Anda di halaman 1dari 23

PERANCANGAN PABRIK KIMIA

(TKK-4126)

PERANCANGAN PABRIK KIMIA DIAMONIUM


FOSFAT KAPASITAS 100.000 TON/TAHUN DI
KABUPATEN GRESIK

Nama Mahasiswa (NIM) : 1. Yudha Bhakti Prasetya (185061100111031)


2. Muhammad Fahmi S. (185061100111033)

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara agraris, dimana sebagian besar penduduknya
bekerja pada sektor pertanian. Luas lahan pertanian dan perkebunan di Indonesia
sebesar 41.935.507 Hektar (Sekjen Kementan RI, 2018). Kehidupan masyarakat
yang sebagian besar sebagai petani membuat kebutuhan akan pupuk semakin
meningkat seiring dengan peningkatan hasil pertanian dari segi kualitas maupun
kuantitas. Salah satu pupuk yang dapat digunakan adalah diamonium fosfat
(DAP).
Diamonium fosfat (DAP) atau disebut juga diamonium hidrogen fosfat
merupakan suatu senyawa kimia anorganik dan salah satu bentuk garam dari
amonium fosfat. Diamonium fosfat merupakan salah satu jenis pupuk majemuk
yang berfungsi sebagai makanan bagi tumbuhan dan juga dapat difungsikan
sebagai pengatur pH pada tanah pada saat proses pertumbuhan tanaman, karena
sifat ammonia pada DAP yang reaktif terhadap alkali.
Selain fungsinya sebagai pupuk, diamonium fosfat (DAP) juga dimanfaatkan
di beberapa sektor seperti, pada industri rokok digunakan sebagai bahan aditif
dalam campuran rokok, pada industri makanan sebagai bahan tambahan
pembuatan ragi roti yang berfungsi sebagai nutrisi untuk ragi, pada industri
minuman digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan bir, dan juga pada
pemadam kebakaran digunakan sebagai penahan api, karena diamonium fosfat
(DAP) memiliki sifat retarder yaitu memperlambat pemanasan sehingga dapat
mengurangi suhu pembakaran suatu bahan dan mengurangi kehilangan massa
pada saat terjadi kebakaran.
Kebutuhan diamonium fosfat (DAP) di Indonesia sangatlah besar,
dikarenakan permintaan dari sektor industri seperti industry pembuatan ragi,
pembuatan roti , dan sektor pertanian, serta pada dinas pemadam kebakaran. Pada
saat ini untuk memenuhi kebutuhan diamonium fosfat (DAP) di Indonesia
bergantung pada impor , pada tahun 2019 kebutuhan impor diamonium fosfat
(DAP) di Indonesia mencapai angka 309.320,102 ton (sumber: www.bps.go.id).
Selain bergantung pada impor, kebutuhan diamonium fosfat (DAP) di Indonesia
juga di pasok oleh PT. Petrokimia Gresik, yang merupakan satu-satunya produsen
diamonium fosfat (DAP) di Indonesia. Sehingga pendirian pabrik diamonium
fosfat ini diharap dapat mengantisipasi permintaan dalam negeri dan mengurangi
ketergantungan diamonium fosfat (DAP) dari negara-negara importir.
Selain alasan di atas, pendirian pabrik diamonium fosfat (DAP) ini dianggap
perlu berdasarkan beberapa hal berikut :
1. Dari segi sosial dan ekonomi, dengan didirikannya pabrik ini diharap dapat
membuka lapangan pekerjaan baru dan mengurangi pengangguran.
2. Dengan didirikannya industri diamonium fosfat (DAP) diharap Indonesia
menjadi salah satu Negara penghasil diamonium fosfat sekaligus menambah
devisa Negara.

