NIM : 20191280
PENDAHULUAN
Perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin meningkatnya usia.
Perubahan ini terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ dan jaringan
tubuh. Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal dan jaringan lain
yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya gangguan muskuloskeletal. Adanya
gangguan pada sistem muskuloskeletal dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga fungsinya
dapat menurun bila otot pada bagian yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan fungsi otot.
Di daerah urban, dilaporkan bahwa keluhan nyeri otot sendi-tulang (gangguan sistem
musculoskeletal) merupakan keluhan terbanyak pada usia lanjut.
Dari sekian banyak jenis gangguan sistem muskuloskelatal, dalam pembahasan refarat ini
akan dibahas lebih lanjut beberapa yang paling sering terjadi pada lansia seperti osteoarthritis,
arthritis rheumatoid, arthritis gout, osteoporosis dan amiloidosis.
Sistem muskuloskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan berperan dalam pergerakan.
Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligament, bursa, dan jaringan – jaringan
khusus yang menghubungkan struktur tersebut.
A. Sendi
Sendi adalah pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-tulang ini dipadukan dengan
berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligamen, tendon, fasia, atau otot.
Ada tiga tipe sendi, yaitu :
1. Sendi fibrosa (sinarthroidal), merupakan sendi yang tidak dapat bergerak.
2. Sendi kartilaginosa (amphiarthroidal), merupakan sendi yang sedikit bergerak.
3. Sendi sinovial (diarthroidal), merupakan sendi yang dapat bergerak dengan bebas.
Sendi ini tidak memiliki lapisan tulang rawan, dan tulang yang satu dengan yang lainnya
dihubungkan oleh jaringan penyambung fibrosa. Contohnya terdapat pada sutura tulang-tulang
tengkorak. Yang kedua disebut sindesmosis, dan terdiri dari suatu membrane interosseus atau
suatu ligament antara tulang. Hubungan ini memungkinkan sedikit gerakan, tetapi bukan gerakan
sejati. Contohnya ialah perlekatan tulang tibia dan fibula bagian distal.
Sendi kartilaginosa adalah sendi dimana ujung – ujung tulangnya dibungkus oleh rawan
hialin dan disokong oleh ligamen, sehingga hanya memungkinkan suatu gerakan yang terbatas.
Ada dua tipe sendi kartilaginosa.
Sinkondrosis adalah sendi-sendi yang seluruh persendiannya diliputi oleh tulang rawan
hialin Sendi-sendi kostokondral adalah contoh dari sinkondrosis. Simfisis adalah sendi yang
tulang-tulangnya memiliki suatu hubungan fibrokartilago, dan selapis tipis tulang rawan hialin
yang menyelimuti permukaan sendi. Simfisis pubis dan sendi-sendi pada tulang punggung adalah
contoh-contohnya.
3. Sendi sinovial ( diarthroidal )
Sendi sinovial adalah sendi-sendi tubuh yang dapat digerakkan. Sendi-sendi ini memiliki
rongga sendi dan permukaan rongga sendi dilapisi tulang rawan hialin.
Kapsul sendi terdiri dari suatu selaput penutup fibrosa padat, suatu lapisan dalam yang
terbentuk dari jaringan penyambung berpembuluh darah banyak dan sinovium yang membentuk
suatu kantung yang melapisi seluruh sendi, dan membungkus tendon-tendon yang melintasi
sendi. Sinovium tidak meluas melampaui permukaan sendi, tetapi terlipat sehingga sehingga
memungkinkan gerakan sendi secara penuh. Lapisan-lapisan bursa diseluruh persendian
membentuk sinovium. Periosteum tidak melewati kapsul.
Sinovium menghasilkan cairan yang sangat kental yang membasahi permukaan sendi.
Cairan sinovial normalnya bening, tidak membeku dan tidak berwarna. Jumlah yang ditemukan
pada tiap-tiap sendi relatif kecil (1 sampai 3 ml). Hitung sel darah putih pada cairan ini
normalnya kurang dari 200 sel/ml dan terutama adalah sel-sel mononuklear. Asam hialuronidase
adalah senyawa yang bertanggung jawab atas viskositas cairan sinovial dan disintesis oleh sel-sel
pembungkus sinovial. Bagian cair dari cairan sinovial diperkirakan berasal dari transudat plasma.
Cairan sinovial juga bertindak sebagai sumber nutrisi bagi tulang rawan sendi.
