Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GANGGUAN FUNGSI GINJAL


PADA KASUS GAGAL GINJAL KRONIK (GGK) DI RUANG IRNA II
RSUD KOTA MATARAM
2020

DISUSUN OLEH:

RIRIN KURNIA

092 STYJ 20

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM

PROGRAM STUDI NERS JENJANG PROFESI

MATARAM

2020

1
LAPORAN PENDAHULUAN DAN LAPORAN KASUS
STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GANGGUAN FUNGSI GINJAL


PADA KASUS GAGAL GINJAL KRONIK (GGK) DI RUANG IRNA II
RSUD KOTA MATARAM
2020

Nama Mahasiswa : Ririn Kurnia

NIM : 092 STYJ 20

Laporan ini telah mendapatkan persetujuan dan di sahkan pada :

Hari :

Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Zaenal Arifin, Ners., Sp. KMB Sri Widarti., S. Kep., Ners

2
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wa rahmatullah wabarakatuh.


Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wata’ala yang telah
memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga sampai sekarang kita bisa
beraktivitas dalam rangka beribadah kepada-Nya dengan salah satu cara menuntut
ilmu. Shalawat serta salam tidak lupa penulis senandungkan kepada tauladan semua
umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang telah menyampaikan
ilmu pengetahuan melalui Al-Qur’an dan Sunnah, serta semoga kesejahteraan tetap
tercurahkan kepada keluarga beliau, para sahabat-sahabatnya dan kaum muslimin
yang tetap berpegang teguh kepada agama Islam.
Penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada dosen pembimbing akademik dan
pembimbing lahan stase keperawatan anak yang telah memberikan bimbingan dan
masukan sehingga laporan “ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GANGGUAN
FUNGSI GINJAL PADA KASUS GAGAL GINJAL KRONIK (GGK) DI RUANG
IRNA II RSUD KOTA MATARAM 2020” ini dapat tersusun sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan. semoga amal baik yang beliau berikan akanmendapat balasan
yang setimpal dari allah subhanahu wa ta’ala.
Akhir kata, semoga laporan ini senantiasa bermanfaat pada semua pihak untuk
masa sekarang dan masa yang akan datang.
Wassalamu’alaikum wa rahmatullah wabarakatuh.

Mataram, 04 Maret 2021

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Gagal ginjal kronik merupakan salah satu penyakit kronis.Gagal ginjal
kronik memiliki etiologi yang bervariasi dan tiap negara memiliki data etiologi
gagal ginjal kronik yang berbeda-beda. Di Amerika Serikat, Diabetes Melitustipe
2 merupakan penyebab terbesar gagal ginjal kronik. Hipertensi menempati
urutan kedua.Di Indonesia ,menurut data Perhimpunan Nefrologi Indonesia
glomerulonefritis merupakan 46.39% penyebab gagal ginjal yang menjalani
hemodialisis. Sedangkan diabetes melitus, insidennya 18,65% disuse obstruksi/
infeksi ginjal (12.85%) dan hipertensi (8.46%) (Firmansyah,2010). Etiologi
gagal ginjal kronik menurut Brunner & Suddarth (2006) adalah penyakit
sistemik seperti diabetes melitus, glomerulonefritis kronis, pielonefritis,
hipertensi yang tidak dapat dikontrol, obstruksi traktusurinarius, lesi herediter
seperti penyakit ginjal polikistik, gangguan vaskuler, infeksi, medikasiatau
toksik. Lingkungan dan agens berbahaya yang mempengaruhi gagal ginjal
kronik mencakup timah, kadmium, merkuri dan kromium (Rab, T, 2008)
Australian Instituteof Health and Welfare telah melakukan sistematisasi
faktor risiko kejadian penyakitginjal kronik yang menjalani hemodialisis(ESRD)
di Australia. Faktor risiko ESRD di Australia dibagi menjadi empat kelompok
yaitu: (1) faktor lingkungan sosial yang meliputi status sosial ekonomi,
lingkungan fisik dan ketersediaan lembaga pelayanan kesehatan, (2) faktor risiko
biomedik, meliputi antara lain diabetes, hipertensi, obesitas, sindroma
metabolisma, infeksi saluran kencing, batu ginjal dan batu saluran kencing,
glomerulonefritis, infeksi streptokokus dan keracunan obat; (3) faktor risiko
perilaku, meliputi antara lain merokok atau pengguna tembakau, kurang gerak
dan olahraga serta kekurangan makanan dan (4)factor predisposisi, meliputi
antara lain umur, jenis kelamin, rasa tauetnis, riwayat keluarga dangenetik (Rab,
T, 2008)

4
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mengonsumsi minuman
suplemen energi berhubungan dengan kejadian CKD di RSU PKU
Muhammadiyah Yogyakarta. Hubungan antara mengonsumsi minuman
suplemen dengan kejadian CKD di RSUPKU Muhamadiyah Yogyakarta bersifat
dosedependence yaitu semakin banyak mengonsumsi minuman suplemen
makarisiko untuk mengalami gagal ginjal kronik terminal juga semakin tinggi.
Hasil penelitian tersebut juga diketahui bahwa meninggalkan kebiasaan
mengonsumsi minuman suplemen energy akan dapat menurunkan kemungkinan
kejadian CKD. Hubungan antara lama berhenti dari kebiasaan mengonsumsi
minuman suplemen energy dengan kejadian CKD di RSUPKU Muhammadiyah
Yogyakarta juga bersifat time- dependence (Rab, T, 2008)
Penelitian epidemiologi di Thailand pada pekerja bangunandi Provinsi
Chonburi diketahui bahwa kebiasaan mengonsumsi minuman suplemen secara
bermakna berhubungan dengan kebiasaan kerja lembur, terpengaruh iklan, kesan
positif pribadi selama mengonsumsi, kebiasaan minuman alkohol, merokokdan
mantan pengguna obat-obatan terlarang”Kratom” (Pichainaronget.al,2004).
Komisi Keamanan Makanan Uni Eropadan Depkes RI menyarankan agar lebih
berhati-hati dan tetap membatasi diri dalam mengonsumsi minuman suplemen
yang mengandung taurin maupun kafein karena belum ada bukti keamanannya
secara epidemiologi suntuk penggunaan jangka panjang (Depkes RI,1996).
Asupankafein 4–8 mg / kg BB mempunyai efek peningkatan kadar lemak dalam
darah, mengganggu pengambilan dan penyimpanan kalsium serta
peningkatan kadar glukosadarah (Rab, T, 2008)
Terkait dengan jamu tradisional yang ternyata mengandung bahan kimia
obat, pakar farmasi Nurul Mutma’inah mencontohkan jamu tradisional
penambah stamina pria. Ternyata didalamnya ditambahkan bahan kimia obat,
seperti sildinafildan pada lafil."Bahan kimia tersebut dalam pengobatan modern
sebenarnya untuk mengatasi disfungsi ereksi. Kemudian jika seseorang akan
memakainya, seharusnya dipastikan dulu, apakah punya riwayat tekanan darah
tinggi atau memakai obat lain ataukah tidak," jelasnya. Selain jamu tradisional

5
penambah stamina pria, yang juga perlu diwaspadai adalah jamu seperti jamu
keju kemeng dan jamu pegallinu. Biasanya, jamu seperti pegal linu tersebut
sering ditambahkan analgetik atau penghilang rasa sakit. Efek samping dari
minum jamu tradisional yang dicampur bahan kimia obat, bias berakibat jangka
pendekatau jangka panjang. Jangka pendek, bias any amuncul keluhan iritasi
lambung atau lambung berasa perih, sedangkan efek jangka panjang, bias
menimbulkan gangguan ginjal dan sebagainya. Penyakit ginjal tergolong
penyakit kronis tidak menular, tapi merupakan pencetus berbagai macam
penyakit berbahaya. Misalnya, jantung koroner, stroke dan hipertensi.
Penyakit-penyakit tersebut saat ini menjadi ancaman utama di dunia kesehatan
(Rab, T, 2008)
Angka penderita gagal ginjal di Indonesia mencapai 70 ribu lebih. Data
beberapa pusat nefrologi di Indonesia dipekirakan insidens dan prevalensi
penyakit ginjal kronik masing-masing berkisar 100–150 / 1 juta penduduk dan
200–250/ 1 juta penduduk. Penelitian WHO pada tahun 1999 memperkirakan di
Indonesia akan mengalami peningkatan penderita gagal ginjal antara tahun
1995–2025 sebesar 414%. Peningkatan ini sangat disayangkan karena
sebenarnya penyakit gagal ginjal dapat dicegah dan dideteksi dinijinkan
masyarakat mempunyai kesadaran mengenai pentingnya ginjal terhadap
kesehatan (Rab, T, 2008)

1.2 RUMUSAN MASALAH


Bagaimana konsep dasar penyakit dan konsep dasar asuhan keperawatan pada
penderita Gagal Ginjal Kronik?

