Anda di halaman 1dari 14

PERILAKU ABNORMAL

A. Pengertian Normal dan Abnormal


Menurut Maramis
Normal  Keadaan sehat (tidak patologis) dalam hal fungsi keseluruhan.
Abnormal  Menyimpang dari yang normal (tidak biasa terjadi).

B. Pengertain Perilaku Normal


Menurut Kartini Kartono
Perilaku Normal  Perilaku yang adekuat (serasi dan tepat) yang dapat diterima oleh masyarakat
pada umumnya.

C. Pengertian Perilaku Abnormal


Perilaku Abnormal  Suatu perilaku yang berbeda, tidak mengikuti peraturan yang berlaku, tidak
pantas, mengganggu dan tidak dapat dimengerti melalui kriteria yang biasa.

D. Kriteria Perilaku Normal


Maslow dan Mittelmann membuat beberapa kriteria bagi seseorang yang pribadinya berfungsi secara
normal-sehat, antara lain :
1. Memiliki Perasaan Aman Yang Wajar
Mampu berinteraksi dengan orang lain di tengah pergaulan dan dalam lingkungan keluarga.
2. Mempunyai Derajat Penilaian Sendiri Yang Wajar
Memilliki wawasan yang rasional dengan rasa harga diri yang tidak berlebihan. Memiliki rasa sehat
secara moril dan tidak dihinggapi rasa-rasa berdosa atau bersalah. Dapat menilai perilaku orang lain
yang asosial dan non manusiawi sebagai gejala masyarakat yang menyimpang.
3. Memiliki Tujuan Hidup Yang Realistis
Tujuan yang dimaksud adalah tujuan yang bisa dicapai dengan kemampuan sendiri, serta bersifat
wajar dan realistis. Ditambah dengan keuletan dalam mencapai tujuan hidup tersebut, yang
bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
4. Memiliki Hubungan Yang Efektif Dengan Kenyataan
Tanpa adanya fantasi dengan angan-angan yang berlebihan. Dapat menerima segala cobaan hidup
dengan lapang dada. Memiliki komunikasi yang nyata dan efisien dengan dirinya sendiri dan mudah
melakukan adaptasi dengan lingkungan sosial yang tidak bisa diubah. Bersikap kooperatif terhadap
kenyataan yang tidak bisa ditolak.
5. Memiliki Kepribadian Yang Terintegrasi Dan Konsisten
Mampu beradaptasi dengan perubahan, dan mempunya minat pada macam-macam aktivitas.
Mempunyai moralitas yang tidak kaku dan memiliki konsentrasi terhadap satu hal yang diminatinya.
6. Mampu Mengolah Dan Menerima Pengalamannya Dengan Sikap Yang Luwes
Bisa menilai batas kemampuan sendiri dalam menghadapi situasi tertentu, serta menghindari teknik
pembenaran dan pelarian diri yang tidak sehat.
7. Memiliki Spontanitas Dan Emosionalitas Yang Wajar
Mampu menjalin relasi persahabatan, komunikasi sosial dan relasi cinta. Jarang kehilangan kontrol
terhadap diri sendiri. Penuh tenggang rasa terhadap pengalaman orang lain. Dapat tertawa dan
bergembira secara bebas, dan mampu menghayati penderitaan dan kedudukan tanpa lupa diri.
8. Memiliki kesanggupan untuk dapat memuaskan kehendak-kehendak jasmaniah secara wajar dan
tidak berlebih-lebihan, dengan kesanggupan untuk memuaskan melalui cara-cara yang disetujui
9. Memiliki Dorongan Dan Nafsu-nafsu Jasmaniah Yang Sehat
Mampu memuaskan nafsu-nafsu tersebut dengan cara yang sehat, namun tidak diperbudak oleh nafsu
itu sendiri. Mampu menikmati kesenangan hidup, dan bisa cepat pulih dari kelelahan.
10. Adanya sikap emansipasi yang sehat terhadap kelompoknya dan terhadap kebudayaan namun dia
masih memiiki originalitas serta individualitas yang khas dan dapat membedakan perbuatan buruk
dan yang baik
11. Memiliki pengetahuan diri yang cukup antara lain bisa menghayati motif-motif hidupnya dalam
status kesadaran. Ia menyadari nafsu dan hasratnya, cita-cita dan tujuan hidupnya yang realistis
dan bisa mengatasi ambisi-ambisi dalam batas kenormalan

