Anda di halaman 1dari 18

Pengkajian Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu,
pengukuran intensitas nyeri sangat subyektif dan individual (Tamsuri, 2007). Tingkat keparahan
subjek penelitian tentang nyeri merupakan karakteristik yang paling subyektif (Prasetyo, 2010).

Subyektif (Self Report)


NRS (Numeric Rating Scale)
Merupakan alat penunjuk laporan nyeri untuk mengidentifikasi tingkat nyeri yang sedang terjadi
dan menentukan tujuan untuk fungsi kenyamanan bagi klien dengan kemampuan kognitif yang
mampu berkomunikasi atau melaporkan informasi tentang nyeri.

Gambar 2.1 Numeric Rating Scale (NRS)


VAS (Visual Analog Scale)
Cara lain untuk menilai intensitas nyeri yaitu dengan menggunakan Visual Analog Scale (VAS).
Skala berupa suatu garis lurus yang panjangnya biasanya 10 cm (atau 100 mm), dengan
penggambaran verbal pada masing– masing ujungnya, seperti angka 0 (tanpa nyeri) sampai angka
10 (nyeri terberat). Nilai VAS 0 - <4 = nyeri ringan, 4 - <7 = nyeri sedang dan 7-10 =nyeri berat.

Gambar 2.2 Visual Analogue Scale (VAS)


Faces Analog Scale

Skala ini digunakan untuk mengetahui tingkat nyeri, terdiri dari enam wajah kartun yang
diurutkan dari seorang yang tersenyum (tidak ada rasa sakit), meningkat wajah yang kurang
bahagia hingga ke wajah yang sedih, wajah penuh air mata (rasa sakit yang paling buruk)
Gambar 2.3 Faces Analoge Scale

Obyektif
Pada pasien yang tidak dapat mengkomunikasikan rasa nyerinya, yang perlu diperhatikan adalah
perubahan perilaku pasien. CPOT (Critical Care Pain Observation Tool) dan BPS (Behavioral

Pain Scale) merupakan instrumen yang terbukti dapat digunakan untuk menilai adanya perubahan
perilaku
tersebut.
Behavioral Pain Scale (BPS)
BPS digunakan untuk menilai rasa nyeri yang dialami pasien pada prosedur yang menyakitkan
seperti tracheal suctioning ataupun mobilisasi tubuh. BPS terdiri dari tiga penilaian yaitu ekspresi
wajah, pergerakan ekstremitas, dan komplians dengan mesin ventilator. Setiap subskala diskoring
dari 1 (tidak ada respon) hingga 4
(respon penuh). Karena itu skor berkisar dari 3 (tidak nyeri) hingga 12 (nyeri maksimal). Skor
BPS sama dengan 6 atau lebih dipertimbangkan sebagai nyeri yang tidak dapat diterima
(unacceptable pain).
Tabel 2.1 The Behavioral Pain Scale (BPS)

Item Description Score


Facial Relaxed 1
Partially tightened 2
Fully tightened 3
Grimacing 4
Upper Limbs No movement 1
Partially bent 2
Fully bent with finger flexion 3
Permanently retracted 4
Compliance with ventilator Tolerating movement 1
Coughing but tolerating
Ventilation for most of thr time 2
Fighting ventilator 3
Unable to control ventilation 4
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri
Nyeri yang dialami individu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor ini dapat
meningkatkan atau menurunkan presepsi nyeri, adapun faktor yang mempengaruhi yaitu:

Pengalaman
Individu yang mempunyai pengalaman multipel dan berkepanjangan dengan nyeri akan lebih
sedikit gelisah dan lebih toleran dibanding orang yang hanya mengalami sedikit
nyeri (Smeltzer & Bare, 2012).
Ansietas
Hubungan antara nyeri dan cemas bersifat kompleks, cemas meningkatkan persepsi terhadap
nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas (Smeltzer & Bare, 2012).
Budaya
Budaya dan etniksitas mempunyai pengaruh pada bagimana seseorang berespon terhadap nyeri
(bagaimana nyeri diuraikan atau seseorang berperilaku dalam berespon terhadap nyeri)
(Smeltzer & Bare, 2012).
Usia
Pengaruh usia pada presepsi nyeri dan toleransi nyeri tidak
diketahui secara luas (Smeltzer & Bare, 2012).
Gaya Koping
Nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuan, baik sebagian maupun keseluruhan. Individu
seringkali menemukan berbagai cara untuk mengembangkan koping terhadap efek fisik dan
psikologis nyeri. Sumber-sumber koping individu seperti berkomunikasi dengan keluarga,
melakukan latihan atau bernyanyi untuk mengurangi nyeri sampai tingkat tertentu
(Potter & Perry, 2006).
Dukungan Keluarga dan Sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat
untuk memperoleh dukungan, bantuan, atau perlindungan. Walaupun nyeri tetap individu
rasakan, tetapi dengan kehadiaran orang yang dicintai akan meminimalkan kesepian dan
ketakutan (Potter & Perry, 2006).

Latihan Stretching
Definisi Exercise
Exercise merupakan salah satu manajemen non farmakologis yang lebih aman digunakan karena
menggunakan proses fisiologis (Woo & McEaney, 2010). Sedangkan menurut Harry (2007)
dengan melakukan exercise tubuh akan menghasilkan endorphin. Endorphin dihasilkan di otak
dan susunan syaraf tulang belakang. Hormon ini
berfungsi sebagai obat penenang alami, sehingga menimbulkan rasa nyaman.
Kadar endorphin dalam tubuh yang meningkat dapat mengurangi rasa nyeri pada saat kontraksi.
Exercise/latihan fisik terbukti dapat meningkatkan kadar endorphin empat sampai lima kali di
dalam darah, sehingga semakin banyak melakukan exercise maka akan semakin tinggi pula kadar
endorphin (Harry, 2007). Ketika seseorang melakuka exercise, maka endorphin akan keluar dan
ditangkap oleh reseptor di dalam hipothalamus dan sistem limbik yang berfungsi untuk mengatur
emosi. Peningkatan endorphin berhubungan erat dengan penurunan rasa nyeri, peningkatan daya
ingat, memperbaiki nafsu makan, kemapuan
seksual, tekanan darah dan pernapasan (Harry, 2007).
Adapun salah satu exercise/latihan untuk menurunkan intensitas nyeri haid adalah dengan
melakukan abdominal stretching exercise. Abdominal stretching exercise merupakan suatu
latihan peregangan otot terutama pada perut yang dilakukan selama 10 menit. Latihan-latihan ini
dirancang untuk meningkatkan kekuatan otot, daya tahan, dan fleksibilitas otot sehingga
diharapkan dapat menurunkan nyeri haid (dismenore) pada wanita. Latihan ini
sebaiknya dilakukan pada saat nyeri haid (Thermacare, 2010).
Manfaat Latihan Stretching
Adapun manfaat stretching menurut Alter (2008) antarain
lain:
Meningkatkan kebugaran fisik seorang atlet.
Mengoptimalkan daya tangkap, latihan, dan penampilan atlet
pada berbagai bentuk dengan gerakan terlatih.
Meningktakan mental dan relaksasi fisik.
Meningkatkan perekembangan kesadaran tubuh.
Mengurangi resiko keselo sendi dan dan cidera otot (kram)
Mengurangi risiko cidera punggung.
Mengurangi rasanyeri otot dan ketegangan otot.
Mengurangi rasa sakit pada saat menstruasi (dismenore) pada atlet wanita.
Teknik Latihan Abdominal Stretching
Adapun langkah-langkah latihan abdominal stretching
sebagai berikut:
Cat Stretch
Posisi awal : tangan dan lutut di lantai, tangan dibawah pinggul,
kaki relaks, mata menatap kelantai.
Punggung dilengkungkan, perut digerakan ke arah lantai senyaman mungkin. Tegakkan
dagu dan mata melihat lantai. Tahan selama 10 detik sambil dihitung dengan bersuara,
lalu relaks.

