Berikut ini cuplikan wawancara Ardian Perdana Putra dari Media Center PKPU
Bandung dengan Kepala Sekolah Hikmah Teladan, Rahmat Santana S.IP seputar
pendidikan dan sekolah inklusi.
Kita memahami bahwa setiap anak itu dari sejak lahir telah diberikan anugerah oleh
Allah untuk menjadi dirinya sendiri. Untuk bisa terus berkembang,
potensi−potensinya itu sampai dewasa, maka harus dijaga dari berbagai pengaruh
lingkungan yang tidak kondusif, yang tidak menunjang perkembangan
potensi−potensinya itu secara optimal.
Maka, mereka harus dimerdekakan dari berbagai hal yang bisa menghambat
perkembangan potensi−potensinya itu. Adalah sesuatu yang alamiah bahwa setiap
individu berkembang dengan keunikannya dan potensinya masing−masing. Tetapi
kadang (potensinya) itu berubah ketika kecil ataupun remaja (karena) ada hal−hal
yang tidak menunjang perkembangan potensinya itu secara maksimal. Hal−hal yang
menghambat itu perlu dihilangkan.
Yang bisa dilakukan adalah mempelajari latar belakang anak tersebut sehingga bisa
demikian. Kalau itu misalnya sudah didiagnosa mengalami kelainan otak atau autis,
pendekatan apa yang terbaik bagi mereka. Ya kita semua belajar untuk itu.
Disini ada guru pendamping untuk anak−anak yang masih belum bisa mandiri. Saat
mereka belajar bersama teman−temannya di kelas, sampai batas−batas tertentu
didampingi. Dengan adanya guru pendamping, anak tersebut insyaAllah tidak
mengganggu yang lain. Kemudian manfaatnya bagi anak−anak lain yang normal,
mereka akan tumbuh rasa empatinya saat melihat kekurangan temannya dan ingin
membantu.
Nanti akan muncul ‘tutor sebaya’, yaitu pendampingan anak terhadap anak. Ketika
pelajaran tertentu, anak yang pandai di satu bidang akan mendampingi anak
lainnya, apalagi yang memiliki kekhususan tadi. Saat istirahat pun mereka bisa
mendampingi dan menemani. Mengurangi adanya ejekan, penghinaan atau
pelabelan yang kurang baik dari anak lain.
Ya, walaupun tetap ada proses. Ketika ada siswa berkebutuhan khusus masuk, ada
proses adaptasi dulu. Mungkin ada (teman−temannya) yang bertanya−tanya
mengapa bisa seperti itu. Mungkin juga misalnya sewaktu−waktu ada pertengkaran,
tetapi setelah waktu berjalan diberikan pemahaman oleh guru.
Mulai dari shalat dhuha, kuliah dhuha ada pembahasan permasalahan kelas. Ada
juga program−program lain yang mendukung, misalnya program outbound, wisata
buku. Dalam kegiatan tersebut anak anak belajar secara khusus memahami
perbedaan itu.
Sudah berapa lama sekolah ini menerapkan konsep sekolah inklusi?
Sebenarnya kami tidak secara khusus menyebut sekolah inklusi. Karena kami dari
awal visinya menerapkan konsep anak merdeka. Tetapi mungkin pemerintah karena
melihat kita sudah memulai, maka kita ditetapkan sebagai sekolah inklusi sejak
tahun 2004.
Tahun ini ada sekitar 33 anak, tersebar dari kelas 1 hingga kelas 5. Kelas 6
kebetulan tahun ini tidak ada, tetapi tahun lalu ada.
Sebenarnya sama saja dengan anak−anak lain yang tidak punya kekhususan atau
tidak dimerdekakan dari hal yang mengganggu yang membuat anak tidak nyaman
berada di suatu lingkungan.
Ada. Ada tuna rungu, cacat fisik juga ada, ada yang mental retarded dan
macam−macam yang lain yang saya sendiri kurang paham.