Anda di halaman 1dari 20

TINJAUAN KASUS PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA (HAM)

ANALISA KASUS PELECEHAN SEKSUAL DI INDONESIA

Disusun untuk memenuhi penugasan mata pelajaran


HUKUM KESEHATAN DAN HAK ASASI MANUSIA

Disusun oleh:
KELOMPOK 11

1. ADINDA EKA RAMADHANI 20.C2.0080


2. NIA SETYANITA 21.C2.0004
3. ANTONIUS BUDI SANTOSO 21.C2.0016
4. TANDEAN ANDRE WIBOWO 21.C2.0043

ANGKATAN 35
MAGISTER HUKUM KESEHATAN
FAKULTAS HUKUM DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS SOEGIJAPRANATA SEMARANG
2021
Pendahuluan

Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Masa Esa yang mengemban
tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh ketaqwaan dan penuh
tanggung jawab untuk kesejahteraan umat manusia, oleh pencipta-Nya dianugerahi hak
asasi untuk menjamin keberadaan harkat dan martabat kemuliaan dirinya serta
keharmonisan lingkungannya. Hak asasi manusia (HAM) merupakan hak dasar yang
secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena
itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau
dirampas oleh siapapun1.
Hak asasi manusia adalah hak paling dasar yang dimiliki setiap individu. Bisa
dikatakan juga kalau hak asasi manusia merupakan hak mutlak yang diberikan oleh
Tuhan Yang Maha Esa. HAM bersifat mutlak; artinya hak asasi manusia harus ada dan
tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun. Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998
menyatakan bahwa Hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat pada diri
manusia yang sifatnya kodrati dan universal sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa
dan berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidup, kemerdekaan, perkembangan
manusia dan masyarakat, yang tidak boleh diabaikan, dirampas, atau diganggu oleh
siapa pun2.
HAM menurut Pasal 1 UU Nomor 39 Tahun 1999 adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha
Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi
oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan
harkat danbmartabat manusia. Pasal 1 UU Nomor 39 Tahun 1999 ayat (2) sampai
dengan ayat (4) juga menguraikan HAM lebih lanjut, sebagai berikut:
1. Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak
dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia.
2. Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung
ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama,
suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin,
bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau
penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan
kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang
politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.
3. Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga
menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmasi maupun rohani,
pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang
atau dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah
dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau untuk
suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit
atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan,
atau sepengetahuan siapapun dan atau pejabat publik.
Menurut UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan disampaikan baha
kesehatan merupakan keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis 4.,
Oleh karena itu kesehatan merupakan hak dasar manusia yang dijamin oleh Undang-
Undang. Pemerintah memiliki kewajiban melindungi hak asasi manusia tiap warga
negaranya. Oleh karena itu, kesehatan merupakan dasar dari diakuinya derajat
kemanusiaan. Tanpa kesehatan, seseorang menjadi tidak sederajat secara kondisional.
Tanpa kesehatan, seseorang tidak akan mampu memperoleh hak-haknya yang lain.
Seseorang yang tidak sehat dengan sendirinya akan berkurang haknya atas hidup,
tidak bisa memperoleh dan menjalani pekerjaan yang layak, tidak bisa menikmati
haknya untuk berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pendapat, dan tidak bisa
memperoleh pendidikan demi masa depannya.
Pentingnya kesehatan sebagai hak asasi manusia dan sebagai kondisi yang
diperlukan untuk terpenuhinya hak-hak lain telah diakui secara internasional. Hak atas
kesehatan meliputi hak untuk mendapatkan kehidupan dan pekerjaan yang sehat, hak
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, dan perhatian khusus terhadap kesehatan
ibu dan anak. Setiap orang berhak atas taraf kehidupan yang memadai untuk
kesehatan dan kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya, termasuk hak atas
pangan, sandang, papan, dan pelayanan kesehatan, pelayanan sosial yang diperlukan.
Pengertian Pelecehan Seksual

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, menjelaskan bahwa pelecehan


seksual adalah bentuk khusus dari kata kerja sembarangan yang berarti merendahkan,
meremehkan, mengabaikan. Sementara seks berarti masalah gender atau gender,
kasus-kasus ini merujuk pada kasus hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan.
Jadi, dalam pengertian ini, pelecehan seksual adalah suatu bentuk penghinaan atau
penghinaan terhadap seseorang karena masalah yang berkaitan dengan jenis kelamin
atau aktivitas seksual antara laki-laki dan perempuan. Pelecehan seksual adalah kontak
fisik yang disengaja atau berulang atau non-konsensual atau seks non-konsensual.
Namun, pelecehan seksual adalah perilaku yang membuat surat kabar merasa tidak
nyaman karena mengancam akan mempermalukan atau tidak menghormati surat kabar
dengan menjadikan seseorang sebagai objek perilaku seksual. Setiap perilaku yang
dianggap melanggar etika atau sopan santun dapat dimasukkan dalam pornografi, jadi
pelecehan seksual adalah tindakan keengganan atau penolakan segala bentuk
ketertarikan seksual5,6.

Kejahatan terhadap perempuan seringkali diperlakukan tidak adil dan melanggar


hak-haknya. Pemerkosaan, pelecehan seksual dan kekerasan lain yang
dilatarbelakangi oleh hasrat seksual merupakan bahaya nyata yang mengancam
perempuan, sehingga kejahatan terhadap perempuan masih saja terjadi. Pelecehan
seksual yang berkelanjutan merupakan isu yang perlu mendapat perhatian khusus dari
pemerintah karena terkait dengan moralitas generasi bangsa. Dalam hal ini pengadilan
adalah badan atau organisasi yang menangani masalah hukum yang harus
memberikan sanksi kepada pelaku yaitu pelaku kejahatan seksual, untuk perbuatan ini
Pengadilan harus menghukum pelaku pelecehan seksual dengan seadil-adilnya. Dapat
disimpulkan bahwa pelecehan seksual adalah suatu perbuatan menyimpang atau tidak
menodai agama yang mengarah pada tindakan-tindakan yang bersifat memaksa secara
seksual sehingga mereka yang menjadi subyek pelecehan seksual memprotes
perlakuannya.Perilaku tersebut menimbulkan perasaan sedih, marah, kebencian, balas
dendam, ketakutan, dan trauma.Banyak yang mengeluhkan bahwa di lingkungan
pendidikan, pelecehan seksual banyak terjadi dan sering dimaafkan atau sekedar
dilupakan. Karena pendidik dan administrator sekolah banyak yang menolak untuk
mengakui bahwa masalah ini ada di lingkungan mereka 7,8,9.
Pelecehan seksual bisa terjadi pada berbagai kesempatan, pelaku bisa siapa
saja, misalnya supervisor, klien, teman kerja, guru, dosen, murid atau mahasiswa/i,
teman, atau orang asing. Korbannya adalah orang yang dilecehkan secara langsung,
atau orang yang mengetahui kejadian itu dan kemudian merasa terganggu oleh
kejadian tersebut.
Macam-macam pelecehan seksual menurut Dzeich & Weiner (1990) antara lain tipe 5 :
1) “Pemain-Kekuasaan” atau “quid pro quo”, dimana pelaku melakukan
pelecehan untuk ditukar dengan benefit yang bisa mereka berikan karena
posisi (sosial)-nya, misalnya dalam memperoleh atau mempertahankan
pekerjaan, mendapat nilai bagus,
2) Tipe dua adalah “berperan sebagai figur Ibu / Ayah”. Pelaku pelecehan
mencoba untuk membuat hubungan seperti mentor dengan korbannya,
sementara itu intensi seksualnya ditutupi dengan pretensi berkaitan dengan
atensi akademik, profesional, atau personal. Ini merupakan cara yang
sering digunakan oleh guru yang melecehkan muridnya.
