Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA

ACARA VI

PERSILANGAN TERPAUT SEKS

Disusun Oleh :

Nama : Aulia Rizqi Wisudani

Nim : 1801070012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2019

0
Kamis, 14 Noevember 2019

PERSILANGAN TERPAUT SEKS

I. Tujuan :
1. Untuk meliht ratio fenotip yang dihasilkan dari persilangan antar individu
yang memiliki gen terpaut seks.
2. Untuk mengetahui hasil keturunan F1 dan F2 dari parental yang
mempunyai gen terpaut seks.
3. Untuk mengetahui rasio genotipe yang dihasilkan dari persilangan antar
individu yang memiliki gen terpaut seks.
II. Dasar Teori

Individu mempunyai dua macam kromosom yaitu, kromosom autosom dan


kromosom seks. Karena itu biasanya individu jantan dan betina memiliki
kromosom yang sama oleh karena itu sifat keturunan yang ditentukan oleh gen
pada autosom akan diwariskan dari orang tua pada anak-anaknya tapa
membedakan seks. Misalnya seperti pada albino, warna mata, bentuk rambut.
(Suryo, 1990)

Pada kromosom seks dikenali gen-gen yang terpaut di dalamnya dan gen-gen
yang terangkai pada kromosom kelamin ini disebut gen terpaut kelamin (seks
lingked gens). Sehubungan dengan adanya dua macam kromosom kelamin, yaitu
kromosom –X dan kromosom –Y, maka gen-gen terpaut seks dapat dibedakan
menjadi gen terpaut-x dan gen terpaut-y. Gen yang terpaut pada kromosom x
tidak memiliki alel pada kromosom y, akibatnya penurunan gen terpaut x agak
lain dibandingkan dengan gen-gen autosom. Karena tidak mempunyai alel pada
kromosom y, maka gen terpaut kelamin dapat menunjukan ekspresinya walaupun
dalam keadaan tunggal, baik resesif maupun dominan. (Sisunandar, 2019)

Adanya rangkaian kelamin, mula-mula ditemukan oleh T.H. Morgan dalam


percobaannya menggunakan lalat buah Droshophila melanogaster dengan
memperhatikan warna matanya. Lalat yang normal bermata merah, tetapi diantara
sekian banyak lalat bermata merah, ia mendapatkan lalat jantan bermata putih.

1
Karena berbeda dnean lalat normal maka lalat bermata putih disebut mutan.
(Sisunandar, 2019)

Morgan segera mengawinkan lalat buah jantan bermata putih dengan lalat
buah betina bermata normal. Ketika sesama F1 dikawinkan, diperoleh keturunan
F2 yang memperlihatkan perbandingan yang menyimpang. Dari semua F2 didapat
¾-nya bermata normal , sedangkan ¼-nya bernata putih. Kecuali itu, lalat bermata
merah adalah betina, sedangkan yang jantan setengahnya bermata normal dan
setengahnya bermata putih. (Sisunandar,2019)

Berdasarkan hasil di atas, Morgan mengambil kesimpulan bahwa generasi


yang menentukan warna putih itu rupa-rupanya hanya memperhatikan
pengaruhnya pada lalat jantan saja, yang menentukan warna mata tersebut
terdapat pada kromosom x.

Pada hasil persilangan gen terpaut sex sangat tergantung kepada fenotip pada
setiap jenis kelamin parentalnya. Hal ini karena hewan betina mempunyai dua
kromosom seks atau kromosom x, sedangkan bagi hewan jantan hanya
mempunyai sebuah kromosom x saja. Jika dalam percobaan digunakan mutan
betina maka hasil yang diperoleh akan berbeda jika digunakan mutan jantan.
Kemungkinan persilangan dengan hasilnya adalah :

A. Persilangan dengan gen resesif


1. Jika mutan betina disilangkan dengan jantan normal, maka yang pertama
kali dapat kita simpulkan adalah, semua generasi F1-nya untuk yang
betina mempunyai fenotip normal sedangkan untuk yang jantan
mempunyai fenotipe mutan. Pada keturunn berikutnya akan dijumpai
keturunan baik jantan maupun betina mempunyai genotip 50% mutan.
2. Jika mutn jantan disilangan dengan betina normal mak semua fenotip F1-
nya adalah normal. Pada keturunan berikutnya semua mutan betina
mempunyai fenotp normal, sedngkan untuk yang jantan 50% berfenotip
normal dan 50% mutan.

2
B. Persilangan dengan gen dominan
1. Jika digunakan mutan betina, maka semua F1 mempunyai fenotif induk
betina. Pada generasi berikutnya akan diperoleh semua betina bergenotip
mutan, sedangkan jantannya 50% normal, dan 50% mutan.
2. Jika yang digunakan mutan jantan, maka semua keturunan F1 betina akan
berfenotif mutan, sedangkan jantan akan berfenotif normal. Pada generasi
berikutnya akan diperoleh keturunan betina maupun jantan 50% berfenotip
mutan dan 50% berfenotip normal.

III. Alat dan Bahan


A. Alat :
1. Cawan petri
2. Kuas kecil
3. Botol berpipet yang berisi eter.
4. Botol sterisasi
5. Botol kultul dengan sumbat plastik
6. Bantalan karet (storoform)
7. Botol pembunuh berisi detergen
B. Bahan :
1. Drosophila melanogaster jantan yellowwhite, dan betina sepia.
2. Medium

3
IV. Cara Kerja
1. Menyiapkan botol kultur yang berisi keturuna F2 dari persilangan
Drosophila melanogster.
2. Melakukan pembiusan dengan cara mengetuk-ngetukan botol lalat buah
diatas stsroform, setelah lalat turun kebawah, membuka sumbat busa
kemudian menutup dengan botol eterisasi (mempertautkan), dan
membiarkan lalat berpindah dari botol kultur ke botol eterisasi, setelah
semua lalat berpindah , membuka dan menutup botol kultur dengan
sumbat busa dan menutup botol eterisasi dengan sumbat kayu untuk
pembiusan dengan meneteskan eter ke pipa sumbat dan menunggu sampai
lalat pingsan.
3. Memindahkan lalat buah dari botol eterisasi ke cawan petri untuk
pengamatan dan memberi sedikit kapas ke cawan petri untuk pembiusan
kembali.
4. Mengamati dan menghitung jumlah lalat yang bermata merah, lalat
bermata putih dan, bermata coklat, serta membedakan jantan dan
betinanya.
5. Membuat diagram persilangan, kemudian menyocokan jumlah
perhitungan individu masing masing dengan persilangan dan menentukan
perentalnya.
6. Menganalisis dengan menggunakan tekhnik analisis chi-kuadrat.
7. Membuat kesimpulan dari hasil analisis tersebut.

4
V. Hasil Pengamatan

Nomor botol : T22

Parental : ♂+ se

se

♀ yw yw +

Perbandingan menggunakan analisis chi-kuadrat

Ho : Data yang diperoleh mempunyai rasio

♂ = Normal : Sepia : Yellowwhite : Yellowwhite Sepia

3 : 1 : 3 : 1

♀ = Normal : Sepia : Yellowwhite : Yellowwhite Sepia

3 : 1 : 3 : 1

Ha : Data yang diperoleh tidak mempunyai rasio

♂ = = Normal : Sepia : Yellowwhite : Yellowwhite Sepia

3 : 1 : 3 : 1

♀ = Normal : Sepia : Yellowwhite : Yellowwhite Sepia

3 : 1 : 3 : 1

5
♂ ♀
N Se Yw YwSe N Se Yw YwSe Jml
Jml individu 35 15 35 15 34 18 32 16 200
yang diamati
(ft)
Jml individu 3 1 3 1 3 1 3 1 200
yang 16 x 16 x 16 x 16 x 16 x 16 x 16 x 16 x
diharapkan 200 = 200 = 200 = 200 = 200 = 200 = 200 = 200 =
37,5 12,5 37,5 12,5 37,5 12,5 37,5 12,5
Derajat Kebenaran (dk) = K-1 = 8-1 = 7

X2 = Σ ( ft – Ft )2

= ( 35 – 37,5 )2 + ( 15 – 12,5 )2 + ( 35 – 37,5)2 + ( 15 – 12,5 )2 +

37,5 12,5 37,5 12,5

( 34 – 37,5)2 + ( 18 – 12,5 )2 + ( 32 – 37,5 )2 + ( 16 – 12,5 )2

37,5 12,5 37,5 12,5

= (-2,5)2 + (2,5)2 + (-2,5)2 + (2,5)2 + (-3,5)2 + (5,5)2 + (-5,5)2 + (3,5)2

37,5 12,5 37,5 12,5 37,5 12,5 37,5 12,5

= 6,25 + 6,25 + 6,25 + 6,25 + 12,5 + 30,25 + 30,25 + 12,5

37,5 12,5 37,5 12,5 37,5 12,5 37,5 12,5

= 18,75 + 18,75 + 18,75 + 18,75 + 12,5 + 90,75 + 30, 25 + 37,5

37,5

= 246 = 6,56

37,5

Bagan Persilangan

6
P ♀ yw x ♂ sepia

G ♀ yw yw + ♂+ se

+ se

F1 ♂ yw se x ♀ yw + se

+ se

F2 ♀ yw yw 3+ = 3 ♀ yellowwhite

se = 1 ♀ yellowwhite sepia

se

yw + 3+ = 3 ♀ normal

se = 1 ♀ sepia

se

♂ yw 3+ = 3 ♂ yellowwhite

se = 1 ♂yellowwhite sepia

se

+ 3+ = 3 ♂ normal

7
.

se = 1 ♂ sepia

se

Rasio fenotipe = ♂ = Normal : Sepia : Yellowwhite : Yellowwhite Sepia

♀ = Normal : Sepia : Yellowwhite : Yellowwhite Sepia

Rasio genotipe = ♂ = 3 : 1 : 3 : 1

♀= 3 : 1 : 3 : 1

Kesimpulan :

Jika dibandingkan dengan tabel chi-kuadrat, maka hasil lebih kecil dibandingkan
dengan tabel, sehingga, menerima hipotesis nol pada taraf kepercayaan 95%
artinya persilangan tersebut sesuai dengan hukum mendel !

VI. Pembahasan

8
Percobaan kali dilakukan untuk mengetahui bagaimana persilangan yang
terjadi pada gen-gen yang terpaut pada kromosom seks. Dengan menggunakan
Dorsophila melanogaster yang diketahui parentalnya adalah betina yellowwhite
dan jantan sepia. Dari persilangan antara betina yellowwhite dan jantan sepia
dihasilkan keturunan F1 yang disilangkan dengan sesama F1 dan menghasilkan
keturunan F2 dengan variasi individu : betina normal, betina sepia, betina
yellowwhite, betina yellowwhite sepia dan jantan normal, jantan sepia, jantan
yellowwhite, jantan yellowwhite sepia. Rasio genotipe yang diperoleh dari
persilangannya adalah 3 : 1 : 3 : 1, yaitu 3 normal : 3 sepia : 3 yellowwhite : 3
yellowwhite sepia.

Hasil persilangan dari gen-gen yang terpaut seks sangat tergantung pada
fenotipe setiap jenis kelamin parentalnya. Hal ini karena hewan jantan hanya
memiliki kromosom x sedangkan hewan betina memiliki 2 kromosom x. Maka
apabila parental dibalik antara jantan dan betina hasil keturunan yang dihasilkan
akan berbeda. Hal ini, karena hasil dari persilangan gen terpaut seks sangat
bergantung dan dipengaruhi oleh kedua fenotif dri jenis kelamin parentalnya.

Hasil yang diperoleh dari praktikum kali ini berupa 35 jantan normal, 15
jantan sepia, 35 jntan yelllowwhite, 15 jantan yellowwhite sepia, 34 betina
normal, 18 betina sepia, 32 betina yellowwhite, 16 betina yellowwhite sepia.

Setelah dihitung dengan perbandingan chi-kuadrat diperoleh x2 nya adalah


6,56 dimana hsi tersebut lebih kecil dari tabel derajat kebebasan, yang berarti data
yang diperoleh menerima hipotesis nol pada taraf kepercayaan, yang artinya
persilangan tersebut sesuai dengan hukum mendel.

VII. Kesimpulan

9
1. Dari hasil pengamatan diketahui parental dari Dorsophila melanogaster
adalah jantan sepia dan betina yellowwhite denganketurunan F2 yang
dihasilkan betina normal, betila sepia, betina yellowwhite, betina
yellowwhite sepia, jantan normal, jantan sepia, jantan yellowwhite, jantan
yellowwhite sepia.
2. Rasio fenotipe = ♂ = Normal : Sepia :Yellowwhite : Yellowwhite Sepia

♀ = Normal : Sepia : Yellowwhite : Yellowwhite Sepia

3. Rasio genotipe = ♂ = 3 : 1 : 3 : 1
♀= 3 : 1 3 : 1
4. Persilangan dari gen-gen yang terpaut seks sangat tergantung pada
fenotipe setiap jenis kelamin parentalnya. Hal ini karena hewan jantan
hanya memiliki kromosom x sedangkan hewan betina memiliki 2
kromosom x.
5. Berdasarkan analisis chi-kuadrat x yang dihasilkan adalah 6,56 dan hasil
tersebut lebih kecil dari tabel, maka diketahui data tersebut menerima
hipotesis nol.

10
VIII. Daftar pustaka
1. Sisunandar. 2019. Penuntun Praktikum Genetika. Purwokerto : Universitas
Muhammadiyah Purwokerto.
2. Suryo. 1990. Genetika Manusia. Yogyakarta : UGM Press.

11
IX. Lampiran

12
13
14
15

Anda mungkin juga menyukai