Kartilago hialin menutupi bagian tulang yang menanggung beban tubuh pada sendi
sinovial. Tulang rawan ini memegang peranan penting dalam membagi beban tubuh. Rawan
sendi tersusun dari sedikit sel dan sebagian besar substansi dasar. Substansi dasar ini terdiri dari
kolagen tipe II dan proteoglikan yang berasal dari sel-sel tulang rawan. Proteoglikan yang
ditemukan pada tulang rawan sendi sangat hidrofilik sehingga memungkinkan tulang rawan
tersebut menerima beban yang berat.
Tulang rawan sendi pada orang dewasa tidak mendapat aliran darah, limfe, atau
persarafan. Oksigen dan bahan-bahan metabolisme lain dibawa oleh cairan sendi yang
membasahi tulang rawan tersebut. Perubahan susunan kolagen pembentukan proteoglikan dapat
terjadi setelah cedera atau usia yang bertambah. Beberapa kolagen baru pada tahap ini mulai
membentuk kolagen tipe I yang lebih fibrosa. Proteoglikan dapat kehilangan sebagian
kemampuan hidrofiliknya. Perubahan-perubahan ini berarti tulang rawan akan kehilangan
kemampuannya untuk menahan kerusakan bila diberi beban berat.
Sendi dilumasi oleh cairan sinovial dan oleh perubahan-perubahan hidrostatik yang
terjadi pada cairan interstitial tulang rawan. Tekanan yang terjadi pada tulang rawan akan
mengakibatkan pergeseran cairan kebagian yang kurang mendapat tekanan. Sejalan dengan
pergeseran sendi ke depan, cairan yang bergerak ini juga bergeser ke depan mendahului beban.
Cairan kemudian akan bergerak kebelakang ke bagian tulang rawan ketika tekanan berkurang.
Tulang rawan sendi dan tulang-tulang yang membentuk sendi biasanya terpisah selama gerakan
selaput cairan ini. Selama terdapat cukup selaput atau cairan, tulang rawan tidak dapat aus
meskipun dipakai terlalu banyak.
Aliran darah ke sendi banyak yang menuju ke sinovium. Pembuluh darah mulai masuk
melalui tulang subkondral pada tingkat tepi kapsul. Jaringan kapiler sangat tebal di bagian
sinovium yang menempel langsung pada ruang sendi. Hal ini memungkinkan bahan-bahan di
dalam plasma berdifusi dengan mudah ke dalam ruang sendi. Proses peradangan dapat sangat
menonjol di sinovium karena di dalam daerah tersebut banyak mengandung aliran darah, dan
disamping itu juga terdapat banyak sel mast dan sel lain dan zat kimia yang secara dinamis
berinteraksi untuk merangsang dan memperkuat respons peradangan.
Saraf-saraf otonom dan sensorik tersebar luas pada ligamen, kapsul sendi, dan sinovium.
Saraf-saraf ini berfungsi untuk memberikan sensitivitas pada struktur-struktur ini terhadap posisi
dan pergerakan. Ujung-ujung saraf pada kapsul, ligamen, dan adventisia pembuluh darah sangat
sensitif terhadap peregangan dan perputaran. Nyeri yang timbul dari kapsul sendi atau sinovium
cenderung difus dan tidak terlokalisasi. Sendi dipersarafi oleh saraf-saraf perifer yang
menyeberangi sendi. Ini berarti nyeri yang berasal dari satu sendi mungkin dapat dirasakan pada
sendi yang lainnya, misalnya nyeri pada sendi panggul dapat dirasakan sebagai nyeri lutut.
B.Jaringan Penyambung
Jaringan yang ditemukan pada sendi dan daerah-daerah yang berdekatan terutama adalah
jaringan penyambung yang tersusun dari sel-sel dan substansi dasar. Dua macam sel yang
ditemukan pada jaringan penyambung adalah sel-sel yang tidak dibuat dan tetap berada pada
pada jaringan penyambung seperti pada sel mast, sel plasma, limfosit, monosit, dan leukosit
polimorfonuklear. Sel-sel ini memegang peranan penting pada reaksi-reaksi imunitas dan
peradangan yang terlihat pada penyakit-penyakit rheumatik. Jenis sel yang kedua dalam jaringan
penyambung ini adalah sel-sel yang tetap berada dalam jaringan, seperti kondrosit, fibroblas, dan
osteoblas. Sel-sel ini mensintesis berbagai macam serat dan proteoglikan dari substansi dasar dan
membuat tiap jenis jaringan penyambung memiliki susunan sel yang tersendiri.
Serat-serat yang didapatkan di dalam substansi dasar adalah kolagen dan elastin.
