Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

ANALISIS JURNAL
“PENGARUH BABY MASSAGE TERHADAP PENURUNAN KADAR
BILIRUBIN”
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Keperawatan Anak 1

Dosen pengampu : Eka Santi, Ns., M.Kep


Disusun Oleh :
Kelompok 2

Arifa Khairun Nida Hayatunnufus 1910913320020


Khofifah Erga Salsabila 1910913120024
Mahadani 1910913310006
Muhammad Riza 1910913310011
Mutia Sylvana 1610913320026
Nanda Sylira Putri 1910913220002
Nova Widiyanti 1910913220024
Susanti 1910913120013

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Dosen Pengampu : Eka Santi, Ns., M.Kep


Nama Kelompok : 1. Arifa Khairun Nida Hayatunnufus
2. Khofifah Erga Salsabila
3. Mahadani
4. Muhammad Riza
5. Mutia Sylvana
6. Nanda Sylira Putri
7. Nova Widiyanti
8. Susanti

Banjarbaru, 12 April 2021


Dosen,

Eka Santi, Ns., M.Kep


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hiperbilirubinemia merupakan fenomena biologis yang terjadi akibat
tingginya produksi ekskresi bilirubin dalam darah selama masa transisi pada
neonatus. Neonatus memproduksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi
dibandingkan orang dewasa. Kondisi tersebut dapat terjadi karena jumlah eritosit
pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek, bayi baru lahir sangat
rentan menderita hiperbilirubinemia pada minggu pertama kelahirannya, terutama
pada bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) < 2500 gram atau usia gestasi
< 37 minggu (Maria, 2013). Data epidemiologi menunjukkan bahwa 50% bayi baru
lahir menderita hiperbilirubinemia, ditandai dengan adanya perubahan warna
kuning (ikterik) pada kulit, kuku dan sklera mata (Swaramedia, 2010).
Menurut WHO (World Health Organization) (2015) dimana setiap
tahunnya, sekitar 3,6 juta dari 120 juta bayi baru lahir mengalami
hiperbilirubinemia dan hampir 1 juta bayi yang mengalami hiperbilirubinemia
kemudian meninggal. Hiperbilirubinemia di Indonesia merupakan masalah yang
sering ditemukan pada bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan, hiperbilirubinemia
terjadi sekitar 25-50% bayi cukup bulan dan lebih tinggi pada bayi kurang bulan
(Depkes RI, 2010).
Berdasarkan data Riset kesehatan dasar (Riskesdas, 2015) menunjukan
angka kejadian hiperbilirubin/ikterus neonatorum pada bayi baru lahir di
Indonesia sebesar 51,47% dengan faktor penyebabnya yaitu: Asfiksia 51%, BBLR
42,9%, Sectio Cesarea 18,9%, Prematur 33,3%, Kelainan Congenital 2,8%, Sepsis
12%. Penelitian oleh Saptanto (2014) di RSUD Tugurejo Semarang diketahui
angka kejadian hiperbilirubinemia pada tahun 2014 terdapat 74 neonatus dengan
kasus hiperbilirubinemia dan sebanyak 32 (61,5%) mengalami hiperbilirubinemia
patologis.
Hiperbilirubinemia dapat mengakibatkan banyak komplikasi yang
merugikan jika tidak segera ditangani, komplikasi yang dapat terjadi dalam jangka
pendek bayi akan mengalami kejang-kejang, kemudian dalam jangka panjang bayi
bisa mengalami cacat neurologis contohnya gangguan bicara, retradasi mental dan
tuli (gangguan pendengaran) (Siska, 2017).

1.2 Tujuan makalah


2.1 Menyebutkan tujuan penelitian
2.2 Menyebutkan metode penelitian
2.3 Menjelaskan hasil penelitian
2.4 Menjelaskan pembahasan
2.5 Menjelaska analisis jurnal sesuai format PICO/PICOT
2.6 Menyebutkan kelebihan dan kekurangan jurnal
2.7 Menjelaskan implementasi

1.3 Rumusan masalah


3.1 Tujuan penelitian
3.2 Metode penelitian
3.3 Hasil penelitian
3.4 Pembahasan
3.5 Analisis jurnal sesuai format PICO/PICOT
3.6 Kelebihan dan kekurangan jurnal
3.7 Implementasi
BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa pengaruh baby massage
terhadap penurunan kadar bilirubin bayi yang menjalani fototerapi.

2.2 Metode Penelitian


Penelitian ini menggunakan desain penelitian Quasi Experimen dengan
Non equivalent control group with pre post test design. Kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol tidak dipilih secara random, setiap kelompok dilakukan pre test
dan post test terkait variabel dependen yang diteliti.

2.3 Hasil Penelitian


Hasil penelitian yang didapatkan adalah bahwa baby massage sebagai
alternative tindakan tambahan yang dapat menurunkan kadar bilirubin serum
secara efektif. Baby massage dapat digunakan sebagai intervensi keperawatan
dalam penatalaksanaan bayi hiperbilirubinemia di rumah sakit.

2.4 Pembahasan
Hiperbiliubinemia merupakan masalah yang cukup banyak terjadi pada
masa neonates. Pada penelitian ini, jenis kelamin menjadi factor risiko terjadinya
hiperbilirubinemia, yaitu 93,8% terjadi pada bayi laki-laki pada kelompok control
dan 62,5% bayi laki-laki pada kelompok intervensi. Kejadian hiperbilirubinemia
secara merata terjadi pada bayi dengan usia kehamilan, berat badan, jenis
minuman, lama foto terapi yang hampir sama diantara kelompok control dan
kelompok intervensi.
a. Jumlah dan Jenis Minuman
Pada penelitian ini, karakteristik jumlah minum dan jenis minuman
responden tidak digunakan sebagai kriteria inklusi. Seluruh responden pada
penelitian ini mendapatkan terapi standar penanganan hiperbilirubinemia yaitu
fototerapi. Paparan sinar pada fototerapi meningkatkan risiko kekurangan
volume cairan pada bayi bahkan dapat mengalami dehidrasi (Herdman, 2017),
sehingga menurut Pedoman The American Academy of Pediatrics on Nutrition
(2004) hidrasi yang adekuat sangat dibutuhkan untuk kefektifan
penatalaksanaan fototerapi. Untuk itu perawat sangat bertanggung jawab
terhadap pemenuhan hidrasi bayi selama menjalani fototerapi (Hockenberry &
Wilson, 2015). Berdasarkan penelitian sebelumnya, ASI diketahui mempunyai
peran dalam mengembalikan bilirubin ke dalam sirkulasi enterohepatik pada
neonates, untuk itu edukasi pemberian ASI eksklusif dan penambahan
frekuensi menyusui harus tetap dilakukan kepada ibu dengan bayi
hiperbilirubinemia.
b. Frekuensi BAB
Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian terdahulu oleh
Lin et al (2015), frekuensi BAB secara signifikan meningkat pada hari ketiga
untuk kelompok neonates yang mendapatkan masase. Penelitian Chen et al
(2011) menyebutkan frekuensi BAB meningkat pada 2 hari pertama pemberian
masase pada neonates. Seluruh penelitian menyebutkan bahwa neonates dalam
perawatan fototerapi untuk hiperbilirubinemia. Masase pada neonates dapat
menstimulasi pengeluaran meconium dan dapat meningkatkan pergerakan usus
serta diharapkan dapat meningkatkan pengeluaran bilirubin (Chen et al (2011);
Karbandi et al (2016); Semmekrot dalam Lin et al (2015); Novianti (2017)).
Frekuensi BAB 3-4 x/hr dapat digunakan untuk menunjukkan kecukupan
keadekuatan pemberian cairan selama fototerapi (Muchoswski et al, 2014).
c. Kadar bilirubin serum
Pada bayi baru lahir, peningkatan produksi bilirubin terjadi akibat usia
eritrosit yang lebih pendek (70-90 hari) dibandingkan dengan orang dewasa
(120 hari), peningkatan degradasi heme, tum over sitokrom yang meningkat
juga reabsorbsi dari usus yang meningkat (sirkulasi entero hepatik) (Kosim, et
all, 2008). Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian-penelitian
sebelumnya yang melaporkan bahwa neonates fullterm dengan jaundice, kadar
bilirubin secara signifikan mengalami penurunan pada kelompok yang
menerima masase dibandingkan dengan kelompok control pada hari ketiga
masase(Chen et al (2011); Basiri Moghaddam et al (2012) juga menyampaikan
hasil penelitiannya pada neonates hiperbilirubinemia yang menerima intervensi
masase selama 5 hari terbukti efektif dalam mengurangi kadar bilirubin serum
bayi hiperbilirubinemia yang menjalani fototerapi.
Pijat bayi pada kasus hiperbilirubinemia telah terbukti mampu
menstimulasi nervus vagus dan meningkatkan pergerakan usus serta mengurangi
sirkulasi bilirubin enterohepatik yang berfungsi untuk meningkatkan ekskresi
bilirubin. Selain itu disebutkan stimulasi pada kulit bayi melalui pijat bayi dapat
meningkatkan aliran darah dan limfe serta cairan tubuh lainnya yang dapat
membantu megeksresikan produk sampah metabolic termasuk bilirubin (Lin,
2015).

