Anda di halaman 1dari 47

Score Imtihan:

1. ‫معرفة العلم‬ B
2. ‫معرفة القرأن‬ C
3. ‫معرفة االنسان‬ A
4. ‫معرفة الهدية‬ C
5. ‫معرفة هللا‬ B
6. ‫معرفة الرسول‬ BC
7. ‫معرفة االسالم‬ BC
8. ‫معرفة الطاغوة‬ B
9. ‫معرفة الشرك‬ C
10. ‫معرفة االيمان‬
11. ‫معرفت الجماعة‬
12. ‫معرفة الشهادة‬ C
13. ‫معفبِم الموال‬ C

‫معرفة القرآن‬
Mengenal Al Qur’an

A. Al Qur’an secara bahasa (Lughowy)


Al-Quran berasal dari kata : ‫قراءة‬-‫ قرأنا‬- ‫ يقرأ‬- ‫ قَرأ‬berarti bacaan. Al-Quran adalah Kalamullah
yang mulia dan terpelihara yang diturunkan oleh Allah lewat perantaan Malaikat Jibril kepada
nabi Muhammad saw. dalam bahasa Arab, terdiri 30 juz, agar ia menjadi peringatan untuk
seluruh manusia.

B. Al Qur’an menurut istilah


1. Menurut Terminologi Para Ulama :
• Al-Qur'an adalah Kitab Allah Azza wa Jalla yang diturunkan baik lafadz maupun maknanya
kepada Nabi terakhir, Muhammad SAW, diriwayatkan secara mutawatir, yakni dengan penuh
kepastian dan keyakinan serta ditulis pada mushaf, mulai dari awal surat Al-Fatihah sampai akhir
surat An-Naas. (Abu Syahbah. Al-Madkhal li Dirasat Al-Qur'an Al-Karim. Hal. 7).

2. Menurut Terminologi Al-Qur'an :


• Al-Qur’an adalah Bacaan yang Mulia
“Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang amat mulia, pada kitab yang terpelihara tidak
menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. Diturunkan dari Tuhan semesta alam”.
(56:77-80).
• Al-Qur’an adalah Petunjuk (pedoman hidup) bagi manusia dan penjelasan atas petunjuk
tersebut serta sebagai Furqon (Pembeda antara yang hak dan batil). Q.S. 2/185.
• Al-Qur’an adalah aturan (wahyu) yang datangnya dari Allah yang tidak boleh diragukan lagi
kebenarannya yang mutlak. (Q.S.2/2, 2/147, 15/9).
• Al-Qur’an adalah Kitab yang diturunkan oleh Allah yang diberkati yang wajib diikuti oleh
setiap mukmin dan haram mengikuti selainnya. Q.S. 6/155, 7/3.

Penjelasan :
• (Q.S. 6/155) Allah Ta’ala memotivasi hamba-hamba-Nya untuk mengikuti kitab-Nya dan
menyuruh mereka merenungkan, mengamalkan dan mengajak orang lain kepadanya. Allah
menyifati Al-Qur'an dengan berkah di dunia dan di akhirat bagi orang yang mengikuti dan
mengamalkannya karena Al-Qur'an merupakan tali Allah yang kuat. (Nasib Ar-Rifa’i,
Muhammad. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jilid II hal. 320).
• (Q.S. 7/3) Ikutilah jejak Nabi yang ummi yang membawa kepadamu kitab yang diturunkan
dari Tuhan dan Pemilik segala perkara. “Dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin
selain-Nya.” Maksudnya: Janganlah kamu keluar dari Al-Qur'an yang dibawanya itu untuk
menuju ke hukum lain. (Nasib Ar-Rifa’i, Muhammad. Jilid II hal. 336).

3. Menurut Istilah Ma’ani :


• Al-Qur'an adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang berilmu. Q.S. 29/49.
Penjelasan: Al-Qur'an ini merupakan ayat-ayat yang jelas dalam menunjukkan kebenaran,
mengandung perintah, larangan, dan berita yang dipelihara oleh para ulama. Allah membuat
mereka mudah untuk menghafal, membaca, dan menafsirkannya (memahaminya). (Nasib Ar-
Rifa’i, Muhammad. Jilid III hal. 739).

PERINTAH MEMBACA, MEMAHAMI DAN MENGAMALKAN AL-QUR’AN


• Perintah membaca dan membacakan Al-Qur’an. (Q.S.96/1-5, 29/45, 35/29, 3/164, 2/121)
◦ Diriwayatkan oleh Ibnu Masud ra. ia berkata, Rasul saw. bersabda: "Barang siapa
membaca satu huruf dari Al-Qur’an, maka ia akan memperoleh kebaikan. Dan kebaikan itu
berlipat sepuluh kali. Aku tidak mengatakan, Alif Laam Miim satu huruf, akan tetapi, Alif adalah
satu huruf, Lam satu huruf, dan Mim satu huruf. (H. R. Tirmizi. Nomor: 3075).
• Perintah untuk mempelajari dan memahami Al-Qur'an dan celaan terhadap orang yang suka
membaca Al-Qur’an tapi tidak mempelajari dan memahami isinya (Q.S. 47/24, 4/82, 2/88,
7/179).
• Penjelasan Q.S. 47/24 :
Allah swt. memerintahkan untuk mentadabburi Al-Qur'an dan memahaminya serta melarang
berpaling darinya. Oleh karena itu Allah swt. berfirman: “Maka apakah mereka tidak
memperhatikan (memahami) Al-Qur'an, atau di dalam hati-hati mereka terdapat beberapa
kunci?” Maka, hati itupun menjadi tertutup rapat, tidak ada satupun dari makna-makna Al-Qur'an
yang dapat memasuki hatinya. (Nasib Ar-rifa’i, Muhammad. 1989), (Al-Qurtuby)
• Orang yang tidak memahami Al-Qur'an adalah orang munafik dan orang dhalim. Q.S. 4/78,
18/57.

• Dari Utsman ra., Nabi saw. bersabda:


)‫خيركم من تعلم القران وعلمه (رواه البخاري‬
“Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya.” (HR.
Bukhori).
• Perintah mengikuti dan berpegang teguh pada Al-Qur’an. (QS. 6/106, 6/155, 43/43).
• Dari Abi Musa ra., Nabi saw. bersabda:
)‫تعاهدوا القران فو الذي نفسي بيده لهو اشد تفصيا من االبل في عقلها (رواه البخاري‬
“Berpegangteguhlah kepada Al-Qur'an, maka demi Dzat yang jiwaku ada di dalam genggaman-
Nya, sungguh Al-Qur'an itu akan lebih cepat terlepas daripada unta yang terlepas dari tali
kendalinya. (HR. Bukhori).

NAMA-NAMA DAN FUNGSI-FUNGSI Al-QUR’AN


1. Al-Huda : Petunjuk Q.S. 2/2, 2/185
2. Al-Furqon : Pembeda antara yang hak dan yang batil Q.S. 25/1
3. Al-Hukmu : Hukum, peraturan, undang-undang Q.S. 13/37
4. Al-Haq : Kebenaran Q.S. 22/54
5. Al-Mau’idhoh : Pelajaran Q.S. 10/57
6. Adz-dzikru : Peringatan QS. 15/9
7. Ar-Ruh : Yang menghidupkan hati Q.S. 42/51-52
8. Al-Bayan : Penjelas Q.S. 2/185, 3/138, 16/89
9. Asy-syifa : Obat penyakit hati Q.S. 10/57
10. Al-Basyir wal-Nadzir : Pembawa kabar gembira dan peringatan Q.S. 41/4-3
11. Al-Mubarok : Penuh dengan berkah Q.S. 38/29
12. Al-Mizan : Neraca keadilan, timbangan Q.S. 42/17

KEDUDUKAN AL-QUR’AN DALAM KEHIDUPAN


• Al-Qur’an sebagai sumber ilmu.
Q.S.16/43, 18/109, 7/52, 29/43, 3/7 , 4/162, 22/54, 31/27.

• Al-Qur'an sebagai sumber hukum (Aqidah, Syari’ah, Ibadah/Akhlak).


Q.S. 13/37, 4/105, 5/49-50, 10/37.

• Al-Qur'an sebagai pedoman hidup dan sebagai dasar yang pertama dalam menetapkan
sesuatu.
Q.S. 7/203, 45/20, 49/1.

• Al-Qur'an sebagai dasar perjuangan Islam.


Q.S. 25/52

• Al-Qur'an sebagai wasilah untuk mendapatkan hidayah (mengeluarkan manusia dari


jahiliyah kepada Islam).
Q.S. 5/16.

MU’JIZAT DAN KEUTAMAAN AL-QUR’AN


Pengertian Mu’jizat
Kata mu’jizat diambil dari bahasa Arab a’jaza-i’jazan yang berarti melemahkan atau
menjadikan tidak mampu. Pelakunya (yang melemahkan) dinamakan mu’jiz dan fihak yang
mampu melemahkan fihak lain sehingga mampu membungkan lawan, dinamakan mu’jizat.
Tambahan ta’ marbuthah pada akhir kata itu mengandung makna mubalaghah (superlative).
Manna’ Al-Qaththan mendefinisikannya demikian: “Suatu kejadian yang keluar dari kebiasaan
disertai dengan unsur tantangan dan tidak akan dapat ditandingi.” (Anwar, Rosihon, Drs, M.Ag.
Hal. 189-190)

Aspek-aspek Mu’jizat Al-Qur’an


1. Gaya bahasa, redaksi dan susunan kalimatnya yang sangat indah dan luar biasa yang tidak
bisa ditandingi oleh siapapun dan kapanpun. Q.S. 2/23, 17/88, 11/13.
2. Kandungan hukumnya yang sangat sempurna, solusinya sangat tepat, relevan sampai akhir
zaman, dan bersifat universal. Q.S. 6/115
3. Berita tentang hal-hal ghaibnya terbukti. Q.S. 30/1-5, 10/92, 28/85
4. Mengandung isyarat-isyarat ilmiah. Q.S. 10/5, 6/125, 75/4, 12/94, 2/233, 75/14, 4/56.

Keutamaan Al-Qur’an
• Al-Qur'an mencakup segala aspek kehidupan. Q.S. 16/89, 12/111.
Ibnu Mas’ud berkata: “Segala ilmu dan segala hal telah dijelaskan kepada kami di dalam
Al-Qur'an ini. Al-Qur'an mencakup segala ilmu yang bermanfaat berupa kisah masa lalu,
pengetahuan tentang apa yang akan terjadi, segala yang dihalalkan dan yang diharamkan.”
(Nasib Ar-Rifa’i, Muhammad. Jilid II hal. 1055).
• Keagungan nilai-nilai Al-Qur'an dan ketinggian martabatnya melebihi kekuatan dan
ketinggian gunung. Q.S. 59/21.
Allah SWT berfirman guna mengagungkan perkara Al-Qur'an dan menjelaskan
ketinggian martabatnya. Dan sudah selayaknya hati manusia tunduk kepadanya dan bergetar
ketika mendengarnya, mengingat di dalamnya terdapat janji yang benar dan ancaman yang keras.
“Kalau sekiranya Kami menurunkan Al-Qur'an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan
melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah.” Yaitu bilamana gunung,
walaupun keras, kasar dan tuli, akan tetapi kalau saja dia mendengar dan memahami Al-Qur'an
ini, kemudian mentadabburi kandungannya, pastilah dia akan tunduk dan bergetar karena
beratnya dan karena takutnya kepada Allah. (Nasib Ar-Rifa’i, Muhammad. Jilid IV hal. 660).
• Al-Qur'an memiliki kekuatan dan pengaruh yang luar biasa untuk melakukan perubahan.
Q.S. 13/31
• Sesungguhnya tidak ada hujjah dan mukjizat yang lebih efektif dan menyentuh penalaran
serta paling berpengaruh terhadap jiwa selain Al-Qur'an. (Nasib Ar-Rifa’i, Muhammad. 1989).
• Al-Qur'an ini adalah mukjizat Nabi Muhammad yang terbesar, karena di dalamnya penuh
berisi hikmah, petunjuk dan pengajaran untuk memperbaiki diri seseorang dan masyarakat
umumnya. Bangsa Arab yang masih biadab dan hidup dalam kacau balau dan bermusuh-
musuhan, bahkan berperang-perangan sesamanya, dalam masa kurang lebih 23 tahun saja,
mereka menjadi umat yang berperadaban tinggi dan hidup dalam kerukunan dan kedamaian,
menjadi satu umat yang kuat. Dan tak ada kitab bacaan mereka, selain daripada Al-Qur'an ini.
Sungguh pengaruh Al-Qur'an itu besar sekali untuk memperbaiki budi pekerti dan masyarakat
umumnya, bahkan untuk melahirkan umat yang telah mati menjadi umat yang hidup dan
berkemajuan tinggi, tetapi ini bagi orang-orang yang mau memperhatikan isinya dan mengambil
pelajaran daripadanya. (Yunus, Mahmud, Prof.Dr. 1985)
• Al-Qur'an adalah konsep kehidupan yang terbaik:
• Sebaik-baik dan sebenar-benar Hadits. Q.S. 39/23, 4/87.
• Sebaik-baik Qaul. Q.S. 41/33.
• Sebaik-baik Tafsir. Q.S. 25/33.
• Sebaik-baik Ta’wil. Q.S. 4/59.
• Sebaik-baik kisah. Q.S. 12/3.

KEUTAMAAN ORANG YANG MENGAMALKAN AL-QUR’AN


• Wajib hukumnya mengamalkan Al-Qur'an. Q.S. 28/85
• Konsekwensi seorang mu’min/muslim adalah siap mengamalkan Al-Qur'an. 24/51
• Balasan orang yang mengamalkan Al-Qur'an. Q.S. 2/25
• Ancaman terhadap orang yang tidak mengamalkan Al-Qur'an. Q.S. 62/5

SIKAP DAN SIFAT ORANG MU’MIN TERHADAP AL-QUR’AN


• Membacanya dengan bacaan yang sebenarnya dan tidak ingkar. Q.S. 2/121.
• Bertambah iman, menyungkur bersujud, mengangis, dan bertambah khusyu’ apabila
dibacakan ayat-ayatnya. Q.S. 8/2, 17/107-109.
• Siap mendengarkan dan siap mentaatinya. Q.S. 7/204, 24/51, 39/18,
• Menerima Al-Qur'an secara utuh dan menyeluruh. Q.S. 2/85, 4/150-151.
• Merasa cukup dengan Al-Qur'an sebagai rahmat dan pelajaran. Q.S. 29/51
• Merasa sebagai rahmat dan kemuliaan yang sangat besar. Q.S. 28/86-87, 43/44
• Menyungkur bersujud/tidak sombong, apabila diperingatkan dengan Al-Qur'an. Q.S. 32/15.
• Berpegangteguh terhadap Al-Qur'an dengan kuat. Q.S. 2/63, 2/256.

SIKAP DAN SIFAT ORANG KAFIR TERHADAP AL-QUR’AN


• Ragu-ragu terhadap Al-Qur'an. Q.S. 22/55
• Tidak percaya. Q.S. 16/104, 8/32.
• Tidak mau mendengar dan berbuat gaduh/hiruk pikuk. Q.S. 41/26
• Sombong/tidak mau tunduk. Q.S. 84/21
• Berpaling dan berkata keji terhadapnya. Q.S. 23/64-67
• Berpaling, sombong, berpura-pura tidak mendengarkannya. Q.S. 31/7.
• Menganggap sebagai cerita bohong (dongeng) dan melarang orang lain mendengarkannya.
Q.S. 6/25-26.
• Minta diganti dengan yang lain. Q.S. 10/15.
• Mengacuhkannya. Q.S. 25/30.
• Ingkar. Q.S. 29/47.
• Mendustakan. Q.S. 78/28, 2/39.
• Membantah. Q.S. 18/56.
• Bermain-main. Q.S. 21/2, 44/9,
• Lari dari Al-Qur'an. Q.S. 17/41.
• Memutarbalikan ayat. Q.S. 3/78
• Mendengar tapi tidak mau taat. Q.S. 2/93
ANCAMAN BAGI ORANG YANG TIDAK MAU MENEGAKKAN AL-QUR’AN
• Tidak dipandang beragama orang yang tidak menegakkan/memperjuangkan Al-Qur’an. (Q.S.
5/68).
“Ketika Rasulullah saw. Diperintahkan untuk menyampaikan kepada mereka bahwa
mereka tidak dipandang beragama, beraqidah, atau beriman sama sekali. Bahkan pada dasarnya
mereka tidak memiliki pijakan sama sekali. Ketika Rasulullah saw. Diperintahkan untuk
menghadapi mereka dengan sikap tegas ini, mereka membaca kitab-kitab mereka dan
memperlihatkan sifat mereka sebagai orang-orang Yahudi atau Nasrani, seraya mengatakan:
Sesungguhnya kami orang-orang yang beriman. Tetapi apa yang harus disampaikan Nabi saw.
kepada mereka itu tidak mengakui pengakuan mereka sama sekali, karena agama bukan kalimat
yang diucapkan dengan lisan, bukan kitab yang dibaca, dan bukan pengakuan yang didakwakan.
Tetapi agama adalah sistem kehidupan. Sistem yang meliputi aqidah yang mengalir di dalam hati
nurani, ibadah yang tercermin dalam berbagai syi’ar, dan ibadah yang termanifestasi dalam
penegakan system kehidupan seluruhnya atas dasar system ini. Karena ahli kitab tidak
menegakkan agama di atas prinsip-prinsip ini maka Rasulullah saw. diperintahkan untuk
menyampaikan kepada mereka bahwa mereka tidak dipandang beragama sama sekali.” (Quthb,
Sayyid. 2002).

ANCAMAN DAN AKIBAT ORANG YANG MENUTUP DIRI DAN BERPALING DARI AL-
QUR’AN
1. Allah akan mengunci mati hatinya. Q.S. 2/88
“Dan mereka berkata: “Hati kami tertutup.” Namun sebenarnya Allah telah melaknat
mereka karena kekafiran mereka, maka sedikit sekali mereka yang beriman.” Mereka
menceritakan ihwal keadaan hati mereka sendiri yang tertutup. Yakni, “hati kami sudah penuh
dengan berbagai ilmu pengetahuan sehingga tak lagi dapat memuat informasi yang ada padamu,
hai Muhammad”. Karena demikian penuhnya, maka seolah-olah hati itu ditutup dan dikunci
untuk menjaga segala isinya sehingga apapun yang kamu katakan tidak dapat menembusnya. Hal
itu senada dengan Firman Allah Ta’ala, “Mereka berkata: Hati kami dalam keadaan tertutupi dari
apa yang kamu serukan kepada kami.” (Q.S. 41/5). (Nasib Ar-rifa’i, Muhammad. 1989).

2. Akan diberikan syetan sebagai teman setia Q.S. 43/36.


3. Memikul dosa yang sangat besar. Q.S. 20/99-100.
4. Dimasukkan ke dalam adzab yang sangat berat. Q.S. 72/17
‫معرفة الهدية‬
A. Mukoddimah

Sesungguhnya manusia lahir kebumi dalam keadaan bodoh tidak tahu apa-apa, lalu Allah
mengajarkan kepada bayi itu pengatahuan dan ilmu melalui kedua orang tuanya dan
lingkungannya. Dari itu pada hakekatnya Allah yang mengajari manusia, bukan ibu dan ayahnya
karena jika Allah menghilangkan panca indra dari manusia itu pastilah manusia itu tidak tahu
apa-apa dan selamanya bodoh.

Allah berfiraman dalam hadist qudtsi :

‫يا عبا دى كلكم ضا ل اال من مد يته فا ستهرو ني اهد كم‬

Artinya :
Hai hambaku, kamu sekalian adalah sesat, kecuali mereka yang aku beri petunjuk padanya, maka
mintalah petunjuk kepadaku niscaya aku akan berikan petunjuk (H.R Muslim).

