Anda di halaman 1dari 7

ASWAJA ANNAHDIYAH

Nama : Khusna hidayatunni’mah


Kelas : Manajemen 2
Nim : 2020110078
Hari/tanggal : Senin, 16 November 2020
Fakultas ekonomi dan bisnis
A. Memahami bid’ah
Bid’ah menurut bahasa, diambil dari bida’ yaitu mengadakan sesuatu tanpa
ada contoh. Sebelumnya Allah berfirman. ‫ض‬ ِ ْ‫ت َواأْل َر‬
ِ ‫“ بَ ِدي ُع ال َّس َما َوا‬Allah pencipta langit
dan bumi” [Al-Baqarah/2 : 117] Artinya adalah Allah yang mengadakannya tanpa ada
ُ ‫“ قُلْ َما ُك ْن‬Katakanlah : ‘Aku
contoh sebelumnya. Juga firman Allah. ‫ت بِ ْدعًا ِمنَ الرُّ س ُِل‬
bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul“. [Al-Ahqaf/46 : 9]. Maksudnya
adalah : Aku bukanlah orang yang pertama kali datang dengan risalah ini dari Allah
Ta’ala kepada hamba-hambanya, bahkan telah banyak sebelumku dari para rasul yang
telah mendahuluiku. Dan dikatakan juga : “Fulan mengada-adakan bid’ah“,
maksudnya : memulai satu cara yang belum ada sebelumnya. Dan perbuatan bid’ah
itu ada dua bagian :
1. Perbuatan bid’ah dalam adat istiadat (kebiasaan) ; seperti adanya penemuan-
penemuan baru dibidang IPTEK (juga termasuk didalamnya penyingkapan-
penyingkapan ilmu dengan berbagai macam-macamnya). Ini adalah mubah
(diperbolehkan) ; karena asal dari semua adat istiadat (kebiasaan) adalah mubah.
2. Perbuatan bid’ah di dalam Ad-Dien (Islam) hukumnya haram, karena yang ada
dalam dien itu adalah tauqifi (tidak bisa dirubah-rubah) ; Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang mengadakan hal yang baru
(berbuat yang baru) di dalam urusan kami ini yang bukan dari urusan tersebut,
maka perbuatannya di tolak (tidak diterima)“. Dan di dalam riwayat lain
disebutkan : “Barangsiapa yang berbuat suatu amalan yang bukan didasarkan
urusan kami, maka perbuatannya di tolak“.
MACAM-MACAM BID’AH
Bid’ah Dalam Ad-Dien (Islam) Ada Dua Macam :
1. Bid’ah qauliyah ‘itiqadiyah : Bid’ah perkataan yang keluar dari keyakinan,
seperti ucapan-ucapan orang Jahmiyah, Mu’tazilah, dan Rafidhah serta semua
firqah-firqah (kelompok-kelompok) yang sesat sekaligus keyakinan-keyakinan
mereka.
2. Bid’ah fil ibadah : Bid’ah dalam ibadah : seperti beribadah kepada Allah dengan
apa yang tidak disyari’atkan oleh Allah : dan bid’ah dalam ibadah ini ada
beberapa bagian yaitu :
a. Bid’ah yang berhubungan dengan pokok-pokok ibadah : yaitu mengadakan
suatu ibadah yang tidak ada dasarnya dalam syari’at Allah Ta’ala, seperti
mengerjakan shalat yang tidak disyari’atkan, shiyam yang tidak
disyari’atkan, atau mengadakan hari-hari besar yang tidak disyariatkan
seperti pesta ulang tahun, kelahiran dan lain sebagainya.
b. Bid’ah yang bentuknya menambah-nambah terhadap ibadah yang
disyariatkan, seperti menambah rakaat kelima pada shalat Dhuhur atau shalat
Ashar.
c. Bid’ah yang terdapat pada sifat pelaksanaan ibadah. Yaitu menunaikan
ibadah yang sifatnya tidak disyari’atkan seperti membaca dzikir-dzikir yang
disyariatkan dengan cara berjama’ah dan suara yang keras. Juga seperti
membebani diri (memberatkan diri) dalam ibadah sampai keluar dari batas-
batas sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
d. Bid’ah yang bentuknya menghususkan suatu ibadah yang disari’atkan, tapi
tidak dikhususkan oleh syari’at yang ada. Seperti menghususkan hari dan
malam nisfu Sya’ban (tanggal 15 bulan Sya’ban) untuk shiyam dan
qiyamullail. Memang pada dasarnya shiyam dan qiyamullail itu di
syari’atkan, akan tetapi pengkhususannya dengan pembatasan waktu
memerlukan suatu dalil.
B. Maulidurrasul
Maulidurrasul
1. Maulid Nabi Muhammad ‫ﷺ‬ kadang-kadang Maulid
Nabi atau Maulud saja (Arab  ‫مولد النبي‬, Mawlid an-Nabī), adalah peringatan
hari lahir Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, yang di Indonesia perayaannya
jatuh pada setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam penanggalan Hijriyah.
Kata maulid atau milad dalam bahasa Arab berarti hari lahir. Perayaan Maulid
Nabi merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh
setelah Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬wafat. Secara subtansi, peringatan ini
adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada Nabi Muhammad.
Hari besar lainya :
1. Nuzulul Qur’an
Yaitu peringatan turunnya Al-Qur’an yang berupa firman-firman Allah kepada
nabiyullah Muhammad SAW melalui perantara malikat Jibril yang kemudian
dihimpun menjadi kitab suci Al-Qur’an. Nuzulul Qur’an diperingati pada
tanggal 17 Ramadhan.
2. Lailatul Qodar
Lailatul Qodar ini merupakan 10 malam ganjil terakhir di bulan
Ramadhan dan merupakan malam terpenting yang terjadi hanya pada bulan
Ramadhan dan tidak ada yang mengetahuinya kapan malam lailatul qodar ini
tiba. Lailatul Qodar ini juga merupakan malam yang lebih baik dari seribu
bulan dan banyak sekali keistimewaannya. Laitaul Qodar biasanya juga
diperingati Nuzulul Qur’an.
3. Hari Raya Idul Fitri
Biasa kita sebut dengan lebaran yang diperingati pada tanggal 1 syawal. Hari
raya Idul Fitri ini merupakan hari kemenangan bagi Umat Islam yang telah
melakukan puasa sebulan penuh di bulan Ramadhan dimana puasa ini
merupakan latihan bagi umat islam untuk menjaga hatinya, lisannya,
pikirannya dan seluruh anggota tubuhnya sehingga pada hari kemenangan
tersebut, umat manusia kembali dalam fitrahnya atau kembali suci.
4. Hari Raya Idul Adha\
Merupakan hari raya kurban yang diperingati pada tanggal 10 Dzulhijjah yang
biasa kita menyebutnya dengan lebaran haji. Pada hari inilah orang-orang Islam
melakukan ibadah hai di Makkah dan diseluruh dunia umat Islam
melaksanakan sholat Idul Adha dan setelah itu melakukan penyembelihan
kurban yang merupakan hewan ternak seperti onta, sapi, kambing, maupun
kerbau. Daging yang telah disembelih kemudian dibagikan sesuai dengan
ketentuannya.
5. Tahun Baru Islam
Merupakan peringatan tahun baru Islam atau  tahun baru hijriyah yang
diperingati pada tanggal 1 Muharram.
6. Maulid Nabi
Merupakan hari peringatan kelahiran Nabiyullah Muhammad SAW yang
diperingati pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal. Hari peringatan maulid nabi ini
pertama kali dilakukan oleh Sultan Salahuddin Al-Ayyubi. Dalam
