Anda di halaman 1dari 16

Hal 392 – 401 SUPRIYONO

2. Divisionalisasi berdasar industri tunggal yan menghasilkan beberapa jenis produk

Dalam golongan ini, suatu perusahaan hanya bergerak dalam satu industri namun
menghasilkan beberapa jenis produk atau jasa. Sebagai contoh misalnya :

a. Suatu perusahaan menghasilkan beberapa jenis produk dalam satu industri barang
konsumsi misalnya : margarin, sabun mandi dan cuci, serta kosmetika.
b. Suatu perusahaan bergerak dalam satu industri barang kimia yang menghasilkan
baterai, aki mobil, pestisida pertanian, bahan kimia industri.
c. Suatu perusahaan bergerak dalam industri hiburan dan pariwisata menghasilkan jasa
hotel, rekreasi pantai, teater mobil, restoran dan kelab malam, gelanggang samodra,
gelanggang renang, pasar seni, dan kapal pesiar.

Pengelolaan perusahaan-perusahaan tersebut di atas dapat efektif jika dilakukan


divisionalisasi. Dalam perusahaan tersebut di atas biasanya divisionalisasi didasarkan atas
jenis atau kelompok produk yang dihasilkan. Misalnya dalam perusahaan yang menghasilkan
barang-barang konsumsi, pembagian divisinya tampak pada Peraga 10.4

(Gambar Peraga 10.4.)

3. Divisionalisasi perusahaan besar yang terintegrasi

Dalam golongan ini perusahaan hanya menghasilkan satu keluarga atau kelompok
produk yang sifat pengolahannya terintegrasi. Sebagai contoh misalnya :

a. Suatu perusahaan besar yang menghasilkan danmenjualproduk kulit memiliki divisi


penyamakan kulit, divisi produk kulit, dan divisi toko. Divisi penyamakan kulit
menghasilkan kulit masak yang siap diolah menjadi produk kulit. Divisi produk kulit
menghasilkan sepatu, tas, dan produk kulit lainnya.
b. Suatu perusahaan besar memiliki bisnis dalam bidang tambang minyak dan
pengilangan minyak.

Divisionalisasi dalam perusahaan golongan ini biasanya mempunyai karakteristik sebagai


berikut :
a. Pendelegasian wewenang pembuatan keputusan kepada manajer divisi umumnya
lebih terbatas dibandingkan dengan golongan pertama dan kedua. Dalam golongan ini
beberapa keputusan penting masih desentralisasi di tangan manajemen kantor pusat.
b. Divisionalisasi dalam perusahaan golongan ini umumnya banyak menimbulkan
masalah transfer barang atau jasa antardivisi. Produk yang tidak laku dijual di pasaran
bebas atau divisi yang hanya dapat membeli masukan dari divisi lain menimbulkan
masalah yang lebih besar dalam penentuan harga transfer. Masalah-masalah ini akan
dibahas dalam bab 8.

Dalam organisasi ini biasanya melakukan divisionalisasi atas dasar tahapan-tahapan


pengolahan produk. Divisionalisasi dalam perusahaan ini akan banyak manfaatnya jika suatu
divisi memiliki kebebasan untuk membeli masukan dari divisi lain atau dari pemasok lain dan
juga mempunyai kebebasan untuk menjual produknya kepada divisi lain atau pelanggan lain.
Contoh pembagian divisi dan transfer produk antarduivisi dalam suatu perusahaan yang
menghasilkan produk kulit tampak pada peraga 10.5

(Peraga 10.5)

10.6 PERTIMBANGAN DIVISIONALISASI

Dalam melaksanakan divisionalisasi suatu perusahaan diperlukan pertimbangan-


pertimbangan tertentu untuk menyelesaikan masalah-masalah yang timbul. Masalah-masalah
tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Masalah Karyawan

Divisionalisasi memerlukan manajer dengan bakat dan keahlian untuk memperoleh


laba sebagaimana manajer bisnis yang berdiri sendiri. Manajer dengan bakat dan keahlian
tersebut mungkin tidak dapat diperoleh dari dalam perusahaan yang semula disentralisasi.
Jika manajer yang memenuhi syarat tersebut belum ada maka perusahaan harus melatih
karyawan yang sudah ada atau merekrut karyawan dari luar yang memenuhi syarat-syarat
tersebut. Syarat-syarat manajer untuk perusahaan yang didivisonalisasi antara lain sebagai
berikut:

a. Manajemen kantor pusat harus tahu bagaimana menggunakan laporan-laporan


pengendalian manajemen untuk perencanaan, pengendalian, dan koordinasi
kegiatan divisi.
b. Manajer divisi yangcakap dan memiliki pandangan yang luas terhadap
pelaksanaan tanggung jawab divisinya. Tanpa manajer divisi yang cakap, sulit
dilakukan divisionalisasi. Manajer yang cakap ini dapat diperoleh melalui
pendidikan dan latihan atau dapat pula diperoleh dari luar.
c. Perusahaan yang didivisionalisasi memerlukan analis keuangan dan anggaran
yang cakap untuk staf kantor pusat dan staf divisi.
2. Masalah Satu Kegiatan Utama