Kemudian punggung digerakan ke atas dan kepala menunduk ke lantai. Tahan selama 10
detik sambildihitung dengan bersuara lalu, relaks.

Duduk diatas tumit, rentangkan lengan ke depan sejauh mungkin. Tahan selama 10 detik
sambil dihitung dengan bersuara, lalu relaks.

Latihan sebanyak 3 kali.

Lower Trunk Rotation


Posisi awal : Posisi tubuh berbaring telentang, lutut ditekuk, kaki dilantai dan kedua lengan di
bentangkan keluar menjauhi
tubuh.
Putar perlahan lutut ke kanan sedekat mungkin dengan lantai. Pertahankan bahu tetap di
lantai. Tahan selama 20 detik sambil dihitung dengan bersuara.
Putar perlahan kemabali lutut ke kiri sedekat mungkin dengan lantai. Pertahankan bahu
tetap di lantai. Tahan selama
20 detik sambil dihitung dengan bersuara, kemudian kemabali keposisi
awal.

Catatan: Bagi yang menginginkan gerakan lebih menantang, angkat kedua lutut ke arah dada,
angkat kaki dari lantai sampai lutut di atas pinggul.putar lutut ke kanan kemudianke kiri. Pastikan
punggung tetap datar ke lantai

Lakukan sebanyak 3 kali.

Buttock/Hip Stretch
Posisi awal :
Letakan bagian luar pergelangan kaki kanan pada paha kiri
diatas lutut.
Pegang bagian belakang paha dan trik ke arah dada senyaman mungkin. Tahan selama 20
detik sambil dihitung dengan bersuara, kemudian kembali ke posisi awal dan relaks.
Lakukan hal yang sama pada kaki kiri.

Lakukan sebanyak 3 kali.

15
Abdominal Strengthening : Curl Up
Posisi awal : badan dalam keadaan berbaring terlentang, lutut ditekuk, kaki dilantai, dan kedua
tangan di bawah kepala.
Lengkungkan punggung dari lantai dan dorong ke arah langit-langit. Tahan selama 20
detik sambil dihitung dengan bersuara.

Ratakan punggung sejajar lantai dengan mengencangkan otot perut dan bokong.
Lengkungkan sebagian tubuh bagian atas ke arah lutut, tahan selama 20 detik.

Lakukan sebanyak 3 kali.

Lower Abdominal Strengthening


Posisi awal : berbearing terlentang, lutut ditekuk, lengan
dibentangkan sebagain keluar.
Letakan bola antara tumit dan bokong. Ratakan punggung bawah ke lantai dengan
mengencangkan otot-otot perut dan bokong.

Pertahanka posisi tersebut, perlahan tarik kedua lutut ke arah dada ambil menarik tumit
dan bola, kencangkan otot bokong. Jangan melengkungkan punggung.

Lakukan selam 15 kali.

16
The Bridge Position
Posisi ini tidak dianjurkan bagi responden yang mengalami sakit
leher.
Posisi awal : berbaring terlentang, lutut ditekuk, kaki dan siku
dilantai, lengan dibentangkan sebagian keluar menjauhi tubuh.
Ratakan punggung di lantai dengan mengencangkan otot-otot
perut dan bokong.
Angkat pinggul dan punggung bawah untuk membentuk garis lurus dari lutut ke dada. Tahan
selama 20 detik dengan bersuara, kemudian perlahan kemabli keposisi awal dan relaks.

Latihan dilakukan sebanyak 3 kali.

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parahnyeri dirasakan oleh individu, pengukuran
intensitas nyeri sangat subyektif dan individual (Tamsuri, 2007).
Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik yang paling subyektif. Pada
pengkajian ini klien diminta untuk menggambarkan nyeri yang dirasakan sebagai nyeri ringan,
sedang maupun berat (Prasetyo, 2010).
Beberapa alat untuk mengukur tingkat intensitas nyeri:

Skala Intensitas Nyeri Numerik Gambar 2.1 Skala Nyeri Numerik

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak Nyeri sedang Nyeri
nyeri hebat

Skala numerik (Numerical Rating Scale, NRS) menggunakan angka 0 sampai 10. Angka 0 diartikan
bahwa kondisi klien tidak merasakan nyeri, sedangkan angka 10 kondisi dimana klien merasakan
nyeri paling berat. Skala ini efektif untuk mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi
terapeutik (Potter dan Perry, 2007).
Skala Deskriptif Verbal

Gambar 2.2 Skala Deskriptif Verbal

No pain Mild pain Moderate pain Severe pain Very Worst


severe possible
pain pain

Skala deskriptif verbal (Verbale Scale Deskriptive, VSD) merupakan salah satu alat ukur
tingkat intensitas nyeri berupa sebuah garis yang
terdiri dari beberapa kalimat pendeskripsi yang tersusun dalam jarak yang sama sepanjang garis
(Prasetyo, 2010).
Skala Analog Visual

Gambar 2.3 Skala Analog Visual

Tidak nyeri Nyeri


sangat hebat
Skala analog visual (Analog Visual Scale, AVS) merupakan suatu garis lurus yang memiliki alat
pendeskripsi pada setiap ujungnya. Skala ini memberi kebebasan penuh pada pasien untuk
mengidentifikasi tingkat intensitas nyeri yang dirasakan(Prasetyo, 2010).
Skala Nyeri Bourbanis

Gambar 2.4 Skala Nyeri Bourbanis

0 1 2 3 45 6 7 8 9 10
Tidak Nyeri Nyeri
Nyeri sedang sangat
berat
Skala nyeri bourbanis merupakan skala respon perubahan perilaku terhadap nyeri yang dikategorikan
sebagai berikut:
0 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang : secara obyektif klien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah
dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak bisa mengikuti perintah tapi masih
merespon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri tetapi tidak bisa mendeskripsikannya.
10 : Nyeri sangat berat : pasien sudah tidak bisa berkomunikasi lagi, memukul.

Kompres Hangat

Definisi

Kompres hangat adalah pengompresan yang dilakukan dengan menggunakan buli-buli panas atau
botol air panas yang di bungkus kain yaitu secara konduksi dimana terjadi pemindahan panas dari
buli-buli ke dalam tubuh sehingga akan menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan akan terjadi
penurunan ketegangan otot sehingga nyeri haid yang di rasakan akan berkurang atau hilang (Potter
dan Perry, 2007).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh (Rehman dkk, 2013) yang berjudul “Approach to
dysmenorrhea in ancient ages and its curret relevance” menyatakan bahwa pemberian kompres
hangat pada penderita dismenore sudah dilakukan sejak abad ke 8 SM di Roma dengan menggunakan
media berupa buli-buli panas, kain atau botol berisi air panas. Terapi kompres hangat dilakukan pada
abdomen bagian bawah hingga suprapubis terbukti dapat menurunkan nyeri pada dismenore primer.
Manfaat kompres hangat

Kompres hangat dapat menurunkan intensitas nyeri, memberikan rasa hangat dan nyaman,
meningkatkan aktivasi sel dan mengurangi peradangan dan spasme otot.
Menurut (Stevens dkk, 2007) (Achjar, 2009) menyatakan bahwa Kompres hangat dapat membuat
pembuluh darah mengalami vasodilatasi sehingga akan memperbaiki aliran darah di dalam jaringan
tersebut.
Penggunaan kompres hangat menyebabkan penyaluran oksigen dan zat- zat makanan ke sel-sel akan
diperbesar sehingga aktivitas sel akan meningkat dan dapat mengurangi rasa sakit serta menunjang
proses penyembuhan luka, radang dan abses. Pada otot-otot, panas akan memberikan efek untuk
menghilangkan ketegangan.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh (Murray, 2015) dengan judul “Are Topical
Heat Patches more Effective at Relieving Pain Associated with Dysmenorrhea than OTC
NSAIDs (Ibuprofen 400mg PO Q8h or Acetaminophen 500 mg Po Q6h) in Menstruasing
Women 18 and over” menyatakan bahwa penggunaan kompres hangat pada penderita
dismenore dalam waktu 8 jam pertama dengan suhu 38,90C dapat menurunkan nyeri haid
sebanyak 70%, sedangkan pada penggunaan ibuprofen dan acetaminophen dapat
menurunkan nyeri haid sebanyak 55%. Hal ini menunjukkan penggunaan kompres hangat
lebih efektif untuk mengurangi nyeri dismenore dibandingkan dengan konsumsi ibuprofen
dan acetaminophen.
Teknik pelaksanaan kompres hangat

Menurut (Stevens dkk, 2007) persiapan alat untuk melakukan kompres hangat dengan buli-buli panas
adalah buli-buli panas, termos berisi air panas, lap bersih dan thermometer. Cara memberikan
kompres dengan buli-buli panas sebagai berikut:
Cuci tangan
Melakukan pemasangan terlebih dahulu pada buli-buli panas dengan cara: mengisi buli-buli
dengan air panas, kecangkan penutupnya kemudian membalik posisi buli-buli berulang-
ulang, lalu kosongkan isinya. Siapkan dan ukur air yang diinginkan (50-600C).
Isi buli-buli dengan air panas sebanyak kurang lebih setengah bagian dari buli-buli tersebut.
Lalu keluarkan udaranya dengan cara:
Letakkan atau tidurkan buli-buli di atas meja atau tempat dasar

Bagian atas buli-buli dilipat sampai kelihatan permukaan air di leher buli-buli
Kemudian penutup buli-buli di tutup dengan rapat/benar.

Periksa apakah buli-buli bocor atau tidak lalu keringkan dengan lap bersih dan masukkan ke
dalam sarung buli-buli
Bawa buli-buli tersebut ke dekat klien

Letakkan atau pasang buli-buli pada abdomen bagian bawah hingga supra pubis
Kaji secara teratur kondisi klien untuk mengetahui kelainan yang timbul akibat pemberian
kompres dengan buli-buli panas, seperti kemerahan, ketidaknyamanan dan kebocoran.
Ganti buli-buli panas setelah 30 menit dipasang dengan air panas lagi sesuai yang
dikehendaki
Bereskan alat bila sudah selesai

