1. معرفة العلم B
2. معرفة القرأن C
3. معرفة االنسان A
4. معرفة الهدية C
5. معرفة هللا B
6. معرفة الرسول BC
7. معرفة االسالم BC
8. معرفة الطاغوة B
9. معرفة الشرك C
10. معرفة االيمان
11. معرفت الجماعة
12. معرفة الشهادة C
13. معفبِم الموال C
معرفة القرآن
Mengenal Al Qur’an
Penjelasan :
• (Q.S. 6/155) Allah Ta’ala memotivasi hamba-hamba-Nya untuk mengikuti kitab-Nya dan
menyuruh mereka merenungkan, mengamalkan dan mengajak orang lain kepadanya. Allah
menyifati Al-Qur'an dengan berkah di dunia dan di akhirat bagi orang yang mengikuti dan
mengamalkannya karena Al-Qur'an merupakan tali Allah yang kuat. (Nasib Ar-Rifa’i,
Muhammad. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jilid II hal. 320).
• (Q.S. 7/3) Ikutilah jejak Nabi yang ummi yang membawa kepadamu kitab yang diturunkan
dari Tuhan dan Pemilik segala perkara. “Dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin
selain-Nya.” Maksudnya: Janganlah kamu keluar dari Al-Qur'an yang dibawanya itu untuk
menuju ke hukum lain. (Nasib Ar-Rifa’i, Muhammad. Jilid II hal. 336).
• Al-Qur'an sebagai pedoman hidup dan sebagai dasar yang pertama dalam menetapkan
sesuatu.
Q.S. 7/203, 45/20, 49/1.
Keutamaan Al-Qur’an
• Al-Qur'an mencakup segala aspek kehidupan. Q.S. 16/89, 12/111.
Ibnu Mas’ud berkata: “Segala ilmu dan segala hal telah dijelaskan kepada kami di dalam
Al-Qur'an ini. Al-Qur'an mencakup segala ilmu yang bermanfaat berupa kisah masa lalu,
pengetahuan tentang apa yang akan terjadi, segala yang dihalalkan dan yang diharamkan.”
(Nasib Ar-Rifa’i, Muhammad. Jilid II hal. 1055).
• Keagungan nilai-nilai Al-Qur'an dan ketinggian martabatnya melebihi kekuatan dan
ketinggian gunung. Q.S. 59/21.
Allah SWT berfirman guna mengagungkan perkara Al-Qur'an dan menjelaskan
ketinggian martabatnya. Dan sudah selayaknya hati manusia tunduk kepadanya dan bergetar
ketika mendengarnya, mengingat di dalamnya terdapat janji yang benar dan ancaman yang keras.
“Kalau sekiranya Kami menurunkan Al-Qur'an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan
melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah.” Yaitu bilamana gunung,
walaupun keras, kasar dan tuli, akan tetapi kalau saja dia mendengar dan memahami Al-Qur'an
ini, kemudian mentadabburi kandungannya, pastilah dia akan tunduk dan bergetar karena
beratnya dan karena takutnya kepada Allah. (Nasib Ar-Rifa’i, Muhammad. Jilid IV hal. 660).
• Al-Qur'an memiliki kekuatan dan pengaruh yang luar biasa untuk melakukan perubahan.
Q.S. 13/31
• Sesungguhnya tidak ada hujjah dan mukjizat yang lebih efektif dan menyentuh penalaran
serta paling berpengaruh terhadap jiwa selain Al-Qur'an. (Nasib Ar-Rifa’i, Muhammad. 1989).
• Al-Qur'an ini adalah mukjizat Nabi Muhammad yang terbesar, karena di dalamnya penuh
berisi hikmah, petunjuk dan pengajaran untuk memperbaiki diri seseorang dan masyarakat
umumnya. Bangsa Arab yang masih biadab dan hidup dalam kacau balau dan bermusuh-
musuhan, bahkan berperang-perangan sesamanya, dalam masa kurang lebih 23 tahun saja,
mereka menjadi umat yang berperadaban tinggi dan hidup dalam kerukunan dan kedamaian,
menjadi satu umat yang kuat. Dan tak ada kitab bacaan mereka, selain daripada Al-Qur'an ini.
Sungguh pengaruh Al-Qur'an itu besar sekali untuk memperbaiki budi pekerti dan masyarakat
umumnya, bahkan untuk melahirkan umat yang telah mati menjadi umat yang hidup dan
berkemajuan tinggi, tetapi ini bagi orang-orang yang mau memperhatikan isinya dan mengambil
pelajaran daripadanya. (Yunus, Mahmud, Prof.Dr. 1985)
• Al-Qur'an adalah konsep kehidupan yang terbaik:
• Sebaik-baik dan sebenar-benar Hadits. Q.S. 39/23, 4/87.
• Sebaik-baik Qaul. Q.S. 41/33.
• Sebaik-baik Tafsir. Q.S. 25/33.
• Sebaik-baik Ta’wil. Q.S. 4/59.
• Sebaik-baik kisah. Q.S. 12/3.
ANCAMAN DAN AKIBAT ORANG YANG MENUTUP DIRI DAN BERPALING DARI AL-
QUR’AN
1. Allah akan mengunci mati hatinya. Q.S. 2/88
“Dan mereka berkata: “Hati kami tertutup.” Namun sebenarnya Allah telah melaknat
mereka karena kekafiran mereka, maka sedikit sekali mereka yang beriman.” Mereka
menceritakan ihwal keadaan hati mereka sendiri yang tertutup. Yakni, “hati kami sudah penuh
dengan berbagai ilmu pengetahuan sehingga tak lagi dapat memuat informasi yang ada padamu,
hai Muhammad”. Karena demikian penuhnya, maka seolah-olah hati itu ditutup dan dikunci
untuk menjaga segala isinya sehingga apapun yang kamu katakan tidak dapat menembusnya. Hal
itu senada dengan Firman Allah Ta’ala, “Mereka berkata: Hati kami dalam keadaan tertutupi dari
apa yang kamu serukan kepada kami.” (Q.S. 41/5). (Nasib Ar-rifa’i, Muhammad. 1989).
Sesungguhnya manusia lahir kebumi dalam keadaan bodoh tidak tahu apa-apa, lalu Allah
mengajarkan kepada bayi itu pengatahuan dan ilmu melalui kedua orang tuanya dan
lingkungannya. Dari itu pada hakekatnya Allah yang mengajari manusia, bukan ibu dan ayahnya
karena jika Allah menghilangkan panca indra dari manusia itu pastilah manusia itu tidak tahu
apa-apa dan selamanya bodoh.
Artinya :
Hai hambaku, kamu sekalian adalah sesat, kecuali mereka yang aku beri petunjuk padanya, maka
mintalah petunjuk kepadaku niscaya aku akan berikan petunjuk (H.R Muslim).
Dari hadis di atas jelaslah bahwa kita ini dulunya tersesat, maka jika ingin tidak tersesat maka
mintalah petunuj kepada Allah. Allah berfirman dalam Q.S Al-Qososh : 56.
Artinya :
Sesungguhnya kamu (Muhammad) tidak akan dapat memberi petunujuk kepada orang yang
kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendakinya, dan Allah lebih
mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.
Kesimpulan :
Hidayah adalah hak mutlak pemberian Allah dan manusia tidak mampu untuk memberi petunjuk
kepada seseorang walaupun itu nabi Muhammad kalau Allah tidak berkehendak memberi
petunjuk.
Q.S 2 ayat 42
Q.S 3 ayat 71
Q.S 2 ayat 159
Setiap pengetahuan yang kita dapatkan maka itu semua harus disampaikan walaupun terasa berat
bagi kita. Maka tidak patut seorang mubaligh/da`i meminta bayaran dari manusia karena
semuanya baik yang diajak maupun yang mengajak sama-sama menjalankan kewajiban.
Dalam mencari petunjuk/jalan yang harus akan dihadang oleh empat rintangan yaitu :
- Adat Istiadat [QS 5:104]
- Fir’aunisme [QS 15:44 / QS 45:23]
- Lingkungan [QS 6:116 /2:109 / 17:72 ]
- Sistem Hukum / Aturan / UU [QS 5:44-50]
Ibnu Faris berkata, “Huruf syin ()ش, raa ()ر, dan kaaf ()ك, adalah akar kata yang memiliki dua
makna asal. Pertama menunjukkan pada makna muqaranah (penyertaan, pembandingan) dan
lawan dari kesendirian. Dan yang kedua menunjukkan makna imtidad (perpanjangan) dan
istiqamah (kelurusan).
Dari makna yang pertama diambil kata Syarikah yaitu sesuatu yang ada (dimiliki) oleh dua
orang, tidak khusus bagi salah satunya. Dikatakan pula Syaraktu fulanan fi syai’ ( شاركت فالنا في
)الشيءapabila aku menjadi sekutu atau serikat baginya. Dan dikatakan Asyraktu fulanan ( أشركت
)فالناapabila aku menjadikannya sebagai sekutu bagimu.”
