Anda di halaman 1dari 7

AL-MURSHALAH, Vol. 2, No.

1, Januari – Juni 2016 • p-ISSN: 2442-7268 • e-2621-8240

BATASAN AURAT WANITA DALAM PERSPEKTIF


HUKUM ISLAM

Oktariadi S1

Email: oktariyadi@yahoo.co.id

Info Artikel Abstrak


__________ ___________________________________________________________________

Sejarah Artikel: Busana muslimah tidak identik dengan busana wanita Arab, sebab Islam
Dipublikasi Januari 2016 tidak menentukan model busana muslimah tertentu. Karena itu, segala
model busana cocok untuk Islam, sepanjang memenuhi kriteria menutup
‘aurat. Dalam kondisi tertentu, sesuai dengan pekerjaan dan profesinya,
terkadang wanita boleh jadi tidak dapat menutup semua auratnya,
karena diserta hajat yang memaksa, maka wanita menerima keadaan
seperti itu. Persoalan itulah yang akan dikaji dalam tulisan ini, sehingga
akan ditemukan solusinya. Tujuan kajian ini untuk melihat batasan aurat
wanita dalam perspektif hukum Islam. Hasil kajian menunjukkan bahwa
aurat wanita yang wajib ditutup adalah segenap bagian tubuhnya,
kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Sebagian ulama menambahkan
dua telapak kakinya. Batasan ‘aurat yang demikian itu berlaku ketika
wanita sedang melaksanakan shalat dan ketika berhadapan dengan laki-
laki selain suami dan muhrimnya. Apabila ketika wanita berhadapan
dengan muhrimnya atau laki-laki lain yang tidak memiliki syahwat, maka
batasannya menjadi longgar, sehingga rambut, leher, kedua tangan
sampai siku dan kedua kaki sampai lutut tidak termasuk dalam kategori
‘aurat yang tidak wajib ditutup.

Kata Kunci : Batasan, Aurat Wanita dan Hukum Islam

• p-ISSN: 2442-7268 • e-2621-8240

Alamat Korespondensi:
Kampus STAI Tapaktuan, Jalan T. Ben Mahmud, Lhok Keutapang, Aceh Selatan,
Email: jurnal.staitapaktuan@gmail.com

1Oktariyadi S, MA merupakan Dosen Tetap Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyah (ASY) Sekolah Tinggi

Agama Islam (STAI) Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan.


