Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

          Kesehatan atau hidup sehat adalah hak setiap orang. Oleh sebab itu,
baik individu, kelompok, maupun masyarakat, merupakan asset yang
harus dijaga, dilindungi, bahkan harus ditingkat. Semua orang baik secara
individu, kelompok, maupun masyarakat dimana saja dan kapan saja
mempunyai hak untuk hidup sehat atau memperoleh perlindungan
kesehatan. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan
masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan dengan memperhitungkan
sumber daya yang ada. Dalam pendekatan yang dipimpin masyarakat.
Perencanaan adalah suatu proses pengkajian oleh masyrakat
tentang berbagai aspek kehidupan mereka termasuk potensi dan aset
mereka. Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses,
pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan
atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, terutama individu
yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka
pemberdayaan menunjuk keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh
sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki
kekuasaan, atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat kebutuhan hidupnya
baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki
kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata
pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam
melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.
Kemandirian masyarakat dibidang kesehatan sebagai hasil
pemberdayaan dibidang kesehatan sesungguhnya merupakan perwujudan
dari tanggung jawab mereka agar hak-hak kesehatan mereka terpenuhi.
Hak-hak kesehatan setiap anggota masyrakat ialah hak untuk dilindungi
dan dipeliharanya kesehatan mereka sendiri, tanpa tergantung pada pihak
pemerintah maupun organisasi masyarakat lain. Peran pemerintah atau

1
pihak diluar mereka (masyarakat) dalam memelihara dan melindungi
kesehatan masyarakat hanyalah sebagai fasilitator, motivator atau

stimulator. 
Tingginya angka kematian ibu dan bayi menunjukan masih
rendahnya kualitas pelayanaan kesehatan. Delapan puluh
persen persalinan di masyarakat masih di tolong oleh tenaga non-
kesehatan, seperti dukun. Dukun di masyarakat masih memegang peranan
penting, dukun di anggap sebagai tokoh masyarakat. Masyarakat masih
memercayakan pertolongan persalinan oleh dukun, karena
pertolongan persalinan oleh dukun di anggap murah dan dukun tetap
memberikan pendampingan pada ibu setelah melahirkan, seperti merawat
dan memandikan bayi.
            Untuk mengatasi permasalahan persalinan oleh dukun, pemeritah
membuat suatu terobosan dengan melakukan kemitraan dukun dan bidan.
Salah satu bentuk kemitraan tersebut adalah dengan melakukan pembinaan
dukun yan merupakan salah satu tugas dan tanggung jawab bidan.  Maka
dari itu tugas dan tanggung jawab bidan terhadap dukun bayi sangat
memberikan kontribusi yang cukup penting. Tenaga yang sejak dahulu
kala sampai sekarang memegang peranan penting dalam pelayanan
kebidanan ialah dukun bayi atau nama lainnya dukun beranak, dukun
bersalin, dukun peraji.
            Dalam lingkungan dukun bayi merupakan tenaga terpercaya dalam
segala soal yang terkait dengan reproduksi wanita. Dukun bayi biasanya
seorang wanita sudah berumur ± 40 tahun ke atas. Pekerjaan ini turun
temurun dalam keluarga atau karena ia merasa mendapat panggilan tugas
ini. Pengetahuan tentang fisiologis dan patologis
dalam kehamilan,persalinan, serta nifas sangat terbatas oleh karena itu
apabila timbul komplikasi ia tidak mampu untuk mengatasinya, bahkan
tidak menyadari akibatnya, dukun tersebut menolong hanya berdasarkan
pengalaman dan kurang professional.

