Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS DIFTERI

A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Difteri adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae,
ditandai oleh terbentuknya eksudat berbentuk membran pada tempat infeksi dan diikuti
oleh gejala umum karena ekstoxin yang diproduksi basil ini.
2. Etiologi
Disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae, bakteri gram positi yang bersifat polimorf,
tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Pewarnaan sediaan langsung dapat dilakukan
dengan biru natrium atau biru tolidin. Basil ini dapat ditemukan dengan sediaan langsung
dari lesi. Terdapat 3 jenis basil yaitu : gravix, mitus dan intermedius atas dasar perbedaan
bentuk koloni dalam biakan agar darah yang mengandung kalium territ.
Basil dapat membentuk :
1. Pseudomembran yang sukar diangkat, mudah berdarah dan berwarna putih keabu-
abuan yang meliputi daerah yang terkena, terdiri dari fibrin, leukosit, jaringan nekrotik
dan basil.
2. Eksotoksin yang sangat ganas dan dapat meracuni jaringan setelah beberapa jam
diabsorbsi dan memberikan gambaran perubahan jaringan yang khas terutama pada
otot jantung, ginjal dan jaringan saraf.
3. Patofisiologi
Basil hidup dan berkembang biak pada traktus respiratori bagian atas terlebih-lebih
bila terdapat peradangan kronis pada tonsil, sinus dan lain-lain. Tetapi walaupun jaringan
basil dapat pula hidup pada daerah vulva, telinga dan kulit. Pada tempat ini basil
membentuk pseudomembran dan melepaskan eksotoksin. Pseudomembran dapat timbul
lokal atau kemudian menyebar dari faring atau tonsil ke laring dan seluruh traktus
rerspiratori bagian atas sehingga menimbulkan gejala yang lebih berat. Kelenjar getah
bening sekitarnya akan mengalami hiperplasia dan mengandung toksin.
Eksotoksin dapat mengenai jantung dan menyebabkan miokarditis toksik atau
mengenai jaringan saraf perifer sehingga timbul paralisis terutama otot-otot pernapasan.
Toksis juga dapat menimbulkan nekrosis fokal pada hati dan ginjal, malahan dapat timbul

Hasmawati S.KEP 1
Laporan pendahuluan Difteri
nefritis interstisialis (jarang sekali). Pemakaian terutama disebabkan oleh sumbatan
membran pada laring dan trakea, gagal jantung, gagal pernapasan atau akibat komplikasi
yang sering yaitu bronkopneumonia.
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis difteri tergantung pada :
a. Lokasi infeksi.
b. Imunitas penderitanya.
c. Ada/tidanya toksin yang beredar dalam sirkulasi darah.
Masa inkubasi adalah 1 – 10 hari (tersering 2 – 4 hari). Gejala klinis dapat dibagi atas
gejala umum, gejala lokal dan gejala-gejala yang terjadi akibat eksotoksin merusak
jaringan lain yang terkena. Gejala-gejala umum yang timbul adalah demam yang tidak
terlalu tinggi, lesu, pucat, sakit kepala, anoreksia, sehingga pasien tampak sangat lemah.
Gejala umum ini biasanya disertai gejala lokal setiap bagian yang terkena seperti pilek,
nyeri waktu menelan, sesak napas, suara serak dan stridor. Gejala-gejala akibat eksotoksin
tergantung kepala jaringan yang terkena seperti mocarditis. Paralisis jaringan saraf dan
nefritis.
5. Klasifikasi Difteri
Pembagian difteri dibuat menurut tempat atau lokalisasi jaringan yang terkena infeksi dan
berdasarkan berat ringannya penyakit (Beach dkk, 1950).
Pembagian menurut berat ringannya penyakit yang diderita yaitu :
1. Infeksi Ringan.
Pseudomembran terbatas pada mukosa hidung atau fasial dengan gejala hanya nyeri
menelan.
2. Infeksi Sedang.
Pseudomembran menyebar lebih luas sampai ke dinding posterior faring dengan
edema ringan yang dapat diatasi dangan pengobatan konservatif.
3. Infeksi Berat.
Disertai gejala jalan napas yang berat, yang hanya dapat diatasi dengan trakeostomi,
Juga komplikasi miopkarditis, paralisis ataupun nefritis dapat menyertai.

Hasmawati S.KEP 2
Laporan pendahuluan Difteri
Pembagian difteri menurut tempat dan lokalisasi jaringan yang terkena infeksi, yaitu :
1. Difteri hidung / nasal anterior.
2. Difteri hidung / nasal posterior.
3. Difteri fansial.
4. Difteri laringeal.
5. Difteri konjungtiva.
6. Difteri kulit.
7. Difteri vulvagina.
6. Prognosis
Prognosis penyakit ini berlangsung pada :
a. Umur pasien : makin muda usia, makin jelek prognosisnya.
b. Perjalanan penyakit, makin lambat makin ditemukan, makin buruk keadaannya.
c. Letak lesi difteria. Bi;a dihitung tergolong ringan.
d. Keadaan umum pasien, bila keadaan gizinya buruk, prognosis buruk.
e. Terdapat komplikasi miokarditis sangat memperburuk prognosis.
f. Pengobatan, terlambat pemberian ADS, prognosis makin buruk.
7. Komplikasi
a. Pada saluran pernapasan : terjadi obstruski jalan napas dengan segala akibatnya,
bronkopneumonia, atelektasis.
b. Kardiovaskuler : miocarditis yang dapat terjadi akibat toksin yang dibentuk kuman
difteria.
c. Kelainan pada ginjal ; nefritis.
d. Kelainan saraf ; kira-kira 10 % pasien difteria mengalami komplikasi yang
mengenail susunan saraf terutama sistem motorik, dapat berupa :
a) Paralisis/paresis palatum mole sehingga terjadi rinolalia (suara sengau),
tersedak/sukar menelan. Dapat terjadi pada minggu I – II.
b) Paralisis/paresis otot-otot mata; dapat mengakibatkan strabismus, gangguan
akomodasi, dilatasi atau ptosis yang timbul pada minggu III.
c) Paralisis umum yang dapat terjadi setelah minggu IV. Kelainan dapat mengenai
otot muka, leher, anggota gerak dan yang paling berbahaya bila mengenai otot
pernapasan.

Hasmawati S.KEP 3
Laporan pendahuluan Difteri
8. Penatalaksanaan Medik
Penatalaksanaan dibagi dlam dua tindakan yaitu :
a. Tindakan spesifik
Tujuan :
a) Menetralisasi toksin
b) Eradikasi kuman
c) Menanggulangi infeksi sekunder
Jenis Tindakan : ( Ada tiga jenis pengobatan )
1) Serum Anti Difteri (SAD), dosis diberikan atas luasnya membran dan beratnya
penyakit :
- 40.000 IU untuk difteri sedang : sebagian atau seluruh tonsil secara
unilateral atau bilateral.
- 80.000 IU untuk difteri berat : membran melewati tonsil, yaitu meluas ke
uvula, pallatum molle, dinding faring.
- 120.000 IU untuk difteri sangat berat : ada bullneck, kombinasi difteri
faring dan laring, komplikasi berupa miocarditis, kolaps sirkulasi.
SAD diberikan dalam dosis tunggal melalui IV (dsips) dengan cara melarutkan
dalam 200 cc NaCl 0,9 %, pemberian selesai dalam waktu 2 jam (34
tetes/menit).
SAD merupakan serum heterolog (reaksi anafilaksis), karena itu harus
dillakukan :
a. Uji kepekaan sebelumnya.
b. Pengawasan ( tanda-tanda vital dan reaksi lainnya.: perluasan membran)
selama dan setelah pemberian SAD terutama sampai 2 jam setelah
pemberian SAD.
c. Adrenalin 1 : 1000 dlam semprit harus selalu disediakan (dosis 0,1 cc /
kgBB IM maksimal diulang 3 kali dengan interval 5 – 15 menit).
d. Sarana dan penanggulangan reaksi renjatan anafilaktik harus tersedia.
Uji kepekaan yang dilakukan terdiri dari :
 Tes Kulit :
e. 0,1 cc pengenceran 1 : 10 SAD dengan NaCl 0,9 % intra cutan.
Hasilnya dibaca setelah 15 –20 menit

Hasmawati S.KEP 4
Laporan pendahuluan Difteri
Dianggap positif bila teraba indurasi dengan diameter paling sedikit
10 mm.
 Tes mata.
f. 1 tetes pengenceran 1 : 10 SAD dengan NaCl 0,9 % diteteskan pada
salah satu kelopak mata bagian bawah.
1 tetes NaCl 0,9 % digunakan sebagai kontras pada mata lain.
Hasilnya dibaca setelah 15 – 20 menit.
Dianggap positif bila ada tanda konjungtivitis ( merah bengkak,
lakrimasi).
Konjungtivitis diobati dengan adrenalin 1 : 1000
Bila salah satu tes kepekaan positif, SAD tidak diberikan sekaligus,
tetapi secara bertahap, yaitu dengan dosis yang ditingkatkan secara
perlahan-lahan (desensibilisasi bedreska) dengan interval 20 menit,
SAD diencerkan dalam NaCl 0,9 % sebagai berikut :
g. 0,05 cc dari pengenceran 1 : 20 secara SC.
h. 0,1 cc dari pengenceran 1 : 20 secara SC.
i. 0,1 cc dari pengenceran 1 : 10 secara SC.
j. 0,1 cc tanpa pengenceran secara SC.
k. 0,3 cc tanpa pengenceran secara SC.
l. 0,5 cc tanpa pengenceran secara SC.
m. SAD yang sisa diberikan secara drips IV. Jika ada reaksi dari
penderita (tanda-tanda anafilaktik segera berikan adrenalin 1 :
1000.
2) Antibiotik.
n. Penicilin procain 100.000 SI/kgBB/hari IM selama 10 hari, maksimum 3 gr
per hari.
o. Eritromicin (bila Alergi PP) 50 mg/kgBB/hari secara oral 3 – 4 kali perhari
selama 10 hari.
3) Kortikosteroid
Indikasi difteri berat dan sangat berat ( membran luas, komplikasi bullneck).
Prednison 2 mg/kgBB/hari selama 3 minggu.
Dexametason 0,5 – 1 mg/kgBB/hari secara IV (terutama untuk toxemia)

Hasmawati S.KEP 5
Laporan pendahuluan Difteri
b. Tindakan Umum
Tujuan :
a. Mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi.
b. Mempertahankan atau memperbaiki keadaan umum.
c. Mengatasi gejala atau akibat yang timbul.
Jenis tindakan :
a. Perawatan tirah baring selama 2 minggu dalam ruang isolasi.
b. Jamin intake cairan dan makanan.
Bentuk makanan disesuaikan dengan toleransi. Untuk hal ini dapat diberikan
makanan lunak, saring /cair, bila perlu sonde lambung jika ada kesukaran menelan
(terutama paralisis palatum molle dan otot-otot faring).
a. Jamin kemudahan defekasi jika perlu berikan obat-obat membantu defekasi
( klisma, laksantia, stoolsoftener) untuk mencegah mengedan berlebihan.
b. Bila anak gelisah beri sedatif: Diazepam atau Luminal.
c. Pemberian antitusif untuk mengurangi batuk ( laring).
d. Aspirasi sekret secara periodik terutama untuk dfteri laring.
e. Bila ada tanda-tanda obstrusksi jalan napas :
d. Beri oksigen.
e. Tracheostomi, disesuaikan dengan tingkat dispneularingeal.

Tingkat dispnealaringeal menurut Jakson :


a. Penderita tenang dengan cekungan ringan suprasternal.
b. Retraksi suprasternal lebih dalam + cekungan epigastrium dan penderita
gelisah.
c. Penderita sangat gelisah, ketakutan, muka pucat kelabu dan akibat kehabisan
tenaga tampak seolah-olah tenang, tertidur dan akhirnya meninggal karena
asfiksia.
c. Indikasi trkeostomi pada tanda-tanda obstruksi jalan napas
Tracheostomy adalah tindakan pembedahan membuka ke dalam trachea agar
tersedia jalan napas yang efektif - by pas karena obstruksi jalan napas bagian atas,
bantuan ventilasi jangka panjang atau membersihkan mucus dari jalan napas.

Hasmawati S.KEP 6
Laporan pendahuluan Difteri
Indikasi untuk tracheostomy termasuk bronchopulmonary, dysplasia, subglohic
dan distres pernapsan.
Pengkajian
 Pernapasan :
- Crackles.
- Ronchi.
- Distres pernapasan.
- Stridor.
- Mucus purulenta.
- Catheter suction sulit untuk lewat.
- Cyanosis.
 Integumen:
- Kemerahan di daerah stoma.
- Drainage purulenta.
- Meningkatnya temperatrur.
9. Pencegahan
Cara yang paling baik untuk mencegah adalah pemberiab imunisasi aktif. Biasanya
pemberian vaksin difteri bersamaan dengan pertusis dan tetanus (DPT).

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kelembaban akumulasi mucus.
Tujuan:
Anak akan menunjukkan integritas kulit baik dengan KE : tidak adanya tanda-tanda
kemerahan, bengkak atau demam.
Intervensi:
a. Anjurkan orang tua dan anak (jika memungkinkan) untuk membersihkan sisi
tracheostomy dengan hydrogen peroxida sertiap 8 jam atau sesuai dengan kebutuhan.
b. Katakan pada orang tua agar menjaga leher anak tetap kering dan bersihkan secret
sesuai kebutuhan.
c. Katakan pada orang tua untuk mengganti tracheostomy setiap hari sesuai kebutuhan.

Hasmawati S.KEP 7
Laporan pendahuluan Difteri
d. Pastikan orang tua telah mengganti atu membersihkan sambungan suction, nebulizer
dan peralatan lainnya setiap 48 jam atau sesuai kebutuhan.
e. Tekankan pentingnya membersihkan bagian dalam canula 8 dan dan dengan
menggunakan teknik steril.
Rasional:
a. Mengurangi iritasi akibat penumpukan secret pada kulit.
b. Kelembaban menyebabkan iritasi yang dapat menyebabkan kerusakan kulit.
c. Pengikat yang basah dapat mengiritasi kulit dan menyebabkan lingkungan yang
hangat/berkabut dimana infeksi dapat berkembang.
d. Penggantian dan pemberian rutin dapat menurunkan resiko terjadinya kerusakan kulit
yang dapat menyebabkan infeksi.
e. Mengurangi resiko infiltrasi bakteri yang mengakibatkan rusaknya kulit dan infeksi.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan dislokasi tracheal tube atau sumbatan.
Tujuan:
Anak akan mempertahankan pola napas normal dengan KE: respiratori bilateral yang
sama, membran mucus kemerahan dan lembab, tidak ada dyspnea, batuk dan cegukan.
Intervensi:
a. Untuk mencegah pergeseran/dislokasi, instruksikan orang tua untuk
mengikat/mengunci tracheostomy tepat pada kuncinya. Pastikan mereka untuk
mengecek ikatan tersebut setiap 8 jam.
b. Katakan pada orang tua untuk memastikan bahwa ikatan/kunci baru tepat pada
tempatnya sebelum memindahkan ikatan lama. Juga jelaskan bahwa 2 orang harus
menggantikannya jika memungkinkan.
c. Tegaskan pentingnya menjaga/menyiapkan suku cadang tracheostomy tube dan
ganting di samping tempat tidur.
d. Anjurkan orang tua untuk mengganti tracheostomy tube minimal sebulan sekali (lebih
baik jika seminggu sekali.
e. Anjurkan orang tua untuk mengkaji warna, jumlah, konsistensi dan bau dari secret
setiap 8 jam laporkan pada dokter jika terdapat perubahan secret.

Hasmawati S.KEP 8
Laporan pendahuluan Difteri
f. Ajarkan orang tua untuk suction menggunakan elektrik syringe atau catheter jika
dibutuhkan, terutama anak yang mengalami kesulitan bernapas atau memproduksi
secret dalam jumlah besar.
g. Ajarkan orang tua untuk memasukan 0,5 ml, normal saline langsung ke dalam
tracheostomy tube sesuai kebutuhan untuk mengurangi secret.
h. Anjurkan orang tua untuk mendorong anak yang lebih besar agar batuk mengeluarkan
secret.
i. Jelaskan pentingnya pengkajian bunyi napas sebelum dan sesudah suction.
j. Ajarkan pada orang tua untuk meneteskan normal saline ke dalam tracheostomy ( 1 –
2 mg) tube sesuai kebutuhan, selama anak jauh dari sumber humidifikasi.
k. Katakan pada orang tua untuk mendorong anaknya minum 2 – 8 gelas (240 ml),
tergantung usia anak kecuali ada pembatasan cairan.
Rasional :
a. Mengurangi resiko terjadinya dislokasi dan distres pernapasan.
b. Menurunkan resiko cedera akibat dislokasi tube, 2 orang yang menggantikan lebih
efektif dibandingkan dengan 1 orang, terutama jika anak batuk atau bergerak.
c. Hal ini memungkinkan penggantian darurat akibat dislokasi tube yang menyebabkan
cedera.
d. Tube yang bersih mengurangi resiko penyumbatan dan infeksi.
e. Penumpukkan secret dapat menyebabkan peningkatan resiko penyumbatan dan
mengindikasikan bahwa perlunya peningkatan cairan atau kelembaban atau keduanya.
f. Elektrik syringe dapat memindahkan secret dari purtio bagian atas trachea tanpa
menyebabkan trauma tracheal. Kateter memungkinkan suction lebih dalam.
g. Sekresi yang kurang memudahkan pengenceran atau suction.
h. Batuk mengurangi kebutuhan akan suction dan resiko trauma trachea.
i. Untuk mengetahui apakah suction tersebut efektif atau tidak.
j. Cairan normal saline membantu pengurangan secret dan kelembaban, mengurangi
resiko terjadinya distres pernapasan.
k. Cairan yang adekuat melembabkan secret dan memudahkannya untuk dikeluarkan,
menurunkan resiko distres pernapasan.

Hasmawati S.KEP 9
Laporan pendahuluan Difteri
3. Resiko injury (kurang O2) berhubungan dengan prosedur suction.
Tujuan :
Anak akan terbebas dari injury dengan KE : turgor kulit tetap baik, bunyi napas bilateral
bersih, tingkat saturasi O2 adekuat (jika dimonitor) selama suction.
Internesi :
a. Instruksikan orang tua untuk memberikan ventilasi pada anak dengan O2 selama 30 –
60 detik sebelum dan sesudah suction jika dibutuhkan.
b. Instruksikan orang tua untuk tetap mempertahankan kateter tidak lebih dari 15 detik
selama suction.
c. Katakan pada orang tua untuk menggunakan kateter yang tepat (ukuran), biasanya ½
dari diameter tracheostomy tube.
Rasional :
a. Suplement O2 membantu mencegah kurangnya O2 (saturasi O2) akibat suction.
b. Orang tua harus meminimalkan waktu suction karena suction juga mengisap O2
bersamaan dengan sekret.
c. Menggunakan kateter yang terlalu besar meningkatkan resiko trauma pada
tracheostomy tube.

4. Resiko terjadinya aspirasi berhubungan dengan kegagalan menelan dan muntah.


Tujuan :
Anak tidakakan mengalami aspirasi dengan KE : anak dapat makan tanpa muntah
Intervensi :
a. Instruksikan orang tua untuk mengatur posisi anak selama makan (duduk/semi
fowler).
b. pastikan orang tua melakukan suction memberi makan atau minum. Bagaimanapun
katakan pada mereka jangan melakukan suction setelah makan.
Rasional :
a. Duduk/semi fowler saat makan mengurangi resiko aspirasi.
b. Suction setelah makan/minum dapat menyebabkan iritasi dan muntah.

Hasmawati S.KEP 10
Laporan pendahuluan Difteri

Anda mungkin juga menyukai