Cuci tangan

ANALISA JURNAL

A. Penelitian Terdahulu yang Relevan


1. Andika, V (2010), dengan judul Pengaruh Hipnoterapi terhadap Intensitas
Nyeri Dismenore Pada Mahasiswa Prodi D III Kebidanan Semarang Poltekkes
Kemenkes Semarang Tahun 2010. Jenis penelitiannya adalah penelitian
analitik quasy experiment. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
perpedaan intensitas nyeri haid sebelum dan setelah pemberian hipnoterapi.
Teknik sampling menggunakan purposive sampling. Analisis data
menggunakan uji Wilcoxon dengan hasil penelitian didapatkan p value sebesar
0,001 (p<0,05) dan nilai Z hitung 6,260 (Zhitung<1,96) yang berarti ada pengaruh
hipnoterapi terhadap Intensitas Nyeri Dismenore Pada Mahasiswa Prodi D III
Kebidanan Semarang Poltekkes Kemenkes.
2. Anindita, A.Y (2010). Judul penelitiannya adalah Pengaruh Kebiasaan
Mengkonsumsi Minuman Kunyit Asam Terhadap Keluhan Dismenore Primer
pada Remaja Putri Di Kotamadya Surakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui adanya pengaruh mengkonsumsi minuman kunyit asam
terhadap keluhan dismenore pada remaja putri di Kotamadya Surakarta. Jenis
penelitiannya adalah observasional analitik dengan menggunakan pendekatan
cross sectional. Analisis data menggunakan metode Chi Square dan diperoleh
X2 hitung 25,4542 sedangkan X2 tabel 3,841, taraf signifikansi 0,05. Dari hasil
tersebut terdapat pengaruh kebiasaan mengkonsumsi minuman kunyit asam
terhadap keluhan dismenore primer pada remaja putri di Kotamadya Surakarta.
3. Puji, I. (2010). Efektifitas Senam Dismenore dalam Mengurangi Dismenore
pada Remaja Putri di SMAN 5 Semarang. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui keefektivitasan senam haid dalam mengurangi nyeri
dismenore pada remaja. Jenis penelitian ini adalah quasy eksperiment dengan
uji analisis paired t test. Hasil penelitiannya adalah nilai t hitung 4,525 dan
nilai t tabel 1,761 sehingga bisa ditarik kesimpulan bahwa senam haid efektif
untuk mengurangi nyeri dismenore pada remaja.
4. Oktaviana, A dan Imron, R. (2012). Menurunkan nyeri dismenorea dengan
kompres hangat. Jurnal Keperawatan, volume VIII No.2. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kompres hangat terhadap
penurunan nyeri dismenore pada mahasiswi kebidanan Tanjung Karang. Jenis
penelitiannya adalah quasi eksperiment dengan menggunakan analisis uji
paired t test. Hasil penelitiannya adalah p value 0,00.<0,05 sehingga terdapat
perbedaan yang signifikan antara tingkat nyeri sebelum dan sesudah dilakukan
kompres hangat
5. Aziato, L. et al. (2014). Dysmenorrhea management and coping among
students in Ghana: A qualitative exploration. Journal of Pediatric and
Adolescent Gynecology. Tujuan penelitannya adalah untuk mengetahui secara
mendalam managemen koping dismenore pada wanita muda di Ghana. Jenis
penelitiannya adalah studi kualitatif fenomenologi. Hasil penelitiannya adalah
managemen koping wanita dewasa Ghana terhadap dismenore adalah dengan
cara farmakologi (konsumsi obat dan herbal) dan non farmakologi (kompres
hangat, senam, dan diet).
6. Marliana, M.T. (2014) Pengaruh Yoga Terhadap Tingkat Dysmenorhea pada
Mahasiswi Tingkat I DIII Kebidanan STIKes Kuningan. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui pengaruh yoga terhadap dysmenorhea pada
mahasiswi DIII Kebidanan STIKes Kuningan. Jenis penelitian ini adalah
kuantitatif dengan metode experimental, rancangan yang digunakan adalah
quasy-experimental menggunakan pretest-posttest with control group design.
Dengan menggunakan uji statistik Mann Whitney, diperoleh hasil p value 0,00
maka terdapat pengaruh yoga terhadap dysmenorhea pada mahasiswi D III
Kebidanan STIKes Kuningan.
7. Zannoni, L. et al., 2014. Original Study Dysmenorrhea , Absenteeism from
School , and Symptoms Suspicious for Endometriosis in Adolescents. Journal
of Pediatric and Adolescent Gynecology. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui prevalensi dismenore dan tingkat absensi sekolah/kerja pada
wanita (umur 14-20 tahun). Tempat penelitian adalah di Ravenna, Imola, dan
Lugo, Italia. Jenis penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Hasil
dari penelitian tersebut adalah 68% (170/250) subjek penelitian mengeluhkan
dismenore, 12% (30/250) tidak masuk sekolah/kerja, 13% (33/250) tidak bisa
beraktivitas secara maksimal. Dengan menggunakan Odd Ratio dapat diketahui
bahwa tingkat absensi sekolah/kerja wanita yang mengalami dismenore adalah
28 kali lebih besar daripada yang tidak mengalami dismenore.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian di atas adalah terletak
pada variabel, tempat penelitian, desain penelitian dan uji statistik yang digunakan.
Kebanyakan penelitian di atas menggunakan desain quasy experiment dan ada yang
merupakan penelitian kualitatif, sedangkan penelitian ini menggunakan rancangan
analitik experimental dengan desain Randomized Controlled Trial (RCT). Uji
statistik yang digunakan juga berbeda, penelitian di atas menggunakan t test atau Chi
Square untuk mencari pengaruh/perbedaan, sedangkan penelitian ini menggunakan
Kruskal Wallis.

Anda mungkin juga menyukai