E. Kriteria Perilaku Abnormal


Para ahli kesehatan mental menggunakan berbagai kriteria dalam membuat keputusan tentang apakah
suatu perilaku abnormal atau tidak. Dengan beberapa kriteria umum yang digunakan, antara lain :
1. Perilaku yang tidak biasa
Perilaku yang tidak biasa sering dikatakan abnormal. Hanya sedikit dari kita yang menyatakan melihat
ataupun mendengar sesuatu yang sebenarnya tidak ada.
2. Perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial atau melanggar norma sosial
Setiap masyarakat memiliki norma-norma (Standar) yang menentukan jenis perilaku yang dapat
diterima dalam beragam tertentu.
Perilaku yang dianggap normal dalam satu budaya mungkin akan dipandang sebagai abnormal dalam
budaya lainnya.
3. Persepsi atau interpretasi yang salah terhadap realitas
Sistem sensori dan kognitif yang memungkinkan seseorang untuk membentuk representasi mental
yang akurat tentang lingkungan sekitar.
Namun melihat sesuatu ataupun mendengar suara yang tidak ada objeknya akan disebut sebagai
halusinasi, dimana dalam budaya sering dianggap sebagai tanda-tanda yang mendasari suatu
gangguan.
4. Perilaku mal adaptif atau self-defeating
Perilaku yang menghasilkan ketidakbahagiaan dan bukan self-fulfillment dapat dianggap sebagai
abnormal.
Perilaku yang membatasi kemampuan kita untuk berfungsi dalam peran yang diharapkan atau untuk
beradaptasi dengan lingkungan juga dapat disebut sebagai abnormal.
5. Orang-orang tersebut berada dalam stress personal yang signifikan
Kondisi stress personal yang diakibatkan oleh gangguan emosi, seperti kecemasan, ketakutan, atau
depresi, dapat dianggap abnormal. Namun kecemasan dan depresi terkadang merupakan respon yang
sesuai dengan situasi tertentu.
Gangguan emosi dapat mempengaruhi kejiwaan seseorang, sehingga seseorang dapat menggunakan
pikirannya akan tetapi tidak bisa mengendalikan, maka bisa berakibat stress.
Emosi inilah yang menghalangi seseorang karena tindakan yang dilakukannya tersebut pada
umumnya merupakan tindakan fisik, dan tindakan fisik tidak selalu dilakukan untuk memecahkan
suatu persoalan.
6. Perilaku berbahaya
Perilaku yang menimbulkan bahaya bagi orang itu sendiri ataupun orang lain dapat dikatakan
abnormal.

F. Karakteristik Perilaku Abnormal


Karakteristik dari perilaku abnormal, antara lain :
1. Disfungsi Psikologis
Menjalankan peran atau fungsi dalam kehidupan yang terintegrasi dengan aspek kognitif, aspek
afektif, aspek konatif/psikomotorik.
a. Aspek kognitif  perspektif anak terhadap ayahnya menjadi negatif, menurutnya ayahnya
itu jahat, tidak mempunyai perasaan dan tidak sayang terhadap ibunya. Disekolah anak juga
jadi tidak bisa berkonsentrasi dalam belajar. Sehingga anak jadi malas belajar, sehingga nilai
disekolah menurun. Menjadi pendiam disekolah dan tidak percaya diri.
b. Aspek afektif  anak menjadi sedih, khawatir, cemas dan takut apabila melihat ibunya
bertengkar dengan ayahnya.
c. Aspek konatif  malas belajar, ingin memukul dan membunuh ayahnya

Contoh:
Seorang anak melihat ibunya bertengkar dengan ayahnya dan melihat ibunya dipukul/dianiaya oleh
ayahnya dan kemudian kedua orangtuanya bercerai.
2. Distres (Impairment (Hendaya)
Menunjukkan pada keadaan “merusak” dirinya baik secara fisik ataupun psikologis.
a. Secara Fisik  memukul-mukul tangannya ketembok/kekaca hingga berdarah, mengonsumsi
narkoba, minuman beralkohol secara berlebihan.
b. Secara Psikologis  mengurung diri dikamar tidak mau makan, main game online di warnet
hingga larut makan bahkan terkadang tidak pulang seharian.
3. Respon Atipikal (Secara Kultural Tidak Diharapkan)
Reaksi yang TIDAK sesuai dengan keadaan sosio kultural yang berlaku.
Contoh :
Teman-temannya mengolok-olok dan menjauhi dirinya karena dia berasal dari keluarga broken home
dan karena dia sudah menjadi narapidana karena terlibat kasus narkoba. Ayahnya sudah tidak peduli
lagi terhada keadaan ia dan ibunyanya sehingga ayahnya tidak mau sama sekali menemui anaknya
dan istrinya lagi. Ibunya juga dirawat dirumah sakit jiwa.

G. Jenis Perilaku Abnormal


1. Psikopat
Secara harfiah, psikopat artinya sakit jiwa.
Asal katanya dari bahasa Yunani
Psyche  Jiwa
Pathos  Penyakit.
Seseorang yang menderita kelainan psikopat sangat pandai berpura-pura dan membuat kamuflase
yang rumit demi keuntungan dirinya sendiri.
Contohnya :
a. Menyebar fitnah
b. Mengadu domba
c. Memutar balik fakta
d. Berbohong demi mendapatkan tujuannya.
Psikopat disebut juga sebagai sosiopat, psikopat sulit disembuhkan dan dideteksi karena banyak dari
penderitanya yang berada di tengah masyarakat daripada yang mendapatkan pengobatan.
Menurut penelitian, sekitar 15-20 persen psikopat merupakan seorang pembunuh, pemerkosa dan
perampok. Selebihnya adalah seseorang yang penampilannya sempurna, menyenangkan, dan
mempunyai daya tarik yang luar biasa serta pandai bertutur kata.
2. Penyimpangan Seksual
Penyimpangan seksual  Dapat diartikan sebagai dorongan seksual yang ditujukan kepada objek yang
tidak lazim, atau pemenuhan kebutuhan seksual dengan cara yang tidak lazim dan tidak wajar.
Ada dua macam kelainan dari tingkah laku penyimpangan seksual, antara lain :
a. Kelainan pada Obyek
Ini terjadi apabila cara seseorang untuk memuaskan dorongan seksualnya masih termasuk normal,
akan tetapi obyek yang digunakan tidak wajar atau lain dari biasanya:
1) Homoseksual  Yaitu kelainan untuk melakukan hubungan seks dengan sesama jenis
kelamin pria.
2) Lesbian  Ketertarikan untuk melakukan hubungan seks kepada sesama jenis kelamin
wanita.
3) Biseksual  Ketertarikan untuk melakukan hubungan seks terhadap dua jenis kelamin.
4) Pedofilia  Orang yang menjadikan anak – anak yang belum akil baligh sebagai obyek
seksualnya.
5) Fetisisme  Apabila objek pemuasan seksualnya adalah benda mati, seperti pakaian
dalam, rambut, sepatu, dan benda – benda tertentu lainnya.
6) Nekrofilia  Menggunakan mayat sebagai obyek pemuasan seksualnya.
7) Bestiality  Tertarik pada binatang sebagai objek untuk memuaskan kebutuhan
seksualnya, disebut juga zoophilia.
8) Geronto seksualitas – Tertarik pada orang berusia lanjut sebagai objek pemenuhan
kebutuhan seksualnya.
9) Incest  Berpusat pada saudara kandung atau keluarga yang tidak diperbolehkan
melakukan pernikahan sebagai objek pemuasan seksualnya.
b. Kelainan Pada Cara
Pada kriteria ini, yang menjadi objek pemuasan seksual adalah lawan jenis namun dengan cara
yang tidak lazim.
1) Eksibisionisme  Kelainan seksual yang mendapat kepuasan dari memperlihatkan organ
kelamin kepada orang lain yang berlawanan jenis yang tidak ingin melihatnya, biasanya
dilakukan di tempat umum atau memuaskan diri sendiri (masturbasi) sambil disaksikan
orang lain.
2) Voyeurism  Perilaku seksual yang mendapatkan kepuasan dari menyaksikan secara
diam – diam lawan jenis lain yang telanjang, atau mengintip orang sedang berganti baju,
atau melakukan hubungan seksual, objeknya adalah orang asing. Orang yang mengidap
voyeurisme biasanya membayangkan melakukan hubungan seksual dengan objeknya,
namun jarang sekali melakukan kontak fisik.
3) Masokisme  Masokisme adalah perbuatan yang menyakiti diri sendiri untuk mencapai
kepuasan seksual tersebut, baik dilakukan oleh diri sendiri atau orang lain. Ini adalah
satu – satunya kelainan seksual yang diderita oleh wanita.
4) Sadisme  Ini merupakan pemuasan seksual yang dicapai dengan menyakiti orang lain
atau pasangan seksualnya secara fisik atau psikologis. Pada prakteknya ada orang yang
menggabungkan keduanya, menjadi sadomasokisme.
5) Transvetic Fetisisme  Kelainan berupa seseorang laki – laki yang heteroseksual yang
harus menggunakan pakaian wanita untuk mencapai respons seksual. Biasanya gangguan
ini dimulai saat remaja dan sebagian kecil pria yang mengalami gangguan ini juga
memiliki dysphoria atau ketidak bahagiaan dengan jenis kelaminnya.
6) Frotteurisme  Kelainan seksual dimana penderitanya mendapatkan kepuasan dengan
menyentuh orang lain yang tidak menginginkannya dengan menggosokkan kelaminnya,