2
            Dukun bayi yang ada harus ditingkatkan kemampuannya, tetapi
kita tidak dapat bekerjasama dengan dukun bayi dalam mengurangi angka
kematian dan angka kesakitan (Prawirohardjo, 2005).
Pembinaan adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang
masyarakat pemerintah dalam rangka meningkatkan ketrampilan dan
mempersempit kewenangan sesuai dengan fungsi dan tugasnya.
            Kader kesehatan masyarakat adalah laki-laki atau wanita yang
dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk menangani masalah-masalah
kesehatan perseorangan maupun masyarakat untuk berkerja dalam
hubungan yang amat dekat dengan tempat-tempat pemberian pelayanan
kesehatan.
 Kader merupakan tenaga masyarakat yang dianggap paling dekat
dengan masyarakat departemen kesehatan membuat kebijakan mengenai
latihan untuk kader yang dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan,
menurunkan angka kematian ibu dan anak. Kader kesehatan masyarakat
bertanggung jawab atas masyarakat setempat serta pimpinan yang ditujuk
oleh pusat-pusat pelayanan kesehatan.Para kader kesehatan masyarakat
untuk mungkin saja berkerja secara fullteng atau partime dalam bidang
pelayanan kesehatan dan mereka tidak dibayar dengan uang atau bentuk
lainnya oleh masyarakat setempat atau oleh puskesmas. Namun ada juga
kader kesehatan yang disediakan sebuah rumah atau sebuah kamar serta
beberapa peralatan secukupnya oleh masyarakat setempat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pendampingan sosial kader dan dukun ?
2. Apa yang dimaksud dengan bidan tugas pendampingan ?
3. Apa yang dimaksud peran sebagai pendamping ?

3
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pendampingan sosial
kader dan dukun.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan bidan tugas
pendampingan.
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan peran sebagai
pendamping.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendampingan Sosial Kader Dan Dukun


Menurut kamus besar bahasa indonesia pendampingan sosial
adalah suatu proses menjalin relasi sosial antara pendamping dengan klien
dalam rangka memecahkan masalah, memperkuat dukungan,
mendayagunakan berbagai sumber dan potensidalam pemenuhan
kebutuhan hidup, serta meningkatkan akses anggota terhadap pelayanan
sosial dasar, lapangan pekerjaan dan fasilitas pelayanan publik lainnya.
Pemberdayaan masyarakat dapat didefinisikan sebagai tindakan
sosial dimana penduduk sebuah komunitas mengorganisasikan diri dalam
membuat perencanaan dan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah
sosial atau memenuhi kebutuhan sosial sesuai dengan kemampuan dan
sumber daya yang dimilikinya. Dalam kenyataannya, seringkali proses ini
tidak muncul secara otomatis, melainkan tumbuh dan berkembang
berdasarkan interaksi masyarakat setempat dengan pihak luar atau para
pekerja sosial baik yang bekerja berdasarkan dorongan karitatif maupun
perspektif profesional.
Pembinaan dukun adalah suatu pelatihan yang di berikan kepada
dukun bayi oleh tenaga kesehatan yang menitik beratkan pada peningkatan
pengetahuan dukun yang bersangkutan, terutama dalam hal hygiene
sanitasi, yaitu mengenai kebersihan alat-alatpersalinan dan perawatan bayi
baru lahir, serta pengetahuan tentang perawatan kehamilan, deteksi dini
terhadap resiko tinggi pada ibu dan bayi, KB, gizi serta pencatatan
kelahiran dan kematian. Pembinaan dukun merupakan salah satu upaya
menjalin kemitraan antara tenaga kesehatan (bidan) dan dukun dengan
tujuan menurunkan angka kematian ibu dan bayi.

5
1. Kader
Kader kesehatan masyarakat adalah laki-laki atau wanita yang
dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk menangani masalah-masalah
kesehatan perseorangan maupun masyarakat untuk berkerja dalam
hubungan yang amat dekat dengan tempat-tempat pemberian
pelayanan kesehatan.
Kader merupakan tenaga masyarakat yang dianggap paling dekat
dengan masyarakat departemen kesehatan membuat kebijakan
mengenai latihan untuk kader yang dimaksudkan untuk meningkatkan
pengetahuan, menurunkan angka kematian ibu dan anak. Para kader
kesehatan masyarakat itu seyogyanya memiliki latar belakang
pendidikan yang cukup sehingga memungkinkan mereka untuk
membaca, menulis dan menghitung secara sedarhana.
Kader kesehatan masyarakat bertanggung jawab atas masyarakat
setempat serta pimpinan yang ditujuk oleh pusat-pusat pelayanan
kesehatan. Diharapkan mereka dapat melaksanakan petunjuk yang
diberikan oleh para pembimbing dalam jalinan kerja dari sebuah tim
kesehatan.
Para kader kesehatan masyarakat untuk mungkin saja berkerja
secara fullteng atau partime dalam bidang pelayanan kesehatan dan
mereka tidak dibayar dengan uang atau bentuk lainnya oleh
masyarakat setempat atau oleh puskesmas. Namun ada juga kader
kesehatan yang disediakan sebuah rumah atau sebuah kamar serta
beberapa peralatan secukupnya oleh masyarakat setempat.
Setelah kader posyandu terbentuk, maka perlu ada nya strategi agar
mereka dapat selalu eksis membantu masyarakat dibidang kesehatan.
a. Refresing kader posyandu pada saat posyandu telah selesai
dilaksanakan oleh bidan desa maupun petugas lintas sector yang
mengikuti kegiatan posyandu
b. Adanya perubahan kader posyandu tiap desa dan dilaksanakan
pertemuan rutin tiap bulan secara bergilir disetiap posyandu

6
c. Revitalisasi kader posyandu baik tingkat desa maupun kecamatan.
Dimana semua kader di undang dan diberikan penyegaran materi
serta hiburan dan bisa juga diberikan rewards.
d. Pemberian rewards rutin misalnya berupa kartu berobat gratis
kepuskes untuk kader dan keluarganya dan juga dalam bentuk
materi yang lain yang diberikan setiap tahun

Para kader kesehatan yang bekerja dipedesaan membutuhkan


pembinaan atau pelatihan dalam rangka menghadapi tugas-tugas
mereka, masalah yang dihadapinya.
Pembinaan atau pelatihan tersebut dapat berlangsung selama 6-8
minggu atau bahkan lebih lama lagi. Salah satu tugas bidan dalam
upaya menggerakkan peran serta masyarakat adalah melaksanakan
pembinaan kader.
Adapun hal-hal yang perlu disampaikan dalam pembinaan kader
adalah :
a. Pemberitahuan ibu hamil untuk bersalin ditenaga kesehatan
( promosi bidan siaga)
b. Pengenalan tanda bahaya kehamilan, persalinan dan nifas serta
rujukannya.
c. Penyuluhan gzi dan keluarga berencana
d. Pencatatan kelahiran dan kematian bayi atau ibu
e. Promosi tabulin, donor darah berjalan,ambulan desa,suami
siaga,satgas gerakan sayang ibu.

2. Dukun Bayi
Dukun bayi adalah orang yang dianggap terampil dan dipercaya
oleh masyarakat untuk menolong persalinan dan perawatan ibu dan
anak sesuai kebutuhan masyarakat.(Dep Kes RI. 1994 : 2)
 Dukun bayi adalah seorang anggota masyarakat, pada umumnya
seorang wanita yang mendapat kepercayaan serta memiliki
ketrampilan menolong persalinan secara tradisional dan memperoleh

7
ketrampilan tersebut dengan cara turun temurun belajar secara praktis
atau cara lain yang menjurus kearah penigkatan ketrampilan tersebut
serta melalui petugas kesehatan.
Dukun bayi adalah seorang anggota masyarakat, pada umumnya
seorang wanita yang mendapat kepercayaan serta memiliki
keterampilan menolong persalinan secara tradisional dan memperoleh
keterampilan tersebut dengan cara turun-temurun belajar secara
praktis atau cara lain yang menjurus kearah peningkatan keterampilan
tersebut serta melalui petugas kesehatan. Dukun bayi adalah seorang
wanita atau pria yang menolong persalinan. Kemampuan ini diperoleh
secara turun menurun dari ibu kepada anak atau dari keluarga dekat
lainnya (Kusnada Adimihardja).

