“PEMBERIAN ASI”
RUANG CENDRAWASIH RS IDAMAN BANJARBARU
STASE ANAK
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 7 & 8
III. Sasaran
Ibu yang sedang dalam proses menyusui dan memeriksakan bayinya ke poliklinik tumbuh
kembang.
IV.Materi
1. Pentingnya pemberian ASI dalam islam
V. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi / tanya jawab
VI.Media
Leaflet: Pemberian ASI menrut pandangan islam
VII. Pengorganisasian
Moderator : Syahri Fadillah
Penyaji : Nurul Islamy & Tia Parera
Fasilitator : Mirra Edhayantie & Fitri Yanti
Notulen : Yuni Khairunnisa
Tugas dan tanggung jawab organisasi :
1. Moderator
Membuka acara, bertanggung jawab dalam kelancaran diskusi pada penyuluhan
tentang pentingnya pemberian ASI, mengarahkan diskusi pada hal-hal yang terkait
pada tujuan diskusi, serta memicu peserta untuk berperan aktif.
2. Penyaji
Bertanggung jawab dalam memberikan penyuluhan dengan menggunakan bahasa
yang mudah dipahami peserta penyuluhan
3. Fasilitator
Memotivasi peserta untuk aktif berperan serta dalam diskusi, baik dalam
mengajukan usulan, pertanyaan, ataupun memberi jawaban.
4. Notulen
Mengamati jalannya kegiatan pertemuan, membuat catatan kecil tentang hal-hal
yang penting dari kegiatan tersebut dan mengevaluasi hasil pelaksanaan
penyuluhan.
2. Evaluasi Proses
a. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan
b. Peran dan tugas mahasiswa sesuai dengan perencanaan
c. Waktu yang direncanakan sesuai pelaksanaan
d. Sasaran penyuluhan dan mahasiswa mengikuti kegiatan penyuluhan sampai
selesai
e. Sasaran penyuluhan dan mahasiswa berperan aktif selama kegiatan berjalan
3. Evaluasi Hasil
Peserta mampu :
a. Menyebutkan pentingnya pemberian ASI dalam islam
PEMBERIAN ASI
1. Pengertian ASI
ASI adalah makanan bayi yang paling penting terutama pada bulan-bulan pertama
kehidupan. ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang
seimbang dan sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan bayi, karena ASI adalah makanan
bayi yang paling sempurna baik secara kualitas maupun kuantitas.
b) ASI sebagai sarana untuk mendekatkan sang ibu dengan buah hatinya
ASI, menjadi makanan utama sang buah hati, selain karena kegunaannya sebagai
makanan utama ASI juga berperan dalam mendekatkan kedekatan jiwa antara sang ibu
dan sang anak. Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi kalau anak yang mendapatkan
ASI eklusif dari sang ibu akan cenderung mempunyai kedekatan dan hubungan yang
lebih baik dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan asupan ASI.
هَؤُاَل ِء الاَّل تِي يَ ْمنَ ْعنَ أَوْ اَل َده َُّن أَ ْلبَانَه َُّن:يل ُ قُ ْل,َّات
َ ِ َما بَا ُل هَؤُاَل ِء؟ ق:ت ُ ق بِي فَإ ِ َذا بِنِ َسا ٍء تَ ْنهَشُ ثَ ْديَه َُّن ْال َحي
َ َثُ َّم ا ْنطَل
(HR. Ibnu Hibban dalam shahihnya 7491, Ibnu Khuzaimah 1986, dan Syaikh
Muqbil rahimahullah dalam Al-Jami’ush Shahih menyatakan: “Ini hadits shahih dari Abu
Umamah Al-Bahili radhiyallahu ‘anhu.” Hadis ini juga dinilai shahih oleh Imam Al-
Albani).
Ancaman hadis ini berlaku, ketika seorang ibu sengaja menghalangi anaknya untuk
mendapatkan nutrisi dari ASInya tanpa alasan yang dibenarkan. Sementara jika sang ibu
tidak memungkinkan untuk menyusui anaknya, baik karena faktor yang ada pada ibu
maupun pada si anak, insyaaAllah tidak termasuk dalam ancaman hadis ini. Karena itu,
tidak masalah jika anak diberi susu selain ASI ibunya. Islam membolehkan seseorang
menyusukan anaknya kepada orang lain, dengan kesepakatan upah tertentu. Di antara dalil
yang menunjukkan bahwa orang tua boleh menyusukan anaknya ke orang lain,
1. Firman Allah,
ِ ضعُوا أَوْ ال َد ُك ْم فَال ُجنَا َح َعلَ ْي ُك ْم إِ َذا َسلَّ ْمتُ ْم َما آتَ ْيتُ ْم بِ ْال َم ْعر
ُوف ِ َْوإِ ْن أَ َر ْدتُ ْم أَ ْن تَ ْستَر
“Jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila
kamu memberikan pembayaran menurut yang layak…” (QS. Al-Baqarah: 233).
2. Allah berfirman,
ض ُع لَهُ أُ ْخ َرى
ِ َْوإِ ْن تَ َعا َسرْ تُ ْم فَ َستُر
“Jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu)
untuknya…” (QS. At-Thalaq: 6)
3. Dalam syariat kita dikenal istilah ibu susu, saudara sepersusuan, dst. Bahkan karena
menyusu kepada orang lain, bisa menyebabkan hubungan mahram, sebagaimana layaknya
hubungan nasab. Sementara, mayoritas ulama menegaskan bahwa susuan bisa menyebabkan
mahram, jika diberikan sebelum berusia dua tahun. Al-Hafidz Ibnu Katsir mangatakan,
،رةŽŽ وأبي هري،ابرŽŽ وج،عودŽŽ وابن مس،اسŽŽ وابن عب،روي عن عليŽŽولين مŽŽد الحŽŽوالقول بأن الرضاعة ال تحرم بع
والجمهور، وعطاء، وسعيد بن المسيب، وأم سلمة،وابن عمر
“Pendapat yang menegaskan bahwa persusuan tidak menyebabkan mahram jika diberikan
setelah dua tahun merupakan riwayat dari Ali, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Jabir, Abu
Hurairah, Ibnu Umar, Ummu Salamah radhiyallahu ‘anhum. Kemudian Said bin Musayib,
Atha, dan mayoritas ulama.” (Tafsir Ibn Katsir, 1:634)
Ini semua menunjukkan syariat membolehkan si anak untuk disusui orang lain di masa anak
itu masih membutuhkan asi ibunya, yaitu sebelum menginjak usia dua tahun.
Pada keterangan di atas, seorang ibu diizinkan tidak menyusui anaknya, dengan disusukan
kepada wanita lain atau diberi susu formula. Namun tentu saja kebolehan ini tidak berlaku
mutlak. Ada beberapa syarat dan ketentuan yang wajib diperhatikan, diantaranya,
1. Suami tidak mewajibkan sang istri untuk menyusui anaknya
Ketentuan ini kembali pada aturan bahwa istri berkewajiban mentaati perintah suaminya.
Terlebih jika perintah itu demi kemaslahatan anaknya atau keluagnya.
إال، حŽŽ وما قاله الشيخ أص، بل إذا كانت في عصمة الزوج فيجب عليها أن ترضعه: وقال شيخ اإلسالم ابن تيمية
تىŽŽ ح، اŽŽ ال يرضعه إال أنت فإنه يلزمه: أما إذا قال الزوج، إذا تراضت هي والوالد بأن يرضعه غيرها فال حرج
هŽعيه فإنŽŽد أن ترضŽŽ ال ب: زوجŽال الŽ وق، هŽذى بŽŽه أن يتغŽناعيا يمكنŽا صŽŽ أو وجدنا له لبن، وإن وجدنا من يرضعه
. والنفقة كما ذكرنا في مقابل الزوجية والرضاع، يلزمها ؛ ألن الزوج متكفل بالنفقة
“Syaikhul Islam Ibnu taimiyah menegaskan, ‘Bahkan jika si ibu masih menjadi istri dari
suaminya, si ibu wajib menyusui anaknya’ dan apa yang disampaikan oleh Syaikhul islam
adalah pendapat yang benar. Kecuali jika si ibu dan si bapak merelakan untuk disusukan
orang lain, hukumnya boleh. Namun jika suami menyuruh: ‘Tidak boleh ada yang
menyusuinya kecuali kamu’ maka wajib bagi istri untuk menyusuinya. Meskipun ada orang
lain yang mau menyusuinya atau meskipun si bayi mau mengkonsumsi susu formula.
Selama suami menyuruh, ‘Kamu harus menyusui anak ini’ maka hukumnya wajib bagi istri.
Karena suami berkewajiban menanggung nafkah, dan status nafkah – seperti yang telah kami
jelaskan – merupakan timbal balik dari ikatan suami istri dan persusuan.” (asy-Syarhul
Mumthi’, 13/517)
Kewajiban orang tua adalah memberikan makanan bagi anaknya. Karena itu, jika ada anak
yang tidak mau minum susu kecuali asi ibunya, maka wajib bagi ibu untuk menyusuinya.
Jika si ibu tetap tidak bersedia, maka dia berdosa karena dianggap menelantarkan anaknya.
Al-Buhuti mengakan,
دŽو لم يوجŽا لŽ كم، ه عن الهالكŽاً لŽ حفظ، وهŽا ونحŽويلزم حرة إرضاع ولدها مع خوف تلفه بأن لم يقبل ثدي غيره
)ض ُع لَهُ أُ ْخ َرى
ِ ْ(وإِ ْن تَ َعا َسرْ تُ ْم فَ َستُر
َ : لقوله تعالى، فإن لم يخف تلفه لم تجبر, ولها أجرة مثلها, غيرها
“Wajib bagi wanita merdeka untuk menyusui anaknya ketika dikhawatirkan anaknya
terlantar karena tidak mau minum asi wanita lain atau susu lainnya. Dalam rangka menjaga
anak ini dari kematian. Sebagaimana juga ketika tidak dijumpai wanita lain yang bersedia
menyusuinya. Dan si istri berhak mendapatkan upah yang sewajarnya. Namun jika tidak
dikhawatirkan si anak terlantar (karena masih mau minum susu lainnya, pen) maka si istri
tidak boleh dipaksa. Berdasarkan firman Allah (yang artinya), ” jika kamu menemui
kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya..” (Syarh Muntaha
al-Iradat, 3:243)
Bahkan sebaliknya, jika ada anak yang justru muntah dengan asi ibunya, sang suami tidak
berhak memaksa istrinya untuk menyusui anaknya.
Kami sangat menyarankan agar para orang tua berusaha untuk memberikan ASI kepada
anaknya karena itu merupakan asupan terbaik bagi si anak, sebagaimana yang
direkondasikan ahli medis. Syariat mengajarkan agar setiap kebijakan atasan diarahkan
untuk kemaslahatan bawahannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Kalian semua adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban terhadap
bawahan yang kalian pimpin.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Allahu a’lam
Lama Pemberian ASI menurut pandangan islam terkandung dalam surah Al-Baqarah ayat
233
ِ ُ و ع لَ ى الْ م و لŽۚ َالر ض اع ة ِ ْ لِ م ن أَر اد أŽۖ ِ َام ل ِ ِ ِ
َّود لَ هُ ِر ْز ُق ُه ن َْ َ َ َ َ َّ َن يُ ت َّم َ َ َْ ات يُ ْر ض ْع َن أ َْو اَل َد ُه َّن َح ْو لَ نْي ِ َك نْي ُ َو الْ َو ال َدŽ۞
َو َع لَ ىŽۚ ود لَ هُ بِ َو لَ ِد ِه ِ ِ َّ اَل تُ ضŽۚ اَل تُ َك لَّ ف َن ْف س إِ اَّل و س ع ه اŽۚ وف
ٌ ُار َو ال َد ةٌ بِ َو لَ د َه ا َو اَل َم ْو ل َ ََ ْ ُ ٌ ُ
ِ و كِ س و ُت ه َّن بِ الْ م ع ر
ُْ َ ُ َ ْ َ
ِ ٍ فَ ِإ ْن أَر اد ا فِ ص ا اًل ع ن َت رŽۗ ك ِ
َن تَ ْس َت ْر ِض ُع وا ْ َر ْد مُتْ أ ِ ِ
َ َاو ٍر فَ اَل ُج ن
َ َو إ ْن أŽۗ اح َع لَ ْي ه َم ا ُ اض م ْن ُه َم ا َو تَ َش َ َْ َ َ َ َ ار ِث ِم ثْ ُل ٰذَ لِ الْ و
َ
ِ َ َُن اللَّ ه مِب َ ا َت ع م ل ِ
ٌون بَ ص ري َْ َ َّ اع لَ ُم وا أ ْ َو َّات ُق وا اللَّ هَ َوŽۗ اح َع لَ ْي ُك ْم إِ ذَ ا َس لَّ ْم تُ ْم َم ا آ َت ْي تُ ْم بِ الْ َم ْع ُر وفَ َأ َْو اَل َد ُك ْم فَ اَل ُج ن
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang
ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian
kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang
ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin
menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak
ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak
ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah
kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan
Dianjurkan untuk menyusui ASI eksklusif yaitu ASI saja tanpa makanan tambahan lain
selama 6 bulan. Setelah 6 bulan, ibu bisa memberikan tambahan berupa makanan
pendamping ASI (MPASI) dengan tetap memberikan ASI hingga anak genap berusia 2
tahun.
(…………………………….)