Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sumber Daya Manusia adalah salah satu hal yang terpenting dalam perusahaan
terlebih karyawan yang menjadi penunjang keberhasilan suatu perusahaan, karyawan salah
satu aset penting dalam perusahaan. Karyawan akan memberikan kinerja yang baik kepada
perusahaan jika faktor lingkungan kerja mereka dapat memberikan kenyamanan dan
keamanan. Lingkungan kerja adalah salah satu faktor utama dari kenyamanan para karyawan
yang bisa menunjang keberhasilan perusahaan, karena dengan lingkungan kerja yang nyaman
dapat membuat para karyawan betah dan bisa membuat kinerja karyawan lebih baik sehingga
menghasilkan yang terbaik untuk perusahaan.

Pada umumnya perusahaan yang sehat dan normal ialah memperlakukan para
karyawannya dengan sebaik mungkin karena karyawan adalah asset perusahaan yang sangat
berharga, karena tanpa karyawan perusahaan bukanlah apa apa, maka dari itu perusahaan
harus memperhatikan karyawannya dari segala apek mulai dari keselamatan ataupun
kesehatan para karyawannya hingga memerhatikan anggota keluarganya seperti memberikan
jaminan Kesehatan ataupun hak untuk cuti, supaya karyawan betah dan nyaman berada di
perusahaan tersebut.

Setiap karyawan memili hak dan wewenang masing masing tergantung porsi jabatan
mereka bekerja, maka perusahaanpun harus memastikan bahwa mereka bekerja sesuai
dengan pekerjaan mereka dan tidak melenceng, perusahaanpun harus memastikan bahwa
semua anggota karyawannya bekerja dengan tekun dan kompak antar sesama pekerja.

Namun tak dapat dipungkiri pada zaman sekarang banyak orang orang ingin yang
terbaik untuk dirinya sendiri sehingga ia melakukan segala cara untuk kebahagiaan sendiri
dan terkadang cara itu salah dan dapat merugikan orang orang sekitar.

Pada zaman sekarang banyak orang yang tidak nyaman di tempat kerjanya entah itu
karena factor tempat kerja, suasana, rekan kerja , atasan maupun bawahan mereka yang
bertindak atau berperilaku yang tidak semestinya dan itu bisa membuat kita sangat tidak
nyamn dilingkungan tersebut sehingga dapat terjadi niat untuk pindah pekerjaan ataupun
keluar dari perusahaan tersebut.
Lingkungan organisasi merupakan masalah yang harus diperhatikan. Lingkungan
tempat kerja yang beracun mengacu pada perlakuan kejam dan sering kali dengan kekerasan,
dan membahayakan keselamatan dan kesehatan karyawan. Dampak lingkungan tempat kerja
yang beracun mungkin dirasakan di setiap organisasi, tetapi karena alasan pribadi, sangat
sedikit pekerja yang bersedia mengajukan pengaduan resmi terhadap perilaku
tersebut[ CITATION Ras21 \l 14345 ].

Lingkungan tempat kerja yang kooperatif juga dapat meningkatkan produktivitas


pekerja, tetapi tempat kerja yang beracun dapat menjadi buruk kinerja pekerja. Perilaku
tempat kerja beracun juga dapat menyebabkan kerugian organisasi, niat keluar yang tinggi,
reputasi buruk dalam hal citra perusahaan yang positif, rendah moral karyawan, konflik
antara pekerjaan dan kehidupan, ketidakhadiran yang tinggi, kinerja karyawan yang lebih
rendah, hilangnya produktivitas organisasi, dan berkurangnya kesejahteraan karyawan
[ CITATION sam19 \l 14345 ].
Tempat kerja yang beracun lebih dari ancaman bagi karyawan. Ketidaksopanan
mengancam keselamatan dan dapat mengalami psikologis / respon perilaku terhadap bullying
itu berdampak pada keselamatan [ CITATION Whi16 \l 14345 ].
Mengenai keadaan kerja yang negatif serta tidak sehat, area tempat kerja yang
beracun memunculkan resiko untuk sebagian besar organisasi serta konsekuensinya
merupakan individu serta organisasi baik lewat pembayaran kompensasi untuk hasil yang
berhubungan dengan tekanan pikiran, pergantian karyawan yang besar, emosi tempat kerja
yang negatif, ataupun lewat produktivitas organisasi yang rendah.[ CITATION TAŞ17 \l 1057 ].
Tempat kerja beracun adalah salah satu yang cenderung merusak kerja tim,
mengurangi kepuasan, dan mengusir orang, dalam tingkat turnover yang lebih tinggi. Orang
toxic dapat mempengaruhi para individu di tempat kerja, Jika orang tersebut terakumulasi
dari waktu ke waktu, maka akan berdampak buruk kepada perusahan tersebut sehingga dapat
mengakibatkan tidak ada lagi yang ingin bekerja pada perusahaan itu. Dampak organisasi
dari individu yang toxic dapat mengganti sebagian besar karyawan, dan menghasilkan lebih
sedikit manfaat untuk organisasi [ CITATION Ric18 \l 14345 ].