Menurut Sarwono Prawiroharjo (1999) ciri dukun bayi adalah :


a. Dukun bayi biasanya seorang wanita, hanya dibali terdapat
dukun bayi pria.
b. Dukun bayi umumnya berumur 40 tahun keatas.
c. Dukun bayi biasanya orang yang berpengaruh dalam
masyarakat.
d. Dukun bayi biasanya mempunyai banyak pengalaman dibidang
sosial, perawatan diri sendiri, ekonomi, kebudayaan dan
pendidikan.
e. Dukun bayi biasanya bersifat turun menurun.

Pembagian Dukun Bayi, Menurut Depkes RI, dukun bayi dibagi


menjadi 2 yaitu :
a. Dukun Bayi Terlatih, adalah dukun bayi yang telah
mendapatkan pelatihan oleh tenaga kesehatan yang dinyatakan
lulus.
b. Dukun Bayi Tidak Terlatih, adalah dukun bayi yang belum
pernah terlatih oleh tenaga kesehatan atau dukun bayi yang
sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus.

8
Dukun bayi merupakan tokoh kunci dalam masyarakat
yang berpotensi untuk meningkatkan kesehatan ibu dan bayi. Peran
dan pengaruh dukun sangat bervariasi sesuai dengan budaya yang
berlaku. Peran dukun dalam masa perinatal sangat kecil atau dukun
memiliki wewenang yang terbatas dalam pengambilan keputusan
tentang cara penatalaksanaan komplikasi kehamilan atau persalinan,
sehinngga angka kematian masih tinggi.
Untuk mengatasi hal tersebut di atas, yaitu untuk
meningkatkan status dukun dalam pengambilan keputusan, maka di
lakukan upaya pelatihan dukun bayi agar mereka memiliki
pengetahuan dan ide baru yang dapat di sampaikan dan di terima
oleh anggota masyarakat.
Beberapa program pelatihan dukun bayi memperbesar
peran dukun bayi dalam program KB dan pendidikan kesehatan di
berbagai aspek kesehatan reproduksi dan kesehatan anak. Pokok dari
pelatihan dukun adalah untuk memperbaiki kegiatan-kegiatan yang
sebenarnya sudah di lakukan oleh dukun, seperti memberikan saran
tentangkehamilan, melakukan persalinan bersih dan aman, serta
mengatasi masalah yang mungkin muncul pada saat persalinan,
sehingga angka kematian ibu dan bayi dapat di kurangi atau di cegah
sedini mungkin.

B. Bidang Tugas Pendamping


Tugas pendampingan social dapat dibagi kedalam tiga fungsi, yaitu:

1. Administrasi
Administrasi merupakan fungsi pendampingan social yang
termasuk pada persiapan dan kelengkapan data-data program. Dalam
fungsinya sebagai administrasi, pendamping social mempunyai tugas
sebagai berikut:

9
a. Menyusun perencanaan, Dalam hal ini pendampingan social berfungsi
untuk menyusun perencanaan-perencanaan dalam sebuah program
yang direncanakan dimmasyarakat.
b. Pencatatan dan pendataan, dilakukan dalam proses melaksanakan
suatu program.
c. Monitoring dan evaluasi, dilakukan pada saat program sedang dan
selesai dilakukan.
d. Pelaporan dan dokumentasi, dilakukan untuk melengkapi data-data
pelaksanaan
e. program, juga sebagi pertanggung jawaban program.

