Anda di halaman 1dari 12

CRITICAL JOURNAL

REVIEW
MK : LITERASI BAHASA
INDONESIA
ESSAY JURNAL PRODI S1 FBS

SKOR NILAI :

STRATEGI LITERASI DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS


KEARIFAN LOKAL ( Endang Siwi Ekoati )

BUDAYA LISAN VS BUDAYA LITERASI MAHASISWA MELAYU: Implikasinya pada Model


Pembelajaran Mahasiswa ( Agus Syahrani )

URGENSI LITERASI INFORMASI DALAM KURIKULUM BERBASISKOMPETENSI DI


PERGURUAN TINGGI ( Jonner Hasugian )

NAMA MAHASISWA : MELI MIRANDA TAMBUNAN


NIM : 2202111001
DOSEN PENGAMPU : DR. MOHAMMAD JOHARIS, M.PD

MATA KULIAH : LITERASI BAHASA INDONESIA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MARET 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT. yang hingga saat ini masih
memberikan nikmat iman dan kesehatan, sehingga saya diberi kesempatan yang luar biasa ini
yaitu kesempatan untuk menyelesaikan tugas “CRITICAL JOURNAL REVIEW”. Tugas ini
dibuat untuk memenuhi salah satu mata kuliah saya yaitu “LITERASI BAHASA INDONESIA”.
Tugas mengkritisi jurnal ini disusun dengan harapan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan kita semua khususnya dalam Literasi Bahasa Indonesia. Apabila dalam tugas ini
terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, Saya mohon maaf karena sesungguhnya
pengetahuan dan pemahaman saya masih terbatas, karena keterbatasan ilmu dan pemahaman
saya yang belum seberapa. Karena itu saya sangat menantikan saran dan kritik dari pembaca
yang sifatnya membangun guna menyempurnakan tugas ini. Atas perhatiannya saya
mengucapkan terimakasih.

Medan, Februari 2021

Meli Miranda
Jurnal : 1

STRATEGI LITERASI DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS


KEARIFAN LOKAL

Endang Siwi Ekoati

Upaya untuk menyosialisasikan dan meningkatkan kemampuan literasi di sekolah belum


membuahkan hasil yang optimal karena kurangnya pendampingan dan pelatihan untuk
mengembangkan kesadaran dan kemampuan literasi di kalangan siswa dan guru. Masih banyak
guru yang beranggapan bahwa literasi menjadi tanggung jawab guru mata pelajaran bahasa
Indonesia. Selain itu, bahan bacaan dan teks yang tersedia di sckolah belum dimanfaatkan secara
optimal untuk mengembangkan kemampuan literasi siswa. Alhasil, gerakan literasi yang
dicanangkan di sekolah tidak dapat terlaksana dengan baik. Penumbuhan minat baca melatui
kegiatan 15 menit membaca scsuai Permendikbud 23 tahun 2015 bukan tujuan akhir. Guru perlu
memahami bahwa upaya pengembangan literasi tidak berhenti ketika siswa dapat membaca
dengan lancar dan memiliki minat baca yang baik sebagai hasil dari pembiasaan budaya literasi.
Pengembangan literasi perlu terjadi pada Pembelajaran di semua mata pelajaran untuk
mengoptimalkan kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Penguasaan literasi mutlak diperhukan di era sekarang mengingat kompetisi di segala bidang
Sangat ketat sementara perkembangan ilmu pengetahuan teknologi berlangsung dengan Sangat
cepat. Ciri pendidikan literasi meliputi tiga R, yaitu: Responding, Revising, dan Refleching
(Saomah, 2017). Selama ini, gerakan literasi sekolah baru dilaksanakan pada tahap pembiasaan,
yakni penumbuhan minat baca melalui kegiatan 15 menit membaca tanpa tagihan. Di beberapa
sekolah telah dilakukan strategi literasi tahap kedua, yakni memberikan tagihan setelah siswa
melakukan kegiatan membaca. Namun, kedua hal tersebut belum membuahkan hasil yang
memuaskan karena pelaksanaannya sebatas pada gerakan saja. Untuk itulah, mula tahun 2017,
kemdikbod mencanangkan strategi literasi dalam pembelajaran.

Tujuan utama penggunaan strategi Iiterasi dalam pembelajaran adalah untuk membangun
pemahaman siswa, keterampilan menulis, dan keterampilan komunikasi secara menyeluruh. Tiga
hal ini akan bermuara pada pengembangan karakter dan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Selama ini berkembang pendapat bahwa literasi hanya ada dalam pembelajaran bahasa atau di
kelas bahasa. Pendapat ini tentu saja tidak tepat karena literasi berkembang rimbun dalam bidang
matematika, sains, ilmu sosial, teknik, seni, olahraga, kesehatan, ekonomi, agama, prakarya dil.
(cf. Robb, L dalam kemdikbud 2017:13).

Pembelajaran yang menerapkan strategi literasi penting untuk menumbuhkan pembaca yang
baik dan kritis dalam bidang apapun. Berdasarkan beberapa sumber, dapat disankan tujuh
karakteristik pembelajaran yang menerapkan strategi hterasi yang dapat mengembangkan
kemampuan metakognitif yaitu: (1)pemantauan pemahaman teks (siswa merekam
Pemahamannya sebelum, ketika, dan setelah membaca), (2) penggunaan berbagai modal.

Berdasarkan realitas ini maka sekolah dapat melakukan upaya penguatan pendidikan
karakter melahm strategi literasi berbasis muatan lokal. Hal ini dilakukan untuk membangun
kepribadian, mentalitas, moralitas yang adiluhung. Ini mengandung arti bahwa muatan lokal
dapat membekali siswa untuk menjadi pribadi yang bernilai tinggi karena kebaikan budi
pekertinya. Pengenalan akan kearifan tocai diharapkan dapat menjadi kekuatan budaya siswa
sehingga tidak mudah terpengaruh oleh budaya asing yang saat ini mudah diakses oleh siswa.

Kearifan lokal merupakan kecerdasan manusia yang dimiliki oleh kelompok etnis tertentu
yang diperoleh melalui pengalaman masyarakat (Rahyono, 2009:7) Hal ini mengandung arti
bahwa keanfan lokal adalah nilai-nilai kearifan yang dipercayai oleh masyarakat tertentu melalu
pengalaman mereka turun-menurun Olch karena itu kearifan lokal di satu daerah belum tentu
sama dengan dacrah Jain. Nilai-nilai tersebut akan melekat sangat kuat pada masyarakat tertentu
Semng dengan perjalanan waktu yang panjang. sepanjang keberadaan masyarakat tersebut.
Beguu pula kearifan loka! yang dipercayai masyarakat Jawa. Kearifan lokal masyarakat Jawa
Sudeh teruji oleh waktu dan melekat pada masyarakat itu sendiri. Tiga filosofi Jawa berikut
dapat

Digunakan sebagai pijakan gerakan literasi sekolah. Filosofi Jawa yang pertama adalah urip
iku urup yang mengandung arti hidup itu hendaknya memberi manfaat bagi orang lain di sekitar
kita. Semakin besar manfaat yang bisa kita benkanSeminar Nasional Pembelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia Berbasis Kearifan Lokal dalam Pembentukan Karakter Bangsa, 18 Mei 2017.
(oto skan-lebuh bsk. Namun, jika tidak bisa memberikan manfsat yang besar, sekecil apa pum
punfant yang dapat kita berikan, kita tidak boleh menggangu dan meresahkan masyarakm.
Filosofi Jawa yang kedua yaitu memayu hayuning bawana, ambrasta dur hangkara Felsalas
tesebut mengandung arti manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebehagiaan
dan kesejahteraan, scrta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak. fika setiap siswa
dibekali dengan filosofi ini maka 10 tahun yang akan dating Ncgars Indonesia akan terbebas dari
keserakahan dan korupsi. Siswa harus dibekali dengan sikap baik yang akan membawa pada
kebahagiaan dan kesejahteraan umat.

