Anda di halaman 1dari 6

TUGAS

MENGANALISIS KASUS ETHICAL DECISION MAKING (EDM) DALAM


KEPERAWATAN PALIATIF
Diajukan untuk memenuhi salah-satu tugas mata kuliah Keperawatan Paliatif
Dosen pengampu :
Syarifah Lubbna, S.Kep.,Ns.,M.PallC

Ditulis oleh
Nur Fadhilatul Qudsiyyah
(42010419039)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN B


SEMESTER 4 TINGKAT 2
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CIREBON
TAHUN 2021
Kasus diatas membuat dilema etik (Ethical Decision Making) bagi perawat atau tenaga
medis lainnya, dimana dilema etik (Ethical Decision Making) di definisikan sebagai suatu
masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau suatu situasi dimana
alternatif yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang
benar atau salah, untuk membuat keputusan yang etis, seseorang harus tergantung pada
pemikiran yang rasional bukan emosional.
Dalam menyelesaikan kasus dilema etik (Ethical Decision Making) yang terjadi pada
kasus Ny. Carla dapat dilakukan dengan suatu metode/pendekatan dalam proses pengambilan
keputusan, serta mempertimbangkan prinsip-prinsip etik (Ethical Decision Making) yang
dikemukakan oleh O’Connor, Lee & Aranda 2012. Tahapannya yaitu :
1. Pengkajian kondisi/situasi klinis
a) Analisis kondisi klinis pasien
Pada kasus diatas Ny. Carla mengalami penyakit kanker ovarium
metastasis paru, hepar dan abdomen. Ny. Carla terdiagnosa kanker 2 tahun yang
lalu dan telah menjalani berbagai terapi seperti operasi dan kemoterapi. Namun,
kanker tidak responsif dan tetap menyebar progresif dan kondisi kesehatannya
semakin lama semakin menurun.
b) Mempertimbangkan kebutuhan, keinginan, harapan pasien dan anggota
keluarga, dan mempertimbangkan tim kesehatan & kebijakan organisasi
- Keinginan Ny. Carla (pasien) yaitu ingin merasakan nyaman dan bebas nyeri,
meskipun ia perlu di‘tidur’kan dengan obat bius agar tidak merasakan sakit.
Pasien memilih untuk tetap tinggal dirumah dan tidak dirawat di RS. Pasien
juga berkata bahwa ia tidak ingin lagi menjalani tindakan-tindakan invasif
selanjutnya karena itu menyakitkan, dan pasien merasa lelah dengan terapi-
terapi selama ini di RS dan ingin berhenti saja.
- Sedangkan suaminya Tn. William & putrinya Ny. Penny ingin
dilakukan/diupayakan agar Ny. Carla tetap hidup saat cucunya lahir nanti,
termasuk membawanya dirawat lagi di RS dan mendapat tindakan
selanjutnya.
- Di sisi lain, Tn. Harry & Ny. Lyn putra dan sahabat Ny. Carla terlihat lebih
sensitif dan memahami keinginan Ny. Carla, dan menyadari kalau mungkin
tidak lama lagi ibunya akan meninggal.
c) Mengidentifikasi masalah/perbedaan harapan
Masalah pada kasus diatas adalah adanya konflik karena perbedaan
harapan/keinginan antara Ny. Carla yang ingin merasakan nyaman dan bebas
nyeri dan berhenti melakukan tindakan-tindakan invasif dan terapi karena sudah
merasa lelah. Sedangkan suami dan putrinya Tn. William & Ny. Penny ingin
dilakukan/diupayakan agar Ny. Carla tetap hidup, termasuk membawanya lagi
dirawat di RS dan mendapat tindakan selanjutnya.
Di sisi lain Tn Harry & Ny. Lyn putra dan sahabat Ny. Carla memahami
keinginan Ny. Carla, dan menyadari kalau mungkin tidak lama lagi Ny. Carla
akan meninggal. Namun, Tn. Harry & Ny. Lyn bingung karena mengetahui Tn.