Dari hadis di atas jelaslah bahwa kita ini dulunya tersesat, maka jika ingin tidak tersesat maka
mintalah petunuj kepada Allah. Allah berfirman dalam Q.S Al-Qososh : 56.
Artinya :
Sesungguhnya kamu (Muhammad) tidak akan dapat memberi petunujuk kepada orang yang
kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendakinya, dan Allah lebih
mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.

Kesimpulan :
Hidayah adalah hak mutlak pemberian Allah dan manusia tidak mampu untuk memberi petunjuk
kepada seseorang walaupun itu nabi Muhammad kalau Allah tidak berkehendak memberi
petunjuk.

B. Pengetian Menurut Bahasa


‫هد ى – يهدى – هدايه – وهد ى – فهو – ها د‬
Yang berarti petunjuk, tanda, alas, dan ilham

C. Pengertian menurut Istilah


Hudan adalah suatu petunjuk tentang sesuatu yang baik dan disertai kemampuan untuk
melakukannya. Apabila seseoarang tahu sesuatu ilmu (Al-quran dan Hadist) tapi ia tidak mau
melaksanakan apa yang ia ketahui maka orang itu belum dikatakan dapat Hudan, tapi orang itu
disebut ‫( لم عا‬orang yang tau). Kemampuan untuk melaksanakan suatu ilmu (Al-quran dan
Hadist) dissebut taufiq.

D. Klasifikasi (pengelompokan) Hudan


Hidayah itu ada dua macam: hidayah berupa keterangan (hidayatul irsyad wal bayan)
dan hidayah berupa pertolongan (hidayatut taufiq wal ilham). Kedua macam hidayah ini bisa
dirasakan oleh orang-orang yang bertakwa. Adapun selain mereka hanya mendapatkan hidayatul
bayan saja. Artinya mereka tidak mendapatkan taufiq dari Allah untuk mengamalkan ilmu dan
petunjuk yang sampai kepada dirinya. Maka wajarlah jika Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan,
“Seorang ‘alim (orang yang berilmu) itu masih dianggap jahil (bodoh) selama dia belum beramal
dengan ilmunya. Apabila dia sudah mengamalkan ilmunya maka barulah dia menjadi seorang
yang benar-benar ‘alim.”
Setelah mengemukakan bahwa hidayah yang dimaksud oleh ayat ‘Ihdinash shirathal mustaqim’
ada 2: ila shirath (menuju jalan yang lurus) dan fi shirath (di atas jalan yang lurus) Syaikh As
Sa’di mengatakan, “Hidayah ‘ila shirath’ yaitu berpegang teguh dengan agama Islam dan
meninggalkan semua agama yang lain. Sedangkan hidayah ‘fi shirath’ yaitu mencakup petunjuk
untuk menggapai semua rincian ajaran agama dengan cara mengilmui sekaligus
mengamalkannya. Maka doa ini termasuk doa yang paling lengkap dan paling bermanfaat bagi
hamba. Oleh karena itu wajib bagi setiap orang untuk berdoa dengan doa ini di dalam setiap
raka’at shalatnya dikarenakan begitu mendesaknya kebutuhan dirinya terhadap hal itu.”.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah mengatakan, “Jalan yang lurus ini adalah
jalannya orang-orang yang diberi kenikmatan khusus oleh Allah, yaitu jalannya para nabi, orang-
orang yang shiddiq, para syuhada dan orang-orang shalih. Bukan jalannya orang yang dimurkai,
yang mereka mengetahui kebenaran namun sengaja mencampakkannya seperti halnya kaum
Yahudi dan orang-orang semacam mereka. Dan jalan ini bukanlah jalan yang ditempuh orang
yang sesat; yaitu orang-orang yang meninggalkan kebenaran karena kebodohan dan kesesatan
mereka, seperti halnya kaum Nasrani dan orang-orang semacam mereka.”
• Hidayah adalah haq priogratif langsung dari Allah :
Q.S : Al- Lail ayat 12-13/(92:12-13)
An-Nahl ayat 9/ (16 : 9)
AL-Hajj ayat 16 / ( 22:16 )

E. Larangan Menyembunyikan Petunjuk

Q.S 2 ayat 42
Q.S 3 ayat 71
Q.S 2 ayat 159

Setiap pengetahuan yang kita dapatkan maka itu semua harus disampaikan walaupun terasa berat
bagi kita. Maka tidak patut seorang mubaligh/da`i meminta bayaran dari manusia karena
semuanya baik yang diajak maupun yang mengajak sama-sama menjalankan kewajiban.

F. Halangan/Rintangan bagi orang yang mencari Hudan

Dalam mencari petunjuk/jalan yang harus akan dihadang oleh empat rintangan yaitu :
- Adat Istiadat [QS 5:104]
- Fir’aunisme [QS 15:44 / QS 45:23]
- Lingkungan [QS 6:116 /2:109 / 17:72 ]
- Sistem Hukum / Aturan / UU [QS 5:44-50]

6 PENUTUP PINTU HIDAYAH TAUFIQ


Syaqiq bin Ibrahim rahimahullah berkata, "Pintu Taufiq akan tertutup dari makhluk dalam 6
keadaan:
1) Mereka sibuk dalam kenikmatan namun lupa bersyukur.
2) Bersemangat menuntut ilmu agama namun meninggalkan amal.
3) Bersegera dalam perbuatan dosa namun menunda-nunda taubat.
4) Tertipu dengan persahabatan mereka dengan orang-orang Sholih, mereka tidak mencontoh
Sahabat-Sahabatnya itu dalam kesholihan.
5) Dunia berpaling dari mereka namun mereka malah mengikutinya.
6) Akhirat mendatangi mereka namun mereka berpaling darinya."
Sumber: Fawaidul Fawaid 340.
Jadi seorang Muslim itu haruslah berilmu, mengamalkan, dan menyampaikan dakwah.
Secara bahasa Da’i adalah orang menyeru atau mengajak kepada hidayah maupun kesesatan,
atau menyeru kepada syari’at maupun bid’ah. Sebagai mana bunyi hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Muslim;
Artinya: “Barang siapa yang mengajak seseorang kepada hidayah maka baginya pahala dari
perbuatannya ditambah dengan pahala orang yang mengikutinya tanpa dikurangi sedikitpun
pahala orang yang mengikutinya. Dan barang siapa yang mengajak kepada kesesatan maka
baginya dosa dari perbuatannya ditambah dengan dosa orang yang mengikutinya tanpa
sedikitpun dikurangi dosa orang yang mengikutinya. (HR. Muslim)
‫معرفة الشرك‬
Mengenal Syirik

Syirik secara bahasa (Lughowy)


Secara bahasa berasal dari kata ‫ شركة‬, ‫ يشرك‬, ‫شرك‬, kata syirik mengandung makna persekutuan,
penyertaan, pembandingan, pencampuran, penyamaan.

Ibnu Faris berkata, “Huruf syin (‫)ش‬, raa (‫)ر‬, dan kaaf (‫)ك‬, adalah akar kata yang memiliki dua
makna asal. Pertama menunjukkan pada makna muqaranah (penyertaan, pembandingan) dan
lawan dari kesendirian. Dan yang kedua menunjukkan makna imtidad (perpanjangan) dan
istiqamah (kelurusan).

Dari makna yang pertama diambil kata Syarikah yaitu sesuatu yang ada (dimiliki) oleh dua
orang, tidak khusus bagi salah satunya. Dikatakan pula Syaraktu fulanan fi syai’ ( ‫شاركت فالنا في‬
‫ )الشيء‬apabila aku menjadi sekutu atau serikat baginya. Dan dikatakan Asyraktu fulanan ( ‫أشركت‬
‫ )فالنا‬apabila aku menjadikannya sebagai sekutu bagimu.”

Ibnu Manzhur berkata, “Disebut Thariq Musytarak (‫ )طريق مشترك‬yaitu jalan yang seluruh
manusia memiliki kesamaan dalam hak untuk melewatinya. Dan disebut Isim Musytarak ( ‫اسم‬
‫ )مشترك‬untuk kata yang memiliki kesamaan makna.”

Definisi secara istilah


Adapun secara istilah dalam agama, maka para ulama telah menyampaikan definisi syirik dengan
berbagai redaksi yang berbeda-beda yang definisi itu saling melengkapi.

Syaikh Sulaiman bin Abdillah Alu Syaikh berkata, “(Syirik adalah) menyerupakan makhluk
kepada Allah dalam kekhususan ilahiyah (sifat ketuhanan). Seperti dalam menguasai mudarat
dan manfaat, memberi dan menghalangi; yang sifat ini menjadikan doa, rasa takut, rasa harap,
tawakal dan seluruh macam ibadah bergantung hanya kepada Allah semata.”

Syaikh Abdurrahman As-Sa’di berkata, “Hakikat syirik kepada Allah adalah; diibadahinya suatu
makhluk sebagaimana Allah diibadahi. Atau dia diagungkan sebagaimana Allah diagungkan.
Atau diserahkan untuknya sebagian dari kekhususan Rububiyyah maupun Ilahiyyah.”

Syaikh Muhammad Thahir bin Asyur berkata, “(Syirik adalah) menyekutukan selain Allah
kepada Allah dalam keyakinan yang berkaitan dengan ilahiyah (sifat ketuhanan) dan dalam hal
ibadah.”

Asy-Syaukani berkata, “Syirik adalah berdoa kepada selain Allah dalam perkara-perkara yang
menjadi kekhususan bagi-Nya, atau meyakini adanya kemampuan bagi selain Allah dalam
perkara yang hanya dimampui oleh Allah, atau mendekatkan diri kepada selain Allah dengan
sesuatu yang hanya boleh dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah.”

Dan masih banyak lagi keterangan para ulama tentang definisi syirik.

Secara ringkas bisa kita katakan bahwa syirik adalah menjadikan tandingan bagi Allah dalam
hak, otoritas dan kekhususan Allah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya tentang dosa yang paling besar, beliau
menjawabnya dengan dosa syirik dengan sabdanya,
َ َ‫أَ ْن تَجْ َع َل هَّلِل ِ نِ ًّدا َوه َُو خَ لَق‬
‫ك‬

“Kamu menjadikan tandingan bagi Allah, padahal Dia yang telah menciptakanmu.” [HR. Al-
Bukhari no. 4477 dan HR. Muslim no. 86]

Hukum Syirik
Syirik adalah dosa besar yang paling besar. Maka jelas syirik merupakan perkara yang sangat
diharamkan dalam Islam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ُ ‫أَ ْكبَ ُر ْال َكبَائِ ِر ا ِإل ْش َرا‬


ِ ‫ك بِاهَّلل‬

“Dosa besar yang paling besar, adalah menyekutukan (sesuatu) kepada Allah.” [HR. Al-Bukhari
no. 6919. dan HR. Muslim no. 87]

Hanya saja perbuatan syirik itu bermacam-macam dan tidak berada pada tingkat keharaman yang
sama. Karena ada di antara perbuatan syirik yang bisa mengeluarkan pelakunya dari agama
Islam, dan ada yang tidak sampai mengeluarkan pelakunya dari agama Islam, meskipun
semuanya termasuk dosa besar, dan semuanya diharamkan Allah.

Allah berfirman,

‫ق َوأَن تُ ْش ِر ُكوا بِاهَّلل ِ َما لَ ْم يُنَ ِّزلْ بِ ِه س ُْلطَانًا َوأَن تَقُولُوا‬


ِّ ‫ش َما ظَهَ َر ِم ْنهَا َو َما بَطَنَ َواإْل ِ ْث َم َو ْالبَ ْغ َي بِ َغي ِْر ْال َح‬ ِ ‫قُلْ إِنَّ َما َح َّر َم َرب َِّي ْالفَ َو‬
َ ‫اح‬
َ‫َعلَى هَّللا ِ َما اَل تَ ْعلَ ُمون‬

“Katakanlah: Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun
yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar,
(mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah
untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.”
[QS. Al-A’raf: 33]

Macam-macam Syirik
Syirik terbagi menjadi beberapa macam sesuai dengan tinjauan pembagian syirik tersebut.

Ditinjau dari hak dan kekhususan Allah, maka syirik terbagi menjadi tiga:
1. Syirik dalam Rububiyah Allah
Yaitu menyekutukan makhluk kepada Allah pada kekhususan sifat Rububiyah Allah, atau
mengingkari sebagian dari sifat Rububiyah Allah.

Contohnya:
Seperti kesyirikan para penyembah bintang yang menganggap atau meyakini bahwa bintang-
bintang itu memiliki andil dalam pengaturan alam semesta. Kesyirikan orang-orang Majusi yang
menyandarkan berbagai kejadian baik kepada (tuhan) cahaya, dan menyandarkan berbagai
kejadian buruk kepada (tuhan) kegelapan. Kesyirikan orang-orang Nasrani yang menganggap
ada tiga tuhan.

Atau seperti kesyirikan Firaun yang mengingkari keberadaan Allah dan menjadikan dirinya
sebagai tuhan. Juga seperti kesyirikan orang-orang ahli filsafat yang menganggap bahwa alam
semesta ini ada semenjak dahulu kala dan tidak diawali dengan ketiadaan dan bahwa perkara-
perkara yang baru di alam semesta ini seluruhnya hanya kembali kepada hukum sebab dan akibat
saja tanpa ada yang menjadikannya atau mengaturnya.
2. Syirik dalam Asma (nama-nama) dan Sifat-sifat Allah
Yaitu menyerupakan Allah Sang pencipta dengan makhluk. Seperti orang yang mengatakan
bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang menyerupai sifat makhluk; tangan-Nya seperti tangan
makhluk, pendengaran-Nya seperti pendengaran makhluk, penglihatan-Nya seperti penglihatan
makhluk, dan lain sebagainya.

Atau mengambil dari nama-nama Allah untuk diberikan kepada sesembahan-sesembahan yang
batil. Seperti kesyirikan orang-orang musyrik yang menamai tuhan mereka dengan nama Laata
atau Uzza, yang keduanya diambil dari nama Al-Ilah dan Al-Aziz.

3. Syirik dalam Uluhiyah Allah


Yaitu menjadikan makhluk sebagai tandingan bagi Allah dalam peribadahan. Atau mengarahkan
salah satu macam ibadah kepada selain Allah.

Contohnya: Berdoa kepada selain Allah, isti’anah (memohon pertolongan) kepada selain Allah,
istighatsah (memohon dihilangkan kesusahan) kepada selain Allah, isti’adzah (memohon
perlindungan), takut atau harap kepada selain Allah, tawakal kepada selian Allah, dan lain
sebagainya di antara macam-macam ibadah yang ditujukan kepada selain Allah.

Adapun bila ditinjau dari konsekuensi hukumnya, maka syirik terbagi menjadi dua:
1. Syirik besar
Yaitu perbuatan syirik yang menjadikan pelakunya kafir keluar dari agama Islam, dan
mengakibatkan dia kekal selama-lamanya di dalam neraka.

Termasuk kategori syirik besar adalah meyakini ada pencipta selain Allah, atau pengatur selain
Allah, atau meyakini ada yang mengetahui ilmu ghaib selain Allah, dan lain sebagainya yang ini
termasuk dalam bagian syirik dalam hal Rububiyah dan Asma wa Sifat Allah.

Juga termasuk dalam syirik besar adalah menjadikan tandingan bagi Allah dalam perbuatan
ibadah, yang ini merupakan bagian dari syirik dalam Uluhiyah Allah.

2. Syirik kecil
Yaitu perbuatan syirik yang tidak menjadikan pelakunya keluar dari agama Islam, dan tidak
mengakibatkan dia kekal di dalam neraka.

Dan para ulama mendefinisikan syirik kecil dengan: segala sesuatu yang dinamakan oleh syariat
ini sebagai syirik atau yang semakna dengan kesyirikan, sedangkan dia merupakan wasilah
(perantara) kepada syirik besar.

Contoh-contoh perbuatan yang termasuk syirik kecil antara lain: bersumpah dengan selain nama
Allah, perbuatan riya yang sedikit, menganggap sesuatu sebagai sebab padahal Allah tidak
menjadikannya sebagai sebab seperti dalam masalah penggunaan jimat, dan lain sebagainya.

Syirik kecil ini meskipun nilai keburukannya lebih ringan bila dibandingkan dengan syirik besar,
namun sesungguhnya syirik kecil ini lebih besar dari dosa-dosa besar (Kabair).

Bahaya Dosa Syirik


Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan peringatan yang sangat
banyak kepada kita tentang bahaya dosa syirik. Hal ini menunjukkan bahwa syirik benar-benar
dosa yang sangat besar yang harus kita jauhi. Berikut di antara bahaya dosa syirik, sebagaimana
disebutkan dalam Al-Quran maupun As-Sunah.
Dosa syirik tidak diampuni Allah
Allah berfirman,

َ ِ‫ك بِ ِه َويَ ْغفِ ُر َما ُدونَ ٰ َذل‬


‫ك لِ َمن يَشَا ُء‬ َ ‫إِ َّن هَّللا َ اَل يَ ْغفِ ُر أَن يُ ْش َر‬

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia akan mengampuni dosa yang
selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki.” [QS. An-Nisa: 48]

Maka orang yang mati dengan membawa dosa syirik karena tidak bertobat darinya, dialah yang
tidak akan mendapat ampunan.

Syirik menggugurkan amalan


Allah berfirman,

َ‫َولَوْ أَ ْش َر ُكوا لَ َحبِطَ َع ْنهُم َّما كَانُوا يَ ْع َملُون‬

“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah
mereka kerjakan.” [QS. Al-An’am: 88]

Pelaku syirik diharamkan dari surga


Allah berfirman,

‫ار‬
ٍ ‫ص‬َ ‫إِنَّهُ َمن يُ ْش ِر ْك بِاهَّلل ِ فَقَ ْد َح َّر َم هَّللا ُ َعلَ ْي ِه ْال َجنَّةَ َو َمأْ َواهُ النَّا ُر َو َما لِلظَّالِ ِمينَ ِم ْن أَن‬

“Sesungguhnya orang yang menyekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah
mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang
zalim itu seorang penolong pun.” [QS. Al-Maidah: 72]

Dosa syirik menghalangi seseorang mendapatkan rasa aman dan petunjuk


Allah berfirman,

َ‫الَّ ِذينَ آ َمنُوا َولَ ْم َي ْلبِسُوا إِي َمانَهُم بِظُ ْل ٍم أُو ٰلَئِكَ لَهُ ُم اأْل َ ْمنُ َوهُم ُّم ْهتَ ُدون‬

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman
(syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang
mendapat petunjuk.” [QS. Al-An’am: 82.]

Syirik adalah kezaliman terbesar


Allah berfirman,

‫ك لَظُ ْل ٌم َع ِظي ٌم‬ َّ َ‫َوإِ ْذ قَا َل لُ ْق َمانُ اِل ْبنِ ِه َوهُ َو يَ ِعظُهُ يَا بُن‬
َ ْ‫ي اَل تُ ْش ِر ْك ِباهَّلل ِ إِ َّن ال ِّشر‬

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: Hai anakku, janganlah kamu menyekutukan Allah, sesungguhnya menyekutukan
(Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” [QS. Luqman: 13]

Syirik akan mendatangkan ketidaktenangan


Allah berfirman,

َ‫ب هَّللا ُ َمثَاًل َّر ُجاًل فِي ِه ُش َركَا ُء ُمتَشَا ِكسُونَ َو َر ُجاًل َسلَ ًما لِّ َر ُج ٍل هَلْ يَ ْست َِويَا ِن َمثَاًل ْال َح ْم ُد هَّلِل ِ بَلْ أَ ْكثَ ُرهُ ْم اَل يَ ْعلَ ُمون‬
َ ‫ض َر‬
َ
“Allah membuat perumpamaan (yaitu) seorang laki-laki (budak) yang dimiliki oleh beberapa
orang yang berserikat padanya yang mereka dalam perselisihan, dan seorang budak yang menjadi
milik penuh dari seorang laki-laki (saja); Adakah kedua budak itu sama halnya? Segala puji bagi
Allah tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” [QS. Az-Zumar: 29]

Maknanya, bahwa perumpamaan orang musyrik yang menyembah tuhan yang banyak bagaikan
seorang budak yang dimiliki oleh banyak orang yang saling berselisih karena buruknya akhlak
mereka. Maka diri budak ini pun terbagi-bagi; karena setiap tuannya menuntut sesuatu darinya
yang berbeda dari tuannya yang lain. Sehingga budak ini pun kebingungan, mana yang harus dia
taati dari tuan-tuan yang banyak itu. [Tafsir Al-Wasith, Sayyid Thanthawi]
‫معرفة اإليمان‬
AL IMAN
MUQODDIMAH
Memahami hakekat iman adalah sangatlah penting, karena salah dalam memahaminya
maka akan berakibat fatal dalam kehidupan dunia terlebih kehidupan akhirat yang tidak lagi
bermanfaat harta dan keturunan kecuali orang yang menghadap Allah dengan Qolbun Salim.

Pembahasan ini berkaitan dengan iman, yaitu: pengertian, bertambah dan berkurangnya,
serta tingkatan-tingkatan iman.
Iman itu bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan maksiat, dan ia itu memiliki
cabang-cabang (amal) seperti yang dikabarkan oleh Rasululah ‫ صلى هللا عليه وسلم‬:
“Iman itu ada 77 cabang, yang tertinggi adalah ucapan laa ilaha illAllah, dan yang
terendah adalah menyingkirkan rintangan dari jalanan.”

SECARA LUGHOWI
Kata iman berasal dari kata “‫ ”أمن‬yang berarti ketenangan dan keyakinan hati serta tidak
adanya ketakutan.
Kata kerja dari Tsulatsi Mazid dari kata ‫ أمن‬adalah
‫نمؤي – نمآ‬
Dimana jika menjadi Fi’il Muta’addi (kata kerja yang membutuhkan objek) dengan
huruf “‫ ”ب‬dan huruf “‫ ”ل‬seperti dalam ayat-ayat di bawah ini:
-> “dan kamu sekali-kali tidak akan percaya kepada Kami, Sekalipun Kami adalah orang-orang
yang benar.”(Yusuf: 17)
-> “Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu...” (Al-Baqoroh: 75)
Dan jika menjadi Fi’il Muta’addi dengan sendirinya (tanpa tambahan huruf lain) maka
akan berarti mendapatkan ketenangan (ithmi’nan) sebagai lawan dari ketakutan dan kegelisahan,
dimana makna ini sama dengan makna yang dimiliki dalam kata kerja Tsulatsi Mujarrad.Jika
dimaknai dalam terminologi suatu istilah tersendiri maka dikatakan ’Al iimaanu
attashdiyqu’Iman adalah membenarkan (Kasyifatussajah)

SECARA ‘URFUN
Definisi iman dapat kita lihat pada hadist berikut:
“Umar bin Khaththab radhiyAllahu anhu berkata:
..Kemudian ia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang Iman”. Nabi menjawab,
”Iman adalah, engkau beriman kepada Allah; malaikat-Nya; kitab-kitab-Nya; para Rasul-Nya;
hari Akhir, dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk,” ia berkata, “Engkau
benar.” Dia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang Ihsan”. Nabi ‫صلى هللا عليه وسلم‬
menjawab,”Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya.
Kalaupun engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.” Lelaki itu berkata lagi:
“Beritahukan kepadaku kapan terjadi Kiamat?” Nabi menjawab,”Yang ditanya tidaklah lebih
tahu daripada yang bertanya.” Dia pun bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang tanda-
tandanya!” Nabi menjawab,”Jika seorang budak wanita telah melahirkan tuannya; jika engkau
melihat orang yang bertelanjang kaki, tanpa memakai baju (miskin papa) serta pengembala
kambing telah saling berlomba dalam mendirikan bangunan megah yang menjulang tinggi.”
Kemudian lelaki tersebut segera pergi. Aku pun terdiam, sehingga Nabi bertanya kepadaku:
“Wahai,Umar! Tahukah engkau, siapa yang bertanya tadi?” Aku menjawab,”Allah dan RasulNya
lebih mengetahui,” Beliau bersabda,”Dia adalah Jibril yang mengajarkan kalian tentang agama
kalian.” [HR Muslim, no. 8]
Inilah pokok-pokok Aqidah Islamiyah yang shohih, apabila menyelisihi atau
mengingkari salah satunya saja maka dia sesat bahkan kufur karena telah mengingkari Al-Qur’an
dan As-Sunnah.

SECARA ISTILAHAl Imam Abu Bakr Al Aajurry rahimahullah (w. 360 H) berkata;
“Ketahuilah, semoga Allah merahmati kita; Yang menjadi pegangan ulama muslimin
adalah bahwa keimanan itu wajib atas setiap makhluk. Yaitu membenarkan dengan hati,
mengakui dengan lisan dan mengamalkan dengan anggota badan. Kemudian ketahuilah bahwa
pengenalan dengan hati dan pembenaran tidak mencukupi (tidak sah) kecuali apabila disertai
dengan keimanan dengan lisan yaitu mengucapkan (syahadatain). Dan pengenalan hati serta
pengucapan lisan tidak mencukupi (tidak sah) sampai diiringi dengan perbuatan/amalan anggota
badan. Kapan ketiga bagian ini terpenuhi maka dia orang beriman. Dalil akan hal ini Al Kitab
dan As-Sunnah dan ucapan ulama muslimin.” Asy-Syari’ah (2/611) cetakan kedua 1420 H, Daar
Al Wathan.
Dengan kata lain Iman adalah membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan
mengamalkan dengan perbuatan.

SECARA MA’ANI
Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum
beriman, tapi katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan
jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala
amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
Penjelasan QS Al Hujurat: 14:
”Orang-orang badui tidak beriman melainkan hanya perkataan lahiriah saja. Iman
memiliki kedudukan lebih tinggi dari Islam Seseorang yang sekedar tunduk dengan perintah
namun hatinya masih ogah-ogahan dalam beramal maka imannya belum sempurna.
Sedangkan keimanan tidak sekedar dzohir seseorang tapi disertai kemantapan dalam
hati.
QS. At Taubah: 124
Dan apabila diturunkan suatu-surat, maka di antara mereka (orang-orang munafiq) ada yang
berkata: “Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini?”
Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa
gembira. (At-Taubah: 124)
Jika ditemukan kata iman atau islam dalam suatu ayat maka Iman atau Islam di dalil itu
bermakna sama, Islam sekaligus Iman. Namun jika disebutkan bersamaan dalam 1 ayat, maka
maknanya berbeda sebagaimana makna Islam dan Iman dijelaskan seperti di atas.
Dalam QS. Al hujurat: 14, disebutkan bahwa Iman lebih tinggi dari Islam. Sedangkan
seluruh kemaksiyatan adalah mengurangi keimanan, Al-Imam Muslim di dalam Shohihnya
membuat bab khusus yaitu “Bab Penjelasan berkurangnya iman dengan maksiyat
...” kemudian beliau membawakan hadits dari Abu Huroiroh ‫ عنه هلال رضي‬, bahwa Rosululloh
‫صلى‬
‫ وسلم عليه هلال‬bersabda:
“Tidaklah berzina seorang pezina ketika dia berzina dalam keadaan beriman, tidaklah
mencuri seorang pencuri ketika dia mencuri dalam keadaan beriman, dan tidaklah meminum
khomer seorang peminum ketika dia meminumnya dalam keadaan beriman”
(Diriwayatkan juga oleh Al-Bukhori no.5578)
Al-Imam An-Nawawi (w.676 H) –rohimahulloh– berkata, ‘Hadits ini termasuk hadits
yang diperselisihkan oleh para ulama tentang maknanya, maka pendapat yang shohih adalah
pendapat yang dikatakan oleh para ahli tahqiq bahwa maknanya : tidaklah seseorang melakukan
maksiyat-maksiyat ini dalam keadaan sempurna keimanannya, ini termasuk lafadz-lafadz yang
dimutlakkan atas peniadaan sesuatu dan yang dimaksud adalah peniadaan kesempurnaannya dan
terpilihnya’ (Shohih Muslim bi Syarh An-Nawawi, I/319 Darul Hadits – Kairo)
Pada materi ini kita menerangkan iman secara ma’nawi itu mencakup apa saja jika iman
berdiri sendiri dalam suatu dalil yang mustahil jika tidak diketahui seorang Muslim atas
kewajibannya (ma’lum minaddien bid dharuroh).

PENJELAN SINGKAT SIKAP TERHADAP RUKUN IMAN


IMAN KEPADA Allah
(Al-Baqoroh: 256) dan (Al-Baqoroh: 186; Ali-Imron: 52, 110, 193; An-Nisa: 175 dan...)
Bahwanya Iman kepada Allah tidaklah sempurna kecuali diiringi dengan sikap
mengkufuri thogut. Kita wajib membenarkan dengan hati terkait:
Rububiyah Allah  Allah sebagai Subjek yang secara khusus Allah mengatur,
menciptakan, berkuasa, dll.
Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah SWT. Maha suci Allah
SWT, Rabb semesta alam. (QS. Al-A'raaf: 54)
Uluhiyah Allah  Allah sebagai objek, sebagai dzat yang di tuju yang diibadahi.
Dan Rabbmu adalah Rabb Yang Maha Esa; Tidak ada Rabb (Yang hak di sembah)
melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah: 163)
Asma’ wa Shifat Allah  fungsi dari mengena sifat dan nama Allah ini agar hamba
semakin mengenal Allah, timbul mahabbah (cinta), rindu, bahagia, tawakkal, dan semakin
mendekatkan diri pada Allah. dan Mulkiyah Allah.
Al-Malik: Dia Yang Maha Memiliki: yang memiliki semua makhluk.
Al-Maalik: Dia Raja: yang merajai semua pemilik, raja-raja dan hamba.
Al-Maliik: Pemilik Kerajaan: yang terlaksana perintah-Nya di dalam kerajaan-Nya.Di
Tangan-Nya kerajaan. Dia memberikan kerajaan kepada orang yang dikehendaki-Nya dan
mengambil kerajaan dari orang yang Dia kehendaki.
Kemudian, secara lisan kita mengucapkan berbagai perkataan yang terkait dengan
pembenaran tersebut, misalnya dalam bentuk doa, dzikir, dengan melantunkan bacaan-bacaan
dalam al qur’an.
Setelah itu, kita wajib untuk memgamalkannya dengan menjalankan semua perintah
Allah, menegakkan syari’at dan Undang-Undang Allah, mengangkat pemimpin dengan aturan-
aturan Allah, dan segala sikap yang merepresentasikan apa yang ada di hati dan diucapkan
dengan lisan.
Syari’at menunjukkan adanya Allah SWT. Hukum-hukum yang mencakup segala
kepentingan makhluk, dan yang diturunkan oleh Allah SWT di dalam kitab-kitab-Nya terhadap
para Nabi ‫ صلى هللا عليه وسلم‬dan rasul-Nya merupakan bukti bahwa hal itu berasal dari Rabb Yang
Maha Bijaksana, Maha Kuasa, Maha Mengetahui terhadap segala kepentingan hamba-Nya.
Renungan:
“Lantas bagaimana kita bisa merasakan kehadiran Allah disaat ini jika syari’at Islam
tidak ditegakkan?”Beriman kepada Allah: membuahkan cinta kepada Allah ‫ جل جالله‬,
mengagungkan-Nya, bersyukur kepada-Nya, menyembah-Nya, taat dan takut
kepada-Nya, dan menjunjung perintah-perintah-Nya.

IMAN KEPADA MALAIKAT


Iman kepada para malaikat: [25] (Al-Baqoroh: 285) dan (Al-Baqoroh: 177).
Iman pada malaikat mencakup pembenaran dengan hati akan adanya malaikat yang tidak makan,
tidak minum, tidak pernah bermaksiat kepada Allah, malaikat bukan laki-laki dan bukan
perempuan, tidak berkembang biak, pemikul arsy, jarak antara daun telinga bagian bawahnya
sampai ke pundaknya adalah perjalanan 700 tahun, punya sayap yang jumlahnya 2/3/4 dan
malaikat jibril sendiri mempunyai 600 sayap. Juga mengimani bahwa malaikat diciptakan oleh
Allah sebanyak 70.000 setiap harinya sebagaimana hadist:
“Dalam cerita al-Mi'raaj, sesungguhnya Nabi SAW tatkala mendatangi langit ke tujuh,
beliau bersabda:...lalu aku diangkat ke Baitul Ma'mur, aku bertanya kepada Jibril a.s, ia
menjawab: 'Ini adalah Baitul Ma'mur, setiap hari 70.000 orang malaikat shalat di dalamnya,
apabila mereka keluar, niscaya mereka tidak akan pernah kembali kepadanya.' [Muttafaqun
'alaih. HR. al-Bukhari no.3207 dan lafazh ini baginya, dan Muslim no (162)]
"Aku diberi izin menceritakan tentang satu malaikat dari malaikat-malaikat Allah SWT,
dari malaikat pemikul arasy. Sesungguhnya (jarak) di antara daun telinga bagian bawahnya
sampai ke pundaknya adalah perjalanan tujuh ratus tahun." [Shahih. HR. Abu Daud no. 4727,
Shahih Sunan Abi Daud no. 3953. lihat Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah no. 151]
Dari Abdullah bin Mas'ud r.a, sesungguhnya Muhammad SAW pernah melihat Jibril a.s,
ia mempunyai enam ratus sayap. [Muttafaqun 'alaih. HR. al-Bukhari no 4857 dan ini
lafazhnya,dan Muslim no. 174]
Keyakinan dalam hati itu kemudian diikrarkan dengan lisan berupa perkataan-perkataan
yang sesuai dengan keyakinan hati, termasuk ketika kita membaca Al-Qur’an yang berisi pujian
atau apapun yang berkenaan dengan malaikat. Setelah itu, amal perbuatan kita harus
mencerminkan apa yang ada dalam hati dan ucapan misalkan, kita dalam berbuat selalu waspada
karena diawasi oleh malaikat di kanan-kiri kita yang siap mencatat amal baik maupu buruk.
Allah SWT telah memberikan tugas kepada mereka, di antara mereka adalah:
[1] Jibril a.s: Dia yang diwakilkan (ditugaskan) membawa wahyu kepada para Nabi dan rasul.
[2] Mikail a.s: Dia yang diwakilkan (diberi tugas) untuk menurunkan hujan dan tumbuhan.
[3] Israfil a.s: Dia yang diwakilkan (diberi tugas) meniup terompet. Mereka adalah para
pembesar malaikat. Mereka diberi tugas dengan sebab-sebab kehidupan. Jibril ditugaskan dengan
wahyu yang dengannya hidup semua hati. Mikail ditugaskan denganhujan yang dengannya
terjadi kehidupan bumi setelah matinya. Israfil ditugaskan meniup terompet yang dengannya
terjadi kehidupan semua tubuh setelah matinya.
[4] Malik, penjaga neraka: Dia ditugaskan sebagai penjaga neraka.
[5] Ridhwan penjaga surga: Dia diwakilkan sebagai penjaga surga.
[6] Di antara mereka ada Malakul maut yang ditugaskan mencabut ruh saat meninggal dunia.
[7] Di antara mereka ada para pemikul arsy, penjaga-penjaga surga dan penjaga-penjaga neraka.
[8] Di antara mereka adalah para malaikat yang ditugaskan menjaga anak cucu Adam a.s,
menjaga amal perbuatan mereka, dan mencatatnya bagi setiap orang.
[9] Di antara mereka ada yang ditugaskan dengan seorang hamba secara terus menerus.
[10] Di antara mereka ada malaikat yang silih berganti siang dan malam.
[11] Di antara mereka ada malaikat yang mengikuti majelis-majelis zikir.
[12] Di antara mereka ada malaikat yang ditugaskan dengan janin di dalam kandungan, mereka
menulis rizqinya, amalnya, ajalnya, dan celaka atau keberuntungannya dengan perintah Allah
SWT.
[13] Di antara mereka ada malaikat yang ditugaskan dengan memberikan pertanyaan kepada
mayit di dalam kuburnya tentang Rabb-nya, dien-nya, dan Nabinya. Dan selain mereka sangat
banyak sekali yang tidak diketahui jumlahnya oleh selain Allah SWT yang menghitung segala
sesuatu secara terperinci. (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang
duduk dsebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang
diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (QS Qaaf: 17-18)
Dari Abu Hurairah r.a, sesungguhnya Rasulullah ‫ صلى هللا عليه وسلم‬bersabda: "Allah SWT
berfirman, Apabila hambaku ingin melakukan kejahatan, maka janganlah kamu menulis
kejahatan itu atasnya sampai dia melakukannya. Jika dia melakukannya maka tuliskan
seumpamanya. Dan jika dia meninggalkannya karena Aku, maka tulislah untuknya satu
kebaikan. Dan jika dia ingin melakukan kebaikan, lalu tidak mengerjakannya, maka tulislah
baginya satu kebaikan. Dan jika dia melakukannya maka tulislah baginya dengan sepuluh kali
lipat hingga tujuh ratus kali lipat." [Muttafaqun 'alaih. Al-Bukhari no 7501 dan ini lafazdnya, dan
Muslim no. 128].
Beriman kepada malaikat: membuahkan cinta kepada mereka, merasa malu terhadap
mereka, dan mengambil pelajaran dengan ketaatan mereka.

IMAN KEPADA KITAB-KITAB Allah


Iman kepada apa yang dibawa oleh para nabi yang diturunkan oleh Allah Swt (kitab-kitab
samawi dan sejenisnya): [23] (Al-Baqoroh: 136) dan (An-Nisa: 162).
Iman kepada kitab-kitab Allah mencakup pembenaran dengan hati secara global terhadap semua
kitab yang diturunkan Allah. Juga membenarkan secara rinci kitab yang Allah sebutkan namanya
yaitu Shuhuf, Zabur, Taurat, Injil dan penutupnya Al Qur’an. Kemudian secara lisan membaca
Al Qur’an juga mendakwahkannya. Setelah itu wajib diamalkan dengan menjalankan kandungan
yang ada dalam Al Qur’an.

Kita perlu tau bahwa kitab-kitab terdahulu dinasakh dengan turunnya Al-Qur’an: Dan
Kami telah turunkan kepadamu al-Qur'an dengan membawa kebenaran,
membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu
ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang
Allah SWT turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan
kebenaran yang telah datang kepadamu... (QS. Al-Maidah: 48)

Rasulullah ‫ صلى هللا عليه وسلم‬cuma di kasi mandat untuk menjelaskan Al Qur’an Allah SWT
menurunkannya sebagai penjelas bagi segala sesuatu, petunjuk dan rahmat bagi
semesta alam. Ia adalah kitab paling utama. Malaikat paling utama, Jibril a.s turun
dengannya kepada makhluk paling utama yaitu Muhammad ‫ صلى هللا عليه وسلم‬, kepada umat paling
utama yang dikeluarkan untuk manusia, dengan bahasa paling utama dan paling fasih, yaitu
bahasa Arab yang jelas.
keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al
Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka
dan supaya mereka memikirkan, (QS. An Nahl:44)
Setiap orang wajib beriman dengannya, mengamalkan hukum-hukum-Nya, beradab
dengan adab-adabnya. Allah SWT tidak menerima amal ibadah dengan selainnya setelah
turunnya (al-Qur`an) yang Allah SWT memberi jaminan terpeliharanya.

Maka, ia terpelihara dari penyimpangan dan perubahan, dan dari tambahan dan
kekurangan. Firman Allah SWT:
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-
benar memeliharanya. (QS. Al-Hijr: 9)

Tantangan Allah akan kebenaran Qur’an:
Katakanlah! ‘Andai kata seluruh manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa
Alquran ini, pasti mereka semua tidak dapat membuat yang serupa dengan dia, walaupun mereka
saling tolong-menolong.” (QS. Al-Isra [17]:88)

IMAN KEPADA PARA NABI DAN RASUL


Iman kepada seluruh para nabi:
(Ali-Imron: 179) dan (Hadid: 19; Al-Baqoroh: 177; An-Nisa: 136).
Membenarkan dengan hati bahwa Allah mengutus para nabi dan rasul dengan satu misi
yang sama yaitu untuk mengkufuri thagut dan beriman kepada Allah SWT (QS. An-Nahl: 36)
Para nabi dan rasul juga bertugas untuk membacakan ayat-ayat Allah, mensucikan
umatnya, mengajarkan hikmah, menjadi suri tauadan, menjadi hakim, menjadi saksi, memberi
kabar gembira dan peringatan, dan lain sebagainya sebagaimana tersebut dalam Al-Qur’an
maupun Hadist nabi ‫ صلى هللا عليه وسلم‬.

Rasul, yaitu orang yang diberi wahyu oleh Allah SWT dengan syari'at dan diperintah-
Nya untuk menyampaikan syari'at itu kepada orang yang tidak mengetahuinya atau orang yang
mengetahui tentang syari’at itu tetapi tidak mau melaksanakannya. Nabi, yaitu orang yang diberi
wahyu oleh Allah SWT dengan syari'at yang terdahulu untuk memberi tahu kepada orang-orang
yang berada di sekitarnya dari para penganut syari'at tersebut dan memperbaharuinya. Setiap
Rasul adalah Nabi tapi tidak sebaliknya.

Secara lisan, maka kita wajib untuk membenarkan dengan lisan adanya para nabi dan
rasul secara global maupun secara khusus yang Allah dan rasul-Nya sebutkan, dan secara khusus
kepada nabi muhammad ‫ صلى هللا عليه وسلم‬, kita mengikrarkannya lewat syahadat Rasul.

Diantara sifat nabi dan Rosul:


- Laki-lakiQS.16: 43
- Memiliki kelebihan QS. Al-Imran: 33
- Menyuruh manusia agar berdakwah kepada Allah saja dan tidak menyekutukannya QS.An-
Nahl: 36
- Menentukan syari’at yang sesuai dengan kondisi mereka QS. Al Maidah: 48
Manusia juga QS. Al A’raf: 188Setelah itu, maka kita wajib untuk mengamalkannya dengan
menjadi penerus para Nabi (setelah tidak adanya Nabi pasca Nabi Muhammad ‫صلى هللا عليه وسلم‬
wafat) dengan berjuang menegakkan tauhid dan dinul Islam.
Penerus para Rasul adalah ulama. Ulama dalam al qur’an adalah seseorang yang takut
kepada Allah (QS. Faathir: 28). Maka kita semua harus menjadi ulama untuk meneruskan para
nabi dan rasul. Karena tiadalah orang yang selamat kecuali orang yang takut pada Allah. Maka
tugas Nabi dan Rasul di atas berikutnya menjadi tugas kita semua yang mengaku sebagai umat
rasul ‫ صلى هللا عليه وسلم‬. Beriman kepada kitab-kitab dan rasul-rasul: Membuahkan kekuatan iman
kepada Allah ‫جل جالله‬
dan mencintai-Nya, mengenal syari'at-syari'at Allah ‫ جل جالله‬, apa-apa yang dicintai Allah ‫جل جالله‬
, dan apa-apa yang dibenci-Nya, mengenal negeri akhirat, dan mencintai rasul-rasul Allah ‫جل‬
‫ جالله‬dan mentaati kepada mereka.

Kesitimewaan para Nabi dan Rasul ‘‫ صلى هللا عليه وسلم‬:


a. Allah SWT telah memilih mereka dengan wahyu dan Risalah yang di embannya. QS. Al Hajj:
75 dan Al Kahfy 110

b. Terpelihara dari kesalahan pada apa-apa yang mereka sampaikan kepada manusia yaitu aqidah
dan hukum. Jika mereka keliru maka Allah SWT yang meluruskan mereka
kepada yang haq dan benar. QS. 53: 1-5

c. Sesungguhnya mereka tidak bisa diwaris setelah kematian mereka.


Dari 'Aisyah r.a, ia berkata, 'Rasulullah SAW bersabda, 'Kami tidak diwaris, apa yang
kami tinggalkan menjadi sedakah.' [HR. al-Bukhari no. 6730 dan ini lafazhnya, dan Muslim no
1757]

d. Mata mereka tidur dan hati mereka tidak tidur.


Dari Anas bin Malik r.a dalam cerita Isra`: 'Dan Nabi SAW tidur kedua matanya tetapi
tidak tidur hatinya. Demikian pula para nabi, mata mereka tidur tapi hati mereka tidak
tidur."[ HR. al-Bukhari no. 3570]

e. Sesungguhnya mereka diberi pilihan di antara dunia dan akhirat saat akan meninggal dunia.
Dari 'Aisyah r.a, ia berkata, "Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Tidak ada
seorang nabi yang sakit kecuali diberi pilihan antara dunia dan akhirat." [HR. al-Bukhari
no 4586 dan ini lafazhnya, dan Muslim no. 2444]

f. Mereka dikuburkan di tempat mereka meninggal dunia.


Dari Abu Bakar r.a, ia berkata, 'Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Tidak akan
dikuburkan seorang nabi kecuali di tempat ia meninggal dunia" [Shahih. HR. Ahmad no.
27. lihat Shahih al-Jami' no. 5201]

g. Bumi tidak dapat memakan jasad mereka.


Dari Aus bin Aus r.a, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda: 'Sesungguhnya hari terbaik
kamu adalah hari Jum'at...’ dan dalam hadits ini: ‘mereka bertanya: 'Hai Rasulullah,
bagaimana shalawat kami diperlihatkan kepadamu sedangkan engkau telah hancur?’
Mereka mengatakan: engkau telah hancur. Beliau menjawab: 'Sesungguhnya Allah
SWTmengharamkan jasad para Nabi kepada bumi." [Shahih. HR. Abu Daud no 1047, Shahih
Sunan Abu Daud no. 925]

h. Mereka tetap hidup di kubur mereka dan melakukan shalat.


Dari Anas r.a, dari Nabi SAW, beliau bersabda, 'Para Nabi SAW tetap hidup di kubur
mereka, melaksanakan shalat.' [HR. Abu Ya'la no 3425. lihat: as-Silsilah al-Ahadits
Shahihah no. 62]
Dari Anas r.a, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, 'Aku melewati Musa a.s pada
malam aku diisra`kan di sisi tumpukan pasir merah sedang shalat di dalam kuburnya."
[HR. Muslim no. 2375]

i. Istri-istri mereka tidak boleh dikawini setelah mereka. (QS Al Ahzab: 53)

IMAN KEPADA HARI KIAMAT


Iman kepada hari kiamat: [24] (Al-Baqoroh: 62) dan (Al-Baqoroh: 126, 228, 232, 264
dan...). Yaitu membenarkan dengan mantap setiap apa yang dikabarkan oleh Allah SWT dan
rasul-Nya dari apa-apa yang akan terjadi pada hari yang besar tersebut, yaitu kebangkitan,
digiring, dihisab (dihitung amal perbuatan), titian/jembatan, timbangan, surga, neraka, dan selain
yang demikian itu dari apa-apa yang berlaku pada hari Kiamat.
Termasuk dengan hal itu apa yang ada sebelum mati berupa tanda-tanda hari kiamat, dan
apa-apa yang ada setelah kematian berupa fitnah kubur, siksa dan nikmat kubur. Dan karena
begitu pentingnya dua rukun ini, Allah SWT banyak sekali menyertakan di antara keduanya
dalam ayat-ayat al-Qur`an:
Demikianlah diberi pelajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah SWT dan hari
akhirat.. (QS. Ath-Thalaaq: 2)

IMAN KEPADA TAQDIR BAIK DAN BURUK


Iman kepada Taqdir meyakini dengan keyakinan yang pasti bahwa segala kebaikan,
keburukan segala sesuatu yang terjadi, adalah dengan Qadha dan Qadar Allah ‫ جل جالله‬,
sebagaimana firman-Nya:
Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran". (QS. Al-Qamar: 49)
Tidak ada istilah “kebetulan” di alam ini, hendaknya kita mengatakan
“Qadarullah”.Sebagian ulama menjelaskan perbedaan Qadha dan Qadar sebagian lagi
mengatakan bahwa Qadha dan Qadar adalah satu.
Al-Hafid Ibnu Hajar dalam ‘Fathul Bari, (11/477) mengatakan, “Para ulama berpendapat,
Qadha adalah hukum secara global di azali. Sementara qadar cabang dan perincian dari hukum
tersebut.”
Beliau berkata di tempat lain, (11/149), “Qadha adalah ketetapan umum secara global di
azali. Sementara qadar adalah hukum terjadinya cabang dari keumuman tersebut secara
terperinci.”
Sikap kita hendaknya berada di pertengahan antara Jabbariyah (sepenuhnya atas kehendak Allah)
dan Qadariyyah (sepenuhnya atas kehendak manusia). Dengan mengimani hal ini,
maka kita harus bertawakal atas apa yang telah terjadi dan berdoa serta berusaha atas apa yang
belum terjadi.
Iman kepada qadar memiliki empat tingkatan:
Pertama: Al-‘Ilmu (Ilmu)  Jadi, tidak ada satupun yang luput dari segala sesuatu dari Allah baik
itu yang lalu atau yang akan datang.

Kedua: Al-Kitaabah (Penulisan)  mengimani bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah


mencatat seluruh taqdir makhluk di al-Lauhul Mahfuzh. Sedangkan, apabila Allah
menciptakan janin ketika mencapai 4 bulan, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus
kepadanya seorang Malaikat yang diperintahkan untuk mencatat 4 (empat) hal, yaitu tentang
rizkinya, ajalnya, amalnya, serta celaka atau bahagia. [HR. Al-Bukhari (no. 3208, 3332, 6594,
7454) dan Muslim (no. 2643), dari Sahabat Abdullah bin Mas’ud RadhiyAllahu anhu]

Ketiga: Al-Masyii-ah (Kehendak) bahwa apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi dan apa
yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi. Mengimani masyiiah (kehendak) Allah
Subhanahu wa Ta’ala yang pasti terlaksana dan qudrah (kekuasaan) Allah Subhanahu wa Ta’ala
yang meliputi segala sesuatu.

Keempat: Al-Khalq (Penciptaan)Allah menciptakan segala sesuatu, termasuk didalamnya


ciptaan Allah adalah perbuatan manusia di QS. Ash-Shaaffaat: 96

Kapan boleh berhujjah dengan Qadar?


Ada hal yang diluar kehendak manusia, maka manusia tidak akan ditanya dan dihisab
atasnya. [QS. Al Hadid: 22]
Terdapat juga taqdir Allah berupa segala perbuatan yang mampu dan bisa dilakukan oleh
manusia, dengan bekal yang diberikan ole Allah ‫ جل جالله‬berupa akal, kemampuan dan kebebasan
memilih, seperti memilih antara iman dan kafir, antara taat dan maksiat, juga memilih perbuatan
baik dan perbuatan buruk, maka hal ini perkara yang manusia dihisab atasnya. [QS. Al Kahfi:29;
Fushshilat:46; Ar-Rum:44; At-Takwir:27-29]

1. Manusia boleh berhujjah dengan qadar


a. Dalam melaksanakan ketaatan. Hal ini diperintahkan.b. Dalam musibah yang menimpa.
Perkara dianjurkan, selain itu penampilan
lahiriyahnya, seseorang sakit, atau meninggal dunia, atau mendapat musibah di luar
kehendaknya, maka ia boleh berhujjah dengan taqdir Allah ‫ جل جالله‬, Hendaklah dia
mengucapkan: "Allah ‫ جل جالله‬telah menentukannya dan apa yang dikehendaki-Nya mesti
terjadi".
Maka dia harus bersabar dan ridha jika ia mampu, demi untuk mendapatkan pahala.
Seperti firman Allah ‫ جل جالله‬:
"... Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. 156. (yaitu)
orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Innalillaahi wa
innaa ilaihi raaji'uun"[101]. 157. Mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang
Sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang
mendapat petunjuk. QS. Al-Baqarah: 155-157

2. Manusia tidak boleh beralasan dengan taqdir atas kemaksiatan dan kekafiran yang
dilakukannya, sebab mengakibatkan seseorang meninggalkan kewajiban, atau
melakukan apa yang diharamkan, karena Allah ‫ جل جالله‬menyuruh berbuat taat dan
meninggalkan maksiat, menyuruh bekerja dan melarang berpegang kepada taqdir.
Sekalipun Allah ‫ جل جالله‬yang telah menciptakannya dan tidak menyukainya, namun
sesungguhnya hal itu membawa kepada sesuatu yang Dia cintai, sebagaimana Dia telah
menciptakan syetan.
Maka kita redha dengan apa yang telah diciptakan oleh Allah ‫ جل جالله‬. Oleh karenanya,
suatu perkara, disukai dari satu sisi dan dibenci dari sisi yang lain, seperti obat yang tidak
disukai, dia zat yang dibenci, akan tetapi membawa ke pada hal yang disukai.
Sikap kita semestinya melaksanakan apa yang disukai dan diridhai, bukan ridha dengan segala
yang terjadi dan terwujud.
Jika taqdir yang telah terjadi boleh menjadi hujjah bagi seseorang, tentu Allah ‫جل جالله‬
tidak menyiksa orang-orang yang mendustakan para Rasul, seperti kaum nabi Nuh ‫ جل جالله‬,
kaum 'Aad, kaum Tsamud, dan semisal mereka, dan tentu Allah ‫ جل جالله‬tidak memerintahkan
untuk menegakkan hukum kepada orang-orang yang melakukan pelanggaran.
Seandainya Taqdir sebagai hujjah bagi pelaku maksiat, maka akan menghapuskan
kebolehan mencela dan menghukum manusia (yang berbuat buruk).
Sehingga seseorang tidak boleh mencela dan menghukum orang yang melakukan aniaya
terhadap dirinya, dan tidak pula boleh membedakan di antara orang yang melakukan perbuatan
baik atau perbuatan jahat. Dan ini jelas merupakan pendapat yang batil.
Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak
meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu
kesyukuranmu itu; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian
kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan dalam (dada)mu. (QS. Az
Zumar:7)
Sesuatu yang telah ditaqdirkan oleh Allah ‫ جل جالله‬bagi para hamba, berupa kebaikan
atau keburukan, tergantung pada sebab-sebabnya. Suatu kebaikan memiliki sebab-sebabnya yaitu
keimanan dan ketaatan, dan bagi keburukan ada sebab-sebabnya, yaitu kufur dan maksiat.
Dan seorang hamba tidak bisa mencapai ketentuan Allah ‫ جل جالله‬yang telah ditaqdirkan
baginya, baik berupa keberuntungan atau kecelakaan, kecuali setelah menjalani sebab-sebab
yang telah dilakukannya dengan ikhtiar yang telah diberikan Allah ‫ جل جالله‬kepadanya.
Oleh karenanya, untuk memasuki surga ada sebab-sebabnya dan untuk memasuki neraka
ada sebab-sebabnya.
Firman Allah ‫ جل جالله‬:
"Orang-orang yang mempersekutukan Tuhan, akan mengatakan: "Jika Allah menghendaki,
niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami
mengharamkan barang sesuatu apapun." demikian pulalah orang-orang sebelum mereka Telah
mendustakan (para rasul) sampai mereka merasakan siksaan kami. Katakanlah: “Adakah kamu
mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga dapat kamu mengemukakannya kepada kami?" kamu
tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kamu tidak lain hanyalah berdusta". QS. Al-
An'aam:148
Firman Allah ‫ جل جالله‬:
"Dan taatilah Allah dan rasul, supaya kamu diberi rahmat". QS. Ali 'Imraan: 132
Dari Ali bin Abi Thalib ra, sesungguhnya Rasulullah ‫ صلى هللا عليه وسلم‬bersabda:
"Tidak ada satu jiwapun darimu kecuali telah diketahui tempatnya, surga atau neraka.'
Mereka bertanya: "Wahai Rasulullah, kenapa kita mesti beramal?". Tidakkah kita berserah diri
tanpa beramal?. Beliau menjawab: 'Tidak, beramAllah, sebab setiap orang dimudahkan untuk
sesuatu yang ia diciptakan untuknya. Kemudian Rasulullah ‫ صلى هللا عليه وسلم‬membaca:"Adapun
orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, 6. Dan membenarkan adanya
pahala yang terbaik (syurga), 7. Maka kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.
8. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, 9. Serta mendustakan pahala
terbaik, 10. Maka kelak kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar". QS. Al-Lail: 5-10

Beriman kepada Qadar: membuahkan ketenangan jiwa dan ridha dengan apa yang
ditaqdirkan Allah. Dan apabila hal itu terealisasikan dalam kehidupan seorang muslim, tentu ia
berhak masuk surga, dan hal itu tidak sempurna kecuali dengan taat kepada Allah dan rasul-Nya.
KESIMPULAN
Jadi, Iman itu mencakup tiga hal:
1. Keyakinan dengan hati.
2. Pengucapan dengan lisan.
3. Pengamalan dengan anggota badan
Tidak cukup dengan salah satunya saja dan bukan berarti “perbuatan adalah syarat sah
keimanan” atau berarti seseorang yang mengucapkan syahadat tidak diterima keislamannya
alias masih kafir sampai dia beramal.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam Al Fatawa (7/616) mengatakan;
“Dan mustahil seseorang beriman dengan keimanan yang terdapat di dalam hatinya bahwa Allah
mewajibkan atasnya mengerjakan shalat, menunaikan zakat, berpuasa dan haji kemudian dia
hidup sepanjang usianya namun tidak sujud kepada Allah walau sekali, tidak puasa Ramadhan,
tidak menunaikan zakat, tidak pergi haji ke Baitullah. Ini mustahil bahkan tidak terbayangkan
ada yang seperti ini kecuali terdapat padanya kemunafikan di dalam hati dan kezindikan, dan
kekosongan (hati) dari iman yang shahih.”
Maka, aqidah siapakah yang mengatakan orang yang tidak beramal sama sekali dengan
anggota badan tetap dianggap muslim selagi masih mengakui kewajiban-kewajibannya?
Al Imam Ishaq bin Rahawaih rahimahullah (w. 238 H) berkata;
“Murji’ah telah kelewatan sampai-sampai diantara ucapan mereka bahwa suatu kaum
mengatakan barangsiapa meninggalkan shalat yang wajib, puasa Ramadhan, zakat dan haji serta
semua kewajiban-kewajiban tanpa mengingkari kewajibannya; Kami tidak mengkafirkannya.
Urusannya dikembalikan kepada Allah, karena dia mengakui (wajibnya). Mereka ini adalah
orang-orang yang tidak diragukan!”Ibnu Rajab (w. 736 H) berkata; “Bahwa merekalah
Murji’ah!” Fathul Bari, Syarh Shahih Al Bukhari libni Rajab Al Hanbali (1/21)

Selain itu dari kelima tingkatan iman yang harus diusahakan oleh orang awam seperti
kita adalah tingkatan pertama dan kedua. Jika kita memang mampu, maka harus belajar dengan
sungguh-sungguh, jangan hanya setengah-setengah. Namun jika kita memang tidak mampu
menjadi orang alim, maka hendaknya kita bertaqlid (ikut) pada ajaran-ajaran para ulama’ yang
berpegang pada manhaj salaf (imam madzhab). Jangan sampai karena kebodohan kita justeru
menjerumuskan anak turun kita maupun orang lain kepada jurang kekeliruan.
Dari Abu Sa’id Al Khudri radiAllahuanhu berkata: Saya mendengar Rasulullah ‫صلى هللا‬
‫ عليه وسلم‬bersabda:
Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu
maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal
tersebut adalah selemah-lemahnya iman. (Riwayat Muslim). La'allashowab, marji' dhomir pada
"fabiqolbihi" artinya wajib inkar dengan hatinya.
Kandungan Hadist:
1. Menentang pelaku kebatilan dan menolak kemunkaran adalah kewajiban yang dituntut dalam
ajaran Islam atas setiap muslim sesuai kemampuan dan kekuatannya.
2. Ridha terhadap kemaksiatan termasuk di antara dosa-dosa besar.
3. Sabar menanggung kesulitan dan amar ma’ruf nahi munkar.
4. Amal merupakan buah dari iman, maka menyingkirkan kemunkaran juga merupakan buahnya
keimanan.
5. Mengingkari dengan hati diwajibkan kepada setiap muslim, sedangkan pengingkaran dengan
tangan dan lisan berdasarkan kemampuannya.

Semoga dengan uraian ini bisa mengoreksi kembali pemahaman yang terlanjur
membenarkan pendapat yang salah agar dapat kembali kepada akidah yang benar tentang hakikat
iman. Amin- Jami'ul ‘Ulumi wal Hikami:
- Al Taisir Syarh Jami’ish Shoghir:
SOAL UJI PEMAHAMAN
Jelaskan defenisi iman!
Jelaskan contoh penerapan Rukun Iman!
Apa perbedaan Iman dan Islam?
Sebutkan pembagian imam secara umum?

TAMBAHAN
TINGKATAN IMAN
1. Iman Taqlid, yaitu kemantapan seorang hamba pada apa yang diucapkan oleh orang
alim dengan tanpa mengenal dalil asli (karena kurangnya kemampuan untuk menggali sendiri
dalil yang ada yakni Al-Qur’an dan Al-Hadist). Tingkat keimanan seperti ini dianggap sudah
benar, namun bagi orang yang memang mampu mempelajari dalil-dalil yang ada sedang ia tidak
mau mempelajari dalil tersebut maka ia adalah orang yang berbuat maksiat.

2. Imanul Alim, yaitu orang yang mengetahui dasar-dasar dalil (aqidah) secara menyeluruh. Oran
g yang seperti ini mampu menguasai dasar agama baik dari Al-qur’an

3. Imanul Muroqobah, yakni keimanan seseorang yang mengenal Allah dengan senantiasa
mendekatkan hati mereka. Tidak pernah melupakan Allah SWT dalam hati mereka walaupun
hanya sekejap dan seolah-olah melihat Allah dimanapun ia berada. Tingkatan seperti ini dikenal
dengan maqom Ainul Yakin (melihat kekuasaan Allah dengan penuh keyakinan)

4. Imanul Haq, yakni melihat Allah dengan penglihatan hatinya. Melihat Allah dengan apa yang
ada disekelilingnya. Ini adalah maqom musyahadah atau dikenal sebagai maqom Haqqul Yakin.
Orang yang mencapai maqom ini tidak akan melihat pada makhluq, karena pandangan mereka
sudah terhalang dari keadaan makhluq tersebut.

5. Maqom Hakikat, yakni tingkatan fana’/selalu dengan Allah. Ini adalah tingkatan orang
yang selalu terpaut cinta mereka terhadap Allah SWT. Ia tidak pernah melihat kecuali
kepada Allah. Ia bagaikan orang yang tenggelam di lautan dan tidak bisa melihat selain pada
Allah SWT. (Syarh Kasyifah-As Saja , Syekh Abu Abdil Mu’thi Muhammad Al-Jawi, ..., hlm :
8.)

Kami tidak cenderung dalam hal ancaman Allah, tidak kepada Murji’ah dan tidak pula
kepada Khawarij, sebagaimana dalam hal nama-nama Al Iman dan Ad Dien. Kami tidak
cenderung kepada Haruriyyah dan Mu’tazillah, dan tidak pula kepada Murji’ah dan Jahmiyyah.

Dan di antara buah-buah masalah ini; berupaya keras di atas ketaatan dan bersegera
melakukan amal shalih serta berlomba-lomba menuju kebaikan agar iman kita selalu bertambah
dengan disertai selalu menjaga dan melindungi ashlul iman, karena ia adalah modal ikatan
keselamatan yang paling kokoh.

Adapun dalil-dalil yang penulis bawakan dalam mendukung pendapatnya menurut kami
bersumber dari kelemahannya dalam membahas persoalan ini. Karena seperti misalnya kisah
Nabi yang menawarkan syahadat kepada pamannya, begitu pula kisah islamnya Raja Najasyi,
dan saya tambahkan disini seperti kisah Usamah bin Zaid yang membunuh orang yang
mengucapkan syahadat kemudian Nabi mengingkarinya padahal dia belum beramal dan kisah
Nabi yang menawarkan kepada anak Yahudi agar masuk Islam saat diperkirakan anak ini
sebentar lagi wafat  Kisah-kisah ini semua dan yang semisal dengannya sama sekali bukan dalil
yang menguatkan pendapat penulis bahwa keimanan cukup dengan pengakuan dan lisan karena
dia diluar topik persoalan. Kisah-kisah itu semua berbicara tentang orang yang tidak sempat
beramal selain mengucapkan syahadatain.
Dan orang yang tidak sempat beramal selain syahadatain kemudian mati, maka dia
muslim. Sedangkan yang dibahas dalam persoalan ini adalah tentang orang yang mengucapkan
syahadat dan punya kesempatan untuk beramal, namun dia memilih tidak beramal hingga
kematian merengutnya. Apakah iman orang seperti ini sah? Berdasarkan uraian yang telah lalu,
Ahlussunnah wal Jama’ah menilai orang ini tidak beriman disisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
WAllahua’lam.

PERINTAH-PERINTAH KAUNIYAH TERBAGI MENJADI TIGA:


Perintah untuk menciptakan dan mengadakanPerintah untuk tetap. Perintah ini berasal
dari Allah ‫ جل جالله‬kepada semua makhluk untuk berada
dalam kondisi tetap. 3. Perkara manfaat dan mudharat, gerak dan diam, hidup dan mati,
...dst, adalah perintah berasal dari Allah ‫ جل جالله‬kepada semua makhluk.

Perintah-perintah Allah ‫ جل جالله‬terbagi dua:


Perintah-perintah syar'iah yang kadang terjadi, dan terkadang manusia menyalahinya dengan izin
Allah ‫ جل جالله‬, di antaranya: "Dan Rabbmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaikbaiknya". QS. Al-Isra`: 23.
Perintah-perintah kauniyah yang harus terjadi dan manusia tidak mungkin
menghindarinya, dan ia terbagi dua:
Perintah Rabbani yang bersifat langsung yang harus terjadi, seperti firman Allah
Sesungguhnya keadaan-Nya apabila dia menghendaki sesuatu hanyalah Berkata kepadanya:
"Jadilah!" Maka terjadilah ia. QS. Yasiin: 82
Perintah-perintah Rabbani yang bersifat kauniyah, adalah sunnah kauniyah berupa
hubungan sebab dan akibat yang saling mempengaruhi satu sama lain, dan bagi setiap sebab
yang bersifat kauni akan menimulkan akibat. Dan termasuk sunnah kauniyah adalah:
(Siksaan) yang demikian itu adalah Karena Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan meubah
sesuatu nikmat yang Telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah
apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri". QS.Al-Anfaal: 53
Dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri, Maka kami perintahkan kepada
orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan
kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan
(ketentuan kami), Kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. QS. Al-Israa`:16)
Iblis dan para pengikutnya berusaha menundukkan sunnah kauniyah ini agar menjadi
sebab bagi kebinasaan sebagian manusia. Dan Allah ‫ جل جالله‬mensyari'atkan bagi kita untuk
berdo'a dan beristigfar agar selamat dari kebinasaan tersebut.
Dan tidak ada yang bisa menolak qadha kecuali do'a. Do'a adalah kembali kepada Allah ‫جل جالله‬
yang telah menciptakan sunnah kauniyah. Maka Dialah Allah ‫ جل جالله‬Yang Maha Kuasa
menggagalkan suatu reaksi atau merubah sebuah akibat di saat yang dikehendakiNya dan
bagaimana Dia menghendakinya, sebagaimana Dia menggagalkan reaksi panas api terhadap nabi
Ibrahim as:
Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim", QS.Al-
Anbiyaa`: 69Jenis-jenis kebaikan dan keburukan
Kebaikan yang penyebabnya adalah keimanan dan amal shalih, yaitu ketaatan kepada
Allah ‫ جل جالله‬dan Rasul-Nya ‫ صلى هللا عليه وسلم‬.
Kebaikan yang penyebabnya adalah nikmat Ilahi kepada manusia, yaitu apa-apa yang telah
diberikan oleh Allah ‫ جل جالله‬berupa harta, kesehatan, pertolongan, kemuliaan, dan semisal
dengannya.
Dan keburukan terbagi dua:
Keburukan yang penyebabnya adalah kesyirikan dan kemaksiatan, yaitu apa yang
muncul dari manusia dari perbuatan syirik dan maksiat. Keburukan yang penyebabnya adalah
cobaan atau siksaan Ilahi, seperti penyakit tubuh, hilangnya harta, kekalahan, dan semisal
dengannya.
•Maka kebaikan dalam arti taat, tidak disandarkan kecuali hanya kepada Allah ‫ جل جالله‬. Maka
Dia ‫ جل جالله‬yang menyari'atkannya bagi hamba, mengajarkannya kepadanya, memerintahkan
melaksanakannya dan menolongnya atasnya.
Keburukan dalam arti maksiat kepada Allah ‫ جل جالله‬dan Rasul-Nya , apabila hamba
melakukan dengan kehendak dan pilihannya mengutamakan maksiat atas taat. Maka keburukan
ini disandarkan kepada hamba sebagai pelakunya dan tidak disandarkan kepada Allah ‫ جل جالله‬,
karena Allah ‫ جل جالله‬tidak mensyari'atkannya, tidak memerintahkannya. Bahkan Dia
mengharamkannya dan memberikan ancaman atasnya.
Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang
menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. kami mengutusmu menjadi Rasul kepada
segenap manusia. dan cukuplah Allah menjadi saksi. QS. An-Nisaa`: 79
"Dan jika mereka memperoleh kebaikan mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan
kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu
(Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka Mengapa orang-orang
itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraansedikitpun?". QS. An-Nisaa`:
78
Adapun kebaikan dalam pengertian nikmat seperti harta, anak, sehat, pertolongan dan
kemuliaan, dan kebaikan dalam arti siksaan dan cobaan seperti berkurangnya harta, jiwa dan
buah-buahan, kekalahan dan semisalnya, maka kebaikan dan keburukan dengan pengertian ini
berasal dari Allah ‫ جل جالله‬, karena Allah ‫ جل جالله‬menguji hamba-Nya sebagai cobaan dan
siksaan serta meninggikan sebagai pendidikan bagi hamba-hamba-Nya

Disyari'atkan menolak taqdir dengan taqdir:


1. Menolak taqdir yang sungguh tersimpul sebab-sebabnya dan belum terjadi dengan
sebab-sebab lain dari taqdir yang berlawanan, seperti menolak musuh dengan
memeranginya, menolak panas dan dingin serta semisal yang demikian itu.

2. Menolak taqdir yang telah terjadi dengan sesuatu yang ditaqdirkan bisa mengangkat dan
menghilangkannya, seperti menolak taqdir sakit dengan taqdir berobat, menolak taqdir dosa
dengan taqdir bertaubat, menolak taqdir berbuat jahat dengan taqdir berbuat baik dan seterusnya.

3. Perbuatan baik dan buruk yang muncul dari hamba tidak menafikan penyandarannya kepada
Allah ‫ جل جالله‬dalam menciptakan dan mengadakan. Allah ‫ جل جالله‬menciptakan segala sesuatu,
yaitu menciptakan manusia dan perbuatannya. Namun, adanya kehendak Allah ‫( جل جالله‬pada
sesuatu) bukan sebagai bukti atas keridhaan-Nya.
Kekafiran, perbuatan maksiat, dan kerusakan terjadi dengan kehendak Allah ‫ جل جالله‬,
akan tetapi Allah ‫ جل جالله‬tidak menyukainya, tidak meridhainya, dan tidak pula
memerintahkannya. Bahkan, Dia membenci dan melarangnya. Keadaan bahwa sesuatu hal
dibenci dan tidak diredhai tidak mengeluarkannya dari kehendak Allah ‫ جل جالله‬yang meliputi
penciptaan semua makhluk.
Segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah ‫ جل جالله‬mengadung hikmah sesuai dengan
apa yang diatur-Nya pada kerajaan dan ciptaan-Nya ‫ جل جالله‬.
‫معرفة الجماعة‬
“Ketahuilah sesungguhnya umat sebelum kalian dari Ahli Kitab berpecah belah menjadi
72 golongan, dan umatku ini akan berpecah belah menjadi 73 golongan. 72 golongan di neraka,
dan 1 golongan di surga. Merekalah Al Jama’ah” (HR. Abu Daud 4597, dihasankan Al Albani
dalam Shahih Abi Daud)
dalam riwayat lain ditambahkan Sahabat-sahabat yang mendengar ucapan ini bertanya:
“Siapakah yang satu itu Ya Rasulullah?

”Nabi menjawab: ” Yang satu itu ialah orang yang berpegang sebagai peganganku dan
pegangan sahabat-sahabatku.” HR Imam Tirmizi.

1. Pengertian jamaah
1.1 secara bahasa
al-jamaah secara bahasa berarti kumpulan atau perhimpunan

1.2 secara istilah


- Menurut imam ali ra al-jamaah adalah kumpulan ahlul haq .dan firqoh adalah kumpulan
ahlulbatil
- Menurut ibnu mas `ud al-jamaah adalah kumpulan ahlul haq walaupun dia seorang diri.
Sedangkan firqoh adalah yang memisahkan dari jamaah .
- Menurut Umar bin Khattab, Didalam Kitab Ad-Darimy:
‫انه ال إسالم إال بجماعة وال جماعة إال إلمارة وال إمارة إال بطاعة‬
“Bahwasanya tidak ada Islam kecuali dengan jama’ah, dan tidak ada jama’ah kecuali
dengan keamiran, dan tidak ada keamiran kecuali dengan ketaatan.”

1.3 secara ma`nawiyah


secara makna dalam kontek hadis nabi bahwa jamaah bermakna imaroh atau daulah yang
berpegang teguh pada sunah nabi dan sahabat..
‫الاسالم اال بالجماعة وال جماعة اال باالمامة وال امامة اال بالطاعة وال طاعة اال بالبيعة‬
Tidak ada Islam kecuali dengan Jamaah, dan tidak ada jamaah kecuali dengan
kepemimpinan, tidak ada kepemimpinan kecuali dengan ketaatan, dan tidak ada ketaatan kecuali
dengan bai’at.

Dari asarnya umar bias disimpulkan bahwa


Al-Jama’ah ialah : Sekelompok kaum muslimin yang dipimpin oleh seorang Pemimpin
islam dimana seluruh kegiatan & perundang-undangannya diatur oleh syariat islam dengan
sumber dari Al-qur’an & As-sunnah yang sah sebagai hukum tertinggi dengan konsekwensi siapa
saja yang keluar dari kethaatannya apalagi sampai memecah belah, maka divonis “ Bughat “ atau
KHOWARIJ dan darahnya halal untuk ditumpahkan berdasarkan keterangan hadits yang shohih.
ِ ‫يل هَّللا‬ َ ‫ضلُّو‬
ِ ِ‫ك ع َْن َسب‬ ِ ْ‫َوإِ ْن تُ ِط ْع أَ ْكثَ َر َم ْن فِي اأْل َر‬
ِ ُ‫ض ي‬
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya
mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah” (QS. Al An’am: 116)

Allah Ta’ala berfirman:


ُ‫ك الدِّين‬ َ ِ‫ان إِ ِن ْال ُح ْك ُم إِاَّل هَّلِل ِ أَ َم َر أَاَّل تَ ْعبُدُوا إِاَّل إِيَّاهُ َذل‬
ٍ َ‫َما تَ ْعبُ ُدونَ ِم ْن دُونِ ِه إِاَّل أَ ْس َما ًء َس َّم ْيتُ ُموهَا أَ ْنتُ ْم َوآبَا ُؤ ُك ْم َما أَ ْن َز َل هَّللا ُ بِهَا ِم ْن س ُْلط‬
َ‫اس اَل يَ ْعلَ ُمون‬ِ َّ‫ْالقَيِّ ُم َولَ ِك َّن أَ ْكثَ َر الن‬
“Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama
yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan
pun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan
agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui” (QS. Yusuf: 40)
Allah Ta’ala berfirman:
ِ َّ‫ق َولَ ِك َّن أَ ْكثَ َر الن‬
َ‫اس اَل ي ُْؤ ِمنُون‬ ُّ ‫ك ْال َح‬ َ ‫ب َوالَّ ِذي أُ ْن ِز َل إِلَ ْي‬
َ ِّ‫ك ِم ْن َرب‬ ِ ‫ات ْال ِكتَا‬
ُ َ‫المر تِ ْلكَ آي‬
“ Alif laam miim raa. Ini adalah ayat-ayat Al Kitab (Al Qur’an). Dan Kitab yang
diturunkan kepadamu daripada Tuhanmu itu adalah benar; akan tetapi kebanyakan manusia tidak
beriman (kepadanya).” (QS. Ar Ra’du: 1)

Allah Ta’ala berfirman:


ِ َّ‫َو َما أَ ْكثَ ُر الن‬
َ‫اس َولَوْ َح َرصْ تَ بِ ُم ْؤ ِمنِين‬
“Dan kebanyakan manusia tidak akan beriman, walaupun kamu sangat
menginginkannya” (QS. Yusuf: 103)

Bahkan ada Nabi Allah yang tidak memiliki pengikut, ada yang hanya satu orang, ada
pula yang hanya sekelompok orang. Andai yang sedikit itu pasti sesat, apakah mereka tidak
memiliki pengikut atau menjadi minoritas karena mengajarkan kesesatan? Rasulullah
ShallAllahu’alaihi Wasallam bersabda:
‫ والنبي ومعه الرجل‬،‫ فرأيت النبي ومعه الرهط‬،‫ “عرضت عل ّي األمم‬:‫حدثنا ابن عباس عن النبي صلى هللا عليه وسلم أنه قال‬
‫ والنبي وليس معه أحد‬،‫والرجالن‬
“Diperlihatkan kepadaku umat manusia seluruhnya. Maka akupun melihat ada Nabi yang
memiliki pengikut sekelompok kecil manusia. Dan ada Nabi yang memiliki pengikut dua orang.
Ada Nabi yang tidak memiliki pengikut” (HR. Bukhari 5705, 5752, Muslim, 220)

Nabi ShallAllahu’alaihi Wasallam juga bersabda bahwa Islam itu awalnya asing, dan
akan kembali menjadi asing kelak. Dan beliau memuji orang-orang yang masih mengamalkan
ajaran Islam ketika itu. Rasulullah ShallAllahu’alaihi Wasallam bersabda:
‫ فطوبى للغرباء‬.‫بدأ اإلسالم غريبا وسيعود كما بدأ غريبا‬
“Islam pada awalnya asing dan akan kembali asing kelak sebagaimana awalnya. Maka pohon
tuba di surga bagi orang-orang yang asing” (HR. Muslim no.145)

Nah, apakah Islam itu asing ketika mayoritas manusia mengamalkan ajaran Islam?
Bahkan yang minoritas ketika itu adalah yang dipuji oleh Nabi ShallAllahu’alaihi Wasallam.

Rasulullah ShallAllahu’alaihi Wasallam bersabda:


‫ ِث ْنتَا ِن َو َس ْبعُونَ فِي‬: َ‫ث َو َس ْب ِعين‬ ُ ‫ َوإِ َّن هَ ِذ ِه ْال ِملَّةَ َستَ ْفت َِر‬،ً‫ب ا ْفت ََرقُوا َعلَى ثِ ْنتَي ِْن َو َسب ِْعينَ ِملَّة‬
ٍ ‫ق َعلَى ثَاَل‬ ِ ‫أَاَل إِ َّن َم ْن قَ ْبلَ ُك ْم ِم ْن أَ ْه ِل ْال ِكتَا‬
ُ‫ َو ِه َي ْال َج َما َعة‬،‫ َو َوا ِح َدةٌ فِي ْال َجنَّ ِة‬،‫ار‬َّ
ِ ‫الن‬
“Ketahuilah sesungguhnya umat sebelum kalian dari Ahli Kitab berpecah belah menjadi
72 golongan, dan umatku ini akan berpecah belah menjadi 73 golongan. 72 golongan di neraka,
dan 1 golongan di surga. Merekalah Al Jama’ah” (HR. Abu Daud 4597, dihasankan Al Albani
dalam Shahih Abi Daud)

Rasulullah ShallAllahu’alaihi Wasallam bersabda:


‫ن‬. ‫من أراد بحبوحة الجنة فليلزم الجماعة‬. ‫ فإن الشيطان مع الواحد وهو من االثنين أبعد‬، ‫ وإياكم والفرقة‬، ‫عليكم بالجماعة‬
‫سرته حسنته وساءته سيئته فذلكم المؤمن‬
“Berpeganglah pada Al Jama’ah dan tinggalkan kekelompokan. Karena setan itu
bersama orang yang bersendirian dan setan akan berada lebih jauh jika orang tersebut berdua.
Barangsiapa yang menginginkan bagian tengah surga, maka berpeganglah pada Al Jama’ah.
Barangsiapa merasa senang bisa melakukan amal kebajikan dan bersusah hati manakala berbuat
maksiat maka itulah seorang mu’min” (HR. Tirmidzi no.2165, ia berkata: “Hasan shahih gharib
dengan sanad ini”)

Sahabat Nabi, Abdullah bin Mas’ud RadhiAllahu’anhu, menafsirkan istilah Al Jama’ah:


‫الجماعة ما وافق الحق وإن كنت وحدك‬
“Al Jama’ah adalah siapa saja yang sesuai dengan kebenaran walaupun engkau sendiri”

Dalam riwayat lain:


‫َويحك أَن ُج ْمهُور النَّاس فارقوا ْال َج َماعَة َوأَن ْال َج َماعَة َما َوافق طَاعَة هللا تَ َعالَى‬
“Ketahuilah, sesungguhnya kebanyakan manusia telah keluar dari Al Jama’ah. Dan Al
Jama’ah itu adalah yang sesuai dengan ketaatan kepada Allah Ta’ala” (Dinukil dari Ighatsatul
Lahfan Min Mashayid Asy Syaithan, 1/70)

- I’tishom bil jamaa’ah


Pertama, iltizam adalah al I’tishom . Allah berfirman,
ْ ُ‫ﻮﺍ ﺑِ َﺤﺒ ِْﻞ ﻪّﻠﻟﺍ ِ َﺟ ِﻤﻴﻌﺎ ً َﻭﻻَ ﺗَﻔَ َّﺮﻗ‬
‫ﻮﺍ‬ ْ ‫ﺼ ُﻤ‬
ِ َ‫َﻭﺍ ْﻋﺘ‬
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai (QS Ali Imran: 103)

I’tishom artinya menetapi sesuatu dan berpengang teguh dengannya. Hablullah (tali
Allah) adalah segala sesuatu yang menghantarkan pada keridhaanNya, menghantarkan pada
pahala, dan menghantarkan pada surgaNya.

Kedua, iltizam adalah at Tamassuk . Allah berfirman,


َ ِ‫ﺕ َﻭﻳ ُْﺆ ِﻣﻦ ﺑِﺎﻪّﻠﻟ ِ ﻓَﻘَ ِﺪ ﺍ ْﺳﺘَ ْﻤﺴَﻚَ ﺑِ ْﺎﻟﻌُﺮْ َﻭ ِﺓ ْﺍﻟ ُﻮ ْﺛﻘَ َﻰ ﻻَ ﺍﻧﻔ‬
‫ﺼﺎ َﻡ ﻟَﻬَﺎ‬ ِ ‫ﻓَ َﻤ ْﻦ ﻳَ ْﻜﻔُﺮْ ﺑِﺎﻟﻄَّﺎ ُﻏﻮ‬
Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.(QS Al
Baqarah: 256)

Tamassuk artinya memegang sesuatu secara erat dengan segala kekuatan yang dimiliki.
Ini adalah perintah dari Allah untuk berpengang dengan syariatNya dengan segala daya dan
kekuatan yang dimiliki.

Ketiga, iltizam adalah Al Istiqomah . Allah berfirman,


ٌ ْ‫ﺇِ َّﻥ ﺍﻟَّ ِﺬﻳﻦَ ﻗَﺎﻟُﻮﺍ َﺭﺑُّﻨَﺎ ﻪَّﻠﻟﺍ ُ ﺛُ َّﻢ ﺍ ْﺳﺘَﻘَﺎ ُﻣﻮﺍ ﻓَﺎَﻠ ﺧَ ﻮ‬
َ‫ﻑ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻬ ْﻢ َﻭﺎَﻟ ﻫُ ْﻢ ﻳَﺤْ َﺰﻧُﻮﻥ‬

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah”, kemudian


mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula)
berduka cita. (QS Al Ahqaaf: 13)

- Mendengar dan ta’at


Pertama, mendengar dan taat kepada Allah dan kepada Rasul-Nya shallAllahu ‘alaihi wa
sallam merupakan sebab diantara sebab-sebab keberuntungan di dunia dan diakhirat. Jadi apabila
kita ingin beruntung menjadi orang-orang yang menang, hendaknya kita taat kepada Allah dan
Rasul-Nya shallAllahu ‘alaihi wa sallam. Tidak memaksiati Allah dan Rasul-Nya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:


“Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan
rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. “Kami mendengar,
dan kami patuh”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. An-Nur [24]: 51)

Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan pada ujung ayat ini, “mereka itulah orang-orang
yang beruntung“. Siapakah orang yang menang itu? Sifat mereka disebutkan bahwa apabila
diseru kepada Allah dan kepada Rasul-Nya shallAllahu ‘alaihi wa sallam, mereka berkata ‫َس ِم ْعنَا‬
‫‘ َوأَطَ ْعنَا‬Kami mendengar, dan kami patuh’.
Maka kemenangan di dunia dan akhirat, jalannya adalah mendengar dan taat kepada
Allah dan Rasul-Nya shallAllahu ‘alaihi wa sallam.

Keutamaan yang kedua adalah bahwa mendengar dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya
shallAllahu ‘alaihi wa sallam merupakan sebab mendapatkan kesuksesan, kemenangan di dunia
dan di akhirat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan
bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (QS. An-
Nur [24]: 52)

Keutamaan yang ketiga adalah bahwa mendengar dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya
shallAllahu ‘alaihi wa sallam merupakan sebab mendapatkan rahmat Allah subhanahu wa ta’ala
di dunia dan di akhirat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (QS. Ali-Imran [3]: 132)

Hal ini menunjukkan bahwa taat kepada Allah dan Rasul-Nya shallAllahu ‘alaihi wa
sallam merupakan sebab mendapatkan rahmat Allah subhanahu wa ta’ala. Dan kita semua
membutuhkan hal ini. Maka hendaknya kita semua selalu berusaha untuk taat kepada Allah dan
Rasul-Nya shallAllahu ‘alaihi wa sallam.

Keutamaan yang keempat adalah bahwa mendengar dan taat kepada Allah dan Rasul-
Nya shallAllahu ‘alaihi wa sallam merupakan sebab berteman dan hidup bersama orang-orang
shalih di dunia dan di akhirat. Tentu ini sebuah keutamaan yang sangat besar. Bisa berteman
dengan orang-orang yang shalih. Karena hanya orang-orang yang shalih lah yang sabar
menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangan Allah. Dan diakhirat, mereka yang taat
kepada Allah dan Rasul-Nya shallAllahu ‘alaihi wa sallam akan bersama dengan para Nabi, as-
shiddiiqiin, para syuhada dan orang-orang yang shalih. Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan
dalam surat An-Nisa’ ayat ke-69. Allah berfirman:

“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama
dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin,
orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-
baiknya.” (QS. An-Nisa [4]: 69)

- Hijrah
- Jihad

2. CIRI CIRI JAMAAH YANG HAQ


- Iman, Hijrah, Jihad [QS 2:218]
- Tidak menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagi wali [QS 5:51]
- Menggetarkan Musuh [QS 8:60]
- Selalu Mendapatkan Ujian [QS 2:256-257
‫معرفة الشهادة‬
SYAHADAT
MUQODDIMAH
Makna kalimat tauhid atau syahadat ini adalah tiada yang berhak diibadahi dengan benar
kecuali Allah, artinya kalimat ini menafikkan seluruh ilah selain Allah. Dan sebaliknya,
menetapkan ilahiyah hanya untuk Allah semata.
Adapun bagian kedua dari kalimat tauhid, Muhammad Rasulullah, maknanya adalah
memurnikan ketaatan kepada beliau dalam mengerjakan segala yang beliau perintahkan, larang
dan batasi.
Allah berfirman:
“Barangsiapa yang Kafir (ingkar) kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat... (QS. Al Baqoroh: 256)
Berkenaan dengan hal ini, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah
mengatakan, “Ketahuilah, manusia belum menjadi mukmin kepada Allah sampai ia mengingkari
thagut. (Ad-Durar As-Saniyyah: I/95). Dalilnya pada ayat diatas”.
Inti ajaran Nabi dan Rasul adalah sama hanya syari’atnya berbeda  QS. Al Anbiya: 25; An-
Nahl ayat 36.

SECARA LUGHOWI
‫ شهادة‬,‫ يشهد‬,‫شهد‬
Syahadah (‫ )شهادة‬menurut bahasa adalah:
1. Sumpah (24: 8)
2. Saksi (4: 5)
3. Nyata (59: 22)
4. Hadir (2: 185)
5. Bersama (74: 5)
Persaksian, pernyataan, janji, membenarkan, ijab-qabul, bai’at (jual-beli)

SECARA URFUN
Syahadat identik dengan kalimat Laailaha IllAllah dan MuhammadurRasulullah.
Makna kalimat ini secara ijmal (global) adalah “Tidak ada yang diibadahi yang hak selain
Allah”. Khabar “Laa” harus ditaqdirkan “bihaqq” (yang hak), tidak boleh ditaqdirkan dengan
“maujud” (ada). Mengapa? Karena hal ini menyalahi ketaatan yang ada, sebab Rabb yang
disembah selain Allah banyak sekali. Hal itu akan berarti bahwa menyembah Rabb-Rabb
tersebut adalah ibadah pula untuk Allah. Ini tentu kebatilan yang nyata.
Kalimat “Laa Ilaaha IllAllah” telah ditafsiri dengan beberapa penafsiran yang batil,
contohnya:
a) Diartikan sebagai “Tidak ada sesembahan kecuali Allah”. Ini adalah batil, karena
maknanya sesungguhnya setiap yang disembah, baik yang hak maupun yang batil, itu adalah
Allah.
b) Diartikan sebagai “Tidak ada pencipta selain Allah”. Ini adalah sebagian dari arti
kalimat tersebut. Akan tetapi bukan ini yang dimaksud, karena arti ini hanya mengakui tauhid
rububiyyah saja, dan itu belum cukup.
c) Diartikan sebagai “Tidak ada hakim (penentu hukum) selain Allah” Ini juga sebagian
dari makna kalimat tersebut. Tapi bukan itu yang dimaksud, karena makna tersebut belum cukup.
Semua tafsiran diatas adalah batil atau kurang. Tafsir yang benar menurut salaf dan
paramuhaqqiq bahwa Laa Ilaaha IllAllah bermakna “Tidak ada peribadatan yang hak selain
Allah”.

SECARA ISTILAH
Menurut salaf dan para muhaqqiq bahwa Laa Ilaaha IllAllah bermakna “Laa ma’bud bi
haqqin
IlAllah (Tidak ada yang diibadahi yang hak selain Allah)”. Jadi kalimat Laa Ilaaha IllAllah
mengandung arti beri’tiqod dan berikrar bahwa tidak ada sesembahan yang hak diibadahi dan
menerima ibadah kecuali Allah Subhanahu wa Ta’aalaa, mentaati hal tersebut dan
mengamalkannya.
Sebuah kunci awal masuk Islam, sebuah pernyataan yang menjadikan seseorang taklif hukum,
sebuah persaksian yang menyatakan dirinya masuk Islam

SECARA MA’ANI
Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat
mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Quran) yang telah mereka ketahui
(dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: "Ya Rabb kami, kami telah beriman, maka
catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Quran dan kenabian
Muhammad ‫) صلى هللا عليه وسلم‬. (QS. Al-Ma’idah: 83)
Sesuai QS. Al-Ma’idah: 83 makna syahadat adalah sebuah ungkapan rasa keimanan.
Kalimat tauhid yang diungkapkan adalah Laailaha IllAllah yang bermakna Laa ma’bud bihaqqin
IllAllah (tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah)

SYARAT – SYARAT SYAHADAT


Perlu diketahui bahwa maksud pembahasan ini bukan sekedar menyebutkan lafal dan
menghafalnya. Sebab, berapa banyak orang awam yang telah berkomitmen dengan kalimat ini,
tetapi ketika diminta menyebutkannya, mereka tidak bisa. Di sisi lain, berapa banyak orang yang
hafal lafalnya secepat anak panah, tetapi mereka banyak berbuat sesuatu yang membatalkannya.
Dan petunjukan hanya di tangan Allah.
Pernah seorang bertanya kepada Wahhab bin Munabbih (Seorang Tabi’in), “Bukankah
laa ilaha illalah itu kunci surga?” Beliau menjawab, “Benar, akan tetapi, tidak ada kunci kecuali
ia memiliki gigi-gigi. Jika kamu datang dengan kunci yang bergigi, tentu (pintu surga) akan
terbuka untukmu. Namun, jika kunci yang kamu bawa tidak bergigi, maka pintu itu tidak akan
bisa terbuka.”(HR. Bukhari di dalam Kitab Al-Jana’iz, bab: Man Kana Akhir Kalamihi Laa Ilaha
IllAllah, 3/109)

SYARAT SYAHADAT LAA ILAHA ILLAllah


Dan maksud gigi-gigi kunci tersebut adalah syarat-syarat kalimat tauhid berikut ini:
1) Ilmu yang menolak kebodohan )‫للجهل المنافي (العلم‬
Artinya memahami makna dan maksudnya. Mengetahui apa yang ditiadakan dan apa
yang ditetapkan. Surat Muhammad (47) ayat 19
“Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan) yang haqq selain
Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan
perempuan. dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal“
“Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memberi
syafa’at. akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa’at ialah) orang yang mengakui yang hak
(tauhid) dan mereka mengetahui/meyakini(nya)”. (Az-Zukhruf [43]: 86)
Ayat yang lain pada QS.Ali Imran[3]: 18
Maksudnya orang yang bersaksi dengan laa ilaaha IllAllah, dan memahami dengan
hatinya apa yang diikrarkan oleh lisannya. Seandainya ia mengucapkannya, tetapi tidak mengerti
apa maknanya, maka persaksian itu tidak sah dan tidak berguna.Dengan Ilmu maka seorang
muslim harus menolak kebodohannya. Dengan didasari Ilmu maka akan timbul keyakinan (Al
Yaqin).

2) Yakin yang menolak keraguan(‫)اليقينّالمنافيّللشك‬


Orang yang mengikrarkannya harus meyakini kandungan syahadat itu. Manakala ia
meragukannya maka sia-sia belaka persaksian itu.
Karena yang bermanfaat bagi iman adalah ilmu yakin, bukan ilmu dhan (keraguan).
Sebagaimana pada QS. Al Hujurat: 15.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya
(beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang
(berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang
benar”. (Al Hujurot[49]: 15)
“Tiada seorang hamba pun yang bertemu Allah dengan dua kalimat syahadat tanpa
keraguan padanya kemudian ia terhalang dari surga” (Shahih Muslim. I/60. No. 31, kitab Al-
Iman) Kalau ia ragu maka ia menjadi munafik. Nabi ‫ صلى هللا عليه وسلم‬bersabda: “Artinya: Siapa
yang engkau temui di balik tembok (kebon) ini, yang menyaksikan bahwa tiada ilah selain Allah
dengan hati yang meyakininya, maka berilah kabar gembira dengan (balasan) Surga.” (HR. Al-
Bukhari)
Dengan Yakin maka seorang muslim harus menolak keraguannya. Dengan didasari
keyakinan maka akan timbul kejujuran/kebenaran (Ash Shidqu).
Maka siapa yang hatinya tidak meyakininya, ia tidak berhak masuk Surga.

3) Jujur yang menolak kedustaan/kebohongan


Yaitu mengucapkan kalimat ini dan hatinya juga membenarkan-nya. Manakala lisannya
mengucapkan, tetapi hatinya mendustakan, maka ia adalah munafik dan pendusta.
“Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari
kemudian,” pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.Mereka hendak
menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri
sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya;
dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” (Al Baqoroh[2]: 8-10)
Ayat yang lain di QS. 33: 23-24
Disebutkan di dalam As-shahihain dari Mu’adz bin Jabal rh, dari nabi ‫ صلى هللا عليه وسلم‬,
beliau bersabda, “Tiada seorang pun yang bersaksi bahwa tiada ilah kecuali Allah,dan
seseungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya secara jujur dari lubuk
hatinya keculai Allah mengharamkan atasnya neraka.” (HR. Bukhari: I/226, no. 128)
Dengan Jujur maka seorang Muslim harus menolak kedustaannya/kebohongannya.
Dengan didasari jujur maka akan timbul keikhlasan.

4) Ikhlash, yang menolak Syirik


Yaitu membersihkan amal dari segala debu-debu syirik, dengan jalan tidak
mengucapkannya karena mengingkari isi dunia, riya’ atau sum’ah. Ingatlah, hanya kepunyaan
Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). (Az-Zumar: 3)
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus...(Al-Bayyinah: 5)
Ayat yang lain QS. [18]: 110
Disebutkan di dalam sebuah hadist shahih dari Abu Hurairah rh dari Nabi ‫صلى هللا عليه وسلم‬
bersabda:
Manusia yang paling bahagia dengan syafaatku adalah yang mengucapkan Laa ilaha
IllAllah dengan ikhlas dari hatinya atau dari jiwanya.” (HR. Al-Bukhari no. 99)
Dengan Ikhash maka seorang muslim harus menolak syirik. Dengan didasari Ikhlash maka akan
timbul penerimaan (Al Qobul).

