) yang sesuai untuk menunjang pertanian berkelanjutan pembangunan
pertanian secara hayati karena pengendalian ini lebih selektif (tidak merusak
organisme yang berguna dan manusia) dan lebih berwawasan lingkungan.
Pengendalian hayati berupaya memanfaatkan pengendali hayati dan proses-
proses alami. Aplikasi pengendalian hayati harus kompatibel dengan peraturan
(karantina), pengendalian dengan jenis tahan, pemakaian pestisida dan lain-lain.
Berbagai kendala yang menyangkut komponen hayati antara lain adalah adanya
kesan bahwa cara pengendalian hayati lambat kurang diminati. Oleh karena itu
terasa pentingnya suatu komitmen untuk menentukan suatu gerak terpadu
melalui konsep pengendalian hayati yang menguntungkan dan berkelanjutan
dalam pemanfaatannya.

B. Arthropoda sebagai Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)


Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) adalah semua organisme
yang dapat merusak, menggangu kehidupan atau menyebabkan kematian pada
tumbuhan. Organisme penganggu tanaman merupakan faktor pembatas
produksi tanaman baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan.
Organisme pengganggu tanaman secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu
hama, penyakit dan gulma. Organisme pengganggu tanaman merupakan salah
satu penghambat produksi dan penyebab ditolaknya produk tersebut masuk ke
suat negara, karena dikawatirkan akan menjadi hama baru di negara yang
ditujunya. Masih banyak permasalahan OPT yang belum tuntas penanganannya
dan perlu kerja keras untuk mengatasinya dengan berbagai upaya dilakukan,
seperti lalat buah pada berbagai produk buah dan sayuran buah dan virus gemini
pada cabai. Selain itu, dalam kaitannya dengan terbawanya OPT pada produk
yang akan diekspor dan dianalis potensial masuk, menyebar dan menetap di suatu
wilayah negara, akan menjadi hambatan yang berarti dalam perdagangan
internasional.
Beberapa filum yang anggotanya diketahui berpotensi sebagai hama
tanaman adalah Aschelminthes (nematoda), Mollusca (siput), Chordata (binatang
bertulang belakang), dan Arthropoda (serangga, tunggau, dan lain-lain). Namun
yang akan dibahas kali ini adalah arthropoda.
Sebagian besar hama tanaman yang kita kenal merupakan anggota filum
Arthropoda. Filum ini mempunyai ciri yang sangat khas yaitu tubuh terbagi
242
menjadi 2 atau 3 bagian, tubuh dan kaki beruas-ruas, alat tambahan beruas-ruas
dan berpasangan dan dinding tubuh bagian luar berupa skeleton yang secara
periodik dilepas dan diperbaiki/diganti. Anggota filum Arthropoda yang
berperan sebagai hama berasal dari Kelas Acharina dan Insecta (serangga).
1. Kelas Arachnida
Anggota kelas Arachnida ada yang berperan sebagai hama tanaman, dan
adapula yang berperan sebagai predator hama tanaman. Salah satu contoh jenis
yang berperan sebagai hama tanaman adalah tungau merah Tetranichus bimaculatus
yang menyerang tanaman ketela pohon terutama pada musim kemarau. Gejala
yang ditimbulkannya berupa bercak-bercak kekuningan, karena cairan sel daun
diisapnya.

Gambar 1.
Hama tungau merah (Tetranychus bimaculatus) akan menyerang tanaman di kebun
budidaya ketela pohon pada permukaan bawah daun dengan menghisap cairan daun
tersebut. (Sumber: www.singkonggajah.com, 2017)

Daun ini akhirnya kering dan rontok. Contoh yang berperan sebagai
predator adalah laba-laba. Ciri khas Arachnida adalah: kaki empat pasang yang
terdiri atas tujuh ruas, yaitu coxa, trochanter, patela, femur, tibia, metatarsus dan
tarsus, tubuh terbagi menjadi dua bagian, yaitu gabungan kepala dan dada
(cephalothorax) serta abdomen, tidak bersayap dan memiliki alat tambahan
berupa sepasang pedipalpus.

243
2. Kelas Insecta atau Hexapoda
Anggota kelas insecta disebut juga hexapoda karena memiliki 6 kaki.
Anggota kelas ini menempati peringkat paling atas dalam hal peranannya sebagai
hama tanaman. Ciri khas kelas insecta menurut adalah: tubuh terbagi menjadi tiga
bagian, yaitu kepala (caput), dada (thorax) dan perut (abdomen), mempunyai 3
pasang kaki yang terdiri atas 6 ruas, yaitu coxa, trochanter, femur, tibia,
metatarsus dan tarsus, sayap satu pasang atau dua pasang dan adapula yang tidak
bersayap dan mempunyai satu pasang antena. Beberapa jenis ordo dari kelas
insecta atau hexapoda yang menjadi hama penting adalah sebagai berikut:
a. Ordo Orthoptera
Orthoptera berasal dari kata orthos yang berarti lurus dan pteron artinya
sayap. Golongan serangga ini pada waktu istirahat berperilaku khas, yaitu sayap
belakangnya dilipat lurus di bawah sayap depan. Alat mulut nimfa dan imagonya
penggigit-pengunyah. Perkembangan hidup hama ini termasuk tipe
paurometabola (telur-nimfa-imago). Nimfa dan imago hidup pada habitat yang
sama. Stadium nimfa dan imago bersifat merusak tanaman. Beberapa jenis
serangga hama yang termasuk ke dalam ordo Orthoptera adalah: Belalang kayu
(Valanga nigricornis Burn.), Belalang kembara (Locusta migratoria manilensis Mayen),
Belalang pedang (Sexava spp.), Belalang china atau belalang berantena pendek
(Oxya chinensis), Gangsir (Brachytrypus portentosus Linch), Jengkerik (Gryllus mitratus
Burn.) dan (Gryllus bimaculatus De G.) dan Anjing tanah (Gryllotalpa africana Pal.).
b. Ordo Hemiptera
Hemi berarti setengah dan pteron artinya sayap. Golongan serangga yang
termasuk ordo Hemiptera ini mempunyai sayap depan yang mengalami
modifikasi sebagai hemelitron, yaitu setengah bagian di daerah pangkal menebal,
sedangkan sisanya berstruktur seperti selaput, dan sayap belakangnya mirip
selaput tipis (membran). Tipe perkembangan hidup ordo Hemiptera adalah
paurometabola (telur-nimfa-imago). Tipe alat mulut, baik nimfa maupun imago
pencucuk-pengisap, dan keduanya hidup dalam habitat yang sama. Stadium
serangga yang merusak tanaman adalah nimfa dan imago. Jenis serangga yang
termasuk ordo Hemiptera, antara lain: Hama pengisap daun teh, kina, dan buah
kakao (Helopeltis antonii), Kepik buah lada (Dasynus piperis), Kepik hijau (Nezara
viridula), Walang sangit (Leptocorixa acuta) (= Leptocorisa oratorius) dan Kepik hijau
Rhynchocoris poseidon Kirk.

