Anda di halaman 1dari 13

KINETIKA REAKSI KIMIA

A. Tujuan

Tujuan percobaan ini adalah untuk mempelajari kinetika suatu reaksi

kimia dan menentukan waktu kadaluarsa obat.

B. Landasan teori

Asam asetilsalisilat mempunyai nama sinonim asetosal, asam salisilat

asetat dan yang paling terkenal adalah aspirin (brandname produk dari Bayer)

(Jeffers, 2002). Serbuk asam asetil salisilat dari tidak berwarna atau kristal putih

atau serbuk granul kristal yang berwarna putih. Asam asetilsalisilat stabil dalam

udara kering tapi terdegradasi perlahan jika terkena uap air menjadi asam asetat

dan asam salisilat. Nilai titik lebur dari asam asetil salisilat adalah 1350 C. Asam

asetilsalisilat larut dalam air (1:300), etanol (1:5), kloroform (1:17) dan eter (1:10-

15), larut dalam larutan asetat dan sitrat dan dengan adanya senyawa yang

terdekomposisi, asam asetilsalilsilat larut dalam larutan hidroksida dan karbonat

(Lenggana, 2010).

Prinsip metode kolorimetri pada penetapan kadar asam asetilsalisilat

adalah pembentukan kompleks antara besi nitrat dengan gugus fenolik asam

salisilat pada asam asetil salisilat menjadi kompleks besi salisilat yang berwarna

ungu (Lenggana, 2010).

Dalam perancangan reaktor-reaktor kimia(cheamical reactors) perlu

diketahui atau dicari datanya dengan penelitian kinetika reaksi, yaitu mengenai

suhu reaksi, tekanan operasi, rate aliran dan waktu reaksi. Selain waktu reaksi dan
rate aliran yang saling terkait, dapat pula ditambahkan, yaitu waktu pengisian

reaktor, waktu pengosongan, waktu pendinginan dan waktu pemanasan. Karena

data tersebut sangat diperlukan dalam perancangan reaktor kimia, maka hal

tersebut yang melatar belakangi mengapa suatu penelitian kinetika reaksi

dilakukan (Edahwati, 2007)

Farmasis sebagai tenaga kesehatan memiliki peranan penting dalam

pengelolaan obat yang meliputi perencanaan pengadaan hingga pemantauan

penggunaan obat sesuai dengan lingkar sepuluh kegiatan Pengelolaan dan

Penggunaan Obat Secara Rasional (PPOSR). Obat harus diupayakan memenuhi

persyaratan efektif, aman, rasional, dan harga yang terjangkau (EARMU). Salah

satu jaminan kualitas yang harus menjadi perhatian farmasis karena terkait dengan

efektifitas obat adalah stabilitas obat (Widiandani, 2009).

Stabilitas merupakan keadaan suatu obat tetap berada pada batas

spesifikasi yang telah ditentukan, diuji pada penyimpanan dalam periode waktu

tertentu dan dapat ditentukan umur pengunaannya (shelf life); sifat dan

karakteristik fisika kimia obat tersebut mutunya tetap seperti saat diproduksi (USP

27, 2004). Stabilitas suatu sediaan obat harus diketahui untuk menjamin bahwa

pasien menerima obat sesuai dengan dosis yang diresepkan dan tidak mengalami

perubahan secara terapetik karena degradasi obat tersebut. Demikian pula, pabrik

obat memiliki tanggung jawab untuk menjamin stabilitas dari produk yang

diedarkan dalam batas waktu kadaluarsanya (Widiandani, 2009).

Kerja farmakologi senyawa obat berhubungan dengan kadar obat dalam

tubuh yang ditentukan oleh berbagai macam faktor, antara lain: karakteristik
individu (ras, bobot badan, keadaan fisiologis, dll.), rute pemberian , bentuk

sediaan obat yang diberikan, dll3). Dua faktor yang terakhir berkaitan dengan

ketersediaan hayati yang dapat dihasilkan oleh masing-masing rute pemberian dan

sediaan obat tersebut (Sumirtapura, 2002).

Laju suatu reaksi kimia atau proses kimia diartikan sebagai kecepatan

terjadinya suatu reaksi kimia. Untuk reaksi kimia berikut : Obat A → Obat B. Bila

jumlah obat A berkurang dengan bertambahnya waktu (reaksi berjalan searah

dengan tanda), maka laju reaksi dapat dinyatakan sebagai : –dA/dt. Dengan

demikian, apabila jumlah obat B bertambah dengan bertambahnya waktu, maka

laju reaksi dapat pula dinyatakan sebagai : + dB/dt. Orde reaksi menunjukkan cara

bagaimana konsentrasi obat atau pereaksi mempengaruhi laju suatu reaksi kimia.

Orde reaksi ditentukan oleh kemungkinan suatu unit yang terjadi pada populasi

tertentu. Dalam farmakokinetika hanya orde reaksi 0 dan orde reaksi 1 yang

penting (Wulansari, 2009).


C. Alat dan Bahan

1) Alat

Alat – alat yang digunakan pada percobaan ini adalah sebagai berikut :

1. Pipet tetes

2. Tabung reaksi

3. Gegep

4. Hot plate

5. Spektrofotometer

6. Gelas kimia 500 ml

2) Bahan

Bahan - bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah sebagai berikut :

1. Asetosal

2. FeCl3

3. Es batu

4. Aquades
D. Prosedur kerja

Asetosal

- Dimasukkan kedalam 3 tabung reaksi 10 ml

- Dipanaskan dengan hot plate pada suhu 400C, selama

5 menit (tabung 1), 10 menit (tabung 2), 15 menit

(tabung 3), 20 menit (tabung 4), dan 25 menit (tabung

5).

- Didinginkan dengan air es batu

- Ditambahkan 2 ml FeCl3 dan dikocok hingga

homogen

- Diamati perubahan warnanya

Hasil pengamatan ?
E. Hasil pengamatan

N Sampel Tabun Hasil

o g
1 Ungu

Pekat
2 Ungu
1 Asetosal murni
Pekat
3 Ungu

Pekat
1 Ungu

muda
Asetosal puyer 2 Ungu
2
16 muda
3 Ungu

muda

2.0 ABS Smooth: 0 Deri.: 0

1.9
1.8
1.7
1.6
1.5
1.4
1.3
1.2
1.1
1.0
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0.0 nm
450 460 470 480 490 500 510 520 530 540 550 560 570 580 590 600 610 620 630 640 650 660 670 680 690 700 710 720 730 740 750
AB S
3 .0

2 .5

2 .0

1 .5

1 .0

0 .5

0 .0 ppm

0 .0 0 .5 1 .0 1 .5 2 .0 2 .5 3 .0 3 .5 4 .0 4 .5 5 .0 5 .5 6 .0 6 .5 7 .0

S t d . C a l. P a ra m e t e r s

K1 : -0 . 8 7 5 8
K0 : 3 .5 7 5 4

R : 0 .1 8 8 7
R 2: 0 .0 3 5 6
F. Pembahasan

Pada percobaan kali ini ialah mengenai kinetika reaksi kimia. Kinetika

reaksi kimia merupakan bidang ilmu yang mempelajari laju reaksi kimia serta

faktor-faktor yang mempengaruhinya. Laju reaksi atau kecepatan reaksi tersebut

merupakan perubahan konsentrasi reaktan terhadap waktu. Laju reaksi maupun

perubahan konsentrasi tidak dapat hanya dengan diramalkan atau ditentukan dari

persamaan reaksi keseluruhan, akan tetapi harus melalui eksperimen atau

percobaan.

Pada percobaan ini, sampel yang hendak diketahui konstanta laju reaksi

serta pengaruh lama pemanasan terhadap laju reaksinya adalah asetosal. Larutan

asetosal dipipet 10 ml dan dimasukkan dalam lima tabung reaksi yang kemudian

di panaskan dalam air pada suhu 400C. Adapun tujuan dilakukan pemanasan ini

adalah untuk mempercepat terurainya zat/obat pada temperatur yang lebih tinggi

dari suhu kamar.

Pada percobaan asetosal, setelah lima menit pertama, tabung pertama

diangkat dan segera didinginkan. Pendinginan dilakukan untuk menghentikan

penguraian yang terjadi pada saat asetosal dipanaskan dan dapat diukur absorbansi

atau nilai serapannya. Hal yang sama dilakukan pada tabung kedua, ketiga,

keempat dan kelima, masing-masing dengan selang waktu lima menit. Selang

waktu tertentu mengakibatkan perbedaan lama waktu pemanasan pada masing-

masing waktu. Perbedaan lama waktu tersebut dibuat untuk mengetahui pengaruh

lama waktu pemanasan terhadap laju reaksi masing-masing asetosal murni pada

tabung yang berbeda.


Selanjutnya, masing-masing kelima tabung reaksi larutan asetosal

ditambahkan dengan larutan FeCl3 dengan tujuan agar larutan dapat berwarna.

Dalam percobaan larutan asetosal berubah warna dari berwarna bening menjadi

berwarna keunguan. Perubahan warna tersebut dipengaruhi oleh terbentuknya

senyawa kompleks karena terikatnya atom Fe pada atom O pada salah satu gugus

pada asetosal secara kordinasi, sehingga membentuk senyawa kompleks di mana

atom F sebagai atom pusat yang menerima pasangan elektron bebas dari atom O

sebagai ligannya.

Perubahan warna tersebut diperlukan agar larutan asetosal dapat diukur

nilai serapan atau absorbansinya pada alat spektrofotometer. Secara sederhana,

prinsip kerja spektrofotometer ialah dengan memancarkan sinar tampak yang

kemudian melewati suatu larutan dan diserap oleh larutan yang dilewati sehingga

serapannya tersebut yang dikatakan sebagai absorbansi. Namun, sinar tampak

tersebut hanya dapat melewati larutan berwarna, sehingga untuk larutan yang

tidak berwarna perlu diwarnakan terlebih dahulu. Pewarnaan larutan tersebut

dilakukan dengan penambahan beberapa tetes larutan FeCl3 yang dapat memberi

warna ungu pada larutan.

Dari hasil yang diperoleh untuk nilai absorbansi untuk masing-masing

tabung diperoleh yaitu semakin lama larutan dipanaskan maka absorbansinya

kecil. Hal ini disebabkan karena absorbansi dengan lama pemanasan bahan obat

berbanding terbalik, dimana semakin lama dipanaskan maka absorbansinya

semakin kecil. Secara teori lamanya pemanasan membuat penguraian zat aktif dan

zat pelengkap dalam obat semakin besar sehingga absorbansi yang dihasilkan
kecil. Hal ini dikarenakan molekul-molekul obat yang semula berupa granul

berubah menjadi molekul-molekul yang lebih kecil lagi sehingga cahaya lebih

mudah diserap oleh larutan ketimbangan larutan dengan bentuk molekul yang

lebih besar. Bila absorbansi kecil maka kinetika reaksi atau laju reaksinya juga

kecil, dimana absorbansi berbanding lurus dengan laju reaksi. Dengan kata lain

lama pemanasan mempengaruhi absorbansi dan laju reaksi obat dan berbanding

terbalik dengan lama pemanasan itu sendiri. Namun, pada tabung keempat

menunjukkan nilai absorbansi yang lebih besar dibanding tabung sebelumnya

yaitu tabung ketiga, kesalahan ini mungkin disebabkan karena penambahan

larutan FeCl3 berlebihan.


G. Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan

bahwa Semakin lama suatu larutan dipanaskan, maka semakin rendah nilai

absorbansi atau konsentrasinya, dan semakin rendah konsentrasi suatu larutan,

maka laju reaksinya juga semakin rendah.


DAFTAR PUSTAKA

Edahwati,L, 2007, Kinetika reaksi pembuatan NaOH dari soda ASH dan Ca(OH)2,
Penelitian ilmu taknik, Vol,7(2).

Lenggana, 2010, D.T., ‘Validasi Penetapan Kadar Asam Asetil Salisilat (Asetosal)
Dalam Sediaan Tablet Berbagai Merek Menggunakan Metode
Kolorimetri’, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Sumirtapura,C,Y, dkk, 2002, Farmakokinetik dan Ketersediaan Hayati Relatif


Sediaan Kapsul, Tablet Salut Enterik dan Supositoria Ketoprofen,
Matematika dan Sains, Vol. 7(1).

Widiandani, T, 2009, Perbandingan Stabilitas Injeksi Kering Meropenem


Repacking Dengan Pengendalian Terhadap Kelembaban, Suhu dan Udara
Antara Produk Inovator dan Paten “X” Selama Penyimpanan, Majalah
Farmasi Airlangga, Vol.7(2).

Wulansari, N, 2009, ‘Pengaruh Perasan Buah Apel (Maulus domestica borkh) Fuji
RRC Terhadap Farmakokinetika Parasetamol yang Diberikan Bersama
Secara Oral Pada Kelinci Jantan’, Skripsi, Universitas Muhammadiyah
Surakarta, Surakarta.
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

PERCOBAAN 4

“KINETIKA REAKSI KIMIA”

OLEH

NAMA :DWI NUR SAKTIANI PRATIWI.S

NIM :F1F2 13 00

KELAS : REGULER SORE

KELOMPOK : 3 (TIGA)

ASISTEN : NUR SALIMAH TAANO

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2014

Anda mungkin juga menyukai