6
1.3 TUJUAN
1.3.1 TUJUAN UMUM
Untuk konsep dasar penyakit dan konsep dasar asuhan keperawatan pada
penderita Gagal Ginjal Kronik.
1.3.2TUJUAN KHUSUS
1. Untuk mengetahui definisi GGK
2. Untuk mengetahui klasifikasi GGK
3. Untuk mengetahui etiologi GGK
4. Untuk mengetahui faktor resiko GGK
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis GGK
6. Untuk mengetahui patofisiologi GGK
7. Untuk mengetahui pathway GGK
8. Untuk mengetahui penunjang GGK
9. Untuk mengetahui komplikasi GGK
10. Untuk mengetahui penatalaksanaan GGK
1.4 SISTEMATIKA PENULISAN
1.4.1 Bab I. Pendahuluan, berisi pendahuluan yang menjelaskan latar belakang
masalah,
rumusan masalah, maksud dan tujuan, sistematika penulisan, metode
penulisan.
1.4.2 Bab II. Tinjauan Teori, berisi pembahasan yang menjelaskan tentang konsep
dasar penyakit dan konsep dasar asuhan keperawatan pada penderita Gagal
Ginjal Kronik.
1.4.3 Bab III. Penutup, berisi kesimpulan, dan saran.
1.5 METODE PENULISAN
Metode  yang digunakan dalam penyusunan makalah ini yaitu dengan studi
keputusan.Studi kepustakaan adalah suatu metode pengumpulan data dengan cara
mencari, mengumpulkan, dan mempelajari materi-materi dari buku maupaun dari
media informasi lainnya dalam hal ini yang berkaitan dengan Ilmu Keperawatan
Medikal Bedah.

7
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 KONSEP DASAR PENYAKIT


2.1.1 DEFINISI
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD)
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah) (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang
bersifat persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan  fungsi ginjal 
yaitu penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam
kategori ringan, sedang dan berat (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal
yang progresif dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh
gagal untuk mempetahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)

2.1.2 KLASIFIKASI
Sesuai dengan topik yang saya tulis di depan Cronic Kidney
Disease (CKD). Pada dasar nya pengelolaan tidak jauh beda dengan
cronoic renal failure (CRF), namun pada terminologi akhir CKD lebih baik
dalam rangka untuk membatasi kelainan klien pada kasus secara dini,
kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien datang/ merasa
masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk
menentukan derajat (stage) menggunakan terminology CCT (clearance
creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF
(cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang

8
dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila
menggunakan istilah CRF (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
a) Kreatinin serum dan kadar BUN normal
b) Asimptomatik
c) Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
b. Stadium II: Insufisiensi ginjal
a) Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam
diet)
b) Kadar kreatinin serum meningkat
c) Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
1) Ringan: 40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal.
2) Sedang: 15% - 40% fungsi ginjal normal
3) Kondisi berat: 2% - 20% fungsi ginjal normal
c. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
a) Kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
b) Ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan
elektrolit
c) Air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan bj 1,010
2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality
Initiative) merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium
dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus):
a) Stadium 1: kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria
persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2).
b) Stadium 2: Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG
antara 60 -89 mL/menit/1,73 m2).
c) Stadium 3: kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59
mL/menit/1,73m2).

9
d) Stadium 4: kelainan ginjal dengan LFG antara 15-
29mL/menit/1,73m2).
e) Stadium 5: kelainan ginjal dengan LFG <
15 mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.

2.1.3 ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang
merusak nefron ginjal.Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal
difus dan bilateral (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus
sistemik (SLE), poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal
polikistik, asidosis tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme,
amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati
timbale.
8. Nefropati obstruktif                           
a. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis,
netroperitoneal.
b. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra,
anomali congenital pada leher kandung kemih dan uretra.

10
2.1.4 FAKTOR RESIKO
Menurut Norris dan Nissenson (2008) bahwa prevalensi CKD
bervariasi faktor risiko utama seperti diabetes, hipertensi, albuminuria
disosialekonomi, jenis kelamin, dan kelompok etnis memainkan peran
penting dalam perkembangan prevalensi dan komplikasi CKD. Australian
Institute of Health and Welfare (AIHW) telah melakukan sistematisasi
faktor risiko kejadian penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis
(ESRD) di Australia. Faktor risiko ESRD di Australia dibagi menjadi
empat kelompok yaitu (Budiyanto, Cakro, 2009)
1) factor lingkungan-sosial yang meliputi status sosial ekonomi,
lingkungan fisik dan ketersediaan lembaga pelayanan kesehatan,
2) faktor risiko biomedik, meliputi antara lain diabetes, hipertensi,
obesitas, sindroma metabolisma, infeksi saluran kencing, batu ginjal
dan batu saluran kencing, glomerulonefritis, infeksi streptokokus dan
keracunan obat
3) factor risiko perilaku, meliputi antara lain merokok atau pengguna
tembakau, kurang gerak dan olahraga serta kekurangan makanan dan
4) faktor predisposisi, meliputi antara lain umur, jeniskelamin, rasa tau
etnis, riwayat keluarga dan genetik (Budiyanto, Cakro, 2009)
1. Diabetes Mellitus
Waktu rata-rata diabetes sampai timbul uremia adalah 20
tahun. Diabetes menyebabkan diabetic nefropati yaitu adanya lesi
arteriol, pielonefritis dan nekrosis papilla ginjal serta
glomerulosklerosis
2. Hipertensi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan
perubahan- perubahan struktur pada arteriol seluruh tubuh yang
ditandai oleh fibrosis dan sklerosis dinding pembuluh darah. Organ
sasaran utama adalah jantung, otak dan ginjal. Penyumbatan arteri
dan arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan

11
atrofitubulus sehingga seluruh nefronrusak. Proteinuri dan azotemia
ringan dapat berlangsung selama bertahun-tahun tanpa
memperlihatkan gejala dan kebanyakan pasienakan merasakan
gejala jika memasuki stadium ganas. Hipertensi pada kehamilan
(Pre eklamsi) menyebabkan terjaidnya proteinuria, retensi air dan
natirum dapat memicu timbulnya gagal ginjal.
3. Infeksi
Infeksi dapat terjadi pada beberapa bagian ginjal yang
berbeda seperti glomerulus pada kasus glomerulonefritis atau
renalpelvis dan sel tubulointerstitial pada pielonfritis. Infeksi juga
bias naik ke kandung kemih melalui ureter menuju ginjal dimanater
dapat sumbatan pada saluran kencing bawah. Beberapa infeksi
dapat menunjukkan gejala, sementara yang lain tanpa gejala. Jika
tidak diperhatikan ,semakin banyak jaringan fungsional ginjal yang
perlahan-perlahan hilang. Selama proses peradangan tubuh kita
secara normal berusaha menyembuhkan diri.Hasil akhir
penyembuhan adalah adanya bekas luka jaringan dan atrofi sel yang
mengubah fungsi penyaring ginjal. Hal ini merupakan kondisi yang
tidak dapat dipulihkan. Jika presentase jaringan rusak besar, akan
berakhir pada gagal ginjal.
Wanita mempunyai insiden infeksi traktururinarius dan
pielonefritis yang lebih tinggi dibandingkan pria. Hal ini
disebabkan karena uretra lebih pendek dan mudah terkontaminasi
feses, selama kehamilan sampai beberapa waktu setelah melahirkan
terjadi hidronefrosis dan hidrureter pada ginjal kanan. Pria dewasa
usia lebih dari 60tahun sering ditemukan hiper tropiprostat yang
menyebabkan obstruksi aliran urin yang menekan pelvis ginjal dan
ureter. Obstruksi juga dapat disebabkan ada nya striktururetra dan
neoplasma. Obstruksi menyebabkan infeksi ginjal dan memicu
terjadinya gagal ginjal