Turnover intention akan semakin meningkat jika ia tidak merasa nyaman


dilingkungan tersebut entah itu factor lingkungan yang buruk (toxic workplace), bullying,
ataupun hal lain yang membuat seseorang ganjal dengan pekerjaannya ataupun tidak nyaman
di pekerjaan tersebut dan mempunyai niat untuk pidah pekerjaan.
Turnover juga bisa terjadi karena ketidaknyamanan terhadap tempat kerja. Salah satu
penyebab karyawan tidak nyaman dengan pekerjaannya karena pekerjaan tersebut, bisa
disebabkan karena karyawan tidak menemukan makna dalam pekerjaannya [ CITATION
Fit191 \l 14345 ].

Pergantian karyawan telah menjadi masalah manajerial yang kritis. Tingginya


tingkat turnover karyawan mengakibatkan biaya tidak langsung, seperti biaya yang terkait
dengan perekrutan dan pelatihan baru karyawan, dan hilangnya pengetahuan organisasi dan
budaya kohesif [ CITATION Lat21 \l 14345 ].
Turnover intention merupakan masalah yang sering timbul pada sebuah organisasi
yang menyangkut keinginan keluarnya karyawan. Turnover intention yang terjadi pada
perusahaan merupakan salah satu gambaran rendahnya loyalitas karyawan terhadap
perusahaan[ CITATION Jim19 \l 14345 ]. Turnover intention juga masalah yang penting bagi
organisasi yang berkaitan dengan mempertahankan sumber daya manusia untuk
mempertahankan daya saing perusahaan[ CITATION Kim17 \l 14345 ].
Turnover intention merupakan kemauan untuk berpindah, belum hingga pada sesi
realisasi ialah melaksanakan perpindahan dari satu tempat kerja ke tempat kerja yang lain.
Sebaliknya gejala untuk memandang turnover intention ialah tingkatan absensi karyawan,
tingkatan kemalasan karyawan, kenaikan terhadap pelanggaran tatatertib, kenaikan keluhan
terhadap kebijakan atasan, serta sikap positif yang sangat berbeda dari biasanya [ CITATION
fir17 \l 1057 ].
Selain niat turnover yang hanya berpikir untuk meninggalkan pekerjaan juga dapat
berdampak negatif pada sikap dan perilaku seseorang di tempat kerja [ CITATION Jeo20 \l 14345
].
Karyawan mungkin memiliki niat untuk keluar dengan factor atau alasan kepuasan
kerja yang lebih rendah, emosi negatif, dan pemicu stress dalam pekerjaan sehari-hari
mereka[ CITATION Par20 \l 14345 ] . Tingkat turnover karyawan yang tinggi perlu mendapatkan
perhatian manajemen karena tingkat turnover karyawan yang tinggi merupakan cerminan
loyalitas karyawan yang rendah sehingga akan berdampak terhadap kualitas pelayanan
[ CITATION Jim19 \l 14345 ].
Sangat penting memahami tingkat turnover intention karena dapat membantu
mengurangi tingkat turnover yang aktual dan memungkinkan untuk membuat strategi yang
dapat diterapkan untuk mencegah hilangnya sumber daya manusia [ CITATION Yan20 \l 14345 ].
Menurut pendapat saya atas kesimpulan dari teori teori di atas bahwa toxic
workplace adalah dimana dilingkungan kerja yang seharusnya berjalan dengan aman dan
tenang tetapi ini ada hal yang tidak beres seperti atasan yang narsis, tidak adanya transparasi ,
ataupun rekan kerja yang membuat suasana yang tidak nyaman, dengan adanya toxic
workplace di dalam perusahaan maka dapat menimbulkan karyawan menjadi pemalas, sering
absen, ataupun meningkatkan turnover yang tinggi di dalam perusahaan.
Dalam hasil wawancara dan pengamatan saya terhadap perusahaan PT Bineatama
Kayone Lestari terdapat adanya sedikit toxic workplace di perusahaan tersebut, toxic
workplace ini terlihat dari cara perekrutan karyawan yang hanya mengandalkan dari orang
sekitar dan orang terdekat saja dan tidak memberitahu perekrutan secara umum, maka orang
yang bekerja disana berdasarkan relasi dan sehingga adanya peraturan khusus untuk salah
seorang karyawan tertentu, dan hal tersebut dapat menimbulkan kecemburuan sosial terhadap
karyawan lain dan dapat menimbulkan turnover intention yang lumayan¸ namun menurut
HRD PT BKL pada saat pandemic tingkat turnover intention sangat menurun karena
karyawan lebih memilih bertahan karena mencari pekerjaan yang baru sangatlah susah dalam
keadaan pandemic.
Sehingga dari hasil wawancara dan pengamatan diatas data belum optimal maka
diperlukan pengelolaan yang secara optimal. Salah satu alat analisis yang dapat digunakan
untuk pengelolaan variable ialah menggunakan Teknik pengumpulan data dengan cara
observasi atau wawancara ataupun kuesioner supaya hasil analisi ini bisa menghasilkan data
yang optimal.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka diidentifikasi masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana toxic workplace yang di alami PT Bineatama Kayone Lestari?
2. Bagaimana turnover intention yang di alami PT Bineatama Kayone Lestari?
3. Bagaimana pengaruh toxic workplace terhadap turnover intention di PT Bineatama
Kayone Lestari?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui toxic workplace di PT Bineatama Kayone Lestari
2. Untuk mengetahui turnover intention di PT Bineatama Kayone Lestari
3. Untuk mengetahui apakah toxic workplace berpengaruh terhadap turnover intention di
PT Bineatama Kayone Lestari
1.4 Manfaat dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat maupun kegunaan kepada pihak –
pihak berikut.

1. Perusahaan

Penelitian ini dapat memberikan penyelesaian masalah ataupun saran bagi PT Bineatama
Kayone Lestari yang terkait dengan toxic workplace ataupun turnover intention di perusahaan
dan dapat memberikan manfaat untuk perusahaan PT Bineatama Kayone Lestari maupun
penulis.

2. Akademisi

Penelitian ini dapat pemberikan kontribusi terhadap peningkatan pengetahuan di bidang


manajemen sumber daya manusia khususnya yang terkait dengan toxic workplace dan
turnover intention.

3. Peneliti berikutnya

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai rujukan bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan
penelitian yang sama mengenai toxic workplace dan turnover intentioni.

1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis


1.5.1 Toxic Workplace
Toxic workplace merupakan hal yang penting untuk dikaji dalam manajemen sumber
daya manusia, sangat penting untuk di teliti karena toxic workplace merupakan hal yang
negative dan dapat menimbulkan rasa tidak nyaman di dalam lingkungan kerja dan dapat
merugikan orang lain maupun perusahaan.

Adapun pendapat dari para ahli terhadap toxic workplace diantaranya sebgai berikut :

Lingkungan tempat kerja yang beracun adalah faktor yang membuat seseorang
kehilangan rasa aman di sebuah lingkungan dan akan berdampak negatif pada kesejahteraan,
dan dukungan dari organisasi merupakan sumber penting [ CITATION sam19 \l 14345 ].
Tempat kerja bisa menjadi beracun ketika individu yang menggunakan cara yang
tidak adil untuk menggertak, ataupun mempermalukan orang lain. Tempat kerja beracun
dapat menyebabkan kecemasan, stress, depresi, masalah kesehatan, yang akhirnya
menurunkan produktivitas [ CITATION Amn18 \l 14345 ].
Orang-orang beracun, seperti pemimpin atau karyawan yang negatif tentang
pekerjaan, memiliki kepribadian agresif, anti-sosial, atau yang tidak efektif pada pemecahan
masalah, atau konteks beracun, seperti lingkungan kerja berisiko tinggi atau stres tinggi
secara alami[ CITATION Atm19 \l 14345 ].
Sedangkan menurut [ CITATION Ter20 \l 14345 ] Penumpukan emosi beracun akan
menciptakan budaya tempat kerja di mana karyawan merasa tidak dihargai, kehilangan
semangat, dan sering kali putus asa, tidak produktif.

[CITATION Cre20 \l 14345 ] Menyatakan toxic workplace pada dasarnya adalah interaksi
dari kekuasaan dan penyalah gunaan kekuasaan untuk dicapai tujuannya, hilangnya
kekuasaan oleh individu yang menjadi sasaran dan upaya mereka untuk memenangkannya.

Hasil kerja yang beracun dapat terjadi dan timbul dari keadaan stres pekerjaan, toxic
bila berasal dari tingkat kepemimpinan maka akan menghasilkan lingkungan yang beracun
dalam suatu organisasi[ CITATION Col19 \l 14345 ].

Lingkungan tempat kerja yang beracun ditentukan oleh perilaku narsis,


kepemimpinan yang agresif, perilaku yang mengancam mulai dari manajer dan rekan kerja,
dan pelecehan, penindasan, dan pengucilan[ CITATION Ras21 \l 14345 ].

Dan menurut [ CITATION San18 \l 14345 ] Lingkungan kerja yang beracun adalah
lingkungan di mana interaksi yang sangat menegangkan dalam keadaan sehari-hari,
supervisor dan rekan kerja secara rutin menganiaya satu sama lain dan bertindak melayani
diri sendiri tanpa mempertimbangkan keuntungan dari seluruh kelompok, ketika tempat kerja
menjadi beracun, pergantian meningkat dan produktivitas menurun.

Tanda-tanda adanya toxic workplace


1. Kurang Komunikasi
Sebagai salah satu perihal yang berarti dalam area kerja, minimnya komunikasi tidak
cuma bisa membuat pekerjaan tidak menggapai sasaran, tetapi juga dapat membuat
suasana kerja jadi kurang kondusif. Tidak cuma antara pimpinan serta pula karyawan,
komunikasi yang baik pula wajib terjalin antar sesama pekerja. Minimnya komunikasi
dalam suatu industri dapat terjalin ketika tidak terdapat data yang jelas tentang perinci
pekerjaan yang wajib dicoba, sampai tidak terdapatnya timbal balik ataupun apresiasi
dari industri pada prestasi dari karyawannya.
2. Slalu ada drama
Salah satu ciri sangat jelas dari toxic workplace merupakan seringnya terjalin
perselisihan internal, serta banyaknya karyawan yang kerap komplain. Tekanan kerja
yang sudah lumayan berat serta ditambah dengan suasana kantor yang tidak
mengasyikkan bisa membuat karyawan mudah hadapi tekanan pikiran, burnout, serta
pula mudah sakit secara fisik.
3. Pimpinan yang narsis
Salah satu perihal yang memastikan produktivitas karyawan di dalam suatu industri
merupakan keahlian pimpinan ataupun atasan. Alih- alih jadi pimpinan yang bisa jadi
contoh yang baik untuk karyawannya, seorang toxic boss di dalam area kerja pula
dapat jadi salah satu ciri kalau area kerja tersebut juga jadi toxic. Tidak hanya
ditunjukkan dengan perilaku yang merasa kalau dirinya senantiasa benar, perilaku
sangat mengontrol serta juga melaksanakan bully juga membuat suasana kerja jadi
tidak nyaman.
4. Tidak adanya transparansi
Walaupun terdapat batasan- batasan tertentu tentang industri yang tidak boleh
diketahui oleh seluruh karyawan, industri yang baik hendak membagikan transparansi
yang jelas dalam sebagian hal penting terutama yang menyangkut hak karyawan.
Untuk memastikan seluruh karyawan mengenali‘ goals’ yang dibuat oleh industri,
dalam membuat keputusan tidak terdapat salahnya industri mengumpulkan inspirasi
dari karyawan serta membenarkan tiap keputusan terbuat dengan terdapatnya
transparansi.
5. Adanya aturan yang tidak adil.
Tiap industri umumnya mempunyai‘ rule book’ ataupun buku peraturan yang harus
dikenal serta ditaati oleh tiap karyawannya. Apabila peraturan tersebut diterapkan
secara tidak adil dan tidak tidak berubah- ubah, serta terdapat perlakuan spesial untuk
karyawan tertentu, hingga perihal tersebut dapat jadi ciri dari toxic workplace.
Beresiko lagi apabila terjalin gratifikasi, dikala seseorang karyawan memperoleh
perlakuan spesial sampai peningkatan jabatan diukur bukan karena performa namun
karena keakraban dengan atasan.
Berdasarkan dari pemparan diatas mengenai toxic workplace dapat disimpulkan
bahwa toxic workplace adalah keadaan dimana lingkungan kerja sudah tidak kondusif lagi
yang di sebabkan dari rekan kerja atau atasan yang mementingkan diri sendiri,
penyalahgunaan kekuasaan, karyawan yang tidak dihargai dan sebagainya yang dapat
menimbulkan pergantian karyawan yang meningkat ataupun produktifitas yang menurun.

1.5.2 Turnover Intention


Turnover intention juga merupakan hal yang penting untuk di teliti, karena turnover
intention ini bisa merugikan perusahaan apalagi jika sampai terjadi turnover yang sangat
besar, maka dari itu kita lihat apakah toxic workplace dapat memengaruhi turnover intention,
Adapun beberapa pendapat mengenai turnover intention diantaranya yaitu :

Turnover intention adalah niat individu yang kemungkinan orang tersebut akan
meninggalkan organisasinya dalam waktu dekat [ CITATION Kim17 \l 14345 ].

Turnover intention adalah perilaku individu yang berkeinginan untuk pindah atau keluar dari
organisasi maupun perusahaan, ini merupakan perilaku yang sulit dicegah. Keinginan untuk
pindah (turnover intention) yang akhirnya akan muncul keputusan individu untuk
meninggalkan pekerjaannya [ CITATION Kho20 \l 14345 ] . Ini dari niat sukarela yang
sebenarnya [ CITATION Jeo20 \l 14345 ].
Turnover intention perlu mendapat perhatian yang serius dari pihak manajemen
perusahaan karena dapat mempengaruhi pendapatan perusahaan. Sebaliknya jika tingkat
turnover intention perusahaan rendah maka perusahaan dapat menghemat biaya sehingga
dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi perusahaan. Turnover intention memiliki
dampak positif bagi perusahaan dimana perusahaan dapat mengeluarkan karyawan yang
kinerjanya dapat merugikan perusahaan sehingga perusahaan mempunyai kesempatan untuk
merekrut karyawan baru dengan kinerja yang lebih baik dan lebih bermanfat bagi perusahaan,
sehingga dengan adanya karyawan-karyawan baru, kinerja perusahan dapat lebih baik
[ CITATION Jim19 \l 14345 ].
Sedangkan menurut [ CITATION Shi21 \l 14345 ] turnover intention adalah sikap kerja
karena kognitif dan berkontribusi pada literatur pergantian.

Dan menurut [ CITATION Par20 \l 14345 ] Turnover intention menggambarkan niat


karyawan yang ingin mengubah pekerjaan atau perusahaan mereka secara sukarela.
Turnover intention adalah probabilitas seseorang yang akan meninggalkan
pekerjaannya dalam jangka waktu tertentu, seperti yang dirasakan oleh individu tersebut
[ CITATION Yan20 \l 14345 ].

Dan menurut[ CITATION Wan201 \l 14345 ] turnover intention tidak berarti bahwa
seorang akan mengundurkan diri, tetapi ada pemikiran untuk melakukannya.

Dari pemaparan di atas berdasarkan para ahli saya menyimpulkan bahwa turnover
intention ialah pemikiran atau niat karyawan yang ingin berpindah pekerjaan ataupun
perusahaan dengan secara sukarela tetapi belum tentu mereka akan mengundurkan dirinya.

Adapun menurut [ CITATION Par20 \l 14345 ] factor yang bisa menjadi turnover intention
karyawan yaitu :

- Emosi yang negative


- Pemicu stress di lingkungan kantor ( beban kerja yang terlalu berat, pelecehan,
tekanan)
- Kepuasan kerja yang lebih rendah

1.5.3 Pengaruh Toxic Workplace terhadap Turnover Intention


Tempat kerja beracun dapat menghasilkan perilaku narsis, kepemimpinan yang
kasar, perilaku mengancam, pelecehan, penghinaan, dan perundungan di kalangan karyawan.
Rentan terhadap ketidak hadiran yang tinggi, depresi, kelelahan pekerjaan, dan masalah
kesehatan psikologis yang parah seperti ketegangan kerja dan perilaku kerja kontraproduktif,
dan pada akhirnya akan menyebabkan kerugian dan reputasi perusahaan Ketidak seimbangan
fisik dan mental yang menyebabkan tingkat stres dan kelelahan yang tinggi, dan memiliki
efek psikologis negatif pada kesehatan karyawan. [CITATION Wan20 \l 14345 ]. Toksisitas tidak
memerlukan kejujuran toxic tumbuh dari keinginan yang kuat [ CITATION Ric18 \l 14345 ].
Belum sampai pada tahap realisasi yaitu melakukan perpindahan dari satu tempat
kerja ke tempat kerja lainnya. Sedangkan indikasi untuk melihat turnover intention yaitu
tingkat absensi karyawan, tingkat kemalasan karyawan, peningkatan terhadap pelanggaran
tata tertib, peningkatan protes terhadap kebijakan atasan, dan perilaku positif yang sangat
berbeda dari biasanya [ CITATION fir17 \l 14345 ].

TOXIC WORKPLACE TURNOVER INTENTION


[ CITATION Wan20 \l 14345 ] [ CITATION Par20 \l 14345 ]
- perilaku narsis - Emosi yang negative
- kepemimpinan yang kasar
- Pemicu stress di lingkungan
- perilaku mengancam
- pelecehan kantor (beban kerja yang
- penghinaan terlalu berat, pelecehan,
- perundungan di kalangan
tekanan)
1.6 Objek Penelitian
1.6.1 Visi
1.6.2 Misi
1.6.3 Struktur Organisasi
1.6.4 Gambaran Umum
PT Bineatama Kayone Lestari Perusahaan Indonesia dengan nomor registrasi 87/43683 diterbitkan
pada tahun 2015. Yang beralamat: JL. RAYA RAJAPOLAH KM 7, SUKAMAJUKALER,
INDIHIANG., Jawa Barat didirikan pada tahun 1993 oleh Denny Wijaya. PT Bineatama Kayone
Lestari yang juga dikenal sebagai PT Bina Kayu Lestari memegang 1.700 karyawan , dengan
pasar yang berorientasi ekspor nilai omset lebih dari USD 2.000.000 , – per bulan . Saat ini PT
Bina Kayu Lestari memproduksi 3 produk utama seperti Bare Core Block Board , dan Polyester .
PT Bina Kayu Lestari telah membangun kerjasama yang baik dan didukung sepenuhnya oleh
mitra terkemuka dan perusahaan-perusahaan besar dari kayu dan pengolahan kayu di Asia ,
Timur Tengah , Amerika dan di seluruh dunia . Dengan dukungan lebih dari 300 mitra dari kayu
pemasok bahan baku , membuat PT Bina Kayu Lestari memiliki keuntungan untuk menyediakan
pasokan yang berkelanjutan dari bahan baku untuk industri dan untuk pasar.

1.6.1.2 Metode Penelitian ( tidak boleh pakai sugiyono dan min 2015)

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian verifikatif metode verifikatif adalah
metode penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan kausal (hubungan sebab akibat) antar
variabel melalui suatu pengujian hipotesis menggunakan suatu perhitungan statistik sehingga di dapat
hasil pembuktian yang menunjukkan hipotesis ditolak atau diterima. Penelitian verifikatif digunakan
untuk menguji kebenaran suatu hipotesis, dalam hal ini bertujuan untuk mengetahui Toxicworkplace
terhadap Turnover Intention. Dalam penelitian ini ditetapkan dua variabel, yaitu toxicworkplace (X)
dan Turnover Intention (Y)[ CITATION Osc19 \l 14345 ]. Variabel independent di dalam penelitian ini
adalah……………………………..,dengan indikator……….. Variabel dependen di dalam penelitian
ini adalah……………….. dengan indikator……………… Penelitian ini dilakukan
pada……………………….

2. metode penelitian

Metode penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian studi kasus yaitu penelitian yang
bertujuan untuk mendeskripsikan fenomena social yang bersifat khas namun mendalam pada objek
penelitian individu, masyarakat, komunitas, sistem atau kelompok sehingga dapat dideskripsikan
dinamika gejala social yang terjadi pada objek penelitian tersebut. (Author, Tahun maksimal 2015).

Dalam penelitian ini objek penelitian adalah karyawan, sistem rekrutmen, sistem kompensasi,
perilaku individu, perilaku organisasi ………………

1.6.2 teknik pengumpulan data

1.6.3 populasi dan sample

1. populasi

2. sample

1.6.4 Operasionalisasi Variabel / Algoritma Penelitian


Definisi Variabel
Menurut Sugiyono (2014) mendefinisikan pengertian variabel sebagai
berikut : Segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti
untuk mempelajari sehingga diperoleh informasi, hal tersebut kemudian ditarik
kesimpulannya. Sedangkan pengertian variabel secara teoritis menurut Sugiyono
(2014) adalah: Variabel adalah sebagai atribut seseorang atau obyek yang
mempunyai “variasi” antara satu orang dengan yang lain atau suatu obyek dengan
obyek lain.
Dalam penelitian ini penulis melakukan pengukuran terhadap keberadaan
suatu variabel dengan menggunakan instrumen penelitian. Setelah itu penulis akan
melanjutkan analisis untuk mencari pengaruh suatu variabel dengan variabel lain.
Menurut Sugiyono (2014), berdasarkan hubungan antara satu variabel dengan
variabel lain.
Variabel penelitian terdiri atas dua macam, yaitu: variabel terikat (dependent
variable) atau variabel yang bergantung pada variabel lainnya, dan variabel bebas
(independent variable) atau variabel yang tidak tergantung pada variabel lainnya.

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:


Variabel Bebas (Independent Variable)
Variabel independen yang dilambangkan dengan (X) adalah variabel yang
mempengaruhi variable dependen, baik yang pengaruhnya positif maupun yang
pengaruhnya negatif (Ferdinand, 2006). Variabel independen dalam penelitian ini
adalah variabel taxic workplace.
Variabel Terikat
Variabel terikat (dependen) adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel
bebas (independen). Variabel ini disebut juga variabel akhir atau variabel endogen
atau variabel akibat (Ghozali, 2011). Variabel terikat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Turnover Intention (Y).

Tabel
Operasional Variabel
No Nama Definisi Variabel Indikator Sumber
Variabel
1 Turnover Invention Turnover Pikiran untuk Nofiyanti, F.
intention adalah keluar (2020)
Keinginan
kecenderungan
Mencari
sikap
Pekerjaan
atau tingkat
Lain
dimana seorang
Keinginan
karyawan
untuk
memiliki
Meninggalkan
kemungkinan
Organisasi
untuk
meninggalkan
organisasi atau
mengundurkan
diri secara
sukarela dari
pekerjaannya.
Nofiyanti, F.
(2020)
2 Lingkungan Kerja lingkungan kerja Pelayanan Candana, D.
Buruk adalah karyawan M. (2019)
keseluruhan alat kurang baik
Kondisi kerja
perkakas dan
yang buruk
bahan yang
Hubungan
dihadapi,
kerja tidak
lingkungan
baik
sekitarnya di
mana seseorang
bekerja, metode
kerjanya, serta
pengaturan
kerjanya baik
sebagai
perseorangan
maupun sebagai
kelompok
Candana, D. M.
(2019)

