Anda di halaman 1dari 15

2.

2 Anatomi Radiologi Kepala


A. Antomi Radiologi Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari lapisan jaringan lunak yang melapisi kranium
dan membentang dari garis buchal superior dan turbulensi oksipital ke
foramen supraorbital yang dibatasi oleh wajah di anterior dan oleh leher di
lateral dan posterior. Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP
yaitu Skin atau kulit, Connective Tissue Layer atau jaringan subkutis,
Aponeurosis Galea, Loose Areolar Connective Tissue atau jaringan ikat
longgar, dan Pericranium.1
1. Skin (kulit) merupakan lapisan pertama yang sifatnya tebal dan terdiri
dari folikel rambut serta kelenjar keringat (sebaceous).
2. Connective Tissue Layer (jaringan subkutis) merupakan lapisan
jaringan ikat yang memiliki septa-septa tempat saraf, limfaik dan
suplai vaskular terutama di atas galea.
3. Aponeurosis Galea biasa juga disebut sebagai epicranial aponeurosis,
merupakan lapisan terkuat berupa fascia yang melekat pada tiga otot
yaitu M. Frontalis, M. Occipitalis, dan M. Temporoparietalis.
4. Loose areolar connective tissue yang merupakan jaringan penunjang
longgar dan berfungsi sebagai bidang fleksibel yang memisahkan 3
lapisan teratas dari perikranium.
5. Perikranium merupakan periosteum yang melapisi tulang tengkorak,
serta melekat erat pada tulang kalvarial tengkorak dan berisi suplai
vascular yang penting untuk calvarium di bawahnya.
Gambar 2.1 Lapisan Kulit Kepala.
Sumber: Gray's atlas of anatomy. Edisi 2.2

B. Anatomi Radiologi Tulang Tengkorak (Skull)


Tulang tengkorak tersusun dari 22 tulang. Tulang tengkorak
dilekatkan dengan satu sama lain oleh sutura membentuk cranium, kecuali
mandibula yang membentuk rahang bawah. Cranium dapat dibagi lagi
menjadi 3 bagian yaitu:1
1. Bagian kubah atas (kalvarium), yang menutupi rongga tengkorak yang
berisi otak. Tulang yang membentuknya yaitu tulang temporal dan
parietal yang berpasangan, tulang frontal, sphenoid, dan occipital.
2. Bagian dasar yang terdiri dari lantai rongga tengkorak (basis kranii).
Tulang yang membentuknya yaitu tulang sphenoid, temporal, dan
occipital.
3. Bagian anterior bawah (viscerocranium). Tulang yang membentuknya
yaitu tulang hidung, palatine, lacrimal, zygomatic, maxillae, konka
nasal inferior, dan vomer.
Pada dasar tengkorak memiliki banyak lubang yang dilalui oleh saraf
dan pembuluh darah.
Gambar 2.2 Pengambilan Foto Rontgen Jarak Jauh, Penyinaran dari Samping.
Sumber: Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Edisi 22.3
Gambar 2.3 Tengkorak Cranium, Tampak Lateral.
Sumber: Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Edisi 22.3

C. Anatomi Radiologi Meninges


Otak dan medulla spinalis dilapisi oleh tiga lapisan jaringan ikat yang
disebut meninges yang terdiri dari tiga lapisan yaitu duramater,
arachnoidmater, dan piamater. Duramater secara konvensional terdiri dari
dua lapis yaitu lapisan endotel dan lapisan meningeal. Kedua lapisan ini
saling berhubungan erat, kecuali pada tempat-tempat tertentu keduanya
terpisah dan membentuk sinus venosus. Selain itu duramater juga
membentuk lipatan yang berbentuk bulan sabit yang terletak di garis tengah
antara kedua hemispherium cerebri yang di sebut falx cerebri, dan lipatan
yang menjadi atap fossa cranii posterior yang disebut tentorium cerebelli.
Arachnoideamater adalah membrana impremeabel halus yang meliputi otak
dan teretak di antara piamater di sebelah dalam dan duramater di sebelah
luar. Selaput ini dipisahkan dari duramater oleh ruang potensial yang
disebut spatium subdural, dan dari piamater oleh spatium subarachnoideum,
yang terisi oleh liquor cerebrospinalis. Piamater adalah membrana vaskuler
yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci
yang paling dalam. Embrana ini membungku saraf otak dan menyatu
dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk ke dalam substansi otak
juga diliputi oleh piamater.1
Pada ruang epidural yang terletak antara permukaan dalam dari
cranium dan duramater, terdapat arteri-arteri meningea. Diantara arteri yang
menyuplai darah pada daerah ini, Arteri meningea media yang merupakan
arteri yang paling sering mengalami rupture yang menyebabkan perdarahan
epidural.1
Pada permukaan otak terdapat pembuluh vena yang berjalan menuju
ke sinus venosus yaitu bridging veins yang melewati ruang subdural. Jika
terjadi rupture pada bridging veins maka menyebabkan terjadinya
perdarahan subdural.1