3) Tipe tiga adalah “Anggota Kelompok” (“geng”) dianggap sebagai anggota
dari suatu kelompok tertentu. Misalnya, pelecehan dilakukan pada
seseorang yang ingin dianggap sebagai anggota kelompok tertentu,
dilakukan oleh anggota-anggota kelompok yang lebih senior.
4) Tipe empat adalah “Pelecehan di tempat tertutup”. Pelecehan ini dilakukan
oleh pelaku secara tersembunyi, dengan tidak ingin terlihat oleh siapapun,
sehingga tidak ada saksi.
5) Tipe lima adalah “Groper”, yaitu pelaku yang suka memegang-megang
anggota tubuh korban. Aksi memegangmegang tubuh ini dapat saja
dilakukan di tempat umum ataupun di tempat yang sepi.
6) Tipe enam adalah “Oportunis”, yaitu pelaku yang mencari kesempatan
adanya kemungkinan untuk melakukan pelecehan. Misalnya di tempat
umum yang penuh sesak, pelaku akan mempunyai kesempatan untuk
mendaratkan tangannya di bagian-bagian tubuh tertentu korban.
7) Tipe tujuh adalah “Confidante”, yaitu pelaku yang suka mengarang cerita
untuk menimbulkan simpati dan rasa percaya dari korban. Sebagai contoh,
korban mula-mula terbawa perasaan karena pelaku menceritakan
permasalahannya. Setelah itu pelaku membawa korban pada situasi di
mana si korban dipaksa untuk menjadi pelipur lara atas penderitaan yang
diceritakannya.
8) Tipe delapan adalah “Pelecehan situasional”, di mana pelaku
memanfaatkan situasi korban yang sedang ditimpa kemalangan. Berlainan
dengan tipe sebelumnya, yang sedang ditimpa kemalangan justru adalah si
korban, dan kemudian pelaku memanfaatkan ketidakberdayaan korban.
Misalnya, korban yang sedang sakit, korban yang mengalami cacat fisik,
korban yang sedang dilanda stress karena ditinggal mati keluarganya, dsb.
9) Tipe sembilan adalah “Pest”, yaitu pelaku yang memaksakan kehendak
dengan tidak mau menerima jawaban “tidak”. Pemaksaan kehendak ini
dilakukan karena pelaku sangat menginginkan untuk melakukan perbuatan
yang ingin dia lakukan, tidak peduli dengan perasaan korban.
10) Tipe sepuluh adalah “The Great Gallant”, yaitu orang yang mengatakan
komentar-komentar “pujian” yang berlebihan, tidak pada tempatnya,
sehingga menimbulkan rasa malu pada korban. Dapat saja komentar-
komentar itu justru berlawanan dengan kondisi yang sebenarnya dari si
korban.
11) Tipe sebelas adalah “Intellectual seducer”, di mana pelaku
mempergunakan pengetahuan dan kemampuan untuk mencari tahu
tentang kebiasaan pengalaman korban, dan kemudian dipergunakan untuk
melecehkan korban
12). Tipe dua belas adalah orang yang “Incompetent”, yaitu orang yang secara
sosial tidak kompeten dan ingin mendapatkan perhatian dari seseorang
(yang tidak mempunyai perasaan yang sama terhadap pelaku pelecehan),
kemudian setelah ditolak, pelaku balas dendam dengan cara melecehkan si
penolak.
Komnas Perempuan mengenali setidaknya ada 14 jenis kejahatan terhadap seksual
yang harus diwaspadai, diantaranya: a) perkosaan, b) pelecehan seksual, c) eksploitasi
seksual, d) penyiksaan seksual, e) perbudakan seksual, f) intimidasi, ancaman dan
percobaan perkosaan, g) prostitusi paksa, h) pemaksaan kehamilan, i) Pemaksaan
aborsi, j) pemaksaan perkawinan, k) perdagangan perempuan untuk tujuan seksual, l)
kontrol seksual seperti pemaksaan busana dan deskriminasi perempuan lewat aturan,
m) penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual, dan n) praktik tradisi
bernuansa seksual yang membahayakan perempuan 12.

Kasus Pelecehan Seksual di Indonesia

Jenis pelecehan seksual yang terjadi di Indoneia adalah quid pro quo (3 kasus),
berperan sebagai ayah yang melindungi/membimbing (2 kasus), pelecehan di tempat
tertutup (6 kasus), groper (3 kasus), pelecehan situasional (1 kasus), pest (1 kasus),
sexualized environment (1 kasus), great gallant (1 kasus). Dampak Pelecehan Seksual
Secara garis besar bisa disimpulkan bahwa peristiwa pelecehan seksual yang dialami
telah menimbulkan berbagai macam perasaan tidak enak pada para korbannya 7.
Tindakan-tindakan bersifat seksual yang tidak dikehendaki, permintaan untuk
melakukan pelayanan seksual, dan perbuatan-perbuatan bersifat verbal atau fisik
merupakan tindakan pelecehan seksual di tempat kerja ketika (1) penyerahan diri
terhadap perbuatan itu dilakukan secara eksplisit maupun implisit di dalam lingkungan
kerja individu, (2) penyerahan diri atau penolakan terhadap perbuatan itu digunakan
sebagai dasar untuk membuat keputusan-keputusan di dalam tempat kerja yang
mempunyai akibat pada si individu, (3) perbuatan itu mempunyai tujuan atau akibat
yang tidak masuk akal, yang mengganggu kinerja si individu atau menciptakan
lingkungan kerja yang ofensif, hostil, atau mengintimidasi 9.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindugan Anak mencatat
kekerasan seksual pada anak dan perempuan mencapai angka tertinggi pada tahun
2020 sekitar 7.191 kasus. Sejumlah 7.191 orang korban pelanggaran hak asasi
manusia mendapatkan pelecehan seksual. Korban kasus kekerasan seksual paling
banyak terjadi di lingkungan pendidikan. Laporan korban pelanggaran hak asasi
manusia belum ditindaklanjuti Komnas HAM. Lembaga perlindungan saksi dan korban
(LPSK) baru bisa memberikan pelayanan setelah medapat surat keterangan dari
Komnas HAM. Kebijakan sekolah berpihak kepada korban seksual dengan kehamilan
yang tidak diinginkan untuk dapat menyelesaikan pendidikan.

Contoh Kasus Pelecehan Seksual di Indonesia

Jakarta, CNN Indonesia -- Kepolisian menaikkan status kasus dugaan pelecehan


mahasiswi Universitas Riau (Unri) oleh dosen ke tahap penyidikan. Kabid Humas Polda
Riau Kombes Sunarto mengatakan dalam kasus ini, penyidik telah memeriksa saksi-
saksi dan pihak korban, termasuk terduga pelaku seorang dosen yang menjabat Dekan
FISIP UNRI Syafri Harto.

"Saksi-saksi sudah diperiksa, korban juga sudah diperiksa. Maka hari ini kasus telah
ditingkatkan ke penyidikan," kata Sunarto, Kamis (11/11).

Selain itu, penyidik dari Ditreskrimum pun telah menggelar prarekonstruksi di ruang
dekan FISIP Unri yang menjadi tempat kejadian perkara (TKP).

"Tadi malam kita prarekonstruksi di ruang dekan. Ada korban, saksi staf dekan sama
dekan, tapi tidak dijumpakan," imbuhnya.

Sunarto belum menjelaskan apakah sudah ada tersangka setelah kasus itu naik
ke tahap penyidikan.

Kasus ini mencuat usai sebuah video pengakuan seorang mahasiswi soal
pelecehan seksual di kampus Unri viral. Mahasiswi tersebut mengaku menjadi
korban pelecehan yang diduga dilakukan Dekan FISIP Unri, Syafri Harto saat
sedang melakukan bimbingan untuk tugas akhir.

Kasus ini telah dilaporkan ke polisi. Di sisi lain Syafri telah membantah tudungan
tersebut. Saat buka suara, dia bahkan menyatakan akan melaporkan balik
mahasiswi tersebut ke Polda Riau dengan alasan nama baiknya telah tercemar.
Dia juga mengancam akan menuntut Rp10 miliar ke mahasiswi itu.

Universitas Riau membentuk tim pencari fakta independen guna mengetahui


kejadian yang sesungguhnya pelecehan seksual terhadap mahasiswi itu.

Wakil Rektor II Universitas Riau Profesor Sujianto menerangkan tim independen


itu tidak melibatkan senat universitas, senat fakultas, pimpinan universitas
ataupun pimpinan fakultas. Sujianto mengatakan tim pencari fakta mulai bekerja
pada Senin (8/11) untuk melakukan investigasi pada pihak-pihak terkait.

"Semua kami cari yang independen yang memahami terhadap Peraturan


Kemendiktiristekdikti Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan
Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi," katanya
seperti dikutip dari Antara, Sabtu (6/11)11.

Dasar Hukum Perlindungan Pelecehan Seksual


Istilah pelecehan seksual sebenarnya tidak dikenal dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP). KUHP hanya mengenal istilah perbuatan cabul. Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) menyebut pelaku pelecehan seksual berarti orang yang suka
merendahkan atau meremehkan orang lain, berkenaan dengan seks (jenis kelamin)
atau berkenaan dengan perkara persetubuhan antara laki-laki dan perempuan.
Perbuatan cabul dalam KUHP diatur dalam Buku Kedua tentang Kejahatan, Bab XIV
tentang Kejahatan Kesusilaan (Pasal 281 sampai Pasal 303) 13.
Bab XIV - Kejahatan Terhadap Kesusilaan
Pasal 281
Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
1. barang siapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan;
2. barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan
dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan
Pasal 282
(1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum
tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau
barang siapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka
umum, membikin tulisan, gambaran atau benda tersebut, memasukkannya ke ndalam
negeri, meneruskannya, mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan,
ataupun barang siapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa
diminta, menawarkannya atau menunjukkannya sebagai bisa diperoleh, diancam
dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling
tinggi empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum
tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, ataupun barang siapa
dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum,
membikin, memasukkan ke dalam negeri, meneruskan mengeluarkannya dari negeri,
atau memiliki persediaan, ataupun barang siapa secara terang-terangan atau dengan
mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkan, atau menunjuk sebagai bias diperoleh,
diancam, jika ada alasan kuat baginya untuk menduga bahwa tulisan, gambaran atau
benda itu melanggar kesusilaan, dengan pidana paling lama Sembilan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(3) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam ayat pertama sebagai
pencarian atau kebiasaan, dapat dijatuhkan pidana penjara paling lama dua tahun
delapan bulan atau pidana denda paling banyak tujuh puluh lima ribu rupiah.
Pasal 283
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda
paling banyak sembilan ribu rupiah, barang siapa menawarkan, memberikan untuk
terus maupun untuk sementara waktu, menyerahkan atau memperlihatkan tulisan,
gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau
menggugurkan kehamilan kepada seorang yang belum dewasa, dan yang diketahui
atau sepatutnya harus diduga bahwa umumya belum tujuh belas tahun, jika isi tulisan,
gambaran, benda atau alat itu telah diketahuinya.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa membacakan isi tulisan yang
melanggar kesusilaan di muka oranng yang belum dewasa sebagaimana dimaksud
dalam ayat yang lalu, jika isi tadi telah diketahuinya.
(3) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan atau pidana kurungan
paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah, barang
siapa menawarkan, memberikan untuk terus maupun untuk sementara waktu,
menyerahkan atau memperlihatkan, tulisan, gambaran atau benda yang melanggar
kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan kepada
seorang yang belum dewasa sebagaimana dimaksud dalam ayat pertama, jika ada
alasan kuat baginya untuk menduga, bahwa tulisan, gambaran atau benda yang
melanggar kesusilaan atau alat itu adalah alat untuk mencegah atau menggugurkan
kehamilan.
Pasal 284
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:
l. a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal
diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,
b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui bahwa
pasal 27 BW berlaku baginya;
2. a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya
bahwa yang turut bersalah telah kawin;
b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal
diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku
baginya.
(2) Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar,
dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan
diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga.
(3) Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75.
(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan
belum dimulai.
(5) Jika bagi suami-istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama
perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang
menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.
Pasal 285
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita
bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pasal 286
Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui
bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.
Pasal 287
(1) Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal
diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umumya belum lima belas tahun,
atau kalau umurnya tidak jelas, bawa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan tahun.
(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur wanita belum
sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan pasal 291 dan pasal
294.
Pasal 288
(1) Barang siapa dalam perkawinan bersetubuh dengan seormig wanita yang
diketahuinya atau sepatutnya harus didugunya bahwa yang bersangkutan belum
waktunya untuk dikawin, apabila perbuatan mengakibatkan luka-luka diancam dengan
pidana penjara paling lama empat tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling
lama delapan tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pasal 289
