Anda di halaman 1dari 3

SD HIKMAH TELADAN: MENDIDIK ANAK MENGHARGAI PERBEDAAN

DENGAN KONSEP ‘ANAK MERDEKA’

Setelah 10 tahun berdiri, perguruan Hikmah Teladan telah berkembang dengan


sangat pesat. Dengan visi pendidikan anak merdeka, Hikmah Teladan mendobrak
sekat−sekat penghalang yang menghambat proses belajar anak, terutama dalam
bersosialisasi. 

Berikut ini cuplikan wawancara Ardian Perdana Putra dari Media Center PKPU
Bandung dengan Kepala Sekolah Hikmah Teladan, Rahmat Santana S.IP seputar
pendidikan dan sekolah inklusi.

Apa yang membedakan SD Hikmah Teladan dengan sekolah−sekolah


lainnya?
Setiap sekolah dan organisasi, tentunya hal yang membedakan adalah visinya. Visi
SD Hikmah Teladan adalah menjadi sekolah terdepan dalam penerapan konsep
‘anak merdeka’.

Yang dimaksud dengan ‘anak merdeka’ seperti apa?

Kita memahami bahwa setiap anak itu dari sejak lahir telah diberikan anugerah oleh
Allah untuk menjadi dirinya sendiri. Untuk bisa terus berkembang,
potensi−potensinya itu sampai dewasa, maka harus dijaga dari berbagai pengaruh
lingkungan yang tidak kondusif, yang tidak menunjang perkembangan
potensi−potensinya itu secara optimal. 

Maka, mereka harus dimerdekakan dari berbagai hal yang bisa menghambat
perkembangan potensi−potensinya itu. Adalah sesuatu yang alamiah bahwa setiap
individu berkembang dengan keunikannya dan potensinya masing−masing. Tetapi
kadang (potensinya) itu berubah ketika kecil ataupun remaja (karena) ada hal−hal
yang tidak menunjang perkembangan potensinya itu secara maksimal. Hal−hal yang
menghambat itu perlu dihilangkan.

Diantara anak−anak disini, ada yang berkebutuhan khusus. Kami juga


mendengar konsep sekolah inklusi yang dibawa sekolah ini. Seperti apa
sebenarnya?
Seperti visi awalnya yang disebutkan tadi. Karena semua anak itu unik, berbeda satu
sama lain, maka ketika ada anak yang ‘ekstrim’ perbedaannya atau disebut anak
berkebutuhan khusus, hal tersebut kita anggap sebagai hal yang biasa saja.
Mungkin ada yang jelas terlihat dengan kasat mata, saat yang lain bisa duduk
diam,anak tersebut berlari−lari, tidak bisa belajar dengan tenang atau misalnya ada
anak yang sering keluar kelas itupun menjadi hal yang biasa saja. Karena kita
memahami setiap anak berbeda atau unik.

Yang bisa dilakukan adalah mempelajari latar belakang anak tersebut sehingga bisa
demikian. Kalau itu misalnya sudah didiagnosa mengalami kelainan otak atau autis,
pendekatan apa yang terbaik bagi mereka. Ya kita semua belajar untuk itu.

Disini ada guru pendamping untuk anak−anak yang masih belum bisa mandiri. Saat
mereka belajar bersama teman−temannya di kelas, sampai batas−batas tertentu
didampingi. Dengan adanya guru pendamping, anak tersebut insyaAllah tidak
mengganggu yang lain. Kemudian manfaatnya bagi anak−anak lain yang normal,
mereka akan tumbuh rasa empatinya saat melihat kekurangan temannya dan ingin
membantu. 

Nanti akan muncul ‘tutor sebaya’, yaitu pendampingan anak terhadap anak. Ketika
pelajaran tertentu, anak yang pandai di satu bidang akan mendampingi anak
lainnya, apalagi yang memiliki kekhususan tadi. Saat istirahat pun mereka bisa
mendampingi dan menemani. Mengurangi adanya ejekan, penghinaan atau
pelabelan yang kurang baik dari anak lain.

Mungkin bisa dikatakan mereka belajar menerima perbedaan sebagai hal


yang wajar?

Ya, walaupun tetap ada proses. Ketika ada siswa berkebutuhan khusus masuk, ada
proses adaptasi dulu. Mungkin ada (teman−temannya) yang bertanya−tanya
mengapa bisa seperti itu. Mungkin juga misalnya sewaktu−waktu ada pertengkaran,
tetapi setelah waktu berjalan diberikan pemahaman oleh guru.

Mulai dari shalat dhuha, kuliah dhuha ada pembahasan permasalahan kelas. Ada
juga program−program lain yang mendukung, misalnya program outbound, wisata
buku. Dalam kegiatan tersebut anak anak belajar secara khusus memahami
perbedaan itu.
Sudah berapa lama sekolah ini menerapkan konsep sekolah inklusi?
Sebenarnya kami tidak secara khusus menyebut sekolah inklusi. Karena kami dari
awal visinya menerapkan konsep anak merdeka. Tetapi mungkin pemerintah karena
melihat kita sudah memulai, maka kita ditetapkan sebagai sekolah inklusi sejak
tahun 2004.

Kira−kira berapa orang anak berkebutuhan khusus untuk tahun


2009−2010 ini?

Tahun ini ada sekitar 33 anak, tersebar dari kelas 1 hingga kelas 5. Kelas 6
kebetulan tahun ini tidak ada, tetapi tahun lalu ada.

Anak−anak berkebutuhan khusus tersebut, apakah mereka bisa hidup


normal?
InsyaAllah, selama mereka berada dilingkungan yang baik dan mendukung terhadap
perkembangan fisik ataupun intelektualitasnya, mereka akan menjadi individu yang
mandiri. Mereka bisa bersosialisasi, mereka bisa menjadi warga negara yang baik.
Harapan kami seperti itu. Mudah−mudahan tidak hanya di sekolah ini, tetapi juga
selanjutnya melanjutkan ke SMP dan jenjang−jenjang selanjutnya anak tersebut
mendapat pendidikan yang tepat. Kalau lingkungannya kurang mendukung, untuk
bisa menjadi individu mandiri yang berguna di masyarakat akan terganggu.

Sebenarnya sama saja dengan anak−anak lain yang tidak punya kekhususan atau
tidak dimerdekakan dari hal yang mengganggu yang membuat anak tidak nyaman
berada di suatu lingkungan.

Selain autis, ada kategori yang lain?

Ada. Ada tuna rungu, cacat fisik juga ada, ada yang mental retarded dan
macam−macam yang lain yang saya sendiri kurang paham.

Anda mungkin juga menyukai