20
AL-MURSHALAH, Vol. 2, No. 1, Januari – Juni 2016 • p-ISSN: 2442-7268 • e-2621-8240

PENDAHULUAN minimal bagian tubuh manusia yang wajib


Konsep aurat dalam kajian ulama, ditutup berdasarkan perintah Allah.4
baik pada laki-laki dan wanita masih aktual Berdasarkan pengertian ini, dapat dipahami
untuk diperbincangkan seiring dengan bahwa ‘aurat tidaklah identik dengan
perkembangan umat manusia itu sendiri. Sisi bahagian tubuh yang ditutup menurut adat
singgung antara umat manusia dan suatu kelompok masyarakat.
perubahan situasi dan kondisi secara linier Apabila pengertian di atas dikenakan
berdampak kepada pandangan umat pada tubuh wanita, maka hal itu terkait
terhadap ajaran agamanya. Ada yang dapat dengan situasi mana wanita itu berada. Secara
berubah atau yang disebut dengan “al- umum, situasi itu dapat dibedakan dalam tiga
mutaghaiyyirât” dan ada yang tidak berubah hal, yaitu; Ketika ia berhadapan dengan Tuhan
yang disebut dengan “al-tsawâbit.” Sebagian dalam keadaan shalat, Ketika ia berada di
ulama kontemporer berpendapat bahwa tengah-tengah muhrimnya, dan ketika ia
konsep aurat termasuk dalam al- berada di tengah-tengah orang yang bukan
mutaghaiyyirat, akan tetapi, pendapat ulama muhrimnya. Berdasarkan syari’at, baik yang
klasik sebaliknya. Namun, sebagai neraca disebutkan dalam al-Qur’ān dan Ḥadītṣ,
dalam hal ini perlu untuk memperhatikan maupun Ijtihad ulama, ternyata batas-batas
kaedah fikih “al-ḥukmu yadūru ma’a al-illati aurat wanita tidak tidak sama dalam tiga
wujudan wa ‘adaman.” Tentunya, dengan keadaan tersebut.
memperhatikan pengamalan Nabi
Muhammad Saw dan para sahabat. Sebab, Batas-batas Aurat Wanita
era itu merupakan contoh yang seharusnya Jumhur ulama sepakat bahwa aurat
menjadi tolak ukur dalam mengaplikasikan wanita yang wajib ditutup ketika shalat
ajaran Islam dewasa ini. Sehingga wajah adalah segenap anggota tubuhnya, kecuali
Islam yang bersifat universal dan relevan muka dan telapak tangannya. Muka dan dua
dengan masa kontemporer dapat dihadirkan. telapak tangan itu, menurut Sayyid Sabiq
Busana muslimah tidak identik dengan adalah bahagian tubuh yang dibolehkan
busana wanita Arab, sebab Islam tidak tampak sesuai dengan kalimat illaa mā zāhā
menentukan model busana muslimah minhā dalam QS. an-Nūr ayat 31.5
tertentu. Karena itu, segala model busana Ibnū Taimiyah menjelaskan bahwa Abū
cocok untuk Islam, sepanjang memenuhi Ḥanifah membolehkan telapak kaki wanita
kriteria menutup ‘aurat. Dalam kondisi tampak dalam shalat, dan ini adalah pendapat
tertentu, sesuai dengan pekerjaan dan yang paling kuat, berdasarkan riwayat dari
profesinya, terkadang wanita boleh jadi tidak Aisyah yang memasukkan dua telapak kaki itu
dapat menutup semua auratnya, karena ke dalam kategori tubuh yang boleh tampak
diserta hajat yang memaksa, maka wanita sesuai dengan potongan ayat tersebut.6 Dua
menerima keadaan seperti itu. Persoalan telapak kaki tidak termasuk punggung. Hal ini
itulah yang akan dikaji dalam tulisan ini, berdasarkan riwayat dari Ummī Salmah yang
sehingga akan ditemukan solusinya. menanyakan kepada Rasul tentang bolehnya
melaksanakan shalat dengan hanya
KAJIAN KONSEPTUAL menggunakan baju dan kudung, maka
Makna Aurat dalam Islam Rasulullah Saw. Bersabda Izā kāna al dār’a
Aurat menurut bahasa adalah sesuatu sāigan yaguzzu zuhūri qadamaih (Jika baju itu
yang menimbulkan rasa malu, sehingga cukup menutupi punggung dua telapak
seseorang terdorong untuk menutupnya.2 kakimu.) 7 Pendapat ini berbeda dengan
Sedangkan secara terminologi dalam hukum pendapat al-Syafi’ī yang tidak membolehkan
Islam, ‘aurat adalah bagian badan yang tidak
boleh kelihatan menurut syariat Islam3 batas 4Al-Ḥusaynī, Kifayatul al-Akhyar, Juz. I,
(Kairo: Isa al-Ḥalabī, t.t), hal. 92.
2Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa 5Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, jilid I, (Dār-

Indonesia, (Jakarta: PN. Bakai Pustaka, 1984),hal. al-Kitab al-Arabī, tt), hal. 114.
65. 6Ibnu Taimiyah, Hijab al-Ma’ah dalam
3Louis Ma’ruf, Al-Munjīd fi al-Lughah, Majmu’ Rasaīl fil al-Hijab wa al-Safur.
(Beyrut: Dār al- Masyruq, 1973), hal. 537. 7Sabiq, Fiqh Sunnah, hal. 114.

Oktariyadi S, MA |21
AL-MURSHALAH, Vol. 2, No. 1, Januari – Juni 2016 • p-ISSN: 2442-7268 • e-2621-8240

dua telapak kaki itu tampak dalam shalat.8 mengatakan bahwa sebagian besar fuqaha
Batas ‘aurat wanita di luar shalat, harus menilai apa yang wajib ditutup dalam shalat
dibedakan antara dua keadaan, yakni ketika (ketika berhadapan dengan Tuhan) wajib pula
berhadapan dengan muhrimnya sendiri atau ditutup dari pandangan orang lain yang bukan
yang disamakan dengan itu, dan ketika muhrim.11
berhadapan dengan orang yang bukan
muhrimnya. Kewajiban Menutup Aurat
Ulama berbeda pendapat mengenai Pembicaraan masalah ‘aurat selalu saja
batas aurat wanita di depan muhrimnya. al- mengacu kepada dua ayat al-Qur’ān yaitu
Syafi’īyah mengatakan bahwa ‘aurat wanita surah an-Nūr ayat 31 dan al-Ahzāb ayat 59, di
ketika berhadapan dengan muhrimnya adalah samping ayat-ayat lain dan sejumlah Ḥadīṣ
antara pusat dengan lutut. Selain batas Rasulullah Saw. Dua ayat yang dimaksud
tersebut, dapat dilihat oleh muhrimnya dan sebagai berikut:
oleh sesamanya wanita. Pendapat lain
         
