Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH STUDI KASUS ABRAMS ​COMPANY

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok

mata kuliah Sistem Pengendalian Manajemen Kelas B

Disusun Oleh:

Triyenni Tarigan (120110180017)

Sandra Hanania (120110180024)

Alsara Rouli Julviani Simanjuntak ( 120110180042)

Jessica Mellenia Emmanuella(120110180085)

Pricilia Indira Maharani (120110180095)

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Pengendalian Manajemen
yang berjudul Studi Kasus Abrams ​Company​. Makalah ini telah kami susun dengan
maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini.

Pada kesempatan ini tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Edi Jaenudin, S.E., M.Si., Ak. ​selaku dosen kami dalam mata kuliah Sistem Pengendalian
Manajemen, serta semua pihak yang telah membantu penyusun dalam menyelesaikan
makalah ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Tak ada gading yang tak retak, begitupun dalam penyusunan makalah ini. Penyusun
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penyusun
membuka diri untuk segala kritik dan saran bagi penyempurnaan makalah ini.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bandung, 7 Oktober 2020

Penyusun
Daftar Isi

KATA PENGANTAR 2
Daftar Isi 3
BAB I 4
I.I Latar Belakang 4
I.II Rumusan Masalah 5
I.III Tujuan Penulisan 5
I.IV Manfaat 5

BAB II 6
II.I Transfer Pricing 7
Definisi Transfer Pricing 7
Tujuan Transfer Pricing 7
Metode Transfer Pricing 8
II.II Return Of Investment (ROI) 9
Rasio profitabilitas 9
Return Of Investment (ROI) 10
Pembatasan analisis rasio Return On Investment 11
BAB III 11
III.I Profil Perusahaan 12
ROI untuk Pabrik Manufaktur 13
Strategi pemasaran 13
Rencana Kompensasi Intensif 14
III.II Evaluasi setiap pertimbangan yang dilakukan top manajemen 14
III.III Evaluasi secara keseluruhan mengenai sistem pengendalian manajemen Abrams
Company 16
Sistem Pengendalian Manajemen pada Abrams Company 16
Analisis SWOT 18
Rekomendasi 18

BAB IV 20
BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Abrams ​Company merupakan perusahaan manufaktur yang memproduksi berbagai


jenis suku cadang yang digunakan untuk mobil, truk, bus, dan mesin pertanian. Abrams
Company memproduksi tiga kelompok besar suku cadang: suku cadang pengapian ​(ignitions
parts)​, suku cadang transmisi ​(transmision parts),​ dan suku cadang mesin ​(engine parts).​
Abrams ​Company melakukan supervisi dan desentralisasi dalam produksi dan pemasaran
produknya. Perusahaan yang terbilang cukup besar ini menjual produk suku cadangnya ke
pihak internal dan pihak luar. Penilaian terhadap kinerja masing-masing divisi di perusahaan
tersebut dinilai berdasarkan pencapaian target ROI ​(Return on Investment) masing-masing
divisi. Pemasaran produk untuk pihak internal maupun eksternal didelegasikan kepada
masing-masing departemen penjualan di masing-masing divisi karena masing-masing divisi
tersebut sebelumnya merupakan perusahaan independen yang memiliki metode dan strategi
pemasaran tersendiri. Abrams ​Company ​menjadikan divisi produksi maupun pemasaran di
dalam perusahaan sebagai pusat laba.

Dari berbagai uraian tersebut, dapat diketahui bahwa Abrams ​Company merupakan
perusahaan manufaktur yang cukup baik dengan menjadikan divisi-divisi nya sebagai pusat
laba. Akan tetapi, setiap keputusan manajemen puncak atas pusat laba memiliki risiko dan
kelemahannya tersendiri. Oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas risiko dan
kelemahan dari keputusan manajemen atas buat.

I.II Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat ditentukan rumusan masalah
dalam makalah ini seperti:

1. Bagaimana profil Abrams ​Company​ ?


2. Bagaimana evaluasi setiap pertimbangan yang dilakukan oleh Top Management
Abrams​ Company​?
3. Bagaimana evaluasi secara keseluruhan mengenai sistem pengendalian manajemen
Abrams ​Company?
I.III Tujuan Penulisan

1. Mengetahui profil Abrams ​Company.


2. Mengetahui evaluasi setiap pertimbangan yang dilakukan oleh Top Management
Abrams​ Company.
3. Mengetahui analisis kasus Management Control System Abrams ​Company.

I.IV Manfaat

Penulis berharap, makalah ini dapat memberikan beberapa manfaat yang dapat
diambil oleh pembaca mengenai wawasan tentang Sistem Pengendalian Manajemen, seperti
mengetahui bagaimana kronologi dari salah satu kasus yaitu pada Abrams Company dan
bagaimana analisa dari kasus tersebut.
BAB II

LANDASAN TEORI

II.I ​Transfer Pricing

Definisi ​Transfer Pricing

adalah harga perpindahan barang atau jasa antara dua pusat laba atau lebih atau harga
perpindahan barang atau jasa yang dipertukarkan antar unit-unit atau antar pusat
pertanggungjawaban dalam suatu organisasi.

