Makalah Spektrofotometri Serapan Atom
Makalah Spektrofotometri Serapan Atom
Oleh:
Anak Agung Ngurah Anom Indra Perdana Tanaya
203500002
A1
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya, makalah
yang berjudul “ Spektrofotometri Serapan Atom ” ini, dapat diselesaikan sesuai rencana.
Makalah ini disusun sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Instrumentasi Laboratorium II
Penulis merasa masih banyak kekurangan pada makalah ini, baik pada teknis
penulisan maupun materi. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun dari semua pihak,
sangat penulis hargai untuk perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat, baik
bagi penulis secara pribadi maupun pembaca secara umum.
Denpasar, 2021
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................1
1.3 Tujuan..........................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................2
2.1 Pengertian Spektrometri dan Spektofotometri Serapan Atom....................................3
2.2 Spektrofotometer Serapan Atom.................................................................................3
2.3 Prinsip Kerja Spektrofotometri Serapan Atom (AAS)................................................4
2.4 Proses Emisi, Absorpsi, dan Atomisasi Spektrofotometri Serapan Atom (AAS).......6
2.5 Gangguan pada Spektrometri Serapan Atom (AAS)...................................................9
2.6 Kelebihan dan Kekurangan Metode Spektrofotometri Serapan Atom (AAS)............9
2.7 Komponen-Komponen Spektrofotometer Serapan Atom.........................................10
2.8 Langkah Penggunaan Spektrofotometer Serapan Atom............................................14
2.9 Petunjuk Pemakaian Spektrofotometri Serapan Atom (AAS)..................................15
BAB III KESIMPULAN....................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................iii
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1
1. Untuk mengetahui fungsi, prinsip kerja, langkah penggunaan metode Spektrometri
Serapan Atom.
2. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan metode AAS.
3. Untuk memenuhi tugas makalah Instrumentasi Laboratoium II.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Gambar 1. Spektrofotometer Serapan Atom (AAS)
Alat yang digunakan dalam penerapan metode Spektrofotometri Serapan Atom adalah
Spektrofotometer Serapan Atom. Spektrofotometer Serapan Atom berfungsi untuk
menentukan kadar konsentrasi dari unsur metalik untuk kepentingan medis dalam
pemeliharaan kesehatan, seperti kalsium, magnesium, tembaga, seng, dan besi. Selain itu
Spektrofotometer Serapan Atom juga dapat digunakan untuk menentukan apakah obat-obatan
terapeutik tingkat, seperti lithium telah dicapai dalam darah dan juga dapat mendeteksi
kuantitatif kadar racun pada logam (Setiatin, 2014).
Metode Spektrometri Serapan Atom didasarkan pada prinsip absorbsi cahaya oleh
atom. Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung dari
sifat unsur.
Contoh:
- Zinkum menyerap cahaya pada panjang gelombang 213,9 nm
- Uranium pada 358,5 nm
- Kalium pada 766,5 nm
Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah
tingkat elektronik suatu atom, di mana transisi elektronik suatu atom bersifat spesifik.
Dengan menyerap suatu energi, atom akan memperoleh energi, sehingga suatu atom pada
keadaan dasar ditingkatkan energinya ke tingkat eksitasi (Ganjar dan Rohman,2007).
Spektrofotometri serapan atom (AAS) merupakan suatu metode analisis yang
didasarkan pada proses penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada pada tingkat
energi dasar (ground state). Penyerapan tersebut menyebabkan tereksitasinya elektron dalam
4
kulit atom ke tingkat energi yang lebih tinggi. Keadaan ini bersifat labil, elektron akan
kembali ke tingkat energi dasar sambil mengeluarkan energi yang berbentuk radiasi.
Dalam AAS, atom bebas berinteraksi dengan berbagai bentuk energi seperti energi
panas, energi elektromagnetik, energi kimia dan energi listrik. Interaksi ini menimbulkan
proses-proses dalam atom bebas yang menghasilkan absorpsi dan emisi (pancaran) radiasi
dan panas.