mengatakan bahwa segenap badan wanita
adalah ‘aurat di hadapan muhrimnya, kecuali
kepala (termasuk muka dan rambut), leher,         
kedua tangan sampai siku dan kedua kaki
sampai lutut, karena semua anggota badan     
tersebut digunakan dalam pekerjaan sehari-
hari.9 Dan janganlah mereka menampakkan
Adapun yang dimaksud dengan mahram perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak
atau yang disamakan dengan itu sebagai yang dari padanya. dan hendaklah mereka
tercantum dalam surah an-Nūr ayat 31. menutupkan kain kudung ke dadanya, dan
adalah; suami, ayah, ayah suami, putra laki- janganlah menampakkan perhiasannya kecuali
laki, putra suami, saudara, putra saudara laki- kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau
laki, putra saudara perempuan, wanita,
ayah suami mereka, . . .12
budaknya, pelayan laki-laki yang tak
bersyahwat, atau anak yang belum mengerti       
tentang aurat wanita. Selain itu, dalam surat
an-Nisā disebutkan pula saudara bapak dan
         
saudara ibu.
Menurut Ibnū Taimiyah, yang disebut
muhrim diantara orang-orang tersebut di atas,      
hanyalah orang yang diharamkan mengawini
wanita untuk selama-lamanya karena Hai Nabi, Katakanlah kepada istri-istrimu,
hubungan keluarga atau persemendaan.10 anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang
Berbeda dengan itu, aurat wanita ketika mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan
berhadapan dengan orang-orang yang bukan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." yang
muhrimnya, menurut kesepakatan ulama demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
adalah meliputi seluruh tubuhnya, selaian dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu.
muka dan dua telapak tangan dan kakinya. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Karena itulah, seorang laki-laki dapat saja Penyayang.13
melihat bagian-bagian tersebut pada tubuh
wanita yang dilamarnya.10 Di sini tampaknya Pada dasarnya, tidak ada perselisihan
batasan ‘aurat wanita sama dengan batasan pendapat mengenai kewajiban menutup aurat.
‘auratnya ketika shalat. Ibnū Taimiyah Yang diperselisihkan adalah batas-batas aurat
wanita dan bagian-bagian tubuh yang boleh

8Al-Syafi’ī,Al-Umm, Juz I, (Bairūt : Dār al-


Fikr, 1983), hal. 109. 11Ibnu
Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Juz II,
9An-Ramli, Nihayat al-Muhtajj, Juz IV, (Kairo: Mustafa al-Ḥalabī, 1960), hal. 9.
(Kairo: Mustafa al-Ḥalabī, t.t), hal. 188-189. 12Departemen Agama RI. Al-Qur’ān dan
10Ibnu Taimiyah, Hijab al-Ma’ah dalam Terjemahannya.
Majmu’ Rasaīl fil al-Hijab wa al-Safur. 13Ibid,.

22| Batasan Aurat Wanita dalam Perspektif Hukum Islam


AL-MURSHALAH, Vol. 2, No. 1, Januari – Juni 2016 • p-ISSN: 2442-7268 • e-2621-8240

