Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI TANAH

ACARA V
STRUKTUR TANAH

Dosen Pengampu :
Ferryati Masitoh S.Si, M.Si

Oleh :
NAMA : Alfrido Raka Muhammad
NIM : 200722638841
Offering/Angkatan : G/2020
Asisten Praktikum : Andhika Ananda Wijaya
Safira Arum Arsyandi

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN GEOGRAFI
PRODI GEOGRAFI
2021
STRUKTUR TANAH

I. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu mengetahui tipe struktur tanah sampel tanah area permukiman
dan perkebunan
2. Mahasiswa dapat mengidentifikasi dari hasil struktur sampel tanah
3. Mahasiswa dapat melakukan praktikum dengan metode ayakan kering pada sampel
tanah area permukiman dan perkebunan yang sudah diambil untuk menentukan
struktur tanah

II. DASAR TEORI


Struktur tanah adalah sifat fisik yang memiliki peranan penting karena pengaruhnya
terhadap pertumbuhan tanaman yang secara spesifik meliputi perbaikan peredaran air,
udara dan panas, tersedianya unsur hara, aktivitas jasad hidup dalam tanah, kandungan
bahan organik, dan mudah atau tidaknya bagi akar tanaman untuk dapat menembus tanah
lebih dalam. Klasifikasi struktur tanah bisa dikategorikan dalam tanah yang memiliki
struktur tanah yang baik apabila persebaran ruang pori-pori di dalamnya baik dan agregrat
tanah yang mantap. Sehingga dengan memiliki ruang pori yang baik, air dan udara akan
dapat sekaligus masuk di dalamnya dengan kondisi agregat tanah yang mantap dapat
menahan butiran air hujan menjadikannya tidak mudah hancur. Dengan kondisi struktur
tanah yang baik ini, erosi tidak akan mudah terjadi karena pori-pori tanah tidak mudah
tertutup oleh partikel-partikel tanah halus yang dapat menahan infiltrasi sehingga
menjadikannya limpasan menjadi besar. Tanah yang memiliki struktur baik juga akan
membantu fungsi dari faktor-faktor pertumbuhan tanaman secara optimal sehingga akan
membantu mencegah tingkatan run-off yang tinggi. Kegiatan yang memiliki pengaruh
terhadap perubahan struktur tanah yaitu berupa kegiatan pembajakan, pengolahan tanah
dan pemupukan (Sarief, 1986: 50-51).
Struktur tanah adalah sifat fisik tanah yang tersusun dari partikel-partikel tanah
membentk suatu agregat. Dalam tinjauan morfologi, struktur tanah dapat diartikan
sebagai suatu susunan dari partikel-partikel primer yang meliputi pasir, debu dan liat
dalam satu partikel tanah. Setiap partikel primer tanah memiliki unsur hara yang
bervariasi pada setiap jenisnya. Kekuatan dalam struktur tanah ini terbentuk tergantung
pada kadar atau perbandingan relatif antara partikel primer pasir, debu dan liat (Ahmad,
2009). Struktur tanah ini pada hakikatnya merupakan gabungan dari berbagai partikel
tunggal tanah dalam suatu bentuk agregat yang dibatasi bidang belah alami. Proses
penggabungan ini terjadi karena faktor partikel halus tanah yaitu liat dan humus. Proses
pengikatan antar partikel tanah membuat sebuah ruang yang terbentuk di antara partikel-
partikel dalam tanah yang biasanya diisi oleh air dan udara. Ruang atau rongga dalam
tanah ini membantu mempermudah perkembangan sistem perakaran pada tanaman.
Tanah yang memiliki struktur yang baik juga pasti memiliki sistem tata udara yang
baik pula, juga memiliki unsur hara yang melimpah sehingga dapat mudah diolah oleh
tanaman. Struktur tanah yang baik memiliki bentuk membulat dan kualitas agregat tanah
yang mantap, sehingga dapat memiliki banyak pori-pori tanah yang terbentuk karena
tidak bersinggungan rapat antar partikelya, juga tidak mudah tertutup karena struktur
tanah rusak (Ananto, 2010). Struktur tanah yang baik akan meningkatkan jumlah ruang
pori yang terdapat di dalam tanah. Ruang pori tanah dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
pori makro yang memiliki diameter ≥ 0,01 mm dan pori mikro yang memiliki diameter
< 0,01 mm. Pori makro akan membentuk saluran kapiler yang dapat memudahkan aerasi
dalam tanah juga memberikan kelancaran untuk pergerakan air menuju bagian tanah pada
bagian bawah. Pori mikro akan menjadi tempat cadangan air tanah untuk cadangan
sewaktu-waktu dibutuhkan oleh tanaman.
Pada daerah yang memili curah hujan tinggi, pada umumnya struktur tanah yang
ditemukan pada lapisan atas berupa horison A dan pada lapisan bawah berupa horison
B. Struktur tanah ini dapat berkembang dari butiran-butiran tunggal ataupun dalam
kondisi massive. Mekanisme dalam pembentukan agregat-agregat yang mantap dari
setiap partikel-partikel tanah yang mengelompok bersama menjadi doser. Pembentukan
agregat yang mantap ini akan berpengaruh terhadap perkembangan struktural pada tanah
yang mantap juga (Hanafiah, 2005).