Filosofi yang ketiga adalah sura dira jayaningrat, lebur dening pangastuti. Filosofi sni
mempunyai arti segala sifat keras hati, picik, angkara murka, hanya bisa dikalahkan dengan sikap
bijak, lembut hati dan sabar. Siswa harus dibiasakan dengan perilaku sabar, lembut, dan bijak.
Jika karakter ini sudah dipunyai oleh semua siswa, dapat dipastikan tidak akan terjadi kekerasan
di lingkungan sekolah, tawuran, dan bullying. Karakteristik siswa usia perkembangan yang
mudah terpancing emosi dan mudah marah dapat ditangkal dengan karakter ini. Pemahaman
bahwa kekerasan bukan cara yang baik untuk menyelesaikan masalah dapat selalu digalakkan di
lingkungan sekolah.

Ketiga filosofi tersebut dapat dipilih sekolah untuk penumbuhan karakter siswa melalui
gerakan literasi khususnya strategi literasi dalam pembelajaran. Ilustrasi gambar, video, teks,
atau media yang lain yang digunakan selama pembelajaran hendaknya tidak keluar dari tiga
filosofi urip iku urup, memayu hayuning bawana, ambrasta dur hangkara, dan sura
dirajavamngrat, lebur dening pangastuti.
Jurnal : 2

BUDAYA LISAN VS BUDAYA LITERASI MAHASISWA MELAYU: Implikasinya pada


Model Pembelajaran Mahasiswa

Agus Syahrani

Sekolah atau kampus adalah sebuah institusi pendidikan yang memilih aturan-aturan yang
dapat mengatur mahasiswa serta unsur-unsur aktivitas untuk bertindak dan berperilaku sesuai
aturan itu. Sebagai suatu lembaga pendidikan tinggi, sebuah universitas atau perguruan tinggi
merupakan sebuah organisasi struktural yang memuliki tanggung jawab untuk membangun dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanggung jawab iru berimplikasi pada tugas-
tugas mendidik, mendapatkan temuan temuan baru, konseptuahsasi, menyebarkan dan
menerapkan ilmu dan teknologi dalam kedupan sosial masyarakat (Moelyarto dalam Suwardi
MS, 2008)

Dari perspektif antropologi dan somologi, insutu pendidikan termasuk salah satu institusi
sosial. Institusi ini merupakan sistem yang dapat meryadikan paratsipan yang berada di sana
untuk salhng berinteraksi berdasarkan polapala formal atau sistem tentang bagaimana
berperilaku atau bertindak dan berkomurukas: dengan aktivitas-aktivitas yang lerkonsentrasi
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam kehidupan sosial (Kunfaraningrat, 1979). Lebih
lanjut, Gilhn dan Gillin (dalam Sudarso, 2007) mengatakan bahwa institusi sosial meruliki
beberapa karakteristik, di antaranya adalah memuliki tujuan yang harus dicapai, dilengkapi
dengan prasarana dan sarana untuk memfasilitasi pencapaian tujuan tersebut dan memiliki
dokumen-dokumen tertuhs sebagai referensi yang dirujuk dalam melaksanakan proses
percaparan tujuan tersebut.

Sebagai sebuah institusi sosial, salah satu cari-ari khas sekolah atau perguruan tinggi adalah
memuhki peraturan perundang undangan tertulis sebagai rujukan dalam mengatur peran
mahasiswa, peran staf pengajar dan staf-staf lamnya serta seluruh elemen yang ada dalam
anstituss tersebut Salah satu dari dokumen rujukan tersebut adatah kurikulum. Selam itu, sekolah
atau perguruan tmggi juga dilengkapi dengan berbagai bentuk sarana, baik berupa perangkat
keras maupun perangkat lunak, untuk menunjang ketercapaian tujuan nya. Salah satu sarana
yang pahng penting adalah ruang-ruang belajar dan perpustakaan. Perpustakaan iru biasanya
menyediakan sumber-sumber berbentuk cetakan atau non-cetakan (elektronik). Belakangan ira
sarana perpustakaan juga dilengkapi dengan akses internet. Sarana lannya adalah berbagai-bagar
jenis laboratorium Semua sarana ini memiasihtasi Civitas akadenuka perguruan tinggi untuk
melakukan aktivitas literasi dan komunikasi lisan, baik secara langsung tatap muka maupun tidak
langsung.

Berdasarkan ciri-ciri khas perguruan tinggi tersebut, aktivitas literasi (hteracy) meryadh
domunasi akhvitas akademik kampus, sebagaimana dikatakan berikut mereka hadapi sehingga
dengan clemikian tugas-tugas belajar yang sesuai dapat dikembangkan oleh sang pendidik itu.
Dalam pada situ, dari latar belakang sosial budaya, peserta didik dapat diidentifikasikan
berdasarkan asal usu! kelompok sosial atau kelompoketnikatauras tertentu Dalam kastan ini,
mereka dapat dndentifikasikan berdasarkan hal-hal yang mereka kongsi bersama, misalnya
bahasa yang digunakan, nilai nilai, tradisi-tradisi dan cara-cara melakukan sesuatu Hal hal
tersebut disebut dengan kebudayaan mayoritas. Namun denukian, kebudayaan mayoritas tersebut
tidak berarti harus berlaku sama rata bagi setiap individu dari kelompok tersebut, melamkan
biasanya terdapat sub-sub budaya yang menjadi minoritas (Cruckshank, et al, 2006).

Kelompok Etnik Melayu sebagai Mayoritas dengan Identitas Budaya Lisan .Profil
mahasiswa FKIP Untan dapal diidentifikasi berdasarkan daerah asal mereka. Mayoritas, mereka
berasal dan berbagai pelosok wilayah Kalimantan Barat Sebagaimana dikenal bahwa masyarakat
Kalimantan Barat secara dominan adalah dari kelampok ctruk Melayu (54,204), urutan
berikutnya adalah kelompok ciri Dayak (33,425) dan sisanya adalah dari kelompok etrik Cina,
Bugis, Jawa dan beberapa kelompok etruk Jainnya (Bakran Sum, 2109) Oleh sebab itu, hampu
dapat dipastikan bahwa mayoritas mahasiswa FKIP Untan adalah berlatar belakang sosial
budaya etnik Melayu, Dengan demikian, mereka mestinya berkongsi lebih kurang nilai-nilai dan
budaya yang sama, berbahasa yang sama meskipun dengan berbagai variasi dialek dan pada
umumnya beragama Islam (Suwardi MS, 2008), Kesamaan perkongsian tersebut merupakan
idenbitas orang Melayu pada umumnya.
Selama itu, dikatakan pula bahwa masyarakat Kalmmantan Barat, khususnya orang-orang
Melayu, hidup dalam kelisanan pnmer (primary oratity) Ini berarti bahwa keseluruhan proses
mentransfer dan menginternalsasi nilai-nilai sosial budaya dari generasi ke generasi dalam
masyarakat itu disampaikan melalui tuturan lisan (Charril Effendy, 2006) Tuturan lisan tersebut
dikenal dengan tradisitradisi berpantun, bersyarr, berdongeng, penggunaan ungkapan-ungkapan
atau kata-kata bak (provarbs) serta pepatah pcbtih sebagai kegiatan rutin masyarakat atau sebagai
ntual-nitual tertentu (Tecuw, 19M) Bahkan untuk tujaan komurukasi sehari-hari selamanya-
menyempatkan undangan, menginformasikan sesuatu, bertukar pikiran, memberikan empati, atau
menyampaikan bela sungkawa—pada umumnya lebih disukai atau lebih diterima dengan cara
menyampaikannya secara Ikan dan langsung tatap muka Hal yang demikian itu bertujuan untuk
memelihara kesantunan dan untuk mempererat jalinan hubungan di antara mereka (Ong, 1982)
Dalam kaitan ini, dikatakan bahwa apa yang disampaikan secara langsung Gengan lisan di antara
mereka melalui kata kata itu merupakan penanda social Genus, Penanda itu tidak hanya dapat
menunjukkan kapan dan dimana posisi pembicara berada pada saat stu tetapi juga menunjukkan
status di dalam struktur tosial yang ada ds antara pihak pihak yang burkomunikas itu (Kramsch,
2008). Dengan demikian komunikasi lisan menunjukkan makna makna sosial tertentu bagi
masyarakat tersebut.

Latar Belakang Sosial Budaya dan Psikologis Mahasiswa. Sebagaimana telah banyak
dibuktikan bahwa keberhasilan atau kegagalan mahasiswa dalam belajar adalah berhubung kait
dengan latar belakang psikologis, sosial dan budaya mereka. Oleh sebab itu, untuk menjadi
seorang pendidik yang sukses, ia seharusnya mengetahui latar belakang sosial budaya para
peserta didiknya di samping latar belakang psikologis mereka. Secara psikologis, peserta didik
dapat dibedakan berdasarkan tingkat usia serta variabel-variabel lam seperti bakat, kepribadian,
gaya belajar, tingkat kemampuan bahasa dan motivasi (Harmer, 2004).
Jurnal : 3

URGENSI LITERASI INFORMASI DALAM KURIKULUM BERBASISKOMPETENSI


DI PERGURUAN TINGGI

Jonner Hasugian

Dewasa ini berbagai lembaga pendidikan mulai dwi jeryang pendidikan dusur sampai
dengan pendidikan tnggs ada yang mulai, sedang, dan telah membangun program Incrasi
mformust Isterass informasi yang merupakan terjemahan dan mformanan Iiterasi dalam
pengertian nngkas diartikan sebagai  keberaksaraan informasi atau kemelekan informasi.
Penguasaan Ineras informasi dipandang sangat penting dalam proses pembelajaran sehingga
menjadi begian den program pendidikan. Dalam hingkup yang lebih luas, bahwa program literasi
informasi” sebenarnya adalah program pemberdayaan masyarakal khususnya dalam bidang
informasi.

Literasi informasi berhubungan crat dengan lugas pokok pelayanan perpustakaan. Dalam
Perkembangannya, para pustakawan terutama Pistakawan pada perpustakaan sekolah dan
Perguruan tinggi, umumnya memandang tan yang hendak dikembangkan dalam informasi adalah
berupa Cteramy yang tidak mengundang Permasalahan (non-probicmaus). Arunya, bahwa
kemampuan seseorang untuk mencari dan Menemukan Informasi — adalah — berupa
#Sanykasan keterampilan yang dipindahkan dan Pustakawan kepada pengguna untuk tujuan
pcinyanan dan agar tidak merepotkan pustakawan.

Seorang siswa atau mahasiswa memperoleh keterampilan 14, sangat diharapkan dapat
mengembangkan kemampuan berpikir kntis dan menyelesaikan masalah, serta pada lawannya
menambah motivasi untuk belajar. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, program
program pelauhan Inerasi raformasi diperluas menjadi pelanhan tentang dunia teks pada
umumnya yanu bagaimana cara yang efektif dan efisien untuk mencari dan mencmukan
dokumen dari perpustakaan, selanjutnya ditambah dengan penumbuhan budaya digital agar
mampu dan terasa melakukan akses terhadap berbagai sumber daya informasi elektranik. Akses
kerhadap sumberdaya infonmasi elektronik saat Ini sudah menjadi keharusan mengingat volume
Informasi dalam format clektronik yang tersedia saat int diperkirakan jauh melebihi infonmasi
yang tersedia dalam format tercetak. Akibatnya, proses pembelyaran harus memanfaatkan
informasi dalam format elektronik.

Literasi Informasi, Definisi tentang literasi  informasi sangat banyak Yan tcrus
berkembang sesuai kondisi waktu dan perkembangan lapangan. Dalam rumusan yang sederhana
Isterasi informasi adulah kemampuan mencari, mengevaluasi dan menggunakan informasi yang
diburuhkan secara cfekif Ilakekat dari literasi informasiadalah scpcrangkat keterampilan yang
diperlukan untuk mencari,  menelusuri, menganalisis, dan memanfaatkan stormasi (Bundy,
2001). Mencari informasi dapat dilakukan ke perpustakaan, toko buku, pusatpusat informasi, di
Internet dan sebagainya, Menelusuri adalah upaya untuk menemukan kembali intormass yang
yang telah disimpan, Jika ke pepusiakaan diperlukan alat penelusuran yartu Katalog, sedangkan
untuk mencari informasi ke Intemet diperlukan..