1.6.5 Rancangan Analisis Data dan Uji Hipotesis (Manajemen Keuangan, SDM,
Pemasaran)
Menurut Aoliso, A., & Lao, H. (2018), Bahwa Manajemen keuangan
perusahaan adalah salah satu bidang manajemen fungsional perusahaan yang
berhubungan dengan pengambilan keputusan investasi jangka panjang, dan
pengelolaan modal kerja perusahaan yang meliputi investasi dan pendanaan
jangka pendek. Dengan kata lain manajemen keuangan perusahaan merupakan
bidang keuangan yang menerapkan prisnispprinsip keuangan dalam suatu
organisasi perusahaan untuk mencapai dan mempertahankan nilai melalui
pengambilan keputusan dan pengelolaan sumber daya yang tepat.
Menurut Aoliso, A., & Lao, H. (2018) Manajemen keuangan adalah
merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, dan mengendalikan pencarian
dana dengan biaya yang serendah-rendahnya dan menggunakannya secara efektif
dan efisien untuk kegiatan operasi organisasi.
Menurut Candana, D. M. (2019) Manajemen Keuangan dapat diartikan
sebagai manajemen dana yang baik yang berkaitan dengan pengalokasian dana
dalam berbagai bentuk investasi secara efektif maupun usaha pengumpulan untuk
pembiayaan investasi atau pembelajaran secara efisien. Dari teori-teori di atas,
dapat disimpulkan bahwa manajemen keuangan merupakan usaha pengelolaan
dana yang dikumpulkan dan dialokasikan untuk membiayai segala aktivitas
perusahaan dalam rangka mencapai tujuan dari perusahaan tersebut.
Fungsi Manajemen Keuangan
Tugas utama manajemen keuangan adalah mengambil keputusan yang
mencakup perusahaan dalam memperoleh dana dan juga cara mengalokasikan
dana tersebut. Dari pengertian tersebut, ada fungsi manajemen keuangan menurut
Chandra, D. A. (2018) yaitu sebagai berikut:
1. Penggunaan dana (Keputusan Infestasi)
2. Memperoleh Dana (keputusan pendanaan)
3. Pembagian laba (kebijakan dividen)
Keputusan investasi akan tercemin pada sisi aktiva perusahaan. Dengan
demikian akan mempengaruhi struktur kekayaan perusahaan, yaitu perbandingan
antara aktiva lancar dengan aktiva tetap. Sebaliknya keputusan pendanaan dan
kebijakan deviden akan tercemin pada sisi pasiva perusahaan. Apabila hanya
memperhatikan dana yang tertanam dalam jangka waktu yang lama, maka
perbandingan tersebut sebagai struktur modal. Apabila diperhatikan baik dana
jangka pendek maupun dana jangka panjang, perbandingan disebut sebagai
struktur finansial. Keputusan pendanaan dan kebijakan dividen mempengaruhi
kedua struktur tersebut.
Tujuan Manajemen Keuangan
Tujuan manajemen keuangan menyangkut kegiatan perencanaan, analisis, dan
pengendaliaan yang dilakukan oleh manajer keuangan. Untuk mempertahankan
keberlangsungan oprasional perusahaan banyak keputusan keuangan yang perlu
diambil oleh manajer keuangan. Keputusan keuangan dapat diambil dengan benar
apabila hal tersebut sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai perusahaan. Secara
umum tujuan manajemen keuangan dalam jangka pendek adalah menghasilkan
laba yang optimal. Agar para pemilik dapat menerima return yang lebih besar dari
investasi yang dilakukan perusahaan selama kegiatan operasionalnya. Namun
secara normatif tujuan keputuasan keuangan adalah untuk memaksimumkan nilai
perusahaan Nofiyanti, F. (2020)

Analisis Laporan keuangan yang Digunakan


Undang-undang perkoperasian di Indonesia telah mengalami banyak
perubahan. Begitu juga dengan peraturan penilaian kesehatan koperasi,
berdasarkan PERDEP No.06/Per/Dep.6/IV/2016, hasil penilaian kesehatan KPRI
Maju dan KPRI KGKP diklasifikasikan dalam 4 (empat) kategori, yaitu: Sehat,
Cukup Sehat, Dalam Pengawasan dan Dalam Pengawasan Khusus”. Penilaian
kesehatan koperasi sangat diperlukan untuk mengetahui kondisi tingkat kesehatan
sehingga koperasi dapat mengambil keputusan yang hendak diambil untuk
kemajuan koperasi selanjutnya. Ruang lingkup penilaian kesehatan KPRI meliputi
penilaian terhadap beberapa aspek sebagai berikut:

Sumber Daya Manusia


Definisi pengembangan sumber daya manusia menurut Rose, T., & Nofiyanti,
F. (2020) adalah Pengembangan sumber daya manusia mempunyai ruang lingkup
yang lebih luas dalam upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan,
kemampuan, sikap dan sifat-sifat kepribadian sebagai upaya persiapan para
karyawan untuk memegang tanggung jawab pekerjaan di waktu yang akan datang.

Daftar Pustaka
Amna, A., & Xu, M. (2018). Combating toxic workplace environment.

Atmadja, S. T. (2019). Workplace Toxicity, Leadership Behaviors, and Leadership Strategies.

Coldwell, D. A. (2019). Negative Influences of the 4th Industrial Revolution on the Workplace:
Towards a Theoretical Model of Entropic Citizen Behavior in Toxic Organizations. 2670.

Creech, G. (2020). “Real” Insider Threat: Toxic Workplace Behavior in the Intelligence Community.
0(0), 1-27.

firdaus, a. (2017). AKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TURNOVER INTENTION. 1(1).

Fitriyani, N. F., & Luzvinda, L. (2019). 7(2), 2654-7244.


Gibson, J. I. (2000). Organization : Behaviour structure proceses tenth edition. new york: Mc Graw
Hill.

Jeongdoo , P., & Hyounae, (. M. (2020). Turnover intention in the hospitality industry: A meta-
analysis.

Jimmy, S., & I Gusti, B. S. (2019). PENGARUH KEPUASAN KERJA TERHADAP TURNOVER INTENTION.
8(06), 3700-3729.

Khomaryah, E., Pawenang, S., & A.B, H. S. (2020). TURNOVER INTENTION PT. EFRATA RETAILINDO
DITINJAU DARI BEBAN KERJA, LINGKUNGAN KERJA DAN KEPUASAN KERJA. 3(1), 2623-0690.

Kim, W., & Hyun, Y. S. (2017). The impact of personal resources on turnover intention: the mediating
effects of work engagement.

Kusy, M. &. (2009). Toxic workplace!: Managing toxic personalities and their systems of power . San
Francisco, C.A: John Wiley & Sons.

Lata, B. S., & Shalini, S. (2021). Linking workplace ostracism to turnover intention: A moderated
mediation approach. 244-256.

Mathis, R., & Jackson , J. (2006). Human Resource Management. AlihBahasa. jakarta: salemba
empat.

Oscar, B., & Sumirah, D. (2019, maret). Pengaruh Grooming Pada Customer Relations Coordinator
(CRC) Terhadap Kepuasan Pelanggan di PT Astra international TBK Toyota Sales Operation
(Auto2000) Pasteur Bandung. 9(1), 2087-3077.

Park, I.-j., Kim , P. B., Hai, S., & Dong, L. (2020). Relax from job, Don’t feel stress! The detrimental
effects of job stress and buffering effects of coworker trust on burnout and turnover
intention. (45), 559–568.

Rasool, S. F., Wang , M., Tang, M., Saeed, A., & Iqbal, J. (2021). How Toxic Workplace Environment
Effects the Employee Engagement: The Mediating Role of Organizational Support and
Employee Wellbeing. 18(5), 2294.

Richard, B., Gunderman, M. P., Emma, M. Z., & Sechrist, M. (2018). How Neglect Fosters Workplace
Toxicity.

samma, R. f., Rashid , M., Madeeha, S., Yan, Z., & Amna, A. (2019, may 5). Positioning Depression as
a Critical Factor in Creating. 11(2589).

Santiago, J. R. (2018). TOXIC WORKPLACE AND ITS EFFECTS ON PRODUCTIVITY.

Shi, X., Gordon, S., & Tang, C.-H. (2021). Momentary well-being matters: Daily fluctuations in hotel
employees’ Turnover Intention. 83, 104212.

TAŞTAN, S. B. (2017). Toxic Workplace Environment: In Search for the Toxic Behaviours in
Organizations with a Research in Healthcare Sector. 8(1), pp. 83-109.

Teresa A, D. (2020). Organizational Toxin Handlers.

Wahyuni, A. S., Zaika, Y., & Anwar, R. (2014). ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
TURNOVER INTENTION (KEINGINAN BERPINDAH) KARYAWAN PADA PERUSAHAN JASA
KONSTRUKSI. 8(2), 1978 - 5658.
Wang, C., Xu, J., Zhang, T. C., & Li, Q. M. (2020). Effects of professional identity on turnover intention
in China's hotel employees: The mediating role of employee engagement and job
satisfaction. (45), 10-22.

Wang, Z., Zaman, S., Rasool, F. S., Zaman, U. Q., & Amin, A. (2020). Exploring the Relationships
Between a Toxic Workplace Environment, Workplace Stress, and Project Success with the
Moderating Effect of Organizational Support: Empirical Evidence from pakistan. 13, 1055-
1067.

White, P. E., & Schoonover-Shoffner, K. (2016). Surviving(Even Thriving?) in a toxic workplace. 33(3),
142-149.

wikipedia. (n.d.). toxic workplace.

Yang, Y., & Chen, J. (2020). Related factors of turnover intention among pediatric nurses in mainland
China: A structural equation modeling analysis. 0882-5963.

Anda mungkin juga menyukai