Anda di halaman 1dari 3

SELAMAT TINGGAL

Goresan Pena:Chairil Anwar

Aku berkaca

Ini muka penuh Luka

Siapa punya?

Kudengar seru menderu

..... dalam hatiku? .....

Apa hanya angin lalu?

Lagu lain pula

Menggelepar tengah malam buta

Ah.................. ??

Segala menebal, segala mengental

Segala takku kenal ................ !!

Selamat tinggal ................! !

Kumpulan Puisi Chairil Anwar

(Deru Campur Debu), Cetakan kedelapan, 2010:5

Dari Sisi Lapis Suara

Sajak tersebut berupa satuan-satua suara: suara suku kata, kata, dan berangkai merupakan seluruh
bunyi (suara)sajak itu: suara frase dan suara kaliamat. Jadi, lapis bunyi dalam sajak itu iyalah semua
satuan bunyi yang berdasarkan konvensi bahasa tertentu, disini bahasa indonesia. Hanya saja, dalam
puisi membicarakan lapis bunyi haruslah ditujukan pada bunyi-bunyi atau pola bunyi yang bersifat
“istimewa” atau khusus, yaitu yang dipergunakan untuk mendapatkan efek puitis atau nilai seni
(Rachmat Djoko Pradopo, 2009:16)

Misalnya dalam bait pertama baris pertama ada asonansi (peluang bunyi vokal pada deretan kata) u dan
a; ‘aku berkaca’. Di baris ke dua ada aliterasi a yang berulang-ulang:.... muka.... luka, siapa punya. Begitu
juga dalam baris keempat ada asonansi u: ‘seru-menderu’, baris kelima dan keenam dijumpai kata
‘hatiku-lalu’ yang asonansinya u. Dan pola sajak akhiran bait ke-1, 2, 3, dan 4: yang bersajak aaa, karena
di dalam puisi Chairil Anwar yang berjudul “Selamat Tinggal” ini setiap bait memiliki tiga baris. Setiap si
pengarang ingin bertanya, memerintah meninggikan atau menaikan suatu nada bunyi, banyak sekali
memberikan tanda baca titk(.), tanda seru(!), dan tanda tanya(?) yang berlebihan. Contoh: Bait kedua
baris kedua; ..... dalam hatiku? ....., Bait ketiga baris ketiga; Ah.................. ??, Bait keempat baris kedua;
Segala tak kukenal ................ !!, dan Bait keempat baris ketiga; Selamat tinggal ................ !!. Banyak
dijumpai tanda-tanda baca yang berlebihan.

Dari Sisi Lapis Arti

Satuan terkecil berupa fonem. Satuan fonem berupa suku kata dan kata. Kata bergabung menjadi
kelompok kata, kalimat, alinea, bait, bab, dan seluruh cerita. Itu semua satuan arti (Rachmat Djoko
Pradopo, 2009:17).

Dalam bait pertama, ‘Aku berkaca’ berarti; Si penulis, menyadari dia harus mengoreksi diri, bahwa
manusia itu memiliki kekurangan dan kelebihan, menulis mencari dimana letak kekurangannya;
berteladan kepada; berkacalah kepada orang tua agar bersikap bijaksana. Pepatah mengatakan ‘jangan
bercermin (kaca) air yang keruh’, maksudnya adalah jangan meniru perbuatan orang yang buruk. ‘Ini
muka penuh luka siapa punya?’Si penulis bertanya-tanya muka siapa yang luka, maksud luka disini iyalah
muka yang penuh dosa, seorang yang menderita, Kekurangan-kekurangan pribadi atau keburukan-
keburukan.

Dalam bait kedua,‘Kudengar seru menderu..... dalam hatiku? .....Apa hanya angin lalu?’. Si penulis
bertanya-tanya di dalam hati,berita yang didengardi telinganya sepintas laluapakah benar atau hanya
sepintas angin lalu saja. Dalam bait ketiga, ‘Lagu lain pula Menggelepar tengah malam buta’ Si penulis
menjadi pusing/ bingung mengdengar lagu (tingkah laku atau suara-suara lain) di waktu tengah malam
buta(larut malam) apakah benar-benar berita itu terjadi. Tapi, Si penulis Pusing yang mana ingin
didengarnya, apakah bisikan dalam hatinya, bisikan anging lalu yang melintas di telinganya atau lagu lain
pula yang didengar di waktu tengah malam. Lalu Si penulis mengambil keputusan, Si penulis berteriak,
Ah..................??. walaupun pikirannya masih bertannya-tanya.
Dalam bait keempat,’Segala menebal, segala mengentalSegala takku kenal ................ !!’. Si
penulis bulat mengambil keputusan tegas bahwa yang dia pikirkan “segala menebal”, maksud menebal
adalah kasar dan tidak berbelas kasian. “segala mengental”, maksud mengental adalah membeku,
padat, keras hati Si penulis. “Segala takku kenal................!!”. Si penulis sudah tidak memperdulikan lagi.
Bahwa dia percaya apa yang ada di dalam hati kecilnya bahwa Si penulis tidak menghiraukannya (takku
kenal). Maka Si penulis benar-benar tekat bahwa dia meninggalkan berita atau ucapan orang lain yang
bisa merugikannya. Maka Si penulis mengakhiri puisinya dengan kata “Selamat tinggal ................! !”,
maksud selamat tinggal disini Si penulis percaya diri, harus sabar dan tenang mengambil keputusan
suatu masalah. Harus berpikir-pikir terlebih dahulu.

Di dalam gurindam dua belas pasal kesebelas bait keempat karangan Raja Ali Haji bin Tengku Haji
Ahmad mengatakan “hendak marah dulukan hujah”. Maksudnya adalah orang yang suka marah
darahnya selalu naik akibatnya hilang akal sehat, perbuatan jelekpun muncul. Dalam bait ini diisyaratkan
untuk mendidik karakter, supaya karakter marah jangan dipelihara. Marah harus tepat sasaran. Marah
adalah perbuatan tidak terpuji. Yang dikemukakanolehProf. Dr. H. Maswardi Muhammad Amin, M. Pd,
dalambukunyaPendidikan karakter anak bangsa, 2011: 192.

Jadi, sangat tepatlah Si penulis mengambil keputusan bahwa dia ingin meninggalkan,
meninggalkan bukan berarti tidak menerima kenyataan, tidak bertanggujawab, atau lari dalam
permasalahan. Tetapi, Si penulis tidak mau marah melihat kenyatan, tidak tau dengan siapa si penulis
ingin menghujah. Maka dari itu Si penulis mengatakan “Selamat tinggal ................! !”.

NAMA INDRA KELAS B.1

MATA KULIAHSANGGAR BAHASA

DOSEN PEMBIMBING Drs. Suhardi, M. Pd

Bagikan ke Pinterest

Anda mungkin juga menyukai