Setidaknya terdapat 11 bentuk kolagen yang dapat diklasifikasikan menurut rantai molekul,
lokasi dan fungsinya. Kolagen dapat dipecahkan oleh kerja kolagenase. Enzim proteolitik ini
membuat molekul stabil berubah menjadi molekul tidak stabil pada suhu fisiologik dan
selanjutnya dihidrolisis oleh proses lain. Perubahan sintesis kolagen tulang rawan terjadi pada
orang-orang yang usianya makin lanjut. Peningkatan aktivitas kolagenase terlihat pada bentuk-
bentuk penyakit reumatik yang diperantarai oleh imunitas seperti pada arthritis reumatoid.
Serat-serat elastin memiliki sifat elastin yang penting. Serat ini didapat dalam ligamen,
dinding pembuluh darah besar dan kulit. Elastin dipecah-pecah oleh enzim yang disebut elastase.
Elastase dapat menjadi penting pada proses pembentukan arteriosklerosis dan emfisema. Ada
bukti-bukti yang menunjukkan bahwa perubahan dalam sistem kardiovaskuler karena penuaan,
dapat terjadi oleh karena peningkatan pemecahan serat elastin
.
Selain serat-serat, proteoglikan adalah zat penting yang ditemukan dalam substansi dasar.
Proteoglikan adalah molekul besar terbuat dari rantai polisakarida panjang yang melekat pada
pusat polipeptida. Proteoglikan pada tulang rawan sendi berfungsi sebagai bantalan pada sendi
sehingga sendi dapat menahan beban-beban fisik yang berat. Hubungan proteoglikan dan dengan
proses imunologi dengan proses peradangan adalah kompleks. Limfokin dapat menginduksi sel-
sel jaringan penyambung untuk memproduksi proteoglikan baru, menghambat produksi, atau
meningkatkan pemecahan. Proteoglikan dapat menjadi fokus aksi autoimun pada gangguan
seperti arthritis reumatoid. Pertambahan usia mengubah proteoglikan di dalam tulang rawan,
proteoglikan ini akan kurang melekat satu dengan lainnya dan berinteraksi dengan kolagen.
Perubahan fungsional dan struktural utama yang menjadi bagian dari proses penuaan
normal menyebabkan perubahan biokimia dari jaringan penyambung dan terjadi terutama pada
serat dan proteoglikan.
II. OSTEOARTHRITIS
Osteoarthritis adalah suatu penyakit sendi degeneratif yang terutama terjadi pada orang
yang berusia lanjut dan ditandai oleh degenerasi kartilago artikularis, perubahan pada membran
sinovia serta hipertrofi tulang pada tepinya. Rasa nyeri dan kaku, khususnya setelah melakukan
aktivitas yang lama akan menyertai perubahan degeneratif tersebut.
Osteoarthritis mungkin bukan satu penyakit melainkan beberapa penyakit yang semuanya
memperlihatkan gambaran klinis dan patologis yang serupa. Akan tetapi terdapat dua perubahan
morfologis utama, yaitu kerusakan fokal tulang rawan sendi yang progresif dan pembentukan
tulang baru pada dasar lesi tulang rawan dan tepi sendi yang dikenal sebagai osteofit. Penelitian
menunjukkan bahwa perubahan metabolisme tulang rawan sendi sudah timbul sejak awal proses
patologis osteoarthritis. Perubahan metabolisme tulang tersebut berupa peningkatan aktivitas
enzim-enzim yang merusak makromolekul matriks tulang rawan sendi yaitu kolagen dan
proteoglikan. Perusakan ini membuat kadar proteoglikan dan kolagen berkurang sehingga kadar
air tulang rawan sendi juga berkurang.
Hal tersebut diatas membuat tulang rawan sendi rentan terhadap beban biasa. Permukaan
tulang rawan sendi menjadi tidak homogen, terpecah-pecah dan timbul robekan-robekan. Dalam
hal inilah, diduga pembentukan tulang baru yaitu osteofit adalah merupakan mekanisme
pertahanan tubuh untuk memperbesar permukaan tulang dibagian inferior tulang rawan sendi
yang telah rusak tersebut. Dengan menambah luas permukaan tulang dibawahnya diharapkan
distribusi beban yang ditanggung persendian tersebut dapat merata.
Beberapa faktor turut terlibat dalam timbulnya osteoarthritis ini. Penambahan usia semata
tidak menyebabkan osteoarthritis, sekalipun perubahan selular atau matriks pada kartilago yang
terjadi bersamaan dengan penuaan kemungkinan menjadi predisposisi bagi lanjut usia untuk
mengalami osteoarthritis. Faktor-faktor lain yang diperkirakan menjadi predisposisi adalah
obesitas, trauma, kelainan endokrin (misalnya diabetes mellitus) dan kelainan primer persendian
(misalnya arthritis inflamatorik).
Gejala klinis osteoartritis bervariasi, bergantung pada sendi yang terkena, lama dan
intensitas penyakitnya, serta respons penderita terhadap penyakit yang dideritanya. Pada
umumnya pasien osteoartritis mengatakan bahwa keluhan-keluhannya sudah berlangsung lama,
tetapi berkembang secara perlahan-lahan.
1. Subklinis.
Pada tingkatan ini belum ada keluhan atau tanda klinis lainnya. Kelainan baru terbatas
pada tingkat seluler dan biokimiawi sendi.
2. Manifest.
Pada tingkat ini biasanya penderita datang ke dokter. Kerusakan rawan sendi bertambah
luas disertai reaksi peradangan.
3. Dekompensasi
Rawan sendi telah rusak sama sekali, mungkin terjadi deformitas dan kontraktur. Pada
tahap ini biasanya diperlukan tindakan bedah.
1. Nyeri Sendi
Merupakan keluhan utama yang sering kali membawa pasien datang ke dokter.Nyeri
biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat.Beberapa
gerakan tertentu menimbulkan rasa sakit yang berlebih dibanding gerakan lain. Pada
osteoartritis terdapat hambatan sendi yang biasanya bertambah berat dengan pelan-
pelan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri. Asal nyeri dapat dibedakan, yaitu
2. Peradangan
Nyeri yang berasal dari peradangan biasanya bertambah pada pagi hari atau setelah
istirahat beberapa saat dan berkurang setelah bergerak. Hal ini karena sinovitis
sekunder, penurunan pH jaringan, pengumpulan cairan dalam ruang sendi yang
menimbulkan pembengkakan dan peregangan simpai sendi. Semua ini menimbulkan
rasa nyeri.
3. Mekanik
Nyeri akan lebih dirasakan setelah melakukan aktivitas lama dan akan berkurang
pada waktu istirahat. Mungkin ada hubungannya dengan keadaan penyakit yang telah
lanjut dimana rawan sendi telah rusak berat. Nyeri biasanya terlokalisasi hanya pada
sendi yang terkena, tetapi dapat juga menjalar
4. Kaku Sendi
Merupakan keluhan pada hampir semua penyakit sendi dan osteoartritis yang tidak
begitu berat. Pada beberapa pasien, nyeri dan kaku sendi dapat timbul setelah istirahat
beberapa saat misalnya sehabis duduk lama atau bangun tidur. Berlawanan dengan
penyakit inflamasi sendi seperti artritis rheumatoid, dimana pada artritis rheumatoid
kekakuan sendi pada pagi hari berlangsung lebih dari 1 jam,maka pada osteoartritis
kekakuan sendi jarang melebihi 30 menit.
5. Pembengkakan Sendi
Merupakan reaksi peradangan karena pengumpulan cairan dalam ruang sendi.
Biasanya teraba panas tanpa adanya kemerahan. Pada sendi yang terkena akan terlihat
deformitas yang disebabkan terbentuknya osteofit. Tanda-tanda adanya reaksi
peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata, dan
warna kemerahan) mungkin dijumpai pada osteoartritis karena adanya sinovitis.
6. Perubahan Gaya Jalan
Salah satu gejala yang menyusahkan pada pasien osteoartritis adalah adanya
perubahan gaya jalan. Hampir pada semua pasien osteoartritis, pergelangan kaki,
tumit, lutut atau panggulnya berkembang menjadi pincang. Gangguan berjalan dan
gangguan fungsi sendi yang lain merupakan ancaman besar untuk kemandirian pasien
lanjut usia.
7. Gangguan Fungsi
Timbul karena ketidakserasian antara tulang pembentuk sendi. Adanya kontraktur,
kemungkinan adanya osteofit, nyeri dan bengkak merupakan penyebab yang
menimbulkan gangguan fungsi. Pada osteoartritis tidak terdapat gejala-gejala sistemik
seperti kelelahan, penurunan berat badan atau demam.
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
2. Radiologis
E. Penatalaksanaan Osteoarthritis
Indikasi bedah dilakukan bila nyeri dan pengurangan fungsi masih ada setelah
pemberian obat-obat anti inlamasi non steroid, suntikan steroid ke dalam sendi dan
penggunaan bidai kecil. Osteoarthritis lanjut pada persendian perifer sering
memerlukan pembedahan untuk meringankan rasa nyeri dan memperbaiki fungsi
sendi, misalnya tindakan menyatukan sendi atau arthroplasti reseksi untuk menyumbat
rongga sendi, osteotomi untuk menghasilkan kembali keseimbangan berbagai gaya
mekanis, atau artroplasti penggantian sendi secara total untuk membentuk kembali
permukaan artikulasi sendi.