atau meraba orang lain tanpa diketahui oleh korban.
3. Psikoneurosis
Psikoneurosis juga dikenal dengan nama neurosis
 Suatu kondisi gangguan mental yang hanya mempengaruhi sebagian kepribadian sehingga
penderitanya masih dapat melakukan aktivitas seperti biasa. Biasanya diekspresikan secara tidak sadar
dalam bentuk mekanisme pertahanan diri (Self Defense Mechanism).
a. Fugue
Asal katanya dari bahasa Latin Fugere yang berarti melarikan diri. Individu yang mengalami
fugue bisa saja secara mendadak meninggalkan rumah dan semua yang dikenalnya lalu
mengambil identitas baru. Hal ini biasanya terjadi karena seseorang berusaha lari dari kenyataan
setelah mengalami tekanan berat. Fugue berbeda dengan amnesia, dan bukan merupakan
gangguan kepribadian ganda karena identitas baru tersebut tidak selengkap identitas dalam
kepribadian ganda.
b. Somnabulisme
Berasal dari kata somnus yang berarti tidur dan ambulare yang berarti berjalan, definisi dari
somnabulisme adalah tidur berjalan. Seperti dalam keadaan trance, penderita tidur sambil berjalan
dan melakukan sesuatu hal. Walaupun sekilas hal ini tidak terlihat serius, nyatanya berjalan dalam
tidur kerap mendatangkan bahaya bagi penderitanya.
c. Multiple Personality
Sekarang disebut gangguan identitas disosiatif , merupakan kasus psikologi yang lebih rumit
dimana penderitanya bisa memiliki dua atau lebih kepribadian di dalam dirinya. Gangguan ini
biasanya muncul jika di masa kecil telah mengalami suatu trauma atau tekanan hebat.
d. Fobia
Rasa takut yang berlebihan terhadap objek atau terhadap sesuatu tanpa bisa dijelaskan, dan tidak
jarang menyebabkan stres atau depresi, cemas dan panik yang ekstrem.
e. Obsesi
Yang dimaksud obsesi adalah ketika seseorang mengalami kecemasan berlebihan terhadap
sesuatu dan menunjukkan usaha berlebihan untuk menghilangkan kecemasan tersebut. (Baca
juga:
f. Histeria
Suatu bentuk gangguan mental yang timbul dari kecemasan yang intens. Histeria ditandai
dengankejadian dimana ada kurangnya kontrol atas kesadaran dan emosi seseorang, lalu tiba –
tiba mengalami ledakan emosional.
g. Hipokondria
Hipokondria adalah gangguan psikologi dimana penderitanya merasa mengalami penyakit
tertentu walaupun secara medis tidak ada gejala penyakit sama sekali. Penderita hipokondria
selalu merasa takut akan terkena penyakit tertentu.
4. Psikosis
Kelainan kepribadian besar karena mempengaruhi seluruh kepribadian seseorang sehingga tidak lagi
bisa menjalani kehidupan sehari – hari dengan normal, mengarah kepada keadaan mental yang
terganggu oleh delusi atau mengalami halusinasi. Delusi yaitu kesalah pahaman terhadap suatu hal,
sedangkan halusinasi adalah melihat atau mendengar suatu peristiwa yang sebenarnya tidak ada.
Jenis – jenis psikosis berdasarkan faktor penyebab yaitu yang ditandai dengan disintegrasi kepribadian
serta tidak mampu melakukan kegiatan sosial. Beberapa jenis psikosis fungsional, antara lain :
a. Psikosis Fungsional
1) Skizophrenia  Gangguan psikologi berupa kepribadian yang terbelah (split
personality) yaitu terjadi ketidak harmonisan antara pikiran, perasaan dan perbuatan.
2) Paranoid  Mengalami banyak delusi dan ide – ide yang salah tentang berbagai hal dan
bersifat menetap.
3) Manic Depresif  Gangguan emosi yang ekstrim, ditandai dengan berubahnya
kegembiraan yang berlebihan (mania) menjadi kesedihan mendalam (depresi) dalam
waktu sangat singkat dan juga sebaliknya.
b. Psikosis Organik
Yaitu penyakit kejiwaan yang penyebabnya merupakan faktor fisik atau organik. Jenis psikosis
organik yaitu:
1) Psikosis alkoholik  psikosis yang terjadi karena terlalu banyak minum minuman
keras.
2) Psikosis obat  obatan – terjadi karena akibat dari kebiasaan mengonsumsi barang
terlarang.
3) Psikosis Traumatik  Terjadi karena luka pada kepala seperti kena pukul, tembakan,
dan lainnya.
4) Dementia Paralytica  Psikosis yang terjadi karena kerusakan otak yang disebabkan
oleh usia tua, penyakit sifilis, dan lain – lain.

H. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Abnormal


Sebab-sebab perilaku Abnormal dapat ditinjau dari beberapa sudut antara lain :
1. Menurut Tahap Fungsinya
Menurut tahap berfungsinya, sebab-sebab perilaku abnormal dapat dibedakan sebagai berikut
:
a. Penyebab Primer ( Primary Cause )
Penyebab Primer  Kondisi yang tanpa kehadirannya suatu gangguan tidak akan
muncul.
Misalnya : Infeksi sipilis yang menyerang system syaraf pada kasus paresis general yaitu
sejenis psikosis yang disertai paralysis atau kelumpuhan yang bersifat progresif atau
berkembang secara bertahap sampai akhirnya penderita mengalami kelumpuhan total.
Tanpa infeksi sipilis gangguan ini tidak mungkin menyerang seseorang.
b. Penyebab yang Menyiapkan ( Predisposing Cause )
Kondisi yang mendahului dan membuka jalan bagi kemungkinan terjadinya gangguan
tertentu dalam kondisi tertentu di masa mendatang.
Misalnya : Anak yang ditolak oleh orang tuanya (rejected child) mungkin menjadi lebih
rentan dengan tekanan hidup sesudah dewasa dibandingkan dengan orang-orang yang
memiliki dasar rasa aman yang lebih baik.
c. Penyebab Pencetus ( Preciptating Cause )
Penyebab pencetus  Setiap kondisi yang tak tertahankan bagi individu dan
mencetuskan gangguan.
Misalnya : Seorang wanita muda yang menjadi terganggu sesudah mengalami
kekecewaan berat ditinggalkan oleh tunangannya. Contoh lain seorang pria setengah
baya yang menjadi terganggu karena kecewa berat sesudah bisnis pakaiannya bangkrut.
d. Penyebab Yang Menguatkan ( Reinforcing Cause )
Kondisi yang cenderung mempertahankan atau memperteguh tingkah laku mal-adaptif
yang sudah terjadi.
Misalnya : perhatian yang berlebihan pada seorang gadis yang ”sedang sakit” justru
dapat menyebabkan yang bersangkutan kurang bertanggungjawab atas dirinya, dan
menunda kesembuhannya.
e. Sirkulasi Faktor – Faktor Penyebab
Dalam kenyataan, suatu gangguan perilaku jarang disebabkan oleh satu faktor,
melainkan serangkaian faktor penyebab yang kompleks, bukan sebagai hubungan sebab
akibat yang sederhana melainkan saling mempengaruhi sebagai lingkaran setan, sering
menjadi sumber penyebab dari abnormalitas .
Misalnya : Sepasang suami istri menjalani konseling untuk mengatasi problem dalam
hubungan pernikahan mereka. Sang suami menuduh istrinya senang berfoya-foya
sedangkan sang suami hanya asyik dengan dirinya dan tidak memperhatikannya.
Menurut versi sang suami dia jengkel keada istrinya karena suka berfoya-foya bersama
teman-temannya. Jadi tidak lagi jelas mana yang menjadi sebab mana akibat.
2. Menurut Sumber Asalnya
Berdasarkan sumber asalnya, sebab-sebab perilaku abnormal dapat digolongkan menjadi 3,
antara lain:
a. Faktor Biologis
Berbagai keadaan biologis atau jasmani yang dapat menghambat perkembangan ataupun
fungsi pribadi dalam kehidupan sehari-hari seperti kelainan gen, kurang gizi, penyakit
dsb.
Pengaruh-pengaruh faktor biologis lazimnya bersifat menyeluruh. Artinya
mempengaruhi seluruh aspek tingkah laku, mulai dari kecerdasan sampai daya tahan
terhadap stress.
b. Faktor-faktor psikososial
Trauma Di Masa Kanak – Kanak
Trauma Psikologis  Pengalaman yang menghancurkan rasa aman, rasa mampu, dan
harga diri sehingga menimbulkan luka psikologis yang sulit disembuhkan sepenuhnya.
Trauma psikologis yang dialami pada masa kanak-kanak cenderung akan terus dibawa
sampai ke masa dewasa.
c. Deprivasi Parental
Tidak adanya kesempatan untuk mendapatkan rangsangan emosi dari orang tua berupa
kehangatan, kontak fisik, rangsangan intelektual, emosional dan social.
Ada beberapa kemungkinan penyebabnya misalnya :
1) Dipisahkan dari orang tua dan dititipkan di panti asuhan
2) Kurangnya perhatian dari pihak orang tua kendati tinggal bersama orang tua di
rumah.
3) Hubungan orang tua – anak yang patogenik
Hubungan patogenik  Hubungan yang tidak serasi, dalam hal ini hubungan antara
orang tua dan anak yang berakibat menimbulkan masalah atau gangguan tertentu
pada anak.
Struktur keluarga sangat menentukan corak komunikasi yang berlangsung diantara
para anggotanya.
Struktur keluarga tertentu yang melahirkan pola komunikasi kurang sehat maka
selanjutnya akan muncul pola gangguan perilaku pada sebagian anggotanya.
Ada empat struktur keluarga yang dapat melahirkan gangguan pada para anggotanya
:
a) Keluarga yang tidak mampu mengatasi masalah sehari-hari.
Kehidupan keluarga tidak mampu mengatasi masalah sehari karena beberapa
sebab seperti tidak memiliki cukup sumber yang disebabkan orang tua tidak
memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup.

b) Keluarga yang antisosial


Keluarga yang menganut nilai-nilai yang bertentangan dengan masyarakat luas
c) Keluarga yang tidak akur serta keluarga yang bermasalah
d) Keluarga yang tidak utuh
Keluarga dimana ayah / ibu yang tidak ada di rumah, entah karena sudah
meninggal atau sebab lain seperti perceraian, atau ayah memiliki dua istri dll.
4) Stress berat
Stress adalah keadaan yang menekan khususnya secara psikologis. Keadaan ini
dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab, seperti :
a) Frustasi yang menyebabkan hilangnya harga diri
b) Konflik nilai
c) Tekanan kehidupan modern
d. Faktor – Faktor Sosiokultural
Meliputi keadaan obyektif dalam masyarakat atau tuntutan dari masyarakat yang dapat
berakibat menimbulkan tekanan dalam diri individu dan selanjutnya melahirkan berbagai
bentuk gangguan, antara lain :
1) Suasana perang dan suasana kehidupan yang diliputi oleh kekerasan, seperti
terpaksa menjalani peran social yang berpotensi menimbulkan gangguan, seperti
menjadi tentara yang dalam peperangan harus membunuh.
2) Menjadi korban prasangka dan diskriminasi berdasarkan penggolongan tertentu
seperti berdasarkan agama, ras, suku dll

I. Cara Mencegah Perilaku Abnormal


Perilaku abnormal dapat dicegah dengan beberapa cara, antara lain :
1. Menghindari konflik batin dari diri sendiri atau juga dari lingkungan.
2. Selalu berusaha memelihara kebersihan jiwa dengan selalu berpikir positif.
3. Usahakan untuk selalu bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat.
4. Latihan untuk menerapkan disiplin dalam segala hal.
5. Melatih diri sendiri untuk tidak selalu berfikir negatif dan menggunakan pertahanan diri
dalam menghadapi masalah.
6. Mencoba mengatasi setiap kesulitan yang dihadapi dengan usaha yang konkrit dan rasional.

