Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa Perkataan yang baik itu ialah kalimat tauhid Yaitu
laa ilaa ha illallaah; dan ada pula yang mengatakan zikir kepada Allah dan ada pula yang
mengatakan semua Perkataan yang baik yang diucapkan karena Allah. Sedangkan Maksudnya dari
dinaikkan kepadanya ialah bahwa Perkataan baik dan amal yang baik itu dinaikkan untuk diterima
dan diberi-Nya pahala. Lisan adalah satu alat komunikasi yang sangat berbahaya kalau tidak
berhati-hati akan menjerumuskan kepada kemaksiatan dan bisa menyakitkan orang lain lebih
khusus lagi menyakiti orang tua,oleh karenanya harus betul-betul berhati-hati dengan lisan ini
gunakan lisan ini untuk kebaikan dan jangan sampai menyakiti siapapun.
Ketika kami duduk bersama Rasullullah Saw,lalu dating seorang laki-laki dari bani salamah,lantas
berkata:”Wahai Rasullah adakah sesuatu yang bisa aku gunakan untuk berbakti kepada orang tuakw yang
sudah meninggal?” Rasul menjawab:”Ya ada Pertama Mendoakan kepada orang Tua. kedua meminta
ampunan dosa orang tua, ketiga, melaksanakan akad perjanjian orang tua ketika setelah beliau meninggal.
Keempat, menghubungi sanak kerabat yang tidak tersambung kecuali dengan kekerabatan mereka. Kelima,
menghormati teman dari orang tua.
Sedangkan dalam kitab tanbihul Ghafilin,al Faqih ditannya tentang dua orang tua yang mati dalam keadaan
mkurka terhadap anaknya:” dapatkah diperoleh Ridho mereka setelah meninggal? : jawab beliau: “ Dapt
yaitu dengan tiga perkara pertama,anakharus menjadi orang yang sholih, Kedua, harus menyambung
kerabat dengan kenalan orang tua, ketiga, harus beristigfar dan berdoa serta bersedekah untuk kedua orang
tua.
Sebagai anak yang Sholih setidaknya ketika orang tuanya sudah wafat harus melakukan hal sebagai
berikut:
1. Mendoakan dan memintakan ampun dosa kedua orang tua yang sudah wafat
2. Melaksanakan akad perjanjian kedua orang tua setelah keduanya wafat
3. Menyambung silaturahmi dengan kerabat orang Tua
4. Menghoramti Teman kedua orang tua
Ayat ini sangat menggetarkan hati Abu Yazid. Abu Yazid meletakkan batu tulisannya dan
berkata kepada gurunya: ”Izinkan saya pulang , ada yang perlu hamba katakan kepada ibuku”
Sang guru memberi izin. Lalu Abu Yazid pulang ke rumahnya. Ibunya menyambutnya dengan
kata-kata:
”Thaifur, mengapa engkau pulang?. Apakah engkau mendapat hadiah atau ada sesuatu kejadian
yang istimewa?”
”Tidak”, jawab Abu Yazid: ”Ketika pengajian ku sampai pada ayat di mana Allah
memerintahkan agar aku berbakti kepada Nya dan kepada ibu. Tetapi aku tidak dapat mengurus
dua buah rumah dalam waktu yang serentak ibu Ayat ini sangat menyusahkan hatiku. Mintalah
daku ini kepada Allah sehingga aku menjadi milik mu seorang atau serahkanlah aku kepada
Allah semata –mata sehingga aku dapat hidup untuk Dia semata-mata”.
”Anakku”. Jawab ibunya: ”Aku serahkan engkau kepada Allah dan ku bebaskan engkau dari
semua kewajipan mu terhadap aku. Pergilah engkau dan jadilah engkau seorang hamba Allah”.
Di Hari kemudian , Abu Yzzid berkata:
”Kewajipan yang pada kamu ibu di antara yang lain-lainya ternyata merupakan kewajipan yang
paling utama. Ia itu kewajiban untuk berbakti kepada ibu ku.. Di dalam berbakti kepada ibuku
itulah ku peroleh segala sesuatu yang ku cari, yakni segala sesuatu yang hanya boleh difahami
melalui tindakan displin diri dan pengabdian kepada Allah”.
Ada juga kisah yang lain tentang berbaktinya sang abu yazid kepada Ibunya:
Pada suatu malam ibu meminta air kepada ku. Maka aku pun pergi mengambilnya, ternyata
di dalam tempayan kami tidak ada air. Ku lihat dalam kendi, tetapi kendi itu pun kosong juga.
Oleh kerana itu pergilah aku ke sungai lalu mengisi kendi tersebut dengan air. Ketika aku
pulang, , ternyata ibuku tertidur”.
”Malam itu udara terasa sejuk. Kendi itu tetap dalam rangkulan ku. Ketika ibu ku terjaga, ia
meminum air yang ku bawa itu kemudian memberkati diriku. Kemudian terlihatlah oleh ku
betapa kendi itu telah membuat tanganku kaku:
”Mengapa engkau tetap memegang kendi itu”, ibu bertanya.
”Aku takut ibu terjaga sedang aku sendiri terlena”, Jawab ku.
Kemudian ibu berkata kepada ku: ”Biarkan sahaja pintu itu setengah terbuka”.
Sepanjang malam aku berjaga-jaga agar pintu itu tetap dalam keadaan setengah terbuka dan
agar aku tidak melalaikan pesanan ibuku. Hingga akhirnya fajar melewati pintu, begitulah yang
sering kulakukakan berkali-kali”.
Setelah si ibu menyerahkan anaknya kepada Allah, Abu Yazid meninggalkan Bustham,
merantau dari satu negeri ke satu negeri selama 30 puluh tahun, dan melaluinya disiplin diri
dengan terus berpuasa di siang hari dan betariqat sepanjang malam. Ia belajar di bawah
bimbingan 113 guru kerohanian dan telah memeperolehi manafaat dari setiap pelajaran yang
mereka berikan dan menjadikan Tokoh Islam yang sangat terkenal dalam sejarah.
2. Uwais al Qarni
Di Yaman, tinggalah seorang pemuda bernama Uwais Al Qarni yang berpenyakit sopak,
tubuhnya belang-belang. Walaupun cacat, ia adalah pemuda yang soleh dan sangat berbakti
kepadanya Ibunya. Ibunya adalah seorang wanita tua yang lumpuh. Uwais senantiasa merawat dan
memenuhi semua permintaan Ibunya. Hanya satu permintaan yang sulit ia kabulkan.
“Anakku, mungkin Ibu tak lama lagi akan bersama dengan kamu, ikhtiarkan agar Ibu dapat
mengerjakan haji,” pinta Ibunya. Uwais tercenung, perjalanan ke Mekkah sangatlah jauh melewati
padang pasir tandus yang panas. Orang-orang biasanya menggunakan unta dan membawa banyak
perbekalan. Namun Uwais sangat miskin dan tak memiliki kendaraan.
Uwais terus berpikir mencari jalan keluar. Kemudian, dibelilah seeokar anak lembu, Kira-kira
untuk apa anak lembu itu? Tidak mungkinkan pergi Haji naik lembu. Olala, ternyata Uwais
membuatkan kandang di puncak bukit. Setiap pagi beliau bolak balik menggendong anak lembu
itu naik turun bukit. “Uwais gila.. Uwais gila…” kata orang-orang. Yah, kelakuan Uwais memang
sungguh aneh.
Tak pernah ada hari yang terlewatkan ia menggendong lembu naik turun bukit. Makin hari
anak lembu itu makin besar, dan makin besar tenaga yang diperlukan Uwais. Tetapi karena latihan
tiap hari, anak lembu yang membesar itu tak terasa lagi.
Setelah 8 bulan berlalu, sampailah musim Haji. Lembu Uwais telah mencapai 100 kg, begitu juga
dengan otot Uwais yang makin membesar. Ia menjadi kuat mengangkat barang. Tahulah sekarang
orang-orang apa maksud Uwais menggendong lembu setiap hari. Ternyata ia latihan untuk
menggendong Ibunya.
Uwais menggendong ibunya berjalan kaki dari Yaman ke Mekkah! Subhanallah, alangkah
besar cinta Uwais pada ibunya. Ia rela menempuh perjalanan jauh dan sulit, demi memenuhi
keinginan ibunya.
Uwais berjalan tegap menggendong ibunya tawaf di Ka’bah. Ibunya terharu dan
bercucuran air mata telah melihat Baitullah. Di hadapan Ka’bah, ibu dan anak itu berdoa. “Ya
Allah, ampuni semua dosa ibu,” kata Uwais. “Bagaimana dengan dosamu?” tanya ibunya heran.
Uwais menjawab, “Dengan terampunnya dosa Ibu, maka Ibu akan masuk surga. Cukuplah ridho
dari Ibu yang akan membawa aku ke surga.”
Subhanallah, itulah keinganan Uwais yang tulus dan penuh cinta. Allah SWT pun
memberikan karunianya, Uwais seketika itu juga disembuhkan dari penyakit sopaknya. Hanya
tertinggal bulatan putih ditengkuknya. Tahukah kalian apa hikmah dari bulatan disisakan di
tengkuk? itulah tanda untuk Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib, dua sahabat utama
Rasulullah SAW untuk mengenali Uwais.
Beliau berdua sengaja mencari Uwais di sekitar Ka’bah karena Rasullah SAW berpesan
“Di zaman kamu nanti akan lahir seorang manusia yang doanya sangat makbul. Kamu berdua
pergilah cari dia. Dia akan datang dari arah Yaman, dia dibesarkan di Yaman. Dia akan muncul di
zaman kamu, carilah dia. Kalau berjumpa dengan dia minta tolong dia berdua untuk kamu berdua.”
“Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kamu, durhaka pada ibu dan menolak kewajiban, dan
meminta yang bukan haknya, dan membunuh anak hidup-hidup, dan Allah, membenci padamu
banyak bicara, dan banyak bertanya demikian pula memboroskan harta (menghamburkan
kekayaan).” (HR. Bukhari dan Muslim).