244
Gambar 2.
Hama pengisap daun teh, kina, dan buah kakao (Helopeltis antonii) (Sumber: PT. Trida
Kimia Sakti, 2015)

c. Ordo Homoptera
Homo artinya sama dan pteron berarti sayap. Serangga golongan ini
mempunyai sayap depan berstruktur sama, yaitu seperti selaput (membran).
Sebagian dari serangga ordo Homoptera ini mempunyai dua bentuk, yaitu
serangga bersayap dan tidak bersayap. Misalnya, kutu daun Aphis sp. sejak
menetas sampai dewasa tidak bersayap. Tetapi bila populasinya tinggi sebagian
serangga tadi membentuk sayap untuk memudahkan pindah dari satu tempat ke
tempat lain. Tipe perkembangan hidup ordo Homoptera adalah paurometabola
(telur-nimfa-imago). Kutu daun bersifat partenogenetik, yaitu embrio
berkembang di dalam imago betina tanpa pembuahan terlebih dahulu. Jenis
serangga dari ordo Homoptera ini antara lain: Wereng hijau (Nephotettix apicalis),
Wereng cokelat (Nilaparvata lugens), Kutu loncat (Heteropsylla sp.) dan Kutu
dompolan (Pseudococcus citri Risso)
d. Ordo Lepidoptera

Gambar 3.
Penggerek batang padi merah jambu (Sesamia inferens Walker) (Sumber: Heru, 2016)

245
Lepidos berarti sisik dan pteron artinya sayap. Kedua pasang sayap ordo
Lepidoptera mirip membran yang penuh denagn sisik. Sisik-sisik ini sebenarnya
merupakan modifikasi dari rambut biasa. Bila sisik tersebut dipegang akan mudah
menempel pada tangan. Serangga dewasa dibedakan atas dua macam, yaitu kupu-
kupu dan ngengat. Kupu-kupu aktif pada siang hari, sedangkan ngengat aktif
pada malam hari. Perkembangbiakan serangga ordo Lepidoptera adalah
holometabola (telur-larva/ulat-pupa/kepompong-imago). Alat mulut larva tipe
penggigit-pengunyah, sedangkan alat mulut imagonya bertipe pengisap. Srtadium
serangga yang sering merusak tanaman adalah larva, sedangkan imagonya hanya
mengisap nektar (madu) dari bunga-bungaan. Jenis serangga hama yang termasuk
ordo Lepidoptera, antara lain: Ulat daun kubis (Plutella xylostella), Penggerek
batang jagung (Ostrinia furnacalis Guenee), Ulat penggulung daun melintang pada
teh (Catoptilia theivora Wls), Penggerek batang padi merah jambu (Sesamia inferens
Walker) dan lain-lain.
e. Ordo Coleoptera

Gambar 4.
Buah kopi yang terserang penggerek buah kopi, biji kopi yang terserang penggerek kopi
dan hama penggerek buah kopi (Stephanoderes hampei)
(Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian RI, 2016)

Coleoptera berasal dari kata coleos atau seludang dan pteron atau sayap.
Serangga dari ordo Coleoptera ini memiliki sayap depan yang mengalami
modifikasi, yaitu mengeras dan tebal seperti seludang. Sayap depan atau seludang
ini berfungsi untuk menutupi sayap belakang dan bagian tubuhnya. Sayap depan
yang bersifat demikian disebut elitron, sedangkan sayap belakang strukturnya
tipis seperti selaput. Pada saat terbang kedua sayap depan tidak berfungsi, namun
pada waktu istirahat sayap belakang dilipat di bawah sayap depan.
Perkembangbiakan hidup serangga ordo Coleoptera adalah holometabola (telur-
larva-pupa-iamgo). Tipe alat mulut larva dan imago memiliki struktur yang sama,
yaitu penggigit-pengunyah. Coleoptera adalah ordo serangga yang paling besar di
antara ordo-ordo serangga hama. Oleh karena itu, ordo serangga ini banyak
bentuknya. Sifat hidup serangga ordo Coleoptera sebagian ada yang merusak
tanaman, namun adapula yang bersifat predator. Serangga ordo Coleoptera yang
berperan sebagai hama/perusak tanaman, antara lain Kumbang kelapa atau

246
kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros L.), Penggerek buah kopi (Stephanoderes hampei),
Penggerek batang cengkeh (Nothopeus fasciatipennis Wat.)
f. Ordo Diptera

Gambar 5.
Lalat bibit kedelai (Agromyza phaseoli Tryon)
(Sumber: Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, 2014)