12
4. Obat-obatan
Sebagian besar obat diekskresikan lewat ginjal. Padahal
banyak dari obat- obatan bersifat racun, oleh sebab itu istilahnya
disebut nefrotoksik (Budiyanto, Cakro, 2009)
a) Antibiotik: Aminoglikosid, sulfonamid, amphotericin B,
polymyxin, neomycin, bacitracin, rifampisin,
aminosalycylicacid, oxy-dan chlotetracyclines.
b) Analgesik (pereda sakit): Salisilat, acetaminolen, phenacetin,
semua NSAID, Phenybutazone, semua penghambat
prostaglandin synthetase.
c) Antiepileptik (untuk epilepsi dan kejang): Trimethadione,
paramethadione, succinamide,carbamazepine.
d) Obat-obat anti kanker: Cyclosporine,cisplatin,cyclophospamide,
streptozocin,
e) Immunecompex inducers (obat-obat untuk kekebalan tubuh):
captopril
5. Logam berat
Logam berat akan bergabung dalam tulang dan sedikit demi
sedikit dilepaskan kembali dalam darah setelah dalam jangka waktu
bertahun-tahun. Logam beratakan sampai ke tubulus ginjal.
Kerusakan dasar ginjal di akibatkan oleh nefritisinterstisial dan
gagal ginjal progresif lambat (Budiyanto, Cakro, 2009)
6. Genetik
Penyakit polikistik merupakan penakit keturunan dapat
menyebabkan gagal ginjal kronik (Budiyanto, Cakro, 2009)
7. Faktor kekebalan tubuh
Penyakit gangguan imunologi seperti sistemik lupus
eritematosus menyebabkan gagal ginjal kronik (Budiyanto, Cakro,
2009)
8. Bahan kimia dalam makanan dan minuman

13
Bahan pengawet, pewarna makanan, penyedap rasa dan
bahan tambahan lainnya dalam makanana yang dikaleng, botol,
daging olahan, jus dan soft drink dicurigai memberi pengaruh
berbahaya pada ginjal (Budiyanto, Cakro, 2009)
9. Air minum
Air minum dapat mengandung bahan kimia organic dan
anorganik yang larut dalam air, endapan logam berat,mineral yang
menimbulkan masalah pada ginjal (Budiyanto, Cakro, 2009)
10. Kurang minum/cairan
Ginjal berfungsi mempertahankan keseimbangan air,
mempunyai kemampuan meningkatkan atau mengencerkan urin.
Jika asupan cairan kurang pada kondisi cuaca panas, pekerja berat,
dehidrasi dalam waktu yang lama, maka usaha memekatkan urin
lebih berat dan ginjal kelelahan/gagal ginjal (Budiyanto, Cakro,
2009)
11. Makanan tinggi garam/natirum
Ginjal berfungsi menjaga keseimbangan natrium. Jika
jumlah garam dalam makanan tinggi dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan darah/hipertensi. Kerangka teori dari Norris
dan Nissenson (2008) menunjukkan secara jelas faktor risiko yang
berperan terjadinya penyakit gagal ginjal kronik (Budiyanto, Cakro,
2009)

2.1.5 MANIFESTASI KLINIS


1. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia (Cahyaningsih,
D. Niken. 2011)
a) Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal
cerna, gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek,
bilirubuin serum meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah
retikulosit normal.

14
b) Defisiensi hormone eritropoetin
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H
eritropoetin → Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak
mampu bereaksi terhadap proses hemolisis/perdarahan → anemia
normokrom normositer.
2. Kelainan Saluran cerna
a) Mual, muntah, hicthcup
dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia (NH3) →
iritasi/rangsang mukosa lambung dan usus.
b) Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva
banyak mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.
c) Pankreatitis, berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim
amylase.
3. Kelainan mata
4. Kardiovaskuler:
a) Hipertensi
b) Pitting edema
c) Edema periorbital
d) Pembesaran vena leher
e) Friction Rub Pericardial
5. Kelainan kulit
a. Gatal
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
a) Toksik uremia yang kurang terdialisis
b) Peningkatan kadar kalium phosphor
c) Alergi bahan-bahan dalam proses HD
b. Kering bersisik, karena ureum meningkat menimbulkan
penimbunan kristal urea di bawah kulit.
c. Kulit mudah memar

15
d. Kulit kering dan bersisik
e. rambut tipis dan kasar
6. Neuropsikiatri
7. Kelainan selaput serosa
8. Neurologi :
a. Kelemahan dan keletihan
b. Konfusi
c. Disorientasi
d. Kejang
e. Kelemahan pada tungkai
f. rasa panas pada telapak kaki
g. Perubahan Perilaku
9. Kardiomegali.
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan
fungsi ginjal yang serupa yang disebabkan oleh desstruksi nefron
progresif. Rangkaian perubahan tersebut biasanya menimbulkan efek
berikut pada pasien : bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal
dan terus mendekati nol, maka pasien menderita apa yang
disebut Sindrom Uremik.Terdapat dua kelompok gejala klinis
(Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
a) Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan
dan elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit
nitrogen dan metabolit lainnya, serta anemia akibat defisiensi
sekresi ginjal.
b) Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan
lainnya

16
Manifestasi Sindrom Uremik (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
Sistem Tubuh Manifestasi
Biokimia a) Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20 mEq/L)
b) Azotemia (penurunan GFR, peningkatan BUN, kreatinin)
c) Hiperkalemia
d) Retensi atau pembuangan Natrium
e) Hipermagnesia
f) Hiperurisemia

Perkemihan& Kelamin a) Poliuria, menuju oliguri lalu anuria


b) Nokturia, pembalikan irama diurnal
c) Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010
d) Protein silinder
e) Hilangnya libido, amenore, impotensi dan sterilitas

Kardiovaskular a) Hipertensi
b) Retinopati dan enselopati hipertensif
c) Beban sirkulasi berlebihan
d) Edema
e) Gagal jantung kongestif
f) Perikarditis (friction rub)
g) Disritmia

Pernafasan a) Pernafasan Kusmaul, dispnea


b) Edema paru
c) Pneumonitis

Hematologik a) Anemia menyebabkan kelelahan


b) Hemolisis
c) Kecenderungan perdarahan
d) Menurunnya resistensi terhadap infeksi (ISK,
pneumonia,septikemia)

Kulit a) Pucat, pigmentasi


b) Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah, tipis,
bergerigi, ada garis merah biru yang berkaitan dengan
kehilangan protein)
c) Pruritus
d) “Kristal” uremik
e) Kulit kering
f) Memar

Saluran cerna a) Anoreksia, mual muntah menyebabkan penurunan BB


b) Nafas berbau amoniak
c) Rasa kecap logam, mulut kering
d) Stomatitis, parotitid
e) Gastritis, enteritis
f) Perdarahan saluran cerna
g) Diare

Metabolisme intermedier a) Protein-intoleransi, sintesisi abnormal


b) Karbohidrat-hiperglikemia, kebutuhan insulin menurun

17
c) Lemak-peninggian kadar trigliserida

Neuromuskular a) Mudah lelah


b) Otot mengecil dan lemah
c) Susunan saraf pusat :
d) Penurunan ketajaman mental
e) Konsentrasi buruk
f) Apati
g) Letargi/gelisah, insomnia
h) Kekacauan mental
i) Koma
j) Otot berkedut, asteriksis, kejang
k) Neuropati perifer :
l) Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg
m) Perubahan sensorik pada ekstremitas – parestesi
n) Perubahan motorik – foot drop yang berlanjut menjadi
paraplegi