5) Menerima yang meniadakan Penolakan


Menerima kandungan dan konsekuensi dari syahadat; menyembah Allah semata dan
meninggalkan ibadah kepada selainNya. Siapa yang mengucapkan, tetapi tidak menerima dan
menta’ati, maka ia termasuk orang-orang yang difirmankan Allah:
“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha IllAllah”
(Tiada Ilah yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri, dan mereka
berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena
seorang penyair gila?” (Ash-Shafat[37]: 35-36)
Ayat yang lain QS. An Nisa[4]: 65
Ini seperti halnya penyembah kuburan dewasa ini. Mereka mengikrarkan laa ilaaha
IllAllah, tetapi tidak mau meninggalkan penyembahan terhadap kuburan. Dengan demikian
berarti mereka belum menerima makna laa ilaaha IllAllah. Dengan Menerima maka seorang
muslim harus meniadakan Penolakan. Dengan didasari
Menerima maka akan timbul Kecintaan (Al Mahabbah).
6) Cinta yang menolak Kebencian
Maksudnya mencintai kalimat ini serta isinya, juga mencintai orang-orang yang
mengamalkan konsekuensinya serta membenci semua yang membatalkannya. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman:
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain
Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang
beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat
zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu
kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka
menyesal). (Al-Baqarah[2]: 165)
Ayat yang lain ditemukan pada Al-Ma’idah: 54.
Disebutkan dalam sebuah hadits, “Tiga perkara, yang barangsiapa telah memenuhinya,
maka ia akan merasakan manisnya iman. Yaitu, Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada
selainnya, mencintai seseorang hanya karena Allah, dan benci jika kembali kepada kekafiran
setelah Allah menyelamatkannya darinya sebagaimana ia benci dilemparkan ke dalam neraka.”
(Muttafaq ‘Alaihi, Shahih Bukhari: no. 16, Shahih Muslim: no. 43)
Syaikh Hafidz Al-Hukmiy rahimahullah, mengatakan, “Tanda kecintaan hamba kepada
Rabbnya adalah mendahulukan apa yang dicintai Allah meskipun hawa nafsunya menentangnya,
membenci apa yang dibenci Allah meskipun hawa nafsunya mencintainya, berwala’ kepada
Allah dan Rasul-Nya, memusuhi orang yang memusuhi
Allah dan Rasul-Nya, mengikuti Rasulullah ‫ صلى هللا عليه وسلم‬dan menladani sunnahnya (atsar)
serta menerima petunjuknya” (Ma’arijul Qabul: I/383)Dengan Cinta maka seorang muslim harus
menolak Kebencian. Dengan didasari Cinta maka akan timbul Tunduk (Al Inqiyaad) dan
berserah diri (Ishtislam).

7) Al Inqiyaad, yang menolak At Tarku (Meninggalkan)


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang
berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan
hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan”. (Luqman[31]: 22)
Ayat lain QS. 24: 51-56
Al-‘Urwatul-wutsqa adalah laa ilaaha IllAllah. Dan makna yuslim wajhahu adalah
yanqadu (patuh, pasrah). Disebutkan dalma sebuah hadist, Rasulullah ‫ صلى هللا عليه وسلم‬bersabda:
“Seseorang tidak dianggap beriman sehingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku
bawa.” (Ma’arijul Qabul: I/381. Diriwayatkan juga pada Arba’in An Nawawiyah)

SYARAT SYAHADAT “MUHAMMAD ROSULULLOH” ADALAH


1) Membenarkan apa yang dikabarkannya,
“dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka
Itulah orang-orang yang bertakwa”. (QS. Az Zumar[39]: 33)

2) Mentaati semua perintahnya, QS. 4: 115, 5: 7,


“Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan
Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. “Kami
mendengar, dan Kami patuh”. dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung”. (An-Nuur[24]:
51)

3) Menjauhi apa yang dilarangnya,


“...apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya
bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras
hukumannya”. (Al Hasyr[59]: 7)

4) Tidak dikatakan beribadah kepada Allah kecuali dengan mengikuti syari’atnya,


“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan
Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami tidak mengutusmu untuk
menjadi pemelihara bagi mereka“. (An Nisa[4]: 80)

RUKUN SYAHADAT
SYAHADAT TAUHID
1. An-nafyu  Meniadakan segala tujuan peribadatan
2. Al istbat  Menetapkan Ilah yang haq hanyalah Allah
Jadi dalam melaksanakan Ibadah kepada Allah agar Ikhlash (murni) maka yang harus
dilakukan adalah MENGHANCURKAN (AL HADAMU) segala bentuk dan wujud kesyirikan
yang kemudian MEMBANGUN (AL BINA) dalam tatanan kehidupan yang diridhoi Allah.
“Padahal Mereka Tidak Disuruh Kecuali Supaya Menyembah Allah Dengan Memurnikan
Ketaatan kepada-Nya Dalam (Menjalankan) Ad Dien Yang Lurus, Dan Supaya Mereka
Mendirikan Shalat Dan Menunaikan Zakat; Dan Yang Demikian Itulah Ad Dien Yang Lurus”.
(QS. Al Bayyinah [98]:5).

SYAHADAT RASUL
Makna syahadat “anna Muhammadar Rosululloh” yaitu mengakui secara lahir batin bahwa
beliau adalah hamba Allah dan Rosul-Nya yang diutus kepada manusia secara keseluruhan, serta
mengamalkan konsekwensinya dengan cara mentaati perintahnya, membenarkan ucapannya,
menjauhi larangannya dan tidak menyembah Allah kecuali dengan apa yang disyari’atkan.
1. Tidak tafrith (merendahkan)
2. Tidak Ifrath (berlebih-lebihan)
“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan
kepadaku: “Bahwa Sesungguhnya Ilah kamu itu adalah Ilah yang Esa”. Barangsiapa
mengharap perjumpaan dengan Robbnya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan
janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Robbnya”. (Al-Kahfi (18):
110).

PEMBATAL SYAHADAT
Murtad berasal dari kata irtadda yang artinya raja’a (kembali), sehingga apabila
dikatakan irtadda ‘an diinihi maka artinya orang itu telah kafir setelah memeluk Islam (lihat
Mu’jamul Wasith, 1/338)
Perbuatannya yang menyebabkan dia kafir atau murtad itu disebut sebagai riddah
(kemurtadan). Secara istilah makna riddah adalah: menjadi kafir sesudah berIslam. Allah ta’ala
berfirman,
“Barangsiapa di antara kalian yang murtad dari agamanya kemudian mati dalam keadaan
kafir maka mereka itulah orang-orang yang terhapus amalannya di dunia dan akhirat. Dan
mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal berada di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah : 217)
(lihat At-Tauhid li Shaffits Tsaalits ‘Aliy, hal. 32)Dalam kitab sulamut taufiq pada babul irdad
Secara konsep, pembatal syahadat dapat terjadi dari 3 hal:
1.  I’tiqadiyah. Contoh: ragu-ragu pada kebenaran al qur’an , meyakini kebenaran ramalan
– ramalan masa depan
2. Lisaniyah. Contoh: bersumpah dengan selain Allah, mencela Allah, mencela Rasul ‫صلى هللا عليه‬
‫وسلم‬
3. Amaliyah. Contoh: melempar mushaf ke kotoran, bekerja sama dengan orang kafir
untuk memerangi orang Islam
Imam Ibnu Nujaim rahimahullah berkata:
“Sengguhnya barangsiapa mengucapkan ucapan kekafiran seraya bergurau atau becanda,
maka dia kafir menurut semua ulama, dan keyakinannya itu tidak di anggap” (Al Bahru Ar
Ra’iq: 5/134)
Ya, dia kafir dan keyakinannya yang lurus menurut klaimnya tidak usah dihiraukan,
katena Allah Ta’ala tidak menerima alasan itu pada orang-orang yang memperolok-olok Rasul
dan para Sahabatnya saat mereka beralasan :
“Sesungguhnya kami hanya bercanda dan bermain-main” (At Taubah : 65).
Allah Ta’ala berfirman :
“Jangan kalian mencari alasan, sesungguhnya kalian telah kafir setelah kalian beriman”
(At Taubah : 66).
Orang yang menjadikan Allah Ta’ala, Rasul-Nya atau ajarannya sebagai bahan candaan
atau gurauan adalah tidak memiliki ta’dhim (pengagungan) kepada Allah Ta’ala, apalagi kalau
memperolok-olokan.

KONSEKUENSI KALIMAT SYAHADAT


Konsekuensi terhadap syahadatain secara umum ada 2 yaitu:

I. Meninggalkan segala macam bentuk dan wujud sesembahan kecuali Allah Subhanahu wa
ta’aalaa sebagai keharusan terhadap “Laa Ilaaha”.
1. Baik dalam perkara Uluhiyyah, Rububiyyah, Asma’ wa Shifat dan Mulkiyyah.
2. Memurnikan Ibadah hanya kepada Allah semata (dalam hal tujuan dari segala
sesuatu yang dilakukan dan penghalal-pengharaman atas aturan/hukum yang di
taati)

II. Senantiasa menjaga diri dari hal-hal yang membatalkan kesyirikan


1. Hanya beribadah kepada Allah semata tanpa disertai syirik sedikitpun sebagai
keharusan terhadap “IllAllah”.Mengikuti tuntunan Rosul (Mutaba’ah) sebagai keharusan
terhadap “Muhammad Rosululloh” dengan mentaatinya, membenarkannya, meninggalkan apa
yang dilarangnya, mencukupkan diri dengan mengamalkan sunnahnya, dan meninggalkan yang
lain dari hal-hal bid’ah dan muhdatsat (baru), serta mendahulukan sabdanya di atas segala
pendapat
orang. Maka, Konsekuensi “muhammadurrasulullah”:
Meneruskan tugas-tugas Rasulullah ‫ صلى هللا عليه وسلم‬dalam memperjuangkan syari’at Islam.
Membentuk sebuah komunitas untuk memperjuangkan khilafah sehingga tercapailah rahmatan lil
‘alamin.

PENUTUP
Dari bagan diatas maka kita dapat mengetahui bahwa hakekat syahadat adalah
ikrar/persaksian seorang Muslim terhadap keesaan Allah yang membentuk:

1) Tujuan hidup adalah Allah


“Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah
untuk Allah, Robb semesta alam”. (Al An’aam[6]: 162)

2) Pedoman hidup adalah Al Islam


“dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia,
dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan
kamu dari jalanNya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa”.(Al
An’aam[6]: 153)
“Sesungguhnya Ad Dien (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tTada berselisih
orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka,
karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah
Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya”. (Ali Imron[3]: 19)
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (Ad Dien itu) daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi’. (Ali
Imron[3]: 85)

3) Contoh hidup adalah Rosululloh ‫صلى هللا عليه وسلم‬


“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak
menyebut Allah”. (Al Ahzab[33]: 21)
Jadi, mari kita merenung. Apakah kita sudah bersyahadat dengan baik dan benar?
Dimana Rukun dan syaratnya telah terpenuhi. Padahal suatu ibadah itu tidak akan sah jika rukun
dan syaratnya tidak terpenuhi seperti sholat tanpa wudhu (syarat) dan sholat tapi tidak membaca
al fatihah (rukun).
SOAL UJI PEMAHAMAN
Jelaskan maksud kalimat syahadat!
Jelaskan syarat-syarat syahadat!
Jelaskan rukun-rukun syahadat!
Apa saja pembatal dari syahadat?
Apa saja konsekuensi dari kalimat syahadat?TAMBAHAN

HUKUM YANG TERKAIT DENGAN ORANG MURTAD


1. Orang yang murtad harus diminta bertobat sebelum dijatuhi hukuman. Kalau dia mau bertobat
dan kembali kepada Islam dalam rentang waktu tiga hari maka diterima dan dibebaskan dari
hukuman.

2. Apabila dia menolak bertobat maka wajib membunuhnya. Nabi ‫ صلى هللا عليه وسلم‬bersabda,
“Barangsiapa yang mengganti agamanya maka bunuhlah dia.” (HR. Bukhari dan Abu Dawud)

3. Kemurtadannya menghalangi dia untuk memanfaatkan hartanya dalam rentang waktu dia
diminta tobat. Apabila dia bertobat maka hartanya dikembalikan. Kalau dia tidak mau maka
hartanya menjadi harta fai’ yang diperuntukkan bagi Baitul Maal sejak dia dihukum bunuh atau
sejak kematiannya akibat murtad. Dan ada pula ulama yang berpendapat hartanya diberikan
untuk kepentingan kebaikan kaum muslimin secara umum.

4. Orang murtad tidak berhak mendapatkan warisan dari kerabatnya, dan juga mereka
tidak bisa mewarisi hartanya.

5. Apabila dia mati atau terbunuh karena dijatuhi hukuman murtad maka mayatnya tidak
dimandikan, tidak disholati dan tidak dikubur di pekuburan kaum muslimin akan tetapi dikubur
di pekuburan orang kafir atau di kubur di tanah manapun selain pekuburan umat Islam (lihat At-
Tauhid li Shaffits Tsaalits ‘Aliy, hal. 33)

HUKUM ORANG YANG SHALAT DI BELAKANG THAGHUT


Nomor Pertanyaan 1773
Apa Hukum orang yang shalat di belakang Thaghut (Libiya) dalam shalat fardlu?
Penanya: Al Gharib 2010
Al Lajnah Asy Syar’iyyah di Al Mimbar menjawab:
Tidak sah shalat di belakang orang kafir atau murtad siapapun dia, dan barangsiapa shalat di
belakangnya sedangkan dia mengetahui maka dia telah berbuat keburukan, dan shalat di
belakang orang kafir atau orang murtad itu adalah lebih parah dari shalat di belakang orang yang
junub!
Dan saya tidak mengetahui perselisihan perihal batalnya shalat orang yang shalat di
belakangnya, akan tetapi perselisihan itu ada perihal orang yang mengetahui kekafiran imamnya
setelah selesai shalat, apakah ia harus mengulang shalatnya ataukah tidak?
Al Imam Asy Syafi’iy rahimahullah berkata: “Dan seandainya orang kafir mengimami
kaum muslimin sedangkan mereka tidak mengetahui kekafirannya atau mengetahuinya, maka
shalat mereka tidak sah, dan shalat orang (kafir) itu tidaklah menjadi keIslaman baginya bila dia
tidak mengikrarkan keIslaman sebelum shalat, dan telah berbuat keburukan orang yang shalat di
belakangnya sedangkan dia mengetahui bahwa ia itu kafir. Dan seandainya orang asing
mengimami suatu kaum kemudian mereka ragu perihal shalat mereka di mana mereka tidak
mengetahui bahwa apakah dia itu kafir atau muslim maka mereka tidak harusmengulang shalat
sampai mengetahui bahwa dia itu kafir, karena sesungguhnya hal yang dhahir bahwa shalat dia
dengan shalat kaum muslimin itu adalah tidak muncul kecuali dari orang muslim. Dan orang
yang mengimami terus diketahui kekafirannya tidaklah sama seperti orang muslim yang tidak
diketahui bahwa dia itu tidak suci, karena orang kafir itu tidak menjadi imam dalam semua
keadaan sedangkan orang mu’min itu menjadi imam dalam semua keadaannya namun ia tidak
boleh shalat kecuali dalam keadaan suci. Dan begitu juga seandainya ada orang muslim terus dia
murtad kemudian menjadi imam sedang ia itu murtad, maka tidak sah shalat orang yang di
belakangnya sampai dia menampakkan taubat dengan ucapan sebelum mengimami mereka, dan
bila dia menampakkan taubat dengan ucapan sebelum mengimami mereka maka sahlah shalat
mereka bersamanya.” Selesai (Al Umm 1/195).
Al Imam ibnu Qudamah Al Maqdisiy rahimahullah berkata: “Sesungguhnya orang kafir
itu tidak sah shalat (bermakmum) di belakangnya sama sekali, baik diketahui kekafirannya
setelah selesai dari shalat ataupun sebelumnya, dan orang yang shalat di belakangnya wajib
untuk mengulang shalatnya. Dan ini dianut (juga) oleh Asy Syafi’iy dan Ashhab Ar Ra-yi...”
Selesai (Al Mugniy 3/32-33)
Dan berkata juga rahimahullah: “Bila shalat di belakang orang yang diragukan
keIslamannya, ... maka shalatnya sah, selagi tidak jelas kekafirannya, ... karena dhahir dari
orang-orang yang shalat itu adalah Islam, apalagi bila ia sebagai imam, ... kemudian bila jelas
terbukti setelah shalat bahwa dia itu kafir ..., maka dia wajib mengulang (shalatnya) sesuai apa
yang telah kami jelaskan.” Selesai secara ikhtishar (Al Mugniy 3/35)
Dan telah ada dalam Al Fawakih Ad Dawaniy ‘Ala risalah Ibni Abi Zaid Al Qairuwaniy
2/280 dalam penyebutan syarat-syarat sah imamah: “Islam, maka tidak sah imamah orang kafir.”
Selesai.
Dan telah datang dalam Hasyiyah Al ‘Adwiy ‘Ala Syarhi Kifayatith Thalib Ar Rabbaniy
(2/401) dalam suatu bab perihal imamah: (Ucapannya: dan ia itu Islam) maka tidak sah imamah
orang kafir dengan (sebab) macam kekafiran apapun walaupun jelas nyata darinya pengucapan
syahadatain di dalam shalat itu. Selesai wAllahu a’lam. Dijawab oleh anggota Al lajnah Asy
Syar’iyyah
‫معرفة األموال‬

A. Amwal secara bahasa (Lughowy)

maal (‫( )مال‬Mufrad) yang artinya Harta


amwaal (‫( )اموال‬Jama’) yang berarti Harta-Harta

B. Amwal menurut istilah dalam Al Quran

1. Seluruh harta hakekatnya milik Allah


Al-Qur’an telah menjelaskan bahwasannya seluruh alam beserta isinya ini adalah milik
Allah ta’ala, sebagaimana firman-Nya :
”Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan di bumi. Ingatlah,
sesungguhnya janji Allah itu benar, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui(nya).” [QS.
Yunus : 55].
“Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan Allah semua yang ada di langit dan di bumi. Dan
orang-orang yang menyeru sekutu-sekutu selain Allah, tidaklah mengikuti (suatu keyakinan).
Mereka tidak mengikuti kecuali prasangka-prasangka belaka, dan mereka hanyalah menduga-
duga” [QS. Yunus : 66].
”Dia-lah Allah, yang menjadikan segala sesuatu yang ada di bumi untuk kamu….” [QS.
Al-Baqarah : 29].

2. Harta dan anak adalah ujian dari Allah


”Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu)...”
[QS. At Taghabun : 15]

3. Perintah mengeluarkan harta dijalan Allah.


“... dan berjihadlah kamu dengan harta dan jiwamu dijalan Allah”
[QS. At Taubah : 41]

“ ... dan berjihadlah di jalan Allah dengan harta dan jiwamu.” [QS. As Shaff : 11]

4. Harta adalah ” Warisan ” untuk orang beriman dan orang kafir di dunia, dan khusus untuk
orang beriman di akhirat.

Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang


telah disediakan untuk hamba-hamba-Nya dan rezeki yang baik-baik? Katakanlah, “Semua itu
untuk orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, dan khusus (untuk mereka saja) pada
hari Kiamat.” Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu untuk orang-orang yang mengetahui.
[QS. Al A’raf : 32]
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdoa, “Ya Tuhanku, jadikanlah (negeri Mekah) ini
negeri yang aman dan berilah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya, yaitu di antara
mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian,” Dia (Allah) berfirman, “Dan kepada
orang yang kafir akan Aku beri kesenangan sementara, kemudian akan Aku paksa dia ke dalam
azab neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.” [QS. Al Baqarah : 126].