1.2 Analisa Pasar


Diamonium fosfat (DAP) merupakan salah satu jenis pupuk majemuk yang
digunakan dalam sektor pertanian, dengan keberadaan lahan pertanian yang
cukup luas menyebabkan kebutuhan akan pupuk DAP ini semakin meningkat.
Selain digunakan sebagai pupuk, diamonium fosfat ini juga dibutuhkan di
beberapa sektor industri, yaitu industry pembuatan ragi, roti dan juga digunakan
oleh pemadam kebakaran sebagai penahan api. Di Indonesia sudah berdiri pabrik
diamonium fosfat (DAP) yaitu PT. Petrokimia Gresik yang berlokasi di
Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Hanya pabrik ini yang menghasilkan diamonium
fosfat (DAP) di Indonesia dengan kapasitas produksi dalam 5 tahun terakhir
ditunjukkan pada tabel 1.1.
Tabel 1.1 Data Kapasitas Produksi DAP PT. Petrokimia Gresik Tahun 2013-
2018
Tahun Jumlah (Ton)
2013 449.864
2014 363.574
2015 155.360
2016 296.067
2017 378.456
2018 339.426
(PT. Petrokimia Gresik, 2018)
Ketersediaan diamonium fosfat yang dihasilkan oleh PT. Petrokima Gresik
belum memenuhi kebutuhan nasional akan diamonium fosfat. Hal ini dapat
ditunjukkan dengan adanya kegiatan impor diamonium fosfat di Indonesia.
Dalam enam tahun terakhir kebutuhan impor diamonium fosfat di Indonesia
mengalami fluktuasi, namun kebutuhan diamonum fosfat masih terbilang cukup
baik karena kebutuhan impor diamonium fosfat dari tahun 2013 sampai 2019
mengalami kenaikan lebih dari 100%. Kebutuhan impor diamonium fosfat dapat
dilihat pada tabel 1.2.
Tabel 1.2 Data Impor Diamonium Fosfat pada Tahun 2013-2019
Tahun Jumlah (Ton)
2013 134.954,285
2014 211.724,532
2015 380.134,388
2016 249.313,696
2017 408.282,357
2018 337.079,153
2019 309.320,102
(sumber: www.bps.go.id)
450.000,00

400.000,00

Jumlah Impor (Ton)


350.000,00

300.000,00

250.000,00

200.000,00

150.000,00

100.000,00
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Tahun

Gambar 1.1. Grafik data impor diamonium fosfat (DAP) di Indonesia


Dari data diatas terlihat impor diamonium fosfat di Indonesia sangat fluktuatif
dari tahun 2013 hingga tahun 2019. Untuk memenuhi kebutuhan di Indonesia
dan mengurangi ketergantungan impor maka di proyeksikan data impor tahun
2025, untuk menentukan kapasitas pabrik yang didirikan taun 2025 sehingga
dapat mengurangi pasokan impor diamonium fosfat tahun 2025 di Indonesia.
Berikut perhitungan data impor diamonium fosfat di Indonesia pada tahun 2025
yang digunakan dalam penentuan kapasitas pabrik yang akan didirikan, dengan
menggunakan regresi linear, dimana data tahun 2013 hingga 2019 diasumsikan
sebagai data tahun ke-1 hingga tahun ke-7 :
Tabel 1.3 Data Pendukung Penentuan Persamaan
Data Tahun ke- Kebutuhan impor
xy x2
(n) (x) (ton/tahun) (y)
1 1 134.954,29 134954,285 1
2 2 211.724,53 423449,064 4
3 3 380.134,39 1140403,164 9
4 4 249.313,70 997254,784 16
5 5 408.282,36 2041411,785 25
6 6 337.079,15 2022474,918 36
7 7 309.320,10 2165240,714 49

∑ 28 2.030.808,51 8.925.188,71 140,00


Digunakan regeresi linear, dengan persamaan : y = a +b(x-x), dengan :
a=y (rata-rata harga y : kebutuhan impor)
b = ∑xiyi – (∑x∑y/n) (n : jumlah data)
∑x2 – (∑x) 2/n (x : tahun)
Didapat :
a = 290.115,50
b = 28641,24
x = (28/7) = 4
y = a +b(x-x)
y = 28641,24x + 175550,54
Dari persamaan diatas dapat diperkirakan Indonesia akan melakukan impor
diamonium fosfat di tahun 2025 sejumlah 547887 ton. Berdasarkan jumlah
prediksi impor pada tahun 2025 yang merupakan peluang produksi maka
direncanakan pada tahap awal, tahun 2025 kapasitas produksi diamonium fosfat
sebesar 100.000 ton/tahun (20% dari kapasitas produksi maksimum), dengan
pertimbangan besar reaktor dan sebagai awal pabrik mulai beroperasi serta secara
bertahap dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri.
1.3 Lokasi Pabrik
Pemilihan lokasi pabrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
mendirikan suatu pabrik, karena lokasi sangat berhubungan dengan nilai ekonomis
dari pabrik yang akan didirikan baik itu dalam aspek produksi maupun distribusi
pabrik. Pabrik dimaonium fosfat ini direncanakan akan didirikan di daerah kawasan
Industri Gresik, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Pemilihan lokasi ini sebagai tempat
pendirian pabrik dikarenakan beberapa faktor berikut :

1.3.1 Fasilitas Transportasi


Transportasi sangat dibutuhkan sebagai penunjang utama untuk
penyediaan bahan baku dan pemasaran produk. Kabupaten Gresik sendiri
memiliki saran transportasi darat maupun laut yang sangat memadai karena
berada didekat lalu lintas jalan tol ataupun jalur pantai utara Anyer-
Panarukan, serta jarak dari lokasi ke PT. Pelabuhan Indonesia III Cabang
Gresik kurang lebih 5,4 km (Sumber: Maps.Google.co.id).
1.3.2 Penyediaan Bahan Baku
Lokasi ketersediaan bahan baku sangat berpengaruh pada lokasi
pabrikyang akan didirikan. Lokasi pabrik yang dekat dengan sumber bahan
baku akan meminimalisir biaya transportasi dan pengangkutan bahan.
Untuk bahan baku amonia dan asam fosfat sebagai bahan baku utama
didapat dari PT. Petrokimia Gresik yang berjarak kurang lebih 6 km dari
lokasi pendirian pabrik.
1.3.3 Letak Pabrik dengan Daerah Pemasaran
Lokasi pabrik harus terletak pada lokasi yang memudahkan distribusi
ke pasar, dengan adanya fasilitas transportasi jalur darat dan laut yang
sangat menunjang maka dapat memudahkan distribusi produk ke pasar
domestik. Tujuan utama didirikan pabrik ini adalah untuk memenuhi
kebutuhan nasional akan diamonium fosfat dan mengurangi
ketergantungan impor dari negara-negara importir. Target penjualan utama
adalah distributor pupuk DAP dan juga Dinas Pemadam Kebakaran di
pulau Jawa, serta beberapa industri yang menggunakan DAP sebagai bahan
baku diantaranya :
Tabel 1.4 Target Penjualan Diamonium Fosfat di Pulau Jawa

No. Nama Pabrik/Distributor Produk


1 PT.JAYA FERMEX Ragi (Yeast)
Komplek Pergudangan Manukan
60, Jl. Raya Manukan Wetan
No.60, Manukan Kulon, Kec.
Tandes, Kota SBY, Jawa Timur
60185
2 PT. GUNACIPTA MULTIRASA Ragi (Yeast)
Jl. Daan Mogot No.1,
RT.6/RW.5, Jurumudi, Benda,
Kota Jakarta Barat, Banten 11840
No. Nama Pabrik/Distributor Produk
3 PT. SANGRA RATU BOGA Ragi (Yeast)
el Pergudangan Green Sedayu Biz
Park Blok DM I No. 20, Jl. Daan
Mogot No.KM, RT.3/RW.1,
Kalideres, Kec. Kalideres, Kota
Jakarta Barat, Daerah Khusus
Ibukota Jakarta 11840
4 SAMA INDAH, PT Ragi (Yeast)
Jl. Baros No27, Cimahi, Jawa
Barat
Telp. 022 - 665485
(sumber: kemenperin.go.id)

1.3.4 Utilitas
Penyediaan sumber energi seperti listrik sangatlah penting untuk
keberlangsungan proses produksi pada pabrik. Pada lokasi ini kebutuhan
listrik akan dipenuhi dengan generator dan PLN terdekat yang berjarak
kurang lebih 5 km dari lokasi pabrik. Selain kebutuhan listrik, adapun
kebutuhan lain yang juga sangat mendukung keberlangsungan berdirinya
suatu pabrik yaitu kebutuhan air, air ini diperlukan untuk kebutuhan proses,
pendingin, sanitasi, konsumsi, dan lain sebagainya. Kebutuhan air dipenuhi
dengan adanya penyediaan unit pengolahan air dan sumber air didapat dari
sungai Bengawan Solo ataupun sungai Brantas yang lokasinya cukup dekat
dari pabrik. Untuk kebutuhan Air sanitasi dan konsumsi didapat dari
PDAM Gresik Cabang Kota yang berjarak 6 km dari lokasi pabrik
(Sumber: Maps.Google.co.id).
1.3.5 Ketersediaan Tenaga Kerja
Populasi masyarakat di Kabupaten Gresik terbilang cukup padat
dimana jumlah penduduk di Kabupaten Gresik sebanyak 1.309.408 jiwa
hal ini sangat memungkinkan potensi ketersediaan tenaga kerja semakin
besar. Selain itu, jumlah lulusan SMA, SMK sederajat, DI/DII, DIII, S1,
dan S2 sebanyak 32.7352 jiwa atau 25% dari jumlah populasi masyarakat
Kabupaten Gresik (BPS Jawa Timur, 2019). Sehingga baik tenaga kerja
ahli maupun non ahli memiliki ketersediaan yang cukup besar dan juga
tidak menutup kemungkinan tenaga kerja ahli ataupun non ahli berasal dari
luar Kabupaten Gresik. Dengan didirikannya pabrik ini diharapkan dapat
memperluas lapangan kerja dan mengurangi tingkat pengangguran baik
dari penduduk setempat maupun penduduk urban.
1.3.6 Cuaca
Kabupaten Gresik beriklim tropis seperti wilayah lain di Indonesia.
Berdasarkan klasifikasi iklim, wilayah Kabupaten Gresik termasuk dalam
kategori iklim tropis basah dan kering. Suhu rata-rata tahunan di
Kabupaten Gresik adalah 28,3°C dan tingkat kelembapan udara rata-rata
75%. Jumlah curah hujan tahunan di wilayah Gresik relative sedikit yaitu
2.245 mm per tahun. Musim penghujan di Kabupaten Gresik biasanya
berlangsung sejak bulan Desember hingga bulan Maret dengan bulan
terbasah adalah Januari yang jumlah curah hujan per bulannya lebih dari
250 mm per bulan, sedangkan musim kemarau berlangsung dari
bulan Mei hingga bulan Oktober dengan bulan terkering adalah Agustus
(Bappeda Jatim, 2013).
1.3.7 Regulasi Pemerintah
Dalam mendirikan suatu pabrik terdapat regulasi atau peraturan yang
mengatur secara spesifik mekanisme pendirian pabrik baik itu peraturan
dari pemerintah maupun peraturan daerah. Lokasi pabrik diamonium fosfat
ini rencana akan didirikin di Kawasan Industri Kabupaten Gresik, adapun
peraturan yang mengatur terkait pendirian di lokasi tersebut, diantaranya
sebagai berikut :
 Permen Perindustrian RI Nomor 81/M/IND/PER/10/2014 tentang
Perubahan Permen Perindustrian Nomor 41/M-IND/PER/6/2008
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri, Izin
Perluasan, dan Tanda Daftar Industri.
 Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 6 Tahun 2017. Telah
diatur juga pada Perda tersebut tentang Izin Mendirikan Bangunan.
 Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 5 Tahun 2011 Tentang
Retribusi Perizinan Tertentu. Dimana diatur pada Bab III dan Bab IV
mengenai retribusi izin mendirikan bangunan dan retiribusi izin
mendirikan bangunan.

1.4 Bahan Baku


Bahan baku dalam proses pembuatan diamonium fosfat adalah ammonia dan
juga asam fosfat. Berikut informasi lebih detail mengenai bahan baku :
1.4.1 Ketersediaan Bahan Baku
Ketersediaan bahan baku merupakan kebutuhan yang sangat penting
dalam keberlangsungan produksi pada suatu pabrik. Ketersediaan bahan
baku tidak hanya dibutuhkan pada masa sekarang merlainkan juga harus
diperhitungkan ketersediaannya pada masa yang akan datang agar suatu
pabrik dapat berjalan secara berkelanjutan. Terdapat beberapa informasi
terkait ketersediaan bahan baku pabrik diamonium fosfat antara lain
sebagai berikut :
A. Ammonia
Amonia di Indonesia merupakan salah satu komoditi yang diekspor ke
luar negeri, karena jumlah ketersediaan ammonia yang cukup banyak
dan kebutuhan akan ammonia di Indonesia sudah terpenuhi. Terdapat
beberapa industri di Indonesia yang memproduksi ammonia secara
berkelanjutan dengan kapasitas yang bervariasi, dapat dilihat pada data
berikut :
Tabel 1.5 Industri Amonia di Indonesia
No. Nama Pabrik Kapasitas Produksi (ton/tahun)
1 PT Pupuk Kaltim 2.740.000

2 PT. Petrokimia Gresik 1.105.000

3 PT. Pupuk Kujang 330.000

4 PT. Pupuk Sriwijaja Palembang 1.300.000


(Sumber : www.appi.or.id)

B. Asam Fosfat
Kebutuhan asam fosfat sebagai bahan baku pada pabrik diamonium
fosfat dapat terpenuhi dengan adanya pabrik asam fosfat di Indonesia
yaitu PT. Petro Jordan Abadi yang merupakan joint venture PT.
Petrokimia Gresik dengan Jordan Phosphate Mines Co, Plc dengan
kapasitas produksi asam fosfat sebesar 400.000 ton/ tahun yang
diproduksi secara berkelanjutan.

1.4.2 Spesifikasi Bahan Baku


A. Ammonia
Ammonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Amonia (NH3)
dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air. Ion ammonium
adalah bentuk transisi dari ammonia. Amonia banyak digunakan dalam
proses produksi urea, industry bahan kimia (asam nitrat, ammonium
fosfat, ammonium nitrat, dan ammonium sulfat), serta industri bubur
kertas dan kertas (pulp dan paper). Sumber amoniadi perairan adalah
pemecahan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air,
yang berasal dari dekomposisi bahan organik (Effendi, 2003)
Tabel 1.6 Sifat Fisika dan Sifat Kimia Amonia
Sifat Keterangan
Formula Molekul NH3
Bentuk Cair
Warna Tidak berwarna
Bau Pedih
pH Pada 20oC alkali kuat
Titik didih 37,7oC pada 1,013 hPa
Titik leleh -57,5oC pada 1,013 hPa
Vapor preasure 483 hPa pada 20oC
Kelarutan Pada 20oC larut dalam air
Density 0,903 g/cm3, pada 20oC
(Supelco,2019)
B. Asam Fosfat
Asam fosfat adalah asam utama yang digunakan dalam industri kimia
yang dihasilkan dengan hidrasi fosfor petoksida. Asam fosfat komersial
memiliki 75-85%(56-61) . Asam fosforik merupakan molekul yang
sangat sekali mempunyai kutub, dan sangat larut dalam air. Keadaan
pengoksidaan atom fosforus(11,44-55) dalam asam fosforik adalah +5,
dimana dalam keadaan pengoksidaan oksigen ialah +2 dan hidrogen +1.
Asam fosforik yaitu asam triprotik dan mampu mengalami penceraian
tiga kali, melepaskan ion H+ setiap kali. Disebabkan penceraian
triprotik, bes konjugat yang meliputi julat pH yang luas, serta sifat asam
fosforik yang bukan toksik, asam fosforik sering digunakan sebagai
agen penimbal atau untuk menghasilkan larutan penimbaL (Warlinda
dan Zainul, 2019)
Tabel 1.7 Sifat Fisika dan Sifat Kimia Asam fosfat

Sifat Keterangan
Formula Molekul H3PO4
Bentuk Cair
Warna Tidak berwarna
pH < 0,5, pada 100 g/l 20oC
Titik didih 158oC
Titik leleh 21oC
Vapor preasure 2 hPa
Kelarutan Pada 20oC larut dalam air
Density 1,71 g/cm3, pada 20oC
(Merck,2017)
1.4.3 Kebutuhan Gudang Penyimpanan
Gudang tempat penyimpanan bahan kimia merupakan aset yang harus
dijaga keselamatan dan keamanannya. Tahap perencanaan penempatan
bahan baku pada gudang penyimpanan berisi bagaimana peletakan bahan
kimia, perhitungan blok dan penentuan dimensi gudang. Layout peletakan
dimaksudkan agar efisien dalam pengangkutan, pengecekan, penanganan
dan bahan kimia lebih tertata rapi agar terhindar dari bahaya tumpahan atau
kebocoran bahkan peledakan atau kebakaran (Hajaningsih dkk, 2018).
Selain itu, gudang harus cukup luas, terang dan dapat menyimpan bahan
dalam keadaan suhu sesuai dengan persyaratan, bersih dan teratur.
BAB II
SELEKSI DAN URAIAN PROSES
2.1 Seleksi Proses
Dalam pembuatan diamonium fosfat (DAP) secara umum terdapat beberapa
metode yang bisa digunakan diantaranya :
1. Proses Blunger (Dorr-Oliver)
2. TVA-Ammoniator
3. Nissan Spray-Tower
Metode-metode diatas memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing.
Berikut adalah penjelasan lebih detail mengenai jenis-jenis proses pembuatan
asam sulfat.

2.1.1 Proses Blunger (Dorr-Oliver)

Gambar 2.1 Proses Pembuatan DAP dengan proses Dorr-oliver

Proses Blunger (Dorr-Oliver) merupakan proses yang diaplikasikan


pada pembuatan pupuk triple superphosphate dengan bahan baku batuan
fosfat dan asam fosfat. Pada pembuatan diamonium fosfat dengan proses
Dorr-Oliver, bahan baku batuan fosfat diganti dengan amonia.
(V.Sauchelli, 1960). Dalam proses Dorr Oliver, amoniasi dilakukan
seluruhnya dalam bejana rekasi. Tiga reaktor digunakan secara seri
(Ivell,2012). Pertama-tama bahan baku asam fosfat direaksikan dengan
amonia sehingga terbentuk diamonium fosfat pada reaktor.

Reaksi yang terjadi : (V.Sauchelli, 1960)

H3PO4(l) + 2 NH3(g)  (NH4)2HPO4(s)

Pada pembuatan diamonium fosfat dengan proses ini, amonia


digunakan secara 2 tahap dengan pembagian 75%-80% pada tahap pertama
dan sisanya pada tahap kedua. Karena terjadi reaksi netralisasi dengan suhu
120-150 oC pada tekanan 1 atm (Praptiwi dkk,2012) menimbulkan panas
reaksi, maka terjadi proses penguapan air, dan sebagian ammonia juga
menguap. Uap amonia kemudian direcovery pada scrubber dengan
menggunakan larutan penyerap atau air proses, sehingga penggunaan
amonia dapat mencapai 99%. (V.Sauchelli, 1960). Slurry yang dihasilkan
dari reaktor terkahir akan dialirkan ke satu atau lebih pugmill (blunger)
yang berfungsi sebagai pencampur dan bereaksinya sisa asam fosfat dengan
penambahan amonia. Produk diammonium phosphate dari blunger,
kemudian dikeringkan pada dryer dan disaring pada screen. (V.Sauchelli,
1960)

2.1.2 Proses TVA-Ammoniator

Gambar 2.2 Proses Pembuatan DAP dengan proses TVA-Ammoniator


Pada proses ini, hanya satu bejana (pre-neutralizer) yang digunakan
(Ivell, 2012). Kondisi operasi pada proses ini yaitu pada tekanan 1 atm dan
suhu 115oC (Young et all.,1962). Bahan baku asam fosfat dan amonia
direaksikan pada sebuah amoniator yang berupa granulator dan didesain
oleh peneliti pada TVA Tennesse Valley Authority, dimana bahan baku
sebelum direaksikan diumpankan pada pre-neutralizer yang berfungsi
untuk mencegah kehilangan gas ammonia dengan cara menyerap dengan
asam fosfat dari kolom scrubber. (V.Sauchelli, 1960)
Reaksi yang terjadi : (V.Sauchelli, 1960)
H3PO4(l) + 2 NH3(g)  (NH4)2HPO4(s)
Produk reaksi kemudian didinginkan pada cooler atau dikeringkan
pada dryer dan kemudian disaring pada screen. Pada proses ini dengan
penambahan scrubber dan neutralizer, mampu menekan kehilangan
ammonia dan mempunyai efisiensi mencapai 90% dalam ammoniator.
(V.Sauchelli, 1960)

2.1.3 Proses Nissan Spray-Tower

Gambar 2.3 Proses Pembuatan DAP dengan proses Nissan Spray-Tower


Pada proses ini, bahan baku yang digunakan meliputi asam fosfat,
asam sulfat, dan ammonia. Proses ini merupakan proses alternatif yang
dikemukakan oleh Nissan Chemical Industries Limited dari Jepang dan
mampu memproduksi diammonium fosfat dengan grade komersial yang
rendah. (V.Sauchelli, 1960) Pada proses ini, asam fosfat dicampur dengan
asam sulfat dan diumpankan pada absorber dan scrubber yang berfungsi
untuk menyerap dan mereaksikan sebagian gas ammonia yang lolos dari
spray tower. (V.Sauchelli, 1960)
Reaksi yang terjadi : (V.Sauchelli, 1960)
H3PO4(l) + 2 NH3(g)  (NH4)2HPO4(s)
H2SO4(l) + 2 NH3(g)  (NH4)2SO4(s)
Reaksi utama terjadi pada spray tower dengan metode
penyerapan gas ammonia oleh campuran asam fosfat dan asam
sulfat. Produk reaksi berupa diammonium phosphate kemudian
dikeringkan dan didinginkan pada conveyor untuk kemudian
ditampung sebagai produk akhir dengan grade yang rendah.
(V.Sauchelli, 1960)
Tabel 2.1 Perbandingan Proses Pembuatan DAP
Macam Proses
Parameter Blunger TVA Nissan Spray-
(Dorr-Oliver) Ammoniator Tower
o Bahan Baku Asam fosfat Asam fosfat dan Asam fosfat,
dan amonia amonia ammonia, dan
asam sulfat
o Suhu Reaksi 120-150oC 115oC 100oC
(oC)
o Tekanan (atm) 1 atm 1 atm 2 atm
o Suhu Dryer (oC) 90oC 90oC 90oC
o Jenis Proses Kontinyu Kontinyu Kontinyu

o Efisiensi proses 99% 90% < 90%


Setelah Dibandingkan antara proses Blunger (Dorr Oliver), TVA Ammoniator,
dan Nissan Spray Tower, maka untuk perancangan pabrik kimia di pilih proses
Blunger (Dorr Oliver), dengan pertimbangan:
a. Efisiensi proses yang mecapai 99% yakni lebih tinggi dari proses lainnya.
b. DDengan efisiensi yang tinggi, maka penggunaan dapat ditekan.
c. Lebih ekonomis, dengan menggunakan 2 bahan baku utama.

2.2 Uraian Proses


Uraian Proses pada perancangan pabrik ini, dapat dibagi menjadi 3 Unit pabrik,
dengan pembagian unit sebagai berikut :
2.2.1 Unit Pengendalian Bahan Baku
Heater
Bahan baku pembuatan diamonium fosfat pada proses dorr-oliver atau
blunger ini adalah asam fosfat dengan konsentrasi 28% hingga 35 %
(Moore,1965) dan juga amonia. Penyimpanan bahan baku asam fosfat pada tangki
penyimpanan dalam fase cair dimana disimpan dalam tekanan 1 atm dan suhu
30oC (Napitupulu,2010). Sedangkan ammonia disimpan dalam suhu -5oC dengan
tekanan 11 atm agar ammonia tetap dalam fase cair. Bahan baku asam fosfat dari
tangki penyimpanan dipanaskan pada heater hingga suhu 75oC (Ramadhan, 2012)
kemudian diumpankan pada tangki reaktor pertama dan tangki scrubber sebagai
proses pre-neutralizer yang meraksikan asam fosfat dengan sisa ammonia dari
tangki reaktor dan dryer. Bahan baku ammonia dari tangki juga dipanaskan pada
heater hingga suhu 0-5oC (Tania & Machdalia, 2017) dan kemudian diumpankan
pada reaktor pertama, kedua dan ketiga. melalui sparger dalam fase gas.
2.2.2 Unit Proses
A. Reaktor 1
Pada reaktor pertama terjadi reaksi ammoniasi asam fosfat menjadi
diammonium phosphate.
Reaksi yang terjadi : (V.Sauchelli, 1960)
H3PO4(l) + 2 NH3(g)  (NH4)2HPO4(s)
Konversi = 75% (V.Sauchelli, 1960)
Asam fosfat dalam fase cair bereaksi dengan ammonia dalam fase gas yang
dialirkan melalui sparger ke dalam tangki. Ammonia sisa reaksi kemudian dihisap
dengan blower dan kemudian diserap dengan asam fosfat dengan konsentrasi 28%
hingga 35% pada scrubber. Dimana, asam fosfat dialirkan dari atas tangki
scrubber menuju ke bawah dan dikontakkan dengan uap dari reaktor yang
mengandung udara, air dan ammonia. Sebagian asam fosfat akan ternetralisasi
akibat bereaksi dengan ammonia dan hasil dari scrubber dikembalikan pada
tangki reaktor pertama. Pada saat reaksi pH harus dijaga diantara 6,3 hingga 6,4
tidak boleh lebih rendah ataupun lebih tinggi (Moore,1965). Produk bawah berupa
campuran diammonium fosfat dan asam fosfat sisa reaksi, kemudian diumpankan
ke reaktor kedua untuk reaksi ammoniasi lebih lanjut.
B. Reaktor 2
Hasil dari reaktor pertama yang masih mengandung asam fosfat tidak
bereaksi akan di amoniasi lebih lanjut agar terbentuk diamonium fosfat lebih
banyak. Pada reaktor kedua, terjadi reaksi ammoniasi asam fosfat menjadi
diammonium fosfat dengan penambahan ammonia berlebih.
Reaksi yang terjadi : (V.Sauchelli,1960)
H3PO4(l) + 2 NH3(g)  (NH4)2HPO4(s)
Konversi = 80% (V.Sauchelli, 1960)
Ammonia sisa reaksi kemudian dihisap dengan blower dan dan kemudian
diserap dengan asam fosfat dengan konsentrasi 28% hingga 35% pada scrubber.
Dimana, asam fosfat dialirkan dari atas tangki scrubber menuju ke bawah dan
dikontakkan dengan uap dari reaktor yang mengandung udara, air dan ammonia.
Sebagian asam fosfat akan ternetralisasi akibat bereaksi dengan ammonia dan
hasil dari scrubber dikembalikan pada tangki reaktor pertama. Pada saat reaksi pH
harus dikontrol sebesar 7,4 hingga 8 tidak boleh lebih rendah ataupun lebih tinggi
(Moore,1965). Produk bawah berupa campuran diammonium fosfat dan asam
fosfat sisa reaksi, kemudian diumpankan ke reaktor ketiga untuk reaksi
ammoniasi lebih lanjut.
C. Reaktor 3
Pada reaktor ketiga terjadi reaksi ammoniasi asam fosfat menjadi
diammonium fosfat.
Reaksi yang terjadi : (V.Sauchelli, 1960)
H3PO4(l) + 2 NH3(g)  (NH4)2HPO4(s)
Konversi = 95% (V.Sauchelli, 1960)
Ammonia sisa reaksi kemudian dihisap dengan blower dan kemudian diserap
dengan asam fosfat dengan konsentrasi 28% hingga 35% pada scrubber. Dimana,
asam fosfat dialirkan dari atas tangki scrubber menuju ke bawah dan dikontakkan
dengan uap dari reaktor yang mengandung udara, air dan ammonia. Sebagian
asam fosfat akan ternetralisasi akibat bereaksi dengan ammonia dan hasil dari
scrubber dikembalikan pada tangki reaktor pertama . Produk bawah berupa
diammonium fosfat basah (slurry). Pada saat rekasi pH dikontrol diantara 7,4
hingga 8 tidak boleh lebih rendah ataupun lebih tinggi. Slurry yang dihasilkan
dari reaktor ketiga ini memiliki kelembapan atau kandungan air sebesar 15%
hingga 20% (Moore,1965). Kemudian Slurry akan di alirkan ke blunger.
2.2.3 Unit Pengendalian Produk
A. Blunger
Hasil dari reaktor terakhir berupa diamonium fosfat basah (slurry)
diumpankan ke blunger untuk dicampur dengan diammonium fosfat oversize dari
recycle mill dan diamonium fosfat undersize dari cyclone. Kondisi operasi pada
blunger berkisar antara 80-90oC sehingga tebentuk granul yang memiliki
kandungan air 2% hingga 3% (Tania & Machdalia, 2017).
B. Dryer
Diamonium fosfat dalam bentuk granul dikeringkan pada dryer. Pada dryer
diammonium fosfat dikeringkan dengan bantuan udara panas secara berlawanan
arah, dimana udara panas berasal dari udara bebas yang dihembuskan oleh blower
dan dipanaskan dengan heater. Suhu udara panas yang digunakan yaitu antara 93-
98oC jika lebih tinggi dari 98oC maka dapat menyebabkan dekomposisi pada
produk diamonium fosfat (Moore,1965). Kelembapan maksimal DAP pada
keluaran dryer ini sebesar 2% (BSN,2005). Udara panas dan padatan terikut
kemudian dipisahkan pada cyclone, dimana udara panas diserap dengan air proses
pada scrubber sebelum dibuang ke udara bebas dan ke pengolahan limbah cair,
sedangkan padatan terikut diumpankan kembali pada blunger. produk dryer
diumpankan ke cooling untuk didinginkan sampai suhu kamar.
C. Screen
Diammonium fosfat kemudian diumpankan dengan menuju ke screen untuk
disaring. Ukuran screen yang digunakan yaitu -6 hingga +16 mesh Produk
oversize (tidak lolos ayak) pada mill kemudian direcycle menuju ke blunger,
sedangkan produk onsize (lolos ayak) diumpankan dengan belt conveyor untuk
ditampung sebagai produk akhir (Moore,1965).
P-101 H-101 P-102 P-103 H-102 C-101 SC-201 G-101 H-103 R-201
Pump Heat Pump Pump Heat Compressor Scrubber Blower Heat Reactor
Exchanger Exchanger Exchanger
R-202 R-203 P-201 P-202 P-203 G-201 F-201 M-201 C-201 D-201
Reactor Reactor Pump Pump Pump Blower Bag Filter Blunger Conveyor Rotary Dryer

H-201 S-201 S-202 C-202 C-203 J-201


Mill Screen Screen Conveyor Conveyor Cyclone
24
29

75oC
F-201
5 1 atm SC-201
28

75oC
2 1 atm
20
1 H-101 3
G-201
18
21 J-201
30oC
1 atm P-101
Asam fosfat P-102 11 14 16
4 R-201 R-202 R-203 75oC
o 1 atm
o
75 C 75 C 22
1 atm 1 atm
P-203 27

10 13 85oC
75oC
7 P-202 1 atm
1 atm 33
6 P-201 D-201
H-102 8 15 30
9 12
S-201
o
-5 C
11 atm
23 32
Ammonia P-103 C-101 M-201 95oC
1 atm
31 S-202
C-201 33
C-202

26

36 35 H-201 Diamonium fosfa


Steam 95oC C-203 34
1 atm

24 25
H-103

G-101
Udara
Steam

Anda mungkin juga menyukai