Selain dari pengobatan medis seperti diatas, dapat juga disertai dengan
penatalaksanaan lain seperti sebagai berikut :
Diet, selain untukmengurangi berat badan, tidak ada bukti bahwa diet berperan
langsung terhadap pengobatan osteoartritis. Dengan menghilangkan kegemukan
penderita osteoartritis sendi penyokong berat badan maka akan mengurangi keluhan.
Fisioterapi, terutama pemanasan dan latihan yang adekuat. Pemanasan badan (moist
health) lebih nyaman daripada pemanasan kering. Massage, penggunaannya sangat
terbatas karena hanya berefek pada otot yang melingkupi sendi, sedang sendinya
sendiri tidak dapat dicapai. Massage berguna untuk mengurangi nyeri karena spasme
otot.
Alatbantu, misalnya traksi atau pemakaian soft collar untuk spondilosis leher,
korset untuk spondilosis lumbal, tongkat untuk osteoartritis lutut atau pinggul.
Contoh obatnya : Celecoxib 100mg 2x1 hari, Valdecoxib 10-20mg 1x1 hari, tidak
boleh diberikan pada orang dengan alergi NSAID, asma.
Jaringan sinovia menjadi hiperplastik dan mengalami infiltrasi oleh limfosit serta
sel-sel plasma. Sejumlah zat pengantar inflamasi, termasuk interleukin 1,
prostaglandin, dan imunoglobulin ditemukan dalam cairan sinovia.
Biasanya arthritis reumatoid terutama ditemukan pada persendian yang kecil pada
tangan (yaitu di artikulasio interfalangeal proksimal, metakarpofalangeal), kemudian kaki
(pada artikulasio metatarsofalangeal, interfalangeal) dan pergelangan tangan, baru
kemudian penyakit ini mengenai persendian yang besar (misalnya sendi siku, bahu,
lutut). Kalau onsetnya terjadi secara tiba-tiba selama waktu beberapa hari saja, pasien
sering mengalami gejala malaise, anoreksia, penurunan berat badan dan depresi. Gejala
panas dan perspirasi malam hari kadang-kadang dikemukakan. Pada akhirnya, arthritis
reumatoid akan menjadi penyakit tambahan yang simetris persendian seperti halnya
arthritis reumatoid pada pasien yang berusia muda.
C.Hasil Laboratorium
Cairan sinovial normal bersifat jernih, berwarna kuning muda hitung sel darah
putih kurang dari 200/mm3. Pada arthritis reumatoid cairan sinovial kehilangan
viskositasnya dan hitungan sel darah putih meningkat mencapai 15.000 – 20.000/ mm3.
Hal ini membuat cairan menjadi tidak jernih. Cairan semacam ini dapat membeku, tetapi
bekuan biasanya tidak kuat dan mudah pecah.
D. Kriteria Diagnostik
Diagnosis arthritis reumatoid tidak bersandar pada satu karakteristik saja tetapi
berdasar pada evaluasi dari sekelompok tanda dan gejala.
E. Pengobatan
Terapi farmakologis yang utama untuk artritis reumatoid adalah penggunaan obat
anti inflamasi non steroid (AINS). Obat anti inflamasi non steroid umumnya diberikan
kepada arthritis reumatoid sejak masa dini penyakit ini dimaksudkan untuk mengatasi
rasa nyeri sendi akibat inflamasi. Keterbatasan dalam penggunaan AINS adalah
toksisitasnya. Toksisitas AINS yang paling sering dijumpai adalah efek sampingnya pada
gastrointestinal, terutama jika AINS digunakan bersama obat lain, alkohol, kebiasaan
merokok, atau dalam keadaan stress. Usia juga merupakan faktor resiko untuk
mendapatkan efek samping gastrointestinal akibat AINS. Bagi pasien yang sensitif dapat
digunakan preparat AINS dalam bentuk supositoria, enteric coated. Preparat dalam
bentuk ini kurang berpengaruh dalam mukosa lambung dibandingkan dengan preparat
biasa. Pada pihak lain, walaupun AINS dalam bentuk ini seringkali dianggap kurang
menyebabkan timbulnya iritasi gastrointestinal akibat kontak langsung dengan mukosa
gastroduodenal, umumnya obat dalam bentuk ini tetap memiliki efek sistemik terutama
menekan sintesis prostaglandin sehingga obat ini juga harus digunakan secara hati-hati
terutama pada pasien yang telah memiliki gangguan gastoduodenal. Efek samping lain
yang mungkin dijumpai pada pengobatan AINS antara lain adalah reaksi
hipersensitivitas, gangguan fungsi hati dan ginjal serta penekanan sistem hematopoetik.
