Anda di halaman 1dari 29

ASKEP PENYAKIT TROPIS

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Filariasis

Dosen Pengampu : Reni Tri Subekti, SST. M.Kes

Disusun Oleh :

Kelompok 2

Alda Puspita Sari 142012018002

Artha Ilham Raliktian 142012018005

Fayi Haristia Gani 142012018014

Laili Zahro 142012018017

Nandika Pangestu 142012018025

Ratih Kusuma Dewi 142012018032

Titin Triyanti 142012018040

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG


FAKULTAS KESEHATAN
PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN
2021
1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha pengasih Maha penyayang,kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiratnya-Nya,yang telah melihpahkam
rahmat,hidayah,dan inayah-Nya kepada kami,sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
mata kuliah keperawatan medikal bedah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Teori
Filariasis”.
Adapun tugas ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan
bantuan semua anggota kelompok,sehingga dapat memperlancar pembuatan tugas ini.
Kritik dan saran yang bersifat membangun kami butuhkan demi kebaikan tugas
kedepannya.Semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Pringsewu, Maret 2021

KELOMPOK 2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filariasis yang dikenal dengan penyakit kaki gajah mulai ramai diberitakan sejak akhir
tahun 2009, akibat terjadinya kematian pada beberapa orang. Sebenarnya penyakit ini sudah mulai
dikenal sejak 1500 tahun oleh masyarakat, dan mulai diselidik lebih mendalam ditahun 1800
2
untuk mengetahui penyebaran, gejala serta upaya mengatasinya. Baru ditahun 1970, obat yang
lebih tepat untuk mengobati filarial ditemukan. Rubrik ini berusaha menjelaskan mengapa hal
tersebut dapat terjadi dan mengapa penanggulangan Penyakit Kaki Gajah harus segera
dilaksanakan. Penyakit filaria yang disebabkan oleh cacing khusus cukup banyak ditemui di
negeri ini dan cacing yang paling ganas ialah Wuchereria bancrofti, Brugia, malayi, Brugia timori,
Penelitian di Indonesia menemukan bahwa cacing jenis Brugia dan Wuchereria merupakan jenis
terbanyak yang ditemukan di Indonesia, sementara cacing jenis Brugia timori hanya didapatkan di
Nusa Tenggara Timur, khususnya di pulau Timor. Di dunia, penyakit ini diperkirakan mengenai
sekitar 115 juta manusia, terutama di Asia Pasifik, Afrika, Amerika Selatan dan kepulauan
Karibia. Penularan cacing Filaria terjadi melalui nyamuk dengan periodisitas subperiodik (kapan
saja terdapat di darah tepi) ditemukan di Indonesia sebagian besar lainnya memiliki periodisitas
nokturnal dengan nyamuk Culex, nyamuk Aedes dan pada jenis nyamuk Anopheles. Nyamuk
Culex juga biasanya ditemukan di daerah-daerah urban, sedangkan Nyamuk Aedes dan
Anopheles dapat ditemukan di daerah-daerah rural. (riyanto,harun.2010).
Filariasis merupakan penyakit menular (penyakit kaki gajah) yang disebabkan oleh cacing
filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.penyakit ini bersifat menahun, Dan bila tidak
dapat pengobatan daapt menimbulakan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan, dan alat
kelamin, baik perempuan maupun laki-laki. WHO sudah menetapkan kesepakatan global (The
Global Goal of Elimination of lympatic filariasis as a public Health Problem by the year 2020).
Program eliminasi dilaksanakan melalui pengobatan misal dengan DEC dan albendazol setahun
sekali selama 5 tahun di lokasi yang endemis dan perawatan kasus klinis baik yang akut maupun
kronis untuk mencegah kecacatan dan mengurangi penderitanya. Indonesia akan melaksanakan
eliminasi penyakit gajah secara berthap dimulai pada tahun 2002 di 5 kabupaten percontohan.
Perluasan wilayah akan dilaksanakan 5 tahun.

3
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Filariasis?
2. Apakah penyebab dari Filariasis?
3. Apasaja klasifikasi dari Filariasis?
4. Apa manifestasi dari Filariasis?
5. Pathway dari Filariasis?
6. Sebutkan komplikasi dari Filariasis?
7. Jelaskan pemeriksaan diagnostic dari Filariasis?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari Filariasis?
9. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan dari Filariasis?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep Filariasis dan melaksanakan Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan Penyakit Filariasis
2. Tujuan khusus
• Dapat mengetahui definisi dari Filariasis
• Mengetahui penyebab dari Filariasis
• Mengetahui klasifikasi dari Filariasis
• Mengetahui manifestasi dari Filariasis
• Mengetahui pathway nursing dari Filariasis
• Memahami komplikasi dari Filariasis
• Memahami pemeriksaan diagnostic dari Filariasis
• Mengetahui penatalaksanaan dari Filariasis
• Memahami konsep dasar asuhan keperawatan dari Filariasis