Di artinya dua dan pteron berarti sayap. Diptera artinya serangga yang
hanya mempunyai sepasang sayap depan sebab sepasang sayap belakangnya telah
berubah bentuk menjadi bulatan (halter). Sayap ini berfungsi sebagi alat
keseimbangan pada saat terbang, alat untuk mengetahui arah angin, dan juga alat
pendengaran. Stadium larva Diptera disebut tempayak atau belatung atau set.
Larva tidak mempunyai kaki, dan hidupnya menyukai tempat-tempat yang
lembab dan basah. Perkembangan hidup ordo Diptera adalah holometabola
(telur-larva-pupa-imago). Tipe alat mulut larva penggigit-pengunyah, sedang
247
imagonya memiliki tipe alat mulut penjilat-pengisap. Jenis serangga ordo Diptera
yang sering merusak tanaman antara lain adalah: Lalat bibit kedelai (Agromyza
phaseoli Tryon), Lalat buah (Bactrocera spp.), Lalat penggerek batang padi
(Atherigona exigua).
g. Ordo Thysanoptera
Thysanos artinya rumbai dan pteron berarti sayap. Serangga dari ordo
Thysanoptera ini berukuran sangat kecil. Sayapnya berjumlah dua pasang dengan
bentuk memanjang, sempit, membranus, dan pada bagian tepinya terdapat
rambut-rambut halus berumbai. Perkembangan hidup serangga Thysanoptera
adalah paurometabola (telur-nimfa-imago). Tipe alat mulut nimfa dan imago
pencucuk-pengisap. Serangga dari ordo ini dapat merusak daun, bunga, dan buah
tanaman. Daun yang terserang menjadi keriting atau salah bentuk. Bunga yang
terserang menjadi salah bentuk atau gugur, sedangkan serangan pada buah
menyebabkan bercak-bercak atau gugur. Jenis serangga dari ordo Thysanoptera
yang sering merusak tanaman antara lain: Thrips hitam pada tanaman jagung
(Heliothrips striatoptera Kob), Thrips pada bibit padi dan jagung (Thrips oryzae Will)
dan Thrips bawang (Thrips tabaci Lind).
Serangga dan tanaman inang mempunyai hubungan yang erat sekali,
karena serangga membutuhkan tempat berlindung, kawin, meletakkan telur dan
nutrisi yang dapat diperolehnya dari tanaman. Kecenderungan serangga hama
dalam memilih tanaman sebagai inang sangat ditentukan oleh sifat-sifat yang
terkandung dalam tanaman tersebut. Apabila tanaman memiliki sifat-sifat yang
disukai oleh serangga hama, maka ada kecenderungan bahwa tanaman mengalami
kerusakan yang lebih berat.
Hama merusak tanaman secara langsung, yaitu menyerang bagian-bagian
tanaman seperti akar, batang, daun, bunga, buah atau tanaman seluruhnya.
Pengertiannya adalah bahwa ada jenis hama yang menyerang satu bagian
tanaman, atau menyerang bagian tanaman tertentu, namun mengakibatkan
tanaman tidak dapat dipanen. Sebagai contoh adalah hama penggerek batang padi
kuning Tryporyza incertulas yang menyerang titik tumbuh tanaman padi. Akibatnya
akan timbul gejala mati pucuk (dead heart) atau sundep pada tanaman padi pada
fase pertumbuhan vegetatif. Pada fase generatif, hama ini menimbulkan gejala
beluk, yaitu bulir-bulir tanaman padi yang terserang akan tegak, kosong dan
berwarna keabu-abuan. Tanaman padi yang terserang hama tersebut tidak akan
pernah diharapkan hasilnya.
Tingkat kerusakan tanaman akibat serangan hama sangat dipengaruhi
oleh sifat-sifat hama dalam cara menyerangnya. Beberapa jenis hama hanya
menyerang sasaran utama bagian daun atau batang, dahan, akar, ubi, bunga, buah,
dan biji, namun ada pula hama yang menyerang lebih dari satu bagian tanaman.

248
C. Pengendalian Arthropoda sebagai OPT
Macam pengendalian organisme pengganggu tanaman berapa teknik
pengendaliannya antara lain:
1. Pengendalian Secara Kultur Teknik
Pengendalian tersebut merupakan pengendalian yang bersifat preventif,
dilakukan sebelum serangan hama terjadi dengan tujuan agar populasi OPT
(Organisme Pengganggu Tanaman) tidak meningkat sampai melebihi ambang
kendalinya. Menurut Pedigo (1996) dalam Untung (2006) sebagian besar teknik
pengendalian secara budidaya dapat dikelompokan menjadi empat dengan
sasaran yang akan dicapai, yaitu 1) mengurangi kesesuaian ekosistem, 2)
Mengganggu kontinuitas penyediaan keperluan hidup OPT, 3) Mengalihkan
populasi OPT menjauhi tanaman, dan 4) Mengurangi dampak kerusakan
tanaman. Beberapa contoh dari pengendalian OPT secara kultur teknis:
a. Menggunakan varietas domestik yang tahan: karakteristik dari varietas
domestik adalah memiliki ketahanan yang lebih baik karena cocok terhadap
lingkungannya.
b. Rotasi Tanaman: pergiliran atau rotasi tanaman yang baik adalah bila jenis
tanaman yang ditanam pada musim berikutnya, dan jenis tanaman tersebut
bukan merupakan inang hama yang menyerang tanaman yang ditanam pada
musim sebelumnya. Dengan pemutusan ketersediaan inang pada musim
berikutnya populasi hama yang sudah meningkat pada musim sebelumnya
dapat ditekan pada musim berikutnya. Rotasi tanaman paling efektif untuk
mengendalikan hama yang memiliki kisaran makanan sempit dan kemampuan
migrasi terbatas terutama pada fase yang aktif makan.
c. Menghilangkan tanaman yang rusak. Tanamn yang terkena serangan hama
maupun patogen sebaiknya dibersihkan dari kawasan budidaya.
d. Pengolahan Tanah: pengerjaan tanah dapat dimanfaatkan untuk pengendalian
instar hama yang berada dalam tanah. Misal:
1) Pengolahan tanah sangat efektif untuk membunuh telur belalang kembara
(Locusta migratoria) yang selalu diletakan di dalam tanah.
2) Hama akar seperti lundi (Holotricia helleri) mempunyai fase larva dan pupa
di dalam tanah, sehingga pengolahan tanah dapat mengangkat pupa dan
memutus siklus perkembangannya.
e. Tumpang Sari dan variasi penanamn serta pemanenan: tumpang sari dapat
mengendalikan suatu opt akibat keberadaan tanaman yang bukan inangnya.
Sedangkan variasi waktu panen akan memutuskan siklus hidup hama.
Misalnya:
1) Panen dilakukan secara bertahap dari satu lajur atau setrip ke lajur yang
lain pada hari berikutnya. Diharapkan populasi hama tidak keluar dari
petak hamparan tetapi pindah dari bagian yang telah dipanen ke bagian
pertanaman yang lebih muda dan belum dipanen.
249
2) Tumpang sari antara kentang dan bawang daun, tagetes ataupun lobak
relatif dapat menekan populasi hama penting tanaman kentang.
f. Pemangkasan dan Penjarangan: kegiatan pemangkasan terkait dengan
kebersihan tanaman. Sedangkan penjarangan terkait dengan jarak tanam
optimum suatu tanaman.
1) Pemangkasan pada beberapa tanaman terutama bagian yang terkena
infeksi sehingga tidak menyebar ke bagian tanaman yang lain.
2) Penjarangan tanaman dapat meningkatkan produktifitas. Jarak tanam
dapat pula mempengaruhi populasi hama. Pada tanaman padi, jarak yang
terlalu dekat menguntungkan perkembangan dan kehidupan wereng
coklat.
g. Pemupukan: tindakan pemupukan juga dapat mempengaruhi keberadaan
OPT. beberapa pengeruh pemupukan terhadap serangan OPT antara lain:
1) Optimalisasi pemupukan N dapat mengurangi serangan OPT karena
pemupukan N yang berlebihan akan menjadikan tanaman sukulen dan
mudah terserang OPT.
2) Pemberian pupuk mikro dapat meningkatkan ketahanan tanaman
terhadap serangan OPT.

2. Pengendalian Secara Hayati (Biological Methods)


Merupakan taktik pengelolaan hama yang dilakukan secara sengaja
memanfaatkan atau memanipulasikan musuh alami untuk menurunkan atau
mengendalikan populasi hama. Musuh alami yang berupa parasitoid, predator
dan patogen dikenal sebagai fator pengatur dan pengendali populasi serangga
yang efektif karena sifat pengaturannya yang tergantung kepadatan populasi
inang atau mangsa. Peningkatan populasi inang akan ditanggapi secara numerik
(respon numerik) dengan meningkatkan jumlah predator dan secara fungsional
(respon fungsional) dengan meningkatkan daya makan per musuh alami.
Beberapa tindakan antara lain:
a. pengendalian hayati dengan parasitoid dan predator.
b. Introduksi, perbanyakan dan penyebaran musuh alami.
c. perlindungan dan dorongan musuh alami.

3. Pengendalian Secara Mekanis dan Fisik.


Mengendalikan menggunakan tindakan-tindakan antara lain Mematikan
hama, Mengganggu aktivitas fisiologis hama yang normal dengan cara non-
pestisida, mengubah lingkungan sedemikian rupa sehingga lingkungan menjadi
kurang sesuai bagi kehidupan OPT. Beberapa tindakan tersebut yaitu:
a. Penghancuran dengan tangan. Cara ini dailkukan dengan mencari adanya
hama dan selanjutnya dilakukan pemusnahan. Fase hidup hama yang

250
dikumpulkan dan dibunuh adalah yang mudah dtemukan seperti telur dan
larva. Atau dapat pula mengumpulkan bagian tanaman yang terserang hama.
b. Menutup dengan jaring atau paranet. Dapat dilakukan untuk mencegah
masuknya atau mengganggunya ngengat yang akan berkembang biak pada
tanaman.
c. Perangkap. Menggunakan alat perangkap yang disesuaikan berdasarkan jenis
hama dan fase hama yang akan ditangkap.
d. Perlakuan panas. Faktor suhu dapat mempengaruhi penyebaran, frekuenditas,
kecepatan perkembangan, lama hidup dan mortalitas hama. Setiap perubahan
faktor fisik mempengaruhi berbagai parameter kehidupan tersebut.
e. Penggunaan lampu perangkap. Dipengaruhi oleh adanya daya tarik serangga
terhadap cahaya lampu fungsi utama lampu ini hanya menarik perhatrian
serangga yang selanjutnya ketika sudah terkumpul dapat dikendalikan dengan
ditangkap.
f. Penggunaan gelombang suara. Secara teoritik ada tiga metode pengendalian
menggunakan suara. Penggunaan intensitas suara yangs angat tinggi sehingga
dapat merusak serangga, Penggunaan suara lemah guna mengusir serangga,
dan Merekam dan memperdengarkan suara yang diproduksikan serangga
guna mengganggu parilaku serangga sasaran.

4. Pengendalian Secara Kimiawi


Pengendalian dengan cara ini merupakan pengendalian yang biasanya
dilakukan sebagai alternatif terakhir. Karena kebanyakan masing menggunakan
bahan kimia sintetik yang membahayakan. Akan tetapi pada dasarnya
penggunaan bahan kimia untuk pengendalian OPT tidak serta merta membasmi
keseluruhan opt dengan membunuhnya. Bahan kimia yang banyak dikenal untuk
melakukan pemberantasan hama adalah pestisida. Di bidang pertanian
penggunhaan pestisida mampu menekan kehilangan hasil tanaman akibat
serangan hama dan penyakit yang memungkinkan peningkatan produksi
pertanian dapat dicapai.

5. Pengendalian Secara Genetik


Pengendalian ini lebih ditujukan terhadap usaha-usaha rekayasa genetik
untuk menciptakan tanaman yang tahan terhadap serangan OPT tertentu
ataupun dengan memanipulasi genetik OPT sehingga opt tersebut tidak dapat
berkembang biak. Beberapa tindakan yang termasuk kedalam pembahasan bab
ini adalah:
a. Penggunaan varietas tahan. Merupakan pengendalian paling efektif, murah
dan kurang berbahaya bagi lingkungan. Varietas tahan diperoleh melalui
serangkaian penelitian dengan memecahkan kelemahan dari hama tertentu.
Teknik pengembangan tanaman tahan hama sengaja memanfaatkan proses
251
pembentukan sifat ketahanan dan perlawanan tanaman terhadap serangan
serangga herbivora yang terjadi secara koevolusioner di alam. Beberapa
contoh pengendalian ini adalah:
1) Penggunaan Varietas Unggul Tahan Wereng (VUTW) terbukti mampu
mengendalikan haam wereng coklat padi di Indonesia.
2) Salah satu varietas jagung yang mengandung 2,4-hydroxy-7-methoxy-2H-1,4-
benxoaxazin-3(4H)-one (DIMBOA) pada jagung untuk memperoleh
ketahanan terhadap penggerek batang jagung Ostrinia (Untung, 2006).
b. Pengendalian Dengan Serangga Mandul. Disebut juga teknik otosidal
merupakan teknik pengendalian hama dengan pemandulan serangga jantan,
serangga betina atau keduanya. Serangga mandul sudah mulai banyak
diupayakan katrena efektifitasnya mengurangi populasi serangga tersebut.
Misalnya dengan melepas jantan atau betina mandul, maka ketika terjadi
perkawinan, tidak lah terbentuk keturunan dan dalam jangka waktu tertentu
akan sangat mengurangi populasi hama tersebut. Beberapa contoh
pengendalian dengan pemandulan hama:
1) Teknik pelepasan jantan mandul secara besar-besaran pernah dilakukan di
Florida, Puerto Rico dan Amerika Selatan untuk pengendalian “screwworm”
Cochliomyia hominivorax yaitu lalat ayang menyerang ternak.
2) Dapat pula dipadukan dengan teknik pengendalian hayati, yaitu pelepasan
telur Habrobracon hebetor lebih efektif mengendalikan hama Ephestia cautella
bila jenis jantan dimandulkan terlebih dahulu.

