Disusun oleh :
Nama : Muhammad Rizky Adrian
NIM : 25317034
Cacat lahir atau cacat bawaan merupakan kelainan struktural pada organ ataupun bagian
tubuh lainnya. Thulstrup and Bonde menjelaskan bahwa pada tahun 2006, prevalensi terjadinya
cacat lahir mencapai angka 3,5 % dari seluruh angka kelahiran hidup. Mereka juga menjelaskan
bahwa paparan terhadap janin melalui ibu dapat menimbulkan efek teratogenik yang terjadi
selama fase organogenesis, dan pada manusia periode yang paling rentan adalah kehamilan 3-
8 minggu pertama. Suatu faktor teratogenik dapat menyebabkan beberapa jenis malformasi
tergantung pada periode waktu dan tingkat paparannya.
Pada tahun 1994, Sever melakukan penelitian epidemiologi dengan kesimpulan (walau
belum secara meyakinkan) menetapkan bahwa terdapat hubungan antara paparan di tempat
kerja dengan terjadinya teratogen manusia dan cacat lahir. Setelah itu, terdapat juga sejumlah
literatur menyatakan bahwa pelarut organik, pestisida dan beberapa logam berat mungkin
terlibat dalam penyebab cacat lahir pada manusia. Cacat lahir spesifik terlihat setelah paparan
farmasi seperti cacat anggota tubuh terkait dengan thalidomide, anomali genital terkait dengan
diethylstilbestrol, spina biobi terkait dengan asam valproik, vitamin A yang menyebabkan cacat
krista neural dan bibir sumbing yang berhubungan dengan fenitoin.
Perkiraan CDC terbaru melaporkan bahwa insiden terjadinya bibir sumbing dan celah
langit – langit mencapai 1 dari 940 kelahiran hidup dengan 4.437 kasus setiap tahun. Lebih
dari 60% celah orofasial melibatkan bibir. Dilaporkan bahwa kasus bibir sumbing yang
terisolasi saja sudah menyumbang sekitar 10–30 %, kemudian gabungan keterlibatan kasus
celah langit-langit primer dan sekunder mencapai 35-55 %, serta kasus celah langit-langit
sekunder saja menyumbang 30–45% kasus. Presentase tertinggi terjadinya kasus bibir sumbing
berada di Afrika (1 dari 2.500 kelahiran). Sedangkan presentase terendah berada di Asia dan
Penduduk Asli Amerika (1 dari 500 kelahiran). Bibir sumbing secara konsisten lebih sering
terjadi pada pria dengan rasio 2 : 1 dibanding perempuan. Berbeda dengan kasus celah langit-
langit dimana rasio untuk pria dibanding perempuan adalah sama ( Shkoukani et al, 2013).
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirasa perlu untuk melakukan kajian literatur
mengenai keterkaitan antara prevalensi terjadinya kasus bibir sumbing (cleft lips) akibat
paparan kontaminan di lingkungan kerja.
BAB II
ISI
Klasifikasi
Shkoukani et al (2013) menjelaskan bahwa CLP (Cleft Lip and Palate) secara
tradisional diklasifikasikan berdasarkan fenotipenya dengan ekspresi mulai dari microform
sampai dengan clefting lengkap yang mungkin melibatkan alveolar ridge dan palatum. Bibir
sumbing dapat terjadi secara pada satu sisi saja (unilateral) (lihat gambar 1) ataupun pada dua
sisi (bilateral) (lihat gambar 2).
Tabel 1. Perbedaan anatomi perkembangan kraniofasial normal, bibir sumbing unilateral , dan
bibir sumbing bilateral.
Gambar 1. Bibir sumbing unilateral (A) tipe microform (B) tipe incomplete (C) tipe complete
Gambar 2. Bibir sumbing bilateral (A) tipe incomplete (B) tipe complete
Agen Penyebab
Pengembangan kraniofasial merupakan salah satu peristiwa paling kompleks selama
embriogenesis, dikoordinasikan oleh rantai RNA hasil transkripsi, sinyal molekul dan protein
yang bersama-sama memberikan polaritas sel, serta interaksi sel dan ectomesenchymal.
Gangguan pada sikronisasi kaskade dapat menyebabkan kegagalan dalam peleburan struktur
wajah primer yang terjadi antara minggu ke-6 dan ke-8 usia kehamilan, sehingga
mengakibatkan terbentuknya bibir sumbing (Neves et al, 2015).
Ibu hamil yang terpapar faktor lingkungan (environmental factor) selama periode
perkembangan embrio dapat meningkatkan kemungkinan embrio untuk mengembangkan
anomali struktural yang mencakup celah bibir (cleft lips) dan langit-langit (cleft palate). Pada
saat ini sudah banyak studi yang menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor lingkungan yang
sudah dikaitkan dengan terjadinya bibir sumbing seperti merokok, konsumsi alkohol, diet,
konsumsi obat-obatan tidak sesuai aturan, dan beberapa produk kimia. Perhatian besar telah
diberikan pada identifikasi gen terkait dengan peningkatan kerentanan terhadap faktor
lingkungan yang disebutkan. Dalam studi kerentanan genetik terhadap celah bibir dan palatum,
korelasi antara variasi genetik spesifik dengan faktor risiko lingkungan spesifik dicari. Oleh
karena itu, akan dieksplorasi secara terpisah faktor lingkungan dan genetik yang terlibat dalam
etiologi bibir sumbing nonsyndromic dan palatum (Neves et al, 2015).
Beberapa studi juga sudah menemukan keterkaitan prevalensi terjadinya penyakit bibir
sumbing dengan paparan kontaminan di lingkungan kerja terhadap ibu hamil terutama pada
trimester pertama. Thulstrup and Bonde (2006) menjelaskan kontaminan tersebut diantaranya
adalah limbah pelarut (waste solvents), pestisida, logam berat, dan lain sebagainya (lihat tabel
1).
Tabel 2. Studi tentang paparan kontaminan di lapangan kerja terhadap ibu hamil dan risiko
bibir sumbing dan celah langit-langit
Pestisida
Beberapa jenis pestisida seperti organoklorin, organoposfat, karbamat, dan lain
sebagainya, pada umumnya dipakai untuk kegiatan pertanian dan perkebunan. Pestisida
dapat masuk ke dalam tubuh melalui portal entri inhalasi dan dermal, serta bisa tertela
melalui oral secara tidak sengaja/ sengaja dengan probabilitas yang sangat jarang. Sebagian
besar studi memperlihatkan bahwa kandungan pestisida dalam darah ibu yang sedang
mengandung dapat meningkatkan peluang terjadinya bibir sumbing pada janin yang baru
lahir. Seperti pada penelitian Tian et al (2005) yang melakukan studi bioesei dengan
menerapkan injeksi intraperitoneal 80mg / Kg pestisida organofosfat Chlorpyrifos pada
tikus, mereka mengamati peningkatan adanya frekuensi terjadinya cleft lip dan cleft palate
(5,97%) bila dibandingkan dengan Grup Kontrol (0,97%).
Berdasarkan kajian literatur yang sudah dilakukan mengenai hubungan antara penyakit
bibir sumbing (cleft lips) dengan paparan kontaminan di lingkungan kerja, maka dapat
disimpulkan bahwa :
Ibu hamil yang terpapar faktor lingkungan (environmental factor) selama periode
perkembangan embrio dapat meningkatkan kemungkinan embrio untuk
mengembangkan anomali struktural yang mencakup celah bibir (cleft lips) dan langit-
langit (cleft palate).
Beberapa kontaminan di lingkungan kerja yang bersifat teratogenik dan dapat
meningkatkan probabilitas terjadinya bibir sumbing (cleft lips) diantaranya paparan
pelarut (solvents) seperti glycol ether, berbagai macam pestisida seperti organoposfat,
dan logam berat.
Mekanisme bagaimana agen toksik bisa menyebabkan bibir sumbing pada janin belum
banyak diketahui, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
Pada saat ini sudah terdapat beberapa metode klinis yang dapat menyembuhkan Bibir
sumbing. Upaya penyembuhan harus dilakukan secara multidisiplin dan bertahap
DAFTAR PUSTAKA
Bagchi, G. and D.J. Waxman. Toxicity of Ethylene Glycol Monomethyl Ether: Impact on
Testicular Gene Expression. Int J Androl . 2008 April ; 31(2): 269–274.
doi:10.1111/j.1365-2605.2007.00846.x.
Bolt, H.M., and K. Golka. 1990. Maternal exposure to ethylene glycol monomethyl ether
acetate and hypospadia in offspring: a case report. British Journal ofIndustrial
Medicine (47):352-353
Garlantézec R, Monfort C, Rouget F, Cordier S. Maternal occupational exposure to solvents
and congenital malformations: A prospective study in the general population. Occup
Environ Med 2009;66:456-63.
Gordon JE, Shy CM. Agricultural chemical use and congenital cleft lip and/or palate. Arch
Environ Health 1981;36:213-21.
Jairaman, V. 2015. Penanganan bibir sumbing dan malformasi langit – langit. ISM vol 2 (1) :
19 – 21.
Neves, A.T.S, E.M.M. Vieira, A.M.F. Aranha, A.M. Borba, A.H. Borges, and L.E.R. Volpato.
Cleft lip and palate: Associated genetic and environmental factors. Scientific Journal
of Dentistry (2015), 2, 19-25
Sever LE. Congenital malformations related to occupational reproductive hazards. Occup Med
(Lond) 1994;9: 471–494.
Shaw GM, Nelson V, Iovannisci DM, Finnell RH, Lammer EJ. Maternal occupational chemical
exposures and biotransformation genotypes as risk factors for selected congenital
anomalies. Am J Epidemiol 2003;157: 475–484
Shirangi A, Nieuwenhuijsen M, Vienneau D, Holman CD. Living near agricultural pesticide
applications and the risk of adverse reproductive outcomes: A review of the
literature. Paediatr Perinat Epidemiol 2011;25:172-91.
Shkoukani, M.A., M. Chen, and A. Vong. 2013. Cleft lip – a comprehensive review. Fronties
in Pediatrics.
Thulstrup, A.M. and J.P. Bonde. 2006. Maternal occupational exposure and risk of specific
birth defects. Occupational Medicine (56) : 532 – 543.
Tian Y, Ishikawa H, Yamaguchi T, Yamaguchi T, Yokoyama K. Teratogenicity and
developmental toxicity of chlorpyrifos. Maternal exposure during organogenesis in
mice. Reprod Toxicol. 2005; 20:267-270.