2. Operasional
Operasional dalam fungsi pendampingan social merupakan fungsi
yang berhubungan langsung dengan masyarakat. Dalam fungsinya sebagai
operasional, pendamping social mempunyai tugas-tugas sebagi berikut:
a. Penyuluhan masyarakat / peningkatan pengembangan masayarakat.
Merupakan tugas yang berhubungan langsung dalam mendampingi
masayarakat sesuai program.
b. Peningkatan kapasitas berorganisasi masyarakat. Dalam tugas ini,
pendamping social aktif dalam mendampingi masyarakat untuk
berorganisasi dan membentuk kelompok dalam upaya
memberdayakan dirinya.
c. Pelaksanaan pasilitasi dan tugas-tugas advokasi masyarakat.
Pendamping social bersedia untuk mempasilitasi masayrakat dan
membantu masyarakat untuk memahami hak dan kewajibannya.

3. Kerjasama dan coordinator


Kerjasama dan coordinator merupakan fungsi pendampingan social
yang berhubungan dengan upaya membangun relasi dan dukungan.
a. Untuk menjalin kerjasama dengan berbagai pihak
b. Mengembangkan kemitraan dengan berbagai lembaga yang terkait
erat dengan masyarakat maupun program yang sedang dilaksanakan.

10
c. Mengembangkan aksesibilita
d. Mengembangkan rujukan yang dapat di hubungi oleh masayarakat.

C. Peran Pendamping Sosial


Paradigma generalis dapat memberi petunjuk mengenai fungsi
kegiatan-kegiatan pembimbingan sosial serta menunjukkan peranan-peranan
dan strategi-strategi sesuai dengan fungsi tersebut. Mengacu pada Parsons,
Jorgensen dan Hernandez (1994), ada beberapa peran pekerjaan sosial dalam
pembimbingan sosial. Lima peran di bawah ini sangat relevan diketahui oleh
para pekerja sosial yang akan melakukan pembimbingan sosial.

1. Fasilitator
Dalam literatur pekerjaan sosial, peranan “fasilitator” sering
disebut sebagai “pemungkin” (enabler). Keduanya bahkan sering
dipertukarkan satu-sama lain. Seperti dinyatakan Parsons, Jorgensen dan
Hernandez (1994:188), “The traditional role of enabler in social work
implies education, facilitation, and promotion of interaction and action.”
Selanjutnya Barker (1987) memberi definisi pemungkin atau fasilitator
sebagai tanggungjawab untuk membantu klien menjadi mampu
menangani tekanan situasional atau transisional.
Strategi-strategi khusus untuk mencapai tujuan tersebut meliputi:
pemberian harapan, pengurangan penolakan dan ambivalensi, pengakuan
dan pengaturan perasaan-perasaan, pengidentifikasian dan pendorongan
kekuatan-kekuatan personal dan asset-asset sosial, pemilahan masalah
menjadi beberapa bagian sehingga lebih mudah dipecahkan, dan
pemeliharaan sebuah fokus pada tujuan dan cara-cara pencapaiannya
(Barker, 1987:49).
Pengertian ini didasari oleh visi pekerjaan sosial bahwa “setiap
perubahan terjadi pada dasarnya dikarenakan oleh adanya usaha-usaha
klien sendiri, dan peranan pekerja sosial adalah memfasilitasi atau
memungkinkan klien mampu melakukan perubahan yang telah ditetapkan
dan disepakati bersama (Parsons, Jorgensen dan Hernandez, 1994).

11
Parsons, Jorgensen dan Hernandez (1994:190-203) memberikan kerangka
acuan mengenai tugas-tugas yang dapat dilakukan oleh pekerja sosial:
a. Mendefinisikan keanggotaan atau siapa yang akan dilibatkan dalam
pelaksanaan kegiatan.
b. Mendefinisikan tujuan keterlibatan.
c. Mendorong komunikasi dan relasi, serta menghargai pengalaman dan
perbedaan-perbedaan.
d. Memfasilitasi keterikatan dan kualitas sinergi sebuah sistem:
menemukan kesamaan dan perbedaan.
e. Memfasilitasi pendidikan: membangun pengetahuan dan
keterampilan.
f. Memberikan model atau contoh dan memfasilitasi pemecahan
masalah bersama: mendorong kegiatan kolektif.
g. Mengidentifikasi masalah-masalah yang akan dipecahkan.
h. Memfasilitasi penetapan tujuan.
i. Merancang solusi-solusi alternatif.
j. Mendorong pelaksanaan tugas.
k. Memelihara relasi sistem.
l. Memecahkan konflik.

2. Broker
Dalam pengertian umum, seorang broker membeli dan menjual
saham dan surat berharga lainnya di pasar modal. Seorang beroker
berusaha untuk memaksimalkan keuntungan dari transaksi tersebut
sehingga klien dapat memperoleh keuntungan sebesar mungkin. Pada saat
klien menyewa seorang broker, klien meyakini bahwa broker tersebut
memiliki pengetahuan mengenai pasar modal, pengetahuan yang
diperoleh terutama berdasarkan pengalamannya sehari-hari.
Dalam konteks PM, peran pekerja sosial sebagai broker tidak jauh
berbeda dengan peran broker di pasar modal. Seperti halnya di pasar
modal, dalam PM terdapat klien atau konsumen. Namun demikian,
pekerja sosial melakukan transaksi dalam pasar lain, yakni jaringan

12
pelayanan sosial. Pemahaman pekerja sosial yang menjadi broker
mengenai kualitas pelayanan sosial di sekitar lingkungannya menjadi
sangat penting dalam memenuhi keinginan kliennya memperoleh
“keuntungan” maksimal.
Dalam proses pendampingan sosial, ada tiga prinsip utama dalam
melakukan peranan sebagai broker:
a. Mampu mengidentifikasi dan melokalisir sumber-sumber
kemasyarakatan yang tepat.
b. Mampu menghubungkan konsumen atau klien dengan sumber secara
konsisten.
c. Mampu mengevaluasi efektifitas sumber dalam kaitannya dengan
kebutuhan-kebutuhan klien.

Prinsip-prinsip tersebut sesuai dengan makna broker seperti telah


dijelaskan di muka. Peranan sebagai broker mencakup “menghubungkan
klien dengan barang-barang dan jasa dan mengontrol kualitas barang dan
jasa tersebut. Dengan demikian ada tiga kata kunci dalam pelaksanaan
peran sebagai broker, yaitu: menghubungkan (linking), barang-barang dan
jasa (goods and services) dan pengontrolan kualitas (quality control).
Parsons, Jorgensen dan Hernandez (1994:226-227) menerangkan ketiga
konsep di atas satu per satu:
a. Linking adalah proses menghubungkan orang dengan lembaga-
lembaga atau pihak-pihak lainnya yang memiliki sumber-sumber yang
diperlukan. Linking juga tidak sebatas hanya memberi petunjuk
kepada orang mengenai sumber-sumber yang ada. Lebih dari itu, ia
juga meliputi memperkenalkan klien dan sumber referal, tindak lanjut,
pendistribusian sumber, dan meenjamin bahwa barang-barang dan jasa
dapat diterima oleh klien.
b. Goods meliputi yang nyata, seperti makanan, uang, pakaian,
perumahan, obat-obatan. Sedangkan services mencakup keluaran
pelayanan lembaga yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan hidup

13
klien, semisal perawatan kesehatan, pendidikan, pelatihan, konseling,
pengasuhan anak.
c. Quality Control adalah proses pengawasan yang dapat menjamin
bahwa produk-produk yang dihasilkan lembaga memenuhi standar
kualitas yang telah ditetapkan. Proses ini memerlukan monitoring
yang terus menerus terhadap lembaga dan semua jaringan pelayanan
untuk menjamin bahwa pelayanan memiliki mutu yang dapat
dipertanggungjawabkan setiap saat.