4
5
BAB II
PEMBAHASAAN

A. Definisi
Filariasis ialah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing
filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk pada kelenjar getah bening, Penyakit ini
bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan
cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun
laki-laki. (Witagama,dedi.2009).
Filariasis atau lebih dikenal elephantiasis (kaki gajah) adalah
penyakit akibat nematode yang seperti cacing yaitu wuchereria bancrofti.
Brugia malayi dan brugia timon yang dikenal sebagai filaria. Infeksi ini
biasanya terjadi pada saat kanak-kanak dan manifestasi yang dapat terlihat
mucul belakangan, menetap dan menimbulkan ketidak mampuan menetap
(Nurarif & Kusuma, 2015, p. 144).
Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit
nematode yang tersebar dindonesia. Walaupun penyakit ini jarang
menyebabkan kematian, tetapi dapat menurunkan produktifitas penderitanya
karena timbulnya gangguan fisik penyakit ini  jarang terjadi pada anak
karena manifestasi klinisnya timbul bertahun-tahun kemudian setelah infeksi
gejala pembengkakan kaki muncul karena sumbatan mikrofilaria pada
pembulu limfe yang biasanya terjadi pada usia diatas 30 tahun setelah terpapar
parasit selama bertahun-tahun. Oleh karena itu filariasis sering juga disebut
kaki gajah. Akibat paling vatal bagi penderita adalah kecacatan
permanen yang sangat mengganggu produktifitas (Kunoli, 2012, p. 199).

B. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh 3 spesies cacing filarial : Wuchereria Bancrofti,
Brugia Malayi, Brugia Timori. cacing ini menyerupai benang dan hidup dalam tubuh
6
manusia terutama dalam kelenjar getah bening dan darah. infeksi cacing ini menyerang
jaringan viscera, parasit ini termasuk kedalam superfamili Filaroidea, family
onchorcercidae.
Cacing ini dapat hidup dalam kelenjar getah bening manusia selama 4 - 6 tahun
dan dalam tubuh manusia cacing dewasa betina menghasilkan jutaan anak cacing
(microfilaria) yang beredar dalam darah terutama malam hari.
Ciri-ciri cacing dewasa atau makrofilaria :
a. Berbentuk silindris, halus seperti benang, putih dan hidup di dalam sisitem limfe.
b. Ukuran 55 – 100 mm x 0,16 mm
c. Cacing jantan lebih kecil: 55 mm x 0,09 mm
d. Berkembang secara ovovivipar

Mikrofilaria :
a. Merupakan larva dari makrofilaria sekali keluar jumlahnya puluhan ribu
b. Mempunyai sarung. 200 – 600 X 8 um

Faktor yang mempengaruhi perkembangan makrofilaria:


a. Lingkungan fisik : Iklim, Geografis, Air dan lainnnya,
b. Lingkungan biologic : lingkungan Hayati yang mempengaruhi penularan; hutan,
reservoir,

7
vector
c. Lingkungan sosial ekonomi budaya : Pengetahuan, sikap dan perilaku, adat
d. Istiadat, Kebiasaan dsb,
e. Eonomi: Cara Bertani, Mencari Rotan, Getah Dsb

8
C. Klasifikasi

a. Filariasis Malayi
Filariasi malayi disebakan oleh disebabkan oleh brugiamalayi.
Periodisitas mikrofilaria B. Malayi adalah periodik nokturna, sub
perodik nokturna, atau non periodik. Periodisitas mikrofilaria yang
bersarung dan berbentuk kasini, tidak senyata periodisitas W.Bansofti.
Sebagai hospes sementara adalah nyamuk mansomia, anopeles, amigeres.
Dalam tubuh nyamuk mikrofilaria tumbuh menjadi larva impektif dalam
waktu 6-12 hari. Ada peneliti yang menyebutkan bahwa masa pertumbuhanya
di dalam nyamuk kurang lebih 10 hari dan pada manusia kurang lebih 3 bulan.
Di dalam tubuh manusia dan nyamuk perkembangan parasit ini juga sama
dengan perkembangan W. Bansoft (Sudoyo dkk, 2010, hal. 2936).
b. Filariasis Timori
Filariasis timori disebabkan oleh pilariatipetimori.filaria tipe ini terdapat di
timor, pulau rote, flores, dan beberapa pulau disekitarnya. Cacing dewasa hidup
di dalam saluran dan dikelenjar limfe. Pagetornya adalah anopeles barberostis.
Mikro filarianya menyerupai mikro filaria brugiamalayi, yaitu lekuk badanya
patah-patah dan susunan intinya tidak teratur, perbedaanya terletak dalam: 1.
Panjang kepala = 3 x lebar kepala; 2. Ekornya mempunyai 2 inti tambahan, yang
ukuranya lebih kecil daripada inti-inti lainya dan letaknya lebih berjauhan bila
dibandingkan dengan letak inti tambahan. Sarungnya tidak mengambil warna
pulasan gamesa; ukuranya lebih panjang daripada mikrofilaria berugiamalayi.
Mikrofilaria bersifat periodik nokturna (Sudoyo dkk, 2010, p. 2936).