Radiasi yang dipancarkan bersifat khas karena mempunyai panjang gelombang yang
karakteristik untuk setiap atom bebas. Adanya absorpsi atau emisi radiasi disebabkan adanya
transisi elektronik yaitu perpindahan elektron dalam atom, dari tingkat energi yang satu ke
tingkat energi yang lain.
Absorpsi radiasi terjadi apabila ada elektron yang mengabsorpsi energi radiasi
sehingga berpindah ke tingkat energi yang lebih tinggi. Emisi terjadi apabila ada elektron
yang berpindah ke tingkat energi yang lebih rendah, sehingga terjadi pelepasan energi dalam
bentuk radiasi.
Panjang gelombang dari radiasi yang menyebabkan eksitasi ke tingkat eksitasi
tingkat-1 disebut panjang gelombang radiasi resonansi. Radiasi ini berasal dari unsur
logam/metalloid. Radiasi resonansi dari unsur X hanya dapat diabsorpsi oleh atom X,
sebaliknya atom X tidak dapat mengabsorpsi radiasi resonansi unsur Y. Tak ada satupun
unsur dalam susunan berkala yang radiasi resonansinya menyamai unsur lain. Hal inilah yang
menyebabkan metode AAS sangat spesifik dan hampir bebas gangguan karena frekuensi
radiasi yang diserap adalah karakteristik untuk setiap unsur. Gangguan hanya akan terjadi
apabila panjang radiasi resonansi dari dua unsur yang sangat berdekatan satu sama lain
(Makalah Atomic Absorption Spectroscopy (AAS), 2013).
Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel yang
mengandung atom-atom bebas, maka sebagian cahaya akan diserap dan
intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom bebas logam yang
berada dalam sel. Hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi diturunkan dari:
1. Hukum Lambert
Bila suatu sumber sinar monokromatik melewati medium transparan, maka intensitas
sinar yang diteruskan berkurang dengan bertambahnya ketebalan medium yang
mengabsorpsi.
2. Hukum Beer
Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya
konsentrasi spesi yang menyerap sinar tersebut.
5
Dari kedua hukum tersebut diperoleh suatu persamaan:
Dimana:
Io = Intensitas sumber sinar
It = Intensitas sinar yang diteruskan
ε = Absortivitas molar
b = Panjang medium
c = Konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar
A = Absorbans.
Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa absorbansi cahaya berbanding lurus dengan
konsentrasi atom (Day & Underwood, 1989 dalam Anshori, 2005)
2.4 Proses Emisi, Absorpsi, dan Atomisasi Spektrofotometri Serapan Atom (AAS)
Proses Emisi
Proses yang terjadi karena atom menerima energi pengeksitasi dalam bentuk energi
panas nyala. Sebagian energi tersebut digunakan untuk mengeksitasi atom. Dalam
eksitasi, atom mengalami perpindahan ke tingkat yang lebih tinggi. Kemudian saat
atom tersebut kembali ke keadaan dasar terjadi pelepasan energi yang berbentuk
gelombang elektromagnetik berupa sinar emisi yang akan dipancarkan ke segala arah,
sehingga intensitas sinar yang sampai ke detektor hanya sebagian kecil saja.
Proses Absorpsi
Proses absorpsi terjadi karena seberkas sinar dengan panjang gelombang tertentu
melewati media pengabsorpsi yang terdiri dari atom. Atom yang mengabsorpsi energi
cahaya, akan mengubah atom menjadi atom yang tereksitasi. Sedangkan energi yang
tidak diserap akan ditransmisikan
Atomisasi
Ada tiga cara atomisasi (pembentukan atom) dalam AAS, yaitu:
1. Atomisasi dengan nyala
Suatu senyawa logam yang dipanaskan akan membentuk atom logam pada suhu ±
1700 ºC atau lebih. Sampel yang berbentuk cairan akan dilakukan atomisasi
6
dengan cara memasukan cairan tersebut ke dalam nyala campuran gas bakar.