2.5 Analisis jurnal


2.5.1 Problem
Hiperbilirubinemia pada umumnya merupakan masalah fisiologis
yang hampir terjadi pada 80% bayi baru lahir premature dan mencapai 60%
pada bayi lahir aterm pada minggu pertama kehidupannya. Gejala yang
ditimbulkan akibat hiperbilirubinemia adalah adanya warna kuning pada
kulit dan sclera bayi. Hiperbilirubinemia yang berlebihan dapat
mengakibatkan kerusakan otak yang bersifat permanen (kern icterus) dan
pada beberapa anak dapat meninggalkan gejala sisa seperti cerebral palsy
dan ketulian. Selain itu, penelitian lampau juga menunjukkan bahwa
hiperbilirubinemia menjadi penyebab utama readmisi neonates ke rumah
sakit bahkan disebutkan pula bahwa hiperbilirubinemia meningkatkan risiko
anakanak mengalami diabetes type 1.
2.5.2 Intervention
Dalam penelitian ini data yang digunakan dalam menggunakan
desain penelitian Quasi Experimen dengan Non equivalent control group
with pre post test design. Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak
dipilih secara random, setiap kelompok dilakukan pre test dan post test
terkait variabel dependen yang diteliti.
Kegiatan awal penelitian yang dilakukan adalah identifikasi pasien
kemudian pengecekan kadar bilirubin sebelum pemberian tindakan baby
massage dan dilanjutkan pemberian tindakan baby massage sesuai dengan
IAIM selama 3 hari dan diakhiri dengan pengecekan kadar bilirubin serum
paska tindakan. Penanganan utama kasus hiperbilirubinemia saat ini adalah
pemberian fototerapi, tranfusi albumin dan perlindungan hepar. Beberapa
tahun terakhir ini terdapat beberapa metode alternative yang dilakukan oleh
para peneliti untuk mengatasi kasus hiperbilirubinemia, diantaranya yaitu
penanganan dengan menggunakan obat herbal, pemberian obat tradisional
China, masase China, akupunktur, berenang dan baby massage..
2.5.3 Comparation
karakteristik neonatus yang dilibatkan pada penelitian ini.
Responden dalam penelitian ini terdiri atas 16 neonatus (10 laki-laki dan 6
perempuan) pada kelompok intervensi dan 16 neonatus (15 laki-laki dan 1
perempuan) pada kelompok control. Berdasarkan seluruh karakteristik
D. neonatus, tidak terdapat perbedaan yang signifikan diantara 2
kelompok intervensi dan kelompok control pada karakteristik jenis kelamin,
jenis persalinan, usia kehamilan, usia bayi, BB dan PB bayi dan lama
fototerapi dilakukan yang berpotensi menimbulkan hasil yang bias. Lama
rawat inap pada bayi tampak lebih pendek pada kelompok intervensi
dibanding kelompok control.
.Pengkajian pada Bayi Ny. Y lahir secara SC di RSUD dr. Soehadi
Prijonegoro Sragen pada tanggal 28 Februari 2018 dengan usia kehamilan 33
minggu lebih 3 hari. Dengan Berat Badan 1830 gr, Panjang Badan 44 cm,
Lingkar Kepala 29 cm Lingkar Dada 26,5 cm, hasil pengukuran Tanda-
Tanda Vital : Suhu 36,3oC, Nadi 125x/menit, RR 30x/menit. Reflek hisap
lemah, latergi dan reflek moro lemah, gerak kurang aktif, dan bayi
mengalami gumoh setelah diberi munim.
Ny. Mengatakan anaknya belum minum ASI sejak lahir, Ny. Y
mengatakan By. Y tampak kuning pada tannggal 7 Maret 2018 dari kepala,
badan, ekstremitas, pergelangan tangan dan kaki (derajat IV).
Hasil Laboratorium menunjukkan Kadar serum Bilirubin Direk 3,03
mg/dl, Bilirubin Indirek 10,64 mg/dl, dan Bilirubin total 13,67 mg/dl.
Sebelum bayi mengalami ikterik bayi didiagnosis BBLR dan Asfiksia
sedang dengan APGAR SCORE 7, 9, 9.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada bayi Ny. Y adalah ikterus
neonatorum berhubungan dengan pola makan tidak tepat. Tujuan
keperawatan pada bayi Ny. Y adalah untuk menurunkan kadar bilirubin
serum didalam darah dengan kriteria hasil kadar bilirubin tidak menyimpang
dari rentang normal, warna kulit tidak menyimpang dari rentang normal,
berat badan tidak menyimpang dari rentang normal, mata bersih tidak
menyimpang dari rentang normal, reflek menghisap adekuat, tonus otot
tidak menyimpang dari rentang normal. Sedangkan intervensi yang
diterapkan adalah fototerapi neonatus..
2.5.4 Outcome
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian-penelitian
sebelumnya yang melaporkan bahwa neonates fullterm dengan jaundice,
kadar bilirubin secara signifikan mengalami penurunan pada kelompok yang
menerima masase dibandingkan dengan kelompok control pada hari ketiga
masase(Chen et al (2011); Penelitian Novianti (2017) menyebutkan bahwa
field massage dapat digunakan sebagai terapi adjuvan terhadap kadar
bilirubin serum pada bayi hiperbilirubinemia yang menjalani fototerapi.
Basiri Moghaddam et al (2012) juga menyampaikan hasil penelitiannya pada
neonates hiperbilirubinemia yang menerima intervensi masase selama 5 hari
terbukti efektif dalam mengurangi kadar bilirubin serum bayi
hiperbilirubinemia yang menjalani fototerapi.
2.6 Kelebihan dan kekurangan
2.6.1 Kelebihan
Kelebihan dari jurnal ini yaitu memaparkan secara jelas dan lengkap
mulai dari pendahuluan atau latar belakang dari permasalahan penulisan
jurnal teratur sesuai dengan kaidah pembuatan penulisan jurnal..
2.6.2 Kekurangan
kekurangan dari jurnal ini yaitu tidak menyertakan tata cara
melakukan message beserta gambarnya.

2.7 Implementasi (mahasiswa/masyarakat, institusi pendidikan, dan pelayanan


kesehatan)
Implementasi dari penelitian ini adalah diawali dengan identifikasi pasien,
kemudian pengecekan kadar bilirubin sebelum pemberian tindakan baby massage
dan dilanjutkan pemberian tindakan baby massage sesuai dengan IAIM selama 3
hari dan diakhiri dengan pengecekan kadar bilirubin serum paska tindakan.
Langkah-langkah pemijatan dilakukan pada area wajah, dada, perut, ekstremitas
dan punggung. Teknik gerakan pemijatan didasarkan pada pijat bayi.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hiperbiliubinemia merupakan masalah yang cukup banyak terjadi pada
masa neonatus. Kejadian hiperbilirubinemia secara merata terjadi pada bayi
dengan usia kehamilan, berat badan, jenis minuman, lama foto terapi yang hampir
sama diantara kelompok control dan kelompok intervensi. Pijat bayi pada kasus
hiperbilirubinemia telah terbukti mampu menstimulasi nervus vagus dan
meningkatkan pergerakan usus serta mengurangi sirkulasi bilirubin enterohepatik
yang berfungsi untuk meningkatkan ekskresi bilirubin. Selain itu disebutkan
stimulasi pada kulit bayi melalui pijat bayi dapat meningkatkan aliran darah dan
limfe serta cairan tubuh lainnya yang dapat membantu megeksresikan produk
sampah metabolic termasuk bilirubin. fototerapi Neonatus dapat menurunkan
kadar biirubin serum dalam sirkulasi darah. Rumah sakit hendaknya
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan melalui media penkes tentang
fototerapi dirumah sehingga pelayanan dan pengobatan akan maksimal.

3.2 Saran
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil analisis jurnal ini antara lain
adalah bagi pembaca, hasil analisis ini diharapkan dapat menambah wawasan
pengetahuan terkait dengan hiperbilirubinemia. Meskipun penulis menginginkan
kesempurnaan dalam penyusunan analisis jurnal ini akan tetapi pada
kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan
sebagai bahan evaluasi untuk kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Purnamasari, I., Rahayu, C. D., & Nugraheni, I. (2020). Pengaruh Massage


Terhadap Penurunan Kadar Bilirubin. Jurnal Keperawatan Karya Bhakti.
Vol 6. No 1, 56-66.
Sowwam, M., & Aini, S. N. (2018). Fototerapi Dalam Menurunkan Hiperbilirubin
Pada Asuhan Keperawatan Ikterus Neonatorum. Jurnal Keperawatan
CARE, 8(2).

Anda mungkin juga menyukai