Gambar 2.4 Meninges potongan frontal setinggi ubun-ubun.


Sumber: Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Edisi 22.3
Gambar 2.5 CT-Scan Anatomi Meninges
Sumber: Jones, GL. CT-Brain Anatomy Meninges. 2019. Radiology Masterclass. 4

D. Anatomi Radiologi Parenkim Otak


Otak adalah susunan saraf pusat yang terletak di dalam cavum cranii,
dilanjutkan menjadi medulla spinalis setelah melalui foramen magnum.
Otak terdiri dari serebrum, serebellum, dan batang otak. Serebrum adalah
bagian terbesar dari otak dan terdiri dari dua hemisperium cerebri yang
dihubungkan oleh massa substantia alba yang disebut corpus collosum.
Serebrum dibagi menjadi dua belahan yaitu kiri dan kanan. Belahan kiri dan
kanan bertanggung jawab atas perilaku yang berbeda, yang dikenal sebagai
lateralisasi otak. Belahan kiri lebih dominan dengan kemampuan bahasa,
logika, dan matematika. Belahan kanan lebih kreatif, dominan dalam situasi
seni dan musik, dan intuisi. Ia membagi korteks menjadi empat lobus;
frontal, parietal, oksipital, dan temporal oleh sulkus yang berbeda. Lobus
frontal terletak di anterior sulkus sentral dan di atas sulkus lateralis, lobus
parietalis terletak di belakang sulkus sentrali dan di atas sulkus lateralis,
lobus oksipitalis terletak di bawah sulkus parieto-oksipitalis, dan di bawah
sulkus lateralis terletak lobus temporalis.1
Serebellum, yang merupakan bagian terbesar dari otak belakang,
terletak di fossa kranial posterior, di bawah tentorium cerebelli, posterior
terhadap pons dan medulla oblogata. Tentorium cerebelli, perpanjangan
materi dura, memisahkan serebellum dari serebrum. Ini terdiri dari dua
belahan yang disatukan oleh vermis dan dibagi menjadi tiga lobus - anterior,
posterior, dan flocculonodular, yang dipisahkan oleh dua celah transversal.
Fisura primer berbentuk V memisahkan lobus anterior dan posterior,
sedangkan fisura posterolateral memisahkan lobus posterior dan
flokulonodular. Fisura horizontal dalam yang ditemukan di dalam lobus
posterior memisahkan permukaan superior dan inferior dari serebelum. Otak
kecil kaya akan neuron, mengandung 80% neuron otak yang tersusun dalam
lapisan seluler yang padat.1
Batang otak adalah struktur yang menghubungkan serebrum otak ke
sumsum tulang belakang dan serebellum. Ini terdiri dari empat bagian dalam
urutan menurun yaitu diencephalon, otak tengah, pons, dan medulla
oblongata. Ini bertanggung jawab atas banyak fungsi vital kehidupan,
seperti pernapasan, kesadaran, tekanan darah, detak jantung, dan tidur.
Batang otak berisi banyak kumpulan penting materi putih dan abu-abu.
Materi abu-abu di dalam batang otak terdiri dari badan sel saraf dan
membentuk banyak inti batang otak yang penting. Saluran materi putih pada
batang otak mencakup akson saraf yang melintasi jalurnya ke struktur yang
berbeda; akson berasal dari badan sel yang terletak di tempat lain dalam
sistem saraf pusat (SSP). Beberapa badan sel saluran materi putih terletak di
dalam batang otak juga. Saluran ini berjalan baik ke otak (aferen) dan dari
otak (eferen) seperti jalur somatosensori dan saluran kortikospinal. Sepuluh
dari dua belas saraf kranial muncul dari inti saraf kranial di batang otak.
Dokter dapat melokalisasi lesi pada batang otak dengan pengetahuan
menyeluruh tentang fungsi dan anatomi batang otak. Aktivitas berikut
membahas inti, saluran, dan fungsi batang otak.1
Gambar 2.6 (1) Lobus Frontal; (2) Lobus Parietal, Panah - central sulcus.
Sumber: Bhargava R. CTI magingin Neurocritical Care. Indian J Crit Care Med. 2019; 23
(Supp l2): S98-S103. doi:10.5005/jp-journals-10071-23185.5