kelihatan. Al-Qurṭubī, mengatakan bahwa wajib ditutup, baik ketika berhadapan dengan
menurut kebiasaan adat dan ibdah dalam muhrimnya (selain suaminya) lebih-lebih lagi
Islam, wajah dan dua telapak tangan itulah ketika berhadapan dengan orang lain. Di
yang biasanya kelihatan, sehingga samping itu, terdapat pula ‘aurat yang wajib
pengecualian dalam ayat 31 Surah an-Nūr ditutup pada saat berhadapan dengan orang
merujuk kepada dua bahagian tubuh tersebut. lain, tetapi ketika berhadapan dengan
Selain dari itu, wajib ditutup, berdasarkan muhrimnya tidak lagi wajib ditutup.
pula satu riwayat dari Asma binti Abū bakar Seperti yang telah diuraikan di atas,
bahwa ia pernah ditegur oleh Rasulullah Saw; batas ‘aurat wanita yang wajib ditutup ketika
“Hai Asma’, sesungguhnya wanita yang sudah berhadapan dengan muhrimnya (selain
balig tidak boleh tampak dari badannya suaminya), menurut al-Syafi’īy adalah antara
kecuali ini, lalu Rasul menunjuk wajah dan pusat dan lutut; sedangkan menurut Mālikiyah
dua telapak tangannya.”14 Tujuan menutup dan Ḥanabilah, adalah selain kepala (wajah
‘aurat adalah untuk menghindari fitnah. dan rambut), leher, tangan sampai siku dan
Karena itu, sebahagian ulama, di antaranya kaki sampai lutut. Demikian batas ‘aurat yang
Ibnu Khuwayzī Mandad, menegaskan wajib ditutup secara mutlak, yakni wajib
berdasarkan ijtihadnya bahwa bagi wanita ditutup di hadapan muhrim dan yang bukan
yang sangat cantik, wajah dan telapak muhrim.
tangannya pun dapat menimbulkan fitnah, Adapun jika berhadapan laki-laki selain
sehingga wajib pula menutup wajah dan muhrim, ‘aurat wanita yang wajib ditutup
telapak tangannya itu.15 Berdasarkan adalah segenap tubuhnya selain muka dan
pendapat inilah sehingga kebanyakan wanita kedua telapak tangannya. Ini berarti bahwa
Arab memakai cadar penutup muka. beberapa bahagian tubuhnya, seperti rambut,
Kewajiban menutup aurat adalah juga leher, tangan sampai siku dan kali sampai
dimaksudkan untuk membedakan antara lutut, wajib ditutup hanya jika berhadapan
wanita terhormat dan wanita jalanan. Hal ini laki-laki yang bukan muhrim, tetapi ketika
berdasarkan sebab turunnya ayat tersebut. berhadapan dengan muhrimnya sendiri
Menurut al-Qurṭubī, ayat 59 surat al-Ahzāb itu bahagian tubuh tersebut tidak menjadi ‘aurat
turun sebagai teguran atas kebiasaan wanita- dan tidak wajib ditutup. Jadi, bahagian-
wanita Arab yang keluar rumah tanpa bahagian tubuh tersebut sifat keauratannya
mengenakkan jilbab. Karena tidak la tergantung pada keadaan atau biasa disebut
memakai jilbab, kaum laki-laki sering ‘aurat ‘arīdī. Sedangkan aurat yang tidak
mengganggu mereka, dan diperlakukan tergantung pada keadaan disebut ‘aurat zātī.
seperti budak. Untuk mencegah hal itu, maka Dengan demikian, ‘aurat ‘arīdī
turunlah ayat tersebut.16 sebagaimana dipahami dari Q.S. al-Nūr ayat
Kewajiban menutup aurat dalam shalat 31, dapat saja dilihat oleh pelayan laki-laki
merupakan kewajiban yang sifatnya mutlak. yang tidak punya syahwat dan anak-anak yang
Artinya, hal itu tidak tergantung pada keadaan belum mengerti tentang ‘aurat, meskipun
apakah orang tersebut shalat tanpa ada orang mereka laki-laki lain (bukan muhrim), dan
melihatnya, atau shalat dalam gelap gulita, meskipun tidak dalam keadaan darurat.
sifatnya sama saja. Ibnū Taimiyah mengatakan Adapun dalam keadaan darurat, semua ‘aurat
bahwa menutup ‘aurat dalam shalat adalah baik zātī maupun ‘arīdī dapat saja
semata-mata hak Allah Swt.17 diperlihatkan. Menurut Abū Zahrah, menutup
Adapun menutup ‘aurat di luar shalat, aurat jika dipandang dari uṣul fiqh,
dalam batas-batas tertentu ada yang sifatnya dikategorikan dalam jenis kewajiban sekunder
mutlak dan ada yang sifatnya tidak mutlak. (wajib lighayrih), bukan kewajiban primer
Artinya, terdapat ‘aurat yang secara mutlak (wajib li zātī). Yang dimaksud dengan wajib
lighayrih adalah sesuatu yang wajib karena
14Al-Qurṭubī,
berkaitan dengan kewajiban lain yang menjadi
Tafsir al-Qurṭubī, Jilid VI,
pokok . Dalam hal ini, menutup aurat menjadi
(Kairo: Dār al-Sya’b, t.t), hal. 4621.
15Ibid,. wajib karena karena berkaitan dengan
16Ibid, hal. 5325. kewajiban pokok untuk menghindari
17Ibnu Taimiyah, Hijab al-Ma’ah dalam perzinaan. Adapun dalam hal timbulnya suatu
Majmu’ Rasaīl fil al-Hijab wa al-Safur. kesulitan meskipun tidak merupakan darurat,
Oktariyadi S, MA |23
AL-MURSHALAH, Vol. 2, No. 1, Januari – Juni 2016 • p-ISSN: 2442-7268 • e-2621-8240

maka menutup aurat dapat gugur, misalnya Dalam kaitan ini, perlu diperhatikan anjuran
untuk kepentingan pengobatan.18 Rasulullah Saw untuk menghindari kesamaan
antara pakaian wanita dan pakaian laki-laki
Hikmah Menutup ‘Aurat dan menghindari model atau warna pakaian
Setiap ajaran dalam Islam mempunyai yang mencolok mata dan memberi kesan
tujuan tertentu, termasuk ajaran menutup membanggakan diri.22
‘aurat. Diantara hikmahnya yang terpenting Uraian di atas mengandung arti bahwa
adalah agar wanita muslimah terhindar dari seorang wanita bebas menentukan model
fitnah kehidupan. Fitnah yang langsung pakaiannya menurut kebudayaan dan tingkat
mengenai ‘aurat ini ialah pelecehan seksual di peradaban masyarakatnya, sepanjang tidak
luar nikah, yang tentu saja merusak martabat menyimpang dari prinsip pokok yang telah
wanita dan merusak kemurnian keturunan ditetapkan syariat. Dengan demikian wanita
yang timbulkannya. Bahkan ada ulama yang muslimah Indonesia dapat saja merancang
berpendapat bahwa untuk menghindari kasus model busana yang sesuai dengan budaya dan
seksual secara mutlak, maka diharamkan atas tradisi Indonesia. Tanpa meninggalkan prinsip
siapa pun laki-laki (termasuk muhrim) untuk menutup ‘aurat, sehingga busana yang
melihat segenap bahagian tubuh wanita, dikenakan memberi kesan keislaman dan
kecuali suaminya sendiri.19 keindonesiaan. Busana muslimah tidak identik
Disamping itu, menutup ‘aurat juga model busana Arab, sebab yang penting
memberi nilai tambah bagi kehormatan menurut Islam ialah tertutupnya ‘aurat.
wanita. Dengan pakaian yang menutup ‘aurat, Perlu pula diketahui bahwa wanita
kita dapat menilai pribadi wanita yang Indonesia secara kultural berbeda dengan
terhormat dan wanita yang tidak terhormat. wanita Arab. Wanita Arab pada umumnya,
Salah satu riwayat yang menyebutkan bahwa terutama pada zaman Nabi, tidak disibukkan
ketika Nabi Saw. Mengawini Shafiyah, para oleh pekerjaan-pekerjaan yang berat, karena
sahabat berkata: Jika Nabi memerintahkan dia semua pekerjaan seperti itu dilakukan oleh
menutup ‘aurat, maka ia tergolong ummahat laki-laki atau budak-budak mereka. Dalam
al-mukminīn, tetapi jika Nabi tidak pada itu, wanita Indonesia sejak dahulu
memerintahkannya, maka ia hanyalah budak berdampingan dengan kaum laki-laki bekerja
Nabi. 20 Menutup ‘aurat juga mempunyai sama mengurus kehidupannya. Sejak dahulu
banyak manfaat dari sudut kesehatan jasmani, wanita Indonesia bekerja di kebun, di Saw ah,
bahkan dari sudut ekonomi terasa lebih di pantai menjemur ikan, di pabrik dan
hemat. sebagainya. Dalam suasana demikian itu,
Pertanyaan yang muncul ialah ‘aurat wanita tidak dapat tertutupi secara
bagaimana model busana yang diajarkan oleh normal, yakni ketika wanita petani bekerja di
Islam untuk menutup ‘aurat itu? Sebenarnya, Sawah tergenang air dan lumpur, memikul
Islam tidak pernah menetapkan suatu model peralatan dan hasil pertanian serta mengolah
busana untuk menutup ‘aurat. Islam hanya hasil laut yang dibawa pulang suaminya, dan
menentukan prinsipnya, yakni pakaian itu ketika mereka bekerja sebagai buru di pabrik-
harus menutup bagian-bagian tubuh yang pabrik.
masuk kategori ‘aurat. Untuk memenuhi Dalam fikih, ada ketentuan yang dapat
fungsinya sebagai penutup ‘aurat, hendaknya memberikan keringanan bagi wanita yang
pakaian itu tidak ketat atau tipis, sehingga bekerja berat seperti itu. Menurut fikih,
dapat memperlihatkan bentuk atau warna wanita budak (dalam dunia modern konsep
‘aurat yang ditutupinya. Yang penting budak telah dihapus) memperoleh keringanan
menurut Sabīq ialah tertutupnya ‘aurat itu, dalam soal ‘aurat dengan alasan hajat untuk
meskipun ukuran pakaian itu hanya hanya meringankan pekerjaan yang ditangani sehari-
sampai menutup batas-batas ‘aurat saja.21 hari.23 Dengan alasan hajat pula, maka

18Abū Zahrah, Uṣul al-Fiqh, (Dār al- Fikr al- 22Al-Syawkanī, Nayl al-Awthar, Juz.II,
Arabī, t.t), hal. 45. (Kairo; Mustafa al-Ḥalabī. t.t), hal. 131.
19An-Ramli, Nihayat … hal. 189. 23Pendapat yang paling masyhur adalah
20Taimiyah, Hijab al-Ma’ah … hal. 17. pendapat yang mengatakan bahwa ‘aurat wanita
21Sabiq, Fiqh Sunnah, hal. 114. budak hanya sebatas antara pusat dan lututnya
24| Batasan Aurat Wanita dalam Perspektif Hukum Islam
AL-MURSHALAH, Vol. 2, No. 1, Januari – Juni 2016 • p-ISSN: 2442-7268 • e-2621-8240

sebahagian anggota badan wanita merdeka ulama menambahkan dua telapak


yang dinilai ‘aurat dihadapan laki-laki lain, kakinya. Batasan ‘aurat yang demikian itu
tidak dinilai ‘aurat dihadapan mahramnya. berlaku ketika wanita sedang
Dalam dua kasus ini, terdapat keringanan melaksanakan shalat dan ketika
menyangkut ‘aurat dengan alasan hajat untuk berhadapan dengan laki-laki selain suami
mempermudah pekerjaan sehari-hari. dan muhrimnya;
Meskipun kasusnya berbeda, tapi wanita 2. Adapun ketika wanita berhadapan
petani, nelayan dan buruh sebagaimana yang dengan muhrimnya atau laki-laki lain
disebutkan itu, pekerjaannya juga sangat yang tidak memiliki syahwat dan anak-
berat. Maka menurut metode qiyas,syariat pun anak yang belum tahu soal ‘aurat wanita,
memberikan keringanan kepada mereka, maka batasan ‘aurat menjadi longgar,
ketika mereka tengah berada dalam sehingga rambut, leher, kedua tangan
pekerjaannya, apa salahnya jika wanita yang sampai siku dan kedua kali sampai lutut
pekerjaannya demikian berat diberikan tidak termasuk dalam kategori ‘aurat
dispensasi untuk tidak menutup beberapa yang tidak wajib ditutup;
anggota badannya. Tentu saja hal ini harus 3. Bahwa dalam kondisi tertentu, sesuai
dikaitkan dengan konsep ‘aurat zātī dan ‘aurat dengan pekerjaannya yang berat dan
‘arīdī sebagaimana yang telah dikemukakan. kasar, wanita Indonesia tidak dapat
‘aurat yang dapat di dispensasi di sini menutup semua ‘auratnya secara normal.
hanyalah hanyalah ‘aurat ‘arīdī yakni jenis Dalam keadaan demikian, berdasarkan
‘aurat yang berubah-ubah sifatnya menurut metode qiyas, mereka dapat memperoleh
keadaan. Akan tetapi harus diingat bahwa rukhshah, sehingga batasan ‘auratnya
kebolehan terbukanya betis, tangan sampai ketika bekerja, dipersamakan dengan
siku, dan leher tidak berlaku permanen, hanya batas-batas ‘aurat ketika berhadapan
berlaku dalam keadaan menyulitkan ketika dengan muhrimnya. Alasannya karena
bekerja. diserta hajat yang memaksa wanita
Kasus wanita pekerja kasar tersebut, menerima keadaan seperti itu.
tentu berbeda halnya dengan wanita karier
yang berprofesi sebagai guru, karyawati, SARAN-SARAN
aktivis organisasi, pembina institusi, direktris
perusahaan dan lain sebagainya. Mereka ini 1. Sudah seyogyanya seorang muslimah
tidak mungkin memperoleh dispensasi yang baik dapat memberi keteladanan
(rukhṣah) untuk tidak menutup segenap ‘aurat yang baik juga untuk muslim yang lain,
sebagaimana mestinya. Pekerjaan mereka demi terjaga fitnah pandangan maka
terlalu halus, dan tidak ada hajat yang pakaian yang disyariatkan merupakan
mengharuskan mereka membuka betis, salah satu yang harus di jaga oleh setiap
tangan sampai siku dan lehernya. Mereka muslim.
dapat melakukan pekerjaannya tanpa 2. Cara Busana muslimah tidak identik
terganggu oleh ketentuan segenap ‘auratnya. dengan busana wanita Arab, sebab Islam
tidak menentukan model busana
KESIMPULAN muslimah tertentu. Karena itu, segala
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan model busana cocok untuk Islam,
dalam beberapa hal, antara lain: sepanjang memenuhi kriteria menutup
1. Aurat wanit yang wajib ditutup adalah ‘aurat hendaknya di turuti dan dijalankan
segenap bagian tubuhnya, kecuali wajah oleh setiap muslimah.
dan dua telapak tangannya. Sebagian 3. Muslimah pasti nantinya menjadi ibu dari
anak-anaknya, maka sudah sepatutnya
cara berpakaian menjadi pelajaran
berharga untuk masa depan anak-
anaknya.
atau sama dengan batas ‘aurat laki-laki. Hal ini
sejalan dengan prinsip bahwa ‘aurat wanita budak
dalam shalat hanya pusat dan lututnya. Lihat, Ibnū
Qudamah, al- Mughnī, Juz I, (Riyad: al-Riyad al-
Ḥadisah, 1980), hal. 115.
Oktariyadi S, MA |25
AL-MURSHALAH, Vol. 2, No. 1, Januari – Juni 2016 • p-ISSN: 2442-7268 • e-2621-8240

DAFTAR BACAAN

Al-Qur’ān dan Terjemahannya.


Al-Ḥusaynī. (tt), Kifayatul al-Akhyar, Juz. I, Kairo: Isa al-Ḥalabī.
Al-Qurṭubī. (tt). Tafsir al-Qurṭubī, Jilid VI, Kairo: Dār al-Sya’b
Al-Syafi’ī. (1983). Al-Umm, Juz I, Bairūt : Dār al-Fikr.
Al-Syawkanī. (tt). Nayl al-Awthar, Juz.II, Kairo; Mustafa al-Ḥalabī.
An-Ramli.(t). Nihayat al-Muhtajj, Juz IV, Kairo: Mustafa al-Ḥalabī.
Ma’ruf, Louis. (1973). Al-Munjīd fi al-Lughah, Bairut: Dār al- Masyruq.
Poerwadarminta. (1984). Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: PN. Bakai Pustaka.
Qudamah, Ibnū. (1980). Al- Mughnī, Juz I, Riyad: al-Riyad al-Ḥadisah.
Rusyd, Ibnu. (1960). Bidayatul Mujtahid, Juz II, Kairo: Mustafa al-Ḥalabī.
Sabiq, Sayyid. (tt). Fiqh Sunnah, jilid I, Dār- al-Kitab al-Arabī.
Taimiyah, Ibnu Hijab al-Ma’ah dalam Majmu’ Rasaīl fil al-Hijab wa al-Safur.
Zahrah, Abū. (tt). Uṣul al-Fiqh, Dār al- Fikr al-Arabī.

26| Batasan Aurat Wanita dalam Perspektif Hukum Islam

Anda mungkin juga menyukai