Kasus Satyam
Kasus Satyam
1
Prinsip 5 (Keterbukaan dan Transparansi) dan 6 (Tanggung Jawab Dewan
Komisaris dan Direksi) dalam OECD
2
Prinsip 5 (Keterbukaan dan Transparansi) dan 6 (Tanggung Jawab Dewan
Komisaris dan Direksi) dalam OECD
sebagai akuntan publik tidak memiliki kode etik akuntan publik. Diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Independensi
Dalam SA Seksi 220, pada paragraph 02, independensi adalah auditor
mempertahankan sikap yang tidak memihak dalam melaksanakan perkerjaannya.
Namun dalam kenyataannya, PwC mengacuhkan bukti-bukti penggelembungan
dana. Misalnya dalam saldo kas dan bank itu fiktif sebanyak Rs 50,40 miliar
dibandingkan dengan Rs 53,61 miliar yang ditunjukkan dalam pembukuan.
Independensi penampilan merupakan independensi yang dipandang dari pihak-
pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan yang diaudit dan pihak tersebut
mengetahui hubungan antara auditor dan kliennya. PwC India praktis telah
melanggar independensi penampilan karena PwC memiliki hubungan istimewa
dengan Satyam, yakni kemitraan strategis hingga akhir tahun 2009 meski aturan
internasional U.S Securities and Exchange Comission dan standar audit India
melarang kemitraan semacam itu.
2. Integritas dan Objektivitas Akuntan
Integritas mengharuskan seorang auditor untuk bersikap jujur dan berterus terang
tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa, pelayanan dan kepercayaan
publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima
kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak
dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip (Mulyadi). Tetapi dari
dokumen sec yang memeriksa kasus ini, terdapat bukti bahwa PwC melanggar
integritas, seperti PwC yang meskipun mengetahui sistem pengendalian internal
Satyam yang lemah, tetapi tid ak melakukan tindakan untuk melaporkan hasil
temuannya itu.
Objektivitas mengharuskan akuntan publik bebas dari benturan kepentingan dan
tidak boleh membiarkan faktor salah saji material yang diketahuinya dan
mengalihkan pertimbangan kepada pihak lain. PwC jelas melanggar benturan
kepentingan karena tidak memperhatikan independensi penampilan dengan
memiliki hubungan kemitraan strategis dengan Satyam.
3. Standar Umum
Ada beberapa standar yang harus dipatuhi akuntan publik, yakni kompetensi
profesional, kecermatan dan keseksamaan professional, perencanaan dan
3
Prinsip 5 (Keterbukaan dan Transparansi) dan 6 (Tanggung Jawab Dewan
Komisaris dan Direksi) dalam OECD
supervisi, dan data relevan yang memadai. PwC juga melanggar standar umum
akuntan publik. Dari hasil bukti kasus Satyam, diketahui bahwa PwC tidak
memperhatikan kompetensi, kecermatan dan keseksamaan professional dengan
tidak memeriksa secara keseluruhan sejumlah invoice dalam transaksi Satyam.
PwC juga melanggar standar perencanaan dan supervisi karena tidak melakukan
dengan benar pemeriksaan dari awal perikatan audit hingga akhir perikatan audit.
4. Kepatuhan Terhadap Standar
PwC melanggar aturan Indian Audit and Accounts Service (IAAS), yaitu basic
postulate dimana akuntan publik harus mengikuti standar auditing yang berlaku
dan melaporkan hasil temuannya terhadap laporan keuangan. Sedangkan PwC
justru menutupi laporan pemeriksaan audit tersebut.
5. Prinsip-Prinsip Akuntansi
Prinsip akuntansi mengharuskan akuntan publik untuk memeriksa dan
menemukan kejanggalan dalam laporan keuangan penerima jasa. Dalam perikatan
umum, auditor melaksanakan auditnya atas dasar pengujian, bukan atas dasar
pemeriksaan terhadap seluruh bukti. Namun auditor internal Satyam tidak
melakukan pengujian, meneliti atas verifikasi setiap transaksi mulai dari awal
terjadinya transaksi setiap tahun hingga berakhirnya tahun laporan. Selain itu,
auditor juga tidak memverifikasikan cash and bank balance.
6. Fee Profesional
Besarnya fee anggota bervarasi tergantung risiko penugasan, komplesitas jasa
yang diberikan, tingkat keahlian, biaya yang bersangkutan dan hal-hal lannya.
Tetapi ada kejanggalan dalam audit fee PwC yang dibayarkan oleh Satyam. Dari
hasil perbandingan audit fee yang sama-sama menggunakan jasa PwC, yaitu
Satyam, Wipro dan Infosys didapat bahwa pendapatan PwC 2007 sebagai berikut.
Satyam: Wipro: Infosys = 0,059% : 0,006% : 0,004%. Sedangkan pendapatan
PwC tahun 2008 adalah Satyam: Wipro: Infosys = 0,046% : 0,006% : 0,005%.
Bisa dilihat bahwa fee yang dibayarkan oleh Satyam tidak wajar dan berkali-kali
lipat dibanding pesaing Satyam.
4
Prinsip 5 (Keterbukaan dan Transparansi) dan 6 (Tanggung Jawab Dewan
Komisaris dan Direksi) dalam OECD
5
Prinsip 5 (Keterbukaan dan Transparansi) dan 6 (Tanggung Jawab Dewan
Komisaris dan Direksi) dalam OECD
Tindakan tidak benar itu diketahui sistem pengendalian internal Satyam yang
hanya mengabaikan Raju dan justru mengindahkan faktur-faktur palsu dalam
transaksi Satyam. Pelaksanaan tugas masing-masing pihak menjadi tidak jelas.
5. Pertanggungjawaban (responsibility) adalah kesesuaian dalam pengelolaan
perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-
prinsip korporasi yang sehat. Jika dilihat dari standar aturan Indonesia, ada
pelanggaran yang dilakukan Auditor Satyam dan PwC. Misalnya dalam Pasal 55
khususnya ayat (b) dan Pasal 56 UU RI Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan
Publik yang dijadikan sebagai subjek uji materiil Pemohon dinyatakan bahwa
akuntan publik yang dengan sengaja melakukan manipulasi, memalsukan,
dan/atau menghilangkan data atau catatan pada kertas kerja, atau tidak membuat
kertas kerja yang berkaitan dengan jasa yang diberikan.
Dalam hal ini, auditor satyam dan PwC bersalah karena tidak melakukan
pengujian dan verifikasi dari awal terjadinya transaksi hingga pelaporan tiap tahun
juga mengabaikan bukti-bukti berupa invoice palsu dalam transaksi. Raju juga
melanggar Pasal 56 dinyatakan bahwa pihak terasosiasi yang melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, dipidana dengan pidana penjara
paling lama lima tahun dan denda paling banyak 300 juta rupiah.
6
Prinsip 5 (Keterbukaan dan Transparansi) dan 6 (Tanggung Jawab Dewan
Komisaris dan Direksi) dalam OECD
7
Prinsip 5 (Keterbukaan dan Transparansi) dan 6 (Tanggung Jawab Dewan
Komisaris dan Direksi) dalam OECD