Tingginya suhu nyala yang diperlukan untuk atomisasi setiap unsur berbeda.
Beberapa unsur dapat ditentukan dengan nyala dari campuran gas yang berbeda.
Tetapi penggunaan bahan bakar dan oksidan yang berbeda akan memberikan
sensitivitas yang berbeda pula.
Syarat-syarat gas yang dapat digunakan dalam atomisasi dengan nyala meliputi:
- Campuran gas memberikan suhu nyala yang sesuai untuk atomisasi unsur yang
akan dianalisa.
- Tidak berbahaya, misalnya tidak mudah menimbulkan ledakan.
- Gas cukup aman, tidak beracun dan mudah dikendalikan.
- Gas cukup murni dan bersih (UHP).
Campuran gas yang paling umum digunakan adalah:
Udara: C2H2 (suhu nyala 1900 – 2000 ºC)
N2O: C2H2 (suhu nyala 2700 – 3000 ºC)
Udara: Propana (suhu nyala 1700 – 1900 ºC) Banyaknya atom dalam nyala
tergantung pada suhu nyala. Suhu nyala tergantung perbandingan gas bahan
bakar dan oksidan.
Hal-hal yang harus diperhatikan pada atomisasi dengan nyala:
1) Standar dan sampel harus dipersiapkan dalam bentuk larutan dan cukup stabil.
Dianjurkan dalam larutan dengan keasaman yang rendah untuk mencegah
korosi.
2) Atomisasi dilakukan dengan nyala dari campuran gas yang sesuai dengan
unsur yang dianalisa.
3) Persyaratan bila menggunakan pelarut organik:
- Tidak mudah meledak bila kena panas.
- Mempunyai berat jenis > 0,7 g/mL.
- Mempunyai titik didih > 100 ºC.
- Mempunyai titik nyala yang tinggi.
- Tidak menggunakan pelarut hidrokarbon
Pemilihan Nyala
Dalam analisis AAS, biasanya ada empat jenis nyala yang didasarkan pada sifat-
sifat unsur karena empat jenis nyala tersebut berbeda dalam suhu nyala, dalam
daya perduksi, transmitans, dsb.
7
Keempat nyala tersebut, yaitu:
a. Nyala Udara-Asetilen
Analisis AAS yang paling sesuai dan paling umum digunakan adalah nyala
udara asitilen. Tetapi unsur-unsur yang oksidanya mempunyai energi disosiasi
tinggi tidak mungkin dianalisis dengan nyala ini karena pada suhu rendah akan
menghasilkan sensitivitas yang rendah. Nyala udara-asitilen mempunyai
transmitan rendah pada daerah panjang gelombang yang pendek (ultraviolet).
b. Nyala N2O-Asitilen
Suhu nyala ini sangat tinggi karena dinitrogen oksida mempunyai daya
pereduksi yang kuat, sehingga N2O asiltilen dapat digunakan untuk analisis
yang unsur-unsurnya sulit diuraikan atau sulit dianalisis dengan nyala lain.
Jika unsur-unsur yang seuai dengan nyala udara-sitilen dilakukan analisis
dengan nyala ini, maka asensitivitasnya akan menurun. Hal ini disebabkan
jumlah atom dalam keadaan tereksitasi bertambah, sedangkan atom-atom
dalam keadaan dasar menurun, dan jumlah atom-atom yang terurai akan
terionisasi lebih lanjut oleh kenaikan suhu.
c. Nyala Udara-Hidrogen
Dibandingkan dengan nyala udara asitilen, nyala ini mempunyai transmitan
yang baik pada daerah panjang gelombang pendek, yaitu untuk analisis
spektrum pada daerah 230 nm. Nyala udara ini efektif untuk analisis unsur Pb,
Cd, Sn, dan Zn. Selain sesuai, nyala ini mempunyai sensitivitas yang tinggi
dengan unsur diatas. Tetapi nyala ini lebih rendah sedikit daripada nyala
udara-asitilen, sehingga cendrung lebih banyak mengakibatkan interferensi.
d. Nyala Argon-Hidrogen
Nyala ini mempunyai transmitan yang lebih baik daripada nyala udara-
hidrogen pada daerah panjang gelombang pendek. Nyala ini sesuai untuk
analisis unsur As (192,7 nm) dan Se (196 nm). Akan tetapi karena suhu nyala
yang sangat rendah, memungkinkan adanya interferensi yang besar.
2. Atomisasi tanpa nyala
Atomisasi tanpa nyala dilakukan dengan mengalirkan energi listrik pada batang
karbon (CRA – Carbon Rod Atomizer) atau tabung karbon (GTA – Graphite Tube
Atomizer) yang mempunyai 2 elektroda. Sampel dimasukan ke dalam CRA atau
GTA. Arus listrik dialirkan sehingga batang atau tabung menjadi panas (suhu naik
8
menjadi tinggi) dan unsur yang dianalisa akan teratomisasi. Suhu dapat diatur
hingga 3000 ºC. Pemanasan larutan sampel melalui tiga tahapan, yaitu:
- Tahap pengeringan (drying) untuk menguapkan pelarut.
- Pengabuan (ashing) Suhu furnace dinaikkan bertahap sampai terjadi
dekomposisi dan penguapan senyawa organik yang ada dalam sampel,
sehingga diperoleh garam atau oksida logam.
- Pengatoman (atomization).
3. Atomisasi dengan pembentukan senyawa hidrida
Atomisasi dengan pembentukan senyawa hidrida dilakukan untuk unsur As, Se,
Sb yang mudah terurai apabila dipanaskan pada suhu lebih dari 800 ºC, sehingga
atomisasi dilakukan dengan membentuk senyawa hibrida berbentuk gas atau yang
lebih terurai menjadi atom-atomnya melalui reaksi reduksi oleh SnCl2 atau
NaBH4, contohnya merkuri (Hg) (Spektrofotometer Serapan Atom (AAS), 2012).
10
Gambar 5. Lampu Katode Berongga
Lampu katoda berongga terdiri atas tabung gelas yang diisi dengan gas argon (Ar)
atau neon (Ne) bertekanan rendah (4-10 torr) dan di dalamnya dipasang sebuah katoda
berongga dan anoda. Rongga katoda berlapis logam murni dari unsur obyek analisis.
Misalnya: untuk pengukuran Fe diperlukan lapisan logam Fe. Batang anoda terbuat
dari logam wolfram / tungsten (W). Elektroda lampu katoda berongga biasanya terdiri
dari wolfram dan katoda berongga yang dilapisi dengan unsur murni atau campuran
dari unsur murni yang dikehendaki. Tanung lampu dan jendela (window) terbuat dari
silika atau kuarsa, diisi dengan gas pengisi yang dapat menghasilkan proses ionisasi.
Gas pengisi yang biasanya digunakan ialah Ne, Ar atau He.
Pemancaran radiasi resonansi terjadi bila kedua elektroda diberi tegangan. Arus listrik
yang terjadi menimbulkan ionisasi gas-gas pengisi. Ion-ion gas yang bermuatan
positif ini menembaki atom-atom yang terdapat pada katoda yang menyebabkan
tereksitasinya atom-atom tersebut. Atom-atom yang tereksitasi ini bersifat tidak stabil
dan akan kembali ke tingkat dasar dengan melepaskan energi eksitasinya dalam
bentuk radiasi. Radiasi ini yang dilewatkan melalui atom yang berada dalam nyala.
b. Tabung Gas
Tabung gas yang digunakan merupakan6 tabung gas yang berisi gas asetilen. Gas
asetilen pada AAS memiliki kisaran suhu ± 2000°K, dan ada juga tabung gas yang
berisi gas N2O yang lebih panas dari gas asetilen, dengan kisaran suhu ± 3000°K.
regulator pada tabung gas asetilen berfungsi untuk pengaturan banyaknya gas yang
11
akan dikeluarkan dan gas yang berada di dalam tabung. Spedometer pada bagian
kanan regulator merupakan pengatur tekanan yang berada di dalam tabung.
c. Ducting
Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa
pembakaran pada AAS yang langsung dihubungkan pada cerobong asap bagian luar
pada atap bangunan, agar asap yang dihasilkan oleh AAS, tidak berbahaya bagi
lingkungan sekitar. Asap yang dihasilkan dari pembakaran pada AAS, diolah
sedemikian rupa di dalam ducting, agar ppolusi yang dihasilkan tidak berbahaya.
Penggunaan ducting yaitu, menekan bagian kecil pada ducting kearah miring, karena
bila lurus secara horizontal, menandakan ducting tertutup. Ducting berfungsi untuk
menghisap hasil pembakaran yang terjadi pada AAS, dan mengeluarkannya melalui
cerobong asap yang terhubung dengan ducting.
d. Kompresor
Kompresor merupakan alat yang terpisah dengan main unit karena alat ini berfungsi
untuk mensuplai kebutuhan udara yang akan digunakan oleh AAS pada waktu
pembakaran atom. Kompresor memiliki 3 tombol pengatur tekanan, dimana pada
bagian kotak hitam merupakan tombol ON-OFF, spedo pada bagian tengah
merupakan besar kecilnya udara yang akan dikeluarkan atau berfungsi sebagai
pengatur tekanan, sedangkan tombol yang kanan merupakan tombol pengaturan untuk
mengatur banyak/sedikitnya udara yang akan disemprotkan ke burner.
Bagian belakang kompresor digunakan sebagai tempat penyimpanan udara setelah
usai penggunaan AAS. Alat ini berfungsi untuk menyaring udara dari luar, agar
bersih. Posisi ke kanan, merupakan posisi terbuka dan posisi ke kiri merupakan posisi
tertutup. Uap air yang dikeluarkan akan memercik kencang dan dapat mengakibatkan
lantai sekitar menjadi basah. Oleh karena itu, sebaiknya saat menekan ke kanan
bagian ini, sebaiknya ditampung dengan lap.
e. Atomizer
Atomizer terdiri atas nebulizer (sistem pengabut), spray chamber, dan burner (sistem
pembakar).
Nebulizer
Berfungsi mengubah larutan menjadi aerosol (butir-butir kabut dengan ukuran
partikel 15 – 20 µm) dengan cara menarik larutan melalui kapiler (akibat efek
dari aliran udara) dengan pengisapan gas bahan bakar dan oksidan,
12
disemprotkan ke ruang pengabut. Partikel-partikel kabut yang halus kemudian
bersama-sama aliran campuran gas bahan bakar, masuk ke dalam nyala.
Sedangkan titik kabut yang besar dialirkan melalui saluran pembuangan.
Ruang pengkabutan (Spray Chamber)
Merupakan bagian di bawah burner.
- Spray chamber berfungsi membuat campuran homogen antara gas
oksidan, bahan bakar, dan aerosol yang mengandung contoh sebelum
memasuki burner.
- Dinding dalam spray chamber dibuat dari plastik/teflon.
- Dalam spray chamber dipasang peralatan yang terdiri dari:
1. Nebulizer glass bead atau impact bead (untuk memecahkan
larutan menjadi partikel butir yang halus).
2. Flow spoiler (berupa baling-baling berputar, untuk
mengemburkan butir / partikel larutan yang kasar).
3. Inlet dari fuel gas dan drain port (lubang pembuangan).
Burner
- Burner merupakan alat, dimana campuran gas (bahan bakar dan oksida)
dinyalakan. Dalam nyala yang bersuhu tinggi, terjadi pembentukan
atom-atom analit yang akan diukur.
- Alat ini terbuat dari logam yang tahan panas dan tahan korosi. Desain
burner harus dapat mencegah masuknya nyala ke dalam spray chamber.
Hal ini disebut “blow back” dan amat berbahaya.
- Burner untuk nyala udara asetilen (suhu 2000 – 2200° C) berlainan
dengan untuk nyala nitrous oksida-asetilen (suhu 2900 – 3000° C).
- Burner harus selalu bersih untuk menjamin kepekaan yang tinggi dan
repeatability yang baik.
f. Monokromator dan Slit (Peralatan Optik)
Setelah radiasi resonansi dari lampu katoda berongga melalui populasi atom di dalam
nyala, energi radiasi ini sebagian diserap dan sebagian lagi diteruskan. Fraksi radiasi
yang diteruskan dipisahkan dari radiasi lainnya. Pemilihan atau pemisahan radiasi
tersebut dilakukan oleh monokromator.
Monokromator berfungsi untuk memisahkan radiasi resonansi yang telah mengalami
absorpsi tersebut dari radiasi-radiasi lainnya. Radiasi lainnya berasal dari lampu
13
katoda berongga, gas pengisi lampu katoda berongga atau logam pengotor dalam
lampu katoda berongga. Monokromator terdiri atas sistem optik yaitu celah, cermin
dan kisi.
g. Detektor
# Detektor yang biasa digunakan dalam AAS ialah jenis photomultiplier tube, yang
jauh lebih peka daripada phototube biasa dan responnya juga sangat cepat (10-9 det).
# Fungsinya untuk mengubah energi radiasi yng jatuh pada detektor menjadi sinyal
elektrik / perubahan panas.
h. Recorder
Sinyal listrik yang keluar dari detektor diterima oleh piranti yang dapat
menggambarkan secara otomatis kurva absorpsi (Rohman, 2007 dalam Huljannah,
2016; Komponen – komponen Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS), 2015;
Makalah Atomic Absorption Spectroscopy (AAS), 2013; Spektrofotometer Serapan
Atom (AAS), 2012).
14
2.9 Petunjuk Pemakaian Spektrofotometri Serapan Atom (AAS)
Pemakaian Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) yaitu:
1. Pemilihan lampu
Dipilih lampu sesuai dengan unsur yang akan diukur kadarnya. Lampu dipasang pada
kedudukannya dalam alat dan diperhatikan kuat arus maksimum lampu dinyalakan.
2. Pemilihan panjang gelombang dan pengaturan celah
Dengan menggunakan tabel panjang gelombang dan kepekaan serapan unsur, dipilih
panjang gelombang yang cocok. Celah dibuka sedikit lebar dan menepatkan
pembacaan panjang gelombang dengan menggunakan tombol panjang gelombang.
Lebar celah yang tepat dapat dibaca pada tabel tersebut.
3. Penyediaan cuplikan
Disediakan cuplikan sebelum api dinyalakan. Kemudian dibuat larutan baku dari
logam yang akan diukur dari garam atau unsurnya. Konsentrasi larutan baku pertama
tergantung dari kepekaan serapan atomik.
4. Penyediaan Api dan pengaturan
Bila lampu telah dipanaskan, panjang gelombang telah diatur, dan cuplikan tersedia,
maka langkah selanjutnya adalah menyalakan api. Ikuti dengan baik langkah-langkah
dalam petunjuk cara pemakaian SSA yang tersedia. Selalu udara (gas pendukung)
dialirkan pertama kali. Tekanan udara antara 15 dan 20 lb/in2 dan segera dinyalakan
pembakar. Kemudian tinggi nyala diatur, sehingga berkas sinar lampu katoda
berongga melewati nyala yang tepat.
5. Pembacaan serapan
Dalam pengukuran serapan atom mula-mula diatur pembacaan serapan nol dengan
pelarut dalam nyala, atau dengan air murni diaspirasikan kedalam nyala dan dibaca
serapan. Idealnya pembacaan serapan naik sampai maksimum dan tinggal tetap
sampai cuplikan habis (Bhendjhen, 2010).
15
BAB III
KESIMPULAN
16
DAFTAR PUSTAKA
iii