Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA) DI

APOTEK DOMAT ANUGRA FARMA

Analisis Pola Peresepan Pasien Asma di Apotek Domat


Anugra Farma

DISUSUN OLEH:
Sofy Indah Pratiwi, S. Farm
NIM 2000706001110127

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020

157
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asma merupakan penyakit inflamasi kronik salura napas yang
ditandai dengan adanya mengi episodik, batuk dan rasa sesak di dada dan rasa
berat di dada terutama pada malam atau dini hari yang umumnya bersifat
reversible baik dengan atau tanpa pengobatan. Asma bersifat fluktuatif (hilang
timbul) yang artinya dapat tenang tanpa gejala tidak mengganggu aktifitas tetapi
dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat bahkan dapat menimbulkan
kematian (Gloal Initiative for Ashtma, 2015).
Adapun faktor resiko terjadinya asma antara lain faktor genetik,
adanya atopi, hiperresponsif saluran pernafasan, jenis kelamin, ras/etnik, faktor
lingkungan seperti alergen binatang, jamur, tepung, sari bunga, asap rokok,
polusi udara, infeksi saluran pernafasan, infeksi parasite, status sosioekonomi,
obesitas, perubahan cuaca, aktivitas fisik, serta diet dan obat (PDPI, 2003).
Asma mempunyai tingkat fatalitas yang rendah namun jumlah kasus
asma yang terjadi di masyarakat cukup banyak . WHO memperkirakan 100-150
juta penduudk di dunia menderita asma dan jumlah ini diperkirakan akan terus
bertambah sebesar 180.000 orang setiap tahun (Depkes RI, 2005).
Tujuan tatalaksana penyakit asma yaitu untuk mengatasi gejala,
mengembalikan fungsi paru ke keadaan sebelum serangan, mencegah terjadinya
kekambuhan dan mencegah kematian

Pola peresepan untuk penatalaksanaan pasien asma sangatlah bervariasi


tergantung dari jenis dan golongan obat anti asma. Namun untuk mendapatkan
keberhasilan terapinya diperlukan peresepan yang rasional. Menurut Permenkes
(2011), kriteria peresepan yang rasional meliputi tepat diagnosis, tepat indikasi,
tepat pemilihan obat, tepat dosis, tepat cara pemberian, tepat interval waktu
pemberian, tepat lama pemberian, waspada efek samping obat, tepat penilaian
informasi, dan tepat penyerahan obat. Sedangkan peresepan yang tidak rasional
meliputi peresepan berlebih (over prescribing), peresepan kurang (under

158
prescribing), peresepan majemuk (multiple prescribing) dan peresepan salah
(incorrect prescribing).

Pemberian obat anti asma yang rasional sebagai usaha penatalaksanaan


penyakit asma merupakan salah satu kunci keberhasilan terapi asma. Berdasarkan
data pengamatan selama mahasiswa melaksanakan PKPA di apotek, obat anti asma
dan bronkodilator yang diresepkan untuk pasien asma cukuplah tinggi. Dengan
demikian, penulis tertarik untuk mengkaji analisa pola peresepan pada pasien asma
di Apotek Domat Anugra Farma.

Tujuan
Tujuan dari penyusunan laporan analisa pola swamedikasi ini yaitu
untuk mengetahui pola peresepan untuk penyakit asma di Apotek Domat Anugra
Farma.

159
BAB II
POLA PERESEPAN

2.1 Pola Peresepan Antibiotik pada Pasien ISPA di Apotek Domat Anugra
Farma
Studi pola peresepan antibiotik pada pasien ISPA yang dilakukan pada 40
resep dimulai pada bulan Juli – Desember 2019. Metode analisa yang digunakan
pada penelitian ini yaitu analisa deskriptif. Berdasarkan hasil studi didapatkan data
peresepan sebagai berikut:

Tabel 2.1 Distribusi Frekuensi Obat Antiasma pada pasien Asma di Apotek
Domat Anugra Farma pada Juli 2019 – Desember 2019