Ibnu Manzhur berkata, “Disebut Thariq Musytarak ( )طريق مشتركyaitu jalan yang seluruh
manusia memiliki kesamaan dalam hak untuk melewatinya. Dan disebut Isim Musytarak ( اسم
)مشتركuntuk kata yang memiliki kesamaan makna.”
Syaikh Sulaiman bin Abdillah Alu Syaikh berkata, “(Syirik adalah) menyerupakan makhluk
kepada Allah dalam kekhususan ilahiyah (sifat ketuhanan). Seperti dalam menguasai mudarat
dan manfaat, memberi dan menghalangi; yang sifat ini menjadikan doa, rasa takut, rasa harap,
tawakal dan seluruh macam ibadah bergantung hanya kepada Allah semata.”
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di berkata, “Hakikat syirik kepada Allah adalah; diibadahinya suatu
makhluk sebagaimana Allah diibadahi. Atau dia diagungkan sebagaimana Allah diagungkan.
Atau diserahkan untuknya sebagian dari kekhususan Rububiyyah maupun Ilahiyyah.”
Syaikh Muhammad Thahir bin Asyur berkata, “(Syirik adalah) menyekutukan selain Allah
kepada Allah dalam keyakinan yang berkaitan dengan ilahiyah (sifat ketuhanan) dan dalam hal
ibadah.”
Asy-Syaukani berkata, “Syirik adalah berdoa kepada selain Allah dalam perkara-perkara yang
menjadi kekhususan bagi-Nya, atau meyakini adanya kemampuan bagi selain Allah dalam
perkara yang hanya dimampui oleh Allah, atau mendekatkan diri kepada selain Allah dengan
sesuatu yang hanya boleh dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah.”
Dan masih banyak lagi keterangan para ulama tentang definisi syirik.
Secara ringkas bisa kita katakan bahwa syirik adalah menjadikan tandingan bagi Allah dalam
hak, otoritas dan kekhususan Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya tentang dosa yang paling besar, beliau
menjawabnya dengan dosa syirik dengan sabdanya,
َ َأَ ْن تَجْ َع َل هَّلِل ِ نِ ًّدا َوه َُو خَ لَق
ك
“Kamu menjadikan tandingan bagi Allah, padahal Dia yang telah menciptakanmu.” [HR. Al-
Bukhari no. 4477 dan HR. Muslim no. 86]
Hukum Syirik
Syirik adalah dosa besar yang paling besar. Maka jelas syirik merupakan perkara yang sangat
diharamkan dalam Islam.
“Dosa besar yang paling besar, adalah menyekutukan (sesuatu) kepada Allah.” [HR. Al-Bukhari
no. 6919. dan HR. Muslim no. 87]
Hanya saja perbuatan syirik itu bermacam-macam dan tidak berada pada tingkat keharaman yang
sama. Karena ada di antara perbuatan syirik yang bisa mengeluarkan pelakunya dari agama
Islam, dan ada yang tidak sampai mengeluarkan pelakunya dari agama Islam, meskipun
semuanya termasuk dosa besar, dan semuanya diharamkan Allah.
Allah berfirman,
“Katakanlah: Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun
yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar,
(mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah
untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.”
[QS. Al-A’raf: 33]
Macam-macam Syirik
Syirik terbagi menjadi beberapa macam sesuai dengan tinjauan pembagian syirik tersebut.
Ditinjau dari hak dan kekhususan Allah, maka syirik terbagi menjadi tiga:
1. Syirik dalam Rububiyah Allah
Yaitu menyekutukan makhluk kepada Allah pada kekhususan sifat Rububiyah Allah, atau
mengingkari sebagian dari sifat Rububiyah Allah.
Contohnya:
Seperti kesyirikan para penyembah bintang yang menganggap atau meyakini bahwa bintang-
bintang itu memiliki andil dalam pengaturan alam semesta. Kesyirikan orang-orang Majusi yang
menyandarkan berbagai kejadian baik kepada (tuhan) cahaya, dan menyandarkan berbagai
kejadian buruk kepada (tuhan) kegelapan. Kesyirikan orang-orang Nasrani yang menganggap
ada tiga tuhan.
Atau seperti kesyirikan Firaun yang mengingkari keberadaan Allah dan menjadikan dirinya
sebagai tuhan. Juga seperti kesyirikan orang-orang ahli filsafat yang menganggap bahwa alam
semesta ini ada semenjak dahulu kala dan tidak diawali dengan ketiadaan dan bahwa perkara-
perkara yang baru di alam semesta ini seluruhnya hanya kembali kepada hukum sebab dan akibat
saja tanpa ada yang menjadikannya atau mengaturnya.
2. Syirik dalam Asma (nama-nama) dan Sifat-sifat Allah
Yaitu menyerupakan Allah Sang pencipta dengan makhluk. Seperti orang yang mengatakan
bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang menyerupai sifat makhluk; tangan-Nya seperti tangan
makhluk, pendengaran-Nya seperti pendengaran makhluk, penglihatan-Nya seperti penglihatan
makhluk, dan lain sebagainya.
Atau mengambil dari nama-nama Allah untuk diberikan kepada sesembahan-sesembahan yang
batil. Seperti kesyirikan orang-orang musyrik yang menamai tuhan mereka dengan nama Laata
atau Uzza, yang keduanya diambil dari nama Al-Ilah dan Al-Aziz.
Contohnya: Berdoa kepada selain Allah, isti’anah (memohon pertolongan) kepada selain Allah,
istighatsah (memohon dihilangkan kesusahan) kepada selain Allah, isti’adzah (memohon
perlindungan), takut atau harap kepada selain Allah, tawakal kepada selian Allah, dan lain
sebagainya di antara macam-macam ibadah yang ditujukan kepada selain Allah.
Adapun bila ditinjau dari konsekuensi hukumnya, maka syirik terbagi menjadi dua:
1. Syirik besar
Yaitu perbuatan syirik yang menjadikan pelakunya kafir keluar dari agama Islam, dan
mengakibatkan dia kekal selama-lamanya di dalam neraka.
Termasuk kategori syirik besar adalah meyakini ada pencipta selain Allah, atau pengatur selain
Allah, atau meyakini ada yang mengetahui ilmu ghaib selain Allah, dan lain sebagainya yang ini
termasuk dalam bagian syirik dalam hal Rububiyah dan Asma wa Sifat Allah.
Juga termasuk dalam syirik besar adalah menjadikan tandingan bagi Allah dalam perbuatan
ibadah, yang ini merupakan bagian dari syirik dalam Uluhiyah Allah.
2. Syirik kecil
Yaitu perbuatan syirik yang tidak menjadikan pelakunya keluar dari agama Islam, dan tidak
mengakibatkan dia kekal di dalam neraka.
Dan para ulama mendefinisikan syirik kecil dengan: segala sesuatu yang dinamakan oleh syariat
ini sebagai syirik atau yang semakna dengan kesyirikan, sedangkan dia merupakan wasilah
(perantara) kepada syirik besar.
Contoh-contoh perbuatan yang termasuk syirik kecil antara lain: bersumpah dengan selain nama
Allah, perbuatan riya yang sedikit, menganggap sesuatu sebagai sebab padahal Allah tidak
menjadikannya sebagai sebab seperti dalam masalah penggunaan jimat, dan lain sebagainya.
Syirik kecil ini meskipun nilai keburukannya lebih ringan bila dibandingkan dengan syirik besar,
namun sesungguhnya syirik kecil ini lebih besar dari dosa-dosa besar (Kabair).
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia akan mengampuni dosa yang
selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki.” [QS. An-Nisa: 48]
Maka orang yang mati dengan membawa dosa syirik karena tidak bertobat darinya, dialah yang
tidak akan mendapat ampunan.
“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah
mereka kerjakan.” [QS. Al-An’am: 88]
ار
ٍ صَ إِنَّهُ َمن يُ ْش ِر ْك بِاهَّلل ِ فَقَ ْد َح َّر َم هَّللا ُ َعلَ ْي ِه ْال َجنَّةَ َو َمأْ َواهُ النَّا ُر َو َما لِلظَّالِ ِمينَ ِم ْن أَن
“Sesungguhnya orang yang menyekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah
mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang
zalim itu seorang penolong pun.” [QS. Al-Maidah: 72]
َالَّ ِذينَ آ َمنُوا َولَ ْم َي ْلبِسُوا إِي َمانَهُم بِظُ ْل ٍم أُو ٰلَئِكَ لَهُ ُم اأْل َ ْمنُ َوهُم ُّم ْهتَ ُدون
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman
(syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang
mendapat petunjuk.” [QS. Al-An’am: 82.]