Dalam proses pendampingan sosial, ada dua pengetahuan dan


keterampilan yang harus dimiliki pekerja sosial:
a. Pengetahuan dan keterampilan melakukan asesmen kebutuhan
masyarakat (community needs assessment), yang meliputi: (a) jenis
dan tipe kebutuhan, (b) distribusi kebutuhan, (c) kebutuhan akan
pelayanan, (d) pola-pola penggunaan pelayanan, dan (e) hambatan-
hambatan dalam menjangkau pelayanan (lihat makalah penulis
mengenai metode dan teknik pemetaan sosial untuk mengetahu cara-
cara mengidentifikasi masalah dan kebutuhan masyarakat).
b. Pengetahuan dan keterampilan membangun konsorsium dan jaringan
antar organisasi. Kegiatan ini bertujuan untuk: (a) memperjelas
kebijakan-kebijakan setiap lembaga, (b) mendefinisikan peranan
lembaga-lembaga, (c) mendefinisikan potensi dan hambatan setiap
lembaga, (d) memilih metode guna menentukan partisipasi setiap
lembaga dalam memecahkan masalah sosial masyarakat, (e)
mengembangkan prosedur guna menghindari duplikasi pelayanan, dan
(f) mengembangkan prosedur guna mengidentifikasi dan memenuhi
kekurangan pelayanan sosial.

3. Mediator
Pekerja sosial sering melakukan peran mediator dalam berbagai
kegiatan pertolongannya. Peran ini sangat penting dalam paradigma
generalis. Peran mediator diperlukan terutama pada saat terdapat

14
perbedaan yang mencolok dan mengarah pada konflik antara berbagai
pihak. Lee dan Swenson (1986) memberikan contoh bahwa pekerja sosial
dapat memerankan sebagai “fungsi kekuatan ketiga” untuk menjembatani
antara anggota kelompok dan sistem lingkungan yang menghambatnya.
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam melakukan peran
mediator meliputi kontrak perilaku, negosiasi, pendamai pihak ketiga,
serta berbagai macam resolusi konflik. Dalam mediasi, upaya-upaya yang
dilakukan pada hakekatnya diarahkan untuk mencapai “solusi menang-
menang” (win-win solution). Hal ini berbeda dengan peran sebagai
pembela dimana bantuan pekerja sosial diarahkan untuk memenangkan
kasus klien atau membantu klien memenangkan dirinya sendiri.
Compton dan Galaway (1989: 511) memberikan beberapa teknik
dan keterampilan yang dapat digunakan dalam melakukan peran mediator:
a. Mencari persamaan nilai dari pihak-pihak yang terlibat konflik.
b. Membantu setiap pihak agar mengakui legitimasi kepentingan pihak
lain.
c. Membantu pihak-pihak yang bertikai dalam mengidentifikasi
kepentingan bersama.
d. Hindari situasi yang mengarah pada munculnya kondisi menang dan
kalah.
e. Berupaya untuk melokalisir konflik kedalam isu, waktu dan tempat
yang spesifik.
f. Membagi konflik kedalam beberapa isu.
g. Membantu pihak-pihak yang bertikai untuk mengakui bahwa mereka
lebih memiliki manfaat jika melanjutkan sebuah hubungan ketimbang
terlibat terus dalam konflik.
h. Memfasilitasi komunikasi dengan cara mendukung mereka agar mau
berbicara satu sama lain.
i. Gunakan prosedur-prosedur persuasi.

15
4. Pembela
Dalam praktek PM, seringkali pekerja sosial harus berhadapan
sistem politik dalam rangka menjamin kebutuhan dan sumber yang
diperlukan oleh klien atau dalam melaksanakan tujuan-tujuan
pendampingan sosial. Manakala pelayanan dan sumber-sumber sulit
dijangkau oleh klien, pekeja sosial haru memainkan peranan sebagai
pembela (advokat). Peran pembelaan atau advokasi merupakan salah satu
praktek pekerjaan sosial yang bersentuhan dengan kegiatan politik.
Peran pembelaan dapat dibagi dua: advokasi kasus (case advocacy)
dan advokasi kausal (cause advocacy) (DuBois dan Miley, 1992;
Parsons, Jorgensen dan Hernandez, 1994). Apabila pekerja sosial
melakukan pembelaan atas nama seorang klien secara individual, maka ia
berperan sebagai pembela kasus. Pembelaan kausal terjadi manakala
klien yang dibela pekerja sosial bukanlah individu melainkan
sekelompok anggota masyarakat.
Rothblatt (1978) memberikan beberapa model yang dapat
dijadikan acuan dalam melakukan peran pembela dalam PM:
a. Keterbukaan – membiarkan berbagai pandangan untuk didengar.
b. Perwakilan luas – mewakili semua pelaku yang memiliki kepentingan
dalam pembuatan keputusan.
c. Keadilan – memiliki sesuah sistem kesetaraan atau kesamaan sehingga
posisi-posisi yang berbeda dapat diketahui sebagai bahan
perbandingan.
d. Pengurangan permusuhan – mengembangkan sebuah keputusan yang
mampu mengurangi permusuhan dan keterasingan.
e. Informasi – menyajikan masing-masing pandangan secara bersama
dengan dukungan dokumen dan analisis.
f. Pendukungan – mendukung patisipasi secara luas.
g. Kepekaan – mendorong para pembuat keputusan untuk benar-benar
mendengar, mempertimbangkan dan peka terhadap minat-minat dan
posisi-posisi orang lain.

16
5. Pelindung
Tanggungjawab pekerja sosial terhadap masyarakat didukung oleh
hukum. Hukum tersebut memberikan legitimasi kepada pekerja sosial
untuk menjadi pelindung (protector) terhadap orang-orang yang lemah dan
rentan. Dalam melakukan peran sebagai pelindung (guardian role), pekerja
sosial bertindak berdasarkan kepentingan korban, calon korban, dan
populasi yang berisiko lainnya. Peranan sebagai pelindung mencakup
penerapan berbagai kemampuan yang menyangkut: (a) kekuasaan, (b)
pengaruh, (c) otoritas, dan (d) pengawasan sosial.
Prinsip-prinsip peran pelindung meliputi:
a. Menentukan siapa klien pekerja sosial yang paling utama.
b. Menjamin bahwa tindakan dilakukan sesuai dengan proses
perlindungan.
c. Berkomunikasi dengan semua pihak yang terpengaruh oleh tindakan
sesuai dengan tanggungjawab etis, legal dan rasional praktek
pekerjaan sosial.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut kamus besar bahasa indonesia pendampingan sosial
adalah suatu proses menjalin relasi sosial antara pendamping dengan klien
dalam rangka memecahkan masalah, memperkuat dukungan,
mendayagunakan berbagai sumber dan potensidalam pemenuhan
kebutuhan hidup, serta meningkatkan akses anggota terhadap pelayanan
sosial dasar, lapangan pekerjaan dan fasilitas pelayanan publik lainnya.
Bidan sebagai pendamping memliki tigas tugas yaitu Administrasi,
Operasional ,Kerjasama dan coordinator.
Peran sebagai pendamping ada lima yaitu fasilitator,broker,
mediator,pembela, pelindung.

18
DAFTAR PUSTAKA

Bari saifudin, abdul. 2002. buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal


dan neonatal. Jakarta : yayasan bina pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Prof. Dr. Azwar, Azrul. MPH. 2002. asuhan persalinan normal. Jakarta : tim


revisi edisi 2007.

www.kebijakankesehatanindonesia.net/pendampingan-bidan-dan-kader-
posyandu-dalam-meningkatkan diakses pada tanggal 24 agustus 2019
pukul 10.00 WITA

www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_31.htm/pendamping-sosial diakses
pada tanggal 24 agustus 2019 pukul 10.15 WITA

https://www.kamusbesar.com/pendamping-sosial diakses pada tanggal 24 agustus


2019 pukul 10.30 WITA

https://eprints.uns.ac.id>PDF-pengaruh-bimbingan-tenaga-kesehatan-terhadap-
kompetensi-dukun-bayi diakses pada tanggal 24 agustus 2019 pukul
10.30 WITA

19

Anda mungkin juga menyukai