Oktariadi S1
Email: oktariyadi@yahoo.co.id
Sejarah Artikel: Busana muslimah tidak identik dengan busana wanita Arab, sebab Islam
Dipublikasi Januari 2016 tidak menentukan model busana muslimah tertentu. Karena itu, segala
model busana cocok untuk Islam, sepanjang memenuhi kriteria menutup
‘aurat. Dalam kondisi tertentu, sesuai dengan pekerjaan dan profesinya,
terkadang wanita boleh jadi tidak dapat menutup semua auratnya,
karena diserta hajat yang memaksa, maka wanita menerima keadaan
seperti itu. Persoalan itulah yang akan dikaji dalam tulisan ini, sehingga
akan ditemukan solusinya. Tujuan kajian ini untuk melihat batasan aurat
wanita dalam perspektif hukum Islam. Hasil kajian menunjukkan bahwa
aurat wanita yang wajib ditutup adalah segenap bagian tubuhnya,
kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Sebagian ulama menambahkan
dua telapak kakinya. Batasan ‘aurat yang demikian itu berlaku ketika
wanita sedang melaksanakan shalat dan ketika berhadapan dengan laki-
laki selain suami dan muhrimnya. Apabila ketika wanita berhadapan
dengan muhrimnya atau laki-laki lain yang tidak memiliki syahwat, maka
batasannya menjadi longgar, sehingga rambut, leher, kedua tangan
sampai siku dan kedua kaki sampai lutut tidak termasuk dalam kategori
‘aurat yang tidak wajib ditutup.
Alamat Korespondensi:
Kampus STAI Tapaktuan, Jalan T. Ben Mahmud, Lhok Keutapang, Aceh Selatan,
Email: jurnal.staitapaktuan@gmail.com
1Oktariyadi S, MA merupakan Dosen Tetap Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyah (ASY) Sekolah Tinggi
Indonesia, (Jakarta: PN. Bakai Pustaka, 1984),hal. al-Kitab al-Arabī, tt), hal. 114.
65. 6Ibnu Taimiyah, Hijab al-Ma’ah dalam
3Louis Ma’ruf, Al-Munjīd fi al-Lughah, Majmu’ Rasaīl fil al-Hijab wa al-Safur.
(Beyrut: Dār al- Masyruq, 1973), hal. 537. 7Sabiq, Fiqh Sunnah, hal. 114.
Oktariyadi S, MA |21
AL-MURSHALAH, Vol. 2, No. 1, Januari – Juni 2016 • p-ISSN: 2442-7268 • e-2621-8240
dua telapak kaki itu tampak dalam shalat.8 mengatakan bahwa sebagian besar fuqaha
Batas ‘aurat wanita di luar shalat, harus menilai apa yang wajib ditutup dalam shalat
dibedakan antara dua keadaan, yakni ketika (ketika berhadapan dengan Tuhan) wajib pula
berhadapan dengan muhrimnya sendiri atau ditutup dari pandangan orang lain yang bukan
yang disamakan dengan itu, dan ketika muhrim.11
berhadapan dengan orang yang bukan
muhrimnya. Kewajiban Menutup Aurat
Ulama berbeda pendapat mengenai Pembicaraan masalah ‘aurat selalu saja
batas aurat wanita di depan muhrimnya. al- mengacu kepada dua ayat al-Qur’ān yaitu
Syafi’īyah mengatakan bahwa ‘aurat wanita surah an-Nūr ayat 31 dan al-Ahzāb ayat 59, di
ketika berhadapan dengan muhrimnya adalah samping ayat-ayat lain dan sejumlah Ḥadīṣ
antara pusat dengan lutut. Selain batas Rasulullah Saw. Dua ayat yang dimaksud
tersebut, dapat dilihat oleh muhrimnya dan sebagai berikut:
oleh sesamanya wanita. Pendapat lain
mengatakan bahwa segenap badan wanita
adalah ‘aurat di hadapan muhrimnya, kecuali
kepala (termasuk muka dan rambut), leher,
kedua tangan sampai siku dan kedua kaki
sampai lutut, karena semua anggota badan
tersebut digunakan dalam pekerjaan sehari-
hari.9 Dan janganlah mereka menampakkan
Adapun yang dimaksud dengan mahram perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak
atau yang disamakan dengan itu sebagai yang dari padanya. dan hendaklah mereka
tercantum dalam surah an-Nūr ayat 31. menutupkan kain kudung ke dadanya, dan
adalah; suami, ayah, ayah suami, putra laki- janganlah menampakkan perhiasannya kecuali
laki, putra suami, saudara, putra saudara laki- kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau
laki, putra saudara perempuan, wanita,
ayah suami mereka, . . .12
budaknya, pelayan laki-laki yang tak
bersyahwat, atau anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. Selain itu, dalam surat
an-Nisā disebutkan pula saudara bapak dan
saudara ibu.
Menurut Ibnū Taimiyah, yang disebut
muhrim diantara orang-orang tersebut di atas,
hanyalah orang yang diharamkan mengawini
wanita untuk selama-lamanya karena Hai Nabi, Katakanlah kepada istri-istrimu,
hubungan keluarga atau persemendaan.10 anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang
Berbeda dengan itu, aurat wanita ketika mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan
berhadapan dengan orang-orang yang bukan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." yang
muhrimnya, menurut kesepakatan ulama demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
adalah meliputi seluruh tubuhnya, selaian dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu.
muka dan dua telapak tangan dan kakinya. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Karena itulah, seorang laki-laki dapat saja Penyayang.13
melihat bagian-bagian tersebut pada tubuh
wanita yang dilamarnya.10 Di sini tampaknya Pada dasarnya, tidak ada perselisihan
batasan ‘aurat wanita sama dengan batasan pendapat mengenai kewajiban menutup aurat.
‘auratnya ketika shalat. Ibnū Taimiyah Yang diperselisihkan adalah batas-batas aurat
wanita dan bagian-bagian tubuh yang boleh
kelihatan. Al-Qurṭubī, mengatakan bahwa wajib ditutup, baik ketika berhadapan dengan
menurut kebiasaan adat dan ibdah dalam muhrimnya (selain suaminya) lebih-lebih lagi
Islam, wajah dan dua telapak tangan itulah ketika berhadapan dengan orang lain. Di
yang biasanya kelihatan, sehingga samping itu, terdapat pula ‘aurat yang wajib
pengecualian dalam ayat 31 Surah an-Nūr ditutup pada saat berhadapan dengan orang
merujuk kepada dua bahagian tubuh tersebut. lain, tetapi ketika berhadapan dengan
Selain dari itu, wajib ditutup, berdasarkan muhrimnya tidak lagi wajib ditutup.
pula satu riwayat dari Asma binti Abū bakar Seperti yang telah diuraikan di atas,
bahwa ia pernah ditegur oleh Rasulullah Saw; batas ‘aurat wanita yang wajib ditutup ketika
“Hai Asma’, sesungguhnya wanita yang sudah berhadapan dengan muhrimnya (selain
balig tidak boleh tampak dari badannya suaminya), menurut al-Syafi’īy adalah antara
kecuali ini, lalu Rasul menunjuk wajah dan pusat dan lutut; sedangkan menurut Mālikiyah
dua telapak tangannya.”14 Tujuan menutup dan Ḥanabilah, adalah selain kepala (wajah
‘aurat adalah untuk menghindari fitnah. dan rambut), leher, tangan sampai siku dan
Karena itu, sebahagian ulama, di antaranya kaki sampai lutut. Demikian batas ‘aurat yang
Ibnu Khuwayzī Mandad, menegaskan wajib ditutup secara mutlak, yakni wajib
berdasarkan ijtihadnya bahwa bagi wanita ditutup di hadapan muhrim dan yang bukan
yang sangat cantik, wajah dan telapak muhrim.
tangannya pun dapat menimbulkan fitnah, Adapun jika berhadapan laki-laki selain
sehingga wajib pula menutup wajah dan muhrim, ‘aurat wanita yang wajib ditutup
telapak tangannya itu.15 Berdasarkan adalah segenap tubuhnya selain muka dan
pendapat inilah sehingga kebanyakan wanita kedua telapak tangannya. Ini berarti bahwa
Arab memakai cadar penutup muka. beberapa bahagian tubuhnya, seperti rambut,
Kewajiban menutup aurat adalah juga leher, tangan sampai siku dan kali sampai
dimaksudkan untuk membedakan antara lutut, wajib ditutup hanya jika berhadapan
wanita terhormat dan wanita jalanan. Hal ini laki-laki yang bukan muhrim, tetapi ketika
berdasarkan sebab turunnya ayat tersebut. berhadapan dengan muhrimnya sendiri
Menurut al-Qurṭubī, ayat 59 surat al-Ahzāb itu bahagian tubuh tersebut tidak menjadi ‘aurat
turun sebagai teguran atas kebiasaan wanita- dan tidak wajib ditutup. Jadi, bahagian-
wanita Arab yang keluar rumah tanpa bahagian tubuh tersebut sifat keauratannya
mengenakkan jilbab. Karena tidak la tergantung pada keadaan atau biasa disebut
memakai jilbab, kaum laki-laki sering ‘aurat ‘arīdī. Sedangkan aurat yang tidak
mengganggu mereka, dan diperlakukan tergantung pada keadaan disebut ‘aurat zātī.
seperti budak. Untuk mencegah hal itu, maka Dengan demikian, ‘aurat ‘arīdī
turunlah ayat tersebut.16 sebagaimana dipahami dari Q.S. al-Nūr ayat
Kewajiban menutup aurat dalam shalat 31, dapat saja dilihat oleh pelayan laki-laki
merupakan kewajiban yang sifatnya mutlak. yang tidak punya syahwat dan anak-anak yang
Artinya, hal itu tidak tergantung pada keadaan belum mengerti tentang ‘aurat, meskipun
apakah orang tersebut shalat tanpa ada orang mereka laki-laki lain (bukan muhrim), dan
melihatnya, atau shalat dalam gelap gulita, meskipun tidak dalam keadaan darurat.
sifatnya sama saja. Ibnū Taimiyah mengatakan Adapun dalam keadaan darurat, semua ‘aurat
bahwa menutup ‘aurat dalam shalat adalah baik zātī maupun ‘arīdī dapat saja
semata-mata hak Allah Swt.17 diperlihatkan. Menurut Abū Zahrah, menutup
Adapun menutup ‘aurat di luar shalat, aurat jika dipandang dari uṣul fiqh,
dalam batas-batas tertentu ada yang sifatnya dikategorikan dalam jenis kewajiban sekunder
mutlak dan ada yang sifatnya tidak mutlak. (wajib lighayrih), bukan kewajiban primer
Artinya, terdapat ‘aurat yang secara mutlak (wajib li zātī). Yang dimaksud dengan wajib
lighayrih adalah sesuatu yang wajib karena
14Al-Qurṭubī,
berkaitan dengan kewajiban lain yang menjadi
Tafsir al-Qurṭubī, Jilid VI,
pokok . Dalam hal ini, menutup aurat menjadi
(Kairo: Dār al-Sya’b, t.t), hal. 4621.
15Ibid,. wajib karena karena berkaitan dengan
16Ibid, hal. 5325. kewajiban pokok untuk menghindari
17Ibnu Taimiyah, Hijab al-Ma’ah dalam perzinaan. Adapun dalam hal timbulnya suatu
Majmu’ Rasaīl fil al-Hijab wa al-Safur. kesulitan meskipun tidak merupakan darurat,
Oktariyadi S, MA |23
AL-MURSHALAH, Vol. 2, No. 1, Januari – Juni 2016 • p-ISSN: 2442-7268 • e-2621-8240
maka menutup aurat dapat gugur, misalnya Dalam kaitan ini, perlu diperhatikan anjuran
untuk kepentingan pengobatan.18 Rasulullah Saw untuk menghindari kesamaan
antara pakaian wanita dan pakaian laki-laki
Hikmah Menutup ‘Aurat dan menghindari model atau warna pakaian
Setiap ajaran dalam Islam mempunyai yang mencolok mata dan memberi kesan
tujuan tertentu, termasuk ajaran menutup membanggakan diri.22
‘aurat. Diantara hikmahnya yang terpenting Uraian di atas mengandung arti bahwa
adalah agar wanita muslimah terhindar dari seorang wanita bebas menentukan model
fitnah kehidupan. Fitnah yang langsung pakaiannya menurut kebudayaan dan tingkat
mengenai ‘aurat ini ialah pelecehan seksual di peradaban masyarakatnya, sepanjang tidak
luar nikah, yang tentu saja merusak martabat menyimpang dari prinsip pokok yang telah
wanita dan merusak kemurnian keturunan ditetapkan syariat. Dengan demikian wanita
yang timbulkannya. Bahkan ada ulama yang muslimah Indonesia dapat saja merancang
berpendapat bahwa untuk menghindari kasus model busana yang sesuai dengan budaya dan
seksual secara mutlak, maka diharamkan atas tradisi Indonesia. Tanpa meninggalkan prinsip
siapa pun laki-laki (termasuk muhrim) untuk menutup ‘aurat, sehingga busana yang
melihat segenap bahagian tubuh wanita, dikenakan memberi kesan keislaman dan
kecuali suaminya sendiri.19 keindonesiaan. Busana muslimah tidak identik
Disamping itu, menutup ‘aurat juga model busana Arab, sebab yang penting
memberi nilai tambah bagi kehormatan menurut Islam ialah tertutupnya ‘aurat.
wanita. Dengan pakaian yang menutup ‘aurat, Perlu pula diketahui bahwa wanita
kita dapat menilai pribadi wanita yang Indonesia secara kultural berbeda dengan
terhormat dan wanita yang tidak terhormat. wanita Arab. Wanita Arab pada umumnya,
Salah satu riwayat yang menyebutkan bahwa terutama pada zaman Nabi, tidak disibukkan
ketika Nabi Saw. Mengawini Shafiyah, para oleh pekerjaan-pekerjaan yang berat, karena
sahabat berkata: Jika Nabi memerintahkan dia semua pekerjaan seperti itu dilakukan oleh
menutup ‘aurat, maka ia tergolong ummahat laki-laki atau budak-budak mereka. Dalam
al-mukminīn, tetapi jika Nabi tidak pada itu, wanita Indonesia sejak dahulu
memerintahkannya, maka ia hanyalah budak berdampingan dengan kaum laki-laki bekerja
Nabi. 20 Menutup ‘aurat juga mempunyai sama mengurus kehidupannya. Sejak dahulu
banyak manfaat dari sudut kesehatan jasmani, wanita Indonesia bekerja di kebun, di Saw ah,
bahkan dari sudut ekonomi terasa lebih di pantai menjemur ikan, di pabrik dan
hemat. sebagainya. Dalam suasana demikian itu,
Pertanyaan yang muncul ialah ‘aurat wanita tidak dapat tertutupi secara
bagaimana model busana yang diajarkan oleh normal, yakni ketika wanita petani bekerja di
Islam untuk menutup ‘aurat itu? Sebenarnya, Sawah tergenang air dan lumpur, memikul
Islam tidak pernah menetapkan suatu model peralatan dan hasil pertanian serta mengolah
busana untuk menutup ‘aurat. Islam hanya hasil laut yang dibawa pulang suaminya, dan
menentukan prinsipnya, yakni pakaian itu ketika mereka bekerja sebagai buru di pabrik-
harus menutup bagian-bagian tubuh yang pabrik.
masuk kategori ‘aurat. Untuk memenuhi Dalam fikih, ada ketentuan yang dapat
fungsinya sebagai penutup ‘aurat, hendaknya memberikan keringanan bagi wanita yang
pakaian itu tidak ketat atau tipis, sehingga bekerja berat seperti itu. Menurut fikih,
dapat memperlihatkan bentuk atau warna wanita budak (dalam dunia modern konsep
‘aurat yang ditutupinya. Yang penting budak telah dihapus) memperoleh keringanan
menurut Sabīq ialah tertutupnya ‘aurat itu, dalam soal ‘aurat dengan alasan hajat untuk
meskipun ukuran pakaian itu hanya hanya meringankan pekerjaan yang ditangani sehari-
sampai menutup batas-batas ‘aurat saja.21 hari.23 Dengan alasan hajat pula, maka
18Abū Zahrah, Uṣul al-Fiqh, (Dār al- Fikr al- 22Al-Syawkanī, Nayl al-Awthar, Juz.II,
Arabī, t.t), hal. 45. (Kairo; Mustafa al-Ḥalabī. t.t), hal. 131.
19An-Ramli, Nihayat … hal. 189. 23Pendapat yang paling masyhur adalah
20Taimiyah, Hijab al-Ma’ah … hal. 17. pendapat yang mengatakan bahwa ‘aurat wanita
21Sabiq, Fiqh Sunnah, hal. 114. budak hanya sebatas antara pusat dan lututnya
24| Batasan Aurat Wanita dalam Perspektif Hukum Islam
AL-MURSHALAH, Vol. 2, No. 1, Januari – Juni 2016 • p-ISSN: 2442-7268 • e-2621-8240
DAFTAR BACAAN