Transfer Pricing didefinisikan sebagai suatu harga jual khusus yang dipakai dalam
pertukaran antar divisional untuk mencatat pendapatan divisi penjual (​selling division)​ dan
biaya divisi pembeli (​buying division)​ . Transfer Pricing sering juga disebut dengan
intracompany pricing, intercorporate pricing, interdivisional atau interval pricing yang
merupakan harga yang diperhitungkan untuk keperluan pengendalian manajemen atas
transfer barang dan jasa antar anggota (grup perusahaan) harga transfer

(Transfer Pricing) ​merupakan harga yang ditetapkan apabila suatu cabang mengirim barang
ke cabang lain, atau cabang dengan kantor pusat apabila terjadi kekurangan barang. Apabila
terjadi aktivitas transfer barang atau jasa antar divisi, maka harga trans!er akan menjadi
pendapatan bagi divisi penjual dan menjadi biaya bagi divisi pembeli. penetapan harga
transfer antara satu perusahaan dengan perusahaan lain berbeda, tergantung kesepakatan
antara divisi penjual dan divisi pembeli.besarnya harga transfer dalam sebuah perusahaan
kadang menimbulkan pertentangan antar divisi yang terkait. Divisi penjual menghendaki
harga transfer yang tinggi untuk meningkatkan pendapatan, sedangkan divisi pembeli
menghendaki harga yang rendah supaya dapat menekan biaya. oleh karena itu, harga transfer
yang ditetapkan harus baik supaya tidak merugikan kedua pihak

Transfer pricing biasanya ditetapkan untuk produk-produk antara (​intermediate product)​


yang merupakan barang-barang dan jasa-jasa yang dipasok oleh divisi penjual kepada divisi
pembeli. Bila dicermati lebih lanjut, transfer pricing dapat menyimpang secara signifikan dari
harga yang disepakati. Oleh karena itu transfer pricing juga sering dikaitkan dengan suatu
rekayasa harga secara sistematis yang ditujukan untuk mengurangi laba yang nantinya akan
mengurangi jumlah pajak dan bea dari suatu Negara.

Tujuan ​Transfer Pricing

Penentuan harga transfer antar pusat laba sangat penting jika :

1. Transaksi transfer barang atau jasa antar pusat laba cukup signifikan,

2. Biaya barang atau jasa yang ditransfer merupakan komponen penting produk akhir,

3. Profitabilitas merupakan pertimbangan penting di dalam penilaian prestasi divisi.

Tujuan penetapan Transfer Pricing/harga transfer adalah untuk mentransmisikan data


keuangan di antara departemen-departemen atau divisi-divisi perusahaan pada waktu mereka
saling menggunakan barang dan jasa satu sama lain. Selain tujuan tersebut, transfer pricing
juga digunakan untuk mengevaluasi kinerja divisi dan memotivasi manajer divisi penjual dan
divisi pembeli menuju keputusan-keputusan yang serasi dengan tujuan perusahaan secara
keseluruhan. Sedangkan dalam lingkup perusahaan multinasional, transfer pricing digunakan
untuk meminimalkan pajak dan bea yang mereka keluarkan di seluruh dunia.

Beberapa metode transfer pricing yang sering digunakan oleh perusahaan-perusahaan


konglomerasi dan divisionalisasi/departementasi yaitu:

1.​ ​Cost-Based Transfer Pricing ( Harga Transfer Biaya)


Perusahaan yang menggunakan metode transfer atas biaya menetapkan harga transfer atas
biaya variabel dan tetap yang bias dalam tiga pemilihan bentuk yaitu: biaya penuh (full
cost), biaya penuh ditambah mark-up (full cost plus mark-up) dan gabungan antara biaya
variabel dan tetap (variable cost plus fixed fee).

2.​ ​Market Basis Transfer Pricing ( Harga Transfer atas Dasar Harga Pasar)
Apabila ada suatu pasar yang sempurna, metode transfer pricing atas dasar harga pasar
inilah merupakan ukuran yang paling memadai karena sifatnya yang independen. Namun
keterbatasan informasi pasar yang terkadang menjadi kendala dalam menggunakan
transfer pricing yang berdasarkan harga pasar.
3.​ ​Negotiated Transfer Pricing (Harga Transfer Negosiasi)
Dalam ketiadaan harga, beberapa perusahaan memperkenankan divis-divisi dalam
perusahaan yang berkepentingan dengan transfer pricing untuk menegosiasikan harga
transfer yang diinginkan. Harga transfer negosiasian mencerminkan prespektif
kontrolabilitas yang inheren dalam pusat-pusat pertanggungjawaban karena setiap divisi
yang berkepentingan tersebut pada akhirnya yang akan bertanggung jawab atas harga
transfer yang dinegosiasikan.

Hambatan-Hambatan Dalam Perolehan Sumber Daya (Sourcing)

Idealnya seorang manajer pembelian bebas mengambil keputusan ​sourcing. Demikian


halnya dengan manajer penjualan, ia harus bebas untuk menjual produknya ke pasar yang
paling menguntungkan.