III. ALAT DAN BAHAN


1) Alat
1. Kertas HVS
2. Kalkulator
3. Ayakan
4. Penumbuk
5. Timbangan elektronik
2) Bahan
1. Sampel tanah permukiman (lapisan ke-2)
2. Sampel tanah perkebunan (lapisan ke-2)

IV. LANGKAH KERJA


1. Menimbang sampel tanah permukiman dan perkebunan (lapisan ke-2) dengan berat
50 gram pada timbangan elektronik
2. Menimbang setiap nampan tanah (kertas HVS)
3. Memasukkan sampel tanah dalam satu set ayakan
4. Menyalakan ayakan selama 3 menit
5. Mengeluarkan sampel tanah dari ayakan ke nampan (kertas HVS) yang telah
ditimbang
6. Menimbang massa setiap sampel
7. Mencatat dan menghitung hasil nilai kemantapan agregrat tanah
Menimbang sampel tanah 50 gram pada
timbangan elektronik

Menimbang setiap nampan tanah


(kertas HVS)

Memasukkan sampel tanah


kedalam satu set ayakan

Menyalakan ayakan selama 3


menit

Mengeluarkan sampel tanah dari ayakan


ke dalam nampan (kertas HVS) yang
telah ditimbang

Menimbang massa setiap


sampel tanah

Mencatat dan menghitung hasil


nilai kemantapan agregat tanah

V. HASIL PRAKTIKUM
1) Perhitungan kemantapan agregat tanah perkebunan
a. Tabel perhitungan diameter per-ayakan
Ayakan ke Diameter Ayakan (Q1 ) Massa tanah (Mp1)
1 2 mm 3,6 gr
2 1 mm 7,9 gr
3 0,5 mm 8,4 gr
4 0,25 mm 7,6 gr
5 0,106 mm 8 gr
6 0,053 mm 13,5 gr
7 0,038 mm 0,1 gr
Sisa - 0,2 gr
Total 49,3 gr

b. Perhitungan DMR per-ayakan


Mp1
DMR = Q1 × ⁄Mp

• DMR1 = 2 × 3,6 ⁄ 49,3


= 0,1460 mm
• DMR 2 = 1 × 7,9 ⁄ 49,3
= 0,1602 mm
• DMR 3 = 0,5 × 8,4 ⁄ 49,3
= 0,0851 mm
• DMR 4 = 0,25 × 7,6 ⁄ 49,3
= 0,0385 mm
• DMR 5 = 0,106 × 8 ⁄ 49,3
= 0,0172 mm
• DMR 6 = 0,053 × 13,5 ⁄ 49,3
= 0,0145 mm
• DMR 7 = 0,038 × 0,1 ⁄ 49,3
= 0,000077 mm

c. Perhitungan DMR total


DMR total = 0,1460 + 0,1602 + 0,0851 + 0,0385 + 0,0172 + 0,0145 +
0,000077
= 0,461577 mm

2) Perhitungan kemantapan agregat tanah permukiman


a. Tabel perhitungan diameter per-ayakan
Ayakan ke Diameter Ayakan (Q1 ) Massa tanah (Mp1)
1 2 mm 2,1 gr
2 1 mm 6,2 gr
3 0,5 mm 9,1 gr
4 0,25 mm 9,3 gr
5 0,106 mm 9,3 gr
6 0,053 mm 12,3 gr
7 0,038 mm 0,1 gr
Sisa - 0,5 gr
Total 49,4 gr
b. Perhitungan DMR per-ayakan
Mp1
DMR = Q1 × ⁄Mp

• DMR1 = 2 × 2,1 ⁄ 49,4


= 0,0850 mm
• DMR 2 = 1 × 6,2 ⁄ 49,4
= 0,1255 mm
• DMR 3 = 0,5 × 9,1 ⁄ 49,4
= 0,0921 mm
• DMR 4 = 0,25 × 9,3 ⁄ 49,4
= 0,0470 mm
• DMR 5 = 0,106 × 9,3 ⁄ 49,4
= 0,0199 mm
• DMR 6 = 0,053 × 12,8 ⁄ 49,4
= 0,0137 mm
• DMR 7 = 0,038 × 0,1 ⁄ 49,4
= 0,000076 mm

c. Perhitungan DMR total


DMR total = 0,0850 + 0,1255 + 0,0921 + 0,0470 + 0,0199 + 0,0137 +
0,000076
= 0,383276 mm

VI. PEMBAHASAN
Penentuan struktur tanah dihitung dari kemantapan setiap agregat pada tanah yang
tersusun dari partikel-partikel tanah yang membentuk suatu gabungan menyisakan
rongga-rongga atau ruang kosong yang merupakan pori-pori pada tanah untuk media
pengangkut dan penahan air ataupun udara. Penentuan struktur tanah ini mengarah
terhadap tingkat stabilitas yang terdapat pada agregat tanah, karena sifat yang paling
penting dalam penentu baik tidaknya struktur tanah dari partikel-partikel tanah yang
menyusun dan membentuk agregat dan tingkat kestabilan struktur atau agregat dari faktor
luar yang dapat merusaknya.
Penentuan struktur tanah yang diambil dari sampel tanah perkebunan dan
permukiman ini merupakan tanah kering pada lapisan ke-2 dari proses pengeboran tanah
yang dilakukan. Karena, lapisan ke-2 pada tanah merupakan struktur tanah yang paling
berpengaruh terhadap tingkat erosifitas tanah. Sampel tanah kering perkebunan dan
permukiman ditimbang mencapai berat 50 gram, lalu diayak menggunakan ayakan
dengan beberapa tingkatan kerapatan ayakan. Tingkatan ayakan terdiri dari 7 tingkat
kerapatan yang berbeda untuk setiap masing-masing sampel tanah perkebunan dan
permukiman.
Pada ayakan pertama, tanah perkebunan memiliki massa 3,6 gram. Tanah
permukiman memiliki massa 2,1 gram dengan diameter ayakan yang sama sebesar 2 mm.
Sehingga pada ayakan pertama nampak tekstur tanah yang kasar berupa kerikil-kerikil
yang memiliki diameter >2 mm dengan bentuk butir. Tanah dengan tekstur tanah kasar
berupa kerikil-kerikil berbentuk butiran ini memiliki kemampuan untuk mengikat air
lebih baik, pada tekstur butir ini memiliki porositas yang sangat tinggi, sehingga dapat
dengan baik mencegah terjadinya erosi atau lonsor. Dari perbandingan massa yang
didapatkan dari tanah kering perkebunan dan permukiman, tanah perkebunan memiliki
massa yang lebih berat dibandingkan dengan massa tanah permukiman. Sehingga, di
tanah perkebunan memiliki kandungan krikil dengan diameter >2 mm yang lebih banyak
pada massa 50 gram.
Pada ayakan kedua, tanah perkebunan memiliki massa 7,9 gram. Tanah permukiman
memiliki massa 6,2 gram dengan diameter ayakan sama sebesar 1 mm. Pada ayakan
kedua ini nampak tekstur tanah yang kasar berupa kerikil yang lebih kecil dbandingkan
pada ayakan pertama, yakni dengan diameter >1 mm. Dalam hasil massa yang
didapatkan, massa tanah perkebunan memiliki jumlah berat yang lebih besar daripada
tanah permukiman. Sehingga krikil dengan diameter >1 mm lebih banyak terdapat dalam
tanah perkebunan pada massa 50 gram.
Pada ayakan ketiga, tanah perkebunan memiliki massa 8,4 gram. Tanah permukiman
memiliki massa 9,1 gram dengan diameter ayakan sebesar 0,5 mm. Tekstur tanah yang
terdapat pada ayakan ketiga ini memiliki bentuk kerkil yang lebih halus dengan diameter
>0,5 mm. Menurut dari hasil yang didapatkan, tanah permukiman memiliki jumlah massa
yang lebih berat dibandingkan dengan massa tanah perkebunan. Sehingga dalam massa
tanah 50 gram, tanah permukiman memiliki kandungan kerikil halus berdiameter >0,5
mm lebih banyak.
Pada ayakan keempat, tanah perkebunan memiliki massa 7,6 gram. Tanah
permukiman memiliki massa 9,3 gram dengan diameter ayakan sebesar 0,25 mm. Tekstur
tanah yang didapatkan cenderung berbutir-butir halus dengan diameter >0,25 mm. Pada
ayakan keempat ini, tanah permukiman memiliki massa yang lebih besar dari tanah
perkebunan. Sehingga pada tanah permukiman memiliki kandungan tanah berbutir halus
diameter 0,25 mm lebih banyak pada massa 50 gram.
Pada ayakan kelima, tanah perkebunan memiliki massa 8 gram. Tanah permukiman
memiliki massa yang sama seperti pada ayakan keempat dengan nilai 9,3 gram pada
ayakan yang sama dengan diameter 0,106 mm. Tekstur tanah yang tampak pada ayakan
kelima ini memiliki tekstur tanah halus dengan diameter >0,106. Pada ayakan kelima,
sampel tanah permukiman memiliki kandungan tanah halus dengan diameter >0,106 lebih
banyak daripada tanah perkebunan dalam massa 50 gram.
Pada ayakan keenam, tanah perkebunan memiliki massa 13,5 gram. Tanah
permukiman memiliki massa 12,3 gram dengan diameter ayakan sebesar 0,053. Tekstur
tanah pada ayakan keenam ini mencapai tekstur yang halus dengan diameter >0,053.
Tanah dengan ukuran yang kecil dan tekstur yang halus ini mudah untuk terbawa oleh air
atau udara menyebabkan erosi pada tanah. Total massa dari perkebunan memiliki nilai
yang lebih besar daripada tanah permukiman. Sehingga pada ayakan keenam dalam
massa 50 gram total, tanah dengan tekstur halus berdiameter >0,053 ini lebih banyak pada
tanah perkebunan.
Pada ayakan ketujuh, tanah perkebunan dan tanah permukiman memiliki massa yang
sama dengan nilai 0,1 gram pada diameter ayakan 0,038 mm. Tekstur tanah pada ayakan
ketujuh ini memiliki tekstur yang sangat halus dengan diameter >0,038 mm. Tanah
dengan jenis ini memiliki kerentanan terhadap erosi karena memiliki ukuran dan massa
yang sangat kecil. Tanah perkebunan dan permukiman memiliki kandungan yang sama
pada tanah dengan tekstur sangat halus berdiameter >0,038 pada massa 50 gram.
Kemudian pada ayakan sisa dalam sampel tanah perkebunan memiliki massa 0,2
gram dan pada sampel tanah permkiman sebesar 0,5 gram. Total jumlah pada setiap
ayakan pada tujuh tingkatan dalam sampel tanah perkebunan memiliki total 49,3 gram.
Total jumlah setiap ayakan pada tujuh tingkatan salam sampel tanah permukiman
memiliki total 49,4 gram. Nilai DMR total pada perkebunan didapatkan sebesar 0,461577
mm. Dan nilai DMR total pada permukiman didapatkan sebesar 0,383276 mm.
Nilai DMR yang didapatkan menunjukkan lebih besar nilai DMR pada perkebunan
yang menjadikannya memiliki stabilitas agregat yang baik pada struktur tanahnya,
memiliki tingkatan yang tidak terpaut jauh dengan nilai DMR pada permukiman yan juga
memiliki stabilitas agregat yang cukup baik. Stabilitas agregat tanah pada perkebunan
memiliki tingkatan yang baik karena memiliki jumlah massa pada jenis tanah dengan
tekstur kasar kerikil lebih besar dengan bentukan struktur butir (granular). Tanah dengan
struktur ini memiliki tingkatan erosi yang minim karena air hujan yang turun tidak
langsung bertabrakan dengan permukaan tanah, melainkan meresap kedalam tanah
terlebih dahulu, karena susunan dari partikel-partikel tanah dalam bentuk butiran bulat
yang saling berkumpul akan menyisakan sebuah rongga atau ruang kosong yang menjadi
media sirkulasi air dan udara di dalam tanah, selain itu juga untuk akar tanaman lebih
mudah berkembang pada tanah yang memberikan kandungan bahan organik dalam tanah
sehingga membantu pencegahan erosi dan tanah longsor.