Jika suatu perusahaan hanya memiliki satu kegiatan utama dan suksesnya
bergantung pada satu kegiatan tersebut maka diragukan apakah tanggung jawab atas
kegiatan utama tersebut dapat didelegasikan kepada beberapa manajer divisi. Dalam
keadaan ini, usaha-usaha untuk mendesentralisasi tanggung jawab laba mungkin hanya
mengakibatkan sistem pengendalian dan komunikasi menjadi mahal dan tidak praktis.

3. Masalah Kegiatan Utama yang Serupa

Desentralisasi tanggung jawab laba dapat digunakan dengan baik dalam


perusahaan yang menjalankan beberapa bisnis yang tidak sama. Di lain pihak, beberapa
unit organisasi yang mempunyai kegiatan serupa cenderung dikelompokkan menjadi satu,
misalnya kelompok pemasaran merupakan pengelompokam kegiatan untuk memperoleh
dan melayani pesanan. Pengelompokan kegiatan yang serupa di dalam suatu perusahaan
tidak selaras dengan konsep divisionalisasi. Dalam divisionalisasi, pengelompokan
kegiatan yang serupa untuk keseluruhan perusahaan sulit dilakukan dalam organisasi
yang didivisionalisasi.

4. Tanggung Jawab yang Tidak Dapat Dibagi

Agar divisionalisasi dapat sukses , perusahaan harus secara logis membagi


kegiatan atau unit-unit organisasi ke dalam pusat-pusat laba yan disebut dengan divisi.
Adanya masalah harga transfer atas barang dan jasa antardivisi, khususnya dalam
divisi yang terintegrasi, menunjukkan bahwa tanggung jawab laba tidak dapat dibagi
dengan jelas di antara divisi. Jika suatu divisi hanya dapat menjual ke divisi lain,
divisi ini sebagai pemasok tertawan (captive supplier) untuk divisi lain, maka
divisionalisasi sebenarnya bersifat fiktif. Pemasok tertawan (Captive Supplier) adalah
suatu divisi yang hanya dapat menjual produknya pada pihak luar.
Demikian pula jika suatu divisi sebagai pelanggan tertawan (captive customer)
bagi divisi lain, divisi tersebut hanya dapat membeli masukan-nya dari divisi lain,
maka divisionalisasi sebenarnya juga bersifat fiktif.

Pelanggan tertawan (captive customer) adalah suatu divisi yang hanya dapat
membeli masukannya dari divisi lain atau tidak dapat membeli masukannya dari
pihak luar. Adanya pemasok tertawan dan pelanggan tertawan menunjukkan bahwa
antara divisi pengirim dan divisi penerima tidak dapat timbul persaingan sebagaimana
suatu perusahaan yang berdiri sendiri.

10.7 PENGUKURAN LABA DIVISI

Dalam pembahasan mengenai pengukuran laba divisi akan diuraikan dua hal penting,
yaitu : (1) metode pengukuran kinerja pusat laba, dan (2) masalah-masalah dalam pengukuran
laba.

1. Metode Pengukuran Kinerja Pusat Laba

Pengukuran kemampuan laba divisi dapat menggunakan dua macam cara


yaitu: (a) pengukuran kinerja manajemen, (b) pengukuran kinerja ekonomi. Kedua
macam cara pengukuran tersebut dibahas di bawah ini.

a. Pengukuran Kinerja Manajemen

Pengukuran kinerja manajemen (prestasi personel) adalah


pengukuran kinerja yang menekankan pada penilaian seberapa baik
manajer suatu pusat pertanggung-jawaban bekerja. Pengukuran ini
digunakan untuk proses perencanaan, pengkoordinasian, pengendalian
kegiatan, dan pemotivasi kerja para manajer pusat laba. Dalam pengukuran
ini dibandingkan prestasi suatu pusat laba dengan standar atau
anggarannya sehingga penyimpangan yang terjadi menunjukkan seberapa
baik manajer pusat laba tersebut memenuhi komitmen laba yang telah
disetujui. Hasil pengukuran ini dilaporkan melalui laporan kinerja
manajemen. Laporan kinerja manajemen adalah laporan yang meunjukkan
seberapa baik manajer suatu pusat pertanggungjawaban bekerja. Laporan
ini biasanya disusun dan disajikan dengan frekuensi yang lebih sering
dibandingkan dengan laporan prestasi ekonomi. Hal ini disebabkan karena
laporan prestasi manajemen mengukur prestasi manajer secara rutin.