Gangguan kalsium dan a) Hiperfosfatemia, hipokalsemia


rangka b) Hiperparatiroidisme sekunder
c) Osteodistropi ginjal
d) Fraktur patologik (demineralisasi tulang)
e) Deposit garam kalsium pada jaringan lunak (sekitar sendi,
pembuluh darah, jantung, paru-paru)
f) Konjungtivitis (uremik mata merah)

2.1.6 PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume
filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal
untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang
harus dilarut menjadi lebih besar dari pada yang bisa direabsorpsi berakibat
diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah
nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk
sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas
dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal
telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai
kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu
(Cahyaningsih, D. Niken, 2011)

18
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah, akan semakin berat (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari
penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan
penurunan klirens substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh
ginjal (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi
dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin.
Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli)
klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat.
Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat.
Kreatinin seru.m merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi
karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak
hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan
protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi
seperti steroid (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau
mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir,
respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan
elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan
cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif,
dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin
angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron.
Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan garam,
mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan

19
diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin
memperburuk status uremik (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis
metabolic seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan
muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama
akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia
(NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) .penurunan
ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi (Cahyaningsih, D.
Niken, 2011)
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan
kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik
pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal,
produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai
keletihan, angina dan sesak napas (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah
gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan
fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya
meningkat, maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi
melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan
sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium
serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid.
Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap
peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada
tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit aktif vitamin D
(1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal
menurun (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)

20
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks
kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon (Cahyaningsih, D.
Niken, 2011)
7. Edema
dampak yang signifikan dari proses filtrasi glomerulus yang
sangat rendah menyebabkan terjadinya retensi Na+ dan H2O sehingga
terjadi osmosis dari laju glomelurus yang menurun masuk kedalam sel
atau jaringan tubuh sehingga menyebabkan edema. (Cahyaningsih, D.
Niken, 2011)

21
2.1.7 WOC/ PATHWAY

Kerusakan fungsi ginjal

Sekresi eritropoietin Kerusakan glomelurus BUN, Creatinin

Filtrasi glomelurus Protein/albumin dapat Produksi sampah dialiran darah


Produksi SDM
melewati membranglomelurus

Pruritus Dalam saluran GI


Oksihemoglobin GFR Proteinuria

Retensi Oliguria, Lesi pada kulit Mual, muntah


Suplai O2 ke jaringan Na, H2O anuria hipoalbuminemia Sel kekurangan
protein

Kerusakan Gangguan nutrisi


Gangguan perfusi jaringan Fatigue/ malaise Edema integritas kulit < dr kebutuhan
System imun tubuh

Intoleransi aktivitas
Preload Kelebihan
volume cairan Risiko infeksi

Katabolisme protein dalam sel

Ureum

Masuk kulit Asidosis metabolik

Kulit kering & Kompensasi


pruritus respiratorik

Kerusakan Integritas Hiperventilasi


Kulit

Perubahan pola napas

22
2.1.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Diagnostik (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)

a) Pemeriksaan EKG: Untuk melihat kemungkinan hipertrofi


ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis (misalnya voltase rendah),
aritmia dan gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia).
b) Ultrasonografi (USG): Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal
korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem,
pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya factor yang
reversibel seperti obstruksi oleh karena batu atau masa tumor, juga
untuk menilai apakah proses sudah lanjut (ginjal yang lisut). USG
ini sering dipakai oleh karena non-infasif, tak memerlukan
persiapan apapun.
c) Foto Polos Abdomen: Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi
akan memperburuk fungsi ginjal, menilai bentuk dan besar ginjal
dan apakah ada batu atau obstruksi lain. Foto polos yang disertai
tomogram memberi keterangan yang lebih baik.
d) Pielografi Intra-Vena (PIV): Pada GGK lanjut tak bermanfaat lagi
oleh karena ginjal tak dapat memerlukan kontras dan pada GGK
ringan mempunyai resiko penurunan faal ginjal lebih berat,
terutama pada usia lanjut, diabetes melitus, dan nefropati asam
urat. Saat ini sudah jarang dilakukan pada GGK. Dapat  dilakukan
dengan cara intravenous infusion pyelography, untuk menilai
sistem pelviokalises dan ureter.
e) Pemeriksaan Pielografi Retrograd: Dilakukan bila dicurigai ada
obsstruksi yang reversibel.
f) Pemeriksaan Foto Dada: Dapat terlihat tanda-tanda bendungan
paru akibat kelebihan air (fluid overload), efusi pleura,

23
kardiomegali dan efusi pericardial. Tak jarang ditemukan juga
infeksi spesifik oleh karena imunitas tubuh yang menurun.
g) Pemeriksaan Radiologi Tulang: Mencari osteodistrofi (terutama
falang/jari), dan kalsifikasi metastatik.

2. Laboratorium (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)


a) Volume urine : Biasanya kurang dari 400 ml/ 24 jam (fase oliguria)
terjadi dalam (24 jam – 48) jam setelah ginjal rusak.
b) Warna Urine : Kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya
darah.
c) Berat jenis urine : Kurang dari l, 020 menunjukan penyakit ginjal
contoh : glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan
kemampuan memekatkan : menetap pada l, 0l0 menunjukkan
kerusakan ginjal berat.
d) pH : Lebih besar dari 7 ditemukan pada ISK, nekrosis tubular
ginjal dan rasio urine/ serum saring (1 : 1).
e) Kliren kreatinin : Peningkatan kreatinin serum menunjukan
kerusakan ginjal.
f) Natrium : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/ ltr
bila ginjal tidak mampu mengabsorpsi natrium.
g) Bikarbonat : Meningkat bila ada asidosis metabolik.
h) Protein : Proteinuria derajat tinggi (+3 – +4 ) sangat menunjukkan
kerusakan glomerulus bila Sel darah merah dan warna Sel darah
merah tambahan juga ada. Protein derajat rendah (+1 – +2 ) dan
dapat menunjukan infeksi atau nefritis intertisial.
i) Warna tambahan : Biasanya tanda penyakit ginjal atau infeksi
tambahan warna merah diduga nefritis glomerulus.
j) Hemoglobin : Menurun pada anemia.
k) Sel darah merah : Sering menurun mengikuti peningkatan
kerapuhan / penurunan hidup.

24
l) pH : Asidosis metabolik (<>
m) Kreatinin : Biasanya meningkat pada proporsi rasio (l0:1).
n) Osmolalitas : Lebih besar dari 28,5 m Osm/ kg, sering sama
dengan urine.
o) Kalium : Meningkat sehubungan dengan retensi urine dengan
perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis
sel darah merah).
p) Natrium : Biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi.
q) pH, Kalium & bikarbonat : Menurun.
r) Klorida fosfat &Magnesium : Meningkat.
s) Protein : Penurunan pada kadar serum dapat menunjukan
kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan penurunan
pemasukan dan penurunan sintesis karena kekurangan asam amino
esensial.
t) Ultrasono ginjal : Menentukan ukuran ginjal dan adanya masa /
kista (obstruksi pada saluran kemih bagian atas).
u) Biopsi ginjal : Dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis.
v) Endoskopi ginjal / nefroskopi : Untuk menentukan pelvis ginjal
(adanya batu, hematuria).
w) E K G : Mungkin abnormal menunjukkan ketidak seimbangan
asam / basa.

GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault


(Cahyaningsih,
D. Niken, 2011)

25
Nilai normal :
a. Laki-laki: 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau0,93 - 1,32 mL/detik/m2
b. Wanita    : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau0,85 - 1,23 mL/detik/m2
c. Hemopoesis   : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan
d. Elektrolit        : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+
e. Endokrin        :  PTH dan T3,T4
f. Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk  
ginjal, misalnya: infark miokard.

2.1.9 KOMPLIKASI (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)


a. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic,
katabolisme dan masukan diet berlebih.
b. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system
rennin-angiotensin-aldosteron
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna
kehilangan drah selama hemodialisa
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.

26
f. Asidosis metabolic
g. Osteodistropi ginjal
h. Sepsis
i. neuropati perifer
j. hiperuremia

2.1.10 PENATALAKSANAAN
1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien
Cronic renal Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi
dari bulan sampai tahun.
Tujuan terapi konservatif (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.
b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.

Prinsip terapi konservatif (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)


1. Mencegah memburuknya  fungsi ginjal.
a) Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
b) Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan
ekstraseluler dan hipotensi.
c) Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.
d) Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.
e) Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.
f) Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis
yang kuat.
g) Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat
tanpa indikasi medis yang kuat.
2. Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat

27
a) Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.
b) Kendalikan terapi ISK.
c) Diet protein yang proporsional.
d) Kendalikan hiperfosfatemia.
e) Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.
f) Terapi hIperfosfatemia.
g) Terapi keadaan asidosis metabolik.
h) Kendalikan keadaan hiperglikemia.
3. Terapi alleviative gejala asotemia
a) Pembatasan konsumsi protein hewani.
b) Terapi keluhan gatal-gatal.
c) Terapi keluhan gastrointestinal.
d) Terapi keluhan neuromuskuler.
e) Terapi keluhan tulang dan sendi.
f) Terapi anemia.
g) Terapi setiap infeksi.

2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan
serum K+ (hiperkalemia) (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
1) Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5
mg/hari.
2) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau
sama dengan 7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan
20 mEq/L.
b. Anemia (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
1) Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi
hormon eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor).

28
Anemia ini diterapi dengan pemberian Recombinant Human
Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan pemberian 30-530 U per kg
BB.
2) Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan
adalah membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau
peritoneal dialisis.
3) Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan
saluran cerna dan kehilangan besi pada dialiser ( terapi
pengganti hemodialisis ). Klien yang mengalami anemia,
tranfusi darah merupakan salah satu pilihan terapi alternatif
,murah dan efektif, namun harus diberikan secara hati-hati.
Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal (Cahyaningsih, D.
Niken, 2011)
a) HCT < atau sama dengan 20 %
b) Hb  < atau sama dengan 7 mg5
c) Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia   
dan high output heart failure.
Komplikasi tranfusi darah (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
a) Hemosiderosis
b) Supresi sumsum tulang
c) Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia
d) Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
e) Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk
rencana transplantasi ginjal.
c. Kelainan Kulit
1) Pruritus (uremic itching)

29
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal,
insiden meningkat pada klien yang mengalami HD
(Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
Keluhan :
a) Bersifat subyektif
b) Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic
papula dan lichen symply
Beberapa pilihan terapi :
a) Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme
b) Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
c) Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6
mg, terapi ini bisa diulang apabila diperlukan
d) Pemberian obat
Diphenhidramine 25-50 P.O
Hidroxyzine 10 mg P.O
2) Easy Bruishing
Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa
berhubungan denga retensi toksin asotemia dan gangguan
fungsi trombosit. Terapi yang diperlukan adalah tindakan
dialisis (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
d. Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
1) HD reguler.
2) Obat-obatan : Diasepam, sedatif.
3) Operasi sub total paratiroidektomi.
e. Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen
hipertensi, tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program
terapinya meliputi (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
1) Restriksi garam dapur.

30
2) Diuresis dan Ultrafiltrasi.
3) Obat-obat antihipertensi.
3. Terapi pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium
5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat
berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal
(Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
a. Dialisis yang meliputi:
1) Hemodialisa
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk
mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi
dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum
tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Secara
khusus, indikasi HD adalah (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
a. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK
dan GGA untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.
b. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa
apabila terdapat indikasi (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
a) Hiperkalemia > 17 mg/lt
b) Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2
c) Kegagalan terapi konservatif
d) Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien
uremia, asidosis metabolik berat, hiperkalemia,
perikarditis, efusi, edema paru ringan atau berat atau
kreatinin tinggi dalam darah dengan nilai kreatinin >
100 mg %
e) Kelebihan cairan
f) Mual dan muntah hebat
g) BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )
h) preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )

31
i) Sindrom kelebihan air
j) Intoksidasi obat jenis barbiturat
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut
dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi
absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/ neuropati azotemik,
bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif
dengan diuretik, hipertensi berat, muntah persisten, dan Blood
Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% atau > 40 mmol per liter
dan kreatinin > 10 mg% atau > 90 mmol perliter. Indikasi
elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual,
anoreksia, muntah, dan astenia berat (Cahyaningsih, D. Niken,
2011)
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia
(PERNEFRI) (2003) secara ideal semua pasien dengan Laju
Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari
10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang
dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani
dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya
indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti
oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan
nefropatik diabetic (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan
sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit
rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang
kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput
semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang
diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai
sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal
(Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
2) Dialisis Peritoneal (DP)

32
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory
Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan
di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak
dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang
telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien
yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan
hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan
stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin
masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-
morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu
keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk
melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari
pusat ginjal (Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
b. Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi
dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu
(Cahyaningsih, D. Niken, 2011)
a. Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih
seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya
mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah
b. Kualitas hidup normal kembali
c. Masa hidup (survival rate) lebih lama
d. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama
berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah
reaksi penolakan
e. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

33
2.2 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
2.2.1 PENGKAJIAN
Pengkajian pada penderita Gagal Ginjal Kronik (Colvy, Jack, 2010)
a) Biodata
Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia
muda, dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria
(Colvy, Jack, 2010)
b) Keluhan utama
Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan
(anoreksi), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau
(ureum), gatal pada kulit (Colvy, Jack, 2010)
c) Riwayat penyakit
1. Sekarang: Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi
anafilaksis, renjatan kardiogenik (Colvy, Jack, 2010)
2. Dahulu: Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih,
payah jantung, hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik,
Benign Prostatic Hyperplasia, prostatektomi (Colvy, Jack, 2010)
3. Keluarga: Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM)
(Colvy, Jack, 2010)
d) Tanda vital
Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas cepat
dan dalam (Kussmaul), dyspnea (Colvy, Jack, 2010)
e) Head To Toe (Colvy, Jack, 2010)
a. Kepala: Edema muka terutama daerah orbita, mulut bau khas
ureum, sakit kepala
b. Dada: Pernafasan cepat dan dalam, nyeri dada,nafas pendek, batuk
dengan/tanpa sputum, kental dan banyak, gangguan irama jantung,
edema, Disritmia jantung.
c. Perut: Adanya edema anasarka (ascites), Anoreksia, nausea,
vomiting, fektor uremicum, gastritis erosiva dan Diare

34
d. Ekstrimitas: Edema pada tungkai, spatisitas otot, piting pada kaki,
telapak tangan, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.kecendrungan
perdarahan, Nyeri panggul, kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat
malam hari), keterbatasan gerak sendi
e. Kulit: Sianosis, akaral dingin, turgor kulit menurun, Pruritus,
demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis pada kulit,
defosit fosfat kalsium pda kulit
f. Kesadaran : Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent
sampai koma.
g. Genitalia : Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine
kuning tua dan pekat, tidak dapat kencing. Penurunan frekuensi
urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut) abdomen kembung,
diare atau konstipasi, Perubahan warna urine, (pekat, merah,
coklat, berawan) oliguria atau anuria.