6. Pengendalian Menggunakan Regulasi Atau Tata Peraturan.


Salah satu alternatif pengendalian OPT adalah dengan menggunakan
peraturan yang telah diterapkan pemerintah setempat. Peraturan-peraturan yang
telah dibuat pada dasarnya ditujukan untuk mempersempit penyebaran OPT ke
daeerah lain maupun mengatur tindakan-tindakan yang sekiranya dapat
menimbulkan adanya serangan OPT. Beberapa tindkan pengendalian
menggubnakan regulasi diantaranya:
a. Karantina Tanaman Dan Binatang. Dengan adanya tata aturan mengenai
karantina yaitu suatu tindakan isolasi terhadap suatu barang dalam hal ini
adalah tanaman dan binatang sebelum di manfaatkan secara luas di suatu
wilayah, maka penyebaran OPT yang dapat disebabkan dari luar daerah dapat
dihindari. Dasar hukum pelaksanaan karantina adalah Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan,
dan Tumbuhan. Beberapa contoh pengaruh karantina terhadap pencegahan
penyebaran adalah:
1) Pemberian kategori Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina
(OPTK) seprti OPTK golongan 1 kategori A1 yaitu Corynebacterium

252
flaccumfaciens, bakteri yang menyerang benih kedelai yang masih beredar di
USA.
2) Klasifikasi OPTP (Organisme Pengganggu Tumbuhan Penting) misalnya
pada kasus OPTP penting adalah penyakit rebah kecambah (Phytium
sp.),penyakit Tilletia caries pada gandung yang sering terbawa oleh benih.
b. Program Pemberantasan dan Penekanan. Bebrapa tindakan pemberantasan
dan penekanan terhadap perkembangan OPT telah dilakukan antara lain:
1) Mengganti tanaman Kopi Arabika yang notabene lebih enak akan tetapi
mudah terserang Hemilia vastatrix dengan Kopi robusta.
2) Pemusnahan dengan membakar, menghancurkan maupun mengubur
OPT maupun bagian yang terserang untuk menghindari penyebaran.

253
GLOSARIUM
Abdomen bagian perut
Allopatric evolusi pada hambatan reproduksi dalam populasi yang
akan dicegah oleh penghalang geografis dari pertukaran
gen
Anatomi ilmu yang mempelajari struktur tubuh tumbuhan, hewan,
dan manusia
Annelida kelompok hewan dengan bentuk tubuh seperti susunan
cincin, gelang-gelang atau ruas-ruas
Apolysis proses kutikula memisahkan diri dari epidermis pada saat
molting
Arachnida kelas hewan invertebrata Arthropoda dalam subfilum
Chelicerata, seperti laba-laba
Arthropoda hewan berbuku-buku
Biramous dua unit apikal yang menempel pada unit basal tunggal
Cephalotorax kepala yang menyatu dengan dada
Chelicerae pelengkap kelat yang digunakan untuk mengolah
makanan
Chelicerata subfilum dari anggota hewan tak bertulang belakang yang
termasuk dalam filum arthropoda
Chilopoda kelabang
Cirri pelengkap dada yang dimodifikasi untuk makan
Crustacea suatu kelompok besar dari artropoda, terdiri dari kurang
lebih 52.000 spesies yang terdeskripsikan, dan biasanya
dianggap sebagai suatu subfilum yang mencakup hewan-
hewan yang cukup dikenal seperti lobster, kepiting,
udang, udang karang
Diplopoda kaki seribu
Dorsal Punggung
Ekdisis pengelupasan
Eksoskeleton kulit keras yang tersusun dari zat kitin
Embrio rganisme pada tahap awal perkembangan yang tidak
dapat bertahan hidup sendiri
Endocuticle bagian dalam dari procuticle
Entomologi cabang ilmu dalam biologi yang mempelajari segala
sesuatu tentang serangga
Epicuticle lapisan luar pada eksoskeleton arthropoda berupa protein
yang tipis
Epipodites struktur membran yang melekat pada coxa dari tiga
maxilliped

254
Evolusi proses perubahan secara berangsur-angsur (bertingkat)
dimana sesuatu berubah menjadi bentuk lain (yang
biasanya) menjadi lebih kompleks/ rumit ataupun
berubah menjadi bentuk yang lebih baik
Exocuticle bagian luar dari procuticle
Forcipules cakar beracun pada lipan
Fotoreseptor reseptor yang lebih maju dalam bentuk mata
Geologi ilmu yang mempelajari bumi, komposisinya, struktur,
sifat-sifat fisik, sejarah, dan proses pembentukannya
Haemocoel rongga tubuh yang berisi darah
Hama hewan yang mengganggu atau merusak tanaman sehingga
pertumbuhan dan perkembangannya terganggu
Holoblastic belahan dada spiral pada embrio arthropoda
Holtikultura membudidayakan tanaman di kebun
Homeotik gen yang mengatur pola pelengkap pada arthropoda
Homolog memiliki asal evolusi yang sama
Hyphopharynx struktur agak bulat, timbul dari dasar labium
Insekta suatu kelas dari arthropoda yang memiliki tubuh terbagi
atas bagian kepala, dada, dan perut, serta dadanya
memiliki tiga pasang kaki jalan dan biasanya ada 1-2
pasang sayap, kemudian daur hidupnya mengalami
metamorphosis
Invertebrata hewan tidak bertulang belakang
Kitin polisakarida struktural yang digunakan untuk menyusun
eksoskleton dari artropoda (serangga, laba-laba,
crustacea, dan hewan-hewan lain sejenis)
Komparatif suatu hal yang bersifat dapat diperbandingkan dengan
suatu hal lainnya
Kutikula lapisan pelindung
Labium suatu struktur tunggal yang terbentuk dari dua maxilla
sekunder yang menyatu
Labrum bagian yang paling depan dari mulut dan terletak di garis
tengah
Lamella plat tipis yang biasanya berjumlah banyak yang saling
berdekatan, pada hewan
Larva bentuk muda (juvenile) hewan yang perkembangannya
melalui metamorfosis, seperti pada serangga
Mandible pelengkap terbesar dari alat pengunyah pada serangga
Mandibulata hewan yang memiliki tipe mulut pengunyah
Maxilla pelengkap pada alat pengunyah makanan yang berfungsi
untuk memotong makanan
255
Meroblastic belahan dada dangkal pada embrio arthropoda
Mesosoma bagian rongga dada dan daerah perut
Metasoma perut yang kurang abdominal segmen dalam petiole
Molting suatu proses pergantian kulit yang kompleks dan
dikendalikan oleh hormon-hormon tertentu dalam tubuh
arthropoda
Monofiletik kelompok organisme yang memiliki nenek moyang
bersama
Motilitas kemampuan untuk bergerak
Multiseluler terdiri dari banyak sel
Myriapoda kelas dari anggota hewan tak bertulang belakang yang
termasuk dalam filum arthropoda seperti keluwing dan
kelabang
Nefridia organ ekskresi yang berupa saluran-saluran
Nimfa hewan muda yang mirip dengan hewan dewasa tetapi
berukuran lebih kecil dengan perbandingan tubuh yang
berbeda
Ocelli mata sederhana pada arthropoda
Ommatidia mata majemuk pada arthropoda
Onychopora cacing beludru
Opisthosoma tubuh bagian posterior, sama dengan abdomen
Otosidal teknik pengendalian hama dengan pemandulan serangga
jantan, serangga betina atau keduanya
Ovipositor organ yang menimpan telur
Paleontologi disiplin ilmu yang mempelajari mengenai sejarah
kehidupan di bumi dan tanaman serta hewan purba
berdasarkan fosil yang ditemukan di bebatuan
Paleozoic era pertama dari tiga era pada Fanerozoikum yang
rlangsung pada kurang lebih 542 sampai 251 juta tahun
yang lalu, dan dibagi menjadi enam periode, berturut-
turut dari yang paling tua: Kambrium, Ordovisium, Silur,
Devon, Karbon, dan Perm
Parasitoid organisme yang menghabiskan sebagian besar riwayat
hidupnya dengan bergantung pada atas di organisme
inang tunggal yang akhirnya membunuh (dan sering
mengambil makanan) dalam proses itu
Pedipalpus Sepasang kaki tambahan kedua yang terletak pada bagian
cephalothorax laba-laba yang digunakan untuk
mengarahkan mangsa ke dalam mulutnya
Permian periode dalam skala waktu geologi yang berlangsung
antara 299,0 ± 0,8 hingga 251,0 ± 0,4 juta tahun yang lalu
256
Pleurobranchs 5 pasang insang melengkung terpasang di ruang insang
pada margin luar cephalothorax
Podobranchs salah satu sepasang insang kecil yang melekat pada coxa
dari maxilliped yang kedua
Polifiletik berbagai organisme tanpa nenek moyang yang sama
Prakambrium periodenya dimulai dari pembentukan Bumi sekitar 4500
juta tahun yang lalu hingga evolusi hewan makroskopik
bercangkang keras
Predator hewan pemangsa
Proboscis belalai tubular pada laba-laba laut
Procuticle lapisan dalam pada eksoskeleton arthropoda yang berupa
kitin protein yang tebal
Pygidia struktur ekor atau badan daerah terminal berbagai
invertebrata
Respirasi proses pernafasan yang menghirup / menghisap oksigen
dari udara dan mengeluarkan / melepaskan
karbondioksida ke udara
Segmen pembagian tubuh menjadi beberapa bagian
Setae pelengkap yang dimodifikasi menjadi filter
Simetris bilateral menggambarakan hewan yang tubuhnya tersusun
bersebelahan dengan bagian lainnya dimana jika diambil
garis memotong lewat mulut dan anus hewan simetri
bilateral akan didapatkan bagian yang sama antara sisi kiri
dan kanan
Simpatrik suatu proses ketika spesies baru berevolusi dari satu
spesies nenek moyang yang tinggal di wilayah yang sama.
Dalam bidang biologi evolusioner dan biogeografi
Stigma jalan keluar masuknya udara dari dan ke dalam sistem
trakea, terdapat di kerangka luar (eksoskeleton),
berbentuk pembuluh silindris yang berlapis zat kitin,
terletak berpasangan pada setiap segmen tubuh, dan
merupakan tempat bermuaranya pembuluh trakea
Tagma organisasi segmen-segmen ke dalam bagian-bagian tubuh
Tarsus segugus tujuh tulang bersendi pada setiap kaki yang
terletak di antara hujung bawah tibia dan fibula tungkai
bawah dengan metatarsus
Thorax bagian dada
Tibia tulang kering
Trakea saluran udara pada insekta
Trilobita salah satu kelompok arthropoda purba

257
Triploblastik hewan yang mempunyai 3 lapisan lembaga, yaitu
ektoderm (lapisan luar), mesoderm (lapisan tengah) dan
endoderm (lapisan dalam)
Tubular bagian tubuh berbentuk tabung
Tubulus Malphigi organ saluran yang salah satu ujungnya buntu, sedangkan
ujung lainnya membuka ke arah usus terletak di antara
usus tengah dan rektumtersebar di rongga tubuh yang
penuh cairan (hemosol) dan jumlahnya bervariasi
ditemukan pada insekta
Ultrastruktur struktur yang dapat tampak dengan menggunakan
mikroskop elektron
Uniramia salah satu subfilum pada filum arthropoda
Uniramous segmen apikal tunggal menempel pada segmen basal
tunggal
Vektor arthropoda yang dapat menularkan, memindahkan atau
menjadi sumber penularan penyakit pada manusia
Ventral bagian tubuh tampak depan pada arthropoda
Vestigial adalah struktur / organ mahluk hidup yang fungsi
awalnya menjadi hilang atau berkurang sejalan dengan
evolusi

258
DAFTAR PUSTAKA

Adis, J. (1997): Terrstrial Invertebrates: Survival Strategies, Group Spectrum, Dominance


and Activity Patterns. – In: Junk, W. (ed.): The Central Amazon Floodplain.
Ecology of a Pulsing System. – Ecological Studies 126. – Springer,
Berlin: 299–317.
Anderson, 1973. Inter- and Intraspecific Variation in Gypidulid Brachiopods. Evolution.
Araújo A, Jansen AM, Reinhard K, Ferreira LF. 2009. Paleoparasitology of Chagas
Disease: A review. Memórias do Instituto Oswaldo Cruz 104:9-16
Ayala, F. J. 1969: Experimental Invalidation of the Principle of Competitive Exclusion.
Nature 224, 1076-1079.
Ayala, F. J. 1972: Competition Between Species. Amer. Scientist 60, 348-357.
Ballard, J. W. O. et al. 1992. Evidence from 12S Ribosomal RNA Sequences that
Onychophorans are Modified Arthropods. Science 258:1345-1348.
Balvín O, Munclinger P, Kratochvíl L, Vilímová J. 2012. Mitochondrial DNA and
Morphology Show Independent Evolutionary Histories of Bedbug Cimex lectularius
(Heteroptera: Cimicidae) on Bats and Humans. Parasitology Research
111:457-469
Belles X. 1997. Los Insectos y el Hombre Prehistórico. Boletn de la Sociedad
Entomológica Aragonesa 20:319-325
Bergholz, N. G. R., J. Adis & S. I. Golovatch (2004): New Records Oo The Millipede
Myrmecodesmus hastatus (Schubart, 1945) in Amazonia of Brazil (Diplopoda:
Polydesmida: Pyrgodesmidae). – Amazoniana 18(1/2): 157–161.
Borror. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga, edisi VI. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Brezinski, D. K., 1991, Permian trilobites from the San Andres Formation, New
Mexico,and their relationship to species from the Kaibab Formation of Arizona:
Journal of Paleontology, v. 65, p. 480-484.
Brotowidjoyo, M. D. 1990. Zoologi Dasar. Jakarta: Erlangga
Brown, W. L. & Wilson, E. O. 1956. Character Displacement. Syst. Zool. 5, 49-64.
Chandra, Budiman. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. EGC. Jakarta
Chapman, R.F. 1983. The insect’s Structure and Function. Hodder and Stoughton.
London
Chopard L. 1928. Sur Une Gravure D’insecte de l’epoque Magdalénienne. Comptes
Rendus de la Societé de Biogeographie 5:64-67
Congreve C. R., 2013. Cladal Turnover; The End-Ordovician as AaLarge-Scale Analogue
of Species Turnover. Palaeontology, 56 (6), 1285-1296.
Coy, R., Greenslade, P. and Rounsevell, D. 1993. A Survey of Invertebrates in
Tasmanian Rainforest. Tasmanian NRCP Report No. 9. Hobart: Parks and
Wildlife Service, Tasmania, and Department of Arts, Sport, the
Environment and Territories, Canberra; 104 pp.
Daly, H.V., J.T. Doyen & P.R. Ehrlich. 1978. Introduction to Insect Biology and
Diversity. McGraw-Hill, Tokyo
Deharveng, L. & A. Bedos. 2000. The Cave Fauna of Southeast Asia: Origin, Evolution
and Ecology. – In: Wilkens, H., D. C. Culver & W. Humphreys (eds):
Ecosystems of the World, 30: Subterranean ecosystems. – Elsevier,
Oxford, UK: 603–632.
259
Diamond, J. M. 1973. Distributional Ecology of New Guinea Birds. Science 179, 759-
769.
Diniz, J. L. M. & C. R. F. Brandão. 1993. Biology and Myriapod Egg Predation By the
Neotropical Myrmicine Ant Stegomyrmex vizottoi (Hymenoptera: Formicidae). –
Insectes Sociaux 40: 301–311.
Eldredge, N. & Gould, S. J. 1972. Punctuated Equilibria: an Alternative to Phyletic
Gradualism. In Schopf, T. J. M. (Ed.): Models in Paleobiology. 250 pp.
Freeman, Cooper & Co., San Francisco.
Eldredge, N. 1971. The Allopatric Model and Phylogeny in Paleozoic Invertebrates.
Evolution 25, 156-167.
Eldredge, N. 1972. Systematics and Evolution of Phacops rana (Green, 1832) and Phacops
iowensis Delo, 1935 (Trilobita) from the Middle Devonian of North America. Bull.
Amer. Mus. Nat. Hist. 147, 45-114.
Eldredge. 1979. Phylogenetic Analysis and Paleontology, pp. 41-77. New York:
Columbia University Press
Fortey, R.A. & R.M. Owens. 1975. Proetida: a New Order of Trilobites. Fossils and
Strata 4:227-39.
Fortey, R.A. 1997. Classification. In Kaesler, R. L., ed. Treatise on Invertebrate
Paleontology, Part O, Arthropoda 1, Trilobita, revised. Volume 1: Introduction,
Order Agnostida, Order Redlichiida. xxiv + 530 pp., 309 figs. The Geological
Society of America, Inc. & The University of Kansas. Boulder, Colorado
& Lawrence, Kansas.
Gerozisis, J & P. Hadlington. 1995. Urban Pest Control in Australia. University of
New South Wales Press Ltd. Australia.
Gillot, C. 1980. Entomology. New York. Plenum Press.
Golovatch, S. I. 1994. [Soil invertebrates (macrofauna) of the islands of Tonga and Samoa].
– In: Puzachenko, Y .G., S. I. Golovatch, G. M. Dlussky, K. N.
Diakonov, A. A. Zakharov & G. A. Korganova: Animal Population of
the Islands of Southwest Oceania (Ecogeographic Investigations). –
Nauka Publishers, Moscow: 143–183 [in Russian, English summary].
Greenslade, P. 2008. Distribution Patterns and Diversity of Invertebrates of Temperate
Rainforests in Tasmania with a Focus on Pauropoda. Memoirs of Museum
Victoria 65: 153-164.
Hutchinson, G. E. 1959. Homage to Santa Rosalia or Why are There so Many Kinds of
Animals? Amer. Naturalist 93, 145-159.
Hutchinson, G. E. 1965. The Ecological Theater and the Evolutionary Play. 139 pp.
Yale Univ. Press, New Haven.
Jago, J. B. 1972. Biostratigraphic and Taxonomic Studies of Some Tasmanian Cambrian
Trilobites. 448 pp. (2 Vols.), unpubl, Ph. D. dissertation, Univ. Adelaide.
Jumar. 2000. Entomologi Serangga. PT. Rineka Cipta, Jakarta
Kellogg, L.L. 1994. Save Our Streams. Monitor's Guide to Aquatic Macroinvertebrates.
Second Ed. Izaak Walton League of America.
Kime, R. D. 2004. The Belgian Millipede Fauna (Diplopoda). – Bulletin de l’Institut
Royal des Sciences Naturelles de Belgique, Entomologie 74: 35–68.
Lawrence. Rasetti, F. & Theokritoff, G. 1967: Lower Cambrian Agnostid Trilobites of
North America. J. Paleont. 41, 189-196.