peringatannya beliau menceritakan tentang sejarah kelahiran nabi sampai
dengan perjuangan Nabi untuk Umatnya yang patut dijadikan contoh atau
sebagai suri tauladan yang baik untuk umatnya. Hukum memperingati maulid
nabi adalah bid’ah hasanah yang bertujuan untuk meneladani akhlak terpuji dan
membesarkan junjungan nabi Agung kita Muhammad SAW.
7. Isra’ Mi’raj
Yakni sebuah peristiwa tentang perjalanan Nabi Muhammad dari Masjidil
Haram ke Masjidil Aqsho sampai ke Sidratil Muntaha untuk menerima tugas
atau kewajiban sholat lima waktu yang sebelumnya adalah 50 waktu, atas
berbagai kebijakan pada akhirnya hanya sholat 5 waktu yang wajib
dilaksanakan dalam sehari semalam. Peristiwa isra’ mi’raj ini terjadi dalam satu
malam. Isra’ Mi’raj diperingati pada tanggal 27 Rajab.
C. Adakah doa qunut dalam subuh?
Secara etimologi kata Qunut berasal dari Bahasa Arab yang memiliki beberapa
makna, diantaranya berdiri lama, diam, selalu taat, tunduk, doa dan khusyuk.
Sedangkan secara istilah Qunut adalah doa yang dibaca seorang muslim saat Sholat.
Secara hukum, terdapat tiga perbedaan secara ulama, yakni:
1. Pendapat pertama: Kunut subuh disunnahkan dibaca secara terus-menerus.
Ulama yang berpendapat demikian adalah Malik, Ibnu Abi Laila, Al-Hasan bin
Sholih dan Imam Syafi’iy.
2. Pendapat kedua: Kunut subuh tidak disyariatkan karena sudah mansukh atau
terhapus hukumnya. Ulama yang berpendapat demikian adalah Abu Hanifah,
Sufyan Ats-Tsaury dan lain-lainnya dari ulama Kufah
3. Pendapat ketiga: Membaca kunut pada Sholat subuh tidaklah disyariatkan
kecuali membaca kunut nazilah maka boleh membaca kunut nazilah dalam
Sholat subuh dan Sholat lainnya. Ulama yang berpendapat demikian adalah
Imam Ahmad, Al-Laits bin Sa’d, Yahya bin Yahya Al-Laitsy.
Sebenarnya terdapat dua macam Qunut, yang ditinjau dari bacaannya, yaitu:
1. Kunut Subuh, Kunut yang dibaca dalam Sholat subuh pada i’tidal rakaat
akhir.
2. Kunut Nazilah, Kunut yang dibaca selain pada Sholat subuh namun bisa juga
dibaca pada Sholat subuh, makna dari doa kunut nazilah lebih kepada
meminta perlindungan dari mara bahaya.
Membaca doa qunut subuh adalah amalan yang dilakukan ketika menegakkan
Sholat subuh. Doa qunut dilafalkan saat masih dalam posisi berdiri setelah
membaca bacaan iktidal pada rakaat kedua, sebelum beranjak ke posisi sujud
pertama.
Qunut Sholat subuh menurut ulama mazhab Syafi’i dan Maliki tergolong hal
sunah. Dasarnya adalah hadis riwayat Anas bin Malik, bahwa Dalam pandangan
ini, doa qunut Sholat subuh tergolong sebagai sunah ab’adl. Artinya, ketika qunut
subuh tidak dilakukan, ia tidak sampai membatalkan Sholat, tapi dianjurkan
menggantinya dengan sujud sahwi. Namun, qunut saat Sholat subuh untuk ulama
mazhab Hanbali dan Hanafi tidaklah dianjurkan.
D. Sholat taraweh
Sholat sunah tarawih sunahnya dilakukan secara berjamaah. Sebagaimana
diriwayatkan oleh Abu Dzar dalam hadits riwayat Ahmad yang dishahihkan oleh
Imam at-Tirmidzi, Rasulullah SAW bersabda: "Siapa saja yang ikut sholat qiyam
bersama Imam hingga selesai maka ia akan dicatat dalam kelompok orang yang
