Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

SIFAT FISIKA DAN KIMIA DARI SENYAWA


HIDROKARBON

KELOMPOK 1 GOLONGAN II
ANGGOTA:

RHINARD VALERY GOETHE RANDANG (1908551026)


NI LUH PUTU CINTYA PRAMESTI (1908551027)
IDA AYU GENDARI (1908551029)
IZZUL ISHFAHAN (1908551030)
IDA BAGUS LAKSAMANA VIVEKANANDA (1908551031)

DOSEN PENGAMPU:
Ni Putu Linda Laksmiani, S.Farm., M.Sc., Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
1. TUJUAN
1.1 Memperlihatkan sifat-sifat khas dari senyawa hidrokarbon jenuh, tak jenuh,
dan aromatik.
1.2 Membedakan senyawa-senyawa tersebut berdasarkan sifat reaksi kimianya.

2. TINJAUAN PUSTAKA
Atom karbon dapat berikatan dengan banyak atom lain. Atom karbon paling
banyak berikatan dengan atom hidrogen membentuk senyawa hidrokarbon.
Metana merupakan senyawa kovalen nonpolar dan merupakan senyawa
hidrokarbon yang digunakan sebagai bahan bakar. Senyawa hidrokarbon sangat
banyak ditemukan di alam. Bensin, solar, minyak tanah, lilin, karbohidrat, dan
lemak merupakan contoh senyawa-senyawa hidrokarbon (Rahayu, 2009).
Beribu-ribu komponen hidrokarbon terdapat di alam, di mana pada suhu
kamar terdapat tiga bentuk, yaitu gas, cair, dan padat. Sifat fisik dari masing-
masing bentuk tersebut dipengaruhi oleh struktur molekul, terutama jumlah atom
karbon yang menyusun molekul hidrokarbon. Hidrokarbon yang mengandung
1-4 atom karbon berbentuk gas pada suhu kamar, sedangkan yang mengandung
5 atau lebih atom karbon berbentuk cair atau padat. Semakin tinggi jumlah atom
karbon semakin cenderung untuk terdapat dalam bentuk padat (Fardiaz, 1992).
Semua senyawa organik merupakan turunan dari golongan senyawa yang
dikenal sebagai hidrokarbon sebab senyawa tersebut terbuat hanya dari hidrogen
dan karbon. Berdasarkan strukturnya, hidrokarbon dibagi menjadi dua golongan
utama, yaitu alifatik dan aromatik. Hidrokarbon alifatik tidak mengandung
gugus benzena, atau cincin-cincin benzena, sedangkan hidrokarbon aromatik
mengandung satu atau lebih gugus benzena. Hidrokarbon alifatik dibagi menjadi
alkana,alkena, dan alkuna (Chang, 2005).
Hidrokarbon dapat dibedakan atas tiga kelompok berdasarkan struktur
molekulnya, yaitu hidrokarbon alifatik, aromatik, dan alisiklik. Molekul
hidrokarbon alifatik tidak mengandung cincin atom karbon, dan semua atom
karbon tersusun dalam rantai lurus atau bercabang. Molekul hidrokarbon

1
aromatik mengandung cincin enam karbon (cincin benzena), dan setiap atom
karbon dalam cincin tersebut hanya mengandung satu atom tambahan, yaitu C
atau H. Hidrokarbon alisiklik adalah hidrokarbon yang mengandung struktur
cincin selain benzena (Fardiaz, 1992).
Penggolongan senyawa hidrokarbon dapat pula dikelompokkan
berdasarkan kejenuhan ikatannya, yaitu senyawa hidrokarbon jenuh dan
senyawa hidrokarbon tak jenuh. Senyawa hidrokarbon jenuh mempunyai ciri
antar atom c berikatan tunggal (C-C). Senyawa-senyawa yang termasuk
kelompok ini antara lain: senyawa etana (C2H6). Senyawa hidrokarbon tak jenuh
mempunyai ciri antar atom C berikatan rangkap dua (C=C) atau ikatan rangkap
tiga (C≡C). Senyawa-senyawa yang termasuk kelompok ini antara lain:
senyawa etena (C2H4) (Marzuki, dkk., 2010).
Alkana dan sikloalkana tidak reaktif dibandingkan dengan senyawa organik
yang memiliki gugus fungsional. Misalnya, banyak senyawa organik bereaksi
dengan asam kuat, basa, zat pengoksid atau zat pereduksi. Umumnya alkana dan
sikloalkana tidak bereaksi dengan reagensia ini. Karena sifat kurang reaktif ini,
maka kadang-kadang alkana disebut sebagai parafin (Latin: parum affins,
“afinitas kecil sekali”) (Fessenden, 1986).
Sifat kimia alkana, yaitu: alkana dapat bereaksi dengan oksigen melalui
reaksi pembakaran sempurna. Pembakaran sempurna alkana menghasilkan gas
CO2, contoh: C3H8 + 5O2 → 3CO2 + 4H2O. Pembakaran tidak sempurna
menghasilkan gas CO atau karbon dalam bentuk jelaga, contoh 2C 2H6 + 5O2 →
4CO + 6H2O. Alkana dapat mengalami reaksi subtitusi (penggantian), contoh:
CH4 + Cl2 → CH3Cl + HCl. Alkana dapat mengalami reaksi perengkahan
(cracking), yaitu pemutusan rantai karbon menjadi potongan yang lebih pendek,
contoh: C2H6 → C2H4 +H2. Sifat kimia alkena, yaitu: alkena lebih reaktif
dibandingkan alkana, pembakaran alkena menghasilkan gas CO 2 dan H2O,
contoh: 2C3H6 + 9O2 → 6CO2 + 6H2O. Alkena mengalami reaksi adisi
(penjenuhan), contoh: CH2 = CH2 + H2 → CH3 – CH3. Alkena mengalami reaksi
polimerisasi, yaitu pemecahan ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal
membentuk molekul-molekul raksasa dengan rantai yang panjang. Sedangkan

2
sifat kimia alkuna yaitu alkuna dapat mengalami adisi. Reaksi adisi pada alkuna
lebih lambat dibandingkan reaksi adisi alkena (Rachmawati, 2018).

Gambar 1. Contoh reaksi kimia pada alkana (Muchtaridi dan Sandri


Justiana, 2007)
Hidrokarbon alifatik berasal dari minyak bumi sedangkan hidrokarbon
aromatik dari batu bara. Semua hidrokarbon, alifatik dan aromatik mempunyai
tiga sifat umum, yaitu tidak larut dalam air, lebih ringan dibanding air dan
terbakar di udara (Wilbraham, 1992).
Senyawa aromatik yang paling sederhana adalah benzena, yaitu suatu
senyawa hidrokarbon siklik dengan ikatan rangkap terkonjugasi yaitu ikatan
rangkap yang terdapat pada atom karbon yang saling berdampingan. Benzena
walaupun memiliki ketidakjenuhan seperti halnya senyawa alkena tetapi
benzena tidak memiliki sifat-sifat kimia seperti halnya senyawa alkena. Reaksi
yang berlangsung pada benzena adalah reaksi substitusi. Pada reaksi ini cincin
benzena dengan ikatan rangkap yang terdelokalisasi tidak mengalami
perubahan. Senyawa hidrokarbon aromatik bersifat nonpolar, tidak larut dalam
air, tetapi larut dalam pelarut organik seperti dietil eter atau pelarut lain yang
nonpolar. Penggunaan benzena secara luas sebagai pelarut (Wardiyah, 2016).

3
Monografi bahan:

a. Asam sulfat (Farmakope Indonesia IV, hal 52)

Nama resmi : ACIDUM SULFURICUM


Nama lain : Asam sulfat
RM/BM : H2SO4 / 98,07

Pemerian : Cairan jernih, seperti minyak, tidak


berwarna, bau sangat tajam dan korosif.
Kelarutan : Bercampur dengan air dan dengan etanol,
dengan menimbulkan panas.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Zat tambahan
b. Asam nitrat (Farmakope Indonesia IV, hal 50)
Nama resmi : ACIDUM
NITRICUM Nama lain : Asam nitrat
RM/BM : HNO3 / 63,01
Pemerian : Cairan berasap; sangat korosif, bau khas,
sangat merangsang.
Kelarutan : Larut dalam air dan dalam etanol (95%) P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Zat tambahan

c. Asam benzoat (Farmakope Indonesia IV, hal 47)

Nama resmi : Acidum Benzoicum


Nama lain : Asam benzoat

RM/BM : C7H602 / 122

Pemerian : Hablur halus dan ringan, tidak berwarna,


tidak berbau
Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 350 bagian air;
dalam lebih kurang 3 bagian etanol (95%)
P, dalam 8 bagian klorofom P, dan dalam

4
3 bagian eter.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Antiseptikum ekstern, antijamur
d. Aseton (Farmakope Indonesia IV, hal 27)
Nama Resmi : Acetonium
Nama Lain : Aseton

RM/BM : CH3COCH3 / 58,08

Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, bau khas,


mudah terbakar.

Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, etanol, dan


eter.

Kegunaan : Sampel untuk keton

e. N-heksana (Farmakope Indonesia IV, hal 1158)

Nama : n-heksana
Berat molekul : 86.18 g/mol

Rumus molekul : C6H14

Pemmerian : cairan tak berwarna, dapat dibakar

Kegunaan : pelarut organik

f. Minyak kelapa (Farmakope Indonesia III, hal 456)

Nama resmi : OLEUM COCOS


Nama lain : Minyak Kelapa

Berat jenis : 0,949-0,950 g/mL

Pemerian : Caitan jernih, tidak berwarna, atau


kuning pucat, bau khas tidak tengik.
Kelarutan : Larut dalam 2 bagian etanol (95%) P,
pada suhu 60oC, sangat mudah larut dalam
kloroform P dan eter P

5
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung
dari cahaya, di tempat sejuk.
Kegunaan : Zat tambahan

g. Minyak tropical (Minyak goreng kelapa sawit)

Minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang


dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya
digunakan untuk menggoreng bahan makanan.
Warna : Kuning (α dan β karoten (berwarna
kuning), xantofil,(berwarna kuning
kecoklatan), klorofil (berwarna
kehijauan) dan antosyanin (berwarna
kemerahan))
Bau : khas ditimbulkan oleh nonyl methylketon
Kelarutan : Minyak tidak larut dalam air kecuali
minyak jarak (castor oil), dan minyak
sedikit larut dalam alkohol, etil eter,
karbon disulfide dan pelarut-pelarut
halogen.
h. Tersier Butanol
Zat padat yang tidak berwarna, yang meleleh di dekat suhu kamar
dan memiliki bau seperti kapur barus.

i. KMnO4 (Farmakope Indonesia III, hal 330)

Nama resmi : KALII PERMANGANAS

Nama lain : Kalium permanganat

RM/BM : KMnO4 / 158,03

Pemerian : Hablur mengkilap; ungu atau hampir


hitam; tidak berbau; rasa manis atau
sepat.
Kelarutan : Larut dalam 16 bagian air ; mudah larut

6
dalam air mendidih.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Antiseptikum ekstern
j. Iodium (Farmakope Indonesia III, hal 316)
Nama resmi : IODIUM
Nama lain : Iodium

BM : 126,921

Pemerian : keping atau butir,berat ,mengkilap

Kelarutan : Larut dalam 3500 bagian air, 13


bagian etanol, 80 bagian gliserol P dan
4 bagian karbon disulfide.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

Kegunaan : Sebagai zat tambahan

k. CCl4

Menurut kamus besar, Karbon Tetraklorida merupakan zat cair


tanpa warna dengan bau yang menyenagkan “manis”
Nama lain : Tetraklorometana, Benziform,
Benzinoform, Karbon klorida, Karbon
tet, Freon 10, Halon 104, Metana
tetraklorida, Perklorometana, Tetraform,
dan tetrasol.
RM / BM : CCl4 / 153,52

Pemerian : cairan tidak berwarna, bau seperti eter

Kelarutan : larut dalam 785-800 mg/L air pada 25oC,


larut dalam alkohol, eter, kloroform,
benzena.

7
3. ALAT DAN BAHAN
3.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini, yaitu:

1. Tabung reaksi
2. Pipet Tetes
3. Pipet ukur
4. Filler
5. Gelas kimia
6. Labu takar
7. Batang pengaduk
3.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini, yaitu:

1. H2SO4 Pekat
2. Asam Nitrat
3. n-heksana
4. Asam benzoat
5. Aseton
6. Minyak kelapa
7. Minyak tropical
8. Tersier Butanol
9. KmnO4 0,1 M
10. CCl4
11. I2

4. PROSEDUR KERJA
4.1. Prosedur Kerja (i)

4.1.1 Prosedur Kerja Reaksi Asam Benzoat


1. Ditimbang Asam Benzoat sebanyak 0,1 gr

8
2. Dilarutkan Asam Benzoat dengan 10 ml aseton
3. Dimasukkan Asam Benzoat ke dalam 3 tabung reaksi yang telah
diberi label
4. Pada tabung 1 ditambahkan 1 mL H2SO
5. Pada tabung 2 ditambahkan 1 mL Asam Nitrat
6. Diamati dan dicatat perubahannya
4.1.2 Prosedur Kerja Reaksi n-Heksana
1. Dimasukkan n-Heksana masing-masing 2 mL ke dalam 2 tabung
reaksi dan beri label
2. Pada tabung 1 ditambahkan 1 mL H2SO
3. Pada tabung 2 ditambahkan 1 mL Asam Nitrat
4. Diamati dan dicatat perubahannya
4.2.Prosedur Kerja (ii)

4.2.1 Ikatan tak jenuh dengan I2

1. Diambil minyak kelapa dan minyak tropical, dimasukkan kedalam


tabung reaksi yang berbeda sebanyak 2 mL
2. Ditambahkan kedalamnya 10 tetes kloroform
3. Ditambahkan setetes demi tetes larutan I2 dan CCl4 sambil di
kocok
4. Di amati perubahan yang terjadi dan dicatat

4.2.2 Ikatan tak jenuh dengan KmnO4

1. Ditambahkan 20 tetes minyak kelapa dalam 10 tetes tersier butanol,


lalu di kocok
2. Ditambahkan secara tetes demi tetes larutan KMnO4 0,1 M sambil
di kocok
3. Diamati perubahan yang terjadi dan dicatat

5. SKEMA KERJA
5.1 Skema Kerja (i)

9
5.1.1 Prosedur Kerja Reaksi Asam Benzoat

5.1.2 Prosedur Kerja Reaksi n-Heksana

5.2 Skema Kerja (ii)


5.2.1 Skema kerja ikatan tak jenuh dengan I2

10
Diambil minyak kelapa dan minyak tropical, dimasukkan kedalam
tabung reaksi yang berbeda sebanyak 2 mL (Minyak kelapa tabung 1,
minyak tropical tabung 2).

Ditambahkan ke dalamnya 10 tetes kloroform

Ditambahkan setetes demi tetes larutan I2 dan CCl4 sambil di kocok

Diamati perubahan yang terjadi dan dicatat

5.2.2 Skema kerja ikatan tak jenuh dengan KmnO4

Ditambahkan 20 tetes minyak kelapa dalam 10 tetes tersier butanol,


lalu di kocok

Ditambahkan secara tetes demi tetes larutan KMnO4 0,1 M sambil di


kocok

Diamati perubahan yang terjadi dan dicatat

6. HASIL
No. Hidrokarbon Zat yang Ditambahkan Hasil
Asam benzoat
Tabung 1: 1 mL H2SO4 Tabung 1: Merah Maron
sebanyak 0,1 gram,
1. Tabung 2: 1 mL Asam nitrat Tabung 2: Bening
dilarutkan dengan
Tabung 3: - Tabung 3: Bening
10 ml aseton

11
n-Hekasana
dimasukkan masing- Tabung 1: 1 mL H2SO4 Tabung 1: Merah Maron
2. masing 2 mL ke Tabung 2: 1 mL Asam nitrat Tabung 2: Bening
dalam 2 tabung
reaksi
Minyak kelapa dan Tabung 1: Orange
minyak tropical 2 Tabung 1: I2 dan CCl4 kecoklatan
3. mL dilarutkan Tabung 2: I2 dan CCl4 Tabung 2: Orange
dengan 10 tetes kecoklatan (lebih pekat
kloroform dari minyak kelapa)
Tetes 1 kali: Kuning
kecoklatan (Terdapat
20 tetes minyak butiran / endapan coklat)
4. kelapa dalam 10 Ditambah KMnO4 0,1 M Tetes 2 kali: Bagian atas
tetes tersier butanol coklat, bagian bawah
coklat kemerahan(Warna
tidak pekat)

7. PEMBAHASAN

7.1 Alasan Penggunaan Bahan Praktikum


7.1.1 H2SO4 Pekat
Pada praktikum ini menggunakan H2SO4 pekat karena berguna untuk
menunjukkan suatu senyawa apakah senyawa tersebut larutan yang bersifat asam,
basa, atau bersifat netral. H2SO4 dapat digunakan untuk mengetahui kandungan
oksigen, nitrogen, atau belerang. Dari senyawa tersbut dapat digunakan untuk
memperkirakan berbagai gugus fungsional dari suatu senyawa organik. Senyawa-
senyawa yang tidak dapat larut dalam pelarut H2SO4 pekat atau pelarut lain disebut
sebagai senyawa inert. Pada praktikum ini H2SO4 digunakan sebagai reagen
pendeteksi senyawa aromatic. Apabila asam sulfat dimasukkan terjadi reaksi maka
senyawa tersebut merupakan senyawa aromatic.

12
Berikut struktur molekul dari asam sulfat (H2SO4 ):

Gambar 2. Struktur Molekul Asam Sulfat


7.1.2 Asam Nitrat
Pada praktikum ini menggunakan asam nitrat karena asam nitrat mengalami
reaksi nitrasi. HNO3 menggantikan satu gugus H pada senyawa dengan gugus NO2
sehingga menghasilkan senyawa nitro. Akan tetapi, untuk dapat menghasilkan
reaksi nitrasi pada senyawa jenuh (ikatan tunggal), diperlukan suhu yang
tinggi(150-450°C), sehingga tidak akan terjadi reaksi apapun di suhu ruangan.
Sedangkan untuk senyawa tak jenuh (ikatan rangkap), maka akan terjadi reaksi
nitrasi dengan menghasilkan warna bening, sehingga tidak akan terlihat perubahan
warna. Berikut struktur molekul dari asam nitrat:

Gambar 3. Struktur Molekul Asam Nitrat


7.1.3 n-Heksana
Pada praktikum ini menggunakan n-heksana karena n-heksana merupakan
jenis senyawa jenuh yang memiliki ikatan tunggal. n-Heksana juga sering
digunakan sebagai pelarut organik yang bersifat inert karena non-polarnya. Alkana
(n-heksana) bersifat sulit bereaksi dan sulit dioksidasi karena sudah cenderung
stabil dengan ikatan tunggal. Sementara pada praktikum ini, digunakan asam sulfat

13
yang bersifat oksidator (pengoksidasi). Sifat alkana yang sangat sulit bereaksi ini
menyebabkan H2SO4 hanya akan tersubstitusi secara biasa. Jadi 1 gugus H pada n-
heksana akan tersubstitusi oleh gugus HSO4- dari asam sulfat. Karena sifat asam
sulfat yang polar tidak melarutkan secara sempurna dengan alkana yang sifatnya
nonpolar sehingga hanya tersubstitusi secara biasa. Artinya dia tidak bereaksi
secara penuh namun hanya sebagian, sehingga terjadi perubahan warna pada
campuran walaupun sedikit. Dengan adanya perubahan warna ini menunjukkan
sifat-sifat dari senyawa hidrokarbon. Berikut struktur molekul dari n-Heksana:

Gambar 4. Struktur Molekul n-Heksana


7.1.4 Asam benzoat
Pada praktikum ini menggunakan asam benzoat karena merupakan salah satu
senyawa aromatic. Sesuai dengan tujuan praktikum bahwa ingin mengetahui sifat-
sifat senyawa hidrokarbon yakni salah satunya senyawa aromatic yaitu asam
benzoate. Bila asam benzoat (putih) direaksikan dengan asam sulfat (bening) akan
terjadi proses sulfonasi sehingga menghasilkan asam karboksilat yaitu asam
sulfobenzoat yang berwarna merah marun dengan aroma pisang. Bila asam benzoat
(putih) direaksikan dengan asam nitrat (bening) maka tidak terjadi reaksi nitrasi
sehingga akan menghasilkan senyawa asam karboksilat, yaitu asam (para)
nitrobenzoat yang tidak berwarna atau bening. Berikut struktur senyawa asam
benzoate:

Gambar 5. Struktur Molekul Asam Benzoat

14
7.1.5 Aseton
Pada praktikum ini menggunakan aseton karena aseton akan dilarutkan
bersama asam benzoat. Asam benzoat memiliki serbuk kristal padat, tidak
berwarna, tidak berbau, sedikit terlarut di dalam air, tetapi larut dalam etanol dan
sangat mudah larut dalam benzena dan aseton. Karena sifat dari asam benzoat yang
sangat mudah larut dalam aseton inilah mengapa asam benzoat dilarutkan bersama
dengan aseton. Berikut struktur molekul aseton:

Gambar 6. Struktur Molekul Aseton


7.1.6 Minyak kelapa dan Minyak tropical
Pada reaksi ini menggunakan minyak kelapa dan minyak sawit pasaran
(tropical) karena kedua minyak ini dapat melakukan hidrogenasi (reaksi adisi)
dengan senyawa-senyawa halogen dari golongan VII A, misalnya dengan Br 2 dan
I2. Karena praktikum ini bertujuan untuk mengetahui senyawa lemak jenuh dan tak
jenuh maka bahan ini cocok digunakan. Pada minyak kelapa dan minyak kelapa
sawit keduanya mengandung senyawa lemak jenuh dan lemak tak jenuh dengan
komposisi berbeda, sehingga dari perbedaan itu bisa dilakukan identifikasi mana
bahan yang lebih jenuh atau maha bahan yang lebih tak jenuh.
7.1.7 Tersier Butanol
Penggunaan T-butanol pada praktikum ini adalah sebagai pelarut. Dalam
reaksi oksidator kuat yang akan dilakukan dengan KMnO4, perlu dilakukan
pelarutan bahan agar mudah dalam bereaksi. Pelarutan ini juga berfungsi agar saat
melakukan reaksi dengan oksidator kuat dapat menghasilkan warna yang jelas,
karena apabila direkasikan tanpa pelarut maka kemungkinan warna yang dihasilkan
akan pekat dan tidak dapat diidentifikasi. Berikut struktur dari t-butanol:

15
Gambar 7. Struktur Molekul Tersier Butanol
7.1.8 KMnO4 0,1 M
Pada praktikum ini penggunaan KMnO4 adalah sebagai oksidator kuat yang
mampu mengoksisdasi ikatan rangkap menjadi senyawa glikol dan ion MnO4-
sendiri mengalami reduksi menjadi MnO2 yaitu dalam bentuk endapan cokelat.
Melalui oksidasi ini, dapat dideteksi senyawa-senyawa ikatan tak jenuh yang
memiliki ikatan rangkap. Apabila suatu senyawa yang diidentifikasi mengalami
perubahan warna setelah diberi KMnO4 dan warna asli dari KMnO4 yaitu warna
ungu menghilang, maka senyawa tersebut telah terjadi oksidasi pada ikatan rangkap
sehingga senyawa tersebut diidentifikasi sebagai senyawa tak jenuh. Sebaliknya
apabila suatu senyawa yang diidentifikasi tidak mengalami perubahan warna
setelah diberi KMnO4 dan warna asli dari KMnO4 yaitu warna ungu tidak
menghilang atau tetap berwarna ungu, maka senyawa tersebut tidak terjadi oksidasi
pada ikatan rangkap atau senyawa tersebut tidak memiliki ikatan rangkap sehingga
senyawa tersebut diidentifikasi sebagai senyawa tak jenuh. Berikut struktur
molekul dari KMnO4 :

Gambar 8. Struktur Molekul KMnO4


7.1.9 CCl4
CCl4 adalah senyawa yang biasa digunakan sebagai pelarut. Senyawa
organik yang bersifat non polar bisa larut dalam pelarut non polar.minyak kelapa

16
dan minyak tropical termasuk senyawa organik yang bersifat non polar dan air
adalah pelarut polar sehingga tidak dapat larut dan timbul dua lapisan. Sedangkan
CCl4 adalah pelarut non polar, maka minyak kelapa dan minyak tropical dapat larut.
Namun, selain sebagai pelarut senyawa ini juga dapat sebagai reagen bantuan
terhadap iodium karena CCl4 memiki atom halogen (golongan VIIA) yaitu Cl
(klorida). Adanya atom halogen ini akan membantu reaksi halogenasi yang akan
terjadi pada ikatan tidak jenuh pada minyak. Sehingga selain sebagai pelarut CCl 4
dapat digunakan sebagai reagen pembantu dalam praktikum ini. Berikut struktur
molekul dari CCl4 :

Gambar 9. Struktur Molekul CCl4


7.1.10 I2
Ketika larutan I2 direaksikan dengan sampel minyak, larutan tersebut dapat
memecah ikatan rangkap yang ada pada lemak tak jenuh dan ditandai dengan
perubahan warna. Seperti yang telah dijelaskan pada bahan minyak kelapa dan
kelapa sawit, bahwa minyak-minyak tersebut digunakan karena bisa bereaksi
dengan senyawa pada golongan VII A. Maka senyawa yang digunakan yaitu
senyawa larutan Iodium. Adanya reaksi hidrogenasi (reaksi adisi) yang terjadi
apabila diberikan senyawa iodium ini adalah senyawa yang memiliki ikatan
rangkap. Semakin banyak ikatan rangkap, maka akan semakin banyak pula iodium
yang akan bereaksi. Semakin banyak reaksi terjadi, maka perubahan warna akan
lebih jauh berbeda dari warna awal bahan tersebut. Berikut struktur molekul dari
I2:

17
Gambar 10. Struktur Molekul I2
7.2 Reaksi Asam Benzoat

a. C6H5COOH + H2SO4 → C6H4SO3COOH + H2O


Bila asam benzoat (putih) direaksikan dengan asam sulfat (bening)
akan terjadi proses sulfonasi sehingga menghasilkan asam karboksilat yaitu
asam sulfobenzoat yang berwarna merah marun dengan aroma pisang. Pada
reaksi ini asam benzoat terindikasi sebagai senyawa aromatik karena asam
benzoat dapat bereaksi bila diberikan asam sulfat dan terjadi reaksi sulfonasi.
Asam sulfat yang merupakan reagen senyawa aromatic yang mengalami
sulfonasi terjadi apabila suatu senyawa bereaksi terhadap senyawa asam
sulfat dimana gugus fungsi HSO3 menggantikan atom hidrogen di dalam
cincin aromatic.
b. C6H5COOH + HNO3 → C6H4NO2COOH + H2O
Bila asam benzoat (putih) direaksikan dengan asam nitrat (bening)
akan terjadi reaksi nitrasi sehingga akan menghasilkan senyawa asam
karboksilat, yaitu asam (para) nitrobenzoat yang tidak berwarna atau bening.
Namun apabila dipanaskan maka akan menghasilkan warna yang berbeda
yaitu kuning. Karena reagen yang digunakan adalah asam nitrat yang
memiliki spesifikasi sama dengan asam sulfat yaitu dapat mengidentifikasi
senyawa aromatic, maka pada asam benzoate dalam reaksi nitrasi
teridentifikasi sebagai senyawa aromatic yang bisa mengalami reaksi nitrasi.
7.3 Reaksi n-Heksana

a. n-heksana dengan H2SO4


Alkana (n-heksana) bersifat sulit bereaksi dan sulit dioksidasi karena
sudah cenderung stabil dengan ikatan tunggal. Sementara asam sulfat itu
bersifat oksidator (pengoksidasi). Sifat alkana yang sangat sulit bereaksi ini

18
menyebabkan H2SO4 hanya akan tersubstitusi secara biasa. Jadi 1 gugus H
pada n-heksana akan tersubstitusi oleh gugus HSO4- dari asam sulfat.
Munculnya perubahan warna beruma merah maroon, dikarenakan sifat
asam sulfat yang polar tidak melarutkan secara sempurna dengan alkana
yang sifatnya nonpolar sehingga hanya sedikit yang dapat bereaksi. Artinya
dia tidak bereaksi secara penuh sehingga perubahan warnanya menjadi
merah (tidak larut). Hal ini bisa terjadi karena adanya perlakuan khusus saat
melakukan uji, misalnya dipanaskan atau suhu ruangan tidak stabil, atau
dilakukan pencampuran dengan cara dikocok dengan sangat kuat.
Sehingga senyawa n-Heksana bukan senyawa aromatic Hal ini
dikarenakan senyawa n-Heksana tidak bereaksi sepenuhnya dengan asam
sulfat yang merupakan reagen aromatic dan tidak terjadi proses nitrasi
penuh.

b. n-heksana dengan HNO3


n-heksana dengan HNO3 mengalami reaksi substitusi biasa. Reaksi
ini sama seperti reaksi n-Heksana dengan asam sulfat, n-Heksana
merupakan ikatan tunggal yang sulit bereaksi maka saat direaksikan dengan
asam nitrat reaksi yang terjadi tidaklah sempurna. Reaksi yang lebih banyak
terjadi adalah reaksi substitusi HNO3 yang menggantikan satu gugus H pada
heksana dengan gugus NO2 sehingga menghasilkan senyawa nitro heksana
dan air. Dalam persenyawaan, nitro heksana memang berwarna bening dan
air juga berwarna bening sehingga larutannya tetap bening.

7.4 Ikatan tak jenuh dengan I2


Asam lemak disusun oleh rangkaian karbon dan merupakan unit
pembangunan yang sifatnya khas untuk setiap lemak. Ikatan karbon antar satu
dengan yang lainnya pada asam lemak dapat berupa ikatan jenuh dan dapat
pula berupa ikatan tidak jenuh. Berdasarkan strukturnya apabila kandungan
asam lemak tidak jenuh lebih banyak dikandungnya maka lemak akan bersifat

19
cair pada suhu rungan. Dan apabila kandungan asam lemak jenuhnya lebih
banyak, maka pada suhu ruangan akan bersifat padat.
Menurut NYU Langone Medical Center memperkirakan bahwa minyak
kelapa mengandung 90% lemak jenuh. Ini berarti kandungan lemak tak
jenuhnya sekitar 10%. Sementara itu, minyak kelapa sawit memiliki
kandungan lemak jenuh dan lemak tak jenuh dengan rasio 1:1. Ini berarti pada
suhu ruangan minyak kelapa dan minyak tropical bersifat cair karena ada
kandungan asam lemak tak jenuh yang lebih banyak
Minyak kelapa dan minyak tropical apabila direaksikan oleh iodium
maka akan terjadi reaksi substitusi halogen (golongan VIIA). Semakin banyak
ikatan rangkap pada asam lemaknya maka makin tidak jenuh asam lemak pada
minyak tersebut. Semakin banyak ikatan rangkap maka semakin banyak pula
ikatan Iodium bereaksi. Ikatan ini terjadi karena ikatan rangkap memiliki sifat
beresonansi. Sehingga setelah direaksikan ternyata kedua Maka dikarenakan
asam lemak tak jenuh minyak kelapa sawit lebih besar rasionya dibandingan
asam lemak tak jenuh minyak kelapa, iodium yang bereaksi akan lebih banyak
pada minyak kelapa sawit. Sehingga menghasilkan perubahan warna yang
lebih pekat daripada warna pada minyak kelapa.
7.5 Ikatan tak jenuh dengan KMnO4
Reaksi antara minyak tropical dengan KMnO4 pada tetes pertama
menghasilkan warna kuning kecoklatan dan terdapat butiran / endapan coklat.
Pada tetes kedua menghasilkan warna bagian atas coklat, bagian bawah coklat
kemerahan dan warna tidak pekat. Pada reaksi ini pula warna khas KMnO4
yaitu warna ungu juga menghilang seiring dengan perubahan warna pada
minyak tropical. Ini menunjukkan bahwa pada minyak tropical terdapat ikatan
rangkap atau ikatan hidrokarbon tidak jenuh. KMnO4 sebagai oksidator kuat
dapat mengoksidasi ikatan rangkap minyak tropical menjadi senyawa-senyawa
glikol dan ion MnO4- sendiri mengalami reduksi menjadi MnO2 yaitu dalam
bentuk endapan coklat. Maka untuk mengetahui ikatan rangkap maupun
tunggal dapat mengalui metode oksidasi kuat, dengan menambahkan bahan
dengan senyawa oksidator kuat seperti KMnO4.

20
8.PENUTUP

8.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa reagen
asam sulfat (sulfonasi) dan asam nitrat (nitrasi) dapat digunakan untuk menentukan
senyawa aromatik. Apabila suatu senyawa merupakan senyawa aromatic, maka
senyawa tersebut bila direaksikan dengan asam sulfat akan menghasilkan reaksi
sulfonasi dan terjadi perubahan warna, dan bila direaksikan pada asam nitrat maka
akan menghasilkan reaksi nitrasi dan terjadi perubahan warna apabila senyawa
campuran dipanaskan atau diberi bantuan berupa katalis.
Sedangkan pada reagen I2 dan KMnO4 merupakan reagen identifikasi senyawa
jenuh dan tak jenuh. Sehingga apabila suatu senyawa direaksikan dengan Iodium
menghasilkan perubahan warna atau bereaksi dengan Iodium, maka senyawa
tersebut memiliki kandungan ikatan tidak jenuh (ikatan rangkap) yang masih bisa
berikatan dengan gugus lain. Sedangkan bila tidak bereaksi dengan Iodium maka
senyawa tersebut tidak memiliki ikatan rangkap atau merupakan senyawa jenuh.
Pada senyawa KMnO4 bila senyawa tersebut tidak bereaksi dengan KMnO4 maka
warna ungu dari KMnO4 tidak akan menghilang dan senyawa tersebut
teridentifikasi sebagai senyawa jenuh yang memiliki ikatan tunggal. Namun,
apabila senyawa tersebut bereaksi maka warna asli KMnO4 yang berwarna ungu
akan menghilang dan menghasilkan warna baru dan endapan yang menandakan
bahwa senyawa tersebut merupakan senyawa tidak jenuh atau memiliki ikatan
rangkap.
8.2 Saran

Berikut adalah saran yang dapat disampaikan :

▪ Untuk kedepannya dapat meminimalisir kesalahan yang ada dalam


praktikum ini

▪ Diperlukan pemahaman lebih lanjut menganai sifat-sifat kimia


hidrokarbon agar mampu memperluas pengetahuan.

21
DAFTAR PUSTAKA
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti. Edisi Ketiga. Jilid 1
Jakarta: Erlangga.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III.


Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 316, 330, 456
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi

IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 27, 47,50, 52,
1158
Fardiaz, Srikandi. 1992. Polusi Air & Udara. Yogyakarta: Kanisius.

Fessenden, R.J. dan J.S Fessenden. 1986. Kimia Organik Dasar. Edisi Ketiga. Jilid
1. Jakarta: Erlangga. hal. 102.
Marzuki, Ismail., Amirullah., Fitriana. 2010. Kimia dalam Keperawatan. Sulawesi
Selatan: Pustaka As Salam.

Muchtaridi dan Sandri Justiana. 2007. Kimia I SMA Kelas X. Jakarta: Quadra.

Rachmawati, Nuzulul. 2018. Hafalan Rumus Kimia SMA Kelas X, XI, & XII.
Jakarta Selatan: Cmedia.

Rahayu, Iman. 2009. Praktis Belajar Kimia. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional.

Wardiyah. 2016. Kimia Organik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia.

Wilbraham, Anthony C dan Michael, B, Matta. 1992. Pengantar Kimia Organik


dan Hayati. Bandung: Penerbit ITB.

22

Anda mungkin juga menyukai