Anda di halaman 1dari 8

DRUG-INDUCED GINGIVAL ENLARGEMENT

Drug-induced gingival enlargement adalah suatu kondisi pembesran gingiva

yang diinduksi dari stimulasi obat. Beberapa obat yang dapat menyebabkan

pembesaran gingiva adalah anticonvulsants, immunosuppressants, dan calcium

channel blockers. Obat-obatan ini menstimulasi terjadinya pertumbuhan berlebih

gingiva (overgrowth) yang jika dibiarkan terus menerus dapat menyebabkan masalah

fungsi bicara, mastikasi, erupsi gigi, dan estetika (1).

Gambar 1 Pembesaran gingiva akibat konsumsi obat phenytoin

Gambar 2 Pembesaran gingiva hingga menutupi mahkota gigi


Tanda klinis pada pembesaran gingiva, baik akibat anticonvulsants,

immunosuppressants, dan calcium channel blockers hampir mirip bahkan cenderung

sama satu sama lain. Sifat-sifat dan tanda klinis dari pembesaran gingiva yang

diinduksi oleh obat, yaitu (1):

1. Pertumbuhannya tidak terasa sakit

2. Pembesarannya tampak beadlike, bermula di interdental papilla lalu meluas ke

gingival margin pada bagian facial dan lingual, kemudian pembesaran ini

dapat membentuk jaringan besar hingga menutupi mahkota dan mengganggu

oklusi

3. Pembesarannya tergeneralisasi pada seluruh rongga mulut, namun paling

sering ditemukan di regio anterior maxilla dan mandibula, serta daerah bergigi

4. Dapat terjadi pada rongga mulut dengan sedikit/tanpa plak

5. Pembesaran bersifat kronis, perlahan bertambah besar

6. Pembesaran dapat terjadi kembali meskipun telah dihilangkan sebelumnya

7. Pembesaran dapat hilang spontan setelah berhenti konsumsi obat-obatan

8. Adanya inflamasi dipercaya dapat memperparah pembesaran. Namun, jika

inflamasi dihilangkan, hanya dapat mengurangi pembesaran tanpa

menghilangkannya

9. Faktor genetik berperan menentukan apakah akan terjadi pembesaran atau

tidak
Terdapat perbedaan lesi pada pembesaran gingiva disertai inflamasi dan tanpa

inflamasi. Jika tidak ada inflamasi. Tanda klinisnya, yaitu (1):

1. Lesi berbentuk mulberry

2. Konsistensi firm dan elastis

3. Berwarna merah muda pucat

4. Permukaan tampak ada lobus-lobus kecil

5. Tidak mudah berdarah

Meskipun tanpa disertai inflamasi, pembesaran ini dapat mengakibatkan

sulitnya mengontrol plak. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya inflamasi sekunder

yang dapat memperparah pembesaran. Selanjutnya, jika terdapat inflamasi, tanda

klinsnya, yaitu:

1. Ukuran lesi meningkat

2. Warna tampak lebih merah atau merah kebiruan

3. Permukaan berlobus hilang

4. Mudah berdarah

Gambar 3 Pembesaran gingiva yang disertai inflamasi sekunder


Pada gingiva terinflamasi, sel fibroblas juga menjadi lebih aktif akibat adanya

mediator inflamasi, sehingga pembesaran lebih banyak terjadi. Sedangkan, pada

gingiva tanpa inflamasi, fibroblasnya kurang aktif, diam, dan kurang merespon

sirkulasi obat (1).

Histopatologi Drug-Induced Gingival Enlargement

Gambaran histopatologi pembesaran akibat anticonvulsants,

immunosuppressants, dan calcium channel blockers cenderung mirip, yaitu (1):

1. Terjadi hiperplasia pada jaringan ikat dan epitel, bermula dari inti jaringan

ikat

2. Terjadi acanthosis epitel (penebalan dan warnanya menjadi gelap)

3. Rete pegs (perluasan epitel yang memanjang ke jaringan ikat) menghasilkan

collagen bundle padat dengan peningkatan fibroblas dan pembuluh darah baru

4. Tampak perubahan permukan sel epitel luar yang membesar

5. Sel inflamasi juga dapat ditemukan pada dasar sulkus/poket


Gambar 4 Gambaran histopatologis pembesaran gingiva akibat induksi obat

Anticonvulsants

Kasus drug-induced gingival enlargement yang pertama kali ditemukan

adalah akibat anticonvulsants, yaitu phenytoin (Dilantin). Obat ini adalah jenis

hydantoin yang digunakan untuk pengobatan epilepsi. Jenis hydantoin lainnya yang

juga menyebabkan pembesaran gingiva adalah ethotoin (Peganone) dan mephenytoin

(Mesantoin). Pembesaran terjadi pada sekitar 50% keseluruhan pasien dan lebih

sering terjadi pada pasien muda. Tingkat kejadian dan keparahan pembesarannya

yang dihasilkan tidak bergantung pada dosis pengobatannya. Phenytoin menyebabkan

pembesaran dengan menstimulasi proliferasi sel fibroblas dan epitel (1).


Gambar 5 Gambaran klinis pembesaran gingiva akibat phenytoin

Immunosuppressants

Salah satu obat immunosuppressants yang menyebabkan pembesaran gingiva

adalah cyclosporine. Cyclosporine adalah agen imunosupresif yang digunakan untuk

mencegah reaksi penolakan organ hasil transplantasi dan mengobati beberapa

penyakit autoimun. Jenis cyclosporine A (Sandimmune, Neoral) yang

diadministrasikan secara intravena/oral, jika dosisnya melebihi 500 mg/hari dapat

menginduksi overgrowth, yang merupakan respon hipersensitivitas terhadap

cyclosporine. Tingkat kejadian kasus ini bervariasi, dari 25% sampai 75% dan lebih

sering terjadi pada anak. Pembesaran dapat menjadi lebih besar lagi jika

mengonsumsi obat ini sekaligus dengan salah satu calcium channel blockers, yaitu

nifedimine.

Terdapat perbedaan histopatologis pembesaran gingiva akibat

immunosuppressants dengan yang lainnya. Pembesaran akibat cyclosporine lebih

tervaskularisasi daripada phenytoin. Meskipun demikian, pada keduanya sama-sama

terjadi hiperplasia epitel (1).


Gambar 6 Gambaran klinis pembesaran gingiva akibat cyclosporine

Gambar 7 Gambaran histopatologis pembesaran gingiva akibat cyclosporine

Calcium Channel Blockers


Calcium channel blockers digunakan untuk menangani masalah

kardiovaskular, seperti hipertensi, angina pectoris, spasme arteri koroner, dan aritmia

jantung. Obat-obatan golongan ini yang menyebabkan pembesaran gingiva, yaitu (1):

1. Derivat dihydropiridine: amlodipine, felodipine, nicardipine, nifedipine

2. Derivat benzothiazina: diltiazem

3. Derivat phenylalkylamine: verapamil

Gambar 8 Gambaran klinis pembesaran gingiva akibat amlodipine

Referensi

1. Carranza FA, Klokkevold PR, Newman MG, Takei HH. Carranza’s Clinical

Periodontology. 12th ed. Canada: Elsevier Saunders; 2012.

Anda mungkin juga menyukai