Disusun Oleh :
Evelyn Patricia
406148144
Pembimbing :
2
BAB 1
1.2 Anamnesis
Alloanamnesis dilakukan kepada orangtua pasien pada tanggal 14 Februari 2016
pukul 13.00.
3
riwayat diare dan penurunan kesadaran disangkal. Nafsu makan dan minum baik
sebelum mengalami keluhan.
4
5
6
Interpretasi :
BB/U : di atas 2
PB/U : di atas 1
BB/TB : di atas 2
IMT/U : di atas 2
KESAN : Normal
7
berasal dari keluarga dengan kesan ekonomi kurang, dengan biaya perawatan
ditanggung oleh BPJS.
8
Inspeksi Bentuk normal, simetris saat inspirasi dan
ekspirasi, retraksi suprasternal (-), retraksi
interkostal (-), retraksi epigastrium (-) ictus
cordis tidak terlihat
Palpasi Gerakan napas teraba simetris saat inspirasi
dan ekspirasi, ictus cordis teraba di sela iga
IV linea midklavikularis sinistra
Perkusi Sonor pada lapangan paru
Batas-batas jantung :
Batas atas : ICS III linea parastrenalis sinistra
Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea midklavikula sinistra
Auskultasi
o Bunyi napas Bunyi nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
o Bunyi jantung Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen
Inspeksi Tampak datar
Palpasi Supel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi Timpani pada semua kuadran
Auskultasi Bising usus (+) Frekuensi 6x/ menit
Anggota gerak Akral hangat, capillary refill time < 2 detik,
edema(-), sianosis(-)
Kulit Turgor baik, kulit tidak kering, sianosis (-),
warna kulit kuning langsat
9
1.4 Pemeriksaan Penunjang
10
1.5 Diagnosis
1.6 Penatalaksanaan
1.7 Prognosis
ad Vitam : dubia ad bonam
ad Fungtionam : dubia ad bonam
ad Sanationam : dubia ad bonam
11
1.8 Follow Up
12
BAB 2
Tinjauan Pustaka
Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah (1) riwayat kejang demam
dalam keluarga; (2) usia kurang dari 18 bulan; (3) temperatur tubuh saat kejang.
Makin rendah temperatur saat kejang makin sering berulang; dan (4) lamanya demam.
Adapun faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah (1) adanya gangguan
perkembangan neurologis; (2) kejang demam kompleks; (3) riwayat epilepsi dalam
keluarga; dan (4) lamanya demam (IDAI,2009)
2.3 Etiologi
Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling
sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis
media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, bronchitis, dan infeksi saluran kemih
( Soetomenggolo,2000).
13
2.4 Klasifikasi
Kejang Demam Simpleks • Berlangsung singkat (< 15 menit ) & berhenti sendiri
2.5 Patofisiologi
14
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh
sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang
berbeda dan tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seeorang anak menderita
kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah,
kejang telah terjadi pada suhu 38°C sedangkan pada anak dengan ambang kejang
yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40°C atau lebih. Dari kenyataan inilah
dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada
ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan
pada tingkat suhu berapa penderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan
tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari
15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan
energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia,
asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkatnya aktifitas otot
dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di
atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama
berlangsungnya kejang lama.
15
2.6 Manifestasi klinis
2.7 Diagnosis
16
o Kepala anak sering terlempar keatas, mata mendelik, tungkai dan
lengan mulai kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang. Gejala
kejang tergantung pada jenis kejang.
o Kulit pucat dan mungkin menjadi biru.
o Serangan terjadi beberapa menit setelah anak itu sadar (Dewanto
dkk,2009)
Pemeriksaan fisik dan laboratorium
o Pada kejang demam sederhana, tidak dijumpai kelainan fisik neurologi
maupun laboratorium. Pada kejang demam kompleks, dijumpai
kelainan fisik neurologi berupa hemiplegi. Pada pemeriksaan EEG
didapatkan gelombang abnormal berupa gelombang-gelombang lambat
fokal bervoltase tinggi, kenaikan aktivitas delta, relatif dengan
gelombang tajam. Perlambatan aktivitas EEG kurang mempunyai nilai
prognostik, walaupun penderita kejang demam kompleks lebih sering
menunjukkan gambaran EEG abnormal. EEG juga tidak dapat
digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi di
kemudian hari (Soetomenggolo, 2000).