2.2.2 ANALISA DATA


NO DATA ETIOLOGI PROBLEM
1 DS: Kerusakan glomelurus 1. Kelebihan volume cairan
1. Pasien menyatakan b.d mekanisme pengaturan
kesulllitan bernfas GFR melemah
2. Pasien menyatakan
kembung di daerah Retensi Na, H2O
abdomen
DO:
1. Edema Edema
2. Tekanan darah tinggi
3. Perubahan turgor kulit Kelebihan volume cairan
4. Distensi
abdomen/asites
2 DS: Kerusakan glomelurus 2. Ketidakseimbangan nutrisi
1. Mual kurang dari kebutuhan tubuh b.d
2. Tidak Adanya Nafsu Albumin melewati membran intake makanan yang inadekuat
Makan glomelurus (mual, muntah, anoreksia dll).
3. Pasien Menyatakan
Nyeri Ulu Hat proteinuria
DO:
1. Adanya cegukan hipoaluminemia
2. Muntah
3. Porsi makan tidak katabolisme protein dalam sel
dihabiskan

35
4. Penurunan berat produksi asam
badan
5. Nafas berbau amonia
asam lambung naik

anoreksia, mual muntah

Ketidakseimbangan nutrisi kurang


dari kebutuhan tubuh

3 DS: Kerusakan glomelurus 3. Pola nafas tidak efektif b.d


1. Pasien menyatakan edema paru, asidosis metabolic,
kesulitan bernafas Albumin melewati membran pneumonitis, perikarditis
DO: glomelurus
1. Sesak
2. Nafas Dangkal proteinuria
3. Pembesaran Pada
Abdomen hipoaluminemia
4. Pengembangan Paru
Tidak Sempurna katabolisme protein dalam sel

Ureum naik

Asidosis metabolik

Kompensasi respiratorik

Hiperventilasi

Perubahan pola napas

Pola napas tidak efektif


4 DS: Kerusakan fungsi ginjal 4. Intoleransi aktivitas b.d
1. Pasien mengatakan keletihan/kelemahan, anemia,
lemas Sekresi eritropoietin retensi produk sampah   dan
DO: prosedur dialysis
1. Tampak lemas Produksi SDM menurun
2. HB dibawah normal
(<12 pada perempuan, Oksihemoglobin
<13 pada laki-laki)
3. Peningkatan TD, RR, Suplai O2 ke jaringan menurun
dan Nadi
4. Ketidakmampuan Fatigue/malaise
melakukan ADL
Intoleransi aktivitas
5 DS: Kerusakan fungsi ginjal 5. Gangguan pertukaran
1. klien mengatakan gas b.d perubahan membran
batuk Sekresi eritropoietin kapiler-alveolar
2. klien mengatakan
susah mengeluarkan Produksi SDM menurun
dahak
DO: Oksihemoglobin

36
1. Peningkatan TD, RR,
dan Nadi Suplai O2 ke jaringan menurun
2. Batuk
3. Suara nafas tidak
bersih Gangguan perfusi jaringan
4. Sianosis
5. Dyspneu Gangguan pertukaran gas
6. Tidak bisa
mengeluarkan sputum
7. Adanya tanda distres
pernafasan
8. Oksigenasi tidak
adekuat
6 DS: Kerusakan glomelurus 6. Penurunan cardiac output b.d
1. Pasien mengatakan perubahan preload, afterload dan
mudah lelah GFR sepsis
DO:
1. Peningkatan TD, RR, Retensi Na, H2O
dan Nadi
2. Penurunan kesadaran
3. Mudah lelah Edema
4. Adanya edema paru
5. Asietes Preload meningkat

Beban jantung bertambah

Hipertrofi ventrikel kiri

COP

Penurunan curah jantung

2.2.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler-alveolar
2. Penurunan cardiac output b.d perubahan preload, afterload dan sepsis
3. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic,
pneumonitis, perikarditis
4. Kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan melemah
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
makanan yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
6. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk
sampah   dan prosedur dialysis.

37
2.2.4 INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Dx. Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
1. Gangguanpertukaran gas NOC : NIC :
b/d kongesti paru, a) Respiratory Status : Gas Airway Management
hipertensi pulmonal, exchange a) Buka jalan nafas, guanakan
penurunan perifer yang b) Respiratory Status : teknik chin lift atau jaw
mengakibatkan asidosis ventilation thrust bila perlu
laktat dan penurunan c) Vital Sign Status b) Posisikan pasien untuk
curah jantung. memaksimalkan ventilasi
Kriteria Hasil : c) Identifikasi pasien perlunya
Definisi : Kelebihan atau a) Mendemonstrasikan pemasangan alat jalan nafas
kekurangan dalam peningkatan ventilasi dan buatan
oksigenasi dan atau oksigenasi yang adekuat d) Pasang mayo bila perlu
pengeluaran b) Memelihara kebersihan paru e) Lakukan fisioterapi dada
karbondioksida di dalam paru dan bebas dari tanda jika perlu
membran kapiler alveoli tanda distress pernafasan f) Keluarkan sekret dengan
c) Mendemonstrasikan batuk batuk atau suction
Batasan karakteristik : efektif dan suara nafas yang g) Auskultasi suara nafas, catat
a) Gangguan bersih, tidak ada sianosis adanya suara tambahan
penglihatan dan dyspneu (mampu h) Lakukan suction pada mayo
b) Penurunan CO2 mengeluarkan sputum, i) Berika bronkodilator bila
c) Takikardi mampu bernafas dengan perlu
d) Hiperkapnia mudah, tidak ada pursed j) Barikan pelembab udara
e) Keletihan lips) k) Atur intake untuk cairan
f) Somnolen d) Tanda tanda vital dalam mengoptimalkan
g) Iritabilitas rentang normal keseimbangan.
h) Hypoxiakebingunga l) Monitor respirasi dan status
n O2
i) Dyspnoenasal faring
j) AGD Normal Respiratory Monitoring
k) sianosis a) Monitor rata – rata,
l) warna kulit kedalaman, irama dan usaha
abnormal (pucat, respirasi
kehitaman) b) Catat pergerakan dada,amati
m) Hipoksemia kesimetrisan, penggunaan
n) hiperkarbia otot tambahan, retraksi otot
o) sakit kepala ketika supraclavicular dan
bangun intercostal
p) frekuensi dan c) Monitor suara nafas, seperti
kedalaman nafas dengkur
abnormal d) Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
Faktor faktor yang kussmaul, hiperventilasi,
berhubungan: cheyne stokes, biot
ketidakseimbangan e) Catat lokasi trakea
perfusi f) Monitor kelelahan otot
ventilasiperubahan diagfragma (gerakan
membran kapiler- paradoksis)
alveolar g) Auskultasi suara nafas, catat
area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan suara
tambahan

38
h) Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi
crakles dan ronkhi pada
jalan napas utama
i) Uskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui
hasilnya

AcidBase Managemen
a) Monitro IV line
b) Pertahankanjalan nafas
paten
c) Monitor AGD, tingkat
elektrolit
d) Monitor status
hemodinamik(CVP, MAP,
PAP)
e) Monitor adanya tanda tanda
gagal nafas
f) Monitor pola respirasi
g) Lakukan terapi oksigen
h) Monitor status neurologi
i) Tingkatkan oral hygiene

2. Penurunan curah jantung NOC : NIC :


b/d respon fisiologis otot a) Cardiac Pump effectiveness a) Cardiac Care
jantung, peningkatan b) Circulation Status b) Evaluasi adanya nyeri dada (
frekuensi, dilatasi, c) Vital Sign Status intensitas,lokasi, durasi)
hipertrofi atau c) Catat adanya disritmia
peningkatan isi sekuncup Kriteria Hasil: jantung
a) Tanda Vital dalam rentang d) Catat adanya tanda dan
normal (Tekanan darah, gejala penurunan cardiac
Nadi, respirasi) putput
b) Dapat mentoleransi e) Monitor status
aktivitas, tidak ada kardiovaskuler
kelelahan f) Monitor status pernafasan
c) Tidak ada edema paru, yang menandakan gagal
perifer, dan tidak ada asites jantung
d) Tidak ada penurunan g) Monitor abdomen sebagai
kesadaran indicator penurunan perfusi
h) Monitor balance cairan
i) Monitor adanya perubahan
tekanan darah
j) Monitor respon pasien
terhadap efek pengobatan
antiaritmia
k) Atur periode latihan dan
istirahat untuk menghindari
kelelahan
l) Monitor toleransi aktivitas
pasien
m) Monitor adanya dyspneu,
fatigue, tekipneu dan

39
ortopneu
n) Anjurkan untuk menurunkan
stress

Vital Sign Monitoring


a) Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
b) Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
c) Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
d) Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
e) Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
f) Monitor kualitas dari nadi
g) Monitor adanya pulsus
paradoksus
h) Monitor adanya pulsus
alterans
i) Monitor jumlah dan irama
jantung
j) Monitor bunyi jantung
k) Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
l) Monitor suara paru
m) Monitor pola pernapasan
abnormal
n) Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
o) Monitor sianosis perifer
p) Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
q) Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