Selain AINS pengobatan arthritis rematoid juga dilakukan dengan terapi fisik dan
okupasional yang harus dilakukan bersama-sama dengan exercise serta pemakaian
peralatan penopang dan mungkin pula cara-cara jasmaniah untuk meringankan rasa nyeri
(misalnya kompres hangat atau dingin pada tempat yang sakit). Meskipun istirahat perlu
dianjurkan pada saat-saat kambuhnya penyakit, immobilitas irreversibel dapat terjadi jika
seorang pasien lanjut usia dibiarkan tirah baring dalam waktu yang lama.
Jika pasien tidak memperlihatkan respon yang memuaskan terhadap pengobatan
dan terapi fisik dalam waktu 6 hingga 12 minggu, terapi pilihan kedua (second line
therapy) harus segera dimulai. Banyak pasien dengan inflamasi yang aktif pada
persendian memberikan respon terhadap terhadap preparat kortikosteroid sistemik
(misalnya pemberian prednison selama 1 bulan yang dimulai dengan takaran 25 mg/hari
dan kemudian diturunkan secara perlahan-lahan dengan cara tappering-off menjadi 5
hingga 10 mg/hari). Efek jangka panjang (osteoporosis, katarak, kesembuhan luka yang
jelek, hiperglikemia, hipertensi dan peningkatan resiko infeksi) harus seimbang dengan
manfaat yang diberikan oleh pengobatan ini. Pemberian preparat steroid intra artikular
dapat membantu mengatasi inflamasi rheumatoid akut yang mengenai satu sendi.
Artritis gout adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena deposisi kristal
asam urat pada jaringan sekitar sendi (tofi). Gout juga merupakan istilah yang dipakai
untuk sekelompok gangguan metabolik yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi
asam urat (hiperurisemia).
Gout dapat bersifat primer maupun sekunder. Gout primer merupakan akibat
langsung pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang
berkurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat tertentu.
Pada keadaan normal kadar urat serum pada pria mulai meningkat setelah
pubertas. Pada wanita kadar urat tidak meningkat sampai setelah menopause karena
estrogen meningkatkan ekskresi asam urat melalui ginjal. Setelah menopause kadar urat
serum meningkat seperti pada pria.
Gout jarang terjadi pada wanita. Sekitar 95% penderita gout adalah pria. Gout
dapat ditemukan di seluruh dunia, pada semua ras manusia. Ada prevalensi familial
dalam penyakit gout yang mengesankan suatu dasar genetik dari penyakit ini. Namun ada
sejumlah faktor yang agaknya mempengaruhi timbulnya penyakit ini, termasuk diet, berat
badan, dan gaya hidup.
B. Gambaran Klinis
Terdapat empat tahap dari perjalanan klinis penyakit gout yang tidak diobati.
Tahap pertama adalah hiperurisemia asimtomatik. Dalam tahap ini penderita tidak
menunjukkan gejala-gejala selain dari peningkatan asam urat serum. Hanya 20% dari
penderita hiperurisemia asimptomatik yang menjadi serangan gout akut.
Tahap kedua adalah arthritis gout akut. Pada tahap ini terjadi pembengkakan
mendadak dan nyeri yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu jari kaki dan
metatarsofalangeal. Arthritis bersifat monoartikular dan menunjukkan tanda-tanda
peradangan lokal. Mungkin terdapat demam dan peningkatan jumlah sel darah putih.
Serangan dapat dipicu oleh pembedahan, trauma, obat-obatan, alkohol, atau stress
emosional. Tahap ini biasanya mendorong pasien untuk mencari pengobatan segera.
Sendi-sendi lain dapat terserang, termasuk sendi jari-jari tangan, lutut, mata kaki,
pergelangan tangan, dan siku. Serangan gout akut biasanya pulih tanpa pengobatan, tetapi
dapat memakan waktu 10 sampai 14 hari.
Tahap ketiga setelah serangan gout akut adalah tahap interkritical. Tidak terdapat
gejala-gejala pada masa ini yang dapat berlangsung dari beberapa bulan sampai tahun.
Kebanyakan orang mengalami ulangan serangan gout dalam waktu kurang dari 1 tahun
jika tidak diobati.