Akibat-akibat yang terjadi jika para manajer pusat laba tidak memiliki kebebasan dalam
mengambil keputusan ​sourcing​ :
1. Pasar yang terbatas.
Dalam berbagai perusahaan, pasar bagi pusat laba penjual atau pembeli dapat saja
sangat terbatas. Ada beberapa alasan akan hal ini :
Pertama, keberadaan kapasitas internal dapat membatasi pengembangan penjualan
eksternal.
Kedua, ​jika perusahaan merupakan produsen tunggal dari produk yang
terdiferensiasi, tidak ada sumber daya dari luar.
Ketiga, j​ ika suatu perusahaan telah melakukan investasi yang besar, maka ia
cenderung tidak akan menggunakan sumber daya dari luar kecuali harga jual di
luar mendekati biaya variabel perusahaan, dimana hal ini jarang sekali terjadi.

2. Kelebihan atau Kekurangan Kapasitas Industri.


Seandainya pusat laba penjualan tidak dapat menjual seluruh produk ke pasar bebas –
dengan kata lain, ia memiliki kapasitas yang berlebih. Perusahaan mungkin tidak akan
mengoptimalkan labanya jika pusat laba pembelian membeli produk dari pemasok luar
sementara kapasitas produksi di dalam masih memadai. Sebaliknya, andaikan pusat laba
pembelian tidak dapat memperoleh produk yang diperlukan dari luar sementara pusat laba
penjualan menjual produknya kepada pihak luar. Situasi tersebut terjadi ketika terdapat
kekurangan kapasitas produksi di dalam industri. Dalam kasus ini, output dari pusat laba
pembelian terhalang dan perusahaan tidak dapat optimal.

II.II ​Return Of Investment (​ ROI)

Rasio profitabilitas

Tujuan terakhir yang ingin dicapai suatu perusahaan yang terpenting adalah
memperoleh laba/ keuntungan yang maksimal, disamping hal-hal lainnya. Dengan
memperoleh laba yang maksimal seperti yang ditargetkan, perusahaan dapat berbuat banyak
bagi kesejahteraan pemilik, karyawan, serta meningkatkan mutu produk dan melakukan
investasi baru. Oleh karena itu, manajemen perusahaan dalam prakteknya dituntut harus
mampu untuk memenuhi target yang telah ditetapkan. Artinya, besarnya keuntungan haruslah
dicapai sesuai dengan yang diharapkan dan bukan asal untung. Laba diukur dengan cara
membandingkan kelebihan pendapatan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk
mendapatkan pendapatan tersebut (profit); keuntungan yang diperoleh dari perdagangan.
Laba dalam akuntansi berarti selisih antara pendapatan operasional dengan biaya operasional.

Return Of Investment ​(ROI)

Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bersih oleh
aktiva yang dimilikinya. Kadang dapat pula disebut sebagai kemampuan investasi perusahaan
dalam menghasilkan keuntungan. Untuk menentukan apakah nilai ini baik, caranya adalah
dengan membandingkannya dengan rasio milik perusahaan lain pada industri yang sama.
Selain itu, rasio ini juga dikenal sebagai earning power. Faktor yang mempengaruhinya
adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan aktiva yang digunakan, dan
tingkat efisiensi investasi yang nampak pada tingkat perputaran aktiva.

Dengan demikian, apabila perputaran aktiva meningkat dan net profit margin tetap, maka
earning power akan meningkat. Karenanya, dua perusahaan mungkin akan memiliki earning
power yang sama meskipun perputaran aktiva dan net margin keduanya berbeda. Rumus
mencari return on investment Istilah lain dari penggunaan rasio ini adalah tingkat
pengembalian aktiva (Return On Assets) atau tingkat produktivitas aktiva (Assets
Productivity Rate). Bila tersedia data total aktiva rata-rata bulanan akan memungkinkan
diperoleh tingkat pengembalian investasi yang lebih baik, akan tetapi seringkali total aktiva
awal tahun dan akhir tahun saja yang digunakan untuk menentukan total aktiva rata rata.
Laba bersih dari hasil operasi akan lebih baik diukur dengan mengeluarkan berbagai
pendapatan dari investasi dalam ekuitas sekuritas dan sekuritas hutang, yang biasanya berupa
bunga, dividen, royalti, sewa, serta keuntungan dan atau kerugian lain sebagai akibat dari
transaksi-transaksi bukan operasi (non operating transaction).