J. Prinsip-prinsip Umum Dalam Perawatan Psikiatri


Berikut ini terdapat beberapa prinsip umum dalam perawatan pasien dengan gangguan jiwa,
antara lain :
1. Pasien diterima sebagaimana adanya
Menerima pasien sebagai seorang pribadi bukan berarti menyetujui tingkah lakunya.
Berikut ini adalah pendekatan yang dipakai untuk melihat sikap menerima tersebut, antara
lain :
a. Tidak menilai
b. Tidak menghukum
c. Menaruh perhatian terhadap pasien
d. Berbicara dengan penuh perhatian
e. Mendengarkan pasien dan mengizinkan pasien untuk mengekspresikan perasaannya
yang kuat.
2. Pengertian diri dipakai sebagai alat penyembuhan
Perawat perlu untuk mengetahui pendekatan realistis tentang bagaimana mengubah diri
sendiri, sehingga perawat dapat merasa lebih yakin tentang kesanggupannya dalam memberi
respon yang sesuai dengan tingkah laku pasien.
Dengan Self Understanding sebagai alat terapi, terdapat beberapa hal berikut yang
dibutuhkan, antara lain :
a. Belajar sebanyak mungkin tentang tingkahlaku untuk menambahkan pengertian tentang
apa yang sebenarnya terjadi.
b. Mengamalkan apa yang telah dipelajari pada tingkah laku dan perasaan sendiri dan
terhadap tingkah laku serta peranan orang lain.
c. Harus belajar menerima diri sendiri sebagai bagian dalam belajar menerima orang lain.
d. Perawat perlu menganalisis sebab-sebab timbulnya tingkah laku pada diri sendiri dan
tingkah lku pasien.
3. Secara teratur membantu memberikan rasa aman pada pasien
Semua pasien merasa diri tidak aman dan ragu-ragu, karena itu seorang perawat perlu untuk
memperhatikan setiap detail yang dapat membantu memberikan rasa aman.
Salah satu cara yang paling efektif dalam menambahkan rasa aman tersebut adalah dengan
keteraturan dalam pengalaman.
Konsistensi dalam semua pengalaman sangat berguna bagi pasien psikiatris karena ini
membentuk sesuatu dalam lingkungannya yang dapat menjadi pegangan baginya.
4. Ketentraman atau ketenangan
Pasien terus-menerus membutuhkan ketentraman. Ketentraman bagi pasien jauh lebih berarti
daripada mengatakan pada pasien bahwa ia akan sembuh dan bahwa ketakutannya tidak
beralasan.
Ketentraman dapat diberikan pada pasien dengan memberikan perhatian terhadap apa yang
penting baginya dan mengizinkan pasien untuk merasakan dirinya sesuai dengan
perasaannya.
5. Tingkah laku pasien diubah oleh pengalaman emosional oleh interpretasi rasional
Dalam pengobatan dan perawatan pasien, memang titik berat harus diletakkan pada aspek
perasaan dari kepribadian, bukan pada aspek intelentualnya.
Seorang pasien psikiatris sulit diterangkan kesalahan berpikirnya. Pola tingkah lakunya
terbentuk untuk menjaga diri terhadap tekanan yang menimbulkan kecemasan.
Tujuan dari terapi adalah untuk membantu pasien memperoleh ketenteraman sedemikian rupa
sehingga ia dapat membentuk dan memupuk pengertian mengenai tingkah lakunya.
Pengertian ini tidak dapat dipaksakan kepadanya, sebelum ia dapat menerimanya.
6. Perlu menghindari bertambahnya anxietas pasien
Ketakutan dan kecemasan merupakan masalah yang sulit diatasi oleh pasien. Perawat perlu
menghindari beberapa tipe situasi umum yang dapat menambah anxietas, lain :
a. Kontradiksi langsung terhadap ide-ide psikotik dapat menimbulkan kecemasan pada
pasien karena didasarkan tas kutuhan emosional yang mendalam.
b. Tuntutan terhadap pasien yang tidak dapat dilaksanakan juga dapat menimbulkan
kecemasan. Kegagalan akan menyebabkan anxietas pada orang berupa rasa tidak tenang
dan rasa tidak aman.
c. Jangan memakai atau menyebutkan keanehan, kegagalan, penyimpangan didepan pasien,
demikian juga istilah-istilah asing.
d. Pengalaman awal ketika pasien masuk rumah sakit sangat penting, yakni orientasinya,
persiapan, dan keterangannya.
e. Jangan menakuti, mengancam, atau membentak pasien
f. Pada saat awal permulaan pembicaraan mengenai keluarga sering kali kurang tepat,
karena terkadang sumber kesulitan terletakpada orang yang paling dekat dengan pasien.
7. Observasi dilakukan terhadap”mengapa” dari tingkah lakunya
Perawat harus memperhatikan dan mencatat segala hal yang diucapkan dan dilakukan oleh
pasien.
Untuk belajar mengerti “Mengapa” pasien bertingkah laku tertentu, perawat perlu belajar
dan melatih meramalkan tingkah laku pasien dalam situasi-situasi tertentu, antara lain :
a. Belajar mengetahui, mengerti masalah dasar pasien
b. Menerka apa yang dilakukannya
c. Bila dugaan betul, analisislah mengapa demikian
d. Carilah apa yang akan dilakukan oleh pasien selanjutnya
e. Bila dugaan salah, cari alas an sebenarnya
f. Cari tujuan tingkah lakunya
Perlu memiliki kesanggupan dalam menerima kesalahan yang tidak dapat diubah dan
keterbatasan diri disamping kesanggupan menerima pasien.
8. Hubungan perawat-pasien yang realistis
Hubungan professional seorang perawat terhadap pasien : penuh pengertian dan hangat yang
dapat memungkinkan pasien untuk sembuh.
Hubungan profesi memiliki awal, pekembangan, dan akhir.
Hubungan ini perlu dibentuk berdasarkan saling menghargai dan mempercayai. Hubungan
profesi juga untuk melindungi pasien dari tuntutannya yang melebihi apa yang dapat
diterimanya dengan akibat yang mungkin adalah perasaan tertipu.