William & Ny. Penny belum menerima kenyataan kalau Ny. Carla sudah terminal
dan punya harapan yang mustahil (ingin Ny. Carla sembuh dan tetap hidup).
2. Moral diagnosis
Keputusan terkait apakah pasien harus tetap melakukan tindakan-tindakan invasif
dan terapi atau berhenti. Keinginan Ny. Carla adalah ingin merasakan nyaman dan bebas
nyeri, meskipun ia perlu di’tidur’kan dengan obat bius (sedasi paliatif) agar ia tidak
merasakan sakit. Ny. Carla memilih untuk tinggal dirumah dan tidak dirawat di RS,
pasien tidak ingin melakukan lagi tindakan-tindakan invasif selanjutnya karena
menurutnya itu menyakitkan, pasien juga merasa lelah dengan terapi-terapi selama ini di
RS dan ingin berhenti saja.
3. Perencanaan
a) Goals (tujuan perawatan) ditetapkan/direncanakan (keinginan/harapan
pasien hal yang vital) : menolak tindakan medis, yaitu tidak ingin lagi
melakukan tindakan-tindakan invasif/terapi karena pasien merasa sudah lelah dan
ingin berhenti saja, pasien juga berharap bisa merasakan nyaman dan bebas nyeri,
meskipun ia perlu di’tidur’kan dengan obat bius (sedasi paliatif).
b) Mengadakan pertemuan pasien, keluarga dan tim kesehatan terkait (family
conference) untuk mendiskusikan :
1) Kondisi kesehatan, harapan dan keinginan pasien & keluarga
Ny. Carla (pasien) telah menjalani berbagai terapi seperti operasi
dan kemoterapi. Namun, kanker tidak responsif dan tetap menyebar
progresif dan kondisi kesehatannya semakin lama semakin menurun.
Harapan/keinginan pasien (Ny. Carla) yaitu ingin merasakan
nyaman dan bebas nyeri, meskipun ia perlu di’tidur’kan dengan obat bius
(sedasi paliatif) agar tidak merasakan sakit, Ny. Carla memilih untuk tetap
tinggal dirumah dan tidak dirawat di RS dan Ny. Carla tidak ingin lagi
menjalani tindakan-tindakan invasif selanjutnya karena itu menyakitkan.
Ny. Carla merasa lelah dengan terapi-terapi selama ini di RS dan ingin
berhenti saja.
Sedangkan keinginan suaminya Tn. William & purinya Ny. Penny
ingin dilakukan/diupayakan agar Ny. Carla tetap hidup saat cucunya lahir
nanti, termasuk membawanya dirawat lagi di RS dan mendapat tindakan
selanjutnya. Di sisi lain, Putra kedua Ny. Carla Tn. Harry & sahabatnya
Ny. Lyn terlihat lebih sensitif dan memahami keinginan Ny. Carla, dan
menyadari kalau mungkin tidak lama lagi Ny. Carla akan meninggal.
Namun, Tn. Harry & Ny. Lyn bingung karena mengetahui Tn. William &
Ny. Penny belum menerima kenyataan kalau Ny. Carla sudah terminal dan
mempunyai harapan yang mustahil (ingin Ny. Carla sembuh dan tetap
hidup).
2) Pandangan medis/keperawatan terkait pilihan tindakan & prognosis
Jika menetapkan keputusan yang diinginkan Ny. Carla untuk
dilakukan sedasi paliatif, pasien bisa mendapatkan kenyamanan karena
tidak merasakan sakit lagi, dan pasien tidak ingin lagi melanjutkan
tindakan-tindakan invasif selanjutnya kemungkinan kondisi Ny. Carla
akan semakin memburuk/menurun sehingga kesempatannya untuk hidup
sangat kecil.
Lalu jika menetapkan keputusan yang diinginkan oleh keluarganya
Tn. William & Ny. Penny, kemungkinan Ny. Carla bisa membaik
kondisinya dan bisa saja kondisinya malah memburuk walaupun
pengobatan paliatif tetap dilanjutkan, karena pengobatan paliatif hanya
bisa meringankan gejala, memperlambat perkembangan kanker dan
mengurangi keluhan yang dialami pasien. Tetapi tidak bisa memastikan
Ny. Carla tetap hidup saat cucunya lahir nanti, penderita penyakit kanker
sulit untuk diprediksi karena kondisinya bisa tiba-tiba drop/memburuk,
apalagi Ny. Carla sudah pada fase terminal.
3) Penentuan siapa pengambil keputusan jika pasien sudah tidak
kompeten
Di lihat dari kasus diatas, berdasarkan asas/prinsip etik
keperawatan yaitu autonomy, jika pasien sudah tidak kompeten yang
mengambil keputusan adalah keluarga yang mengetahui betul keinginan
Ny. Carla (pasien) ialah Tn. Harry putra Ny. Carla yaitu ingin merasakan
nyaman dan bebas nyeri, meskipun ia perlu di’tidur’kan dengan obat bius
(sedasi paliatif) agar tidak merasakan sakit, Ny. Carla memilih untuk tetap
tinggal dirumah dan tidak dirawat di RS. Ny. Carla tidak ingin menjalani
tindakan-tindakan invasif selanjutnya karena itu menyakitkan, Ny. Carla
merasa lelah dengan terapi-terapi selama ini di RS dan ingin berhenti saja.
4. Implementasi
Setelah melakukan proses pengambil keputusan, perawat berhenti melakukan
tindakan-tindakan invasif/terapi selanjutnya dan memberikan rasa nyaman dengan obat
bius kepada pasien (sedasi paliatif) agar pasien tidak merasakan sakit sesuai dengan
keinginan Ny. Carla (pasien).
5. Evaluasi
Efek dan dampak yang terjadi setelah keputusan di ambil adalah :
1) Pasien bisa samakin buruk/menurun kondisinya
2) Pasien akan merasakan nyaman dan tidak merasakan sakit setelah dilakukan
sedasi paliatif
3) Kesempatan untuk hidup sangat kecil
Pendapat/opini saya pada kasus diatas :
Dalam kasus ini perawat menghadapi dilema etik (ethical decision making), karena
dihadapkan dengan perbedaan harapan/keinginan antara pasien dan keluarga, yaitu Ny. Carla
berkata ingin merasakan nyaman dan bebas nyeri, meskipun ia perlu di’tidur’kan dengan obat
bius (sedasi paliatif) agar tidak merasa sakit, Ny. Carla memilih untuk tetap tinggal dirumah dan
tidak dirawat di RS, Ny. Carla juga berkata bahwa ia tidak ingin lagi melakukan tindakan-
tindakan invasif selanjutnya karena itu menyakitkan, dan Ny. Carla merasa lelah dengan terapi-
terapi yang selama ini dilakukan di RS dan ingin berhenti saja. Sedangkan keluarganya tidak bisa
terima kalau Ny. Carla saat ini sudah terminal, suami dan putrinya Tn. William & Ny. Penny
ingin dilakukan/diupayakan agar Ny. Carla tetap hidup saat cucunya lahir nanti, termasuk
membawanya dirawat lagi di RS dan mendapat tindakan selanjutnya. Di sisi lain, putra dan
sahabat Ny. Carla yaitu Tn. Harry & Ny. Lyn lebih memahami keinginan Ny. Carla dan
menyadari kalau mungkin tidak lama lagi Ny. Carla akan meninggal.
Setelah menganalis kasus diatas, saya bisa menyimpulkan bahwa tindakan perawatan
paliatif untuk penyakit kanker memanglah tidak dapat mengembalikan keadaan pasien
sebelumnya atau membuat pasien menjadi sembuh, tetapi hanya mampu meringankan gejala,
memperlambat perkembangan kanker dan mengurangi keluhan yang dialami pasien. Sehingga
hal itu adalah hak pasien untuk menentukan, sesuai dengan asas/prinsip etik keperawatan yaitu
autonomy pasien berhak mengambil keputusan/mengatur dirinya sendiri dan jika pasien sudah
tidak kompeten (koma) mengambil keputusan dapat menggunakan pernyataan keinginan pasien
(Advance Directives) jika ada, atau oleh anggota keluarga yang mengetahui betul
keinginan/harapan pasien, karena aprioritas utama dalam membuat keputusan adalah pasien itu
sendiri. Namun, perawat juga harus berusaha mempertimbangkan yang terbaik bagi pasien sesuai
dengan asas/prinsip etik keperawatan yaitu Beneficience, tidak merugikan dan mencegah bahaya
yang bisa terjadi pada pasien, tetapi jika perawat sudah memberikan penjelasan sejelas-jelasnya
atau mengevaluasi dalam berbagai rencana tindakan keputusan yang akan diambil oleh pasien
dari segi manfaat, urgensi dan sebagainya, dan pasien tetap kuat/keukeh dengan keputusannya
untuk melakukan sedasi paliatif dan berhenti melakukan tindakan-tindakan invasif/terapi
selanjutnya, maka dengan berat hati perawat tidak bisa memaksakan tindakan untuk
menghormati keputusan pasien setelah semua konsekuensinya dijelaskan kepada pasien sesuai
dengan prinsip/asas etik keperawatan yaitu kebebasan pasien (autonomy).
Kalau pun tetap melanjutkan tindakan-tindakan invasif selanjutnya kepada Ny. Carla
sesuai keinginan suami dan putrinya yang ingin Ny. Carla sembuh dan tetap hidup, menurut saya
percuma karena penyakit kanker tidak bisa total sembuh dan sulit diprediksi kesempatan nya
untuk hidup apalagi Ny, Carla sudah pada fase terminal. Dan jika tetap memaksa untuk
melanjutkan tindakan-tindakan invasif kepada pasien menurut saya bertentangan dengan
asas/prinsip etik keperawatan yaitu autonomy merampas hak kebebasan pasien dan hanya akan
membuat kenyamanan pasien terganggu karena rasa sakit yang dialaminya ketika dilakukan
tindakan invasif. Lalu Ny. Carla terdiagnosa penyakit kanker sejak dari 2 tahun yang lalu dan
sudah melakukan berbagai terapi seperti operasi dan kemoterapi. Namun, kanker tidak responsif
dan malah menyebar progresif dan kondisi Ny. Carla semakin lama malah semakin memburuk,
itu artinya pengobatannya tidak lagi efektif dan menjadi sia-sia jika dilanjutkan. Salah-satu
tindakan/pengobatan yang bisa dilakukan kepada Ny. Carla yaitu sedasi paliatif sesuai dengan
keinginan Ny. Carla ingin merasakan nyaman dan bebas nyeri, meskipun ia perlu di’tidur’kan
dengan obat bius (sedasi paliatif) agar tidak merasakan sakit, karena dengan dilakukan sedasi
paliatif dapat mempertimbangkan jumlah rasa sakit/kesusahan yang tak tertahankan dari pasien
sekarat (terminal). Sedasi paliatif (Palliative Sedation) adalah pilihan terakhir bagi pasien yang
gejalanya tidak dapat dikendalikan dengan cara lain, ini bukan bentuk euthanasia atau bunuh diri
yang dibantu dokter/tenaga medis, karena tujuan sedasi paliatif adalah untuk mengontrol gejala,
bukan untuk mempersingkat atau mengakhiri kehidupan orang tersebut, sehingga tindakan sedasi
paliatif tidak bertentangan dengan asas/prinsip etik keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai