Anda di halaman 1dari 2

Ringkasan Novel Lelaki Harimau

Karangan : Eka Kurniawan.

A Book Review: Apa Maunya Mas Eka?

Pada lanskap yang sureal, Margio adalah bocah yang menggiring babi ke dalam
perangkap. Namun di sore ketika seharusnya rehat menanti musim perburuan, ia
terperosok dalam tragedi pembunuhan paling brutal. Di balik motif-motif yang
berhamburan, antara cinta dan pengkhianatan, rasa takut dan berahi, bunga dan darah,
ia menyangkal dengan tandas. “Bukan aku yang melakukannya,” ia berkata dan
melanjutkan, “Ada Harimau di dalam tubuhku.” (Eka Kurniawan dalam Lelaki Harimau). 

“Ajur! Eka Kurniawan membuat pikiran saya ajur. Rasane aku lara pikir bar maca Eka
Kurniawan!” Sambil menulis ulasan ini saya mengumpat indah bedebah bedebah bedebah. Alur
cerita yang dibuat maju undur berkeliling dan asoy dari Eka Kurniawan sukses membuat saya
jatuh cinta sejak pertama kali jumpa. Pengalaman membaca Margio dalam Lelaki Harimau
adalah pertama kalinya bagi saya dalam mengeja siapa itu Eka Kurniawan. Awalnya saya tidak
memiliki ide sedikit pun untuk memberikan gambaran pada diri saya sendiri seperti apakah isi
buku yang akan saya baca ini. Hingga pada pada suatu senja Margio diketahui membunuh
Anwar Sadat.

Pengalaman membaca Eka Kurniawan melalui tulisan-tulisannya saya rasa adalah hal yang harus
dicoba oleh semua orang. Alur yang menggemaskan dalam novel Lelaki Harimau membawa
saya untuk tega misuh-misuh seketika itu juga tidak peduli sedang berada di mana. Tapi
sayangnya saya menulis ulasan Lelaki Harimau setelah saya nonton film “Ziarah” milik BW
Purba Negara yang alurnya lebih bikin saya ingin misuh–yang beberapa saat lagi akan saya tulis
pula ulasan mengenai film yang dibintangi oleh Mbah Ponco yang cantik itu.

Kembali pada Eka Kurniawan yang menebarkan benih-benih kebencian melalui alur cerita dalam
Lelaki Harimau. Kebencian di benak saya seketika itu tumbuh ketika telah menuduh Komar bin
Syueb adalah satu-satunya yang patut menyandang status tersangka dan terpidana dalam hukum
rumah tangga atas perlakuannya terhadap kedua anak dan istrinya, langsung ditampar balik buat
nengok ke sisi sebaliknya. Seketika saya mengampuni sedikit Komar bin Syueb, Setidaknya
untuk beberapa saat sampai saya tahu kenapa Margio lugu itu membunuh Anwar Sadat, di
rumahnya pula.

Jika berkenan saya ajak meloncat-loncat juga, ayo kita pergi pada momen ketika Komar
mengurung diri di biliknya, keluar untuk pergi ke kios cukur , dan balik untuk bersarang kembali
di tempat tidur . Kemudian perilakunya mendadak manis tidak seperti biasa terhadap Mameh.
Komar mendadak menjadi ayah manis yang ikut urun membersihkan rumah dengan anak
perawannya Mameh (Kurniawan, 2004:59). Pada bagian ini siapa yang tidak setuju bahwa
Komar sebenrnya sedang akan mati? Seketika itu juga saya segera berpihak pada Komar. Jika
ada pembaca yang menangis pada bagian Komar mengetahui Nuraeni hamil dari Anwar Sadat
dan narasi yang dibikin oleh Eka Kurniawan mengenai segala kedok Komar
berlaku naudzubillah terhadap anak-istrinya itu, itu adalah saya, pembaca yang mewek dan
merasakan kasih sayang yang tidak mampu disampaikan oleh seorang Komar yang galak dan
suka menghajar istri.
Siapa yang salah di sini? Apakah pembaca lain akan marah jika saya menunjuk Nuraeni adalah
biang keladi ini semua? Sifat ceriwis yang dibawa oleh seorang perempuan yang kecewa karena
tidak pernah dikirimi surat oleh Si Komar bin Syueb ketika masih merantau. Ya, Nuraeni dan
kesalahpahaman adalah biang keladi dari meninggalnya Si Bayi Marian yang pucat-kecil-kurang
gizi. Komar bin Syueb hanya tidak tahu ingin bercerita apa pada selembar suratnya karena di
kota ia hanya jadi tukang cukur dan dunianya tidak luas meskipun saya tidak yakin seluruh dunia
telah pernah dan sanggup dijelajahinya satu-persatu, meski sekadar menjajakan jasa cukur.

Komar bin Syueb adalah lambang lelaki yang kalah. Saya tidak menuduh Eka kurniawan
memberikan Nuraeni sisi maskulin dengan sengaja. Tapi jika iya, saya akan semakin menjadikan
Mas Eka sebagai idola. Hehe. Baiklah, sikap Komar bin Syueb dibalik deburan emosinya yang
menghantam-hantam tembok rumah sehingga siapapun yang ada di dalamnya pasti kesal dan
menyumpahi dirinya untuk segera mati saja, adalah perlambang ketidakmampuan Komar untuk
menghadirkan kasih sayangnya yang maujud.

Lalu kematian si kecil Marian benar-benar salah siapa? Apakah saya lantas memaafkan bayi tak
berdosa dibiarkan lapar dan haus susu begitu saja?

Anda mungkin juga menyukai