2.9 Penatalaksanaan
Pada tatalaksana kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu:
Pengobatan fase akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu pasien sedang kejang semua
pakaian yang ketat dibuka, dan pasien dimiringkan kepalanya apabila muntah
17
untuk mencegah aspirasi. Jalan napas harus bebas agar oksigenasi terjamin.
Pengisapan lendir dilakukan secra teratur, diberikan oksiegen, kalau perlu
dilakukan intubasi. Awasi keadaan vital sperti kesadaran, suhu, tekanan
darah, pernapasan, dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan
dengan kompres air dingin dan pemberian antipiretik. Diazepam adalah
pilihan utama dengan pemberian secara intravena atau intrarektal
(Soetomenggolo, 2000).
Pengobatan profilaksis
Kambuhnya kejang demam perlu dicegah, kerena serangan kejang
merupakan pengalaman yang menakutkan dan mencemaskan bagi keluarga.
Bila kejang demam berlangsung lama dapat mengakibatkan kerusakan otak
yang menetap (cacat). Ada 3 upaya yang dapat dilakukan:
Profilaksis intermitten, pada waktu demam.
Diazepam intermittent memberikan hasil lebih baik kerena
penyerapannya lebih cepat. Dapat digunakan diazepam intrarektal
tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang
dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari
10 kg, setiap pasien menunjukkan suhu 38,5°C atau lebih.
Diazepam dapat pula diberikan sacara oral dengan dosis 0,5 mg/kg
BB/ hari dibagi dalam 3 dosis pada waktu pasien demam. Efek
samping diazepam adalah ataksia, mengantuk, dan hipotonia
(Soetomenggolo, 2000).
18
Profilaksis terus-menerus, dengan obat antikonvulsan tiap hari
Pemberian fenobarbital 4-5 mg/kg BB/hari dengan kadar darah
sebesar 16 mgug/ml dalam darh menunjukkan hasil yang bermakna
untuk mencegah berulanggnya kejang demam. Obat lain yang
dapat digunakan untuk profilaksis kejang demam adalah asam
valproat yang sama atau bahkan lebih baik dibandingkan efek
fenobarbital tetapi kadang-kadang menunjukkan efek samping
hepatotoksik. Dosis asam valproat adalah 15-40 mg/kg BB/hari.
Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya
kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak
tetapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi di kemudian hari
(Soetomenggolo, 2000).
Consensus Statement di Amerika Serikat mengemukakan kriteria
yang dapat dipakai untuk pemberian terapi rumat. Profilaksis tiap
hari dapat diberi pada keadaan berikut:
Bila terdapat kelainan perkembangan neurologi (misalnya
cerebral palsy, retardasi mental, mikrosefali).
Bila kejang demam berlangsung lama dari 15 menit,
bersifat fokal, atau diikuti kelainan neurologis sepintas atau
menetap.
Terdapat riwayat kejang-tanpa-demam yang bersifat
genetik pada orang tua atau saudara kandung.
Mengatasi segera bila terjadi kejang.
Keluarga harus waspada bila anak sedang demam terutama bila
sedang demam tinggi (dapat diberikan obat penurun panas).
Bila anak kembali kejang, keluarga tidak perlu panik sebaiknya
melonggarkan pakaian anak, anak diposisikan miring agar lendir /
cairan dapat keluar, dan pastikan jalan napas tidak terhalang .
Jika kejang terjadi > 5 menit sebaiknya bawa ke RS.
Sediakan obat kejang dalam sediaan suppositoria di rumah.
19
DAFTAR PUSTAKA
20