Dengan demikian, maka aktiva yang harus diperhitungkan pun hanya aktiva operasi
(operating assets) saja. Yaitu total aktiva harus dikurang dari aktiva investasi atau aktiva lain
yang bukan aktiva operasi. Ukuran laba yang digunakan sebagai dasar perhitungan tingkat
pengembalian aktiva adalah laba operasional (Operating Income) atau laba-laba sebelum
pajak (Income Before Income Tax) terhadap total aktiva operasi. Sehingga hasil-hasil
tersebut tidak dipengaruhi oleh pos-pos sebagai akibat finansial dan atau perubahan tarif
pajak

Pembatasan analisis rasio ​Return On Investment

Meski rasio return on investment dapat memberitahu keadaan keuangan sebuah perusahaan,
rasio tersebut mempunyai keterbatasan. Antara lain:

1) Karena rasio ini berdasarkan pada biaya historis, maka dapat menimbulkan distorsi
dalam pengukuran kinerja.

2) Jika pos-pos yang diestimasi (seperti penyusutan dan amortisasi) cukup signifikan,
maka rasio laba akan kehilangan kredibilitasnya.

3) Masalah komparabilitas yang sulit karena prinsip dan prosedur yang berbeda antara
satu perusahaan dengan perusahaan lain (apabila dilakukan komparasi)

4) Terdapat sejumlah informasi penting yang tidak terkandung dalam laporan


keuangan perusahaan
BAB III

PEMBAHASAN

III.I Profil Perusahaan

Abrams company adalah perusahaan manufaktur yang memproduksi berbagai jenis suku
cadang yang digunakan untuk mobil, truk, bus dan mesin pertanian. Perusahaan tersebut
memiliki tiga kelompok besar yaitu : suku cadang pengapian, suku cadang transmisi, dan
suku cadang mesin. Suku cadang produksi Abrams dijual baik pada agen tunggal (OEM =
original equipment manufacture) dan distributor menjual ke pengecer dan dijual lagi sebagai
suku cadang pengganti kepada konsumen. Distributor ini disebut divisi aftermarket ( AM
divisi ).

● Divisi Produk dan Pemasaran


1. Setiap divisi produk memiliki departemen penjualan OEM yang bekerjasama erat
dengan OEM mengembangkan produk baru atau produk yang sudah ada.
2. Setiap divisi produk memproduksi suku cadang di beberapa pabrik dan menjual
sebagian besar produknya kepada OEM. Sisa produk yang dihasilkan dijual oleh
divisi produk ke Divisi Pemasaran AM.
3. Divisi AM mengoperasikan beberapa gudang distribusi suku cadang milik perusahaan
di AS dan pasar luar negeri.
4. Setiap divisi produk diharapkan mencapai target ROI yang ditentukan. Divisi AM
juga diharapkan mencapai target ROI setiap tahunnya.
5. Penjualan di Dalam dan di Luar

Nilai penjualan pada tahun 1992 dari keempat divisi sebesar $500 juta dengan rincian sebagai
berikut:

1. Divisi suku cadang pengapian sebesar $130 juta.


2. Divisi suku cadang transmisi sebesar $100 juta.
3. Divisi suku cadang mesin sebesar $90 juta.
4. Divisi AM sebesar $180 juta.
Nilai penjualan sebesar $100 juta meliputi penjualan “di dalam” dari ketiga divisi produk
kepada divisi AM. Setelah dikurangi dengan penjualan dalam, penjualan luar Abrams bernilai
sekitar $400 juta. Salah satu tujuan Top Management pada Divisi AM adalah target penjualan
sebesar 50% dari seluruh penjualan Luar Abrams, karena antisipasi pertumbuhan suku
cadang AM seiring dengan peningkatan jumlah kendaraan.

ROI untuk Pabrik Manufaktur

Target ROI berdasarkan laba anggaran (termasuk alokasi pengeluaran overhead divisi
dan perusahaan dan beban pajak pendapatan) dibagi dengan aktiva bersih awal tahun
(dihitung dengan mengurangi total aset dikurangi kewajiban lancar). ROI aktual adalah laba
aktual dibagi dengan aktiva bersih aktual awal tahun. Unsur biaya overhead dan pajak
dialokasikan dalam menentukan laba karena akan memberikan perspektif yang lebih jelas
kepada manajer pabrik terhadap biaya-biaya dalam melaksanakan usaha dan kontribusi
pabrik terhadap laba bersih perusahaan serta dapat digunakan untuk menentukan dalam
perhitungan laba untuk laporan keuangan eksternal.

Manajer tingkat atas berpendapat bahwa investasi yang ditambahkan dalam satu
periode menghasilkan laba yang kecil dan investasi ini tidak dapat dilakukan jika manajer
memberikan pinalti (dalam bentuk aktiva bersih yang lebih tinggi dan ROI yang lebih
rendah) pada tahun pertama dari investasi yang baru. Karena investasi dibekukan pada awal
tahun, maka maksimalisasi laba selama tahun tersebut sama dengan memaksimalkan ROI

Strategi pemasaran

1. Konsumen dari divisi produk berbeda dengan konsumen divisi AM, maka manajemen
puncak tidak merasa bahwa organisasi penjualan OEM dan AM harus digabung.
2. Usaha pemasaran OEM ketiga divisi produk tidak dikonsolidasikan dalam satu
organisasi penjualan karena para agen penjual OEM dari setiap divisi cenderung
bekerja dengan orang-orang yang berbeda dalam organisasi OEM yang ada.
3. Dua dari tiga divisi produk merupakan perusahaan yang independen satu sama lain
sebelum diakuisisi oleh Abrams. Karena itu, ada tradisi lama bagi masing-masing
OEM dalam melakukan pemasaran.
4. Faktor-faktor kritis yang menentukan suksesnya pasar OEM adalah kemampuan
untuk merancang suku cadang yang inovatif dan andal untuk memenuhi kualitas,
kinerja, dan spesifikasi berat yang ditentukan konsumen; menepati jadwal pengiriman
sehingga OEM dapat meminimalkan persediaan suku cadang di gudang; dan
pengendalian biaya.
5. Dalam usaha AM, ketersediaan suku cadang merupakan hal yang jauh lebih penting
bagi wholesaler, baru kemudian kualitas dan harga.

Rencana Kompensasi Intensif

1. Sekitar 50 manajer staf dan lini berpartisipasi dalam sebuah rencana bonus insentif (
incentive bonus plan). Setiap peserta menerima sejumlah poin bonus standar. Makin
tinggi posisi peserta dalam hierarki organisasi, makin banyak poin standar yang dapat
diterima. Total dari poin tersebut dibagi ke dalam jumlah bonus untuk mendapatkan
nilai uang dari setiap poinnya.
2. Untuk manajer pabrik, rencana bonus insentif disesuaikan dengan suatu formula yang
berkaitan dengan persentase penghargaan standar atas laba aktual versus anggaran.
3. Dalam membuat penyesuaian bonus, laba aktual pabrik disesuaikan atas setiap varians
margin kotor yang dihasilkan dari volume penjualan ke divisi AM.

III.II Evaluasi setiap pertimbangan yang dilakukan top manajemen

Permasalahan pertama yang dihadapi oleh Abrams Company ialah adanya perselisihan
mengenai harga transfer dari suku cadang yang dijual oleh divisi produk kepada divisi AM
yang menyebabkan pusat pertanggungjawaban menjadi lemah. Seharusnya perselisihan ini
dipecahkan dengan melibatkan divisi produk dan divisi AM. Akan tetapi, wakil presiden
keuangan yang diminta untuk menengahi perselisihan tersebut.
Evaluasi tindakan yang seharusnya dilakukan oleh Manajemen Puncak ialah
● membentuk unsur divisionalisasi penggabungan divisi supaya, terjadi sinkronisasi agar
dapat mencapai tujuan perusahaan.
● dengan menghitung Harga transfer dapat ditetapkan pada biaya variabel (jika ada kelebihan
kapasitas) dan biaya penuh. Selain itu ditambah dengan profit yang diinginkan. Untuk
harga transfer cost-based , harga transfer dihitung dari biaya standar ditambah profit yang
diinginkan. selain itu, penjualan internal dari divisi produk ke divisi AM yang sebelumnya
belum pernah ada penjualan kepada OEM sehingga tidak ada standar harga atas produk
tersebut, penentuan harga bisa menggunakan basis harga produk serupa yang ada di
pasaran. Harga kompetitif yang diterapkan ketika menentukan harga untuk OEM bisa juga
dipertimbangkan untuk penentuan harga kepada divisi AM. Tentunya divisi produk tidak
harus mengejar untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari penjualan
kepada divisi AM. Satu hal yang harus diyakini bersama oleh semua divisi adalah
kepentingan memperoleh laba harus dilihat dari sisi sebuah perusahaan sebagai satu
kesatuan.
Permasalahan kedua ialah manajemen puncak merasa bahwa divisi produk
seringkali cenderung memberlakukan divisi AM sebagai konsumen yang tidak bebas yang
menyebabkan terjadinya adanya ketidakadilan, hal ini terlihat bahwa pabrik tersebut
seringkali lebih memilih untuk memenuhi permintaan konsumen OEM karena konsumen
OEM akan memindahkan bisnisnya ke tempat lain, sementara divisi AM tidak dapat membeli
dari tempat lain.
Hal ini terjadi karena pengaturan unit bisnis sebagai profit center dimana otoritas
pembuatan keputusan bergeser dari manajemen atas ke level lebih rendah sehingga divisi
produk tidak dapat menjual ke divisi AM. Divisi-divisi dari Abrams kehilangan kesamaan
tujuan yaitu tujuan perusahaan secara keseluruhan. Divisi produk bisa saja mengoptimalkan
profit divisinya dengan mengorbankan profit perusahaan secara keseluruhan. Selain itu
program kompensasi perusahaan juga tidak mendorong terjadinya penjualan internal.
Manajer pabrik hanya diberi bonus atas penjualan diluar perusahaan dan tidak ada bonus dan
penalti atas kekurangan untuk penjualan internal. Hal ini menyebabkan kecenderungan divisi
produk mendahului OEM daripada divisi AM.
Evaluasi tindakan yang seharusnya dilakukan oleh Manajemen Puncak ialah
Untuk menemukan kebijakan penjualan yang baik ialah dengan cara melakukan analisis
profitabilitas. Berikut ini contoh analisisnya :
Penjualan dalam suatu divisi (transmisi divisi)
Sales $124.000
Net profit $11200
Net Profit margin 9,03%
Penjualan kepada divisi pemasaran AM
Sales $180000
Cost $100000
Net Profit Margin 44%
Net profit margin nya jauh lebih besar daripada transaksi transmisi
Dari data diatas, dapat kita lihat bahwa net profit margin dan ROI dari divisi pemasaran AM
jauh lebih tinggi daripada net profit margin dan ROI yang berasal dari transmisi, oleh karena
itu kita dapat menyimpulkan bahwa penjualan kepada divisi pemasaran AM jauh lebih
menguntungkan daripada penjualan kepada pihak lainnya selain itu, Perlunya perubahan
rencana kompensasi yang sudah ada dimana manajer pabrik juga mendapatkan bonus atas
penjualan internal sehingga mendorong manajer untuk menjual ke divisi AM. Perlunya
adanya perjanjian atau penetapan penjualan internal yang dianggarkan oleh divisi dan
manajemen atas. Kekurangan atau keengganan divisi produk menjual ke divisi AM dapat
diberikan penalti. Hal ini disebabkan pihak manajemen atas yang tidak mau divisi AM
membeli dari luar karena akan merusak citra perusahaan.
Permasalahan ketiga ialah ​Divisi pemasaran AM dan ketiga divisi produk menyimpan
persediaan yg berlebihan sepanjang tahun. Hal ini terjadi dikarenakan kekuatiran oleh wakil
presiden perencanaan volume produksi rendah karena pegawai yang liburan natal.Selain itu,
penilaian kinerja yang hanya menggunakan ROI sebagai ukuran juga tidak tepat. Apalagi
investasi atau aset hanya diukur pada saat awal tahun sehingga kelebihan persediaan
sepanjang tahun tidak dipermasalahkan atau diperhatikan oleh manajer pabrik karena di akhir
tahun, persediaan barang juga akan berkurang karena adalah kebijakan liburan Natal.
Evaluasi tindakan yang seharusnya dilakukan oleh Manajemen Puncak ialah
Jika manajemen tetap menggunakan investasi di awal tahun maka untuk mengatasi kelebihan
persediaan dapat dilakukan dengan menambah ukuran evaluasi kinerja, atau perusahaan bisa
menerapkan konsep ​just in time,​ baik untuk tujuan pemenuhan logistik kepada OEM maupun
kepada divisi AM. Hal ini untuk mengurangi persediaan barang jadi yang menganggur dan
besarnya biaya penyimpanan