9. Perawatan dipusatkan terhadap pasien sebagai pribadi, bukan pengendalian gejala-gejala


(simtom-simtom)
Tujuan perawatan pasien dengan gangguan jiwa ditentukan oleh kebutuhan emosional yang
dikemukan oleh pasien.
Oleh karena itu, dalam perawatan, gangguan emosi setiap pasien harus secara berbeda.
Kadang harus mencegah pasien atau kadang dianjurkan untuk memperlihatkan gejala.
Contoh :
Pasien pertama  Setelah menyalurkan permusuhan terhadap perawat, ia akan merasa
menyesal dan dikuasai perasaan bersalah dan panik.
Pasien kedua  Setelah menyalurkan permusuhan terhadap perawat, ia akan merasa puas

Treatment yang dilakukan


Pasien pertama  Diminta untuk tidak mengekspresikan rasa permusuhan.
Pasien kedua  Diminta untuk mengekspresikan perasaannya.
10. Perkembangan proses diterangkan sesuai dengan taraf pengertian pasien
Pasien ingin mengetahui apa yang dapat diharapkan dari situasi atau penyakitnya.
Keterangan diberikan sesuai dengan penangkapannya untuk mencegah atau mengurangi
kecemasan pasien.
11. Kekerasan fisik maupun kata-kata sedapat mungkin dihindari
Setiap penggunaan kekerasan atau paksaan meliputi suatu trauma psikologis walaupun
tujuannya mungkin baik untuk pasien.
Dalam menggunakan pemaksaan, perawat barus berhati-hati untuk bertahan terhadap
perlawanan. Perawat tidak boleh memperlihatkan kemarahan terhadap pasien, sementara ia
memerlukan pengendalian diri dan pengertian pasien.
12. Prosedur dapat diubah, tetapi prinsip dasar tetap
Prosedur dapat diubah sesuai dengan kebutuhan pasien, tetapi prinsip dasar harus tetap
dilaksanakan.
Misalnya :
Dirungan yang berisi pasien-pasien yang memiliki kecenderungan membunuh, minuman
diberikan dengan gelas karton. Obat pun diberikan satu persatu dan pasien harus ditunggu
meminumnya.
Prinsip tidak berubah, tetapi cara disesuaikan untuk melindungi pasien serta menghindari
kemungkinan munculnya tingkah laku yang merugikan psien sendiri.

Anda mungkin juga menyukai