b. Pengukuran Kinerja Ekonomi


Pengukuran kinerja ekonomi menitikberatkan pada seberapa baik suatu
pusat laba bekerja sebagai suatu kesatuan ekonomi. Dalam pengukuran ini,
kinerja laba suatu pusat laba tidak hanya ditentukan oleh laba yang dapat
dipengaruhi atau dikendalikan oleh manajer pusat laba yang diukur tetapi
juga meliputi pendapatan dan biaya dari alokasi. Hasil pengukuran ini
dilaporkan melalui laporan kinerja ekonomi. Laporan kinerja ekonomi
adalah laporan yang menunjukkan seberapa baik suatu pusat laba bekerja
sebagai suatu kesatuan ekonomi. Laporan ini biasanya disusun dan
disajikan dalam frekuensi yang lebih jarang dibandingkan laporan prestasi
manajemen. Hal ini disebabkan karena laporan prestasi ekonomi hanya
disajikan jika diperlukan.
2. Masalah-masalah Pengukuran Laba

Pengukuran laba suatu pusat laba menyangkut transaksi tidak hanya antara
suatu pusat laba dengan pihak luar, namun juga transaksi dengan pusat laba yang lain,
dengan kantor pusat, dan dengan bagian-bagian perusahaan yang lain. Oleh karena
itu, tidak seperti pengukuran laba untuk suatu organisasi yang benar-benar
independen, pengukuran laba suatu pusat laba menyangkut transaksi-transaksi yang
tidak selalu merupakan transaksi independen (arm’s length transactions) adalah
transaksi yang dilakukan oleh dua atau lebih pihak secara independen. Kondisi ini
dapat menimbulkan beberapa masalah sebagai berikut: (a) pendapatan bersama, (b)
biaya bersama, (c) harga transfer, ( dan (d) konsep laba. Di bawah ini dibahas
masalah-masalah tersebut:

a. Pendapatan Bersama
Pendapatan bersama (pendapatan gabungan) adalah pendapatan
yang timbul krena suatu bagian pemasaran divisi tertentu dapat
menemukan pembeli atau dapat menjua produk yang dihasilkan divisi
lainnya dalam perusahaan yang sama. Dalam hal ini timbul masalah
adanya pendapatan perusahaan yang sebenarnya merupakan hasil
usaha bersama dua divisi. Untuk kepentingan pengukuran laba,
pendapatan gabungan ini perlu dibagi secara adil kepada divisi-divisi
yang memberikan kontribusi untuk mendapatkannya. Cara untuk
menentukan kontribusi setiap divisi terhadap pendapatan bersama
misalnya: (1) menentukan jasa komisi bagi divisi yang menemukan
pembeli, (2) melalui mekanisme harga transfer. Naun, ada pula
perusahaan yang tidak mengalokasikan pendapatan bersama dengan
alasan: (1) penjual bekerja tidak hanya untuk pusat labanya namun
juga untuk perusahaan secara menyeluruh, (2) tanggung-jawab untuk
menimbulkan pendapatan sangat sulit ditentukan.
b. Biaya Bersama

Biaya bersama (biaya gabungan) adalah biaya yang timbul karena


penyelenggaraan fasilitas bersama yang dinikmati bersama oleh berbagai
pusat laba. Alokasi biaya gabungan dipengaruhi oleh tujuan pengukuran
lba. Jika tujuan pengukuran laba untuk menilai kinerja manajer, maka
biaya gabngan dialokasikan pada setiap pusat laba hanya jika biaya
tersebut terkendalikan oleh manajer pusat laba yang bersangkutan dan jika
biaya bersama tidak terkendalikan maka tidak perlu dialokasikan.