mendapat pahala qiyam lail." Khalifah Umar bin Khattab dan sejumlah sahabat juga
melakukan sholat tarawih secara berjamaah.
Bahkan sebagian ulama menyatakan, shalat tarawih dilakukan tanpa batasan.
Kesimpulannya, shalat tarawih boleh dilakukan 8 rakaat ditambah 3 shalat
Witir menjadi 11 rakaat. Atau shalat tarawih 20 rakaat ditambah tiga rakaat
shalat witir menjadi 23 rakaat.
E. Baca wirid setelah
1. Baca wirid setelah sholat
Sebagaimana yang kita ketuahi bahwa bahwa berdzikir bisa dilakukan dengan
sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama. Dalam shalat berjamaah sebaiknya
dilakukan bersama-sama. Imam membaca dzikir dengan keras dan makmum
mengikutinya. Hal ini didasarkan keumuman hadits: ‫ع َْن أَبِي ه َُري َْرةَ َوأَبِي َس ِعي ٍد ْال ُخ ْد ِريِّ أَنَّهُ َما َش ِهدَا‬
،ُ‫ َو َغ ِشيَ ْتهُ ُم الرَّحْ َمة‬،ُ‫ اَل يَ ْق ُع ُد قَوْ ٌم يَ ْذ ُكرُونَ هللاَ َع َّز َو َج َّل إِاَّل َحفَّ ْتهُ ُم ْال َماَل ئِ َكة‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أَنَّهُ قَا َل‬
َ ‫َعلَى النَّبِ ِّي‬
‫ َو َذك ََرهُ ُم هللاُ فِي َم ْن ِع ْن َدهُ (رواه مسلم‬،ُ‫ت َعلَ ْي ِه ِم ال َّس ِكينَة‬ ْ َ‫ َونَ َزل‬ “Dari Abi Hurairah ra dan Abi Said al-
Khudri ra bahwa keduanya telah menyaksikan Nabi saw beliau bersabda: ‘Tidaklah
berkumpul suatu kaum sambil berdzikir kepada Allah ‘azza wa jalla kecuali para malaikat
mengelilingi mereka, rahmat menyelimuti mereka, dan ketenangan hati turun kepada
mereka, dan Allah menyebut (memuji) mereka di hadapan makhluk yang ada di sisi-Nya”
(H.R. Muslim).
2. mujahadah
Mujahadah adalah kegiatan membaca doa dan wirid bagi seseorang yang
sedang menghadapi persoalan hidup, yang menginginkan penyelesaian dan jalan
keluar dari masalah-masalah yang sedang mereka hadapi, yang menginginkan
ketenangan batin, yang menginginkan terkabulnya suatu keinginan, yang
menginginkan kesembuhan.
F. Tahlil dan talqin mayit boleh atau dilarang?
Talqin secara bahasa berarti mengajar atau memahamkan secara lisan.
Sedangkan secara istilah, talqin adalah mengajar dan mengingatkan kembali kepada
mayit (orang meninggal dunia) yang baru saja dikubur dengan kalimat-kalimat
tertentu. Mentalqin mayit merupakan tradisi masyarakat Indonesia yang sudah
dilakukan secara turun temurun.
Para ulama berbeda pendapat tentang permasalahan ini.
1. Pertama, sebagian ulama mazhab Hanafi, sebagian ulama mazhab Maliki,
ulama mazhab Syafi’i, dan ulama mazhab Hanbali menyatakan, mentalqin
mayit setelah dikubur hukumnya sunnah. Syekh Ibnu Abidin dari mazhab
َ ‫ أِل َنَّهُ اَل‬،‫ين بَ ْع َد ال َّد ْف ِن‬
Hanafi menyebutkan:   ‫ فَإ ِ َّن‬،ٌ‫ بَلْ نَ ْفع‬،‫ض َر َر فِي ِه‬ ِ ِ‫َوإِنَّ َما اَل يُ ْنهَى َع ِن التَّ ْلق‬
‫ال َميِّتَ يَ ْستَأْنِسُ بِال ِّذ ْك ِر‬.
ْ   “Sesungguhnya tidak dilarang mentalqin mayit setelah
dikubur hanyalah karena tidak ada kemadharatan di dalamnya, bahkan
terdapat manfaat. Sebab, mayit memperoleh manfaat dari pemberitahuan
tersebut” (Muhammad Amin Ibnu Abidin, Hasyiyah Raddul Mukhtar Ala
Ad-Durril Muhtar, juz 2, h. 205).   Syekh Al-Mawwaq dari mazhab Maliki
juga menyebutkan:

َ‫ َوهُ َو فِ ْع ُل أَ ْه ِل ْال َم ِدينَ ِة الصَّالِ ِحينَ ِمن‬،‫ك السَّا َع ِة‬ ُ ‫َذا أُ ْد ِخ َل ْال َمي‬
َ ‫ِّت قَ ْب َرهُ فَإِنَّهُ يُ ْستَ َحبُّ ت َْلقِينُهُ فِي تِ ْل‬
‫ َوأَحْ َو ُج َما يَ ُكونُ ْال َع ْب ُد إلَى‬.} َ‫ { َو َذ ِّكرْ فَإ ِ َّن ال ِّذ ْك َرى تَ ْنفَ ُع ْال ُم ْؤ ِمنِين‬:‫ق لِقَوْ لِ ِه تَ َعالَى‬
ٌ ِ‫ أِل َنَّهُ ُمطَاب‬،‫ار‬
ِ َ‫اأْل َ ْخي‬
‫ال ْال َماَل ئِ َك ِة‬ ِ ‫التَّ ْذ ِك‬.  
ِ ‫ير بِاهَّلل ِ ِع ْن َد ُس َؤ‬

“Jika mayit telah dimasukkan ke dalam kuburnya, maka sesungguhnya


disunnahkan mentalqinnya pada saat itu. Hal ini merupakan perbuatan
penduduk Madinah yang shaleh lagi baik, karena sesuai dengan firman
Allah ta’ala: “Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya
peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” Dan seorang
hamba sangat membutuhkan peringatan tentang Allah saat ditanya oleh
malaikat” (Muhammad bin Yusuf Al-Mawwaq Al-Maliki, At-Taj Wal Iklil
li Mukhtashari Khalil, juz 2, h. 375).  
2. Kedua, sebagian ulama mazhab Hanafi menegaskan, mentalqin mayit
setelah dikubur hukumnya mubah. Syekh Az-Zaila’i dari mazhab Hanafi
menyebutkan:

  ُ‫ َويَ ْفهَ ُم َما يُلَقَّن‬،ُ‫ أِل َنَّهُ تُ َعا ُد إلَ ْي ِه رُو ُحهُ َو َع ْقلُه‬،‫ع‬ ِ ِّ‫أَ َّن ت َْلقِينَ ْال َمي‬.  
ٌ ‫ت َم ْشرُو‬

“Sesungguhnya mentalqin mayit itu disyariatkan, sebab ruhnya


dikembalikan kepadanya, begitu pula akalnya. Dia memahami apa yang
ditalqinkan (diajarkan)” (Usman bin Ali Az-Zaila’i, Tabyinul Haqaiq
Syarh Kanzud Daqaiq, juz 3, h. 153).   Di antara ulama yang
membolehkan mentalqin mayit adalah Syekh Ibnu Taimiyyah. Beliau
berkata

ِ ‫ َواَل َكانَ ِم ْن َع َم ِل ْال ُم ْسلِ ِمينَ ْال َم ْشه‬،‫اع‬


‫ُور بَ ْينَهُ ْم َعلَى َع ْه ِد النَّبِ ِّي‬ ِ ‫ْس َوا ِجبًا بِاإْل ِ جْ َم‬ َ ‫ت َْلقِينُهُ بَ ْع َد َموْ تِ ِه َلي‬
ُ َ
‫ َو َواثِلَةَ ْب ِن‬،َ‫ص َحابَ ِة؛ َكأبِي أ َما َمة‬ ْ
َّ ‫ك َمأثُو ٌر ع َْن طَائِفَ ٍة ِم ْن ال‬ َ ِ‫ بَلْ َذل‬.‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َو ُخلَفَائِ ِه‬ َ
َ َ ٌ َ َ ‫إْل‬
ِ ‫ َوأصْ َحا‬،‫ َوقَ ْد ا ْستَ َحبَّهُ طائِفَة ِم ْن أصْ َحابِ ِه‬،َ‫ص فِي ِه َكا ِ َم ِام أحْ َمد‬
‫ب‬ َ
َ ‫ فَ ِمنَ ا ئِ َّم ِة َم ْن َرخ‬.‫اأْل ْسقَ ِع‬
َّ ‫أْل‬ َ
،ُ‫ َو ْال َك َراهَة‬، ُ‫ ااِل ْستِحْ بَاب‬:ٌ‫ فَاأْل َ ْق َوا ُل فِي ِه ثَاَل ثَة‬.ٌ‫ َو ِمنَ ْال ُعلَ َما ِء َم ْن يَ ْك َرهُهُ اِل ْعتِقَا ِد ِه أَنَّهُ بِ ْد َعة‬.‫ال َّشافِ ِع ِّي‬
‫ َوهَ َذا أَ ْع َد ُل اأْل َ ْق َوا ِل‬،ُ‫احة‬
َ َ‫ َواإْل ِ ب‬.  

“Mentalqin mayit setelah kematiannya itu tidak wajib, berdasarkan ijma’,


juga tidak termasuk perbuatan yang masyhur di kalangan umat Islam pada
masa Nabi shallallahu alaihi wasallam dan para khalifahnya. Tetapi, hal itu
dicritakan dari sebagian sahabat, seperti Abi Umamah dan Watsilah bin
Al-Asqa’. Karenanya, sebagian ulama membolehkannya, seperti imam
Ahmad. Sebagian sahabat (murid) imam Ahmad, dan sahabat-sahabat
imam Syafi’i mensunnahkannya. Sebagian ulama menghukuminya
makruh, karena meyakininya sebagai bid’ah. Dengan demikian, ada tiga
pendapat dalam hal ini; sunnah, makruh, dan mubah. Dan pendapat yang
terakhir (mubah) merupakan pendapat yang paling adil” (Ahmad bin
Abdul Halim bin Taimiyyah, Al-Fatawa Al-Kubra, juz 3, h. 356).   Ketiga,
sebagian ulama mazhab Maliki menyatakan, mentalqin mayit setelah
dikubur hukumnya makruh. Syekh Abdul Wahab Al-Baghdadi Al-Maliki
menyebutkan:

  ‫ك – ت َْلقِ ْينُهُ بَ ْع َد َوضْ ِع ِه فِي قَب ِْر ِه‬


ٍ ِ‫ َو َك َذا يُ ْك َرهُ ِع ْن َدهُ – أَيْ ِع ْن َد َمال‬ 

“Begitu pula dimakruhkan, menurut imam Malik, mentalqin mayit setelah


diletakkan di dalam kubur” (Abdul Wahhab bin Ali Al-Baghdadi, Syarhur
Risalah, h. 266).  
Dengan demikian dapat disimpulkan, para ulama berbeda pendapat
tentang hukum mentalqin mayit setelah dikubur. Sebagian ulama mazhab
Hanafi, sebagian ulama mazhab Maliki, ulama mazhab Syafi’i, dan ulama
mazhab Hanbali menghukuminya sunnah. Sebagian ulama mazhab Hanafi
yang lain menghukuminya mubah. Sedangkan, sebagian ulama mazhab
Maliki yang lain menghukuminya makruh.  
Dari ketiga pendapat di atas, tampaknya pendapat yang menyatakan
kesunnahan mentalqin mayit merupakan pendapat yang kuat, sebab
didukung oleh hadits riwayat Abu Umamah, bahwa Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam bersabda:

ْ
ِ ‫ فَ ْليَقُ ْم أَ َح ُد ُك ْم َعلَى َرأ‬،‫اب َعلَى قَب ِْر ِه‬
  : ْ‫ ثُ َّم لِيَقُل‬،‫س قَب ِْر ِه‬ َ ‫ فَ َس َّو ْيتُ ِم التُّ َر‬،‫إِ َذا َماتَ أَ َح ٌد ِم ْن إِ ْخ َوانِ ُك ْم‬
ُ‫ فَإِنَّهُ يَ ْس َم ُعهُ َوال يُ ِجيب‬،َ‫يَا فُالنَ بن فُالنَة‬.....  

“Bila seseorang dari kalian mati, maka ratakanlah tanah di kuburnya.


Lalu hendaknya salah seorang di antara kalian berdiri di atas kuburnya,
kemudian berkata: “Wahai Fulan putra si Fulanah’. Sungguh si mayit
mendengarnya dan tidak menjawabnya. (HR Thabrani).   Imam Nawawi
mengomentari hadits tersebut, bahwa sekalipun hadits itu dhaif tetapi
dapat dijadikan sebagai dalil penguat. Apalagi, para ulama ahli hadits dan
ulama lain sepakat menerima hadits-hadits terkait amal utama, berita
gembira, dan peringatan (Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu’, juz
5, h. 304). Wallahu A’lam.  
G. Adakah sholat qobliyah (termasuk adzan sebelum sholat jumat)
Tidak ada. Penjelasannya seperti ini, karena di Jaman Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam adzan Jum’at cuma sekali. Adzan kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam berkhotbah sebagaimana yang di praktekkan oleh sebagian
masjid.Sementara, waktu Shalat Qabliyah tidaklah dikerjakan melainkan sesudah
masuknya waktu.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tidaklah melakukan Shalat Qablal
Fajr, kecuali sudah dikumandangkan adzan Subuh.Demikian juga tidak dikerjakan
Shalat Qabliyah Zuhur kecuali setelah dikumandangkan adzan Zuhur, baru disebut
dengan Shalat Qabliyah. Kalau ada Shalat Qabliyah Jum’at, Shalat tersebut tidak
terbayangkan di jaman nabi. Kenapa, karena di jaman nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam adzan cuma sekali. Begitu adzan berkumandang, Rasulullah naik mimbar,
mengucapkan salam lalu adzan. Begitu adzan lalu Rasulullah langsung ceramah. Jika
begitu, kapan waktu untuk shalat 2 rakaat sebelum Jum’at? Tidak ada. Kemudian,
adzan yang dilakukan dua kali di jaman Ustman bin affan Radiyallahu anhu, itu pun
jaraknya panjang antara adzan pertama dan adzan kedua.Dan ini di praktekkan sampai
sekarang di Arab Saudi. Antara adzan pertama dan adzan kedua minimal antara
setengah jam sampai satu jam. Kecuali Masjid Nabawi dan Masjid Haram, jarak
antara adzan pertama dan kedua cuma 5 menit, karena kata para ulama, Masjid
Nabawi dan Masjid Haram berkaitan dengan para penjual dan pedagang yang ada
disekitar Masjid Nabawi dan Masjid Haram. Begitu adzan pertama, mereka langsung
tutup dagangan mereka. Oleh karena itu dibuat antara adzan pertama dan kedua
waktunya dibuat dekat, adapun seluruh Masjid selain Masjid Nabawi dan Masjid
Haram jaraknya antara setengah jam sampai satu jam. Dan adzan pertama bukan
masuknya waktu untuk Shalat Qabliyah, karena Shalat Qabliyah tidaklah dikerjakan
setelah masuk waktu shalat.
Makanya tidak ada Shalat Qabliyah Jum’at, yang ada dalam istilah fuqaha
adalah Shalat intizhar imam. Barang siapa yang datang ke Masjid pada hari Jum’at di
sunnahkan Shalat, Shalat dan Shalat sampai imam datang naik mimbar berhentilah
dan tidak diperbolehkan Shalat.

Anda mungkin juga menyukai