Anda di halaman 1dari 10

Kimia Medisinal 8 Maret 2021

HUBUNGAN STRUKTUR DAN PROSES METABOLISME OBAT I


Metabolisme Obat
Konsep metabolisme Obat yaitu merubah senyawa relatif non polar
menjadi seenyawa yang lebih polar sehingga mudah dikeluarkan dari tubuh.
Tujuannya mengubah obat menjadi metabolit yang tidak aktif (bioinaktivasi)
dan tidak toksik (detoksifikasi), serta mudah larut dalam air sehingga
terekskresi. Beberapa obat metabolit lebih toksik dibanding senyawa induk
(biotoksifisi) dan metabolit memiliki efek farmakologis berbeda.
Ketika ada obat yang dikeluarkan, ada beberapa obat yang di desain.
Saat obat mengalami metabolisme, dia akan menjadi aktiv. Konsep prodrug
sebelum termetabolisme obat tidak aktif, namun ketika termetabolisme dia
aktif. Cara mengaktifkannya dengan masuk ke fase 2 (mengalami 2x proses
biotransfermasi).
Implikasi dari metabolisme obat

1. Terminasi  membuat obat yang aktiv ketika masuk di dalam


tubuh manusia menjadi tidak aktiv (dikeluarkan).
2. Aktivasi oleh prodrug  ketika dia tidak aktif ketika
termetabolisme akan menjadi aktiv.
3. Bioinaktifasi dan toksikasi  beberapa obat mengalami proses
bioinaktifasi dan juga toksikasi (sangat buruk bagi tubuh
manusia). Ketika racun masuk ke dalam tubuh manusia akan
termetabolisme oleh enzim akan menjadi toksik.
4. Menghasilkan metabolit yang aktifitasnya sama dengan induk 
obat pertama kali masuk (aktiv) akan termetabolisme (menjadi
aktiv juga). Jika demikian maka kadar toksiknya akan meningkat
minimum didalam tubuh manusia ketika kadarnya naik efek
samping bisa terjadi seperti keracunan.
5. Metabolit dengan aktivitas yang berbeda dengan obat  ketika
suatu obat sudah mengalami proses metabolisme maka akan
memiliki efek yang berbeda dengan efek yang pertama sebelum
masuk ke dalam tubuh. Hal ini bisa menimbulkan kerugian
maupun keuntungan dalam tubuh tergantung konteks keperluan
dalam tubuh kita.
6. Disekresikan secara langsung  suatu obat ketika masuk
kedalam tubuh manusia tanpa bertemu dengan reseptornya
kemudian langsung termetabolisme dan terbuang. (oleum riccini,
parafin cair, mandelic acid.

Proses Obat  Respon Biologis akan mengalami 2 jalur


1. Obat aktif masuk ke peredaran darah dan langsung berinteraksi
dengan reseptor maka akan menimbulkan efek / respon biologis.
2. Pra-Obat (prodrug) masuk ke peredaran darah dan termetabolisme
menjadi aktif, setelah itu baru berinteraksi dengan reseptor. Lalu
respon biologis (bioaktivasi) akan muncul.

Contoh perubahan obat dari obat awal termetabolisme dan memiliki efek
yang berbeda

1. Protonsil rubrum  biasa digunakan pada pewarna. Perjalanan


protonsil rubrum memiliki 2 benzen dibagian tengah mempunyai
cincin di azonium, mempunyai 2 bungkus NH, mempunyai
Sulfoksida amina pada bagian ujungnya. Ketika di uji in vitro dan in
vivo ternyata memiliki efek yang berbeda. Secara in vitro tidak aktif
dan secara in vivo aktif. In vitro adalah suatu kultur jaringan atau di
luar hewan uji dan manusia. In vivo adalah suatu kultur jaringan atau
di dalam hewan uji dan manusia. Contohnya kalau kita uji bakteri,
anti virus, anti tasmonium di dalam petri. Petri adalah tempat uji
khusus untuk bakteri. Bisa juga uji dengan senyawa-senyawa
tertentu. Misalnya uji antioksidan dengan menggunakn DPPH,
antioksidan dengan menggunakan HBTS, Ferb, H2O, mitrip atau uji
dengan menggunakan enzim-enzim di luar tubuh manusia, jadi
enzimnya iru di isolasi kemudian diujikan diluar tubuh manusia
dengan menggunakan spekotrometri. Maka ini namanya uji in vitro.
In vitro juga ujinya ke organisme hidup tetapi di luar konsep hewan
uji dan manusia. Uji secara in vitro tidak aktif namun uji secara in
vivo aktif. Ini termotabolisme mengalami proses reduksi berarti fase
pertama, bioaktivasi. Ketika terbioaktivasi cincin N bagian tengah
terputus. Ini menjadi NH dan H2N, jadi ada dua senyawa yang
dihasilkan dari hasil bioaktivasi 2.4 124 Triaminobinzen dan
sulfaninamin. Sulfaninamin jika di uji secara in vitro dan in vivo dia
aktif di dalam hewan uji dan manusia, dan di luar hewan uji dan
manusia aktif juga, hingga termetabolisme. Namun ketika mengalami
metabolisme sekali lagi mengalami proses asetilasi. Asetilasi ini
masuk proses pada fase kedua berarti dia mengalami perubahan
struktur, dia akan ketambahan gugus asetil pada H2N pada gugus
amino. Ketika dia mengalami bioaktivasi maka dia menjadi tidak
aktif baik secara in vitro dan in vivo. Pada perjalanan yang terjadi
Ketika dia mengalami bioaktivasi dan in aktivasi.
Kemudian ada prodrug yang bernama iproniasid. Dulu
iproniasid sering digunakan untuk obat TBC. Iproniasid ini prodrug
ketika mengalami DND Atilasi mengalami proses bioaktivasi DND
atilasi masuk pada fase pertama akan berubah menjadi isoniasid. pada
dasarnya Iproniasid sebelum termetabolisme belum aktif, ketika
setelah termetabolisme menjadi isoniasid dan menjadi aktif.

Ada beberapa obat yaitu astaniofen, asetaminim dan


fanasetin. Asetaniofen yang kita tahu adalah parsetamol, fenasilin dan
ini sering digunakan dan Asetaminim ini bukan obat tetapi prefusor
untuk pembuatan asetaniofen. Pada perjalanan yang terjadi dia
memiliiki efek pada awalnya itu hanya asetaniofen saja sebagai
analisis dan antiferetik. Asetaminim dan fenasetin belum memiliki
efek sama sekali. Ternyata ketika kita mau mendapatkan sebuah efek
asetaniofen, dari asetaminim dan fenasetin. Ternyata konsepnya
asetaminin dan fenasetin ini bisa dikatakan belum aktif dia prodrug
juga. Dulu fenasetin pada awal 1990 an sering digunakan karena
sejarahnya panjang. Fenasetin ini di bioaktivasi menjadi asetaniofen
jadi dia kehilangan gugus asetil pada bagian bawahnya. Kalau
astaniofen tidak ada di bagian bawahnya ini. Kemudian asetamilid ini
bisa di bioaktiva tambahan gussidroksit kemudian berubah menjadi
asetaminofen baru punya efek di dalam tubuh manusia. Dan
asetaminofen ini ternyata juga bisa mengalami juga biotoksivikasi,
jadi asetaminofen ketika masuk di dalam tubuh manusia itu dia akan
berubah menjadi metabolit-metabolit. Metabolit adalah hasil dari
perubahan metabolisme. Di rubah menjadi metabolit yang ternyata
toksis di dalam tubuh manusia. Terutama untuk hati manusia karena
asetamiofen ini kebanyakan di biotoksifikasi dan bioinaktivasi di
dalam hati manusia. Ketika di ubah akan menjadi para aminofenol
kemudian para aminofenol ini toksis terhadap tubuh manusia.
Ternyata tidak hanya asetamiofen saja. C Asetamin B dan fenasetin
ketika masuk di dalam tubuh manusia kemudian termetabolisme
kemudian dia menjadi metabolit yang prosek juga. Asetamilid
berubah menjadi anitin. Fenasetin berubah menjadi paraetoksianilin,
aminil, dan para animofenol. paraetoksianilin ini toksis terhadap
tubuh manusia jadi harus cepat dikeluarkan. Untungnya tiga senyawa
ini bersifat polar. Aminil, paraaminofel, paraetoksianilin ini bersifat
polar lebih mudah masuk di dalam air dan dikeluarkan dalam tubuh
manusia. Namun ketika ada residu terutama dalam tubuh manusia
dengan kata lain ada residu paraaminofel, paraetoksianilin dan aminil
sendiri. Dia mempunyai residu ini akan mengalami perubahan lagi.
Mempunyai kesempatan untuk diubah strukturnya menjadi turunan
N-Oksida dan Hidrosiknanim. Turunan N-Oksida dan Hidrosiknanim
Ini sangat toksis dalam tubuh manusia, kalau tiga senyawa ini dia
toksis terhadap kopi. Kalau yang turunan N-oksida dan
hidrosiaminim. Hidrosiaminin ini akan toksis terhadap darah
manusia. Contohnya dia akan menyebabkan metalogen, ternyata
resamol itu toksis dalam tubuh manusia makanya tidak boleh banyak
mengosumsi asetamino walaupun asetaminofen 3000 mg baru dapat
menyebabkan toksis. Tapi peluang untuk membentuk metabolit yang
toksis juga ada walaupun kecil. Oleh sebab itu harus bijaksana dalam
mengosumsi obat-obatan. Perubahan-perubahan struktur ini yang
meyebabkan penyakit dalam manusia.
Obat masuk ke dalam tubuh manusia
1. Tidak mengalami perubahan struktur, maka dia akan mengalami dua
peristiwa:
a. Tidak larut dalam cairan badan. Resisten terhadap pengaruh
kimia dan enzim.
b. Larut dalam cairan tubuh, namun tidak lalrut dalam pelarut non
polar. Efeknya resisten terhadap pengaruh kimia, dengan kata
lain resisten terhadap perubahan struktur yang disebabkan oleh
enzim kemudia juga memilik sifat relatif non toksis, karena dia
bisa cepat diekskreksikan. Jadi dia bisa tidak larut dalam cairan
badan berarti kalau tidak larut berarti bisa menyebabkan resisten
dalam larut kimia dan enzim. Namun jika larut dengan cairan
tubuh, dia bisa resisten juga namun dia bisa memiliki sifat relatif
non toksis. Yang jadi sebuah permasalahan kalau dia tidak larut
dengan cairan badan nanti efeknya bisa menjadi toksis karena dia
tidak bisa dikeluarkan jadi nempel resatonis terus.

2. Mengalami Perubahan,
perubahan yang terjadi bisa mengalami perubahan dua
langkah dan perubahan satu langkah. Jika perubahan satu langkah
berarti dia akan mengalami satu kali metabolisme. kalau perubahan
dua langkah berarti dia akan mengalami dua kali metabolisme.
Contohnya adalah ada Iproniasid termetabolisme itu satu langkah ini
bisa jadi dia menjadi aktif atau tidak aktif. Kalau dia aktif berarti
yang prodrug di ubah menjadi drug. Kalau dia tidak aktif berarti
pertama kali aktif pada awalnya bertemu dengan resektor, lepas dari
resktor bertemu dengan enzim termetabolisme keluar dari dalam
tubuh manusia. Kemudian kalau yang dua langkah yang pertama
obatnya bisa
a. Inaktif , kemudian termetabolisme menjadi aktif. Kemudian
termetabolisme menjadi konjugasi. Jadi konjugasi ini bisa
dikeluarkan dari tubuh manusia. Contohnya adalah
fenobarbital.
b. Inaktif termetabolisme menjadi aktif termetabolisme menjadi
tidak aktif dan bisa di keluarkan tubuhn manusia. Contohnya
adalah fenasetin.
c. Pertama dia aktif termetabolisme aktif termetabolisme aktif.
Contohnya kodein.
Faktor yang mempengaruhi metabolisme obat

Faktor genetik lebih logis terhadap lingkungan ini akan


mempengaruhi proses genetikanya. Jadi kecepatan metabolismenya juga
dipengaruhi. Efeknya juga akan dipengaruhi.

1. Faktor Genetik (Di dalam tubuh manusia itu sendiri atau di dalam
tubuh organisme)
 Akan menyebabkan perbedaan biotrasnformasi dan konjugasi
obat tergantung dari spesies. spesies berarti sudah spesifik yaitu
spesies homosapies, spesies ayam, spesies kelinci, ternyata
terpengaruhi biotransformasi. kalau yang terpengaruhi ada obat
yang mungkin diciptakan untuk manusia.
Jadi ada beberapa kasus misalnya obat yang diciptakan untuk
manusia diberikan untuk hewan karena hewannya sakit.
Misalnya obat diare manusia, obat itu efeknya bagus sekali
terhadap manusia, jadi berhenti diare. Namun ketika ada
hewannya yang sakit, obat diare itu ke hewan. Kemudian hewan
itu tidak diare-diare lagi, tetapi ujung-ujungnya hewan itu tidak
bisa buang air besar ternyata mampet, ternyata dosis untuk
manusia disamakan untuk hewan. Perutnya membuncit dan
setelah itu hewannya sakit dan ada yang hewannya mati. Dan ada
juga hewannya di bawa ke dokter hewan untuk mendapatkan
pertolongan pertama, agar hewannya tidak mati. Maka dosis
untuk manusia dan hewan itu berbeda.
 Di dalam spesies hewan yang berlainan  metabolisme obat bisa
sama, dapat pula berbeda.
Ternyata perlakuan untuk hewan juga berbeda. Karena setiap
spesies itu berbeda maka nanti proses kimia perubahan obat di
dalam tubuh manusia juga berbeda. Karena ternyata yang
mempengaruhi proses perubahan struktur obat itu enzim di dalam
tubuh manusia. Di dalam tubuh organisme makhluk hidup. Jadi
enzim di setiap tubuh manusia itu punya jumlah yang berbeda-
beda. Bahkan dalam satu spesies saja enzimnya berbeda-beda.
Efeknya adalah ada satu obat yang tidak cocok untuk satu spesies
ke spesies lainnya.
 Contohnya adalah Asam fenilaselat pada manusia berkonjugasi
dengan glutamin. Pada unggs berkonjugasi dengan omitin. Pada
anjing berkonjugasi dengan glisin. Asam benzoat pada ayam
dieksrsikan dalam bentuk asam orniturat.Asam benzoat pada
anjing di ekskresi dalam bentuk asam hiourat.
a. Perbedaan metabolisme
Faktor genetik secara spesifik akan berpengaruh terhadap
kualitatif dan kuantitatif. Hal ini bisa di lihat dari lama lalu reaksi
itu sendiri.
 Berbeda secara kualitatif (tipe reaksi)  faktor genetik akan
mempengaruhi jumlah enzim atau variasi enzim yang
termetabolisme. Ketika variasinya berbeda. Di dalam tubuh
manusia banyak sekali reaksi-reaksi kimia untuk merubah
obat yang awalnya non polar menjadi polar. Ada reaksi
reduksi, reaksi aminasi, reaksi asetaliasi dan banyak sekali.
Maka ada variasi dari reaksi akan berbeda tipe dan jenis
reaksinya berbeda.
 Berbeda secara kuantitatif (tipe reaksi sama tetapi lajunya
berbeda / waktu paro/ durasi / dll)  Waktu paro, res tengah
adalah waktu yang diperlukan oleh obat untuk mangalami
kehilangan 50% bentuk aktifnya atau 50% efek yang
dibutuhkan. Durasi adalah waktu yang diperlukan dari
pertama kali muncul dan obatnya menghilang. Onsep adalah
waktu yang digunakan untuk memiliki efek dari pertama kali
penggunaan.
Contohnya :
a. Kucing tidak mampu membentuk konjugasi dengan
glukoronid. Anjing tidak mampu mengasetilkan aromatik
amin seperti sulfonamid.
b. Amfetamin (obat penenang) : pada kelinci deaminasi,
pada anjing hidroksilasi cincin aromatik. Termasuk tipe
reaksi
c. Asetanilid : anjing akan mengalami hidroksilasi
kedudukan para. Kucing akan mengalami hidroksilasi
kedudukan arto. Termasuk tipe reaksi. Efel farmakologis
dan toksisitas suksinil kokain, isoniasid dan primakuin
dipengaruhi oleh genetik orang.

Dalam hasil penelitian reaksi baru dipublikasikan pada


tahun 2019. Primaqueen itu turunan dari koroqueen untuk
mengobati penyakit malaria. Primaqueen ini dihasilkan
dengan mengambil sampel manusia yang di daerah yang
sering terjadi penyakit malaria seperti di daerah Sumatera,
Sulawesi, Kalimantan dan Papua. Dan ini dikaitkan dengan
suku karena suku akan mempengaruhi oleh genetik-
genetiknya akan berbeda. Temukan bahwa suku yang ada di
Papua termetabolisme Primasqueen lebih tinggi dosisnya
dibandingkan di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi sehingga
cepat termetabolisme, Efeknya dosis yang diberikan harus
lebih tinggi dari dosis normal. Itu salah satu contoh faktor
genetik.

b. Faktor Genetik Asetilator


Faktor genetik akan berpengaruh terhadap proses asetilasi.
Ada senyawa yang bernama asetilator. Ada yang mengalami
aselitator cepat dan lambat. Kalau asetilator cepat berarti dia
cepat mengalami asetilasi kemudian obatnya cepat terbuang.
Obatnya lambat sekali mengalami asetilasi maka obatnya itu akan
lama terbuang dari tubuh manusia. Efeknya adalah nanti malah
dosisnya meningkat bisa masuk melampaui batas atas dari kadar
toksis minimum dan itu bahaya, akan menyebabkan toksisitas.
1. Asetilator cepat
 Isoniasid cepat mengalami asetilasi menjadi
asetilisoniasid yang di ekskresikan, yang berarti kerjanya
cepat (pendek).
 Isoniasid dengan asetilasi menjadi asetilisoniasid yang
tidak aktif.
 Sulfamezatin  ada kemungkinan obat tersebut tidak
berefek.
 Bangsa Jepang dan bangsa Eskimo 90% merupakan
asetilator cepat. Efenya untuk dosis orang jepang dan
eskimo lebih tinggi diberikan kepada mereka diatas dossis
normal.

2. Asetilator lambat
 Isoniasid dapat terjadi keracunan.
 Misal ada suku atau ras yang tergolong asetilator lambat
dosis yang diberikan adalah dosis kecil karena tergolong
asetilator lambat. Maka kemungkinan untuk tertimbun
kecil maka secara kurfa dosis tidak bisa melampaui kadar
toksis minimum.

Faktor genetik mempunyai peranan dalam laju metabolisme obat


termasuk : warfarin, dikumarol, fenilbutazon, dll.

2. Faktor Fisiologis (berhubungan dengan fisik)


 Umur  umur semakin tua maka kerja enzim semakin
lambat. Umur 0-10 tahun kerja enzim juga lambat, dan
umur 10-40 tahun kerja enzimnya optimum. Seiring
bertambahnya umur berarti kemampuan fisik seseorang
juga pasti akan bertambah namun nanti kalau sudah tua
kemampuan fisiknya juga akan berkurang akan turun
lagi. Jadi ini seperti kurfa yang pertama umur 0-19 tahun
di bawah kemudian pada umur 20-30 tahun itu punya
straight nanti bertambah tua makan akan turun-turun lagi.
Ketika umur mempengaruhi kondisi fisik akan
dipengaruhi oleh jumlah enzim yang ada di dalam tubuh
manusia itu sendiri.
 Contohnya adalah Bayi  enzim dalam hepar
aktivitasnya rendah. Maka Glukuronil transferase dalam
bayi aktivitasnya rendah. Ini juga berpengaruh terhadap
obat-obat yang dimetabolisme oleh glukuronil transferasi.
 Kloramfenikol  harus hati-hati (tidak sesuai dengan
aturan normal dengan dosis dewasa).
 Heksobarbital 10mg/kg berat badan  Contohnya bayi
yang baru lahir tidur jam dan orang dewasa tidur 1 jam,
kemudiaan orang dewesa diberikan dengan dosis 10 kali
besar dari semula.

3. Faktor Farmakodinamik
 Dosis  Dosis besar dan dosis kecil pasti akan
mempengaruhi efek yang terjadi.
 Frekuensi pemberian  Dua kali sehari atau empat kali
sehari nanti efek yang ditimbulkan juga otodidak.
 Cara pemberian  Per oral IV dan intrafena efeknya
akan lebih cepat yang infrafena dibandingkan IV.
 Distribusi dalam jaringan  kalau misalnya ternyata
komposisi lemak di dalam individu itu banyak maka
distribusinya akan berbeda dibandingkan dengan
komposisi lemaknya yang sedikit di dalam tubuh individu.
Nanti akan ada obat yang terperangkat oleh lipit yang ada
di dalam tubuh manusia.
 Ikatan protein dengan obat  kalau ada obat yang terikat
dengan protein bebas sempat bertemu dengan tidak
sempat resektornya. Maka efeknya yang ditimbulkan
menjadi kecil.

4. Faktor Lingkungan (lingkungan saat termetabolisme)


 Persaingan dengan obat lain.
 Karbon moniksida.
 Pestisida  induksi enzim atau inhibisi enzim.
 Barbiturat  menaikkan metabolisme hidroksikumarin
(menurunkan aktivitas).
 Aspirin  menurunkan metabolisme tolbutamida
(menaikkan aktivitas). Penghambatan metabolisme obat
akan memperpanjang masa kerja dan intensitas efek
farmakologinya. Aspirin yang di minum bersama dengan
tobutamid menyebabkan penurunan metabolismenya.
Kadar obat dalam darah lebih lama, sehingga dapat
menyebabkan hipoglikemik.
 Penghambatan metabolisme obat akan memperpanjang
masa kerja intensitas efek farmakologisnya. Tolbutamid
 hipoglikemi.
 Contohnya adalah ketika ada dua obat diberikan secara
bersamaan, nanti kedua obat yang diberikan akan
termetabolisme. Dua obat ini nanti akan mengalami
kesempatan yang sama akan memerlukan enzim-enzim
tertentu. Yang menjadi permasalahan adalah ketika ada
dua obat yang diberikan bersama, kemudian obat ini
termetabolisme secara bersamaan dan enzim yang
digunakan termetabolisme juga sama, nanti akan
menyebabkan persaingan metabolisme antara satu sama
lain. Efeknya adalah obat A harus cepat termetabolisme
dan obat B tidak termetabolisme tidak apa-apa. Tapi kalau
obat A ini harus termetabolisme karena kalau terlalu
lambat, maka akan menyebabkan efek samping yang
terjadi. Kalau misal ada persaingan metabolisme, maka
kadar obat A semakin tinggi. Maka efek lake bisa terjadi.
Maka ketika dokter memberikan obat itu sudah dipikirkan
sedemikian rupa, apakah obat ini akan terinteraksi dengan
senyawa ini atau tidak karen afaktor lingkungan sangat
mempengaruhi.

Anda mungkin juga menyukai