ك لَظُ ْل ٌم َع ِظي ٌم َّ ََوإِ ْذ قَا َل لُ ْق َمانُ اِل ْبنِ ِه َوهُ َو يَ ِعظُهُ يَا بُن
َ ْي اَل تُ ْش ِر ْك ِباهَّلل ِ إِ َّن ال ِّشر
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: Hai anakku, janganlah kamu menyekutukan Allah, sesungguhnya menyekutukan
(Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” [QS. Luqman: 13]
َب هَّللا ُ َمثَاًل َّر ُجاًل فِي ِه ُش َركَا ُء ُمتَشَا ِكسُونَ َو َر ُجاًل َسلَ ًما لِّ َر ُج ٍل هَلْ يَ ْست َِويَا ِن َمثَاًل ْال َح ْم ُد هَّلِل ِ بَلْ أَ ْكثَ ُرهُ ْم اَل يَ ْعلَ ُمون
َ ض َر
َ
“Allah membuat perumpamaan (yaitu) seorang laki-laki (budak) yang dimiliki oleh beberapa
orang yang berserikat padanya yang mereka dalam perselisihan, dan seorang budak yang menjadi
milik penuh dari seorang laki-laki (saja); Adakah kedua budak itu sama halnya? Segala puji bagi
Allah tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” [QS. Az-Zumar: 29]
Maknanya, bahwa perumpamaan orang musyrik yang menyembah tuhan yang banyak bagaikan
seorang budak yang dimiliki oleh banyak orang yang saling berselisih karena buruknya akhlak
mereka. Maka diri budak ini pun terbagi-bagi; karena setiap tuannya menuntut sesuatu darinya
yang berbeda dari tuannya yang lain. Sehingga budak ini pun kebingungan, mana yang harus dia
taati dari tuan-tuan yang banyak itu. [Tafsir Al-Wasith, Sayyid Thanthawi]
معرفة اإليمان
AL IMAN
MUQODDIMAH
Memahami hakekat iman adalah sangatlah penting, karena salah dalam memahaminya
maka akan berakibat fatal dalam kehidupan dunia terlebih kehidupan akhirat yang tidak lagi
bermanfaat harta dan keturunan kecuali orang yang menghadap Allah dengan Qolbun Salim.
Pembahasan ini berkaitan dengan iman, yaitu: pengertian, bertambah dan berkurangnya,
serta tingkatan-tingkatan iman.
Iman itu bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan maksiat, dan ia itu memiliki
cabang-cabang (amal) seperti yang dikabarkan oleh Rasululah صلى هللا عليه وسلم:
“Iman itu ada 77 cabang, yang tertinggi adalah ucapan laa ilaha illAllah, dan yang
terendah adalah menyingkirkan rintangan dari jalanan.”
SECARA LUGHOWI
Kata iman berasal dari kata “ ”أمنyang berarti ketenangan dan keyakinan hati serta tidak
adanya ketakutan.
Kata kerja dari Tsulatsi Mazid dari kata أمنadalah
نمؤي – نمآ
Dimana jika menjadi Fi’il Muta’addi (kata kerja yang membutuhkan objek) dengan
huruf “ ”بdan huruf “ ”لseperti dalam ayat-ayat di bawah ini:
-> “dan kamu sekali-kali tidak akan percaya kepada Kami, Sekalipun Kami adalah orang-orang
yang benar.”(Yusuf: 17)
-> “Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu...” (Al-Baqoroh: 75)
Dan jika menjadi Fi’il Muta’addi dengan sendirinya (tanpa tambahan huruf lain) maka
akan berarti mendapatkan ketenangan (ithmi’nan) sebagai lawan dari ketakutan dan kegelisahan,
dimana makna ini sama dengan makna yang dimiliki dalam kata kerja Tsulatsi Mujarrad.Jika
dimaknai dalam terminologi suatu istilah tersendiri maka dikatakan ’Al iimaanu
attashdiyqu’Iman adalah membenarkan (Kasyifatussajah)
SECARA ‘URFUN
Definisi iman dapat kita lihat pada hadist berikut:
“Umar bin Khaththab radhiyAllahu anhu berkata:
..Kemudian ia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang Iman”. Nabi menjawab,
”Iman adalah, engkau beriman kepada Allah; malaikat-Nya; kitab-kitab-Nya; para Rasul-Nya;
hari Akhir, dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk,” ia berkata, “Engkau
benar.” Dia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang Ihsan”. Nabi صلى هللا عليه وسلم
menjawab,”Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya.
Kalaupun engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.” Lelaki itu berkata lagi:
“Beritahukan kepadaku kapan terjadi Kiamat?” Nabi menjawab,”Yang ditanya tidaklah lebih
tahu daripada yang bertanya.” Dia pun bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang tanda-
tandanya!” Nabi menjawab,”Jika seorang budak wanita telah melahirkan tuannya; jika engkau
melihat orang yang bertelanjang kaki, tanpa memakai baju (miskin papa) serta pengembala
kambing telah saling berlomba dalam mendirikan bangunan megah yang menjulang tinggi.”
Kemudian lelaki tersebut segera pergi. Aku pun terdiam, sehingga Nabi bertanya kepadaku:
“Wahai,Umar! Tahukah engkau, siapa yang bertanya tadi?” Aku menjawab,”Allah dan RasulNya
lebih mengetahui,” Beliau bersabda,”Dia adalah Jibril yang mengajarkan kalian tentang agama
kalian.” [HR Muslim, no. 8]
Inilah pokok-pokok Aqidah Islamiyah yang shohih, apabila menyelisihi atau
mengingkari salah satunya saja maka dia sesat bahkan kufur karena telah mengingkari Al-Qur’an
dan As-Sunnah.
SECARA ISTILAHAl Imam Abu Bakr Al Aajurry rahimahullah (w. 360 H) berkata;
“Ketahuilah, semoga Allah merahmati kita; Yang menjadi pegangan ulama muslimin
adalah bahwa keimanan itu wajib atas setiap makhluk. Yaitu membenarkan dengan hati,
mengakui dengan lisan dan mengamalkan dengan anggota badan. Kemudian ketahuilah bahwa
pengenalan dengan hati dan pembenaran tidak mencukupi (tidak sah) kecuali apabila disertai
dengan keimanan dengan lisan yaitu mengucapkan (syahadatain). Dan pengenalan hati serta
pengucapan lisan tidak mencukupi (tidak sah) sampai diiringi dengan perbuatan/amalan anggota
badan. Kapan ketiga bagian ini terpenuhi maka dia orang beriman. Dalil akan hal ini Al Kitab
dan As-Sunnah dan ucapan ulama muslimin.” Asy-Syari’ah (2/611) cetakan kedua 1420 H, Daar
Al Wathan.
Dengan kata lain Iman adalah membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan
mengamalkan dengan perbuatan.
SECARA MA’ANI
Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum
beriman, tapi katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan
jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala
amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
Penjelasan QS Al Hujurat: 14:
”Orang-orang badui tidak beriman melainkan hanya perkataan lahiriah saja. Iman
memiliki kedudukan lebih tinggi dari Islam Seseorang yang sekedar tunduk dengan perintah
namun hatinya masih ogah-ogahan dalam beramal maka imannya belum sempurna.
Sedangkan keimanan tidak sekedar dzohir seseorang tapi disertai kemantapan dalam
hati.
QS. At Taubah: 124
Dan apabila diturunkan suatu-surat, maka di antara mereka (orang-orang munafiq) ada yang
berkata: “Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini?”
Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa
gembira. (At-Taubah: 124)
Jika ditemukan kata iman atau islam dalam suatu ayat maka Iman atau Islam di dalil itu
bermakna sama, Islam sekaligus Iman. Namun jika disebutkan bersamaan dalam 1 ayat, maka
maknanya berbeda sebagaimana makna Islam dan Iman dijelaskan seperti di atas.
Dalam QS. Al hujurat: 14, disebutkan bahwa Iman lebih tinggi dari Islam. Sedangkan
seluruh kemaksiyatan adalah mengurangi keimanan, Al-Imam Muslim di dalam Shohihnya
membuat bab khusus yaitu “Bab Penjelasan berkurangnya iman dengan maksiyat
...” kemudian beliau membawakan hadits dari Abu Huroiroh عنه هلال رضي, bahwa Rosululloh
صلى
وسلم عليه هلالbersabda:
“Tidaklah berzina seorang pezina ketika dia berzina dalam keadaan beriman, tidaklah
mencuri seorang pencuri ketika dia mencuri dalam keadaan beriman, dan tidaklah meminum
khomer seorang peminum ketika dia meminumnya dalam keadaan beriman”
(Diriwayatkan juga oleh Al-Bukhori no.5578)
Al-Imam An-Nawawi (w.676 H) –rohimahulloh– berkata, ‘Hadits ini termasuk hadits
yang diperselisihkan oleh para ulama tentang maknanya, maka pendapat yang shohih adalah
pendapat yang dikatakan oleh para ahli tahqiq bahwa maknanya : tidaklah seseorang melakukan
maksiyat-maksiyat ini dalam keadaan sempurna keimanannya, ini termasuk lafadz-lafadz yang
dimutlakkan atas peniadaan sesuatu dan yang dimaksud adalah peniadaan kesempurnaannya dan
terpilihnya’ (Shohih Muslim bi Syarh An-Nawawi, I/319 Darul Hadits – Kairo)
Pada materi ini kita menerangkan iman secara ma’nawi itu mencakup apa saja jika iman
berdiri sendiri dalam suatu dalil yang mustahil jika tidak diketahui seorang Muslim atas
kewajibannya (ma’lum minaddien bid dharuroh).