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan
perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama
sembilan tahun.
Pasal 290
Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
1. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang, padahal diketahuinya
bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya;
2. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahuinya atau
sepatutnya harus diduganya, bahwa umumya belum lima belas tahun atau kalua
umumya tidak jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin:
3. barang siapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya harus
diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umumya tidak jelas yang
bersangkutan atau kutan belum waktunya untuk dikawin, untuk melakukan atau
membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh di luar perkawinan dengan
orang lain.
Pasal 291
(1) Jika salah satu kejahatan berdasarkan pasal 286, 2 87, 289, dan 290
mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas tahun;
(2) Jika salah satu kejahatan berdasarkan pasal 285, 2 86, 287, 289 dan 290
mengakibatkan kematisn dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 292
Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin,
yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun.
Pasal 293
(1) Barang siapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang,
menyalahgunakan pembawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan
penyesatan sengaja menggerakkan seorang belum dewasa dan baik tingkah lakunya
untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul dengan dia, padahal
tentang belum kedewasaannya, diketahui atau selayaknya harus diduganya, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap dirinya dilakukan
kejahatan itu.
(3) Tenggang waktu tersebut dalam pasal 74 bagi pengaduan ini adalah masing-masing
sembilan bulan dan dua belas bulan.
Pasal 294
(1) Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengm anaknya, tirinya, anak angkatnya,
anak di bawah pengawannya yang belum dewasa, atau dengan orang yang belum
dewasa yang pemeliharaanya, pendidikan atau penjagaannya diannya yang belum
dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama:
1. pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan adalah
bawahannya, atau dengan orang yang penjagaannya dipercayakan atau diserahkan
kepadanya,
2. pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau pesuruh dalam penjara, tempat
pekerjaan negara, tempat pen- didikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau
lembaga sosial, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke
dalamnya.
Pasal 295
(1) Diancam:
1. dengan pidana penjara paling lama lima tahun barang siapa dengan sengaja
menyebabkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul oleh anaknya, anak
tirinya, anak angkatnya, atau anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau
oleh orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan atau penjagaannya
diserahkan kepadanya, ataupun oleh bujangnya atau bawahannya yang belum cukup
umur, dengan orang lain;
2. dengan pidana penjara paling lama empat tahun barang siapa dengan sengaja
menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul, kecuali yang tersebut dalam butir
1 di atas, yang dilakukan oleh orang yang diketahuinya belum dewasa atau yang
sepatutnya harus diduganya demikian, dengan orang lain.
(2) Jika yang rs me lakukan kejahatan itu sebagai pencarian atau kebiasaan, maka
pidana dapat ditambah sepertiga.
Pasal 296
Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan bul oleh orang lain
dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam
dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling
banyak lima belas ribu rupiah.
Pasal 297
Perdagangan wanita dan perdagangan anak laki-laki yang belum dewasa, diancam
dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
Pasal 298
(1) Dalam hal pemidanaan berdasarkan salah satu kejahatan dalam pasal 281, 284 -
290 dan 292-297, pencabutan hakhak berdasarkan pasal 35 No. 1-5 dapat dinyatakan.
(2) Jika yang bersalah melakukan salah satu kejahatan berdasarkan pasal 292 - 297
dalam melakukan pencariannya, maka hak untuk melakukan pencarian itu dapat
dicabut.
Pasal 299
(1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya
diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan bahwa karena pengobatan itu
hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun
atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.
(2) Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keu tungan, atau menjadikan
perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib,
bidan atau juruobat, pidmmya dapat ditambah sepertiga.
(3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencariannya,
dapat dicabut haknya untuk menjalakukan pencarian itu.
Pasal 300
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah:
1. barang siapa dengan sengaja menjual atau memberikan minuman yang
memabukkan kepada seseorang yang telah kelihatan mabuk; Perdagangan wanita dan
perdagangan anak laki-laki yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling
lama enam tahun.
2. barang siapa dengan sengaja membikin mabuk seorang anak yang umurnya belum
cukup enam belas tahun;
3. barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa orang untuk
minum minuman yang memabukan.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(3) Jika perbuatan mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.
(4) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencariannya,
dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian itu.
Pasal 301
Barang siapa memberi atau menyerahkan kepada orang lain seorang anak yang ada di
bawah kekuasaainnya yang sah dan yang umumya kurang dari dua belas tahun,
padahal diketahui bahwa anak itu akan dipakai untuk atau di waktu melakukan
pengemisan atau untuk pekerjaan yang berbahaya, atau yang dapat merusak
kesehatannya, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Vonis berdasar Pasal 290 KUHP ini pernah dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Tanjungpinang pada 8 Maret 2017 kepada Aljanah yang dinyatakan terbukti
melakukan perbuatan cabul, memegang payudara seorang pelayan toko buku. Hakim
memvonis pria 22 tahun tersebut hukuman satu tahun empat bulan penjara, lebih
ringan dari tuntutan jaksa, yakni dua tahun penjara. Adapun Pengadilan Negeri
Sungailiat, Bangka, pada 12 Oktober 2016 memvonis Felix, 22 tahun, lima tahun
penjara karena dinilai terbukti melakukan pelecehan seksual, meremas payudara
seorang perempuan 16 tahun. Majelis hakim menjatuhkan hukuman berdasar Undang-
Undang tentang Perlindungan Anak (UU No.35/2014); tidak KUHP. Vonis yang
dijatuhkan sesuai tuntutan jaksa.
Jadi, di Indonesia, pelecehan seksual dapat dijerat dengan pasal percabulan
yakni Pasal 289 hingga Pasal 296 KUHP dengan hukuman paling lama 5 tahun
penjara. Dalam hal terdapat bukti-bukti yang dirasa cukup, Jaksa Penuntut Umum yang
akan mengajukan dakwaannya terhadap pelaku pelecehan seksual di hadapan
pengadilan.
Dasar hukum kasus pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan di
tingkat pendidikan perguruan tinggi sesuai bahasan pada artikel ini, juga menjadi
perhatian bagi kementerian pendidikan dan kebudayaan, dalam hal ini dituangkan
dalam Permendikbud Risti Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan
Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi. Poin-poin penting dalam
Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021. Berikut adalah poin-poin penting di
Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021 yang dirangkum dari laman resmi
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi 14:
Dalam pasal 4 Permendikbud Ristek No.30 Tahun 2021, misalnya disebutkan bahwa
jika mahasiswa Perguruan Tinggi X mengalami kekerasan seksual yang dilakukan oleh
mahasiswa Perguruan Tinggi Y, maka Satgas kedua kampus merujuk ke Permen PPKS
untuk penangananya. Selain itu, Permendikbud Ristek No.30 Tahun 2021 merinci
bentuk tindakan dengan konsekuensi sanksi administratif, mengakui kemungkinan
bentuk kekerasan seksual tersebut berkembang, dan mengatur langkah-langkah
pencegahan guna mengurangi kerugian akibat kasus kekerasan seksual. Merujuk
Pasal 5 mengatur jenis-jenis kekerasan seksual yang dilarang dalam dunia pendidikan
setingkat perguruan tinggi, dengan uraian sebagai berikut:
Ayat (1) Kekerasan seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik,
fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.
Ayat (2) Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi
tubuh, dan/atau identitas gender korban; memperlihatkan alat kelaminnya dengan
sengaja tanpa persetujuan korban; menyampaikan ucapan yang memuat rayuan,
lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada korban; menatap korban dengan
nuansa seksual dan/atau tidak nyaman; mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto,
audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada korban meskipun sudah dilarang
korban; mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio
dan/atau visual korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;
mengunggah fototubuh dan/atau informasi pribadi korban yang bernuansa seksual
tanpa persetujuan korban; menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi korban
yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban; mengintip atau dengan sengaja
melihat korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang
yang bersifat pribadi; membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam
korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh
korban; memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual; menyentuh,
mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian
tubuhnya pada tubuh korban tanpa persetujuan korban; membuka pakaian korban
tanpa persetujuan korban; memaksa korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan
seksual; mempraktikkan budaya komunitas Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga
Kependidikan yang bernuansa Kekerasan Seksual; melakukan percobaan perkosaan,
namun penetrasi tidak terjadi; melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda
atau bagian tubuh selain alat kelamin; memaksa atau memperdayai Korban untuk
melakukan aborsi; memaksa atau memperdayai Korban untuk hamil; membiarkan
terjadinya Kekerasan Seksual dengan sengaja; dan/atau melakukan perbuatan
Kekerasan Seksual lainnya. Ayat (3) Persetujuan Korban sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b, huruf f, huruf g, huruf h, huruf l, dan huruf m, dianggap tidak sah
dalam hal Korban: memiliki usia belum dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; mengalami situasi dimana pelaku mengancam, memaksa,
dan/atau menyalahgunakan kedudukannya; mengalami kondisi di bawah pengaruh
obat-obatan, alkohol, dan/atau narkoba; mengalami sakit, tidak sadar, atau tertidur;
memiliki kondisi fisik dan/atau psikologis yang rentan; mengalami kelumpuhan
sementara (tonic immobility); dan/atau mengalami kondisi terguncang.
Namun, penerapan Permendikbud Risti No.30 Tahun 2021 bukannya tanpa pro dan
kontra sebab pada pasal 5 tampak kalimat yang seolah-olah melegalkan kekerasan
seksual pada keadaan khusus, yang tertuang pada ayat (3). Oleh karena itu, perlu
pengawalan dalam menerapkan dan mengevaluasi permendikbud Risti tersebut dalam
rangka melindungi peserta didik di tingkat perguruan tinggi dari kekerasan seksual.

Kesimpulan
Kekerasan seksual menjadi hal yang banyak disorot terutama dalam kejadian dan
perlindungan hukum yang diharapkan dapat menjadi perisai bagi korban serta
mencegah kejadian kekerasan seksual pada kehidupan sehari-hari. Dunia pendidikan
menjadi salah satu tempat kekerasan seksual yang tidak jarang masih menjadi hal yang
tertutup untuk dieksplorasi dan dilakukan proses peradilan karena menyangkut masa
depan korban yang sebagian besar adalah orang muda. KUHP dan Permendikbud risti
dibuat untuk memberi perlindungan hukum bagi korban kekerasan seksual di
lingkungan pendidikan perguruan tinggi, namun dalam pelaksanaannya tetap
membutuhkan pengawalan terkait ancaman penyelewengan kata-kata yang dapat
meringankan pelaku dan memberatkan konsekuensi perilaku kekerasan seksual
terhadap korban.

DAFTAR PUSTAKA
1. Universitas Islam Indonesia (Yogyakarta). Pusat Studi Hak Asasi Manusia (PUSHAM),
et al. Hukum hak asasi manusia. Pusat Studi Hak Asasi Manusia, Universitas Islam
Indonesia (PUSHAM UII), 2008.
2. Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 Tentang Hak Asasi Manusia
3. UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
4. UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
5. Kamus Besar Bahasa Indonesia
6. Sumera, Marchelya. "Perbuatan Kekerasan/Pelecehan Seksual Terhadap
Perempuan." Lex et Societatis 1.2 (2013).
7. Rosyidah, Feryna Nur, and Muhammad Fadhil Nurdin. "Media Sosial: Ruang Baru dalam
Tindak Pelecehan Seksual Remaja." Sosioglobal: Jurnal Pemikiran dan Penelitian
Sosiologi 2.2 (2018): 38-48.
8. Artaria, Myrtati D. "Efek Pelecehan Seksual di Lingkungan Kampus: Studi
Preliminer." Jurnal Bio Kultur 1.1 (2012): 53-72.
9. Effendi, Dudy Imanuddin. "Upaya Preventif Kekerasan Seksual di Kampus." (2021).
10. Khafsoh, Nur Afni, and Suhairi Suhairi. "PEMAHAMAN MAHASISWA TERHADAP
BENTUK, PROSES, DAN PANDANGAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL DI
KAMPUS." Marwah: Jurnal Perempuan, Agama dan Jender 20.1 (2021): 61-75.
11. CNN Indonesia. 2021. "Pelecehan Seksual Dosen ke Mahasiswi Unri Naik Tahap
Penyidikan" selengkapnya di
sini: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20211111122622-12-719674/pelecehan-
seksual-dosen-ke-mahasiswi-unri-naik-tahap-penyidikan , diakses tanggal 25 November
2021 Pukul 19:30
12. Syahroni, Irfan. 2021. Penegakkan Hukum Pelecehan Seksual di Indonesia Lemah
Bagaimana Negara Lain. https://heylawedu.id/blog/penegakkan-hukum-pelecehan-
seksual-di-indonesia-lemah-bagaimana-negara-lain. Diakses 25 November Pukul 18.00
13. KUHP Bab XIV tentang Kejahatan Kesusilaan (Pasal 281 sampai Pasal 303).
14. Permendikbud Risti Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan
Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi.

Anda mungkin juga menyukai