NPM: 2006580133
I. PENDAHULUAN
Merupakan sebuah fakta bahwasannya di era modern ini, kesetaraan gender telah
dikembangkan sehingga perempuan dapat mengakses banyak fasilitas seperti hak politik,
pendidikan, hingga pekerjaan. Hal tersebut cukup kontras dibandingkan di masa lampau
yang mana mereka dipandang sebagai bawahan dari laki-laki yang dituntut untuk
mengurus kebutuhan “dapur, sumur, kasur” saja. Meskipun zaman sudah berbeda, pada
kenyataannya masih terjadi berbagai bentuk perendahan terhadap martabat perempuan,
terutama di tempat bekerja baik berupa cacian, unsur-unsur diksriminatif, hingga pelecehan
seksual.
Pelecehan seksual dalam tempat kerja dapat menimpa siapa saja baik pegawai
perempuan maupun laki-laki dengan mayoritas 81% kasus menimpa pada perempuan
dilansir dari laporan Healthcareers.co. Survei dari tahun 1979 menunjukkan bahwa 59%
pegawai negeri perempuan di Illinois, Amerika Serikat pernah mengalami tindakan
pelecehan seksual oleh rekan kerjanya.3 Data tersebut membuktikan bahwa pelecehan
1
William L. Woerner dan Sharon L. Oswald, “Sexual Harassment in the Workplace: A View Through the
Eyes of the Courts,” Labor Law Journal, Vol. 41 (November, 1990) hlm. 786
2
Patricia Linenberger, “What constitutes sexual harassment?”, Labor Law Journal, Vol. 34 (April
1983), hlm. 238
3
Ruth Ann Strickland, "Sexual Harassment: A Legal Perspective for Public Administrators," Public
Personnel Management, Vol. 24 (1995), hlm. 493-513.
seksual bukanlah suatu hal yang baru terjadi belakangan ini, melainkan telah
tercatat dari tahun 70-an dan tidak menutup kemungkinan telah terjadi bertahun-tahun
sebelumnya.
8
James Cambell Quick dan M. Ann McFayden, “Sexual Harassment: Have We Made Any Progress?”
Journal of Occupational Health Psychology (2017) hlm. 293.
9
Strickland, "Sexual Harassment: A Legal Perspective for Public Administrators," Public Personnel
Management, Vol. 24 (1995) hlm. 493.
10
Ibid, hlm. 493-513.