C. SIFAT-SIFAT AMWAL
1. Seluruh harta adalah perhiasan dunia (Qs. 18 : 46 )
Perhiasan dunia adalah permainan dan sesuatu yang melalaikan ( Qs. 6 : 32, 57 : 20 )
2. Harta adalah kesenangan yang memperdayakan. ( Qs. 3 :185 )
3. Harta adalah kesenangan sementara waktu ( Qs. 3 :197 )
4. Harta adalah harga yang sedikit/murahan ( Qs. 2 : 174 )

D. BENTUK-BENTUK AMWAL
1. Dalam (Qs. 3 :14)
a. Emas / Perak ( uang )
b. Kuda Pilihan ( kendaraan )
c. Sawah / ladang ( pertanian )

2. Dalam (Qs. 9 :24)


a. Perindustrian
b. Perdagangan
c. Rumah/tempat tinggal

E. PERINTAH MENGELUARKAN HARTA DIJALAN Allah


( Qs. 2 : 195, 2 : 267 )
( Qs. 9 : 41, 9 : 60, 9 : 103 )
( Qs. 58 : 12 )
( Qs. 61 : 11 )

F. MACAM-MACAM PENGELUARAN HARTA DALAM ISLAM


1.Infaq
2.Zakat
3.Shodaqoh
4.Ghonimah
5.Fa’i]
6.Ta’dzir
7.Harta Ma’sum
8.Harta Mauquf
9.Harta Salab]
10. Luqothoh

G. PEMBAHASAN
1. Infaq
a. Pengertian secarah Lughowy :
membuat habis ‫ق – نَ ْفقًا‬ُ ‫ق – يُ ْنف‬ َ َ‫نَف‬
[membelanjakan ‫ق – اِ ْنفَاقًا‬ ُ ِ‫ق – يُ ْنف‬ َ َ‫اَ ْنف‬

b. Jenis Infak :
1). Infaq Fid-Dien
Adalah pengeluaran harta secara terus-menerus / kontinyu setiap kita mendapatkan rizqi dari
Allah, baik dalam keadaan damai maupun dalam keadaan darurat perang.

· Ketentuannya : Minimal 2½ % dari total rizqi


· Perintah Allah dalam Al-Qur”an
Qs. 2:254, Qs. 2: 267, Qs. 14:31, Qs. 57:7, Qs. 13:22

2). Infaq Fie Sabilillah


Adalah pengeluaran harta secara insidentil / temporer / sewaktu-waktu dalam keadaan darurat /
kebutuhan yang sangat mendesak dengan perintah dari Ulil Amri.
· ketentuan : Besarnya tidak terbatas, menurut ketentuan Ulil Amri dan kemampuan masing-
masing.
· Perintah Allah dalam Al-Qur’an: Qs. 2:195, Qs.2:261, Qs. 2:265, Qs.9:41

c. Beberapa yang berkaitan dalam hal Infaq :


1). Ancaman Allah bagi yang tidak mau berinfaq [Qs.9:34, Qs. 3:180]
2). Kewajiban berinfaq selalu direlevansikan dengan sholat [QS. 2:3, Qs. 8:3, Qs. 42:38]
3). Kesempurnaan dalam berbakti [Qs. 3:92]
4). Perbedaan nilai Infaq sebelum dan sesudah futuh [Qs. 57:10]

2. Zakat
a. Pengertian secara lughowy (bahasa):
Berkembang, tumbuh dengan subur, bersih‫زَ كَا – يَ ْز ُكوْ – َزكَا ًء‬
Membersihkan ً‫َكى – ت َْز ِكيَّة‬
ِّ ‫َز َّكى – يُز‬

b. Pengertian secara Istilah :


Zakat adalah sejumlah harta yang wajib dikeluarkan dan diserahkan kepada orang-orang
yang berhak menerimanya, apabila telah mencapai nisab tertentu dan dengan syarat-syarat
tertentu pula.

c. Fungsi zakat (menurut Zamakhsyari & Ibnu Taimiyyah) yaitu untuk membersihkan dan
mensucikan jiwa serta memberikan berkah terhadap harta yang dimilikinya.

d. Penggunaan Istilah & Perintah Zakat:


Zakat : Shodaqoh (kata yang dipakai dalam Al-Qur”an)
‫ك َسك ٌَن لَهُم ۗ َوهَّللا ُ َسمي ٌع عَلي ٌم‬ َ ‫ص َدقَةً تُطَهِّ ُرهُم َوتُ َز ّكي ِهم بِها َو‬
َ ‫ص ِّل َعلَي ِهم ۖ إِ َّن‬
َ َ‫ص ٰلوت‬ ٰ َ‫ُخذ ِمن أ‬
َ ‫مولِ ِهم‬
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan berdo’alah untuk mereka.” (Qs. 9:103 )

َ‫ت فَإِن أُعطوا ِمنها َرضوا َوإِن لَم يُعطَوا ِمنها إِذا هُم يَس َخطون‬
ِ ‫صد َٰق‬
َّ ‫َو ِمنهُم َمن يَل ِم ُزكَ فِى ال‬
“Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (distribusi) zakat…...” (Qs. 9:58)

‫ص َدقَة فِى اَ ْم َوالِ ِهم تُ ْؤ َخ ُذ ِم ْن‬ َ ‫ض َعلَ ْي ِهم‬ َ ‫ث ُم َعا ًذا اِل َى ْاليَ َم ِن – فَ َذك ََر ْال َح ِدي‬
َ ‫ْث َوفِ ْي ِه اَتاهلل قَداِ ْفتَ َر‬ َ ‫ َب َع‬:‫ اَ َّن النَّبِ َى صلعم‬: ‫س‬
ٍ ‫ع َْن اَ ْب ِن َعبَا‬
ُ
‫ اَ ْغنِيَائِ ِهم فَتَ َر َّد فِى فقَ َرائِ ِهم‬Diriwayatkan dari abdullah bin Abbas r.a. bahwa Nabi saw mengutus
Mu’adz: “ maka beritahulah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan zakat kepada mereka yang
dipungut dari mereka yang kaya untuk dibagikan kepada mereka yang miskin”

e. Macam- macam zakat


1). Zakat fitrah( ‫) زكات الفطرة‬
· Hukumnya wajib atas setiap jiwa
‫صاعًا ِم ْن َش ِعي ِْر َعلَى‬
َ ْ‫صاعًا ِم ْن تَ ْم ِر اَو‬ ِ َّ‫َلى الن‬
َ ‫اس‬ ِ ‫ان ع‬ َ ‫ط ِر ِم ْن َر َم‬
ِ ‫ص‬ ْ ِ‫ زَ كَاةَ ْالف‬: ‫ض َرسُوْ ل هللا صلعم‬ َ ‫ فَ َر‬: ‫ع قال‬.‫ع َْن ابن ُع َمر ر‬
‫الص ِغر َو ال َكبِيْر من المسلمين – رواهالبخارى و مسلم‬ َ ‫َر اَ ِو اُ ْنثَى َو‬‫ك‬ َّّÓّ ‫ ْال َع ْب ِد َو ْالحُرِّ َو‬Diriwayatkan dari Abdullah bin
‫الَذ‬
ِ
Umar r.a. dia berkata: “Rasulullah Saw. Mewajibkan zakat fitrah kepada setiap muslim , masing-
masing satu sha’ kurma atau satu sha gandum (makanan pokok) baik orang merdeka maupun
budak, laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar dari kaum muslimin” (HR. Mutafaqun
Alaih)

Keterangan:
i. 1 Sho’ = 2,5 Kg = 3 lt bahan makanan pokok
ii. Pembayaran zakat fitrah : mulai dari awal bulan Ramadhan sampai pagi hari Raya Idul fitri
sebelum Khotib naik mimbar.
· Orang yang wajib zakat : (wajib membayar).
i. Muslim.
ii. Baligh.
iii. Merdeka & hamba.

· Orang yang berhak menerima zakat/mustahiq


َ‫ريضةً ِمن‬
َ َ‫ابن السَّبي ِل ۖ ف‬ ِ ‫الغ ِرمينَ َوفى َسبي ِل هَّللا ِ َو‬ ِ ‫الع ِملينَ َعلَيها َوال ُم َؤلَّفَ ِة قُلوبُهُم َوفِى الرِّقا‬
ٰ ‫ب َو‬ ُ ‫صد َٰق‬
ٰ ‫ت لِلفُقَرا ِء َوال َم ٰسكي ِن َو‬ َّ ‫إِنَّ َما ال‬
‫هَّللا ِ ۗ َوهَّللا ُ عَلي ٌم َحكي ٌم‬
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para mu”allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak,
orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana” (Qs. 9:60).

2). Zakat maal ( ‫) زكاه المال‬


· Perintah zakat maal
َ‫كوةَ َواركَعوا َم َع ال ٰ ّر ِكعين‬ ٰ ‫َوأَقي ُموا الص‬
ٰ ‫َّلوةَ َوءاتُوا ال َّز‬
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat..” (Qs. 2:43)

‫اس حُسنًا َوأَقي ُموا‬ِ ّ‫مى َوال َم ٰسكي ِن َوقولوا لِلن‬ ٰ ‫ربى َواليَ ٰت‬
ٰ ُ‫َين إِحسانًا َو ِذى الق‬ ٰ ِ‫ءيل ال تَعبُدونَ إِاَّل هَّللا َ َوب‬
ِ ‫الولِد‬ َ ‫سر‬ٰ ‫ق بَنى ِإ‬ ٰ ‫َوإِذ أَخَ ذنا‬
َ ‫ميث‬
َ‫عرضون‬ ِ ‫كوةَ ثُ َّم تَ َولَّيتُم إِاّل قَلياًل ِمن ُكم َوأَنتُم ُم‬
ٰ ‫َّلوةَ َوءاتُوا ال َّز‬
ٰ ‫الص‬
"Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum
kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada
manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat" (Qs. 2:83)

ٍ ‫كوةَ ۚ َوما تُقَدِّموا أِل َنفُ ِس ُكم ِمن َخ‬


‫ير تَ ِجدوهُ ِعن َد هَّللا ِ ۗ إِ َّن هَّللا َ بِما تَع َملونَ بَصي ٌر‬ ٰ ‫َوأَقي ُموا الص‬
ٰ ‫َّلوةَ َوءاتُوا ال َّز‬
“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi
dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah…” (Qs.2:110)

· Barang yang di wajibkan zakat:


i. Binatang ternak.
Jenis : Unta, Sapi, Kerbau, Kambing atau Domba
Nisab : Jumlah / ukuran batas terkenanya wajib zakat.
v Unta

Jumlah: Zakatnya:
5 - 9 ekor 1 ekor kambing
10 - 14 2 ekor kambing
ekor
15 – 19 3 ekor kambing
ekor
20 – 24 4 ekor kambing
ekor
25 – 35 1 anak unta betina ( 1 th lebih)
ekor
36 – 45 1 anak unta betina (2 th lebih)
ekor
46 - 60 1 anak unta betina (3 th lebih)
ekor

61 - 75 1 unta betina (4th lebih)


ekor
76 - 90 2 anak unta betina (2 th lebih)
ekor
91-120 2 anak unta betina (3 th lebih)
ekor
120 ekor dihitung tiap 40 ekor zakatnya 1 anak unta betina umur 2 tahun lebih atau tiap 50
lebih ekor zakatnya 1 ekor anak unta betina masuk umur 3 tahun lebih

v Sapi

Jumlah: Zakatnya
30 ekor 1 ekor anak sapi jantan/betina (1th)
40 ekor 1 ekor anak sapi betina (2th)
60 ekor 2 ekor anak sapi jantan (1th)
70 ekor 1 ekor anak sapi betina (2th) dan 1 ekor anak sapi jantan (1th)
80 ekor 2 ekor anak sapi betina (2th(
90 ekor 3 ekor anak sapi jantan (1th)
100 ekor 1 ekor anak sapi betina (2th) dan 2 ekor anak sapi(1th)
110 ekor 2 ekor anak sapi betina (2th) dan 1 ekor anak sapi(1th)
120 ekor 3 ekor anak sapi jantan (2th) atau 3 ekor anak sapi (1th) Jika lebih dari itu
Setiap 30 1 ekor sapi betina (1th)
ekor
Setiap 40 1 ekor sapi betina (2th)
ekor

v Kambing

Jumlah : Zakatnya :

40-120 ekor 1 ekor kambing

121-200 ekor 2 ekor kambing

201-300 ekor 3 ekor kambing

Jika Lebih dari itu : 1 ekor kambing betina


Setiap 100 ekor (Dari domba yang di keluarkan yang berumur ( 1 th), Dari
kambing yang di keluarkan yang berumur (2 th)
(diambil dari kitab Zakat Yusuf Qordowi)

Catatan:
Teknik pengeluaran di bayar setelah binatang itu di gembalakan sampai 1th.

ii. Tanaman (Bahan Makanan)


Hasil Tanaman & Buah-buahan
Jenis : makanan pokok, buah-buahan, biji-bijian
· Makanan pokok (makanan yang mengenyangkan )=
Contoh : Beras, Jagung, Sagu, Singkong, Gandum, dan lain-lain.
“… Dan tunaikanlah haknya dihari memetik hasilnya”.(Qs. 6:141)

· Buah-buahan (jenisnya hanya kurma dan anggur)


- Nisab 300 sho” ( 930 litter ) bersih dari kulitnya.
ٍ ‫ص َدقَةُ َحتَّى يَ ْبلَ َغ َخ ْم َسةً اَوْ َس‬
‫ق‬ َ ‫لَي‬
َ ‫ْس فِى َحبٍّ َوالَ تَ ْم ٍر‬

Keterangan:
1 wasaq = 60 sho”
5 wasaq = 300 sho”
1 sho” = 3.1 liter
5 wasaq = 930 liter

- Besar zakat:
Ø Jika pengairannya tanpa usaha (biaya operasional) zakatnya 10 %
Ø Jika pengairannya dengan usaha (biaya operasional) zakatnya 5 %.

iii. Barang tambang


Barang Tambang & Temuan / Rikaz
* Rikaz hanyalah harta terpendam dari masa jahiliyah/dulu yang diperoleh tanpa menggunakan
harta / biaya dan tanpa tenaga / susah paya
* Jenis : Emas, perak, besi, timah, suasa, bejana dan lain sejenisnya
* Besar zakat : 20% dari barang yang ditemukan

iv. Perhiasan
* Perhiasan / ziinah (‫)زينة‬
- Zakat perhiasan emas/perak dikeluarkan sekali selama dimiliki dengan tidak ada batas
nisabnya.
- Jika perhiasan itu berpindah tangan, maka pemiliknya yang baru wajib mengeluarkan zakatnya
sekali selama dimiliki.
- Besarnya zakat perhiasan adalah 2 ½ %
- Dikatakan perhiasan/ziinah yaitu jika tidak punya maksud untuk menyimpan/menimbun
kekayaan demi menghindari zakat.
“… Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan
Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,
(QS. 9: 34)
‫ْس بِ َك ْنز‬ ْ َ‫اِ َذا اُ ِدي‬
َ ‫ت زَ كَاتُهَا فَلَي‬
ٍ (‫“ )رواه الحكم‬jika sudah dibayarkan zakatnya, dia bukan kanjun”

v. Emas perak
* Nisab :
- Emas : 20 Mitsqol / dinar ( 93,6 gr )
Zakatnya : ½ dinar

* Perak : 200 dirham ( 624 gr )


- Zakatnya : 5 dirham
Besar zakatnya:1/40 :2½%
* Pengeluaran zakat dibayar setiap tahun setelah batas nisabnya.

vi. Perniagaan
* Perniagaan / Tijaroh (‫) تجارة‬
) ‫ص َدقَتُهَا ( رواه الحكم‬
َ ‫فِى البَ ِّز‬
- “Ada bahan pakaian yang untuk dijual wajib dizakatkan “
- Nisab dan besar zakat : disepadankan dengan emas dan perak.
- Teknis pengeluaran zakat ada 2 macam penafsiran

Ø Sistem Haul :
setiap 1 tahun sekali
ØSistem sekali pemilikan : zakat hanya 1 kali dalam pembelian barang dengan jumlah 1 nisab.

3. Shodaqoh tathawu'( ‫ص َدقَةُ تَطَوُّ ْع‬


َ )
a. Yaitu : pengeluaran harta untuk kebaikan dalam urusan Dien dengan sukarela tanpa alasan dan
batasan

b. Hukumnya : Sunnah
Qs. 58:12, Qs. 2:270, Qs. 2:271, QS 9:121, Qs. 12: 88, Qs. 33:35

4. Fa”i ( ‫) الفئي‬
Qs 59:6, Qs.59:7,

Bentuk Fai Yaitu :


a. barang / harta yang dirampas dari musuh, tidak dengan jalan perang
b. barang/harta penghianat
c. barang/harta orang yang bersekutu dengan orang A dan B
d. barang/harta orang murtad
e. barang/harta yang disediakan untuk / dan dipergunakan oleh musuh dan
f. barang/harta orang dzimi yang meninggal dunia sedang dia tidak memiliki ahli waris

5. Ghonimah( ‫) غنيمة‬
a. Pengertian
Yaitu : Harta musuh yang dirampas pada waktu / melalui peperangan.
Janji Allah tentang Ghanimah (Qs. 48:19-20 ) Ghanimah adalah rizqi yang halal dan
baik. Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil itu, sebagai
makanan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (Qs. 8:69 )

b. Pembagian Ghanimah
Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang,
maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang
miskin dan ibnu sabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan
kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan , yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Qs. 8:41 )

20 % untuk Jama'ah ( Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak yatim, miskin, ibnu sabil ) 80 % untuk
pelaku (dibagi rata).

6. Luqothoh
Ialah barang-barang yang didapat dari tempat yang tidak dimiliki oleh seorangpun.
Hukum mengambil barang yang didapat:
1). sunat bagi orang yang percaya kepada dirinya, sanggup mengerjakan segala yang
bersangkutan dengan pemeliharaan barang itu sebagaimana mestinya.

2). Wajib apabila berat sangkaannya bahwa barang itu akan hilang tersia-sia kalau tidak
diambilnya.

3). Makruh bagi orang yang tidak percaya kepada dirinya, boleh jadi dia akan khianat terhadap
barang itu kemudian hari.
“ Dari Zaid bin Khalid sesungguhnya Nabi saw: “Telah ditanya orang dari masalah keadaan
emas dan perak yang didapat sabda beliau: hendaklah engkau ketahui tempat dan ikatnya
kemudian hendaklah engkau beritahukan selama satu tahun, kalau datang yang punya hendaklah
engkau berikan kepadanya, kalu tidak datang dia sesudah satu tahun maka terserah kepadamu.”
(HR.Bukhari – Muslim)

“Dari Zaid bin Khalid: “telah bertanya seseorang kepada Rasulullah saw tentang keadan kambing
yang sesat. Beliau menjawab sesungguhnya kambing itu untukmu, kepunyaan saudaramu, atau
sia-sia dimakan serigala”. (HR.Bukhari – Muslim)

7. Salab
Yaitu semua barang kecuali alat perang, yang ada dan melekat pada badan musuh
(tentara atau pengkhianat), ketika ia dibunuh diluar keputusan makhkamah. Barang-barang yang
dibawa, diluar yang ada melekat pada badannya, ketika ia dibunuh. Maka barang-barang itu
adalah ghanimah, sedang barang-barang yang ditinggalkannya (dirumah dan kekayaan lainnya)
adalah harta fa'i

a. Ta'dzir
Ialah denda, sepanjang hukum yang dijatuhkan oleh tahkim

b. Harta Ma'sum
Ialah harta benda kepunyaan seorang muslim yang :

1). Meninggalkan tepat kedudukannya karena tugas atau karena tertawan oleh musuh
2). Tiada orang atau keluarga yang memelihara keluarganya

c. Harta Mauquf
Ialah harta benda kepunyaan seorang muslim yang :

1). Meninggalkan tempat kedudukannya


2). Tiada persekutuan, sangkutan dan hubungan dengan pihak musuh / dan pengkhianat
3). Tiada orang atau keluarga yang mememelihara harta keluargannya.

Anda mungkin juga menyukai