Anda di halaman 1dari 3

A.

DEFINISI
1. Pruritus (gatal-gatal) merupakan salah satu dari sejumlah keluhan yang paling sering
dijumpai pada gangguan dermatologik yang menimbulkan gangguan rasa nyaman
dan perubahan integritas kulit jika pasien meresponnya dengan garukan (Brunner dan
Suddarth, 2002)
3. Pruritus adalah gejala dari berbagai penyakit kulit, baik lesi primer maupun lesi
sekunder, meskipun ada pruritus yang ditimbulkan akibat faktor sistemik non-lesi
kulit. Pruritus yang tidak disertai kelainan kulit disebut pruritus esensial (pruritus
sine materi) (Djuanda A., 2007)
Jadi, pruritus (gatal) merupakan salah satu dari sejumlah keluhan yang paling sering
dijumpai pada gangguan dermatologik dengan sensasi tidak menyenangkan di kulit
yang menimbulkan keinginan untuk menggaruk.

B. ETIOLOGI
Pruritus dapat disebabkan oleh faktor eksogen atau endogen.
1. Eksogen, misalnya dermatitis kontak iritan (pakaian, logam, benda asing), dermatitis
kontak allergen (makanan, karet, pewangi, perhiasan, balsem, sabun mandi),
rangsangan oleh ektoparasit (serangga, tungau, skabies, pedikulus, larva migrans)
atau faktor lingkungan yang membuat kulit lembab atau kering.
2. Endogen, misalnya reaksi obat atau penyakit sistemik seperti gangguan ginjal,
gangguan metabolik (DM, hipertiroidisme, dan hipotiroidisme), dan stress psikologis
yang menyebabkan meningkatnya sensitivitas respon imun. Seringkali kausa secara
klinis belum diketahui.
(Moscella, 1986)
Pruritus dapat disebabkan oleh berbagai macam gangguan. Secara umum, penyebab
pruritus dapat diklasifikasikan menjadi lima golongan, yaitu:
1. Pruritus local
2. Gangguan sistemik
3. Gangguan pada kulit
4. Pajanan terhadap factor tertentu
5. Hormonal (Djuanda, 2007)
KLASIFIKASI
Berdasarkan jenisnya pruritus dibagi menjadi:
1. Pruritus Primer adalah pruritus tanpa adanya penyakit dermatologi atau alat dalam
dan dapat bersifat lokalisata atau generalisata, bisa bersifat psikogenik yang
disebabkan oleh kompenen psikogenik yang memberikan stimulasi pada itch centre.
2. Pruritus Sekunder adalah pruritus yang timbul sebagai akibat penyakit sistemik, pada
pruritus sistemik toksin-toksin metabolik mungkin tertimbun di cairan interstisium
dibawah kulit.
(Djuanda A., 2007)

C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Brunner dan Suddarth (2000), manifestasi klinis pruritus adalah
1. Garukan, sering lebih hebat pada malam hari
Pruritus secara khas akan menyebabkan pasien mengaruk yang biasanya dilakukan
semakin intensif pada malam hari. Pruritus tidak sering dilaporkan pada saat terjaga
karena perhatian pasien teralih pada aktivitas sehari-hari. Pada malam hari dimana
hal-hal yang bisa mengalihkan perhatian hanyalah sedikit, keadaan pruritus yang
ringan sekalipun tidak mudah diabaikan.
2. Ekskoriasi, kemerahan, area penonjolan pada kulit
Pada garukan akut dapat menimbulkan urtikaria, sedangkan pada garukan kronik
dapat menimbulkan perdarahan kutan dan likenifikasi (hasil dari aktivitas menggaruk
yang dilakukan secara terus menerus dengan plak yang menebal). Apabila garukan
dilakukan dengan menggunakan kuku dapat menyebabkan ekskoriasi linear pada
kulit dan laserasi pada kukunya sendiri.
3. Rasa gatal yang hebat dapat menyebabkan ketidakmampuan pada individu dan
menganggu penampilan pasien. Dalam beberapa kasus, gatal yang terjadi biasanya
disertai dengan nyeri dan sensasi terbakar.

PATOFISIOLOGI
Pruritus dapat disebabkan oleh faktor eksogen atau endogen.
Faktor eksogen, misalnya dermatitis kontak iritan (pakaian, logam, benda asing),
dermatitis kontak allergen (makanan, karet, pewangi, perhiasan, balsem, sabun mandi),
rangsangan oleh ektoparasit (serangga, tungau, skabies, pedikulus, larva migrans) atau
faktor lingkungan yang membuat kulit lembab atau kering. Faktor endogen, misalnya
reaksi obat atau penyakit sistemik seperti gangguan ginjal, gangguan metabolik (DM,
hipertiroidisme, dan hipotiroidisme), dan stress psikologis yang menyebabkan
meningkatnya sensitivitas respon imun. Seringkali kausa secara klinis belum diketahui
(Moscella, 1986).
Kulit kering dan pajanan terhadap faktor tertentu (zat kimia dan rangsangan fisik dan
mekanik, misalnya logam) akan mengakibatkan kerusakan kulit oleh pruritogen.
Penyakit sistemik seperti gangguan ginjal akan meningkatkan ureum serum yang
berkontribusi sebagai agen pruritogenik. Gangguan metabolism seperti DM,
hipertiroidisme dan hipotiroidisme juga merupakan penyebab timbulnya pruritus, selain
itu penyebab lainnya seperti penyakit hepar akan menyebabkan kolestasis (sumbatan
kantung empedu) yang dapat meningkatkan sintesis senyawa opioid. Faktor lain seperti
stress yang juga berpengaruh terhadap timbulnya pruritus karena stress meningkatkan
sensitivitas respon imun, hal ini mengakibatkan sistem imun melepaskan mediator
inflamasi secara berlebihan dan menyebabkan substansi P mensensitisasi nosiseptor
secara kimiawi. Proses imunologi sebagai salah satu faktor endogen lainnya disebabkan
karena terpapar bahan allergen (pewangi, pengawet, perhiasan, pewarna rambut, balsam,
karet) akan mengakibatkan reaksi imunologi (allergen terikat dengan protein
membentuk antigen lengkap, antigen ditangkap dan diproses oleh makrofag dan sel
langerhans, antigen yang telah diproses dipresentasikan oleh sel T, sel T berdiferensiasi
dan berploriferasi membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel
memori, tersebar ke seluruh tubuh menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di
seluruh kulit tubuh, dan apabila terpapar bahan allergen kembali maka akan
menstimulasi ujung saraf bebas di dekat junction dermoepidermis, kemudian
merangsang epidermis dan percabangan serabut saraf tipe C tak termielinasi. Selanjutya,
korteks serebri mempersepsikan stimulus gatal melalui jaras asenden yang memicu
timbulnya pruritus dan adanya scratch reflexes (reflex garuk akibat eksitasi terhadap
reseptor pruritus). Stimulasi serabut saraf C hingga dipersepsikannya rasa gatal oleh
korteks serebri juga menjadi patofisiologi pruritus yang disebabkan oleh faktor eksogen
(lingkungan yag mengakibatkan kulit kering) serta faktor endogen (stress psikologik,
hormonal, dan penyakit sistemik).
Pruritus merupakan salah satu dari sejumlah keluhan yang paling sering dijumpai pada
gangguan dermatologik yang menimbulkan gangguan rasa nyaman dan perubahan
integritas kulit jika pasien meresponnya dengan garukan. Reseptor rasa gatal tidak
bermielin, mempunyai ujung saraf mirip sikat (peniciate) yang hanya ditemukan dalam
kuit, membrane mukosa dan kornea (Sher, 1992 dalam Brunner&Suddart 2002).
Garukan menyebabkan terjadinya inflamasi sel dan pelepasan histamine oleh ujung
saraf yang memperberat pruritus yang selanjutnya menghasilkan rasa gatal dan
menggaruk. Meskipun pruritus biasanya disebabkan oleh penyakit kulit yang primer
dengan terjadinya ruam atau lesi sebagai akibatnya, namun keadaan ini bisa timbul
tanpa manifestasi kulit apapun. Keadaan ini disebut sebagai esensial yang umumnya
memiliki awitan yang cepat, bisa berat dan menganggu aktivitas hidup sehari-hari yang
normal. Pruritus juga dapat menyebabkan terjadinya kerusakan integritas kulit akibat
kerusakan kulit (erosi, ekskeriasi) yang dipicu oleh rangsangan dari saraf motorik.

Anda mungkin juga menyukai