Literasi Informasi dan Dunia Perguruan Tinggi, Ketersediaan sumberdaya informasi


merupakan faktor penung dalam dunia perguruan Pernyataan  menyampaikan  bahwa
perpustakaan sebagai pusat tersedianya berbagui sumberdaya informasi debat sebagai jantungnya
perguruan tinggi. kemampuan untuk memanfaatkan sumberdaya.Kurikulum Berbasis
Kompetensi dan Literasi Informasi, Lierasi informasi membentuk dasar bagi pembelajaran
seumur hidup. Hal ini berlaku Umum bagi semua lingkungan belajar. dan bagi semua ungkatan
Pendidikan, Dengan teras informasi, Mahasiswa dapat menguasai semua materi dan tes
penelitan. serta memiliki kontrol yang lebih besar terhadap proses pembelajaran. Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) adalah kurikulum yang disarankan oleh the “tonal Burean of
Educarion

International Comission on Education for the 21 st Century), UNESCO yang terkenal


dengan empat pilar pendidikan berdasarkan tujuan belajar yaitu learning to know, learning to do,
learning to live together, dan learning to be. Untuk pendidikan tinggi di Indonesa penyusunannya
diatur dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan — Nasional — Nomor 2320/2000 yang
menetapkan Pedoman Penyusunan Kunkulum Pendidikan Tinggi dan Penularan Hasil Belajar
Mahasiswa, Bersasarkan pemikiran tentang tujuan belajar tersebut maka mata kubah dalam
kunkulum perguruan tmggi dibagi atas 5 kelompok yaitu: (1) Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian (MPK) (2) Mata Kuliah Keilmuan dan Ketrampitan (MKK) (3) Mata Kulah
Keahlian Berkarya (MKB) (4) Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB), dan (5) Mata Kuliah
Berkehidupan Bermasyarakat (MBB).

Dalam Surat Keputusan “Mendiknas namor 045/0/2002 tentang Kurikulum  Perguruan


Tinggi mengemukakan bahwa kompelensi adalah seperangkat tmdakan cerdas, penuh tanggung
jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam
melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu". KBK adalah kurikulum yang pada tahap
perencanaan, terutama dalam tahap pengembangan ide akan dipengaruhi oleh kemungkinan
kemungkman pendekatan, kompetensi dapat menjawab tantangan yang muncul Artinya, pada
waktu mengembangkan alau mengadopsi pe nikwan kurikulum berbasis kompetensi maka
pengembang kunkulum harus mengenal benar landasan filosofis, kekuatan, dan ketemahan
pendekatan kompetensi dalam menjawab tantangan, serta jangkauan validitas pendekatan
tersebut ke masa depan. Harus dingat bahwa kompetensi bersifat terus berkembang sesuai
dengan tuntutan dunia kega atau dunia profesi maupun dunia ilmu.

Standar Kampetensi Literasi untuk Pendidikan Tinggi, Literasi informasi — diperlukan —


untuk” menguatkan kualitas diri dalam rangka belajar  hidup. Ketika seseorang bermaksud
meningkatkan taraf hidupnya, maka da memerhukan sesuatu yang lebih dan dirinya yaitu
perkembangan dan, bahkan keterampilan. pendidikan  yang lebih unik, Proses untuk menjadi
contoh adalah sesuatu yang dapat dicapai. melalui proses bekyar, Kemampuan untuk dapat elyar
secara mandiri akan membuat proses yang  lebih mudah dengan berbekal kemampuan litera
informasi.

Keterampilan baru hanya dapat diperoleh dengan menjalani proses belayar. Dalam proses
belajar. Itupun memberikan miormasi yang tepat dan benar Bagi mahasiswa, kemampuan an
akan menentukan banyaknya informasi yang dapat diserap, dan lebih dari itu mahasswa makin
mampu menyelesaikan masalah secara jenius, logis, dan tdak mudah drperdaya oleh mformasi
yang diterimanya tanpa evaluasi. Untuk itu diperlukan standar kompetensi hterasi informasi yang
perlu dipahami agar tidak larut diperdaya informasi.

Anda mungkin juga menyukai