Gambar 2.7 (1) Substansi abu-abu; (2) Substansi Putih; (3) Lateral ventricles
Sumber: Bhargava R. CTI magingin Neurocritical Care. Indian J Crit Care Med. 2019; 23
(Supp l2): S98-S103. doi:10.5005/jp-journals-10071-23185.5
Gambar 2.8 (1) Nukleus Caudatus; (2) Nukleus Lentiform; (3) Internal capsule; (4)
Thalamus
Sumber: Bhargava R. CTI magingin Neurocritical Care. Indian J Crit Care Med. 2019; 23
(Supp l2): S98-S103. doi:10.5005/jp-journals-10071-23185.5

Gambar 2.9 Fissura Sylvian; (2) Mid brain; (3) Basal cisterns; (4) Serebellum
Sumber: Bhargava R. CTI magingin Neurocritical Care. Indian J Crit Care Med. 2019; 23
(Supp l2): S98-S103. doi:10.5005/jp-journals-10071-23185.5

E. Anatomi cairan serebrospinalis


Cairan serebrospinalis (liquor cerebrospinalis) di hasilkan oleh plexus
choroideus, yang terdapat di dalam ventriculus cerebri lateralis, tertius, dan
quartus. Cairan ini keluar dari sistem ventrikel otak melalui tiga foramen
pada atap ventriculus quartus dan masuk ke dalam spatium
subarachnoideum kemudian cairan ini mengalir ke atas, di atas permukaan
hemispherium cerebri dan ke bawah di sekitar medulla spinalis. Spatium
subarachnoideum spinalis meluas ke bawah sampai setinggi vertebra
sacralis ke dua. Akhirnya liquor masuk ke dalam aliran darah melalui villi
arachnoideales dengan berdisfusi melalui dindingnya. Selain membawa
sisasisa yang berhubungan dengan aktivitas neuron, cairan serebrospinal
juga merupakan cairan otak mengapung, mekanisme ini efektif untuk
melindungi otak terhadap trauma.1

Gambar 2.10 Gambaran ruang cairan serebrospinal pada CT scan.


Sumber: Bhargava R. CT Imaging in NeurocriticalCare.Indian J CritCare Med.
2019;23(Suppl2):S98-S103. doi:10.5005/jp-journals-10071-23185.5

F. Anatomi Sirkulus Willisi


Sirkulus willisi terletak didalam fosa interpedunkularis pada dasar
otak. Sirkulus ini terbentuk oleh anastomosis antara kedua a. carotis interna
dan kedua a. vertebralis. A. communicans anterior, a. cerebri anerior, a.
carotis interna, a. communicans posterior, a. cerebri posterior, dan a.
basilaris ikut membentuk sirkulus ini. Sirkulus willisi memungkinkan darah
yang masuk melalui a. carotis interna atau a. vertebralis didistribusikan ke
semua bagian dari kedua hemispherium cerebri. Cabang-cabang cortikal dan
sentral dari sirkulus ini menyuplai substansi otak.1
Kegunaan sirkulus willisi adalah untuk proteksi terjaminnya pasokan
darah ke otak apabila terjadi sumbatan di salah satu cabang. Misal bila
terjadi sumbatan parsial pada proksimal dari anterior cerebral arteri kanan,
maka arteri serebri kanan ini akan menerima darah dari arteri karotis
komunis melalui arteri serebri anterior kiri dan arteri komunis anterior.1
Gambar 2.11 anatomi sirkulus willisi
Sumber: Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Edisi 22.3

Gambar 2.12 Gambaran Sirkulus Willisi pada CT Angiografi


Sumber: Varga A, et all. (2018). Multidetector CT angiography of the Circle of Willis:
Association of its variants with carotid artery disease and brain ischemia. European
Radiology, 29(1), 46-56. doi:10.1007/s00330-018-5577-x.6

2.3. Jenis-Jenis Pemeriksaan Radiologi


A. X-Ray
X-Ray kepala adalah prosedur diagnostik yang dilakukan dengan sinar
X untuk mengetahui berbagai kelainan di bagian kepala, seperti pada kasus
sinusitis, mastoiditis, dan trauma wajah.7,8
Pada praktik klinis saat ini, rontgen kepala sudah mulai ditinggalkan
dan digantikan oleh CT scan kepala atau MRI karena lebih sensitif untuk
diagnosis lesi tulang dan lebih dapat menyajikan informasi mengenai otak
dan jaringan lain. Tetapi, rontgen kepala masih dianggap sebagai
pemeriksaan radiologi lini pertama pada pasien yang dicurigai mengalami
lesi kranium dan terkadang masih dipakai untuk menentukan arah
diagnosis.7,8
Rontgen kepala dapat digunakan untuk mengevaluasi implant surgikal
seperti shunt, implan koklea, kateter intratekal, dan deep brain stimulators.
Rontgen kepala juga bisa dipakai untuk survei skeletal, misalnya pada kasus
kecurigaan penganiayaan anak, displasia skeletal, myeloma multipel, dan
penyakit paget. Indikasi rontgen kepala adalah untuk evaluasi sinus
paranasal, evaluasi diagnostik cedera kepala, evaluasi implan surgikal
(misalnya implan koklea), evaluasi diagnostik trauma wajah, dan deteksi
gangguan pada maksila dan gigi.7,8
Tidak ada kontraindikasi rontgen kepala. Ibu hamil dan menyusui
diperbolehkan untuk melakukan prosedur rontgen kepala atas indikasi medis
yang jelas. Paparan sinar X yang digunakan pada rontgen kepala dalam
waktu singkat tidak menyebabkan gangguan pada janin. Saat ini, rontgen
kepala sudah mulai ditinggalkan sebagai modalitas diagnosis, dan mulai
digantikan oleh CT scan kepala atau MRI. Di negara maju, rontgen kepala
lebih sering dipakai untuk evaluasi implan surgikal seperti shunt, implan
koklea, dan kateter intratekal.7,8
B. CT Scan
Pemindaian Computed Tomografi (CT), juga dikenal sebagai,
terutama dalam literatur dan buku teks yang lebih tua, pemindaian
Computed Axial Tomografi (CAT), adalah prosedur pencitraan diagnostik
yang menggunakan sinar-X untuk membangun gambar penampang (irisan)
dari tubuh. Penampang tersebut direkonstruksi dari pengukuran koefisien
atenuasi berkas sinar-X dalam volume benda yang diteliti. CT didasarkan
pada prinsip dasar bahwa kepadatan jaringan yang dilewati oleh sinar x-ray
dapat diukur dari perhitungan koefisien atenuasi. Dengan menggunakan
prinsip ini, CT memungkinkan rekonstruksi kepadatan tubuh, dengan bagian
dua dimensi yang tegak lurus dengan sumbu sistem akuisisi.9
Sakit kepala dapat digunakan sebagai panduan untuk memprediksi
kemungkinan CT scan otak yang abnormal terkait dengan trauma setelah
trauma kepala ringan. Beberapa penelitian juga telah melaporkan muntah
sebagai gejala pasca trauma, yang memprediksi kelainan yang berhubungan
dengan trauma pada CT scan otak. Sakit kepala, muntah, penurunan
kesadaran atau amnesia, dan keracunan alkohol adalah empat indikator
risiko yang disarankan untuk indikasi CT scan otak pada trauma kepala
ringan. Dan di sebuah penelitian lain telah memperluas kriteria CT scan
otak pada pasien dengan trauma kepala ringan yang terdiri dari sakit kepala,
muntah, usia> 60 tahun, keracunan obat atau alkohol, defisit dalam memori
jangka pendek, bukti fisik trauma di atas klavikula, dan kejang.10
CT memiliki banyak keunggulan dibandingkan modalitas pencitraan
lain karena dapat dilakukan dalam beberapa menit dan tersedia secara luas
yang memungkinkan dokter untuk segera mengkonfirmasi atau
mengecualikan diagnosis dengan keyakinan yang lebih baik. Ini berdampak
besar pada bidang pembedahan di mana ia telah mengurangi kebutuhan akan
pembedahan darurat dari 13% menjadi 5% dan hampir membuat banyak
prosedur pembedahan eksplorasi punah. Penyerapan CT yang luas dalam
praktek klinis telah terbukti menurunkan proporsi pasien yang
membutuhkan rawat inap.11
C. MRI
MRI adalah suatu teknik pencitraan medis dalam pemeriksaan
diagnostik radiologi, yang menghasilkan rekaman citra potongan
penampang tubuh atau organ manusia dengan menggunakan medan magnet
dan resonansi getaran terhadap inti atom hydrogen. MRI merupakan pilihan
utama untuk mendeteksi kelainan intrakranial karena lebih sensitif
dibandingkan CT scan.12
Sekuen lain pada MRI yang dapat membantu diagnosis cedera kepala
adalah fluid attenuated inversion recovery (FLAIR). FLAIR merupakan
pulse sequence yang meniadakan sinyal dari cairan serebrospinal sehingga
gambaran hiperintens berkaitan dengan edema. T2 weighted-MRI
khususnya FLAIRMRI lebih sensitif untuk mendeteksi lesi traumatik
dibandingkan CT scan. Gradient-recalled echo (GRE) T2-weighted imaging
dan susceptibility weighted imaging (SWI) sering digunakan untuk
mengidentifikasi perdarahan yang tampak hipointens pada modalitas ini.
Penggunaan tiga sekuen sering digunakan untuk men-diagnosis cedera
kepala karena kemampuannya untuk menemukan kelainan tersembunyi;
kombinasi T1, T2, FLAIR, dan SWI telah diketahui dapat membuat
segmentasi dan model tiga dimensi pada edema dan perdarahan pada
substansia alba dan nigra.12

REFERENSI

1. Snell RS. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed 6.


Sugiharto L, penerjemah; Hartanto H, Listiawati E, editor. Jakarta:
EGC, 2006.
2. Drake RL, Richardson P, Tibbitts RM, Mitchell AWM, Vogl W. Gray's
atlas of anatomy. 2nd ed. Philadelphia: Elsevier churchill lvgst; 2015.
3. Sobotta. Atlas Anatomi Sobotta; Batang Badan, Panggul, Extremitas
Bawah. Ed 22. UP Brahm, Hartanto H, penerjemah; Putz R, Pabst R,
editor. Jakarta: EGC 2006.
4. Jones, GL. 2019. CT-Brain Anatomy Meninges. Radiology
Masterclass. Available from:
https://www.radiologymasterclass.co.uk/tutorials/ct/ct_brain_anatomy/c
t_brain_anatomy_meninges#top_1st_img
5. Bhargava R. CT Imaging in Neurocritical Care. Indian J Crit Care Med.
2019;23(Suppl 2):S98-S103. doi:10.5005/jp-journals-10071-23185.
6. Varga A, Leo GD, Banga PV. Csobay-Novák C, Kolossváry M,
Maurovich H.P, Hüttl K. (2018). Multidetector CT angiography of the
Circle of Willis: Association of its variants with carotid artery disease
and brain ischemia. European Radiology, 29(1), 46-56.
doi:10.1007/s00330-018-5577-x.
7. Özdemir M, M Das J. Skull Imaging. [Updated 2020 Apr 2]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;
2020 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK556122/
8. Faria KM, Brandão TB, Silva WG, et al. Panoramic and skull
imaging may aid in the identification of multiple myeloma lesions.
Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 2018;23(1):e38-e43. Published 2018
Jan 1. doi:10.4317/medoral.22123.
9. Knipe, Henry. Computed Tomography. Jurnal Radiopedia.
https://radiopaedia.org/articles/computed-tomography.
10. Sharif-Alhoseini M, Khodadadi H, Chardoli M, Rahimi-Movaghar
V. Indications for brain computed tomography scan after minor head
injury. J Emerg Trauma Shock. 2011;4(4):472-476.
doi:10.4103/0974-2700.86631.
11. Power SP, Moloney F, Twomey M, James K, O'Connor OJ, Maher
MM. Computed tomography and patient risk: Facts, perceptions and
uncertainties. World J Radiol. 2016;8(12):902-915.
doi:10.4329/wjr.v8.i12.902.
12. Sylvani. Peran neuoroimaging dalam diagnosis cedera kepala. 2017.
CDK-249/ vol. 44 no. 2

Anda mungkin juga menyukai