Kita perlu tau bahwa kitab-kitab terdahulu dinasakh dengan turunnya Al-Qur’an: Dan
Kami telah turunkan kepadamu al-Qur'an dengan membawa kebenaran,
membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu
ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang
Allah SWT turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan
kebenaran yang telah datang kepadamu... (QS. Al-Maidah: 48)
Rasulullah صلى هللا عليه وسلمcuma di kasi mandat untuk menjelaskan Al Qur’an Allah SWT
menurunkannya sebagai penjelas bagi segala sesuatu, petunjuk dan rahmat bagi
semesta alam. Ia adalah kitab paling utama. Malaikat paling utama, Jibril a.s turun
dengannya kepada makhluk paling utama yaitu Muhammad صلى هللا عليه وسلم, kepada umat paling
utama yang dikeluarkan untuk manusia, dengan bahasa paling utama dan paling fasih, yaitu
bahasa Arab yang jelas.
keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al
Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka
dan supaya mereka memikirkan, (QS. An Nahl:44)
Setiap orang wajib beriman dengannya, mengamalkan hukum-hukum-Nya, beradab
dengan adab-adabnya. Allah SWT tidak menerima amal ibadah dengan selainnya setelah
turunnya (al-Qur`an) yang Allah SWT memberi jaminan terpeliharanya.
Maka, ia terpelihara dari penyimpangan dan perubahan, dan dari tambahan dan
kekurangan. Firman Allah SWT:
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-
benar memeliharanya. (QS. Al-Hijr: 9)
Tantangan Allah akan kebenaran Qur’an:
Katakanlah! ‘Andai kata seluruh manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa
Alquran ini, pasti mereka semua tidak dapat membuat yang serupa dengan dia, walaupun mereka
saling tolong-menolong.” (QS. Al-Isra [17]:88)
Rasul, yaitu orang yang diberi wahyu oleh Allah SWT dengan syari'at dan diperintah-
Nya untuk menyampaikan syari'at itu kepada orang yang tidak mengetahuinya atau orang yang
mengetahui tentang syari’at itu tetapi tidak mau melaksanakannya. Nabi, yaitu orang yang diberi
wahyu oleh Allah SWT dengan syari'at yang terdahulu untuk memberi tahu kepada orang-orang
yang berada di sekitarnya dari para penganut syari'at tersebut dan memperbaharuinya. Setiap
Rasul adalah Nabi tapi tidak sebaliknya.
Secara lisan, maka kita wajib untuk membenarkan dengan lisan adanya para nabi dan
rasul secara global maupun secara khusus yang Allah dan rasul-Nya sebutkan, dan secara khusus
kepada nabi muhammad صلى هللا عليه وسلم, kita mengikrarkannya lewat syahadat Rasul.
b. Terpelihara dari kesalahan pada apa-apa yang mereka sampaikan kepada manusia yaitu aqidah
dan hukum. Jika mereka keliru maka Allah SWT yang meluruskan mereka
kepada yang haq dan benar. QS. 53: 1-5
e. Sesungguhnya mereka diberi pilihan di antara dunia dan akhirat saat akan meninggal dunia.
Dari 'Aisyah r.a, ia berkata, "Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Tidak ada
seorang nabi yang sakit kecuali diberi pilihan antara dunia dan akhirat." [HR. al-Bukhari
no 4586 dan ini lafazhnya, dan Muslim no. 2444]
i. Istri-istri mereka tidak boleh dikawini setelah mereka. (QS Al Ahzab: 53)
Ketiga: Al-Masyii-ah (Kehendak) bahwa apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi dan apa
yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi. Mengimani masyiiah (kehendak) Allah
Subhanahu wa Ta’ala yang pasti terlaksana dan qudrah (kekuasaan) Allah Subhanahu wa Ta’ala
yang meliputi segala sesuatu.
2. Manusia tidak boleh beralasan dengan taqdir atas kemaksiatan dan kekafiran yang
dilakukannya, sebab mengakibatkan seseorang meninggalkan kewajiban, atau
melakukan apa yang diharamkan, karena Allah جل جاللهmenyuruh berbuat taat dan
meninggalkan maksiat, menyuruh bekerja dan melarang berpegang kepada taqdir.
Sekalipun Allah جل جاللهyang telah menciptakannya dan tidak menyukainya, namun
sesungguhnya hal itu membawa kepada sesuatu yang Dia cintai, sebagaimana Dia telah
menciptakan syetan.
Maka kita redha dengan apa yang telah diciptakan oleh Allah جل جالله. Oleh karenanya,
suatu perkara, disukai dari satu sisi dan dibenci dari sisi yang lain, seperti obat yang tidak
disukai, dia zat yang dibenci, akan tetapi membawa ke pada hal yang disukai.
Sikap kita semestinya melaksanakan apa yang disukai dan diridhai, bukan ridha dengan segala
yang terjadi dan terwujud.
Jika taqdir yang telah terjadi boleh menjadi hujjah bagi seseorang, tentu Allah جل جالله
tidak menyiksa orang-orang yang mendustakan para Rasul, seperti kaum nabi Nuh جل جالله,
kaum 'Aad, kaum Tsamud, dan semisal mereka, dan tentu Allah جل جاللهtidak memerintahkan
untuk menegakkan hukum kepada orang-orang yang melakukan pelanggaran.
Seandainya Taqdir sebagai hujjah bagi pelaku maksiat, maka akan menghapuskan
kebolehan mencela dan menghukum manusia (yang berbuat buruk).
Sehingga seseorang tidak boleh mencela dan menghukum orang yang melakukan aniaya
terhadap dirinya, dan tidak pula boleh membedakan di antara orang yang melakukan perbuatan
baik atau perbuatan jahat. Dan ini jelas merupakan pendapat yang batil.
Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak
meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu
kesyukuranmu itu; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian
kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan dalam (dada)mu. (QS. Az
Zumar:7)
Sesuatu yang telah ditaqdirkan oleh Allah جل جاللهbagi para hamba, berupa kebaikan
atau keburukan, tergantung pada sebab-sebabnya. Suatu kebaikan memiliki sebab-sebabnya yaitu
keimanan dan ketaatan, dan bagi keburukan ada sebab-sebabnya, yaitu kufur dan maksiat.
Dan seorang hamba tidak bisa mencapai ketentuan Allah جل جاللهyang telah ditaqdirkan
baginya, baik berupa keberuntungan atau kecelakaan, kecuali setelah menjalani sebab-sebab
yang telah dilakukannya dengan ikhtiar yang telah diberikan Allah جل جاللهkepadanya.
Oleh karenanya, untuk memasuki surga ada sebab-sebabnya dan untuk memasuki neraka
ada sebab-sebabnya.
Firman Allah جل جالله:
"Orang-orang yang mempersekutukan Tuhan, akan mengatakan: "Jika Allah menghendaki,
niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami
mengharamkan barang sesuatu apapun." demikian pulalah orang-orang sebelum mereka Telah
mendustakan (para rasul) sampai mereka merasakan siksaan kami. Katakanlah: “Adakah kamu
mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga dapat kamu mengemukakannya kepada kami?" kamu
tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kamu tidak lain hanyalah berdusta". QS. Al-
An'aam:148
Firman Allah جل جالله:
"Dan taatilah Allah dan rasul, supaya kamu diberi rahmat". QS. Ali 'Imraan: 132
Dari Ali bin Abi Thalib ra, sesungguhnya Rasulullah صلى هللا عليه وسلمbersabda:
"Tidak ada satu jiwapun darimu kecuali telah diketahui tempatnya, surga atau neraka.'
Mereka bertanya: "Wahai Rasulullah, kenapa kita mesti beramal?". Tidakkah kita berserah diri
tanpa beramal?. Beliau menjawab: 'Tidak, beramAllah, sebab setiap orang dimudahkan untuk
sesuatu yang ia diciptakan untuknya. Kemudian Rasulullah صلى هللا عليه وسلمmembaca:"Adapun
orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, 6. Dan membenarkan adanya
pahala yang terbaik (syurga), 7. Maka kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.
8. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, 9. Serta mendustakan pahala
terbaik, 10. Maka kelak kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar". QS. Al-Lail: 5-10
Beriman kepada Qadar: membuahkan ketenangan jiwa dan ridha dengan apa yang
ditaqdirkan Allah. Dan apabila hal itu terealisasikan dalam kehidupan seorang muslim, tentu ia
berhak masuk surga, dan hal itu tidak sempurna kecuali dengan taat kepada Allah dan rasul-Nya.