260
Lieberman, B. S., and A. L. Melott. 2013. Declining Volatility, a General Property of
Disparate Systems: From Fossils, to Stocks, to the Stars. Palaeontology 56:1297-
1304. doi: 10.1111/pala.12017.
Lieberman, B.S. & Karim, T.S. 2010. Tracing the Trilobite Tree From The Root to the
Tips: A Model Marriage Of Fossils And Phylogeny. Arthropod
Structure & Development, 39, 111-123.
Mackie, Gerald L. 1998. Applied Aquatic Ecosystem Concepts. University of Guelph
Custom Coursepack. 12 chapters, Index. 60p.
Manton, S.M., 1997. The Arthropoda. Oxford: Oxford University Press
Martin LJ, et al. 2015. Evolution of the Indoor Biome. Trends Ecol. Evol. 30, 223–
232
Mayr, E. 1963. Animal Species and Evolution. 797 pp. Harvard Univ. Press,
Cambridge.
Mayr, E. 1970. Populations, Species, and Evolution. 453 pp. Harvard Univ. Press,
Cambridge.
Mc.Ghee. 1996. The Late Devonian Mass Extinction: The Frasnian/ Femennian Crissis.
New York: Columbia University Press
Meglitsch P.A., & F.R. Schram (1991). Invertebrate Zoology, 3rd edition. New York:
Oxford University Press.
Melott, Ardian. 2004. "Did A Gamma-Ray Burst Initiate The Late Ordovician Mass
Extinction". International Journal of Astrobiology 3.01: 55-61. Print.
Mesibov, R. 1996. Faunal Breaks in Tasmania and Their Significance for Invertebrate
Conservation. – Memoirs of the Queensland Museum 36(1): 133–136.
Moore, R. C. (editor) 1959. Arthropoda 1. Treatise Invert. Paleont. 0, 560 pp. Univ.
Kansas Press,
Norris RF, Chen EPC, Kogan M. 2003. Concept in Integrated Pest Management. New
Jersey: Prentice Hall.
Nurmaini, 2001. Pencemaran Makanan Secara Kimia dan Biologis. Sumatra Utara:
USU
Padian, K. 2008. Trickle-Down Evolution: an Approach to Getting Major Evolutionary
Adaptive Changes Into Textbooks and Curricula. Integrative and Comparative
Biology, 48(2), 175188.
Padian, K. 2010. How to Win the Evolution War: Teach Macroevolution! Evolution:
Education and Outreach, 3(2), 206-214.
Pearson. 2008. A Treatise on the Western Hemisphere Caraboidea (Coleoptera): Their
Classifications, Distributions and Ways of life. Bulgaria: Pensoft Publisher.
Pechenik, J. A., 2005. Biology of the Invertebrates. Mc. Grow Hill. New York.
Peckarsky, B.L. 1990. Freshwater Macroinvertebrates of North America. Ithaca, N.Y. :
Cornell University Press
Pennak, Robert W. 1978. Fresh-Water Invertebrates of the United States. Second
Edition. John Wiley & Sons. xviii, 803pp.
Prisnyi, A. V. 2002: Areview of the Millipede Fauna of the South of the Middle-Russian
Upland, Russia (Diplopoda). – Arthropoda Selecta 10(4): 297–305.
Robison, R. A. 1972. Hypostoma of Agnostid Trilobites. Lethaia 5, 239-248. Robison,
R. A. 1972b: Mode of life of agnost;id trilobites. Int. Geol. Congr., 24th
Sess., Sect. 7, 33-40. Montreal.

261
Robison, R. A. 1973. Character Displacement in Cambrian Agnostid Trilobites. A mer.
Assoc. Petrol. Geo!., Bull. 57,962.
Robison, R:A. 1964. Upper Middle Cambrian Stratigraphy of Western Utah. Geol. Soc.
Amer. Bull. 75 995-1010. ' ,
Ross, H.H. & C.A. Ross. 1982, A Textbook of Entomology. John Wiley, New york.
Scheller, U. 1996. A New Troglobitic Species of Hanseniella Bagnall (Symphyla:
Scutigerellidae) from Tasmania. Australian Journal of Entomology 35: 203-
207.
Scheller, U. 2009. New Species of Pauropoda (Myriapoda) from Tasmanian Temperate
Rainforests. Memoirs of Museum Victoria 66: 289-329.
Siregar, A. Z. 2000. Serangga Berguna Pertanian. Medan: USU Press.
Smith. E.H., 1979. Insects and Mites. Dalam: W.B. Ennis Jr. Introduction to Crop
Protection. ASA-CSSA, Madison, WI.
Sonja, Lumowa. 2014. Zoologi Invertebrata. Kepel Press: Yogyakarta
Sonja, Lumowa. 2015. Entomologi Serangga. UMM Press: Malang
Stanley, S. M. 1979. Macroevolution: Pattern and Process. San Francisco: W. H.
Freeman.
Taboada, O. 1967. Medical Entomology. Naval Medical School, National Naval
Medical center, Bethesda Maryland, USA
Thorp, James H., and Alan P. Covich. 1991. Ecology and Classification of North
American Freshwater Invertebrates. Academic Press, Inc. xii, 911pp.
Vrba, E.S. 1996. Climate, Heterochrony, and Human Evolution. Journal of
Antropological Research.
Vrba, E.S. (1995). The Fossil Record of African Antelopes (Mammalia, Bovidae) In
Relation To Human Evolution And Paleoclimate. In: Vrba, E.S., Denton,
G.H., Partridge, T.C. and Burckle, L.H. (Eds.), Paleoclimate and
Evolution with Emphasis on Human Origins. Yale University Press,
New Haven, CT, pp. 385–424.
Vrba, E.S. 1980. Evolution, Species and Fossils: How does life evolve? South African
Journal of Science.
Weissert, W. (2013). Evolution Debate Again Engulfs Texas Board Of Ed. AP.
http://bigstory.ap.org/article/evolution-debate-again-engulfs-texas-
board-ed. Accessed 10 January 2017.
Westergård, A. H. 1936. Paradoxides oelandicus beds of Oland with the Account of a
Diamond Boring Through the Cambrian at Mossberga. Sver. Geo. Unders.
C:394. 66 pp. Stockholm.
Westergård, A. H. 1946: Agnostidea of the Middle Cambrian of Sweden. Sver. Geol.
Unders. C:477. 140 pp. Stockholm.
Wetzel, Robert G. 1983. Limnology. Second Edition. Saunders College Publishing.
Xii, 767pp., R81, I10.
WHO. 1993. Guidelines for cost-effectiveness analysis of vector control. PEEM guidelines 3
(archived). WHO reference number: WHO/CWS/93.4
Williams, D. Dudley, and Blair W. Feltmate. 1992. Aquatic Insects. CAB
International. xiii, 358pp.

262

Anda mungkin juga menyukai