3. Pola Nafas tidak efektif NOC : Fluid management


a) Respiratory status : a) Pertahankan catatan intake
Definisi : Pertukaran Ventilation dan output yang akurat
udara inspirasi dan/atau b) Respiratory status : Airway b) Pasang urin kateter jika
ekspirasi tidak adekuat patency diperlukan
c) Vital sign Status c) Monitor hasil lAb yang
Batasan karakteristik : sesuai dengan retensi cairan
a) Penurunan tekanan Kriteria Hasil : (BUN , Hmt , osmolalitas
inspirasi/ekspirasi a) Mendemonstrasikan batuk urin  )
b) Penurunan efektif dan suara nafas yang d) Monitor status hemodinamik
pertukaran udara per bersih, tidak ada sianosis termasuk CVP, MAP, PAP,
menit dan dyspneu (mampu dan PCWP
c) Menggunakan otot mengeluarkan sputum, e) Monitor vital sign

40
pernafasan mampu bernafas dengan f) Monitor indikasi retensi /
tambahan mudah, tidak ada pursed kelebihan cairan (cracles,
d) Nasal flaring lips) CVP , edema, distensi vena
e) Dyspnea b) Menunjukkan jalan nafas leher, asites)
f) Orthopnea yang paten (klien tidak g) Kaji lokasi dan luas edema
g) Perubahan merasa tercekik, irama h) Monitor masukan makanan /
penyimpangan dada nafas, frekuensi pernafasan cairan dan hitung intake
h) Nafas pendek dalam rentang normal, tidak kalori harian
i) Assumption of 3- ada suara nafas abnormal) i) Monitor status nutrisi
point position c) Tanda Tanda vital dalam j) Berikan diuretik sesuai
j) Pernafasan pursed- rentang normal (tekanan interuksi
lip darah, nadi, pernafasan) k) Batasi masukan cairan pada
k) Tahap ekspirasi keadaan hiponatrermi dilusi
berlangsung sangat dengan serum Na < 130
lama mEq/l
l) Peningkatan l) Kolaborasi dokter jika tanda
diameter anterior- cairan berlebih muncul
posterior memburuk
m) Pernafasan rata-
rata/minimal Fluid Monitoring
n) Bayi : < 25 atau > a) Tentukan riwayat jumlah
60 dan tipe intake cairan dan
o) Usia 1-4 : < 20 atau eliminasi
> 30 b) Tentukan kemungkinan
p) Usia 5-14 : < 14 faktor resiko dari ketidak
atau > 25 seimbangan cairan
q) Usia > 14 : < 11 (Hipertermia, terapi diuretik,
atau > 24 kelainan renal, gagal
r) Kedalaman jantung, diaporesis,
pernafasan disfungsi hati, dll )
s) Dewasa volume c) Monitor serum dan elektrolit
tidalnya 500 ml saat urine
istirahat d) Monitor serum dan
t) Bayi volume osmilalitas urine
tidalnya 6-8 ml/Kg e) Monitor BP, HR, dan RR
u) Timing rasio f) Monitor tekanan darah
v) Penurunan kapasitas orthostatik dan perubahan
vital irama jantung
g) Monitor parameter
Faktor yang hemodinamik infasif
berhubungan : h) Monitor adanya distensi
a) Hiperventilasi leher, rinchi, eodem perifer
b) Deformitas tulang dan penambahan BB
c) Kelainan bentuk i) Monitor tanda dan gejala
dinding dada dari odema
d) Penurunan
energi/kelelahan
e) Perusakan/pelemaha
n muskulo-skeletal
f) Obesitas
g) Posisi tubuh
h) Kelelahan otot
pernafasan

41
i) Hipoventilasi
sindrom
j) Nyeri
k) Kecemasan
l) Disfungsi
Neuromuskuler
m) Kerusakan
persepsi/kognitif
n) Perlukaan pada
jaringan syaraf
tulang belakang
o) Imaturitas
Neurologis

4. Kelebihan volume cairan NOC : NIC :


b/d berkurangnya curah a) Electrolit and acid base Fluid management
jantung, retensi cairan balance a) Timbang popok/pembalut
dan natrium oleh ginjal, b) Fluid balance jika diperlukan
hipoperfusi ke jaringan b) Pertahankan catatan intake
perifer dan hipertensi Kriteria Hasil: dan output yang akurat
pulmonal a) Terbebas dari edema, efusi, c) Pasang urin kateter jika
anaskara diperlukan
Definisi : Retensi cairan b) Bunyi nafas bersih, tidak d) Monitor hasil lAb yang
isotomik meningkat ada dyspneu/ortopneu sesuai dengan retensi cairan
c) Terbebas dari distensi vena (BUN , Hmt , osmolalitas
Batasan karakteristik : jugularis, reflek urin)
a) Berat badan hepatojugular (+) e) Monitor status hemodinamik
meningkat pada d) Memelihara tekanan vena termasuk CVP, MAP, PAP,
waktu yang singkat sentral, tekanan kapiler dan PCWP
b) Asupan berlebihan paru, output jantung dan f) Monitor vital sign
dibanding output vital sign dalam batas g) Monitor indikasi retensi/
c) Tekanan darah normal kelebihan cairan (cracles,
berubah, tekanan e) Terbebas dari kelelahan, CVP , edema, distensi vena
arteri pulmonalis kecemasan atau leher, asites)
berubah, kebingungan h) Kaji lokasi dan luas edema
peningkatan CVP f) Menjelaskanindikator i) Monitor masukan
d) Distensi vena kelebihan cairan makanan /cairan dan hitung
jugularis intake kalori harian
e) Perubahan pada pola j) Monitor status nutrisi
nafas, k) Berikan diuretik sesuai
dyspnoe/sesak interuksi
nafas, orthopnoe, l) Batasi masukan cairan pada
suara nafas keadaan hiponatrermi dilusi
abnormal (Rales dengan serum Na < 130
atau crakles), mEq/l
kongestikemacetan m) Kolaborasi dokter jika tanda
paru, pleural cairan berlebih muncul
effusion memburuk
f) Hb dan hematokrit
menurun, perubahan Fluid Monitoring
elektrolit, khususnya a) Tentukan riwayat jumlah
perubahan berat dan tipe intake cairan dan
jenis eliminasi

42
g) Suara jantung SIII b) Tentukan kemungkinan
h) Reflek faktor resiko dari ketidak
hepatojugular positif seimbangan cairan
i) Oliguria, azotemia (Hipertermia, terapi diuretik,
j) Perubahan status kelainan renal, gagal
mental, kegelisahan, jantung, diaporesis,
kecemasan disfungsi hati, dll)
Faktor-faktor yang c) Monitor berat badan
berhubungan : d) Monitor serum dan elektrolit
a) Mekanisme urine
pengaturan melemah e) Monitor serum dan
b) Asupan cairan osmilalitas urine
berlebihan f) Monitor BP, HR, dan RR
c) Asupan natrium g) Monitor tekanan darah
berlebihan orthostatik dan perubahan
irama jantung
h) Monitor parameter
hemodinamik infasif
i) Catat secara akutar intake
dan output
j) Monitor adanya distensi
leher, rinchi, eodem perifer
dan penambahan BB
k) Monitor tanda dan gejala
dari odema

5. Ketidakseimbangan NOC : NIC :


nutrisi kurang dari Nutritional Status : food and Nutrition Management
kebutuhan tubuh Fluid Intake a) Kaji adanya alergi makanan
b) Kolaborasi dengan ahli gizi
Definisi : Intake nutrisi Kriteria Hasil : untuk menentukan jumlah
tidak cukup untuk a) Adanya peningkatan berat kalori dan nutrisi yang
keperluan metabolisme badan sesuai dengan tujuan dibutuhkan pasien.
tubuh. b) Berat badan ideal sesuai c) Anjurkan pasien untuk
dengan tinggi badan meningkatkan intake Fe
Batasan karakteristik : c) Mampu mengidentifikasi d) Anjurkan pasien untuk
a) Berat badan 20 % kebutuhan nutrisi meningkatkan protein dan
atau lebih di bawah d) Tidak ada tanda tanda vitamin C
ideal malnutrisi e) Berikan substansi gula
b) Dilaporkan adanya e) Tidak terjadi penurunan f) Yakinkan diet yang dimakan
intake makanan berat badan yang berarti mengandung tinggi serat
yang kurang dari untuk mencegah konstipasi
RDA (Recomended g) Berikan makanan yang
Daily Allowance) terpilih (sudah
c) Membran mukosa dikonsultasikan dengan ahli
dan konjungtiva gizi)
pucat h) Ajarkan pasien bagaimana
d) Kelemahan otot membuat catatan makanan
yang digunakan harian.
untuk i) Monitor jumlah nutrisi dan
menelan/mengunya kandungan kalori
e) Luka, inflamasi j) Berikan informasi tentang
pada rongga mulut kebutuhan nutrisi

43
f) Mudah merasa k) Kaji kemampuan pasien
kenyang, sesaat untuk mendapatkan nutrisi
setelah mengunyah yang dibutuhkan
makanan
g) Dilaporkan atau Nutrition Monitoring
fakta adanya a) BB pasien dalam batas
kekurangan normal
makanan b) Monitor adanya penurunan
h) Dilaporkan adanya berat badan
perubahan sensasi c) Monitor tipe dan jumlah
rasa aktivitas yang biasa
i) Perasaan dilakukan
ketidakmampuan d) Monitor interaksi anak atau
untuk   mengunyah orangtua selama makan
makanan e) Monitor lingkungan selama
j) Miskonsepsi makan
k) Kehilangan BB f) Jadwalkan pengobatan  dan
dengan makanan    tindakan tidak selama jam
cukup makan
l) Keengganan untuk g) Monitor kulit kering dan
makan perubahan pigmentasi
m) Kram pada abdomen h) Monitor turgor kulit
n) Tonus otot jelek i) Monitor kekeringan, rambut
o) Nyeri abdominal kusam, dan mudah patah
dengan atau tanpa j) Monitor mual dan muntah
patologi k) Monitor kadar albumin, total
p) Kurang berminat protein, Hb, dan kadar Ht
terhadap makanan l) Monitor makanan kesukaan
q) Pembuluh darah m) Monitor pertumbuhan dan
kapiler mulai rapuh perkembangan
r) Diare dan atau n) Monitor pucat, kemerahan,
steatorrhea dan kekeringan jaringan
s) Kehilangan rambut konjungtiva
yang cukup banyak o) Monitor kalori dan intake
(rontok) nuntrisi
t) Suara usus p) Catat adanya edema,
hiperaktif hiperemik, hipertonik papila
u) Kurangnya lidah dan cavitas oral.
informasi, q) Catat jika lidah berwarna
misinformasi magenta, scarlet

Faktor-faktor yang
berhubungan:
Ketidakmampuan
pemasukan atau
mencerna makanan atau
mengabsorpsi zat-zat
gizi berhubungan dengan
faktor biologis,
psikologis atau ekonomi.

6. Intoleransi aktivitas b/d NOC : NIC :


curah jantung yang a) Energy conservation Energy Management

44
rendah, ketidakmampuan b) Self Care : ADLs a) Observasi adanya
memenuhi metabolisme pembatasan klien dalam
otot rangka, kongesti Kriteria Hasil : melakukan aktivitas
pulmonal yang a) Berpartisipasi dalam b) Dorong anal untuk
menimbulkan hipoksinia, aktivitas fisik tanpa disertai mengungkapkan perasaan
dyspneu dan status peningkatan tekanan darah, terhadap keterbatasan
nutrisi yang buruk nadi dan RR c) Kaji adanya factor yang
selama sakit b) Mampu melakukan aktivitas menyebabkan kelelahan
sehari hari (ADLs) secara d) Monitor nutrisi  dan sumber
Intoleransi aktivitas b/d mandiri energi tangadekuat
fatigue e) Monitor pasien akan adanya
Definisi : kelelahan fisik dan emosi
Ketidakcukupan energu secara berlebihan
secara fisiologis maupun f) Monitor respon
psikologis untuk kardivaskuler  terhadap
meneruskan atau aktivitas
menyelesaikan aktifitas g) Monitor pola tidur dan
yang diminta atau lamanya tidur/istirahat
aktifitas sehari hari. pasien

Batasan karakteristik : Activity Therapy


a) Melaporkan secara a) Kolaborasikan dengan
verbal adanya Tenaga Rehabilitasi Medik
kelelahan atau dalammerencanakan progran
kelemahan. terapi yang tepat.
b) Respon abnormal b) Bantu klien untuk
dari tekanan darah mengidentifikasi aktivitas
atau nadi terhadap yang mampu dilakukan
aktifitas c) Bantu untuk memilih
c) Perubahan ekg yang aktivitas konsisten
menunjukkan yangsesuai dengan
aritmia atau iskemia kemampuan fisik, psikologi
d) Adanya dyspneu dan social
atauketidaknyamana d) Bantu untuk
n saat beraktivitas. mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
Faktor factor yang diperlukan untuk aktivitas
berhubungan : yang diinginkan
a) Tirah Baring atau e) Bantu untuk mendpatkan
imobilisasi alat bantuan aktivitas seperti
b) Kelemahan kursi roda, krek
menyeluruh f) Bantu untu mengidentifikasi
c) Ketidakseimbangan aktivitas yang disukai
antara suplei g) Bantu klien untuk membuat
oksigen dengan jadwal latihan diwaktu luang
kebutuhan h) Bantu pasien/keluarga untuk
d) Gaya hidup yang mengidentifikasi
dipertahankan. kekurangan dalam
beraktivitas
i) Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif beraktivitas
j) Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi

45
diri dan penguatan
k) Monitor respon fisik, emoi,
social dan spiritual

2.2.5 IMPLEMENTASI
Implementasi yang dilakukan berdasarkan rencana keperawatan yang telah
dibuat dan disesuaikan dengan kondisi klien (Colvy, Jack, 2010).
2.2.6 EVALUASI
Hasil evaluasi keperawatan pada klien gagal ginjal kronik menurut (Colvy,
Jack, 2010) adalah:
a. Intake out put seimbang
b. Status nutrisi adekuat
c. Curah jantung adekuat
d. Klien berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi
e. Tidak terjadi perubahan atau gangguan konsep diri
f. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit tidak terjadi
g. Peningkatan pemahaman klien dan keluarga mengenai kondisi dan
pengobatan

BAB III

PENUTUP

46
3.1 KESIMPULAN
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan  fungsi ginjal  yaitu penurunan
laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan
berat (Rab, T, 2008)
Faktor risiko ESRD di Australia dibagi menjadi empat kelompok yaitu:
(1) factor lingkungan-sosial yang meliputi status sosial ekonomi, lingkungan fisik
dan ketersediaan lembaga pelayanan kesehatan, 2) faktor risiko biomedik,
meliputi antaralain diabetes, hipertensi, obesitas, sindroma metabolisma,
infeksis aluran kencing, batu ginjal dan batu saluran kencing, glomerulonefritis,
infeksistreptokokus dan keracunan obat; 3) factor risiko perilaku, meliputi antara
lain merokok atau pengguna tembakau, kurang gerak dan olahraga serta
kekurangan makanan dan 4) faktor predisposisi, meliputi antara lain umur, jenis
kelamin, rasa tauetnis, riwayat keluargadan genetik (Rab, T, 2008)

3.2 SARAN
1. Bagi penyusun, agar lebih giat lagi dalam mencari referensi-referensi dari
sumber rujukan, karena dengan semakin banyak sumber yang di dapat semakin
baik makalah yang dapat disusun.
2. Bagi Institusi, agar dapat menyediakan sumber-sumber bacaan baru, sehingga
dapat mendukung proses belajar mengajar.
3. Bagi pembaca, agar dapat memberikan masukan yang bersifat membangun
demi kesempurnaan penyusunan makalah ini.

47

Anda mungkin juga menyukai