KESIMPULAN
Jadi, Iman itu mencakup tiga hal:
1. Keyakinan dengan hati.
2. Pengucapan dengan lisan.
3. Pengamalan dengan anggota badan
Tidak cukup dengan salah satunya saja dan bukan berarti “perbuatan adalah syarat sah
keimanan” atau berarti seseorang yang mengucapkan syahadat tidak diterima keislamannya
alias masih kafir sampai dia beramal.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam Al Fatawa (7/616) mengatakan;
“Dan mustahil seseorang beriman dengan keimanan yang terdapat di dalam hatinya bahwa Allah
mewajibkan atasnya mengerjakan shalat, menunaikan zakat, berpuasa dan haji kemudian dia
hidup sepanjang usianya namun tidak sujud kepada Allah walau sekali, tidak puasa Ramadhan,
tidak menunaikan zakat, tidak pergi haji ke Baitullah. Ini mustahil bahkan tidak terbayangkan
ada yang seperti ini kecuali terdapat padanya kemunafikan di dalam hati dan kezindikan, dan
kekosongan (hati) dari iman yang shahih.”
Maka, aqidah siapakah yang mengatakan orang yang tidak beramal sama sekali dengan
anggota badan tetap dianggap muslim selagi masih mengakui kewajiban-kewajibannya?
Al Imam Ishaq bin Rahawaih rahimahullah (w. 238 H) berkata;
“Murji’ah telah kelewatan sampai-sampai diantara ucapan mereka bahwa suatu kaum
mengatakan barangsiapa meninggalkan shalat yang wajib, puasa Ramadhan, zakat dan haji serta
semua kewajiban-kewajiban tanpa mengingkari kewajibannya; Kami tidak mengkafirkannya.
Urusannya dikembalikan kepada Allah, karena dia mengakui (wajibnya). Mereka ini adalah
orang-orang yang tidak diragukan!”Ibnu Rajab (w. 736 H) berkata; “Bahwa merekalah
Murji’ah!” Fathul Bari, Syarh Shahih Al Bukhari libni Rajab Al Hanbali (1/21)
Selain itu dari kelima tingkatan iman yang harus diusahakan oleh orang awam seperti
kita adalah tingkatan pertama dan kedua. Jika kita memang mampu, maka harus belajar dengan
sungguh-sungguh, jangan hanya setengah-setengah. Namun jika kita memang tidak mampu
menjadi orang alim, maka hendaknya kita bertaqlid (ikut) pada ajaran-ajaran para ulama’ yang
berpegang pada manhaj salaf (imam madzhab). Jangan sampai karena kebodohan kita justeru
menjerumuskan anak turun kita maupun orang lain kepada jurang kekeliruan.
Dari Abu Sa’id Al Khudri radiAllahuanhu berkata: Saya mendengar Rasulullah صلى هللا
عليه وسلمbersabda:
Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu
maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal
tersebut adalah selemah-lemahnya iman. (Riwayat Muslim). La'allashowab, marji' dhomir pada
"fabiqolbihi" artinya wajib inkar dengan hatinya.
Kandungan Hadist:
1. Menentang pelaku kebatilan dan menolak kemunkaran adalah kewajiban yang dituntut dalam
ajaran Islam atas setiap muslim sesuai kemampuan dan kekuatannya.
2. Ridha terhadap kemaksiatan termasuk di antara dosa-dosa besar.
3. Sabar menanggung kesulitan dan amar ma’ruf nahi munkar.
4. Amal merupakan buah dari iman, maka menyingkirkan kemunkaran juga merupakan buahnya
keimanan.
5. Mengingkari dengan hati diwajibkan kepada setiap muslim, sedangkan pengingkaran dengan
tangan dan lisan berdasarkan kemampuannya.
Semoga dengan uraian ini bisa mengoreksi kembali pemahaman yang terlanjur
membenarkan pendapat yang salah agar dapat kembali kepada akidah yang benar tentang hakikat
iman. Amin- Jami'ul ‘Ulumi wal Hikami:
- Al Taisir Syarh Jami’ish Shoghir:
SOAL UJI PEMAHAMAN
Jelaskan defenisi iman!
Jelaskan contoh penerapan Rukun Iman!
Apa perbedaan Iman dan Islam?
Sebutkan pembagian imam secara umum?
TAMBAHAN
TINGKATAN IMAN
1. Iman Taqlid, yaitu kemantapan seorang hamba pada apa yang diucapkan oleh orang
alim dengan tanpa mengenal dalil asli (karena kurangnya kemampuan untuk menggali sendiri
dalil yang ada yakni Al-Qur’an dan Al-Hadist). Tingkat keimanan seperti ini dianggap sudah
benar, namun bagi orang yang memang mampu mempelajari dalil-dalil yang ada sedang ia tidak
mau mempelajari dalil tersebut maka ia adalah orang yang berbuat maksiat.
2. Imanul Alim, yaitu orang yang mengetahui dasar-dasar dalil (aqidah) secara menyeluruh. Oran
g yang seperti ini mampu menguasai dasar agama baik dari Al-qur’an
3. Imanul Muroqobah, yakni keimanan seseorang yang mengenal Allah dengan senantiasa
mendekatkan hati mereka. Tidak pernah melupakan Allah SWT dalam hati mereka walaupun
hanya sekejap dan seolah-olah melihat Allah dimanapun ia berada. Tingkatan seperti ini dikenal
dengan maqom Ainul Yakin (melihat kekuasaan Allah dengan penuh keyakinan)
4. Imanul Haq, yakni melihat Allah dengan penglihatan hatinya. Melihat Allah dengan apa yang
ada disekelilingnya. Ini adalah maqom musyahadah atau dikenal sebagai maqom Haqqul Yakin.
Orang yang mencapai maqom ini tidak akan melihat pada makhluq, karena pandangan mereka
sudah terhalang dari keadaan makhluq tersebut.
5. Maqom Hakikat, yakni tingkatan fana’/selalu dengan Allah. Ini adalah tingkatan orang
yang selalu terpaut cinta mereka terhadap Allah SWT. Ia tidak pernah melihat kecuali
kepada Allah. Ia bagaikan orang yang tenggelam di lautan dan tidak bisa melihat selain pada
Allah SWT. (Syarh Kasyifah-As Saja , Syekh Abu Abdil Mu’thi Muhammad Al-Jawi, ..., hlm :
8.)
Kami tidak cenderung dalam hal ancaman Allah, tidak kepada Murji’ah dan tidak pula
kepada Khawarij, sebagaimana dalam hal nama-nama Al Iman dan Ad Dien. Kami tidak
cenderung kepada Haruriyyah dan Mu’tazillah, dan tidak pula kepada Murji’ah dan Jahmiyyah.
Dan di antara buah-buah masalah ini; berupaya keras di atas ketaatan dan bersegera
melakukan amal shalih serta berlomba-lomba menuju kebaikan agar iman kita selalu bertambah
dengan disertai selalu menjaga dan melindungi ashlul iman, karena ia adalah modal ikatan
keselamatan yang paling kokoh.
Adapun dalil-dalil yang penulis bawakan dalam mendukung pendapatnya menurut kami
bersumber dari kelemahannya dalam membahas persoalan ini. Karena seperti misalnya kisah
Nabi yang menawarkan syahadat kepada pamannya, begitu pula kisah islamnya Raja Najasyi,
dan saya tambahkan disini seperti kisah Usamah bin Zaid yang membunuh orang yang
mengucapkan syahadat kemudian Nabi mengingkarinya padahal dia belum beramal dan kisah
Nabi yang menawarkan kepada anak Yahudi agar masuk Islam saat diperkirakan anak ini
sebentar lagi wafat Kisah-kisah ini semua dan yang semisal dengannya sama sekali bukan dalil
yang menguatkan pendapat penulis bahwa keimanan cukup dengan pengakuan dan lisan karena
dia diluar topik persoalan. Kisah-kisah itu semua berbicara tentang orang yang tidak sempat
beramal selain mengucapkan syahadatain.
Dan orang yang tidak sempat beramal selain syahadatain kemudian mati, maka dia
muslim. Sedangkan yang dibahas dalam persoalan ini adalah tentang orang yang mengucapkan
syahadat dan punya kesempatan untuk beramal, namun dia memilih tidak beramal hingga
kematian merengutnya. Apakah iman orang seperti ini sah? Berdasarkan uraian yang telah lalu,
Ahlussunnah wal Jama’ah menilai orang ini tidak beriman disisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
WAllahua’lam.
2. Menolak taqdir yang telah terjadi dengan sesuatu yang ditaqdirkan bisa mengangkat dan
menghilangkannya, seperti menolak taqdir sakit dengan taqdir berobat, menolak taqdir dosa
dengan taqdir bertaubat, menolak taqdir berbuat jahat dengan taqdir berbuat baik dan seterusnya.
3. Perbuatan baik dan buruk yang muncul dari hamba tidak menafikan penyandarannya kepada
Allah جل جاللهdalam menciptakan dan mengadakan. Allah جل جاللهmenciptakan segala sesuatu,
yaitu menciptakan manusia dan perbuatannya. Namun, adanya kehendak Allah ( جل جاللهpada
sesuatu) bukan sebagai bukti atas keridhaan-Nya.