VII. KESIMPULAN
Penentuan tingkat stabilitas agregat tanah pada perkebunan dan permukiman
dilakukan dengan metode ayakan tujuh tingkat. Pada setiap tingkatan memiliki
karakteristik tekstur dan jenis tanah. Tanah perkebunan dan permukiman memiliki bentuk
struktur tanah berupa butiran bulat yang dapat mencegah tigkatan erosi dengan lebih baik.
Nilai yang paling baik dalam kestabilan agregatnya didapatkan pada tanag perkebunan,
namun tidak berbanding jauh dengan nilai kestabilan agregat pada permukiman.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Ahmad. 2009. Penentuan Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Pengertian Struktur Tanah. Fakultas
Pertanian. Bogor.
Ananto. 2010. Penentuan Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian Universitas
Hasanuddin.
Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
Sarief, S.E. 1986. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung. 196 hal.
IX. CEK PLAGIASI
1. Dasar Teori

2. Pembahasan

3. Kesimpulan

X. LAMPIRAN
1. Menimbang nampan tanah (kertas HVS)

2. Melakukan pengayakan pada sampel tanah


3. Mengeluarkan sampel tanah dari ayakan ke nampan (kertas HVS)

4. Sampel tanah perkebunan setiap ayakan


• Ayakan 1

• Ayakan 2

• Ayakan 3
• Ayakan 4

• Ayakan 5

• Ayakan 6
• Ayakan 7

• Ayakan 8

5. Sampel tanah permukiman setiap ayakan


• Ayakan 1

• Ayakan 2
• Ayakan 3

• Ayakan 4

• Ayakan 5
• Ayakan 6

• Ayakan 7

• Ayakan 8

Anda mungkin juga menyukai