Alokasi biaya gabungan perlu dilakukan untuk mengukur kinerja


ekonomi pusat laba. Untuk tujuan tersebut, biaya gabungan harus
dibebankan kepada suatu pusat laba berdasarkan konsumsi jasa
sesungguhnya dan atas dasar permintaan khusus yang diajukan oleh pusat
laba yang bersangkutan, sepanjang hal ini mungkin dilaksanakan. Jika
pembebanan langsung tidak dapat dilakukan, biaya gabungan dapat
dialokasikan kepada pusat laba yang menikmati manfaatnya atas suatu
dasar yang masuk akal

c. Harga Transfer

Masalah harga transfer timbul jika dua pusat laba melakukan


transaksi transfer barang atau jasa. Untuk penentuan laba yang menjadi
bagian masing-masig pusat laba harus diperhitungkan harga transfer
barang dan jasa yang ditransfer antarpusat laba tersebut. Harga transfer
adalah harga barang dan atau jasa yang ditransfer dari divisi tertentu ke
divisi lainnya dalam suatu organisasi. Harga transfer bagi divisi penjual
merupakan pendapatan, di lain pihak harga tersebut merupakan biaya bagi
divisi pembeli. Pendapatan dan biaya tersebut merupakan komponen untuk
perhitungan laba masing-masing divisi terkait dalam transfer barang.
Masalah harga transfer ini secara khusus dibahas dalam Bab 11 buku ini.

d. Konsep Laba

Konsep laba adalah konsep yang menyatakan bahwa konsep laba


yang berbeda digunakan untuk tujuan yang berbeda. Terdapat berbagai
konsep laba yang bersangkutan dengan divisi. Konsep labatersebut adalah
sebagai berikut:

1. Laba kontribusi divisi


2. Laba terkendalikan divisi
3. Laba langsung divisi
4. Laba bersih divisi sebelum pajak
5. Laba bersih divisi sesudah pajak

Pembahasan penerapan tiap konsep laba tersebut di atas akan


didasarkan pada contoh PT Bawono yang memiliki dua divisi, yaitu
Divisi A dan Divisi B, dengan data pendapatan dan biaya (angka dalam
jutaan rupiah) tahun 2XX1 berikut ini :

1. Pendapatan Divisi A Rp 40.000,00 dan Divisi B Rp


60.000,00.
2. Biaya variabel, bersifat langsung untuk setiap divisi:
a. Biaya variabel terkendalikan oleh manajer Divisi A Rp
16.000,00 dan Divisi B Rp 30.000,00
b. Biaya variabel tak terkendalikan oleh manajer Divisi A
Rp 4.000,00 dan Divisi B Rp 6.000,00
3. Biaya tetap, bersifat langsung untuk setiap divisi:
a. Biaya tetap terkendalikan oleh manajer Divisi A Rp
2.000,00 dan Divisi B Rp 3.000,00
b. Biaya tetap tak terkendalikan oleh manajer Divisi A
Rp 3.000,00 dan Divisi B Rp 7.000,00
4. Biaya kantor pusat sebesar Rp 9.000,00
5. Pajak penghasilan 25%

1. Laba kontribusi divisi

Laba kontribusi divisi adalah sebesar total pendapatan penjualan


dikurangi beban variabel divisi, laba ini digunakan untuk perencanaan,
pembuatan keputusan, dan pengendalian jangka pendek divisi. Biaya variabel
tersebut meliputi biaya variabel yang terkendalikan oleh manajer divisi. Biaya
variabel teknis dapat dikendalikan oleh manajer divisi. Biaya variabel teknis
dapat dikendalikan oleh manajer divisi, namun biaya variabel kebijakan
manajer kantor pusat sifatnya tidak terkendalikan oleh manajer divisi. Atas
dasar data pada PT Bawono, laporan laba kontribusi tampak pada peraga 10.6.

Konsep ini bermanfaat untuk perencanaan, pembuatan keputusan, dan


pengendalian laba suatu divisi dalam jangka pendek, misalnya melalui analisis
biaya-volume-laba. Namun, konsep laba kontribusi tidak dapat digunakan
untuk menilai kinerja manajer maupun kinerja ekonomi suatu divisi karena:

1. Konsep laba ini tidak dapat digunakan untuk menilai prestasi


manajer suatu divisi karena :
a. Tidak semua biaya variabel dapat dikendalikan oleh divisi.
Biaya variabel kebijakan yang ditentukan oleh manajer kantor
pusat tidak dapat dikendalikan oleh manajer divisi.
b. Sebagian biaya tetap dapat dikendalikan oleh manajer divisi.
Namun konsep laba ini tidak memasukkan biaya tetap
terkendalikan dalam menghitung laba suatu divisi.
2. Konsep laba ini tidak dapat digunakan untuk menilai prestasi
ekonomi suatu divisi karena divisi karena tidak memasukkan
semua biaya divisi sebagai suatu kesatuan ekonomi yang
independen dalam penghitungan laba tersebut.
(Peraga 10.6)
2. Laba terkendalikan divisi

Laba terkendali divisi adalah sebesar pendapatan dikurangi beban


biaya terkendalikan divisi, laba ini digunakan untuk menilai kinerja manajer
divisi. Biaya terkendalikan oleh manajer divisi meliputi biaya variabel
terkendalikan dan biaya tetap terkendalikan. Konsep laba ini bermanfaat untuk
menilai prestasi manajer divisi karena laba terkendalikan menggambarkan
kemampuan manajer divisi untuk menggunakan sumber-sumber yang berada
di bawah wewenang dan pengendaliannya untuk memperoleh pendapatan
divisinya

Namun konsep laba ini tidak dapat digunakan untuk menilai prestasi
ekonomi suatu divisi karena tidak semua biaya untuk divisi sebagai suatu
kesatuan ekonomi yang independen dimasukkan ke dalam perhitungan laba.
Laba terkendalikan belum mencerminkan laba langsung divisi karena biaya
langsung yang sifatnya tidak terkendali, baik tetap maupun variabel, belum
diperhitungkan ke dalam laporan rugi-laba. Atas dasar data pada PT Bawono,
laporan laba terkendalikan tampak pada Peraga 10.7.

(Peraga 10.7)

- Gambar Peraga 10.4 (Divisionalisasi berdasar industri tunggal yan


menghasilkan beberapa jenis produk)
- Gambar Peraga 10.5 (Divisionalisasi perusahaan besar yang terintegrasi)
- Gambar Peraga 10.6 (Laba kontribusi divisi)
- Gambar Peraga 10.7 (Laba terkendalikan divisi)

Hal 242 – 247 Buku Management Control System

- Unit Bisnis sebagai Pusat Laba

Hampir semua unit bisnis diciptakan sebagai pusat laba karena manajer yang
bertanggung jawab atas unit tersebut memiliki kendali atas pengembangan produk,
proses produksi, dan pemasaran. Para manajer tersebut berperan untuk mempengaruhi
pendapatan dan beban sedemikian rupa sehingga dapat dianggap bertanggung jawab
atas “laba bersih”. Meskipun demikian, seperti yang akan ditunjukkan pada bagian
berikutnya, wewenang seorang manajer dapat dibatasi dengan berbagai cara, yang
sebaiknya dicerminkan dalam desain dan operasi pusat laba.

a. Batasan atas Wewenang Unit Bisnis


Untuk memahami sepenuhnya manfaat dari konsep pusat laba, manajer unit
bisnis akan memiliki otonomi seperti presiden dari suatu perusahaan independen.
Meskipun demikian, dalam praktik sehari-hari, otonomi semacam ini tidak pernah
ada. Jika suatu perusahaan dibagi menjadi unit-unit yang sepenuhnya independen,
maka perusahaan tersebut akan kehilangan manfaat dari sinergi dan ukuran yang ada.
Lebih jauh lagi, jika semua wewenang yang diberikan oleh dewan direksi kepada
CEO didelegasikan ke manajer unit bisnis, maka berarti bahwa manajemen senior
melepaskan tanggung jawabnya sendiri. Akibatnya, struktur unit bisnis mencerminkan
trade-off antara otonomi unit bisnis dan batasan perusahaan. Efektivitasnya suatu
organisasi unit bisnis sangat bergantung pada hal tersebut.
Batasan dari Unit Bisnis Lain
Salah satu masalah utama terjadi ketika suatu unit bisnis harus berurusan
dengan unit bisnis lain. Sangatlah berguna untuk memikirkan pengelolaan suatu pusat
laba dalam hal pengendalian atas tiga jenis keputusan1) keputusan produk (barang
atau jasa apa saja yang harus dibuat dan dijual); (2) keputusan pemasaran (bagaimana,
di mana, dan berapa jumlah barang atau jasa yang akan dijual?); dan (3) keputusan
perolehan (procurement) atau sourcing (bagaimana mendapatkan atau memproduksi
barang atau jasa). Jika seorang manajer unit bisnis mengendalikan ketiga aktivitas
tersebut, biasanya tidak akan ada kesulitan dalam melaksanakan tanggung jawab laba
dan mengukur kinerja. Pada umumnya, semakin besar tingkat integrasi dalam suatu
perusahaan, semakin sulit melaksanakan tanggung jawab pusat laba tunggal untuk
ketiga aktivitas tersebut dalam lini produk yang ada; yaitu, akan lebih sulit jika
keputusan produksi, sourcing, dan pemasaran untuk lini produk tunggal dipecah ke
dalam dua unit bisnis atau lebih, sehingga memisahkan kontribusi tiap-tiapunit bisnis
demi kesuksesan lini produk secara keseluruhan.

Batasan dari Manajemen Korporat

Batasan-batasan yang dikenakan oleh manajemen korporat dikelompokkan


menjadi tiga bagian: (1) batasan yang timbul dari pertimbangan-pertimbangan
strategis; (2) batasan yang timbul karena adanya keseragaman yang diperlukan; dan
(3) batasan yang timbuk dari nilai ekonomis sentralisasi.

Hampir semua perusahaan mempertahankan beberapa keputusan, terutama


keputusan finansial, pada tingkat korporat, setidaknya untuk aktivitas-aktivitas
domestik.Akibatnya, salah satu batasan utama atas unit bisnis berasal dari
pengendalian korporat terhadap investasi baru. Unit bisnis yang ada harus saling
bersaing satu sama lain untuk mendapatkan bagian dari dana yang tersedia. Oleh
karena itu, suatu unit bisnis dapat menemukan bahwa rencana aekspansinya gagal
karena ada manajer dari unit bisnis lain yang telah meyakinkan manajemen senior
bahwa unit bisnis tersebut memiliki program yang lebih menarik. Manajemen
korporat juga mengenakan batasan lainnya. Setiap unit bisnis memiliki suatu
perjanjuan” yang menyatakan aktivitas-aktivitas pemasaran dan/atau produksi yang
boleh dilaksanakan, dan unit bisnis tersebut harus menjaga untuk tida beroperasi di
luar perjanjian tersebut, meskipun jika unit bisnis tersebut melihat kesempatan laba
dengan melakukan hal itu. Selain itu, pemeliharaan citra korporat juga memerlukan
batasan atas kualitas produk atau atas aktivitas-aktivitas hubungan masyarakat.

Contoh. Pada pertengahan tahun 1990-an, Kinko’s Inc. Perusahaan fotokopi 24 jam
terbesar di Amerika Serikat, melakukan sentralisasi atas operasinya. Perusahaan
tersebut tadinya dibangun atas dasar persekutuan (partnership) ikut memiliki dan
mengoperasikan toko-toko Kinko’s di wilayah-wilayah yang berbeda, dan setiap unit
dalam perusahaan tersebut bertanggung jawab atas pembelian dan pendapatan
masing-masing. Ketika pendanaan Kinko’s disentralisasi pada tahun 1996, perusahaan
tersebut mengalami penurunan beban bunga dari $50jt menjadi $30jt. Hal tersebut
ternyata menghasilkan penghematan dari pelaksanaan sistem pembelian yang lebih
efisien.

Perusahaan-perusahaan mengenakan batasan pada unit-unit bisnis karena


kebutuhan akan keseragaman. Satu batasan adalah bahwa unit bisnis harus
menyesuaikan diri terhadap sistem pengendalian manajemen dan akuntansi
perusahaan. Batasan tersebut dapat menjadi masalah besar bagi unit-unit yan baru
diakuisisi dari perusahaan lain dan telah dirancang dengan menggunakan sistem
berbeda.

Contoh. Pada tahun 1989 Schering-Pough Corporation akhirnya menyelesaikan


usahanya selama tujuh tahun untuk melakukan instalasi sistem pengendalian dan
akuntansi perusahaan secara menyeluruh. Salah satu penyebab utama dari lamanya
proses tersebut adalah adanya kesulitan yang dialami oleh unit-unit bisnis dalam
mengimplementasikan sistem perusahaan yang dirancang khusus. Sebaliknya, General
Electric Corporation hanya membutuhkan sedikit informasi yang harus diserahkanke
kantor pusat dengan format tertentu; dan Nestle Company memperbolehkan unit-unit
bisnis untuk menyerahkan laporannya ke kantor pusat dalam bahasa Inggris, Prancis,
Jerman, atau Spanyol, karena para manajer seniornya dapat berbicara dalam banyak
bahasa (multilingual)

Kantor pusat korporat juga harus mengeluarkan biaya untuk penyeragaman dan
untuk kebijakan personalia lainnya, sama seperti penyeragaman etika, pemilihan
pemasok, kompter dan peralatan komunikasi, dan bahkan desain kop surat dari unit
bisnis.

Pada umumnya, batasan korporat tidak menimbulkan permasalahan yang fatal


dalam suatu struktur yang terdesentralisasi, selama hal itu dikemukakan secara eksplisit.
Manajemen unit bisnis harus memahami kebutuhan penyelarasan masalah dan harus
menghadapinya dengan lapang dada. Masalah-masalah utama cenderung timbul dalam
aktivitas jasa yang dilakukan oleh korporat. Sering kali unit bisnis mempercayai
(terkadang benar) bahwa jasa yang sama dapat diperloeh dari luar perusahaan dengan
biaya yang lebih rendah.

- Pusat Laba Lainnya


Cntoh-contoh pusat laba lainnya selain unit-unit bisnis, digambarkan di bawah ini.
a. Unit-unit Fungsional
Perusahaan multibisnis biasanya terbagi ke dalam unit-unit bisnis, di mana setiap
unit diperlakukan sebagai unit penghasil laba yang independen. Tetapi, subunit
yang ada dalam unit bisnis tersebut dapat saja terorganisasi secara fungsional.
Terkadang lebih mudah untuk membuat satu atau lebih unit fuungsional-misalnya
aktivitas operasi pemasaran, manufaktur, dan jasa-sebagai pusat laba. Tidak ada
prinsip-prinsip tertentu yang menyatakan bahwa jenis unit tertentu yang
merupakan pusat laba sementara yang lainnya bukan. Keputusan pihak
manajemen untuk pusat labanya haruslah berdasarkan besarnya pengaruh (bahkan
jika bukan pengendalian total) yang dilaksanakan oleh manajer unit terhadap
aktivitas yang mempengaruhi laba bersih.
Pemasaran
Aktivitas pemasaran dapat dijadikan sebagai pusat laba dengan membebankan
biaya dari produk yang terjual. Harga transfer ini memberikan informasi yang
relevan bagi manajer pemasaran dalam membuat trade-off
pendapatan/pengeluaran yang optimal, dan praktik standar untuk mengukur
manajer pusat laba berdasarkan profitabilitasnya akan memberikan evaluasi
terhadap trade-off yang dibuat. Harga transfer yang dibebankan ke pusat laba
harus berdasarkan biaya standar, dan bukan biaya aktual dari produk yang terjual.
Dengan menggunakan dasar biaya standar memisahkan kinerja biaya manufaktur,
di mana hal ini mempengaruhi perubahan tingkat efisiensi yang berada di luar
kendali manajer pemasaran.
Kapankah seharusnya kegiatan pemasaran dapat diberikan tanggung jawab
laba? Kapan manajer pemasaran berada pada posisi yang tepat untuk membuat
trade-off pendapatan/pengeluaran yang mendasar. Hal ini sering terjadi pada saat
ada kondisi yang berbeda di wilayah geografis yang berbeda pula-misalnya,
aktivitas pemasaran luar negeri. Dalam aktivitas semacam ini, sangat sulit untuk
mengendalikan secara terpusat keputusan-keputusan seperti bagaimana
memasarkan suatu produk; bagaimana menentukan harga; kapan dan berapa besar
pengeluaran yang akan dihabiskan untuk promosi penjualan, dan pada media
mana saja; bagaimana melatih orang-orang bagian penjualan ataupun dealer; di
mana dan kapan dapat menciptakan dealer yang baru.

Manufaktur
Aktivitas manufaktur biasanya merupakan pusat beban, di mana manajemen
dinilai berdasarkan kinerja versus biaya standar dan anggaran overhead. Tetapi,
ukuran ini dapat menimbulkan masalah, karena ukuran tersebut tidak
mengindikasikan sejauh mana kinerja manajemen atas seluruh aspek dari
pekerjaannya. Sebagai contoh:
 Seorang manajer dapat lalai melaksanakan pengendalian mutu,
mengirimkan produk dengan kualitas inferior dalam rangka mendapatkan
nilai dari biaya standar.
 Seorang manajer dapat saja enggan untuk menginterupsi jadwal produksi
guna memproduksi pesanan darurat dalam memenuhi permintaan
konsumen.
 Seorang manajer yang diukur dengan standar yang ada dapat saja kurang
termotivasi untuk memproduksi produk-produk yang sulit dibuat-atau
untuk meningkatkan standar itu sendiri.

Oleh karena itu, di mana kinerja proses manufaktur diukur terhadap biaya
standar, dianjurkan untuk membuat evaluasi yang terpisah atas aktivitas-aktivitas
seperti pengendalian mutu, penjadwalan produk, dan keputusan buat atau beli (make-
or-buy decision).

- Metode Penentuan Pembebanan (dalam persen)


(Tabel, sumber Richard F. Vancil, Decentralization)
Salah satu cara untuk mengukur aktivitas organisasi manfaktur secara
keseluruhan adalah dengan menjadikannya pusat laba dan memberikan nilai
berdasarkan untuk harga jual produk dikurangi dengan estimasi biaya pemasaran.
Cara seperti ini jauh dari sempurna, sebagian karena banyak faktor yang
mempengruhi volume dan kombinasi penjualan berada di luar jangkauan kendali
manajer manufaktur. Meskipun demikian, hal ini masih lebih baik (dalam kasus
tertentu) daripada menganggap operasi manufaktur hanya bertanggung untuk biaya.
Bebarapa pengarang tetap berpendapat bahwa unit manufaktur sebaiknya tidak
dijadikan pusat laba kecuali jika unit tersebut menjual sejumlah besar hasil
produksinya konsumen luar; mereka menganggap bahwa unit yang prioritasnya
adalah menjual ke unit bisnis lain sebagai pusat laba semu atas dasar bahwa
pendapatan yang dihasilkan dari penualan ke unit lain dalam perusahaan merupakan
fakta yang palsu. Walaupun begitu , beberapa perusahaan membuat pusat laba untuk
unit semacam ini. Perusahaan tersebut percaya bahwa, jika dirancang dengan baik,
sistem tersebut dapat menciptakan insentif yang sama dengan yang didapat dari
penjualan ke konsumen luar.

Unit Pendukung dan Pelayanan

Unit-unit pemeliharaan, teknologi informasi, transportasi, teknik, konsultan, layanan


konsumen, dan aktivitas pendukung sejenis dapat dijadikan sebagaipusat laba. Hal ini
dapat dioperasikan kantor pusat dan divisi pelayanan perusahaan, atau dapat dipenuhi
di dalam unit bisnis itu sendiri. Unit bisnis tersebut membebankan biaya pelayanan
yang diberikan, dengan tujuan finansial untuk menghasilkan bisnis yang mencukupi
sehingga pendapatan setara dengan pengeluaran. Standar pembebanan biaya seperti
itu ditunjukkan ada Tampilan 5.2. (Perusahaan yang melakukan pembebanan
“berdasarkan penggunaan” mungkin memperlakukan unit tersebut sebagai pusat laba.)
Biasanya, unit yang menerima jasa ini memiliki opsi untuk mendapatkan jasa yang
sama dari pemasok luar, sehingga asalkan pemasok tersebut menawarkan jasa dengan
kualitas yang sama dengan harga yang lebih murah.

Contoh. Untuk mengurngi biaya, Singapore Airlines membuat pusat laba seperti
Singapore Airlines Engineering Company dan Singapore Airport Terminal Services
(yang memiliki tiga pusat laba di dalamnya : jasa airport, catering, dan keamanan).
Unit-unit tersebut dirancang sedemikian rupa sehingga Singapore Airlines dapat
memperoleh jasa yang sama dengan yang ditawarkan oleh pihak luar.

Pada tahun 2001-2002, ketika perusahaan penerbangan menghadapi masalah


yang signifikan (sebagian disebabkan oleh sergan teroris di Amerika Serikat),
Singapore Airlines membukukan laba lebih dari yang diprediksikan. Hal ini terjadi
karena kinerja yang kuat dari Singapore Airline Engineering Company dan Singapore
Airport Terminal Services. Faktnya, Singapore Airlines Engineering Company
diperkirakan akan melalui pertumbuhan cepat selama periode 2002-2006.

Swissair mengubah Engineering and Maintenance Division (EMD) yang


dimilikinya dari pust biaya menjadi pusat laba untuk mendapatkan pengendalian yang
lebih besar atas struktur biaya EMD dan untuk membuat EMD menjadi lebih
responsif terhadap kebutuhan konsumen internalnya serta lebih kompetitif terhadap
konsumsi eksternal. Singkatnya, Swissair ingin agar EMD menjadi unit yang
independen dalam memberikan keuntungan bagi perusahaan.

Ketika unit jasa dikelola sebagai pusat laba, para manajernya termotivasi untuk
mengendalikan biaya supaya para konsumen tidak lari, sementara para manajer unit penerima
termotivasi untuk membuat keputusan mengenai paka jasa yang diterima sesuai dengan
harganya.

Contoh. Pada tahun 2001, Schulumberger Ltd. Dan Halliburton Coorperation,


dua perusahaan jasa perminyakan terbesa, membuat pusat laba teknologi informasi
yang menyediakan baik jasa internal maupun memberikan penawaran jasa kepada
klien. Pada kuartal kedua tahun 2001, divisi TI Shlumberger menerima pendapatan
$560 juta, sekitar 15% pendapatan kuartalan perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai