Disusun oleh:
KELOMPOK 11
ANGKATAN 35
MAGISTER HUKUM KESEHATAN
FAKULTAS HUKUM DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS SOEGIJAPRANATA SEMARANG
2021
Pendahuluan
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Masa Esa yang mengemban
tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh ketaqwaan dan penuh
tanggung jawab untuk kesejahteraan umat manusia, oleh pencipta-Nya dianugerahi hak
asasi untuk menjamin keberadaan harkat dan martabat kemuliaan dirinya serta
keharmonisan lingkungannya. Hak asasi manusia (HAM) merupakan hak dasar yang
secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena
itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau
dirampas oleh siapapun1.
Hak asasi manusia adalah hak paling dasar yang dimiliki setiap individu. Bisa
dikatakan juga kalau hak asasi manusia merupakan hak mutlak yang diberikan oleh
Tuhan Yang Maha Esa. HAM bersifat mutlak; artinya hak asasi manusia harus ada dan
tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun. Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998
menyatakan bahwa Hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat pada diri
manusia yang sifatnya kodrati dan universal sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa
dan berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidup, kemerdekaan, perkembangan
manusia dan masyarakat, yang tidak boleh diabaikan, dirampas, atau diganggu oleh
siapa pun2.
HAM menurut Pasal 1 UU Nomor 39 Tahun 1999 adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha
Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi
oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan
harkat danbmartabat manusia. Pasal 1 UU Nomor 39 Tahun 1999 ayat (2) sampai
dengan ayat (4) juga menguraikan HAM lebih lanjut, sebagai berikut:
1. Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak
dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia.
2. Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung
ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama,
suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin,
bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau
penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan
kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang
politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.
3. Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga
menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmasi maupun rohani,
pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang
atau dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah
dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau untuk
suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit
atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan,
atau sepengetahuan siapapun dan atau pejabat publik.
Menurut UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan disampaikan baha
kesehatan merupakan keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis 4.,
Oleh karena itu kesehatan merupakan hak dasar manusia yang dijamin oleh Undang-
Undang. Pemerintah memiliki kewajiban melindungi hak asasi manusia tiap warga
negaranya. Oleh karena itu, kesehatan merupakan dasar dari diakuinya derajat
kemanusiaan. Tanpa kesehatan, seseorang menjadi tidak sederajat secara kondisional.
Tanpa kesehatan, seseorang tidak akan mampu memperoleh hak-haknya yang lain.
Seseorang yang tidak sehat dengan sendirinya akan berkurang haknya atas hidup,
tidak bisa memperoleh dan menjalani pekerjaan yang layak, tidak bisa menikmati
haknya untuk berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pendapat, dan tidak bisa
memperoleh pendidikan demi masa depannya.
Pentingnya kesehatan sebagai hak asasi manusia dan sebagai kondisi yang
diperlukan untuk terpenuhinya hak-hak lain telah diakui secara internasional. Hak atas
kesehatan meliputi hak untuk mendapatkan kehidupan dan pekerjaan yang sehat, hak
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, dan perhatian khusus terhadap kesehatan
ibu dan anak. Setiap orang berhak atas taraf kehidupan yang memadai untuk
kesehatan dan kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya, termasuk hak atas
pangan, sandang, papan, dan pelayanan kesehatan, pelayanan sosial yang diperlukan.
Pengertian Pelecehan Seksual
Jenis pelecehan seksual yang terjadi di Indoneia adalah quid pro quo (3 kasus),
berperan sebagai ayah yang melindungi/membimbing (2 kasus), pelecehan di tempat
tertutup (6 kasus), groper (3 kasus), pelecehan situasional (1 kasus), pest (1 kasus),
sexualized environment (1 kasus), great gallant (1 kasus). Dampak Pelecehan Seksual
Secara garis besar bisa disimpulkan bahwa peristiwa pelecehan seksual yang dialami
telah menimbulkan berbagai macam perasaan tidak enak pada para korbannya 7.
Tindakan-tindakan bersifat seksual yang tidak dikehendaki, permintaan untuk
melakukan pelayanan seksual, dan perbuatan-perbuatan bersifat verbal atau fisik
merupakan tindakan pelecehan seksual di tempat kerja ketika (1) penyerahan diri
terhadap perbuatan itu dilakukan secara eksplisit maupun implisit di dalam lingkungan
kerja individu, (2) penyerahan diri atau penolakan terhadap perbuatan itu digunakan
sebagai dasar untuk membuat keputusan-keputusan di dalam tempat kerja yang
mempunyai akibat pada si individu, (3) perbuatan itu mempunyai tujuan atau akibat
yang tidak masuk akal, yang mengganggu kinerja si individu atau menciptakan
lingkungan kerja yang ofensif, hostil, atau mengintimidasi 9.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindugan Anak mencatat
kekerasan seksual pada anak dan perempuan mencapai angka tertinggi pada tahun
2020 sekitar 7.191 kasus. Sejumlah 7.191 orang korban pelanggaran hak asasi
manusia mendapatkan pelecehan seksual. Korban kasus kekerasan seksual paling
banyak terjadi di lingkungan pendidikan. Laporan korban pelanggaran hak asasi
manusia belum ditindaklanjuti Komnas HAM. Lembaga perlindungan saksi dan korban
(LPSK) baru bisa memberikan pelayanan setelah medapat surat keterangan dari
Komnas HAM. Kebijakan sekolah berpihak kepada korban seksual dengan kehamilan
yang tidak diinginkan untuk dapat menyelesaikan pendidikan.
"Saksi-saksi sudah diperiksa, korban juga sudah diperiksa. Maka hari ini kasus telah
ditingkatkan ke penyidikan," kata Sunarto, Kamis (11/11).
Selain itu, penyidik dari Ditreskrimum pun telah menggelar prarekonstruksi di ruang
dekan FISIP Unri yang menjadi tempat kejadian perkara (TKP).
"Tadi malam kita prarekonstruksi di ruang dekan. Ada korban, saksi staf dekan sama
dekan, tapi tidak dijumpakan," imbuhnya.
Sunarto belum menjelaskan apakah sudah ada tersangka setelah kasus itu naik
ke tahap penyidikan.
Kasus ini mencuat usai sebuah video pengakuan seorang mahasiswi soal
pelecehan seksual di kampus Unri viral. Mahasiswi tersebut mengaku menjadi
korban pelecehan yang diduga dilakukan Dekan FISIP Unri, Syafri Harto saat
sedang melakukan bimbingan untuk tugas akhir.
Kasus ini telah dilaporkan ke polisi. Di sisi lain Syafri telah membantah tudungan
tersebut. Saat buka suara, dia bahkan menyatakan akan melaporkan balik
mahasiswi tersebut ke Polda Riau dengan alasan nama baiknya telah tercemar.
Dia juga mengancam akan menuntut Rp10 miliar ke mahasiswi itu.
Kesimpulan
Kekerasan seksual menjadi hal yang banyak disorot terutama dalam kejadian dan
perlindungan hukum yang diharapkan dapat menjadi perisai bagi korban serta
mencegah kejadian kekerasan seksual pada kehidupan sehari-hari. Dunia pendidikan
menjadi salah satu tempat kekerasan seksual yang tidak jarang masih menjadi hal yang
tertutup untuk dieksplorasi dan dilakukan proses peradilan karena menyangkut masa
depan korban yang sebagian besar adalah orang muda. KUHP dan Permendikbud risti
dibuat untuk memberi perlindungan hukum bagi korban kekerasan seksual di
lingkungan pendidikan perguruan tinggi, namun dalam pelaksanaannya tetap
membutuhkan pengawalan terkait ancaman penyelewengan kata-kata yang dapat
meringankan pelaku dan memberatkan konsekuensi perilaku kekerasan seksual
terhadap korban.
DAFTAR PUSTAKA
1. Universitas Islam Indonesia (Yogyakarta). Pusat Studi Hak Asasi Manusia (PUSHAM),
et al. Hukum hak asasi manusia. Pusat Studi Hak Asasi Manusia, Universitas Islam
Indonesia (PUSHAM UII), 2008.
2. Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 Tentang Hak Asasi Manusia
3. UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
4. UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
5. Kamus Besar Bahasa Indonesia
6. Sumera, Marchelya. "Perbuatan Kekerasan/Pelecehan Seksual Terhadap
Perempuan." Lex et Societatis 1.2 (2013).
7. Rosyidah, Feryna Nur, and Muhammad Fadhil Nurdin. "Media Sosial: Ruang Baru dalam
Tindak Pelecehan Seksual Remaja." Sosioglobal: Jurnal Pemikiran dan Penelitian
Sosiologi 2.2 (2018): 38-48.
8. Artaria, Myrtati D. "Efek Pelecehan Seksual di Lingkungan Kampus: Studi
Preliminer." Jurnal Bio Kultur 1.1 (2012): 53-72.
9. Effendi, Dudy Imanuddin. "Upaya Preventif Kekerasan Seksual di Kampus." (2021).
10. Khafsoh, Nur Afni, and Suhairi Suhairi. "PEMAHAMAN MAHASISWA TERHADAP
BENTUK, PROSES, DAN PANDANGAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL DI
KAMPUS." Marwah: Jurnal Perempuan, Agama dan Jender 20.1 (2021): 61-75.
11. CNN Indonesia. 2021. "Pelecehan Seksual Dosen ke Mahasiswi Unri Naik Tahap
Penyidikan" selengkapnya di
sini: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20211111122622-12-719674/pelecehan-
seksual-dosen-ke-mahasiswi-unri-naik-tahap-penyidikan , diakses tanggal 25 November
2021 Pukul 19:30
12. Syahroni, Irfan. 2021. Penegakkan Hukum Pelecehan Seksual di Indonesia Lemah
Bagaimana Negara Lain. https://heylawedu.id/blog/penegakkan-hukum-pelecehan-
seksual-di-indonesia-lemah-bagaimana-negara-lain. Diakses 25 November Pukul 18.00
13. KUHP Bab XIV tentang Kejahatan Kesusilaan (Pasal 281 sampai Pasal 303).
14. Permendikbud Risti Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan
Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi.