Cuaca panas siang hari langsung lenyap ketika aku memasuki pintu mal yang
terbuka otomatis. Di dalam mal aku sudah tahu kalau pergi ke mana: suatu restoran
yang cukup mewah untuk ukuran kota ini. Setelah sedikit mencari-cari akhirnya
Restoran ini bergaya retro bercampur skandinavia dengan dominan warna hijau dan
berukuran dua kali dua meter dengan variasi kayu-kayu yang berbentuk persegi
kecil-kecil di dalamnya.
“Ayo, langsung pesan,” kata Nuria sambil menyodorkan daftar menu, setelah
sebelumnya bertegur sapa denganku. Daftar menu itu besar dan glossy, dengan
yang tersedia, termasuk mana yang best seller dan recommended. Gambarnya besar-
besar dengan keterangan di sampingnya, lalu di sudut kanan bagian bawah terdapat
tulisan kecil mengenai pajak dan servis. Kupilih salah satu yang sepertinya enak:
Japanese Curry with Steam Rice dengan minuman sejuta umat: Ice Lemon Tea.
“Siapa nih yang belum datang?” tanyaku pada Karin, “Friends Organizer” di antara
teman-temanku.
“Siska dan Susi. Siska masih di rumah, Susi katanya sedang di lantai dua sebentar
lagi ke sini. ”
“Gimana nih yang baru jadi mama muda?” tanya Nuria pada Elsa.
“Wah, sedang seru-serunya. Bangun berkali-kali di malam hari. Untung suamiku
sampingku. ”
Tiba-tiba dari belakangnya menghambur Susi dengan beberapa tas belanjaan yang
“Ah, biasa aja. Hehehe. Bosen pake yang itu-itu aja. Pengen suasana baru. ”
“Eh, ini ada kabar dari Siska. Katanya dia tidak jadi kemari. Tiba-tiba tidak dikasih
“Wah… sayang. Kalau tidak ada Siska kurang ramai, ”Nuria menyesap Cokelat Panas
yang baru saja diantar oleh pelayan. “Dia kan yang selalu membawa gosip-gosip
“Eh-Eh, tahu gak sih kabar info Rina?” kata Karin tiba-tiba.
“Apa?” tanyaku. Sungguh aku penasaran, sebab dulu di SMP, aku pernah menari
“Kemarin aku lihat dia di IG. Masa belanja buat masak cuma lima ribu. Apa ada
namanya, tidak semahal harganya. Tapi aku sebenarnya tidak pernah kecewa, sebab
kawan-kawan dan berbagai atribut produk dari restoran ini, yang termasuk
lokasinya yang strategis, nyaman, dan mewah. Merk restoran ini juga cukup kuat,
sebab sering kulihat iklannya di media sosial dan di jalan ibu kota. Kadang-kadang,
mereka juga mengundang artis lokal untuk Live Music pada acara tahun baru, hari
Karin terus saja membicarakan Rina, “merk” Rina berubah, dari seorang penari yang
cantik di sekolah, menjadi ibu-ibu pelit (atau miskin?) Yang membeli bahan untuk
masak hanya lima ribu rupiah. Apakah Rina pernah menyakiti Karin?
Sehingga begitu bernafsunya ia membicarakan Rina? Atau, rasa cemburu yang masih
tersisa pada kecantikan dan bakat menari Rina di SMP dulu yang tidak
pernah bisa dia saingi? Entahlah. Mungkin salah satunya, mungkin berlebihan, atau
bahkan tidak ada. Mungkin Karin hanya ingin membicarakannya, sebagai pelepas
penat dari kehidupan sehari-hari rumah tangganya, agar ada perasaan mending jadi
“Terakhir aku lihat dia joget-joget di insta story. Yuuh, memang pantas ya ibu-ibu
kelakuannya seperti itu? Tidak malu apa ya suaminya kalau melihatnya? ” kali ini
“Astagfirullah… masa sampai begitu, Nur?” tanya Elsa yang sebelumnya lebih
banyak diam.
“Iya, penyanyi dangdut minta disawer,” kata Nuria, yang langsung disambut gelak
tawa Susi dan Karin. Elsa tertawa tipis, sementara aku hanya tersenyum.
Ah, apakah senyumku agak kecut? Aku tidak merasa ada yang perlu ditertawakan
dari Rina. Tidak tentang keuangannya, tidak pula caranya berekspresi di media
sosial. Tetapi, aku juga tidak mau menjadi “polisi” bagi obrolan ini, memberi tahu
“Tadi kulihat ada sale di toko tas langgananku, tapi justru karena kemurahan aku
tidak jadi membelinya. Jangan-jangan bahannya beda dari yang lain. Harga
lalu ia makan sedikit Club Sandwich with French Fries dan menyesap Milk Shake
Strawberry-nya. “Lagian, kemarin aku baru dapat oleh-oleh dari kakak iparku yang
kuliah di Prancis, Clutch Bag Louis Vuitton. Kalau udah punya tas high end begitu,
mau beli yang biasa-biasa aja kok jadi seperti pelit pada diri sendiri ya,” katanya
sambil cekikikan.
Aku mulai tenggelam ke dalam pikiranku sendiri, dan suara teman-temanku mulai
menjauh dariku. Kadang-kadang aku terbawa arus oleh keriuhan pengunjung mal
yang lain, kadang aku kembali pada mereka, kadang saya, kadang saya, Rina,
Beberapa kali Elsa merapikan kerudungnya, padahal rambutnya tidak ada yang
keluar, lalu tiba-tiba dia berkata, “Duuh, maaf ya teman-teman, sepertinya aku harus
kembali pulang. Ghazzal nangis-nangis terus, sudah tidak betah dengan termudah. ”
Sering kulihat di media sosial Elsa menyuarakan tentang neraka bagi wanita yang
nuansa Bali gitu,” katanya pada semua sambil berlalu, meninggalkan kami dan juga
makanan dan minumannya; setengah gelas Campur Juice dengan Brown Sugar dan
“Syukur ya Elsa sudah punya anak sekarang. Tidak stres lagi seperti dulu. ”
“Eh, Kak. Kemarin aku ketemu Doni lho. Dia itu .., ”
Belum selesai Nuria berkata, Karin sudah menyela, “Sstt… udah ah, laki-laki.
Mudah-mudahan itu orang tidak dapat karma. Semoga ibunya atau adik
Ketika ada seorang pelayan yang lewat, Susi minta difoto. Pelayan tujuh kali tersebut
mengambil foto kami. Kami bolak-balik mengganti ekspresi dan gaya duduk. Semua
sumringah. Tagihan Kulihat sekilas yang diantar oleh pelayan, hampir satu juta
rupiah. Ia mengambil dompetnya, lalu kartu keluar kredit, dan pergi sendiri menuju
meja kasir.
Kami semua berpisah di depan restoran. Aku menuju toilet. He aku salah pesan
makanan, rasa sausnya membuat eneg, too creamy, not like kari yang biasa aku
makan. Di dalam toilet aku bingung apakah aku akan muntah atau buang air besar.
Akhirnya aku hanya duduk di atas kloset. Hmm… atau bahan-bahannya tidak fresh
ya? Tadi kubaca sekilas beefnya berasal dari Australia. Adakah saat-saat daging itu
Kulihat tanganku yang menguning dan berkeringat. Aku ingin kembali ke restoran
mungkin dia juga sudah mencampakkannya. Lagi pula, apa dia dan teman-temanku
begini, dan mereka akan menganggapku kampungan dan lalu, obrolan baru ketika
Bulan Nurguna