9
D. Pathway

Penghisap microfilia dari Metamorphosis microfilaria Membentuk larva rabditiform


darah / jaringan oleh serangga didalam horpes perantara
penghisap darah serangga (nyamuk)

Penularan larva infektif


Menuju pembuluh darah dan Larva masuk kedalam tubul kedalam kulit hospes baru,
kelenjar limfe lewat luka gigitan melalui proboscis gigitan
nyamuk

Menjadi cacing dewasa Kerusakan kelenjar


getah bening

Microfilaria berkembangbiak
dan meninggalkan induk Proses inflamasi

Demam
Menembus dinding pembuluh Nyeri
limfe
Hipertermi
Penekanan Syaraf oleh
Granulasi Mikrofilia

Menuju pembuluh darah /


terbawa saluran limfe Penyumbatan saluran
kedalam aliran Stadium menahun Proses Penyakit (destruktif
gangguan Syaraf)

Salah satunya menuju keginjal Granulasi Proliterative serta Kandungan Protein meningkat
terbentuk varises saluran dalam saluran limfe
limfe yang luas

Terbentuk jaringan ikat dan


kolagen saluran limfe yang
Hematuria Proteinuria terinfeksi

Anemia Gangguan Eliminasi Urine Semakin besar (elephantiasis)

Gangguan Citra tubuh Gangguan aktifitas Perubahan pada status


Kesehatan
10
Hambatan Mobilitasi fisik
Fungsi peran tergantung pada
orang lain

Resiko Ketidakberdayaan

11
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi gejala klinis filariasis disebabkan oleh cacing dewasa pada sistem limfatik
dengan konsekuensi limfangitis dan limfadenitis. Selain itu, juga oleh reaksi hipersensitivitas
dengan gejala klinis yang disebut occult filariasis.
Dalam proses perjalanan penyakit, filariasis bermula dengan limfangitis dan limfadenitis akut
berulang dan berakhir dengan terjadinya obstruksi menahun dari sistem limfatik. Perjalanan
penyakit berbatas kurang jelas dari satu stadium ke stadium berikutnya, tetapi bila diurutkan dari
masa inkubasi dapat dibagi menjadi:
i. Masa prepaten
Merupakan masa antara masuknya larva infektif sampai terjadinya mikrofilaremia
yang memerlukan waktu kira-kira 3¬7 bulan. Hanya sebagian tdari penduduk di
daerah endemik yang menjadi mikrofilaremik, dan dari kelompok mikrofilaremik
inipun tidak semua kemudian menunjukkan gejala klinis. Terlihat bahwa kelompok ini
termasuk kelompok yang asimtomatik baik mikrofilaremik ataupun amikrofilaremik.
ii. Masa inkubasi
Merupakan masa antara masuknya larva infektif hingga munculnya gejala klinis yang
biasanya berkisar antara 8-16 bulan.
iii. Gejala klinik akut
Gejala klinik akut menunjukkan limfadenitis dan limfangitis yang disertai panas dan
malaise. Kelenjar yang terkena biasanya unilateral. Penderita dengan gejala klinis akut
dapat mikrofilaremik ataupun amikrofilaremik.
iv. Gejala menahun
Gejala menahun terjadi 10-15 tahun setelah serangan akut pertama. Mikrofilaria jarang
ditemukan pada stadium ini, sedangkan limfadenitis masih dapat terjadi. Gejala kronis
ini menyebabkan terjadinya cacat yang mengganggu aktivitas penderita serta
membebani keluarganya.

12
F. Komplikasi
a. Cacat menetap pada bagian tubuh yang terkena
b. Elephantiasis tungkai
c. Limfedema : Infeksi Wuchereria mengenai kaki dan lengan, skrotum, penis,vulva vagina
dan payudara,
d. Hidrokel (40-50% kasus), adenolimfangitis pada saluran limfe testis berulang:
pecahnya tunika vaginalisHidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan diantara
lapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang
berada di dalam rongga itu memang adadan berada dalam keseimbangan antara produksi
dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya.
e. Kiluria : kencing seperti susu karena bocornya atau pecahnya saluran limfe oleh cacing
dewasa yang menyebabkan masuknya cairan limfe ke dalam saluran kemih.

G. Pemeriksaan Penunjang
a. Diagnosis Klinik
Diagnosis klinik ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan klinik. Diagnosis klinik
penting dalam menentukan angka kesakitan akut dan menahun (Acute and Chronic
Disease Rate).Pada keadaan amikrofilaremik, gejala klinis yang mendukung dalam
diagnosis filariasis adalah gejala dan tanda limfadenitis retrograd, limfadenitis berulang
dan gejala menahun.
b. Diagnosis Parasitologik
Diagnosis parasitologik ditegakkan dengan ditemukannya mikrofilaria pada pemeriksaan
darah kapiler jari pada malam hari. Pemeriksaan dapat dilakukan siang hari, 30 menit
setelah diberi DEC 100 mg. Dari mikrofilaria secara morfologis dapat ditentukan species
cacing filaria.
c. Radiodiagnosis
Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar limfe inguinal
penderita akan memberikan gambaran cacing yang bergerak-gerak (filarial dance sign).
Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau albumin yang dilabel
dengan radioaktif akan menunjukkan adanya abnormalitas sistem limfatik, sekalipun
pada penderita yang mikrofilaremia asimtomatik.

13
d. Diagnosis Immunologi
Pada keadaan amikrofilaremia seperti pada keadaan prepaten, inkubasi,
amikrofilaremia dengan gejala menahun, occult filariasis, maka deteksi antibodi
dan/atau antigen dengan cara immunodiagnosis diharapkan dapat menunjang diagnosis.
Adanya antibodi tidak menunjukkan korelasi positif dengan mikrofilaremia, tidak
membedakan infeksi dini dan infeksi lama. Deteksi antigen merupakan deteksi
metabolit, ekskresi dan sekresi parasit tersebut, sehingga lebih mendekati diagnosis
parasitologik. Gib 13, antibodi monoklonal terhadap O. gibsoni menunjukkan korelasi
yang cukup baik dengan mikrofilaremia W. bancrofti di Papua New Guinea.

H. Penatalaksanaan
Dietilkarbamasin sitrat (DEC) merupakan obat filariasis yang ampuh, baik untuk
filariasis bancrofti maupun brugia, bersifat makrofilarisidal dan mikrofilarisidal. Obat ini
ampuh, aman dan murah, tidak ada resistensi obat, tetapi memberikan reaksi samping sistemik
dan lokal yang bersifat sementara. Reaksi sistemik dengan atau tanpa demam, berupa sakit
kepala, sakit pada berbagai bagian tubuh, persendian, pusing, anoreksia, kelemahan, hematuria
transien, alergi, muntah dan serangan asma. Reaksi lokal dengan atau tanpa demam, berupa
limfadenitis, abses, ulserasi, limfedema transien, hidrokel, funikulitis dan epididimitis. Reaksi
samping sistemik terjadi beberapa jam setelah dosis pertama, hilang spontan setelah 2-5 hari
dan lebih sering terjadi pada penderita mikrofilaremik. Reaksi samping lokal terjadi beberapa
hari setelah pemberian dosis pertama, hilang spontan setelah beberapa hari sampai beberapa
minggu dan sering ditemukan pada penderita dengan gejala klinis. Reaksi sampingan ini dapat
diatasi dengan obat simtomatik.

I. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Filariasis


1) Pengkajian
Pengkajian adalah hal yang paling penting dilakukan oleh perawat untuk
mengenal masalah pasien agar dapat menjadi pedoman dalam melakukan
tindakan keperawatan.
a. Riwayat kesehatan
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan
imun. Cacing filariasis menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk infektif
yang mengandung larva stadium III. Gejala yang timbul berupa demam
berulang-ulang 3-5 hari, demam ini dapat hilang pada saat istirahat dan muncul
lagi setelah bekerja berat.
b. Aktifitas/istirahat

 Gejala : Mudah lelah, intoleransi aktifitas, perubahan pola tidur.

 Tanda : kelemahan otot, menurunnya massa otot,respon fisiologi aktifitas


(perubahan TD, frekuensi jantung)

14
c. Sirkulasi

 Tanda : perubahan TD, menurunnya volume nadi perifer, perpanjangan


pengisian kapiler.
d. Integritas dan Ego

 Gejala : stress berhubungan dengan perubahan fisik, mengkuatirkan


penampilan, putus asa dan sebagainya’

 Tanda : mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah.


e. Integument

 Tanda : kering, gatal, lesi, benanah, bengkak, turgor jelek.


f. Makanan/cairan

 Gejala : anoreksia, permeabilitas cairan.

 Tanda : turgor kulit buruk, turgor jelek,


g. Hygiene

 Gejala : tidak dapat menyelesaikan AKS

 Tanda : penampilan tidak rapi,kurang perawatan diri.


h. Neurosensoris

 Gejala : pusing, perubahan status mental, kerusakan status indera peraba,


kelemahan otot

 Tanda : ansietas, refleks tidak normal


i. Nyeri/kenyamanan

 Gejala : nyeri umum/local, rasa terbakar, sakit kepala

 Tanda : bengkak, penurunan rentang gerak


j. Keamanan

 Gejala : riwayat jatuh, panas dan perih, luka, penyakit defisiensi imun,
demam berulang, berkeringat malam.

 Tanda : perubahan inegritas kulit, pelebaran kelenjar limfe


k. Seksualitas

 Gejala : menurunnya libido

 Tanda : pembengkakan daerah skrotalis

15
l. Interaksi social

 Gejala : masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian.

 Tanda : perubahan interaksi, harda diri rendah, menarik diri


m. Pemeriksaan diagnostic
Menggunakan sediaan darah malam,diagnosis praktis juga dapat menggunakan
ELISA dan rapid tes dengan teknik imunokromatografik assay. Jika pasien
sudah terdeteksi kuat telah mengalami filariasis limfatik,penggunaan USG
Doppler diperlukan untuk mendeteksi penggerakan cacing dewasa ditali sperma
pria atau kelenjar mammae wanita.

2) Diagnosa Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar
getah bening.
2. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe.
3. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fisik.
4. Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan pada
anggota tubuh.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi
pada kulit.

3) Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Hipertermi Tujuan : Manajemen hipertermi :
Batasan Suhu tubuh agar 1. Observasi :
Karakteristik : tetap berada  Identifikasi penyebab
 Suhu diatas pada rentang hipertermi
normal normal  Monitor suhu tubuh
 Kulit merah  Monitor kadar elektrolit
 Kejang Kriteria hasil :  Monitor haluan urine
 Takikardi Menggigil  Monitor komplikasi akibat
 Takipnea menurun hipertermi
 Kulit terasa Suhu tubuh 2. Terapeutik :
hangat membaik  Sediakan lingkungn yang
Suhu kulit dingin
membaik
 Longgarkan atau lepaskan
pakaian
 Basahi dan kipasi permukan
tubuh
 Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap hari atau
lebih sering jika mengalami

16
hyperhidrosis
 Lakukan pendinginan
eksternal
 Hindari pemberian
antiseptic atau aspirin
 Berikan oksigen, jika perlu
3. Edukasi :
 Anjurkan tirah baring
4. Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
2 Nyeri Tujuan : Manajemen nyeri :
Nyeri berkurang 1. Observasi :
 Identifikasi lokasi,
Kriteria hasil : karakteristik, durasi,
Keluhan nyeri frekuensi, kualitas, dan
menurun intensitas nyeri
Meringis  Identifikasi skala nyeri
menurun  Identifikasi respon nyeri
Sikap protektif non verbal
menurun  Identifikasi factor yang
Gelisah memperberat dan
menurun memperingan nyeri
Kesulitan tidur  Identifikasi pengetahuan
menurun dan keyakinan tentang nyeri
Frekuensi nadi  Identifikasi pengaruh
meningkat budaya terhadap respon
nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
 Monitor efek samping
penggunaan analgetik
2. Terapeutik :
 Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
 Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
 Fasilitas istirahat tidur
 Pertimbangan jenis dan
sumber nyeri didalam

17
pemilihan strategi
meredakan nyeri
3. Edukasi :
 Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan
nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
 Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
anakgetik, jika perlu
3 Gangguan Citra Tujuan : Promosi citra tubuh
Tubuh Persepsi tentang 1. Observasi :
penampilan,  Identifikasi harapan citra
Batasan struktur tubuh, tubuh berdasarkan tahapan
karakteristik : dan fungsi fisik perkembangan
Mengungkapkan individu  Identifikasi budaya, agama,
kecacatan/kehilang membaik jenis kelamin dan umur
an bagian tubuh terkait citra tubuh
Kehilangan bagian  Identifikasi perubahan citra
tubuh tubuh yang mengakibatkan
Fungsi/struktur isolasi social
tubuh  Monitor frekuensi
berubah/hilang pertanyaan kritik terhadap
diri sendiri
 Monitor apakah pasien bias
melihat bagian tubuh yang
berubah
2. Terapeutik :
 Diskusikan perubahan
tubuh dan fungsinya
 Diskusikan perbedaan
penampilan fisik terhadap
diri
 Dsikusikan perubahan
akibat pubertas, kehamilan
dan penuaan
 Diskusikan kondisi stress
yang mempengaruhi citra

18
tubuh
(mis,luka,penyakit,pembeda
han)
 Diskusikan cara
mengembangkan harapan
citra tubuh secara realitis
 Diskusikan persepsi pasien
dan keluarga tentang
perubahan citra tubuh
3. Edukasi :
 Jelaskan kepada keluarga
Jelaskan kepada keluarga
tentang perawatan perubahan
citra tubuh
 Anjurkan mengungkapkan
gambaran diri terhadap citra
tubuh
 Anjurkan menggunakan alat
bantu (mis. Pakaian, wig,
kosmetik)
 Anjurkan mengikuti kelompok
pendukung (mis. Kelompok
sebaya)
 Latih fungsi tubuh yang
dimiliki
 Latih peningkatan penampilan
diri (mis. Berdandan)
 Latih pengungkapan
kemampuan diri kepada orang
lain maupun kelompok

Promosi koping
Tindakan
1. Observasi :
 Identifikasi kegiatan jangka
pendek dan panjang sesuai
tujuan
 Identifikasi kemampuan yang
dimiliki
 Identifikasi sumber daya yang
tersedia untuk memenuhi
tujuan

19
 Identifikasi pemahaman proses
penyakit
 Identifikasi dampak situasi
terhadap peran dan hubungan
 Identifikasi metode
penyelasaian masalah
 Identifikasi kebutuhan dan
keinginan terhadap dukungan
sosial
2. Terapeutik :
 Diskusikan perubahan peran
yang dialami
 Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
 Diskusikan alasan mengkritik
diri sendiri
 Diskusikan untuk
mengklarifikasikan
kesalahpahaman dan
mengevaluasi prilaku sendiri
dan mengevaluasi
perilaku sendiri
mengklarifikasikan
kesalahpahaman
mengevaluasi perilaku sendiri
mengklarifikasikan
kesalahpahaman
mengevaluasi perilaku sendiri
mengklarifikasikan
kesalahpahaman
mengevaluassendiri
 Diskusikan konsekuensi tidak
menggunakan rasa bersalah
dan rasa malu
 Diskusikan resiko yang
menimbulkan bahaya pada diri
sendiri
 Fasilitasi dalam memperoleh
informasi yang dibutuhkan
 Berikan pilihan realistis
mengenai aspek-aspek
tertentu dalam keperawatan

20
 Motivasi untuk menentukan
harapan yang realistis
 Tinjau kembali kemampuan
dalam pengembalian keputusan
 Hindari mengambil keputusan
saat pasien berada di bawah
tekanan
 Motivasi terlibat dalam
kegiatan sosial
 Motivasi mengidentifikasi
sistem pendukung yang
tersedia
 Dampingi saat berdua (mis.
Penyakit kronis, kecacatan)
 Perkenalan dengan orang atau
kelompok yang berhasil
mengalami pengalaman sama
 Dukung penggunaan
mekanisme pertahanan yang
tepat
 Kurangi rangsangan
lingkungan yang
mengancaman

3. Edukasi :
 Anjurkan menjalin hubungan
yang memiliki kepentingan
dan tujuan sama
 Anjurkan penggunaan sumber
spiritual, jika perlu
 Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
 Anjurkan keluarga terlibat
 Anjurkan membuat tujuan
yang lebih spesifik
 Ajarkan cara memecahkan
masalah secara konstruktif
 Latih penggunaan teknik
relaksasi
 Latih keterampilan sosial,

21
sesuai kebutuhan
 Latih mengembangkan
penilaian obyektif
4 Hambatan Tujuan : Dukungan ambulansi
mobilitas Dapat Tindakan :
melakukan 1. Observasi :
Batasan aktifitas fisik
 Identifikasi adanya nyeri atau
karakteristik: tanpa bantuan
keluhan fisik lainnya
Mengeluh sulit
menggerakan Kriteria hasil:  Identifikasi toleransi fisik
ekstremitas Pergerakan melakukan ambulasi
Kekuatan otot ekstremitas
 Monitor frekuensi jantung dan
menurun meningkat
tekanan darah sebelum
Rentang gerak Rentang gerak
memulai ambulasi
ROM membaik
 Monitor kondisi umum selama
melakukan ambulasi
 Terapeutik
 Fasilitasi aktifitas
ambulasidengan alat bantu
 Fasilitasi melakukan mobilisasi
fisik
Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
2. Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan proseedur
ambulasi
 Anjurkan melakukan ambulasi
dini
 Ajarkan ambulasi sederhana
yang harus dilakukan.

Dukungan mobilisasi
Tindakan :
1. Observasi :
 Identifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik lainnya
 Identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
 Monitor frekuensi jantung dan
tekanan darah sebelum
memulai mobilisasi

22
 Monitor kondisi umum selama
melakukan mobilisasi
2. Terapeutik :
 Fasilitas aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu
 Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
 Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
3. Edukasi :
 Jelaskan tujuan da prosedur
mobilisasi
 Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
 Ajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan.
5 Resiko Tujuan : Promosi harapan
ketidakberdayaan Mampu Tindakan :
mencapai hasil 1. Observasi :
pencapaian  Identifikasi harapan pasien dan
hidup keluarga dalam pencapaian
hidup
Kriteria hasil : 2. Terapeutik :
Pernyataan  Sadarkan bahwa kondisi yang
mampu untuk dialami memiliki nilai penting
melakukan
aktifitas hidup Pandu mengingat kembali
meningkat kenangan yang menyenangkan
Prnyataan  Libatkan pasien secara aktif
frustasi dalam perawatan
ketergantungan  Kembangkan rencana
pada orang lain perawatan yang melibatkan
menurun tingkat pencapaian tujuan
sederhana sampai dengan
kompleks
 Berikan kesempatan kepada
pasien dan keluarga terlibat
dengan dukungan kelompok
 Ciptakan lingkungan yang
memudahkan mempraktikkan
kebutuhan spiritual
3. Edukasi :

23
 Anjurkan mengungkapkan
perasaan terhadap kondisi dengan
realistis
 Anjurkan mempertahankan
hubungan
 Anjurkan mempertahankan
hubungan terapeutik dengan
orang lain
 Latih menyusun tujuan yang
sesuai dengan harapan
 Latih cara mengembangkan
spiritual diri
 Latih cara menenang dan
menikmati masa lalu

Promosi koping
Tindakan :
1. Observasi :
 Identifikasi kegiatan jangka
pendek dan panjang sesuai tujuan
 Identifikasi kemampuan yang
dimiliki
 Identifikasi sumber daya yang
tersedia untuk memenuhi tujuan
 Identifikasi pemahaman proses
penyakit
 Identifikasi dampak situasi
terhadap peran dan hubungan
 Identifikasi metode penyelasaian
masalah
 Identifikasi kebutuhan dan
keinginan terhadap dukungan
sosial
2. Terapeutik :
 Diskusikan perubahan peran yang
dialami
 Gunakan pendekatan yang tenang

24
dan meyakinkan
 Diskusikan alasan mengkritik diri
sendiri
 Diskusikan untuk
mengklarifikasikan
kesalahpahaman dan
mengevaluasi perilaku sendiri
 Diskusikan konsekuensi tidak
menggunakan rasa bersalah dan
rasa malu
 Diskusikan resiko yang
menimbulkan bahaya pada diri
sendiri
 Fasilitasi dalam memperoleh
informasi yang dibutuhkan
 Berikan pilihan realistis
mengenai aspek-aspek tertentu
dalam keperawatan
 Motivasi untuk menentukan
harapan yang realistis
 Tinjau kembali kemampuan
dalam pengembalian keputusan
 Hindari mengambil keputusan
saat pasien berada di bawah
tekanan
 Motivasi terlibat dalam kegiatan
sosial
 Motivasi mengidentifikasi sistem
pendukung yang tersedia
 Dampingi saat berdua (mis.
Penyakit kronis, kecacatan)
 Perkenalan dengan orang atau
kelompok yang berhasil
mengalami pengalaman sama
 Dukung penggunaan mekanisme
pertahanan yang tepat
 Kurangi rangsangan lingkungan
yang mengancaman
3. Edukasi :

25
 Anjurkan menjalin hubungan
yang memiliki kepentingan dan
tujuan sama
 Anjurkan penggunaan sumber
spiritual, jika perlu
 Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
 Anjurkan keluarga terlibat
 Anjurkan membuat tujuan yang
lebih spesifik
 Ajarkan cara memecahkan
masalah secara konstruktif
 Latih penggunaan teknik
relaksasi
 Latih keterampilan sosial, sesuai
kebutuhan
 Latih mengembangkan penilaian
obyektif

26
BAB IV
ANALISIS JURNAL

Problem  : Filariasis (Penyakit Kaki Gajah).

Penelitian 1 : menggunakan sediaan losion Biji Pala (Myristica fragrans)

Intervention: Penelitian 2 : menggunakan sediaan losion Minyak Atsiri Daun Zodia Muda
(Evodia suaveolens Scheff)

Penelitian dengan menggunakan losion biji pala dilakukan dengan


mengoleskan lotion biji pala kesalah satu lenagnnya (kontrol positif) dan
DEET dilengan satunya (kontrol negatif) ke dimana dioleskan pada masing-
masing punggung tangan penguji, lalu dimasukkan secara bersamaan ke
dalam kurungan penguji berisi nyamuk betina
dan DEET yang di uji cobakan ke lengan kanan dan lengan kiri, Penelitian
statistik antara losion biji pala dan DEET menunjukan berbeda secara
nyata, yaitu losian biji pala dapat menjadi repellent yang efektif
dikarenakan daya proteksi rata-ratanya di atas 75% walaupun berbeda
terbalik selama 6 jam. Melihat efek samping yang dapat ditimbulkan oleh
senyawa DEET, walaupun DEET memiliki daya proteksi yang lebih
besar, akan lebih baik jika penggunaan losion biji pala ini dapat
menjadi alternatif DEET. dengan nilai viskositias pada sediaan losion biji
Comparative  yaitu 4840 Cp, sesuai dengan SNI 16-4399-1996 yaitu nilai viskositias 2000-
: 5000 Cp. dalam losion biji pala mengandung senyawa kimia seperti

27
senyawa saponin, fenolik, alkaloid, dan eugenol yang berpotensi menjadi
repellent nyamuk culex sp.

Sedangkan penelitian dengan menggunakan losion minyak atsiri daun zodia


muda, Pengujian dilakukan pada relawan wanita yang berjumlah 10 orang
dengan umur yang hampir sama, dilakukan dengan mengoleskan lotion
minyak atsiri daun zodia muda kesalah satu punngung tangan (kontrol
positif) dan sediaan placebo punggung tangan satunya (kontrol negatif) ke
dimana dioleskan pada masing-masing punggung tangan penguji, lalu
dimasukkan secara bersamaan ke dalam kurungan penguji berisi nyamuk
betina sebanyak 20 ekor dalam 15 menit dan diulang sebanyak 7 kali. Setiap
formula lotion yang mengandung minyak daun zodia muda 5% memiliki
daya proteksi di atas atau mendekati 80% selama 7 jam. dengan nilai
viskositias pada sediaan losion biji yaitu 2000 Cp, Pada umumnya nilai
viskositas berbanding terbalik dengan daya sebar. dimana semakin besar nilai
viskositas maka semakin sulit daya sebarnya sehingga akan mempengaruhi
proses pelepasan bahan aktif yang terkandung dalam sediaan tersebut.
Minyak daun zodia muda mengandung 57 jenis senyawa dengan senyawa
yang memiliki kadar paling tinggi yaitu menthofuran,benzofuranone, dan D-
limonene.

Dari analisis jurnal tersebut dapat disimpulkan bahwa losion minyak atsiri
Outcome :
daun zodia muda lebih aman dan efektif untuk digunakan dalam mencegah
Nyamuk Culex s yang tersebar di daerah tropis dan sub tropis, yang dapat
menularkan penyakit kaki gajah atau filariasisdaripada dengan losion biji
pala karena dalam bahwa losion minyak atsiri daun zodia muda memiliki
daya proteksi di atas atau mendekati 80% selama 7 jam dan terdapat
kandungan senyawa tertinggi dalam minyak atsiri daun muda adalah
Menthofuran sebesar 53,94% pada waktu retensi 9,10 menit, Benzofhuran
17,89% pada waktu retensi 16,17 menit, dan D-limonene 12,46% pada waktu
retensi 7,29 menit. Namun masalah utama dari anti nyamuk alami yaitu

28
daya tahannya yang sangat jauh berbeda dengan DEET. Beberapa hasil
penelitian menunjukan jarang terdapat bahan alami yang memenuhi
ketentuan efektivitas repellent

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M., et al. 2013.Nursing Intervention Classification (NIC).Missouri,USA


: Elsevier.
Dietary guidelnes for Americans, 2005
Doenges, M.E, Moorhiuse, M.F, Geissler A C.1996.Parasitologi Kedokteran
(terjemahan).Jakarta : EGC
Garcia, L.S., Brunchner, D.A.1996. Diagnostik Parasitologi Kedokteran
(terjemahan).Jakarta : EGC
Hayes Peter C dan Mackay Thomas W.1997. Diagnosis dan Terapi. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC
Herdman, T.H dan Kamitsuru, S. 2014. NANDA International Nursing
Hidayat, A. A. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan.
Jakarta: Salemba Medika.

29

Anda mungkin juga menyukai