Tahap keempat adalah tahap gout kronik dimana timbunan urat terus bertambah
dalam beberapa tahun jika pengobatan tidak dimulai. Peradangan kronik akibat kristal-
kristal asam urat menyebabkan nyeri, sakit, dan kaku, juga pembesaran dan penonjolan
dari sendi yang bengkak. Serangan akut dari artritis gout dapat terjadi pada tahap ini. Tofi
terbentuk pada masa gout kronik akibat insolubilitas realtif dari urat. Bursa olekranon,
tendon Achilles, permukaan ekstensor lengan bawah, bursa infrapatelar, dan heliks
telinga adalah tempat yang sering dihinggapi tofi.
C. Diagnosis
D. Penatalaksanaan
1. Serangan akut
Cara yang efektif dan sederhana mengatasi serangan artritis gout yang
akut adalah penggunaan obat-obat anti inflamasi non-steroid. Kesembuhan
akan terlihat dalam waktu 24 jam dan gejalanya menghilang setelah 3 hari.
Preparat colchicine IV dengan takaran 1 sampai 2 mg yang diencerkan dengan
larutan NaCl 0,9% dan disuntikkan selama waktu 20 menit merupakan
preparat yang sangat efektif untuk meredakan gejala yang akut. Preparat
colchicine oral dengan takaran 0,5 mg 2 X sehari hingga 4 X sehari selama 2
sampai 3 hari mungkin diperlukan untuk kesembuhan total. Namun karena
efek sampingnya yaitu timbulnya gejala toksisitas gastrointestinal, pengobatan
ini sudah mulai ditinggalkan.
Tindakan efektif lainnya yaitu dengan cara pungsi cairan sinovia dan
penyuntikan deposteroid dengan dosis 40 mg (triamsinolon). Tindakan ini
efektif terutama pada pasien yang tidak mendapat pengobatan per oral atau
tidak dapat mentolerir pemakaian NSAID ataupun colchicine.
A. Klasifikasi
Fibril amiloid dibentuk dari prekursor protein dengan berat molekul besar.
Sebagai pengecualian adalah tipe amiloid yang berkaitan dengan hemodialisis, di mana
ß2 mikroglobulin dapat terlibat. Bila amiloid sudah terbentuk, ia memiliki resistensi
terhadap enzim proteolitik.Dalam bentuk sekunder ( AA ), perubahan dari penyakit
inflamasi atau stimulus imunologis kadang – kadang diikuti dengan resorpsi komplet.
Amiloidosis terdapat dalam berbagai macam bentuk yang berbeda secara klinis
dan biokimiawi, yang dikelompokkan berdasarkan susunan fibrin yang dimilikinya. Fibril
amiloid memiliki komposisi kimiawi bervariasi dan berdasarkan hubungannya dengan
sindroma klinisnya, ada tiga jenis amiloid yang dominan. Amiloid AA, biasanya
berhubungan dengan penyakit inflamasi yang lama, amiloid AL yang berhubungan
dengan produksi yang berlebihan dari immunoglobulin rantai pendek, dan amiloid ß2
mikroglobulin yang berhubungan dengan hemodialisis.
Selain tiga jenis amiloid tadi juga terdapat amiloid ASc yang biasa ditemukan
pada pasien di atas umur 60 tahun, dengan penyakit jantung. Juga terdapat amiloid tipe
AF yang menyertai tipe klinis dari amiloidosis familial
Tipe amiloidosis yang paling umum adalah :
1.. Amiloidosis primer, biasanya berhubungan dengan kelainan sel plasma,
multipel myeloma dan disebabkan amiloid tipe AL yang diproduksi berlebihan.
2. Amiloidosis sekunder, berhubungan dengan penyakit inflamasi kronis,seperti
rheumatoid arthritis, osteomyelitis, malaria, tuberkulosis, lepra, dan demam mediteranea
familial, dan disebabkan fibril amiloid tipe AA, yang disintesis berlebihan.
3. Amiloidosis familial (herediter), berhubungan dengan neuropathy, cardiomyopathy
familial, disebabkan protein transthyretin abnormal yang diproduksi di hepar.
4. Amiloidosis hemodialisis, yang berhubungan dengan hemodialisis ginjal, disebabkan
ß2 mikroglobulin yang tidak dapat dikeluarkan ginjal pada waktu hemodialisis.
Selain itu juga terdapat penggolongan lain adalah penggolongan yang secara klinis:
1. Amiloidosis (tanpa bukti akan atau sedang timbulnya penyakit) primer
(tipe AL)
2. Amiloid yang berkaitan dengan multiple mieloma (juga tipe AL)
3. Amiloidosis sekunder atau yang reaktif (tipe AA) yang berkaitan dengan penyakit
infeksi kronis (misalnya osteomielitis, tuberkulosis, lepra) atau penyakit radang kronik
(misalnya arthritis rheumatoid)
4. Amiloidosis heredofamilial, jenis kelainan neuropati [tipe AF transtiretin
(praalbumin)], ginjal, kardiovaskuler, dan gejala lainnya, serta amiloidosis yang berkaitan
dengan demam Mediteranea yang bersifat familial (tipe AA)
5. Amiloidosis setempat (fokal, seringkali menyerupai tumor, penumpukan timbul pada
organ yang terisolasi, seringkali kelenjar endokrin, tanpa tanda terserang secara sistemik)
6. Amiloidosis yang berkaitan dengan usia, terutama pada jantung dan dalam otak
7. Amiloidosis yang berkaitan dengan hemodialisis yang telah berlangsung lama
B. Manifestasi klinis
Gejala klinis lainnya tergantung dari sistem organ yang terkena. Bila mengenai
paru – paru dapat timbul dyspneu, penyakit paru interstitial. Akibat infiltrasi amiloid pada
miokard dan endokard, dapat timbul kardiomyopathi, aritmia, angina pektoris, gagal
jantung kongestif. Pada ginjal dapat timbul sindroma nefrotik dan gagal ginjal. Bila
terdapat di otak, dapat timbul gejala demensia, sehingga dianggap berperan dalam
penyakit Alzheimer. Amiloidosis primer pada ginjal
( Amiloidosis primer pada ginjal )
B. Diagnosis
Bila amiloidosis timbul pada pasien dengan arthritis rheumatoid, hal ini jarang
diketahui bila arthritisnya kurang dari 2 tahun.Waktu rata – rata arthritis sebelum menjadi
amiloidosis adalah 16 tahun.
Tidak ada terapi spesifik untuk semua jenis amiloidosis. Terapi yang rasional adalah
berupa :
1. Mengurangi rangsangan antigen yang menghasilkan amiloid.
2. Menghambat sintesis dan penumpukan fibril amiloid ekstraseluller.
3. Memacu lisis atau mobilisasi penumpukan amiloid yang telah ada.
VI. OSTEOPOROSIS
Penurunan densitas tulang karena toleransi tekanan yang maksimal, elastisitas dan
absorpsi energi menurun.•
A.Klasifikasi
1. Osteoporosis Primer
Merupakan osteoporosis yang terjadi bukan sebagai akibat penyakit lain, dibedakan atas :
Osteoporosis tipe I (pasca menopause) : kehilangan tulang terutama dibagian trabekula.
Osteoporosis tipe II (senilis): terutama kehilangan massa tulang daerah korteks.
Osteoporosis Idiopatik : terjadi pada usia muda dengan penyebab yang tak jelas.
2. Osteoporosis Sekunder
C. Penyebab osteoporosis
D. Gejala Klinik
E. Pemeriksaan Penunjang
Ct scan
F. Penatalaksanaan
Tindakan Dietetik : diet tinggi kalsium (sayur hijau, dan lain-lain). Hindari
makanan tinggi protein, tidak merokok, tidak minum alkohol, tidak minum kopi
Terapi ini lebih bermanfaat sebagai tindakan pencegahan. Pada usia lanjut harus
diberikan bersama jenis terapi yang lain.
Olahraga
Yang terbaik adalah yang bersifat mendukung beban (weight bearing), misalnya
jogging, berjalan cepat, dan lain-lain. Lebih baik dilakukan dibawah sinar matahari pagi
karena membantu pembuatan vitamin
E. Obat-obatan
1. Suatu saat penderita merasa nyeri pada tulang belakang secara mendadak.
2. Mereka bisa menunjukan darimana asal nyeri, gerak apa yang membuat nyeri.
5. Bila patah di daerah punggung penderita akan bongkok dan tinggi badan berkurang
serta perasan tidak enak disekitar tulang iga. Patah tulang ini sering terjadi pangkal paha,
iga dan pergelangan tangan,
1. Pemberian diet yang baik pada pertumbuhan anak sehingga terbetuk tulang yang
prima.
3. Untuk wanita post menopause diberi diet tinggi kalsium dan preparat estrogen, vit D3
dan ajuran agar melakukan latihan fisik.
VI. KESIMPULAN
Noer, HM S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1, Edisi Ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI.1996.
Smith, A.N. Exton M.D. and P.W. Overstall MB; Guidelines an Medicine
Geriatrics Volume 1; University Park Press; Baltimore, 1979.
http://www.ehp.niehs.nih.gov/docs
http://www.google.com