No Nama Obat Kandungan / Golongan Frekuensi Persentase


. kekuatan Obat (%)
1. Nairet Terbutalin β2 agonis 18 29,03
(SABA)
2. Retaphyl SR Teofilin 300 mg Metil xantin 11 17,74
3. Ventolin inhaler Salbutamol β2 agonis 8 12,90
(SABA)
4. Salbron 2 mg Salbutamol 2 mg β2 agonis 7 11,29
(SABA)
5. Theobron Teofilin 130 mg Metil xantin 5 8,06
6. Salbutamol Salbutamol 2 mg β2 agonis 5 8,06
(SABA)
Salbutamol 4 mg β2 agonis 2 3,22
(SABA)
7. Meptin Procaterol HCl β2 agonis 3 4,83
hemihydrate 50 mcg (LABA)
8. Lasal Salbutamol 4 mg β2 agonis 1 1,61
(SABA)
9. Teofilin Teofilin 130 mg Metil xantin 1 1,61
10. Euphylin Retard Anhydrous Metil xantin 1 1,61
Theophylline 250

160
mg
Total 81 100

35
Persentase (%)
30

25

20

15

10

0
re
t R er ro
n on g g tin al lin ar
d
i lS al lb br m m
ep La
s
ofi et
Na phy
i nh
S a eo
ol 2
ol 4
M Te R
ta l in Th m m lin
Re nto u ta uta p hy
Ve lb lb Eu
Sa Sa

Gambar 1. Diagram Batang Distribusi Frekuensi obat Anti Asma pada pasien
Asma di Apotek Domat Anugra Farma pada Juli 2019 – Desember 2019

Berdasarkan data distribusi frekuensi obat anti asma diatas terdapat 81 kali
peresepan obat asma pada pasien asma di bulan Juli 2019 – Desember 2019 dari 12
jenis obat asma. Dari data diatas dapat diketahui persentase
tertinggi yaitu pada penggunaan obat nairet yang mengandung terbutalin sebesar
29,03%. Adapun distribusi frekuensi anti asma pada pasien asma jika berdasarkan
golongan obatnya, maka didapatkan data sebagai berikut:

Tabel 2.2 Distribusi Frekuensi Antibiotik pada pasien ISPA berdasarkan


Golongan Obat

No Nama Golongan Nama Obat Frekuensi Persentase


1. β2 agonis Salbron 44 70,09
Salbutamol 2 mg
Salbutamol 4 mg
Ventolin inhaler

161
Lasal
Nairet
Meptin
3. Metil Xantin Theobron 18 29,91
Teofilin
Retaphyl SR
Euphylin Retard
Total 62 100

80
Persentase (%)
70
60
50
40
30
20
10
0
β2 agonis Metil Xantin

Gambar 2. Distribusi Frekuensi Golongan Anti Asma pada Pasien Asma


Berdasarkan Golongan

Berdasarkan data distribusi frekuensi obat antti asma pada pasien asma jika
berdasarkan golongan obatnya maka didapatkan hasil bahwa golongan obat β2
agonis merupakan golongan yang paling banyak diresepkan yaitu sebesar 70.09%,
kemudian penggunaan golongan antihistamin sebesar 23,46%, dan penggunaan
golongan metil xantin sebesar 29.91%.

Pembahasan

162
Tujuan utama penatalaksanaan Asma adalah mencapai asma terkontrol sehingga
penderita dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-
hari. Untuk mencapai keadaan asma yan tekontrol maka penatalaksanaannya dapat
dilakukan menggunakan terapi farmakologi berupa obat-obatan golongan antiasma
yang mempunyai efek bronkodilator . beberapa jenis obat yang biasa digunakan
dalam peresepan pada pasien asma antara lain sebagai berikut

1. β2 agonis

Agonis beta atau agonis adrenergik beta adalah golongan obat bronkodilator
yang digunakan untuk melegakan pernapasan. Agonis beta diberikan untuk
menangani kondisi asma dan penyakit obstruksi jantung kronis (PPOK).
Agonis beta bekerja dengan mengaktifikan sel beta-2 reseptor yang berfungsi
melemaskan otot-otot pada saluran pernapasan dan membuka jalan napas.
Jalan napas yang terbuka dapat membantu untuk meredakan sesak napas
yang diderita oleh pasien asma. Obat ini tidak digunakan secara regular
melainkan hanya diberikan ketika sesak. Jenis jenis agonis beta antara lain :

 Obat-obat agonis beta short-acting:


o Salbutamol , dengan dosis
- Oral
Remaja usia 12 tahun hingga dewasa: 2-4 mg, 3-4 kali sehari.
Dosis bisa ditingkatkan hingga 8 mg, 3-4 kali sehari.
Anak usia 2-6 tahun: 1-2 mg, 3-4 kali sehari.
Anak usia 6-12 tahun: 2 mg, 3-4 kali sehari.
Lansia: 2 mg, 3-4 kali sehari.
- Inhaler
Dewasa: 4 kali hirup kemudian dilanjutkan 2 kali hirup tiap 2
menit, tergantung respons pasien. Maksimal 10 kali
pemakaian inhaler dalam sehari.
o Terbutaline, dengan dosis
- Oral

163
Remaja usia 16 tahun hingga dewasa: dosis awal 2,5 -3 mg, 3
kali sehari. Dosis bisa ditingkatkan hingga 5 mg, 3 kali sehari.
Anak usia kurang dari 12 tahun: 0,05 mg/kgBB, 3 kali sehari.
Dosis bisa ditingkatkan secara bertahap hingga 5 mg per hari.
Remaja usia 12-15 tahun: 2,5 mg, 3 kali sehari.
- Inhaler
Dewasa: 250-500 mcg sesuai kebutuhan, dosis maksimal
2.000 mcg per hari.
Dewasa: untuk larutan nebulizer 1%, dosis yang diberikan
2,5-10 mg, 2-4 kali sehari.
Anak dengan berat badan kurang dari 25 kg: 2-5 mg, 2-4 kali
per hari.
Anak dengan berat badan 25 kg atau lebih: 5 mg, 2-4 kali per
hari.
 Obat-obat agonis beta long-acting:
o Formoterol
o Olodaterol
o Salmeterol
 Obat beta agonis ultra-long acting:
o Indacaterol

2. Metil xantin
Obat golongan ini bekerja dengan hambatan pada enzim fosfodiesterase yang
menyebabkan bronkodilatasi sehingga memperlebar jalan nafas. Contoh obat
golongan ini yaitu teofilin, aminofilin, teobromin dan kafein (Sweetman,
2009).

3. Antikolinergik
Anti muskarinik menghambat pengeluaran asetilkolin pada reseptor
muskarinik. Pada saluran nafas, asetilkolin dihasilkan oleh n.vagus.
Penghambatan terhadap asetil kolin akan menyebabkan blokade pada

164
kontraksi otot polos bronkus dan sekresi kelenjar pada mukosa saluran nafas.
Contoh obat golongan ini yaitu atropine, ipratropium bromide (Sweetman,
2009).
4. Kortikosteroid
Kortikosteroid merupakan obat antialergi dan antiinflamasi. Pada kasus
asma, kortikosteroid memiliki mekanisme menurunkan reaktivitas bronkus,
meningkatkan diameter saluran nafas dan menurunkan frekuensi
kekambuhan asma. Contoh obat golongan kortikosteroid yaitu prednisolone,
metilprednisolon, hidrokortison (Sweetman, 2009).
5. Antihistmamin
Obat golongan antihistamin seperti ketotifen pada dasarnya berfungsi
sebagai pengontrol asma yang digunakan sebagai terapi tambahan asma
untuk mengurangi frekuensi, durasi, dan tingkat keparahan penyakit asma.
Namun, ketotifen tidak bisa digunakan untuk meredakan kondisi pasien saat
asma menyerang. Obat ini bekerja dengan menghentikan efek histamin
penyebab reaksi alergi (Sweetman, 2009).

Keberhasilan terapi asma salah satunya dapat dilihat dari terkontrolnya asma
pada pasien setelah pasien tersebut menerima terapi obat asma. Namun untuk
mendapatkan keberhasilan terapinya, diperlukan suatu strategi pengobatan yang
rasional. Menurut WHO tahun 2000, dikatakan pemakaian obat yang rasional jika
memiliki kriteria sesuai dengan indikasi penyakit, tersedia setiap saat dengan harga
yang tejangkau, diberikan dengan dosis yang tepat, lama dan frekuensi pemberiaan
yang efektif, dengan mutu yang terjamin dan aman.

Setelah dilakukan pengamatan dan pendataan yang dilakukan selama Praktek


Kerja Profesi Apoteker terhitung sejak Juli – Desember 2019, obat-obatan yang
paling sering diresepkan untuk pasien asma dengan persentase 70,09% yaitu dari
golongan beta agonis seperti salbutamol, procaterol dan terbutaline. Golongan
simpatomimetik dapat manfaat yang lebih besar dan bronkodilator yang paling
efektif dengan efek samping umumnya berlangsung dalam waktu singkat dan tidak
ada efek kumulatif yang dilaporkan pada terapi asma. Penggunaan langsung melalui
inhalasi akan meningkatkan bronkoselektifitas, memberikan efek yang lebih cepat

165
dan memberikan efek perlindungan yang lebih besar terhadap rangsangan (misalnya
alergen, latihan (olahraga) yang menimbulkan bronkospasme dibandingkan bila
diberikan secara sistemik (Abdul Muchid,2007)

Selanjutnya untuk golongan metilxantin (teofilin) dengan persentase


sejumlah 29,91 % diresepkan dengan tujuan dapat merelaksasi secara langsung otot
polos bronki dan pembuluh darah pulmonal sehingga memberikan efek
bronkodilator. Obat ini tidak memberikan efek bronkodilator yang lebih kuat dari
obat agonis beta 2 kerja singkat, sehingga obat ini diberikan bersama obat agonis
beta 2 untuk meningkatkan efek bronkodilator, ketika tidak ada respon dengan obat
agonis beta 2 atau pada pasien serangan berat (Abdul Muchid, 2007).

Pada pola peresepan diatas, dapat diketahui bahwa obat yang paling banyak
diresepkan merupakan obat dengan merek dagang dimana persentase tertinggi obat
yang diresepkan yaitu obat profilas dengan kandugan ketotifen hydrogen kemudian
diikuti oleh nairet dengan kandungan terbutaline. Berdasarkan guidline , terapi lini
pertama yang diberikan pada pasien dengan serangan asma yaitu obat golongan
bronkodilator seperti beta-2 agonis (salbutamol dan terbutaline) dimana obat ini
berfungsi melebarkan saluran nafas sehingga dapat mengembalikan kondisi pasien
seperti semula. Obat golongan antihistmain dapat diberikan pada kasus asma dengan
kondisi terkontrol, atau dapat diberikan bersama dengan golongan beta-2 agonis
untuk mengurangi frekuensi serta menurunkan tingkat keparahan serangan asma
(Abdul Muchid, 2007).

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pola peresepan obat anti asma pada pasien asma di apotek Domat Anugra
Farma bulan Juli-Desember 2019 menunjukkan frekuensi terapi pemberian obat
golongan Beta 2 agonist sebesar 70,09% dan frekuensi terapi pemberian obat

166
golongan metil xantin sebesar 29,91%. Pola peresepan yang paling banyak diberikan
untuk pasien yaitu dari golongan SABA dimana ini sudah sesuai dengan guidline
yaitu SABA sebagai terapi lini pertama pasien asma karena kerjanya yang cepat.

3.2 Saran

Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang pola peresepaan obat untuk Asma dan
intervensi profesional apoteker terhadap ketidaktepatan terapi serta duplikasi terapi
yang diberikan dokter terhadap pasien. Intervensi dapat berupa rekomendasi ke
dokter terkait duplikasi obat dan pemberian obat yang sesuai serta edukasi terhadap
pasien mengenai efek samping yang terdapat pada obat.

Daftar Pustaka

Abdul Muchid, 2007. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma. Direktorat

Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat

Kesehatan Departmen Kesehatan RI

167
Depkes RI, 2005, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia

GINA (Global Initiative for Astma), 2015, Pocket Guide For Asthma Management
and Prevention.

PDPI (Perhipunan Dokter Paru Indonesia). 2003. PPOK ( Penyakit Paru Obstruksi
Kronik). Pedomen Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.

Permenkes RI. 2011. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan


Indonesia

Sweetman, S.C., 2009, Martindale The Complete Drug Reference, Thirty Sixth
Edition, Pharmaceutical Press, New York

WHO. 2000. Action Programme on Essential Drugs and Vaccines, International

Network for the Rational Use of Drugs. Problem of Irrational Drug


Use.Geneva: World Health Organization.

168

Anda mungkin juga menyukai