Kekafiran, perbuatan maksiat, dan kerusakan terjadi dengan kehendak Allah جل جالله,
akan tetapi Allah جل جاللهtidak menyukainya, tidak meridhainya, dan tidak pula
memerintahkannya. Bahkan, Dia membenci dan melarangnya. Keadaan bahwa sesuatu hal
dibenci dan tidak diredhai tidak mengeluarkannya dari kehendak Allah جل جاللهyang meliputi
penciptaan semua makhluk.
Segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah جل جاللهmengadung hikmah sesuai dengan
apa yang diatur-Nya pada kerajaan dan ciptaan-Nya جل جالله.
معرفة الجماعة
“Ketahuilah sesungguhnya umat sebelum kalian dari Ahli Kitab berpecah belah menjadi
72 golongan, dan umatku ini akan berpecah belah menjadi 73 golongan. 72 golongan di neraka,
dan 1 golongan di surga. Merekalah Al Jama’ah” (HR. Abu Daud 4597, dihasankan Al Albani
dalam Shahih Abi Daud)
dalam riwayat lain ditambahkan Sahabat-sahabat yang mendengar ucapan ini bertanya:
“Siapakah yang satu itu Ya Rasulullah?
”Nabi menjawab: ” Yang satu itu ialah orang yang berpegang sebagai peganganku dan
pegangan sahabat-sahabatku.” HR Imam Tirmizi.
1. Pengertian jamaah
1.1 secara bahasa
al-jamaah secara bahasa berarti kumpulan atau perhimpunan
Bahkan ada Nabi Allah yang tidak memiliki pengikut, ada yang hanya satu orang, ada
pula yang hanya sekelompok orang. Andai yang sedikit itu pasti sesat, apakah mereka tidak
memiliki pengikut atau menjadi minoritas karena mengajarkan kesesatan? Rasulullah
ShallAllahu’alaihi Wasallam bersabda:
والنبي ومعه الرجل، فرأيت النبي ومعه الرهط، “عرضت عل ّي األمم:حدثنا ابن عباس عن النبي صلى هللا عليه وسلم أنه قال
والنبي وليس معه أحد،والرجالن
“Diperlihatkan kepadaku umat manusia seluruhnya. Maka akupun melihat ada Nabi yang
memiliki pengikut sekelompok kecil manusia. Dan ada Nabi yang memiliki pengikut dua orang.
Ada Nabi yang tidak memiliki pengikut” (HR. Bukhari 5705, 5752, Muslim, 220)
Nabi ShallAllahu’alaihi Wasallam juga bersabda bahwa Islam itu awalnya asing, dan
akan kembali menjadi asing kelak. Dan beliau memuji orang-orang yang masih mengamalkan
ajaran Islam ketika itu. Rasulullah ShallAllahu’alaihi Wasallam bersabda:
فطوبى للغرباء.بدأ اإلسالم غريبا وسيعود كما بدأ غريبا
“Islam pada awalnya asing dan akan kembali asing kelak sebagaimana awalnya. Maka pohon
tuba di surga bagi orang-orang yang asing” (HR. Muslim no.145)
Nah, apakah Islam itu asing ketika mayoritas manusia mengamalkan ajaran Islam?
Bahkan yang minoritas ketika itu adalah yang dipuji oleh Nabi ShallAllahu’alaihi Wasallam.
I’tishom artinya menetapi sesuatu dan berpengang teguh dengannya. Hablullah (tali
Allah) adalah segala sesuatu yang menghantarkan pada keridhaanNya, menghantarkan pada
pahala, dan menghantarkan pada surgaNya.
Tamassuk artinya memegang sesuatu secara erat dengan segala kekuatan yang dimiliki.
Ini adalah perintah dari Allah untuk berpengang dengan syariatNya dengan segala daya dan
kekuatan yang dimiliki.
Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan pada ujung ayat ini, “mereka itulah orang-orang
yang beruntung“. Siapakah orang yang menang itu? Sifat mereka disebutkan bahwa apabila
diseru kepada Allah dan kepada Rasul-Nya shallAllahu ‘alaihi wa sallam, mereka berkata َس ِم ْعنَا
‘ َوأَطَ ْعنَاKami mendengar, dan kami patuh’.
Maka kemenangan di dunia dan akhirat, jalannya adalah mendengar dan taat kepada
Allah dan Rasul-Nya shallAllahu ‘alaihi wa sallam.
Keutamaan yang kedua adalah bahwa mendengar dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya
shallAllahu ‘alaihi wa sallam merupakan sebab mendapatkan kesuksesan, kemenangan di dunia
dan di akhirat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan
bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (QS. An-
Nur [24]: 52)
Keutamaan yang ketiga adalah bahwa mendengar dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya
shallAllahu ‘alaihi wa sallam merupakan sebab mendapatkan rahmat Allah subhanahu wa ta’ala
di dunia dan di akhirat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (QS. Ali-Imran [3]: 132)
Hal ini menunjukkan bahwa taat kepada Allah dan Rasul-Nya shallAllahu ‘alaihi wa
sallam merupakan sebab mendapatkan rahmat Allah subhanahu wa ta’ala. Dan kita semua
membutuhkan hal ini. Maka hendaknya kita semua selalu berusaha untuk taat kepada Allah dan
Rasul-Nya shallAllahu ‘alaihi wa sallam.
Keutamaan yang keempat adalah bahwa mendengar dan taat kepada Allah dan Rasul-
Nya shallAllahu ‘alaihi wa sallam merupakan sebab berteman dan hidup bersama orang-orang
shalih di dunia dan di akhirat. Tentu ini sebuah keutamaan yang sangat besar. Bisa berteman
dengan orang-orang yang shalih. Karena hanya orang-orang yang shalih lah yang sabar
menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangan Allah. Dan diakhirat, mereka yang taat
kepada Allah dan Rasul-Nya shallAllahu ‘alaihi wa sallam akan bersama dengan para Nabi, as-
shiddiiqiin, para syuhada dan orang-orang yang shalih. Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan
dalam surat An-Nisa’ ayat ke-69. Allah berfirman:
“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama
dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin,
orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-
baiknya.” (QS. An-Nisa [4]: 69)
- Hijrah
- Jihad
SECARA LUGHOWI
شهادة, يشهد,شهد
Syahadah ( )شهادةmenurut bahasa adalah:
1. Sumpah (24: 8)
2. Saksi (4: 5)
3. Nyata (59: 22)
4. Hadir (2: 185)
5. Bersama (74: 5)
Persaksian, pernyataan, janji, membenarkan, ijab-qabul, bai’at (jual-beli)
SECARA URFUN
Syahadat identik dengan kalimat Laailaha IllAllah dan MuhammadurRasulullah.
Makna kalimat ini secara ijmal (global) adalah “Tidak ada yang diibadahi yang hak selain
Allah”. Khabar “Laa” harus ditaqdirkan “bihaqq” (yang hak), tidak boleh ditaqdirkan dengan
“maujud” (ada). Mengapa? Karena hal ini menyalahi ketaatan yang ada, sebab Rabb yang
disembah selain Allah banyak sekali. Hal itu akan berarti bahwa menyembah Rabb-Rabb
tersebut adalah ibadah pula untuk Allah. Ini tentu kebatilan yang nyata.
Kalimat “Laa Ilaaha IllAllah” telah ditafsiri dengan beberapa penafsiran yang batil,
contohnya:
a) Diartikan sebagai “Tidak ada sesembahan kecuali Allah”. Ini adalah batil, karena
maknanya sesungguhnya setiap yang disembah, baik yang hak maupun yang batil, itu adalah
Allah.
b) Diartikan sebagai “Tidak ada pencipta selain Allah”. Ini adalah sebagian dari arti
kalimat tersebut. Akan tetapi bukan ini yang dimaksud, karena arti ini hanya mengakui tauhid
rububiyyah saja, dan itu belum cukup.
c) Diartikan sebagai “Tidak ada hakim (penentu hukum) selain Allah” Ini juga sebagian
dari makna kalimat tersebut. Tapi bukan itu yang dimaksud, karena makna tersebut belum cukup.
Semua tafsiran diatas adalah batil atau kurang. Tafsir yang benar menurut salaf dan
paramuhaqqiq bahwa Laa Ilaaha IllAllah bermakna “Tidak ada peribadatan yang hak selain
Allah”.
SECARA ISTILAH
Menurut salaf dan para muhaqqiq bahwa Laa Ilaaha IllAllah bermakna “Laa ma’bud bi
haqqin
IlAllah (Tidak ada yang diibadahi yang hak selain Allah)”. Jadi kalimat Laa Ilaaha IllAllah
mengandung arti beri’tiqod dan berikrar bahwa tidak ada sesembahan yang hak diibadahi dan
menerima ibadah kecuali Allah Subhanahu wa Ta’aalaa, mentaati hal tersebut dan
mengamalkannya.
Sebuah kunci awal masuk Islam, sebuah pernyataan yang menjadikan seseorang taklif hukum,
sebuah persaksian yang menyatakan dirinya masuk Islam
SECARA MA’ANI
Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat
mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Quran) yang telah mereka ketahui
(dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: "Ya Rabb kami, kami telah beriman, maka
catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Quran dan kenabian
Muhammad ) صلى هللا عليه وسلم. (QS. Al-Ma’idah: 83)
Sesuai QS. Al-Ma’idah: 83 makna syahadat adalah sebuah ungkapan rasa keimanan.
Kalimat tauhid yang diungkapkan adalah Laailaha IllAllah yang bermakna Laa ma’bud bihaqqin
IllAllah (tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah)
RUKUN SYAHADAT
SYAHADAT TAUHID
1. An-nafyu Meniadakan segala tujuan peribadatan
2. Al istbat Menetapkan Ilah yang haq hanyalah Allah
Jadi dalam melaksanakan Ibadah kepada Allah agar Ikhlash (murni) maka yang harus
dilakukan adalah MENGHANCURKAN (AL HADAMU) segala bentuk dan wujud kesyirikan
yang kemudian MEMBANGUN (AL BINA) dalam tatanan kehidupan yang diridhoi Allah.
“Padahal Mereka Tidak Disuruh Kecuali Supaya Menyembah Allah Dengan Memurnikan
Ketaatan kepada-Nya Dalam (Menjalankan) Ad Dien Yang Lurus, Dan Supaya Mereka
Mendirikan Shalat Dan Menunaikan Zakat; Dan Yang Demikian Itulah Ad Dien Yang Lurus”.
(QS. Al Bayyinah [98]:5).
SYAHADAT RASUL
Makna syahadat “anna Muhammadar Rosululloh” yaitu mengakui secara lahir batin bahwa
beliau adalah hamba Allah dan Rosul-Nya yang diutus kepada manusia secara keseluruhan, serta
mengamalkan konsekwensinya dengan cara mentaati perintahnya, membenarkan ucapannya,
menjauhi larangannya dan tidak menyembah Allah kecuali dengan apa yang disyari’atkan.
1. Tidak tafrith (merendahkan)
2. Tidak Ifrath (berlebih-lebihan)
“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan
kepadaku: “Bahwa Sesungguhnya Ilah kamu itu adalah Ilah yang Esa”. Barangsiapa
mengharap perjumpaan dengan Robbnya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan
janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Robbnya”. (Al-Kahfi (18):
110).
PEMBATAL SYAHADAT
Murtad berasal dari kata irtadda yang artinya raja’a (kembali), sehingga apabila
dikatakan irtadda ‘an diinihi maka artinya orang itu telah kafir setelah memeluk Islam (lihat
Mu’jamul Wasith, 1/338)
Perbuatannya yang menyebabkan dia kafir atau murtad itu disebut sebagai riddah
(kemurtadan). Secara istilah makna riddah adalah: menjadi kafir sesudah berIslam. Allah ta’ala
berfirman,
“Barangsiapa di antara kalian yang murtad dari agamanya kemudian mati dalam keadaan
kafir maka mereka itulah orang-orang yang terhapus amalannya di dunia dan akhirat. Dan
mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal berada di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah : 217)
(lihat At-Tauhid li Shaffits Tsaalits ‘Aliy, hal. 32)Dalam kitab sulamut taufiq pada babul irdad
Secara konsep, pembatal syahadat dapat terjadi dari 3 hal:
1. I’tiqadiyah. Contoh: ragu-ragu pada kebenaran al qur’an , meyakini kebenaran ramalan
– ramalan masa depan
2. Lisaniyah. Contoh: bersumpah dengan selain Allah, mencela Allah, mencela Rasul صلى هللا عليه
وسلم
3. Amaliyah. Contoh: melempar mushaf ke kotoran, bekerja sama dengan orang kafir
untuk memerangi orang Islam
Imam Ibnu Nujaim rahimahullah berkata:
“Sengguhnya barangsiapa mengucapkan ucapan kekafiran seraya bergurau atau becanda,
maka dia kafir menurut semua ulama, dan keyakinannya itu tidak di anggap” (Al Bahru Ar
Ra’iq: 5/134)
Ya, dia kafir dan keyakinannya yang lurus menurut klaimnya tidak usah dihiraukan,
katena Allah Ta’ala tidak menerima alasan itu pada orang-orang yang memperolok-olok Rasul
dan para Sahabatnya saat mereka beralasan :
“Sesungguhnya kami hanya bercanda dan bermain-main” (At Taubah : 65).
Allah Ta’ala berfirman :
“Jangan kalian mencari alasan, sesungguhnya kalian telah kafir setelah kalian beriman”
(At Taubah : 66).
Orang yang menjadikan Allah Ta’ala, Rasul-Nya atau ajarannya sebagai bahan candaan
atau gurauan adalah tidak memiliki ta’dhim (pengagungan) kepada Allah Ta’ala, apalagi kalau
memperolok-olokan.
I. Meninggalkan segala macam bentuk dan wujud sesembahan kecuali Allah Subhanahu wa
ta’aalaa sebagai keharusan terhadap “Laa Ilaaha”.
1. Baik dalam perkara Uluhiyyah, Rububiyyah, Asma’ wa Shifat dan Mulkiyyah.
2. Memurnikan Ibadah hanya kepada Allah semata (dalam hal tujuan dari segala
sesuatu yang dilakukan dan penghalal-pengharaman atas aturan/hukum yang di
taati)
PENUTUP
Dari bagan diatas maka kita dapat mengetahui bahwa hakekat syahadat adalah
ikrar/persaksian seorang Muslim terhadap keesaan Allah yang membentuk:
2. Apabila dia menolak bertobat maka wajib membunuhnya. Nabi صلى هللا عليه وسلمbersabda,
“Barangsiapa yang mengganti agamanya maka bunuhlah dia.” (HR. Bukhari dan Abu Dawud)
3. Kemurtadannya menghalangi dia untuk memanfaatkan hartanya dalam rentang waktu dia
diminta tobat. Apabila dia bertobat maka hartanya dikembalikan. Kalau dia tidak mau maka
hartanya menjadi harta fai’ yang diperuntukkan bagi Baitul Maal sejak dia dihukum bunuh atau
sejak kematiannya akibat murtad. Dan ada pula ulama yang berpendapat hartanya diberikan
untuk kepentingan kebaikan kaum muslimin secara umum.
4. Orang murtad tidak berhak mendapatkan warisan dari kerabatnya, dan juga mereka
tidak bisa mewarisi hartanya.
5. Apabila dia mati atau terbunuh karena dijatuhi hukuman murtad maka mayatnya tidak
dimandikan, tidak disholati dan tidak dikubur di pekuburan kaum muslimin akan tetapi dikubur
di pekuburan orang kafir atau di kubur di tanah manapun selain pekuburan umat Islam (lihat At-
Tauhid li Shaffits Tsaalits ‘Aliy, hal. 33)
“ ... dan berjihadlah di jalan Allah dengan harta dan jiwamu.” [QS. As Shaff : 11]
4. Harta adalah ” Warisan ” untuk orang beriman dan orang kafir di dunia, dan khusus untuk
orang beriman di akhirat.
C. SIFAT-SIFAT AMWAL
1. Seluruh harta adalah perhiasan dunia (Qs. 18 : 46 )
Perhiasan dunia adalah permainan dan sesuatu yang melalaikan ( Qs. 6 : 32, 57 : 20 )
2. Harta adalah kesenangan yang memperdayakan. ( Qs. 3 :185 )
3. Harta adalah kesenangan sementara waktu ( Qs. 3 :197 )
4. Harta adalah harga yang sedikit/murahan ( Qs. 2 : 174 )
D. BENTUK-BENTUK AMWAL
1. Dalam (Qs. 3 :14)
a. Emas / Perak ( uang )
b. Kuda Pilihan ( kendaraan )
c. Sawah / ladang ( pertanian )
G. PEMBAHASAN
1. Infaq
a. Pengertian secarah Lughowy :
membuat habis ق – نَ ْفقًاُ ق – يُ ْنف َ َنَف
[membelanjakan ق – اِ ْنفَاقًا ُ ِق – يُ ْنف َ َاَ ْنف
b. Jenis Infak :
1). Infaq Fid-Dien
Adalah pengeluaran harta secara terus-menerus / kontinyu setiap kita mendapatkan rizqi dari
Allah, baik dalam keadaan damai maupun dalam keadaan darurat perang.
2. Zakat
a. Pengertian secara lughowy (bahasa):
Berkembang, tumbuh dengan subur, bersihزَ كَا – يَ ْز ُكوْ – َزكَا ًء
Membersihkan ًَكى – ت َْز ِكيَّة
ِّ َز َّكى – يُز
c. Fungsi zakat (menurut Zamakhsyari & Ibnu Taimiyyah) yaitu untuk membersihkan dan
mensucikan jiwa serta memberikan berkah terhadap harta yang dimilikinya.
َت فَإِن أُعطوا ِمنها َرضوا َوإِن لَم يُعطَوا ِمنها إِذا هُم يَس َخطون
ِ صد َٰق
َّ َو ِمنهُم َمن يَل ِم ُزكَ فِى ال
“Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (distribusi) zakat…...” (Qs. 9:58)
ص َدقَة فِى اَ ْم َوالِ ِهم تُ ْؤ َخ ُذ ِم ْن َ ض َعلَ ْي ِهم َ ث ُم َعا ًذا اِل َى ْاليَ َم ِن – فَ َذك ََر ْال َح ِدي
َ ْث َوفِ ْي ِه اَتاهلل قَداِ ْفتَ َر َ َب َع: اَ َّن النَّبِ َى صلعم: س
ٍ ع َْن اَ ْب ِن َعبَا
ُ
اَ ْغنِيَائِ ِهم فَتَ َر َّد فِى فقَ َرائِ ِهمDiriwayatkan dari abdullah bin Abbas r.a. bahwa Nabi saw mengutus
Mu’adz: “ maka beritahulah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan zakat kepada mereka yang
dipungut dari mereka yang kaya untuk dibagikan kepada mereka yang miskin”
Keterangan:
i. 1 Sho’ = 2,5 Kg = 3 lt bahan makanan pokok
ii. Pembayaran zakat fitrah : mulai dari awal bulan Ramadhan sampai pagi hari Raya Idul fitri
sebelum Khotib naik mimbar.
· Orang yang wajib zakat : (wajib membayar).
i. Muslim.
ii. Baligh.
iii. Merdeka & hamba.
اس حُسنًا َوأَقي ُمواِ ّمى َوال َم ٰسكي ِن َوقولوا لِلن ٰ ربى َواليَ ٰت
ٰ َُين إِحسانًا َو ِذى الق ٰ ِءيل ال تَعبُدونَ إِاَّل هَّللا َ َوب
ِ الولِد َ سرٰ ق بَنى ِإ ٰ َوإِذ أَخَ ذنا
َ ميث
َعرضون ِ كوةَ ثُ َّم تَ َولَّيتُم إِاّل قَلياًل ِمن ُكم َوأَنتُم ُم
ٰ َّلوةَ َوءاتُوا ال َّز
ٰ الص
"Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum
kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada
manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat" (Qs. 2:83)
Jumlah: Zakatnya:
5 - 9 ekor 1 ekor kambing
10 - 14 2 ekor kambing
ekor
15 – 19 3 ekor kambing
ekor
20 – 24 4 ekor kambing
ekor
25 – 35 1 anak unta betina ( 1 th lebih)
ekor
36 – 45 1 anak unta betina (2 th lebih)
ekor
46 - 60 1 anak unta betina (3 th lebih)
ekor
v Sapi
Jumlah: Zakatnya
30 ekor 1 ekor anak sapi jantan/betina (1th)
40 ekor 1 ekor anak sapi betina (2th)
60 ekor 2 ekor anak sapi jantan (1th)
70 ekor 1 ekor anak sapi betina (2th) dan 1 ekor anak sapi jantan (1th)
80 ekor 2 ekor anak sapi betina (2th(
90 ekor 3 ekor anak sapi jantan (1th)
100 ekor 1 ekor anak sapi betina (2th) dan 2 ekor anak sapi(1th)
110 ekor 2 ekor anak sapi betina (2th) dan 1 ekor anak sapi(1th)
120 ekor 3 ekor anak sapi jantan (2th) atau 3 ekor anak sapi (1th) Jika lebih dari itu
Setiap 30 1 ekor sapi betina (1th)
ekor
Setiap 40 1 ekor sapi betina (2th)
ekor
v Kambing
Jumlah : Zakatnya :
Catatan:
Teknik pengeluaran di bayar setelah binatang itu di gembalakan sampai 1th.
Keterangan:
1 wasaq = 60 sho”
5 wasaq = 300 sho”
1 sho” = 3.1 liter
5 wasaq = 930 liter
- Besar zakat:
Ø Jika pengairannya tanpa usaha (biaya operasional) zakatnya 10 %
Ø Jika pengairannya dengan usaha (biaya operasional) zakatnya 5 %.
iv. Perhiasan
* Perhiasan / ziinah ()زينة
- Zakat perhiasan emas/perak dikeluarkan sekali selama dimiliki dengan tidak ada batas
nisabnya.
- Jika perhiasan itu berpindah tangan, maka pemiliknya yang baru wajib mengeluarkan zakatnya
sekali selama dimiliki.
- Besarnya zakat perhiasan adalah 2 ½ %
- Dikatakan perhiasan/ziinah yaitu jika tidak punya maksud untuk menyimpan/menimbun
kekayaan demi menghindari zakat.
“… Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan
Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,
(QS. 9: 34)
ْس بِ َك ْنز ْ َاِ َذا اُ ِدي
َ ت زَ كَاتُهَا فَلَي
ٍ (“ )رواه الحكمjika sudah dibayarkan zakatnya, dia bukan kanjun”
v. Emas perak
* Nisab :
- Emas : 20 Mitsqol / dinar ( 93,6 gr )
Zakatnya : ½ dinar
vi. Perniagaan
* Perniagaan / Tijaroh () تجارة
) ص َدقَتُهَا ( رواه الحكم
َ فِى البَ ِّز
- “Ada bahan pakaian yang untuk dijual wajib dizakatkan “
- Nisab dan besar zakat : disepadankan dengan emas dan perak.
- Teknis pengeluaran zakat ada 2 macam penafsiran
Ø Sistem Haul :
setiap 1 tahun sekali
ØSistem sekali pemilikan : zakat hanya 1 kali dalam pembelian barang dengan jumlah 1 nisab.
b. Hukumnya : Sunnah
Qs. 58:12, Qs. 2:270, Qs. 2:271, QS 9:121, Qs. 12: 88, Qs. 33:35
4. Fa”i ( ) الفئي
Qs 59:6, Qs.59:7,
5. Ghonimah( ) غنيمة
a. Pengertian
Yaitu : Harta musuh yang dirampas pada waktu / melalui peperangan.
Janji Allah tentang Ghanimah (Qs. 48:19-20 ) Ghanimah adalah rizqi yang halal dan
baik. Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil itu, sebagai
makanan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (Qs. 8:69 )
b. Pembagian Ghanimah
Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang,
maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang
miskin dan ibnu sabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan
kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan , yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Qs. 8:41 )
20 % untuk Jama'ah ( Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak yatim, miskin, ibnu sabil ) 80 % untuk
pelaku (dibagi rata).
6. Luqothoh
Ialah barang-barang yang didapat dari tempat yang tidak dimiliki oleh seorangpun.
Hukum mengambil barang yang didapat:
1). sunat bagi orang yang percaya kepada dirinya, sanggup mengerjakan segala yang
bersangkutan dengan pemeliharaan barang itu sebagaimana mestinya.
2). Wajib apabila berat sangkaannya bahwa barang itu akan hilang tersia-sia kalau tidak
diambilnya.
3). Makruh bagi orang yang tidak percaya kepada dirinya, boleh jadi dia akan khianat terhadap
barang itu kemudian hari.
“ Dari Zaid bin Khalid sesungguhnya Nabi saw: “Telah ditanya orang dari masalah keadaan
emas dan perak yang didapat sabda beliau: hendaklah engkau ketahui tempat dan ikatnya
kemudian hendaklah engkau beritahukan selama satu tahun, kalau datang yang punya hendaklah
engkau berikan kepadanya, kalu tidak datang dia sesudah satu tahun maka terserah kepadamu.”
(HR.Bukhari – Muslim)
“Dari Zaid bin Khalid: “telah bertanya seseorang kepada Rasulullah saw tentang keadan kambing
yang sesat. Beliau menjawab sesungguhnya kambing itu untukmu, kepunyaan saudaramu, atau
sia-sia dimakan serigala”. (HR.Bukhari – Muslim)
7. Salab
Yaitu semua barang kecuali alat perang, yang ada dan melekat pada badan musuh
(tentara atau pengkhianat), ketika ia dibunuh diluar keputusan makhkamah. Barang-barang yang
dibawa, diluar yang ada melekat pada badannya, ketika ia dibunuh. Maka barang-barang itu
adalah ghanimah, sedang barang-barang yang ditinggalkannya (dirumah dan kekayaan lainnya)
adalah harta fa'i
a. Ta'dzir
Ialah denda, sepanjang hukum yang dijatuhkan oleh tahkim
b. Harta Ma'sum
Ialah harta benda kepunyaan seorang muslim yang :
1). Meninggalkan tepat kedudukannya karena tugas atau karena tertawan oleh musuh
2). Tiada orang atau keluarga yang memelihara keluarganya
c. Harta Mauquf
Ialah harta benda kepunyaan seorang muslim yang :