III.III Evaluasi secara keseluruhan mengenai sistem pengendalian manajemen Abrams


Company

Abrams Company memiliki berbagai keputusan strategi yang unik atas pusat laba
perusahaannya mulai dari struktur organisasi pusat laba, batasan-batasan strategi pusat laba,
hingga pengukuran kinerja pusat laba. Manajemen puncak Abrams Company memiliki peran
dan pengaruh yang cukup besar atas kinerja pusat laba

Sistem Pengendalian Manajemen pada Abrams Company

1. Abrams memiliki sebuah divisi produk untuk masing-masing kelompok suku cadang
yang diharapkan akan mencapai target tingkat pengembalian investasi (ROI).
2. Setiap divisi produk suku cadang memiliki departemen penjualan OEM yang terpisah.
Setiap divisi produk suku cadang juga memiliki hubungan yang erat dan bekerja sama
dengan para ahli dari OEM untuk mengembangkan produk baru dan produk yang
sudah ada agar lebih inovatif dan andal untuk memenuhi kualitas dan spesifikasi yang
telah ditentukan. Pembagian departemen penjualan OEM yang dimiliki oleh setiap
divisi produk suku cadang berguna untuk memudahkan setiap divisi melakukan
penjualan kepada OEM atau dapat dikatakan setiap divisi sudah mempunyai pasar
yang pasti.
3. Penjualan sisa produk yang dihasilkan oleh divisi produk suku cadang dilakukan
kepada divisi AM. Divisi AM juga diharapkan agar mencapai target tingkat
pengembalian investasi setiap tahunnya. Hal ini untuk menghindari divisi AM
menjual produk pesaing yang akan menyebabkan citra yang tidak baik bagi
perusahaan. Peningkatan jumlah kendaraan membuat Abrams melakukan antisipasi
terhadap pertumbuhan suku cadang AM, sehingga pengendalian ​top management
atas divisi AM adalah menetapkan target penjualan sebesar 50% dari seluruh
penjualan luar Abrams.
4. Dalam melakukan perhitungan ROI, Abrams memasukkan biaya overhead dan beban
pajak dalam menentukan laba. Hal ini akan memberikan perspektif yang jelas
terhadap manajer pabrik terhadap biaya-biaya dan kontribusi pabrik terhadap laba
bersih perusahaan, serta menambah kesadarannya terhadap kenyataan hasil
pabrik.Adanya rencana bonus insentif untuk setiap karyawan berdasarkan perhitungan
yang sudah ditetapkan sebelumnya. Bonus insentif yang diterima setiap karyawan
dapat bervariasi dan akan berbeda juga menurut posisinya dalam hierarki organisasi.
Rencana bonus insentif untuk manajer pabrik disesuaikan dengan suatu formula yang
berkaitan dengan persentase atas varians laba pabrik.engan kebijakan perusahaan,
penjualan suku cadang internal dilakukan dengan harga diluar pasar OEM. Jika suku
cadang telah dijual sebagai suku cadang OEM pada tahun sebelumnya maka harga
pasar OEM yang asli disesuaikan dengan inflasi ke atas agar mencapai harga jual
divisi AM. Permasalah yang terjadi ketika suku cadang yang ditransfer merupakan
suku cadang divisi AM dan ternyata suku cadang tersebut tidak pernah dijual oleh
Perusahaan ke pasar OEM. Adanya perlakuan AM sebagai captive customer, divisi
AM dan pelanggan luar OEM menempatkan tuntutan persaingan teknologi pada
pabrik manufaktur spesifik dan pabrik tersebut ternyata disukai pelanggan karena
bisnis ini bisa dijalankan di tempat lain, sedangkan divisi AM tidak bisa membeli
suku cadang dari luar pabrik.
Analisis SWOT

1. Strength

Strength atau kekuatan yang dimiliki Abrams ​Company di antaranya, yaitu


divisi produksi pada perusahaan melakukan kerja sama dengan para ahli dari pihak
OEM untuk mengembangkan suku cadang baru yang inovatif dan dinilai lebih efektif
dalam hal biaya untuk memenuhi kebutuhan dan melayani konsumen. Sehingga
perusahaan mampu merangsang ketersediaan suku cadang yang inovatif untuk
memenuhi kualitas kinerja dan spesifikasi berat. Kemudian, terdapat rencana
kompensasi berupa bonus berdasarkan laba perlembar saham sehingga karyawan akan
termotivasi untuk meningkatkan kinerja perusahaan untuk meningkatkan laba per
lembar saham.

2. Weakness

Pengoorganisasian unit bisnis sebagai ​profit center dilakukan secara


desentralisasi, dimana hal tersebut mengindikasikan bahwa terdapat pendelegasian
wewenang pada manajemen level bawah terkait pengambilan keputusan, sehingga
menyebabkan rentan terjadinya perselisihan serta persaingan tidak sehat. Kemudian
strategi pemasaran dalam hal profit center tidak sinkron karena tidak adanya
pemaksimalan komunikasi antara divisi produk dengan divisi AM.

3. Opportunity

Perusahaan memiliki demand atau permintaan terhadap produk yang terus


meningkat terutama dalam pangsa pasar AM.

4. Threat

​ emiliki beberapa pesaing sehingga dapat menjadi


Abrams ​Company m
ancaman bagi perusahaan apabila perusahaan tidak melakukan tindakan nyata untuk
lebih inovatif. Selain itu, ancaman yang ada adalah teknologi baru yang terus
berkembang sehingga menyebabkan teknologi yang ada (tidak cepat mengadopsi
yang baru) menjadi usang ​(obsolete).

Rekomendasi

1. Manajemen atas perusahaan Abrams perlu membatasi hal-hal yang memerlukan


pertimbangan strategis, keseragaman (misalnya metode akuntansi) dan sebagainya.
Setiap divisi memiliki cara atau strategi masing-masing yang berisi kegiatan produksi
dan pemasaran yang diperbolehkan dan tidak boleh merebut bisnis unit bisnis
lainnya. Manajemen tingkat atas harus terlibat dalam menjaga kesamaan tujuan dan
keutuhan organisasi.
2. membentuk unsur divisionalisasi (penggabungan divisi produksi dengan pemasaran)
yang disebut pusat laba dalam perusahaan ini. supaya, terjadi sinkronisasi agar dapat
mencapai tujuan perusahaan. Dengan menghitung harga transfer dapat ditetapkan
pada biaya variabel (jika ada kelebihan kapasitas) dan biaya penuh. Selain itu
ditambah dengan profit yang diinginkan. Untuk harga ​transfer cost-based , harga
transfer dihitung dari biaya standar ditambah profit yang diinginkan.
3. Untuk mendapatkan harga kompetitif yang tepat pada penjualan internal dari divisi
produk ke divisi AM, perlu menyiapkan informasi ​database​ harga produk pesaing
untuk produk-produk serupa. Hal ini untuk menjamin ketika divisi AM harus menjual
produk ke pedagang besar/grosir mendapatkan harga yang tepat dan kompetitif pula
untuk bisa bersaing di pasaran.

4. Perlunya adanya perjanjian atau penetapan penjualan internal yang dianggarkan oleh
divisi dan manajemen atas. Kekurangan atau keengganan divisi produk menjual ke
divisi AM dapat diberikan penalti. Hal ini disebabkan pihak manajemen atas yang
tidak mau divisi AM membeli dari luar karena akan merusak citra perusahaan.

5. membangun kerjasama dengan perusahaan lain dimungkinkan demi ekspansi yang


harus dilakukan oleh divisi AM. Potensi pangsa pasar serta kemampuan distribusi dan
pergudangan divisi AM harus dimanfaatkan untuk tujuan akhir mendapatkan laba
yang sebesar-besarnya bagi perusahaan.

6. Tanggung jawab pengelolaan persediaan barang jadi sehingga tidak ada kesan
“kurang saat dibutuhkan” dan “berlebih saat tidak digunakan” harus menjadi fokus
sampai ke jajaran manajemen puncak. Dalam hal ini peran dari seorang wakil
presiden bidang perencanaan untuk secara maksimal meyakinkan setiap divisi produk
untuk menerapkan konsep ​just in time.​

Beberapa hal yang secara umum tetap harus menjadi perhatian perusahaan:

● Merancang suku cadang yang inovatif dan handal secara berkelanjutan untuk
memenuhi kebutuhan konsumen.
● Ketersediaan produk harus diperhatikan.
● Pengendalian biaya penting untuk menjaga pasar yang kompetitif.
● Kerja sama yang lebih efektif.
● Komunikasi yang lebih efektif untuk menyelesaikan perselisihan.
● Pengkajian yang lebih mendalam dalam menyelesaikan perselisihan dalam
perusahaan.
● Mengerjakan produksi suku cadang yang dibutuhkan konsumen.

Notulensi Presentasi

Penanya

1. Maria : Dalam Transfer Pricing di Abrams Company, merujuk ke jenis transfer


pricing yang mana ?

Jawaban :​ ​Negotiated Transfer Pricing (Harga Transfer Negosiasi)

Dalam ketiadaan harga, beberapa perusahaan memperkenankan divis-divisi dalam


perusahaan yang berkepentingan dengan transfer pricing untuk menegosiasikan harga transfer
yang diinginkan. Harga transfer negosiasian mencerminkan prespektif kontrolabilitas yang
inheren dalam pusat-pusat pertanggungjawaban karena setiap divisi yang berkepentingan
tersebut pada akhirnya yang akan bertanggung jawab atas harga transfer yang dinegosiasikan.
Seperti yang sudah dijelaskan bahwa divisi produk belum pernah ada transaksi internal
dengan OEM maupun AM sehingga menggunakan Harga Transfer Negosiasi atau
kesepakatan antara dua divisi yang bersangkutan, apabila divisi OEM sudah menggunakan
prosedur ini maka divisi AM bisa mengikuti.
2. Inge : Mengapa Manajemen Abrams Company tidak melakukan divisionalisasi
ataupun penggabungan divisi produk dan pemasaran
Jawaban : ​Menurut pendapat kelompok kami, akan lebih bayak laba yang diterima jikalu
manajemen tidak menyatukan divisi produk dan pemasaran serta belum ada permasalahan
yang mengakibatkan harus dilakukan divisionalisasi.
BAB IV

PENUTUP

III.I Kesimpulan

Abrams Company merupakan perusahaan manufaktur yang memproduksi tiga kelompok


besar suku cadang: suku cadang pengapian (​ignitions parts​), suku cadang transmisi
(​transmision parts)​ , dan suku cadang mesin (​engine parts). Abrams Company melakukan
supervisi dan desentralisasi dalam produksi dan pemasaran produknya. Penilaian terhadap
kinerja masing-masing divisi di perusahaan tersebut dinilai berdasarkan pencapaian target
ROI masing-masing divisi. Pemasaran produk untuk pihak internal maupun eksternal
didelegasikan kepada masing-masing departemen penjualan di masing-masing divisi. Abrams
Company menjadikan divisi produksi maupun pemasaran di dalam perusahaan sebagai pusat
laba. Abrams company melakukan supervisi dan desentralisasi terhadap pusat laba Keputusan
Manajemen puncak Abrams company atas pusat laba merupakan keputusan yang tegas, jelas
dan mendetail. Akan sangat bagus jika diterapkan pada perusahaan berskala kecil. Namun,
Abrams Company merupakan perusahaan manufaktur berskala besar yang menuntut
kemandirian di masing-masing divisi. Keputusan manajemen puncak ini memiliki beberapa
kekuatan dan kelemahan serta ancaman dan peluang tersendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Academia.edu. (2016, Juni).Kasus Abrams Company. Diakses pada 13 Oktober 2020, dari
https://www.academia.edu/36646350/KASUS_ABRAMS_COMPANY

Nobel22.(2016, Juni). Kasus Abrams Company. Diakses pada 13 Oktober 2020, dari
http://nobel22.blogspot.com/2014/06/kasus-abrams-company.html

Pradipha.(2014, Maret).Management Control System Case Study. Diakses pada 13


Oktober2020,dari​https://pradipha.blogspot.com/2014/03/management-control-system-case-stu
dy-5.html

etheses.iainkediri.ac.id​.(2011). Diakses pada 13 Oktober 2020,dari


http://etheses.iainkediri.ac.id/557/3/BAB%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai